DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. ....... 1
1.1
Latar Belakang................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN............................................................................... ....... 2
2.1
Pengertian Penyusutan..................................................................... 2
2.2
Karakteristik dari Aset yang Dapat
Disusutkan............................... 3
2.3
Penyusutan yang Dipercepat............................................................ 4
2.4
Dasar penyusutan............................................................................. 4
2.5
Penilaian Kembali (Revaluasi) Aset Tetap....................................... 5
2.6
Analisa Ekonomi Untuk Pengambilan
Keputusan........................... 7
BAB III PENUTUP....................................................................................... ....... 9
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 9
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... ..... 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Pada umumnya perusahaan dalam kegiatan
usahanya melakukan pemotongan pajak (tax deductions) yang disebabkan karena
adanya pengeluaran kas, baik untuk pembelian barang, membayar tenaga kerja,
maupun jasa lainnya yang digunakan dalam kegiatan operasional. Pengakuan
biayanya sederhana tergantung apakah perusahaan menggunakan dasar kas atau dasar
akrual dalam pembukuannya. Namun ada jasa yang digunakan dalam kegiatan
operasional yang harus dibeli terlebih dahulu seperti gedung, mesin, dan tanah.
Pengeluaran kas untuk hal tersebut memberikan manfaat lebih dari satu periode.
Untuk kepentingan pajak, perlakuan terhadap pengeluaran semacam ini dapat
menimbulkan masalah dalam penentuan pajak penghasilan.
Dalam kondisi inflasi,
perusahaan perlu mempertimbangkan untuk melakukan revaluasi, karena nilai buku
tidak bisa mencerminkan harga pasar yang berlaku saat ini. Hal yang perlu
diperhatikan adalah pembayaran PPh sebesar 10% atas selisih lebih nilai wajar
atau nilai pasar dikurangi nilai buku fiskal. Asset yang telah direvaluasi tak
dapat dialihkan dalam waktu lima tahun, jika dialihkan maka akan dikenakan PPh
Tambahan 15% lagi dari selisih revaluasi yang telah dikenakan pajak, kecuali
dialihkan kepada pemerintah, untuk menggabungkan, peleburan, dan pemekaran
usaha.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pengertian
Penyusutan
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu
aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi (PSAK17).
Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari aset
tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aset dibebankan secara bertahap.
Kebijakan pajak untuk penyusutan harus
mempertimbangkan tiga hal yaitu, keadilan pajak, kebijakan ekonomi, dan
administrasi, penjelasannya sebaai berikut :
- Keadilan
pajak (tax equity)
Untuk
keadilan pajak perlu diperhatikan jenis kegiatan dari Wajib Pajak, apakah
perusahaan manufaktur atau perusahaan jasa, bagaimana struktur modalnya, padat
modal, atau padat karya. Dengan adanya penyusutan maka kegiatan usaha
manufaktur dn jenis usaha yang padat modal akan lebih diuntungkan dibanding
dengan yang lainnya.
- Kebijakan
ekonomi
Dengan
adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan modal. Jika penyusutan besar
maka laba setelah pajak juga besar, sehingga arus kas menjadi tinggi. Menurut
ketentuan perpajakan, perhitungan penyusutan dimulai pada tahun perolehan.
Secara ekonomis dapat diatur dengan peraturan tertentu secara selektif, untuk
mendorong atau menghambat suatu peningkatan modal. Penyusutan secara selektif
dapat dibedakan menjadi :
a.
Penyusutan untuk barang
baru atau barang bekas;
b.
Penyusutan berdasarkan
jenis industri tertentu;
c.
Penyusutan berdasarkan
jenis aset;
d.
Penyusutan berdasarkan
lokasi (terpencil)
- Administrasi
Secara
administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sederhana dan
kompleks. Pemilihan jenis penyusutan, baik yang sederhana ataupun yang
kompleks, bergantung pada beberapa hal, seperti besarnya biaya administrasi,
sumber daya manusia, dan kepatuhan dari wajib pajak.
2.2
Karakteristik
dari Aset yang Dapat Disusutkan
1.
Digunakan dalam
kegiatan usaha.
Aset
yang boleh disusutkan adalah aset yang dipakai dalam usaha atau menjalankan
usaha. Aset ini dapat dibedakan menjadi aset bisnis, aset campuran, dan aset
pribadi. Untuk aset bisnis dapat disusutkan semuanya, sedangkan untuk aset
campuran boleh disusutkan sebagian sesuai dengan yang digunakan dalam kegiatan
usaha.
2.
Nilainya menurun secara
bertahap
Nilai
aset yang dapat disusutkan harus menurun secara bertahap, baik karena semakin
buruk fisiknya atau karena faktor kualitas. Kalau nilainya tidak menurun secara
bertahap maka tidak dapat disusutkan tetapi langsung dibiayakan. Adapun aset
yang tidak dapat disusutkan adalah tanah, aset pendanaan, barang dagangan, atau
persediaan.
3.
Aset berwujud dan aset
tidak berwujud
Aset
berwujud maupun aset tidak berwujud yang mempunyai manfaat lebih dari satu
periode dapat disusutkan. Untuk aset tidak berwujud penyusutannya disebut
dengan amortisasi.
4.
Pihak yang berhak
melakukan penyusutan
Pihak
yang berhak melakukan penyusutan adalah:
a.
Pihak yang menggunakan
aset tersebut dalam kegiatan usaha;
b.
Pemilik, dapat dibagi
menjadi legal owner dan beneficial owner.
5.
Saat dilakukan
penyusutan
Secara
umum saat dilakukan penyusutan adalah saat digunakan, tetapi adakalanya pada
tahun perolehan.
6.
asar untuk melakukan
penyusutan
7.
Pada umumnya dapat
dibedakan menjadi tiga, sebagai berikut :
a.
Harga perolehan
(historical cost)
Termasuk
di dalamnya adalah harga, ongkos, dan pajak. Pajak yang dapat dikreditkan,
seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dapat dikreditkan dengan pajak
keluaran tidak termasuk dalam harga perolehan.
b.
Harga penggantian
(replacement cost)
Pada
prinsipnya harga penggantian tidak diperkenankan, karena untuk kepentingan
pencatatan menggunakan harga perolehan.
c.
Revaluasi (revaluation)
Suatu
aset yang telah direvaluasi biasanya disusutkan berdasarkan nilai revaluasinya.
2.3
Penyusutan
yang Dipercepat
Penyusutan dapat dipercepat untuk
meningkatkan arus kas, karena jika penyusutannya besar, maka pajak yang dibayar
lebih kecil dan pengembalian atas investasi menjadi tinggi.
Metode yang dapat digunakan adalah
sebagai berikut :
1.
Dipercepat
(accelerated), misalnya dengan metode penyusutan saldo menurun/ menurun ganda
2.
Memperpendek umur
3.
bebas
2.4
Dasar
penyusutan
Adalah biaya perolehan awal, baik
melalui pembelian maupun pendirian, penambahan, dan perbaikan. Apabila
perusahaan melakukan penilaian kembali (revaluasi) maka dasar penyusutannya
adalah nilai setelah nilai revaluasi.
Persamaan Akuntansi Komersial dan
Akuntansi Fiskal
1.
Aset/harta tetap yang
memberikan manfaat lebih dari satu priode tidak boleh langsung dibebankan pada
tahun pengeluarannya tetapi harus dikapitalisir dan disusutkan sesuai dengan
masa manfaatnya.
2.
Aset/harta yang dapat
disusutkan adalah aset tetap, baik bangunan maupun bukan bangunan.
3.
Tanah pada prinsipnya
tidak disusutkan, kecuali jika tanah tersebut memilik masa manfaat yang
terbatas.
2.5
Penilaian
Kembali (Revaluasi) Aset Tetap
1.
Revaluasi Aset Tetap
Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan
Revaluasi asset tetap dalam akuntansi
pada umumnya tidak diperkenankan kecuali ditentukan berdasarkan peraturan
pemerintah, misalnya peraturan pajak. Dalam PSAK No. 16 disebutkan bahwa
penelitian kembali asset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar
Akuntansi Keuangan (SAK) menganut penilaian asset berdasarkan harga perolehan
atau harga pertukaran. Dalam hal ini, laporan keuangan harus menjelaskan mengenai
penyimpangan dari konsep harga perolehan didalam penyajian asset tetap serta
pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih
revaluasi dengan nilai buku asset tetap dibukukan dalam akun modal dengan nama
‘selisih penilaian kembali asset tetap’.
2. Revaluasi
Aset Tetap Berdasarkan Undang-Undang Pajak
Berdasarkan KMK-384/KMK.04/1998 tanggal
14 agustus 1998 dan SE Dirjen Pajak Nomor 29/PJ.42/1998, menjelaskan hal-hal
sebagai berikut.
a.
Wajib pajak yang dapat
melakukan revaluasi adalah wajib pajak
badan dalam negeri yang terletak atau berada di Indonesia. Wajib pajak badan dalam negeri adalah
sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan
usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas,
perseroan kamanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah
dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun,
persekutuamn perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik,
atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan
lainnya.
b.
Telah memenuhi semua
kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak
dilakukannya penilaian kembali. Kewajiban pajak yang dimaksud terdiri dari:
1)
Pajak Penghasilan (PPh)
2)
Pajak Pertambahan Nilai
(PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
3)
Pajak Bumi dan Bangunan
(PBB)
4)
Bea Perolehan Hak atas
Tanah dan/atau Bangungan (BPHTB)
Asset tetap yang dapat direvaluasi
antara lain sebagai berikut.
1.
Asset tetap berwujud
dalam bentuk tanah, kelompok bangunan, dan bukan bangunan yang tidak
dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual.
2.
Asset tersebut terletak
atau berada di wilayah Indonesia.
3.
Penilaian kembali dapat
dilakukan terhadap seluruh asset tetap (revaluasi total) atau terhadap sebagian
asset tetap (revaluasi parsial) yang dimiliki perusahaan.
4.
Penilaian kembali asset
tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar asset tetap pada saat
penilaian dilakukan, yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau penilai yang
diakui oleh pemerintah.
5.
Dalam hal nilai pasar
atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau penilai yang
diakui oleh pemerintah ternyata kemudian tidak mencerminkan keadaan yang
sebenarnya, maka Dirjen Pajak akan menetapkan kembali nilai pasar atau nilai
wajar yang bersangkutan.
6.
Selisih antara nilai
pasar atau nilai wajar dengan nilai buku fiskal asset tetap yang dinilai
kembali wajib dikompensasikan terlebih dahulu dengan kerugian fiskal tahun
berjalan dan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang mudah dapat
dikompensasikan.
7.
Selisih lebih karena
penilaian kembali setelah dilakukan kompensasi kerugian dikenakan Pajak
Penghasilan yang bersifat final, sebesar 10%.
8.
Bagi wajib pajak yang
melakukan pengggabungan usaha, pajak penghasilan yang terutang sebesar 10%
diatas, dapat dibayar dalam jangka waktu paling lama 5 tahun terhitung sejak
tahun dilakukannya penilaian kembali asset tetap perusahaan.
9.
Pajak penghasilan yang
harus dilunasi untuk setiap tahun paling sedikit sebesar 20% dari jumlah pajak yang terutang, kecuali
pelunasan untuk tahun terakhir.
10. Apabila
wajib pajak melakukan penilaian kembali asset tetap sebelum akhir tahun pajak,
maka kerugian fiskal pada tahun buku yang bersangkutan, diperhitungkan sampai
dengan dilakukannya revaluasi asset tetap tersebut.
11. Nilai
pasar atau nilai wajar meruapakan dasar penyusutan asset mulai tahun pajak
dilakukannya penilaian kembali asset tetap tersebut. Penyusutan dialakukan
sesuai dengan Pasal 11 UU PPh.
12. Asset
tetap yang telah dilakukan penilaian kembali dan telah dikenakan PPh tidak
dapat dialihkan pada pihak lain sebelum lewat jangka waktu 5 tahun setelah
dilakukannya penilaian kembali.
13. Apabila
wajib pajak mengalihkan asset tetap tersebut sebelum lewat jangka 5 tahun, maka
atas selisih penilaian asset tetap tersebut tetap dikenakan PPh yang terutang
sebesar 10% dan tambahan PPh final sebesar 15%.
14. Dikecualikan
dari jangka waktu 5 tahun jika asset tetap tersebut dialihkan kepada pemerintah
atau dialihkan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha.
2.6
Analisa
Ekonomi Untuk Pengambilan Keputusan
Dalam sistem produksi, fungsi dan peran
yang harus dijalankan oleh manajer adalah mengambil keputusan terhadap hal-hal
yang berkaitan dengan alternatif-alternatif tindakan yang harus dilaksanakan oleh
proses produksi. Beberapa faktor yang ada dalam kondisi riilnya cenderung untuk
menambah derajat kesulitan dan kompleksitas dari keputusan yang harus diambil,
semacam :
1) Faktor
ketidakpastian mengenai kondisi yang akan datang, dimana hal ini seringkali
membawa kesulitan dalam bentuk penetapan potensi maupun kapasitas produksi
terpasang yang harus direalisasikan.
2) Kebutuhan
untuk memperhatikan berbagai macam kriteria yang harus dipenuhi seperti
kuantitas, kualitas, biaya dan sebagainya.
3) Tekanan-tekanan
yang berkaitan dengan kecepatan waktu pengambilan keputusan, dimana seringkali
hal ini akan menghasilkan keputusan yang tidak tepat/teliti dan jauh diluar
harapan yang ada.
4) Adanya
konflik-konflik yang terjadi dan yang timbul akibat keanekaragaman pendapat atau
pandangn/opini dari berbagai pihak yang dilibatkan dalam proses pengambilan
keputusan tersebut. Hal semacam ini terjadi akibat adanya perbedaan latar
belakang maupun interest berbagai pihak didalam melihat permasalahan yang harus
dipecahkan/diputuskan.
Walaupun banyak kesulitan dan kendala
yang harus dihadapi, manajemen tidak bisa tidak harus melakukan studi, anaisis,
evaluasi dan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan. Setiap permasalahan yang
dihadapi dan harus dipecahkan, terlebih dahulu harus dianalisis dan
dikembangkan alternatif-alternatif kelayakannya, baik secara teknis maupun
ekonomis, untuk kemudian diputuskan yang paling layak.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu
aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi (PSAK17).
Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari aset
tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aset dibebankan secara bertahap.
Kebijakan pajak untuk penyusutan harus
mempertimbangkan tiga hal yaitu, keadilan pajak, kebijakan ekonomi, dan
administrasi
Dasar penyusutan Adalah biaya perolehan
awal, baik melalui pembelian maupun pendirian, penambahan, dan perbaikan.
Apabila perusahaan melakukan penilaian kembali (revaluasi) maka dasar
penyusutannya adalah nilai setelah nilai revaluasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Munawir, (2002). Akuntansi Keuangan Dan Manajemen.
Edisi Revisi. Penerbit BPFE. Yogyakarta.
Tandaellin, Eduardus. (2001). Analisis Investasi
Manajemen Portofolio, Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE.
Tandellin, Eduardus. (2007).Analisis Investasi
Manajemen Portofolio CetakanPertama, Yogyakarta : BPFE.
Jogiyanto, H.M. (2008). “Teori Portofolio dan Analisi
Investasi”. Edisi Lima. BPFE UGM. Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment