BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
belakang
Otitis media adalah inflamasi pada
bagian telinga tengah. Telinga tengah adalah organ yang memiliki penghalang
yang biasanya dalam keadaan steril. Tetapi pada suatu keadaan jika terdapat
infeksi bakteri pada nasofariong dan faring, secara alamiah terdapat
mekanisme pencegahan penjalaran bakteri memasuki telinga tengah oleh enzim
pelindung dan bulu-bulu halus yang dimiliki oleh tuba eustachii.
Otitis media sebenarnya adalah
diagnosa yang paling sering dijumpai pada anak – anak di bawah usia 15 tahun.
Paling sering terjadi bila terdapat disfungsi tuba eustachii seperti obstruksi
yang disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, inflamasi jaringan
disekitarnya (eg : sinusitis, hipertrofi adenoid) atau reaksi alergik ( eg :
rhinitis alergika) dan sering diawali dengan infeksi pada saluran napas seperti
radang tenggorokan atau pilek yang menyebar ke telinga tengah lewat saluran
Eustachius. Gejala yang sering ditimbulkan pada otitis media biasanya ialah
rasa nyeri, pendengaran berkurang, demam, pusing, juga kadang disertai
mendengar suara dengung (tinitus).
Sebagaimana halnya dengan kejadian
infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), otitis media juga merupakan salah satu
penyakit langganan anak. Di Amerika Serikat, diperkirakan 75% anak
mengalami setidaknya satu episode otitis media sebelum usia tiga tahun dan
hampir setengah dari mereka mengalaminya tiga kali atau lebih. Di Inggris,
setidaknya 25% anak mengalami minimal satu episode sebelum usia sepuluh tahun.4
Di negara tersebut otitis media paling sering terjadi pada usia 3-6 tahun.
B. Rumusan
masalah
- Apa pengertian dari Otitis
Media ?
- Apa saja etiologi dari Otitis
Media?
- Apa manifestasi klinik dari Otitis
Media?
- Bagaimana pemeriksaan penunjang
dan Diagnostik ?
- Bagaimana penatalaksanaan Medis
dan keperawatan dari Otitis
Media?
- Bagaimana komplikasi dari Otitis
Media?
- Bagaimana pengkajian asuhan
keperawatan dari Otitis Media?
C.
Tujuan
- Tujuan umum
Mahasiswa
mampu menerangkan asuhan keperawatan pada pasien dengan “Otitis Media”
D.
Tujuan khusus
Mahasiswa
mampu :
1.
Melakukan pengkajian pada pasien dengan otitis media
2.
Merumuskan diagnosa keperawatan (NANDA)
3.
Menetapkan indicator keberhasilan (NOC)
4.
Merumuskan intervensi keperawatan (NIC)
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A.
Anatomi Dan Fisiologi Organ
Telinga
terdiri dari beberapa bagian
1.
Telinga bagian luar
a.
Aurikula (daun telinga).
Menampung
gelombang suara datang dari luar masuk ke dalam telinga.
- Meatus
akustikus eksterna (liang telinga)
Saluran
penghubung aurikula dengan membran timpani (terdiri tulang rawan & keras,
saluran ini mengandung rambut, kelenjar sebasea & kelenjar keringat,
khususnya menghasilkan sekret-sekret berbentuk serum).
- Membran
timpani
Selaput
gendang telinga batas antara telinga luar & telinga tengah.
2.
Telinga tengah
- Kavum
timpani
Rongga
didalam tulang temporalis terdapat 3 buah tulang pendengaran (maleus, inkus dan
stapes).
- Antrum
timpani
Rongga
tidak teratur terletak di bawah samping dari kavum timpani.
- Tuba
auditiva eustaki
Saluran tulang rawan yang berjalan
miring ke bawah agak kedepan. Telinga tengah tersusun atas membran
timpani (gendang telinga) di sebelah lateral dan kapsul otik di sebelah medial
celah telinga tengah terletak di antara kedua Membrana timpani terletak pada
akhiran kanalis aurius eksternus dan menandai batas lateral telinga, Membran
ini sekitar 1 cm dan selaput tipis normalnya berwarna kelabu mutiara dan
translulen.Telinga tengah merupakan rongga berisi udara merupakan rumah bagi
osikuli (tulang telinga tengah) dihubungkan dengan tuba eustachii ke nasofaring
berhubungan dengan beberapa sel berisi udara di bagian mastoid tulang temporal.
Telinga tengah mengandung tulang terkecil (osikuli) yaitu malleus, inkus
stapes. Osikuli dipertahankan pada tempatnya oleh sendian, otot, dan ligamen,
yang membantu hantaran suara. Ada dua jendela kecil (jendela oval dan dinding
medial telinga tengah, yang memisahkan telinga tengah dengan telinga dalam.
Bagian dataran kaki menjejak pada jendela oval, di mana suara dihantar telinga
tengah. Jendela bulat memberikan jalan ke getaran suara. Jendela bulat ditutupi
oleh membrana sangat tipis, dan dataran kaki stapes ditahan oleh yang agak
tipis, atau struktur berbentuk cincin. anulus jendela bulat maupun jendela oval
mudah mengalami robekan. Bila ini terjadi, cairan dari dalam dapat mengalami
kebocoran ke telinga tengah kondisi ini dinamakan fistula perilimfe.
Tuba eustachii yang lebarnya sekitar 1mm panjangnya sekitar 35 mm,
menghubngkan telingah ke nasofaring. Normalnya, tuba eustachii tertutup, namun
dapat terbuka akibat kontraksi otot palatum ketika melakukan manuver Valsalva
atau menguap atau menelan. Tuba berfungsi sebagai drainase untuk sekresi dan
menyeimbangkan tekanan dalam telinga tengah dengan tekanan atmosfer.
3.
Telinga bagian dalam
- Labirin
osseus
Serangkaian
saluran bawah dikelilingi oleh cairan (perilimfe).
1)
Vestibulum.
2)
Koklea.
3)
Kanalis semi sirkuler.
- Labirintus
membranosus
1)
Utrikulus.
2)
Sakulus.
3)
Duktus semi sirkularis.
B. Landasan Teoritis Penyakit
1.
Definisi
Otitis berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi
otitis media berarti peradangan dari telinga tengah. Otitis media adalah
peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum
mastoid dan sel-sel mastoid. Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi
eksterna dan media. Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa
(Soepardi, 1998).
Ada 3 ( tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik,
yaitu :
a.
Otitis media akut
Otitis media
akut (OMA) adalah peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga
tengah (Kapita selekta kedokteran, 1999).
b.
Otitis media serosa
Otitis media
serosa / efusi adalah keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa
adanya tanda dan gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat
tekanan negative dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba
eustachii.
c.
Otitis media kronik
Otitis Media
Kronik adalah peradangan
kronik yang mengenai mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani.Otitis
Media Kronik sendiri adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan
irreversible dan biasanya disebabkan oleh episode berulang Otitis Media Akut
yang tak tertangani.
- Etiologi
Penyebabnya adalah bakteri-bakteri saluran pernafasan bagian atas dan
bakteri piogenik seperti streptococcus haemolyticus, staphylococcus aureus,
pneumococcus, haemophylus influenza, escherecia coli, streptococcus
anhaemolyticus, proteus vulgaris, pseudomonas aerugenosa.
Penyebab lainnya yaitu virus. Virus dapat dijumpai tersendiri atau bersamaan
dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai pada
anak-anak, yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus,
atau adenovirus (sebanyak 30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza
virus, rhinovirus atau enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk
terhadap fungsi tuba Eustachius, menganggu fungsi imun lokal,
meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi obat antimikroba dengan
menganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner, 2007).
- Manifestasi
klinis
·
Otitis Media Akut
Gejala otitis
media dapat bervariasi menurut beratnya infeksi dan bisa sangat ringan dan
sementara atau sangat berat. Keadaan ini biasanya unilateral pada orang dewasa.
Membrane tymphani merah, sering menggelembung tanpa tonjolan tulang yang
dapat dilihat, tidak bergerak pada otoskopi pneumatic ( pemberian tekanan
positif atau negative pada telinga tengah dengan insulator balon yang dikaitkan
ke otoskop ), dapat mengalami perforasi.
ü Otorrhea, bila terjadi rupture
membrane tymphani
ü Keluhan nyeri telinga ( otalgia )
ü Demam
ü Anoreksia
ü Limfadenopati servikal anterior
·
Otitis Media Serosa
Pasien mungkin mengeluh kehilangan pendengaran, rasa penuh atau gatal
dalam telinga atau perasaan bendungan, atau bahkan suara letup atau berderik,
yang terjadi ketika tuba eustachii berusaha membuka. Membrane tymphani tampak
kusam (warna kuning redup sampai abu-abu pada otoskopi pneumatik, dan dapat
terlihat gelembung udara dalam telinga tengah. Audiogram biasanya menunjukkan
adanya kehilangan pendengaran konduktif.
·
Otitis Media Kronik
Gejala dapat minimal, dengan berbagai derajat kehilangan pendengaran dan
terdapat otorrhea intermitten atau persisten yang berbau busuk. Biasanya tidak
ada nyeri kecuali pada kasus mastoiditis akut, dimana daerah post aurikuler
menjadi nyeri tekan dan bahkan merah dan edema. Kolesteatoma, sendiri biasanya
tidak menyebabkan nyeri. Evaluasi otoskopik membrane timpani memperlihatkan
adanya perforasi, dan kolesteatoma dapat terlihat sebagai masa putih di
belakang membrane timpani atau keluar ke kanalis eksterna melalui lubang
perforasi. Kolesteatoma dapat juga tidak terlihat pada pemeriksaan oleh ahli
otoskopi. Hasil audiometric pada kasus kolesteatoma sering memperlihatkan
kehilangan pendengaran konduktif atau campuran.
- Pemeriksaan
penunjang dan diagnostic
Pemeriksaan
diagnosis :
·
Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga lua
·
Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
·
Kultur dan uji sensitifitas ; dilakukan bila dilakukan timpanosentesis
(Aspirasi jarum dari telinga tengah melalui membrane timpani).
- Penatalaksanaan medis dan keperawatan
·
Penatalaksanaan medis
Hasil penatalaksanaan otitis media
bergantung pada efektifitas terapi ( e.g : dosis antibiotika oral yang
diresepkan dan durasi terapi ), virulensi bakteri, dan status fisik klien
Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut.
Pilihan pertama adalah Amoksisilin; pilihan kedua – digunakan bila diperkirakan
organismenya resisten terhadap amoksisilin – adalah amoksisilin dengan
klavulanat (Augmentin ; sefalosporin generasi kedua), atau trimetoprin
sulfametoksazol. Pada klien yang alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin
dan sulfonamide atau trimetoprim – sulfa.
Untuk otitis media serosa ( otitis media dengan efusi ),
terapi yang umum dilakukan adalah menunggu. Keadaan ini umumnya sembuh sendiri
dalam 2 bulan.
Untuk otitis media serosa yang persisten, dianjurkan
untuk melakukan miringotomi. Miringotomi adalah prosedur bedah dengan
memasukkan selang penyeimbang tekanan ke dalam membrane timpani. Hal ini
memungkinkan ventilasi dari telinga tengah, mengurangi tekanan negative dan
memungkinkan drainase cairan.
·
Penatalaksanaan Keperawatan
1. Mengkompres
hangat
2. Mengkaji
nyeri
3. Mengurangi
kegaduhan pada lingkungan klien
4.
Memberikan informasi segala yang terkait dengan penyakit otitis
media
5. Instruksikan
kepada keluarga tentang komnikasi yang efektif
6. Komplikasi
Sebelum ada antibiotika, otitis media akut dapat menimbulkan komplikasi,
yaitu abses subperiosteal sampai komplikasi yang berat (meningtis dan abses
otak). Sekarang setelah ada antibiotika, semua jenis komplikasi itu biasanya
didapatkan sebagian komplikasi dari OMSK.WOC (terlampir)
C. Landasan Teoritis Asuhan Keperawatan
- Pengkajian
a.
Identitas pasien
Nama :
Umur :
Jenis Kelamin :
No.RM :
Tgl. Masuk RS :
b.
Riwayat Kesehatan
· Keluhan utama
Biasanya klien merasa Sakit telinga/nyeri pada telinga, Penurunan/tak
ada ketajaman pendengaran pada satu atau kedua telinga,Perasaan penuh pada
telinga, Suara bergema dari suara sendiri
Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau menelan dan Cairan telinga; hitam, kemerahan, jernih,
kuning
· Riwayat kesehatan dahulu
Biasanya
klien memiliki riwayat infeksi saluran pernafasan atas, infeksi telinga, alergi
c.
Riwayat kesehatan sekarang
Biasanya klien merasakan :
· Sakit telinga/nyeri
· Penurunan/tak ada ketajaman
pendengaran pada satu atau kedua telinga
· Tinitus
· Perasaan penuh pada telinga
· Suara bergema dari suara sendiri
· Bunyi “letupan” sewaktu menguap atau
menelan
· Vertigo, pusing, gatal pada telinga
· Tanda-tanda vital (suhu bisa sampai
40o C), demam
· Tipe warna 2 jumlah cairan
· Cairan telinga; hitam, kemerahan,
jernih, kuning
d.
Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada keluarga yang menderita penyakit ini sebelumnya.
1.
Pemeriksaan Fisik
2.
Keadaan umum
3.
Pemeriksaan Head to toe
a.
Kulit, rambut, dan kuku
1)
Inspeksi warna kulit, jaringan parut, lesi dan vaskularisas
2)
Inspeksi dan palpasi kuku tentang warna, bentuk, dan catat adanya
Abnormalita
3)
Palasi kulit untuk mengetahui suhu, turgor, tekstur (halus/kasar)edema,
dan
Massa
b.
Kepala:
1)
Inspeksi kesimetrisan muka, tengkorak, kulit kepala (lesi, massa)
2)
Palpasi dengan cara merotasi dengan lembut ujung jari ke bawah dari
tengah garis kepala ke samping.
Untuk mengetahui adanya bentuk kepala, pembengkakan, massa, dan nyeri tekan,
kekuatan akar rambut.
c.
Mata
1)
Inspeksi kelopak mata, perhatikan bentuk dan kesimetrisanny
2)
Inspeksi daerah orbital adanya edema, kemerahan, atau jaringan lunak
dibawah bidang orbital.
3)
Inspeksi konjungtiva dan sklera dengan menarik/ membuka kelopak mata.
Perhatikan warna, edema, dan lesi.
4)
Inspeksi kornea (kejernihan dan tekstur kornea) dengan berdiri disamping
klien dengan menggunakan sinar cahaya tidak langsung.
d.
Hidung
1)
Inspeksi hidung eksterna dengan melihat bentuk, kesimetrisan, adanya
deformitas
atau lesi, dan cairan yang keluar.
2)
Palpasi lembut batang dan jaringan lunak hudung adanya nyeri, massa dan
nyeri,
massa dan penyipangan bentuk, serta palpasi sinus-sinus hidung.
3)
Periksa patensi neres dengan meletakkan jari di depan lubang hidung dan
minta pasien bernapas melalui hidung. Bandingkan antara neres kanan dan kiri,
kaji kemampuan pasien membau (nervus olfaktorius).
4)
Masukkan spekulum hidung dengan minta pasien mengangkat kepala
kebelakang. Dengan bantuan penlight amati warna, lesi, cairan, massa, dan pembengkakan.
e.
Telinga
1)
Inspeksi kesimetrisan dan letak telinga
2)
Inspeksi telinga luar, ukuran, bentuk, warna, dan adanya lesi.
3)
Palpasi kartilago telinga untuk mengetahui jaringan lunak. Tekan tragus
kedalam dan tulang telinga ke bawah daun telinga (bila peradangan akan nyeri).
4)
Palpasi tulang telinga (prosesus mastoideus)
f.
Mulut dan faring
1) Inspeksi warna dan mukosa bibir,
lesi, dan kelainan koninetal
2) Melakukan pemeriksaan pembedaan
rasa pada ujung lidah (nervus)
3)
Menguji sensasi faring (berkata
”ah”). (nervus vagus).
g.
Leher
1)
Inspeksi bentuk leher, kesimetrisan, warna kulit, adanya pembengkakakn,
jaringan parut atau massa (muskulus sternokleidomastoideus)
2)
Inspeksi gerakan leher ke kanan dan ke kiri (nervus aksesorius)
3)
Inspeksi kelenjar tiroid dengan minta pasien menelan dan amati gerakan
kelenjar tiroid pada takik suprasternal (normalnya tidak dapat dilihat)
4)
Palpasi kelenjar limfe/kelenjar getah bening
5)
Palpasi kelenjar tiroid
h.Thorak
1)
Inspeksi kelainan bentuk thorak (barrel chest, pigeon chest, funnel chest).
2)
Palpasi adanya krepitus pada kosta
3)
Khusus pasien wanita dilakukan pemeriksaan inspeksi payudara: bentuk,
ukuran.
i.Paru
1)
Inspeksi kesimetrisan paru
2)
Palpasi (taktil fremitus) dengan meminta pasien menebutkan angka atau
huruf yang bergetar (contoh 777). Bandingkan paru kanan dan kiri.
3)
Perkusi dari puncak paru ke bawah (supraskapularis/3-4 jari dari pundak
sampai dengan torakal 10). Catat suara perkusi: sonor/hipersonor/redup.
4)Auskultasi bunyi paru saat inspirasi dan akspirasi (vesikuler, bronhovesikuler,
bronchial, tracheal; suara abnormal: whezzing, ronchi, krekles.
j.
Jantung dan pembuluh darah
1)
Inspeksi titik impuls maksimal, denyutan apical
Palpasi
area aorta pada interkosta ke-2 kanan, pulmonal pada interkosta ke-2 kiri, dan
pindah jari-jari ke interkosta 3, dan 4 kiri daerah trikuspidalis, dan mitral
pada interkosta 5 kiri.
2)
Perkusi untuk mengetahui batas jantung (atas-bawah, kanan-kiri).
3)
Auskultasi bunyi jantung I dan II pada 4 titik (tiap katup jantung), dan
adanya bunyi jantung tambahan.
4)
Periksa vaskularisasi perifer dengan meraba kekuatan denyut nadi.
k.Abdomen
1)
Inspeksi dari depan dan samping pasien (adanya pembesaran, datar,
cekung, kebersihan umbilikus)
2)
Auskultasi 4 kuadran (peristaltik usus diukur dalam 1 menit, bising
usus)
3)
Palpasi: epigastrium, lien, hepar, ginjal, dan suprapubik.
4)
Perkusi: 4 kuadran (timpani, hipertimpani, pekak)
5)
Melakukan pemeriksaan turgor kulit abdomen
L.
Genitourinari
1)
Inspeksi anus (kebersihan, lesi,massa,perdarahan) dan lakukan tindakan
rectal touche (khusus laki-laki untuk mengetahui pembesaran prostat).
2)
Inspeksi alat kelamin/genitalia wanita: kebersihan, lesi,massa,
keputihan, perdarahan, ciran, bau, pertumbuhan rambut.
m. Ekstremita
1)
Inspeksi ekstremitas atas dan bawah: kesimetrisan, lesi, massa
2)
Palpasi: tonus otot, kekuatan otot
3)
Kaji sirkulasi: akral hangat/dingin, warna, capillary reffil time,
danedema
4)
Kaji kemampuan pergerakan sendi
4.
Pemeriksaan Telinga
Telinga
luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi lang-sung sementara membrana timpani
diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi tak langsung
dengan menggunakan otoskop pneumatic.
1)
Pengkajian Fisik.
Inspeksi telinga luar merupakan
prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat. Aurikulus dan jaringan
sekitarnya diinspeksi adanya:
· deformitas, lesi,
· cairan begitu pula ukuran,
· simetris dan sudut penempelan ke
kepala.
Gerakan
aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri, harus
dicurigai adanya otitis eksterna akut.Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah
mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus aurikula
posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan)
terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya
menunjukkan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala
dan struktur wajah.
Untuk
memeriksa kanalis auditorius eksternus dan membrana timpani, kepala pasien
sedikit dijauhkan dari pemeriksa.
· Otoskop dipegang dengan satu tangan
sementara aurikulus dipegang dengan tangan lainnya dengan mantap dan ditarik ke
atas, ke belakang dan sedikit ke luar Cara ini akan membuat lurus kanal pada
orang dewasa, sehingga memungkinkan pemeriksa melihat lebih jelas membrana
timpani.
· Spekulum dimasukkan dengan lembut
dan perlahan ke kanalis telinga, dan mata didekatkan ke lensa pembesar otoskop
untuk melihat kanalis dan membrana timpani. Spekulum terbesar yang dapat
dimasukkan ke telinga (biasanya 5 mm pada orang dewasa) dipandu dengan lembut
ke bawah ke kanal dan agak ke depan. Karena bagian distal kanalis adalah tulang
dan ditutupi selapis epitel yang sensitif, maka tekanan harus benar-benar
ringan agar tidak menimbulkan nyeri.
· Setiap adanya cairan, inflamasi,
atau benda asing; dalam kanalis auditorius eksternus dicatat.
· Membrana, timpani sehat berwarna
mutiara keabuan pada dasar kanalis. Penanda harus dttihat mungkin pars tensa
dan kerucut cahaya.umbo, manubrium mallei, dan prosesus brevis.
· Gerakan memutar lambat spekulum
memungkinkan penglihat lebih jauh pada Hpatan malleus dan daerah perifer. dan
warna membran begitu juga tanda yang tak biasa at! deviasi kerucut cahaya
dicatat. Adanya cairan, gele bung udara, atau masa di telinga tengah harus
dicatat.
· Pemeriksaan otoskop kanalis
auditorius eksternus membrana timpani yang baik hanya dapat dilakukan bi
kanalis tidak terisi serumen yang besar. Serumen not nya terdapat di kanalis
eksternus, dan bila jumla sedikit tidak akan mengganggu pemeriksaan otoskop.
· Bila serumen sangat lengket maka
sedikit minyak mineral atau pelunak serumen dapat diteteskan dalam kanalis
telinga dan pasien diinstruksikan kembali lagi.
2)
Ketajaman Auditorius.
· Perkiraan umum pendengaran pasien
dapat disaring secara efektif
dengan
mengkaji kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau detakan jam tangan.
· Bisikan lembut dilakukan oleh
pemeriksa, yang sebelumnya telah melakukan ekshalasi penuh. Masing-masing
telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
· Pemeriksa menutup telinga yang tak
diperiksa dengan telapak tangan. Dari jarak 1 sampai 2 kaki dari telinga yang
tak tertutup dan di luar batas penglihatan, pasien dengan ketajaman normal
dapat menirukan dengan tepat apa yang dibisikkan. Bila yang digunakan detak jam
tangan, pemeriksa memegang jam tangan sejauh 3 inci dari telinganya sendiri
(dengan asumsi pemeriksa mempunyai pendengaran normal) dan kemudian memegang
jam tangan pada jarak yang sama dari aurikulus pasien. Karena jam tangan
menghasilkan suara dengan nada yang lebih tinggi daripada suara bisikan, maka
kurang dapat dipercaya dan tidak dapat dipakai sebagai satu-satunya cara
mengkaji ketajaman auditorius.
3)
Penggunaan uji Weber dan Rinne
Memungkinkan
kita membedakan kehilangan akibat konduktif dengan kehi-langan sensorineural
· Uji Weber
Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi
suara.Sebuah garpu tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut
atau pergelangan tangan pemeriksa.Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi
pasien.Pasien ditanya apakah suara terdengar di tengah kepala, di telinga kanan
atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran normal akan mendengar suara
seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara terpusat di tengah
kepala. Bila ada kehilang¬an pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis
media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena
obstruksi akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan
konduksi tulang. Bila terjadi kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami
lateralisasi ke telinga yang pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk
kasus kehilangan pendengaran unilateral.
· Uji Rinne
Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada
tulang mastoid (kon¬duksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar
suara.Kemudian garpu tala dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis
auditorius eksternus (konduksi uda-ra).Pada keadaan normal pasien dapat terus
mendengar¬kan suara, menunjukkan bahwa konduksi udara berlang-sung lebih lama
dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran konduktif, konduksi tulang
akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui tulang temporal
telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala melalui
mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural
memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang,
meskipun keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima
seperti sangat jauh dan lemah.
2.
Prosedur Diagnostik Auditorius dan
Vestibuler
Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiometer
adalah satu-satunya instrumen diagnostik yang paling penting.
Uji
audiometri ada dua macam:
1)
audiometri nada-murni, di mana stimulus suara terdiri atas nada murni
atau musik (semakin keras nada sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin
besar kehilangan pende¬ngarannya), dan
2)
audiometri wicara, di mana kata yang diucapkan digunakan untuk
menentukan kemampuan mendengar dan membedakan suara.
Ahli audiologi melakukan uji dan
pasien mengenakan earphone dan sinyal mengenai nada yang didengarkan.Ketika
nada dipakai secara langsung pada meatus kanalis auditorius eksiernus, kita
mengukur konduksi udara.Bila stimulus diberikan pada tulang mastoid, melintas
mekanisme konduksi (osikulus), langsung menguji konduksi saraf.Agar hasilnya
akurat, evaluasi audiometri dilakukan di ruangan yang kedap suara.Respons yang
dihasil-kan diplot pada grafik yang dinamakan audiogram.
Frekwensi
Merujuk
pada jumlah gelombang suara yang dihasilkan oleh sumber bunyi per detik siklus
perdetik atau hertz (Hz). Telinga manusia normal mampu mendengar suara dengan
kisaran frekwensi dari: 20 sampai 20.000Hz. 500 sampai 2000 Hz yang paling
penting untuk memahami percakapan sehari-hari (yang dikenal sebagai kisaran
wicara.Nada adalah istilah untuk menggambarkan frekwensi; nada dengan frekwensi
100 Hz dianggap sebagai nada rendah, dan nada 10.000 Hz dianggap sebagai nada
tinggi.Unit untuk mengukur kerasnya bunyi (intensitas suara) adalah desibel
(dB), tekanan yang ditimbulkan oleh rsuara.Kehilangan pendengaran diukur dalam
decibel, yang merupakan fungsi logaritma intensitas dan tidak bisa dengan mudah
dikonversikan ke persentase.
Ambang
kritis kekerasan adalah sekitas 30 dB.Beberapa contoh internsitas suara yang
biasa termasuk gesekan kertas dalam lingkungan yang sunyi, terjadi pada sekitar
15 dB; per kapan rendah, 40 dB; dan kapal terbang jet sejauh kaki, tercatat
sekitar 150 dB.Suara yang lebih keras i 80 dB didengar telinga manusia sangat
keras.Suara yang terdengar tidak nyaman dapat merusak telinga dalam.
Timpanogram
atau audiometri impedans, mengrefleks otot telinga tengah terhadap stimulus
suara, kelenturan membrana timpani, dengan mengubah teh udara dalam kanalis
telinga yang tertutup (Gbr. Kelenturan akan berkurang pada penyakit telinga
tertutup)
Respons
batang otak auditori (ABR, auditori brain sistem response) adalah potensial
elektris yang dapat terteksi dari narvus kranialis VIII (narvus akustikus) alur
auditori asendens batang otak sebagai respons stimulasi suara. Merupakan metoda
objektif untuk mengukur pendengaran karena partisipasi aktif pasien sama sekali
dak diperlukan seperti pada audiogram perilaku. Elektroda ditempatkan pada dahi
pasien dan stimuli akustik, biasanya dalam bentuk detak, diperdengarkan ke
telinga.pengukuran elektrofisiologis yang dihasilkan dapat di tentukan tingkat
desibel berapa yang dapat didengarkan pasien dan apakah ada kelainan sepanjang
alur syaraf, seperti tumor pada nervus kranialis VIII.
Elektrokokleografi
(ECoG) adalah perekaman potensial elektrofisologis koklea dan nervus kranialis
VIII bagai respons stimuli akustik.Rasio yang dihasilkan digunakan untuk
membantu dalam mendiagnosa kelainan keseimbangan cairan telinga dalam seperti
penyakit Mniere dan fistula perilimfe.Prosedur ini dilakukan dengan menempatkan
elektroda sedekat mungkin dengan koklea, baik di kanalis auditorius eksternus tepat
di dekat membrana timpani atau melalui elektroda transtimpanik yang diletakkan
melalui mambrana timpani dekat mem-bran jendela bulat. Untuk persiapan
pengujian, pasien diminta unluk tidak memakai diuretika selama 48 jam sebelum
uji dilakukan sehingga keseimbangan cairan di dalam telinga tidak berubah.
Elektronistagmografi
(ENG) adalah pengukuran dan grafik yang mencatat perubahan potensial elektris
yang ditimbulkan oleh gerakan mata selama nistagmus yang ditimbulkan secara
spontan, posisional atau kaloris.Digunakan untuk mengkaji sistem okulomotor dan
vestibular dan interaksi yang terjadi antara keduanya.Misalnya, pada bagian
kalori uji ini, udara atau air panas dan dingin (uji kalori bitermal)
dimasukkan ke kanalis auditorius eksternus, dan kemudian gerakan mata diukur.
Pasien diposisikan sedemikian rupa sehingga kanalis semisirkularis lateralis
paralel dengan medan gravitasi dan duduk sementara elektroda dipasang pada dahi
dan dekat mata. Pasien diminta tidak meminum supresan vestibuler seperti
sedativa, penenang, antihistarnin, atau alkohol, begitu pula stimulan
vestibuler seperti kafein, selama 24 jam sebelum pengujian. ENG dapat membantu
diagnosis kondisi seperti penyakit Meniere dan tumor kanalis auditorius
internus atau fosa posterior.
Posturografi
platform adalah uji untuk menyelidiki kemampuan mengontrol postural.Diuji
integrasi antara bagian visual, vestibuler dan proprioseptif (integrasi
sensoris) dengan keluaran respons motoris dan koordinasi anggota bawah.Pasien
berdiri pada panggung (platform), dikelilingi layar, dan berbagai kondisi
ditampilkan, seperti panggung bergerak dengan layar bergerak
Ambang
penerimaan wicara adalah tingkat intensitas suara di mana pasien mampu tepat
membedakan dengan benar stimuli wicara sederhana.Pembedaan wicara menentukan
kemampuan pasien untuk membedakan suara yang berbeda, dalam bentuk kata, dalam
tingkat desibel dimana suara masih terdengar.Pasien terhadap enam kondisi yang
berbeda diukur dan menunjukkan sistem mana yang terganggu. Persiapan uji ini
sama dengan pada ENG.
Percepatan
harmon sinusoidal (SHA, sinusoidal harmonic acceleration), atau kursi berputar,
mengkaji sisiem vestibulookuler dengan menganalisis gerakan mata kopensatoris
sebagai respons putaran searah atau berlawaan arah dengan jarum jam. Meskipun uji
SHA tak dapat mengidentifikasi sisi dari lesi pada penyakit unilateral, namun
sangat berguna untuk mengidentifikasi adanya penyakit dan mengontrol proses
penyembuhanya, persiapan pasien sama dengan yang diperlukan pada ENG.
1.
Pengkajian 11 fungsional Gordon
Pola
persepsi dan manajemn kesehatan Biasanya klien yang mengalami
penyakit otitis media ini tidak mempedulikan sebuah gejala kecil yang
ditimbulkan, misalnya nyeri pada telinga sehingga ini menyebabkan penanganan
kesehatan tidak secepatnya dilakukan. Klien akan segera berobat ke pelayanan
kesehatan jika sudah mencapai stadium lanjut seperti keluarnya cairan dari
telinga dan nyeri yang dirasakan secara terus-menerus.
2.
Pola nutrisi – metabolik
Biasanya
pada sebagian klien otitis media mengalami anoreksia, mual dan muntah.
3.
Pola eliminasi
Biasanya
klien dengan Otitis media tidak mengalami masalah terhadap pola eliminasai
Namun, pengeluaran secret atau cairan yang keluar dari telinga harus
diperhatikan banyaknya dan warna cairan.
4.
Pola aktivitas – latihan
Biasanya
klien dengan otitis media mengalami gangguan dalam beraktifitas karena nyeri
yang dirasakan.
5.
Pola istirahat dan tidur
Biasanya klien merasa istirahat dan
tidurnya terganggu akibat nyeri yang dirsakan.
6.
Pola kognitif – perseptual
Biasanya
klien mengalami penurunan pendengaran karena masuknya bakteri patogenik
ke dalam telinga tengah yang normalnya adalah steril dan tidak berpengaruh terhadap penglihatannya.
7.
Pola persepsi-konsep diri
Biasanya klien dengan otitis media
akan menjauhi lingkungan sekitarnya karena memikirkan penyakitnya, merasa
cemas, malu, depresi ataupun takut akan menularkan penyakitnya kepada orang
lain.
8.
Pola hubungan-peran
Biasanya klien akan merasa harga
diri rendah, minder, dan menjauh dari lingkungan karena malu akibat bau busuk
pada cairan yang keluar dari telinganya. Keluarga berperan membantu klien dalam pemenuhan kebutuhannya,
memotivasi klien dan juga membantu aktivitas sosial antara klien dengan
keluarga dan lingkungan sekitar.
9.
Pola seksual – reproduksi
Biasanya klien mengalami gangguan
dalam pola seksualitas karena merasa malu dan rendah diri terhadap penyakitnya.
10.
Pola koping dan toleransi stress
Biasanya klien dengan otitis media mengalam cemas dan takut terhadap
penyakitnya.
11.
Pola nilai dan keyakinan
Biasanya klien tidak mengalami gangguan dalam
menjalani ibadahnya dan semakin mendekatkan diri pada Tuhan untuk kesembuhan
penyakitnya.
Perumusan diagnosa (NANDA), Penentuan Kriteria hasil (NOC), Perumusan
Intervensi Keperawatan (NIC)
No |
NANDA |
NOC |
NIC |
1 |
Nyeri akut
b.d stimulus nyeri Defenisi : Sensori yang tidak menyenangkan dan pengalaman
emosional yang muncul secara aktual atau potensial, kerusakan jarigan atau
menggambarkan adana kerusakan |
KONTROL NYERI Tindakan yang dilakukan seseorang untuk mengontrol nyeri Indikator : mengenali faktor penyebab menggunakan metode pencegahan mengguanakan metode nonanalgetik untuk mengurangi
nyeri menggunakan analgesik sesuai kebutuhan mengenali gejala-gejala nyeri mencatat pengalaman nyeri sebelumnya menyatakan nyeri sudah terkontrol TINGKAT NYERI hasil observasi atau laporan tentang tingkat nyeri Indikator : melaporkan adanya nyeri luas bagian tubuh yang terpengaruh frekuensi nyeri berkurang pernyataan nyeri tidak ada ekspresi nyeri pada wajah tidak ada tekanan darah normal keteganggan otot normal. TINGKAT KENYAMANAN Definisi : Tingkatan dari ketentraman fisik dan psikologis Indicator : Mampu melaporkan perkembangan fisik Mampu melaporkan perkembangan kepuasan Mampu melaporkan perkembangan psikologi Mampu mengekspresikan perasaan dengan lingkungan
fisik sekitar Mampu mengekspresikan perasaan dengan hubungan
social Mampu mengekspresikan perasaan secara spiritual Mampu melaporkan kepuasan dengan tingkatan mandiri Mampu mengekspresikan kepuasan dengan kontrol nyeri |
MANAJEMEN NYERI lakukan
pengkajian nyeri secara komprehensif termasuk lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas dan faktor presipitasi observasi
reaksi non verbal dari ketidaknyamanan gunakan
teknik komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien kaji
kultur yang mempengaruhi respon nyeri evaluasi
pengalaman nyeri masa lampau evaluasi
bersama pasien dan tim kesehatan lain tentang ketidakefektifan kontrol nyeri
masa lampau bantu
pasien dan keluarga untuk mencari dan menemukan dukungan kontrol
lingkungan yang dapat mempengaruhi nyeri seperti suhu ruangan, pencahayaan
dan kebisingan kurangi
faktor presipitasi pilih
dan lakukan penanganan nyeri (farmakologi, non farmakologi dan inter
personal) kaji
tipe dan sumber nyeri untuk menentukan intervensi ajarkan
tentang teknik non farmakologi berikan
analgetik untuk mengurangi nyeri evaluasi
keefektifan kontrol nyeri tingkatkan
istirahat MANAJEMEN LINGKUNGAN : KENYAMANAN Aktifitas : Tentukanpasien
dantujuankeluargauntuk pengelolaanlingkungan dankenyamanan optimal. Memberikanperhatian
yang cepatuntuk memanggilloncengyangharus selalu dalamjangkauan. Ciptakan
lingkungan yangtenangdan mendukung. Sediakan
lingkungan yang amandan bersih Sesuaikansuhu
kamardengan yangpaling nyamanbagi individu,jika mungkin Sesuaikanpencahayaanuntuk
memenuhi kebutuhakegiataninvidual, menghindari cahaya langsungdi mata Memfasilitasitindakan
kebersihanuntuk menjagaindividunyaman (menyeka alis, menerapkan krim kulit,
atau membersihkan tubuh, rambut, dan rongga mulut) Posisipasienuntuk
memfasilitasikenyamanan (misalnya, dengan menggunakan
prinsip-prinsipkesejajaran tubuh, dukungan dengan bantal, sendi dukungan ADMINISTRASI ANALGESIK Defenisi: menggunakan agen farmakologi untuk mengurangi nyeri Aktifitas:
Menentukan lokasi, karakteristik, mutu, dan
intensitas nyeri sebelum mengobati pasien
Periksa order/pesanan medis untuk obat, dosis, dan
frekuensi yang ditentukan analgesic
Cek riwayat alergi obat
Tentukan analgesic yang cocok, rute pemberian dan
dosis optimal.
Utamakan pemberian secara IV dibanding IM sebagai
lokasi penyuntikan, jika mungkin
Monitor TTV sebelum dan sesudah pemberian obat
narkotik dengan dosis pertama atau jika ada catatan luar biasa.
Cek pemberian analgesic selama 24 jam untuk mencegah
terjadinya puncak nyeri tanpa rasa sakit, terutama dengan nyeri yang
menjengkelkan
Mengevaluasi efektivitas analgesic pada interval
tertentu, terutama setelah dosis awal, pengamatan juga diakukan melihat
adanya tanda dan gejala buruk atau tidak menguntungkan (berhubungan dengan
pernapasan, depresi, mual muntah, mulut kering dan konstipasi)
Dokumentasikan respon pasien tentang analgesic,
catat efek yang merugikan |
2 |
Ggn persepsi sensori pendengaran Batasan karakteristik: Berubahnya
pola prilaku Berubahnya
ketajaman panca indra Gagal
penyesuaian Distorsi pancaindera Pengintegrasian
pancaindera yang terganggu Pancaindera
yang terganggu |
a.
Kontrol cemas Indikator : Pantau
intensitas kecemasan Menyingkirkan
tanda kecemasan Mencari
informasi untuk menurunkan cemas Mempertahankan
konsentrasi Laporankan
durasi dari episode cemas b.
Kompensasi Tingkah Laku Pendengaran Indicator: Pantau gejala kerusakan pendengaran Posisi tubuh untuk
menguntungkan pendengaran Menghilangkan gangguan Memperoleh alat bantu pendengaran Menggunakan layananan pendukung untuk pendegaran yang lemah Memperoleh intervensi yang berhubungan dengan pembedahan |
a.
Peningkatan komunikasi : deficit pendengaran Aktivitas: Janjikan
untuk mempermudah pemeriksaan pendengaran sebagaimana mestinya Beritahu
pasien bahwa suara akan terdengar berbeda dengan memakai alat bantu Jaga
kebersihan alat bantu Mendengar
dengan penuh perhatian Menahan
diri dari berteriak pada pasien yang mengalami gangguan komunikasi Dapatkan
perhatian pasien melalui sentuhan b.
Dukungan emosi Aktivitas: Berdiskusi
dengan pasien tentang emosi yang dirasakan Bantu
pasien dalam mengenali perasaan seperti cemas, marah, atau sedih Dorong
pasien untuk mengunkapkan perasaan cemas, marah, atau sedih Perhatikan
pengungkapan perasaan dan keyakinan Sediakan
identifikasi pasien terhadap pola tanggapan yang umum terhadap ketakutan Beri
dukungan selama fase penolakan, marah, tawar menawar, dan fase penerimaan
terhadap duka cita Sediakan
bantuan dalam membuat keputusan Rujuk ke
konselor sebagaimana mestinya c.
Pencegahan jatuh Aktivitas: Identifikasi
kelemahan kognisi dan fisik pada pasien yang barangkali meningkatkan potensi
untuk jatuh pada lingkungan tertentu Identifikasi
karakteristik lingkungan yang mungkin meningkatkan potensi untuk jatuh (misal
,lantai licin dan jenjang yang terbuka) Sediakan
alat bantu (misal, tongkat dan alat bantu berjalan) untuk gaya berjalan yang
kokoh Pelihara
alat bantu supaya berfungsi dengan baik Ajarkan pasien bagaimana cara jatuh untuk meminimalkan cedera |
3 |
Ansietas Batasan karakteristik: Scaning
dan kewaspadaan Kontak
mata yang buruk Ketidakberdayaan
meningkat Kerusakan
perhatian |
a.
Kontrol cemas Indikator : Pantau
intensitas kecemasan Menyingkirkan
tanda kecemasan Mencari
informasi untuk menurunkan cemas Mempertahankan
konsentrasi Laporankan
durasi dari episode cemas b.
Koping Indikator: Memanajemen
masalah Melibatkan
anggota keluarga dalam membuat keputusan Mengekspresikan
perasaan dan kebebasan emosional Menunjukkan
strategi penurunan stress Menggunakan
support sosial |
Penurunan
kecemasan Aktivitas: Tenangkan
klien Jelaskan
seluruh posedur tindakan kepada klien dan perasaan yang mungkin muncul pada
saat melakukan tindakan Berikan
informasi diagnosa, prognosis, dan tindakan Berusaha
memahami keadaan klien Kaji
tingkat kecemasan dan reaksi fisik pada tingkat kecemasan Gunakan
pendekatan dan sentuhan, untuk meyakinkan pasien tidak sendiri. Sediakan
aktivitas untuk menurunkan ketegangan Bantu
pasien untuk identifikasi situasi yang mencipkatakan cemas Instruksikan
pasien untuk menggunakan teknik relaksasi Peningkatan
koping Aktivitas: Hargai
pemahamnan pasien tentang pemahaman penyakit Gunakan
pendekatan yang tenang dan berikan jaminan Sediakan
informasi aktual tentang diagnosa, penanganan, dan prognosis Sediakan
pilihan yang realisis tentang aspek perawatan saat ini Tentukan
kemampuan klien untuk mengambil keputusan Bantu pasien untuk mengidentifikasi strategi positif
untuk mengatasi keterbatasan dan mengelola gaya hidup atau perubahan peran |
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Otitis
berarti peradangan dari telinga, dan media berarti tengah. Jadi otitis media
berarti peradangan dari telinga tengah. Otitis media adalah peradangan sebagian
atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba eustachius, antrum mastoid dan sel-sel
mastoid. Gangguan telinga yang paling sering adalah infeksi eksterna dan media.
Sering terjadi pada anak-anak dan juga pada orang dewasa (Soepardi, 1998).
Ada 3 (
tiga ) jenis otitis media yang paling umum ditemukan di klinik, yaitu :
- Otitis media akut
Otitis media akut (OMA) adalah
peradangan akut sebagian atau seluruh periosteum telinga tengah (Kapita selekta
kedokteran, 1999).
- Otitis media serosa
Otitis media serosa / efusi adalah
keadaan terdapatnya cairan di dalam telinga tengah tanpa adanya tanda dan
gejala infeksi aktif. Secara teori, cairan ini sebagai akibat tekanan negative
dalam telinga tengah yang disebabkan oleh obstruksi tuba eustachii.
- Otitis media kronik
Otitis Media Kronik adalah peradangan kronik yang mengenai
mukosa dan struktur tulang di dalam kavum timpani.Otitis Media Kronik sendiri
adalah kondisi yang berhubungan dengan patologi jaringan irreversible dan
biasanya disebabkan oleh episode berulang Otitis Media Akut yang tak
tertangani.
B.
Saran
Melalui
makalah ini diharapkan nantinya calon profesi perawat dapat mengkaji penyakit
klien dan memberikan asuhan keperawatan yang tepat sesuai dengan indikasi
keluhan klien dan dapat mempraktekkan tindakan-tindakan keperawatan yang sesuai
dengan konsep yang telah teruji kebenarannya sehingga kesalahan-kesalahan yang
terjadi di lapangan dapat diminimalisir dan tim perawat pun semakin diakui
kelayakkannya sebagai salah satu tim pelayanan kesehatan.
DAFTAR
PUSTAKA
Ari, Elizabeth. 2007. Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan
Gangguan Sistem
Pendengaran dan Wicara. Editor: Dr. Ratna
Anggraeni., Sp THT-KL., M.Kes.
Bandung :
STIKes Santo Borromeus.
Brunner
& Suddarth. 1997. Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Brunner & Suddarth . 2000. Keperawatan Medikal Bedah, Buku II Edisi
9, Alih Bahasa : Agung Waluyo dkk. Jakarta : EGC.
Mansjoer,
Arif dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran
Jilid I. Jakarta : Media Aesculapius Fakultas Kedokteran Indonesia.
Wilkinson, Judith M and Nancy R.
Ahern. 2011. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan, edisi 9. Jakarta, EGC.
No comments:
Post a Comment