Friday, 30 July 2021

MAKALAH ANALISIS PENYUSUTAN DAN PENGAMBILAN KEPUTUSAN

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN.............................................................................. ....... 1

1.1         Latar Belakang................................................................................. 1

 

BAB II PEMBAHASAN............................................................................... ....... 2

2.1         Pengertian Penyusutan..................................................................... 2

2.2         Karakteristik dari Aset yang Dapat Disusutkan............................... 3

2.3         Penyusutan yang Dipercepat............................................................ 4

2.4         Dasar penyusutan............................................................................. 4

2.5         Penilaian Kembali (Revaluasi) Aset Tetap....................................... 5

2.6         Analisa Ekonomi Untuk Pengambilan Keputusan........................... 7

 

BAB III PENUTUP....................................................................................... ....... 9

3.1  Kesimpulan......................................................................................... 9

 

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................... ..... 10


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Pada umumnya perusahaan dalam kegiatan usahanya melakukan pemotongan pajak (tax deductions) yang disebabkan karena adanya pengeluaran kas, baik untuk pembelian barang, membayar tenaga kerja, maupun jasa lainnya yang digunakan dalam kegiatan operasional. Pengakuan biayanya sederhana tergantung apakah perusahaan menggunakan dasar kas atau dasar akrual dalam pembukuannya. Namun ada jasa yang digunakan dalam kegiatan operasional yang harus dibeli terlebih dahulu seperti gedung, mesin, dan tanah. Pengeluaran kas untuk hal tersebut memberikan manfaat lebih dari satu periode. Untuk kepentingan pajak, perlakuan terhadap pengeluaran semacam ini dapat menimbulkan masalah dalam penentuan pajak penghasilan.

Dalam kondisi inflasi, perusahaan perlu mempertimbangkan untuk melakukan revaluasi, karena nilai buku tidak bisa mencerminkan harga pasar yang berlaku saat ini. Hal yang perlu diperhatikan adalah pembayaran PPh sebesar 10% atas selisih lebih nilai wajar atau nilai pasar dikurangi nilai buku fiskal. Asset yang telah direvaluasi tak dapat dialihkan dalam waktu lima tahun, jika dialihkan maka akan dikenakan PPh Tambahan 15% lagi dari selisih revaluasi yang telah dikenakan pajak, kecuali dialihkan kepada pemerintah, untuk menggabungkan, peleburan, dan pemekaran usaha.

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1  Pengertian Penyusutan

Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi (PSAK17). Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari aset tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aset dibebankan secara bertahap.

Kebijakan pajak untuk penyusutan harus mempertimbangkan tiga hal yaitu, keadilan pajak, kebijakan ekonomi, dan administrasi, penjelasannya sebaai berikut :

  1. Keadilan pajak (tax equity)

Untuk keadilan pajak perlu diperhatikan jenis kegiatan dari Wajib Pajak, apakah perusahaan manufaktur atau perusahaan jasa, bagaimana struktur modalnya, padat modal, atau padat karya. Dengan adanya penyusutan maka kegiatan usaha manufaktur dn jenis usaha yang padat modal akan lebih diuntungkan dibanding dengan yang lainnya.

  1. Kebijakan ekonomi

Dengan adanya penyusutan membawa akibat pada peningkatan modal. Jika penyusutan besar maka laba setelah pajak juga besar, sehingga arus kas menjadi tinggi. Menurut ketentuan perpajakan, perhitungan penyusutan dimulai pada tahun perolehan. Secara ekonomis dapat diatur dengan peraturan tertentu secara selektif, untuk mendorong atau menghambat suatu peningkatan modal. Penyusutan secara selektif dapat dibedakan menjadi :

a.       Penyusutan untuk barang baru atau barang bekas;

b.      Penyusutan berdasarkan jenis industri tertentu;

c.       Penyusutan berdasarkan jenis aset;

d.      Penyusutan berdasarkan lokasi (terpencil)

  1. Administrasi

Secara administrasi penyusutan dapat dibedakan menjadi dua yaitu sederhana dan kompleks. Pemilihan jenis penyusutan, baik yang sederhana ataupun yang kompleks, bergantung pada beberapa hal, seperti besarnya biaya administrasi, sumber daya manusia, dan kepatuhan dari wajib pajak.

 

2.2  Karakteristik dari Aset yang Dapat Disusutkan

1.      Digunakan dalam kegiatan usaha.

Aset yang boleh disusutkan adalah aset yang dipakai dalam usaha atau menjalankan usaha. Aset ini dapat dibedakan menjadi aset bisnis, aset campuran, dan aset pribadi. Untuk aset bisnis dapat disusutkan semuanya, sedangkan untuk aset campuran boleh disusutkan sebagian sesuai dengan yang digunakan dalam kegiatan usaha.

2.      Nilainya menurun secara bertahap

Nilai aset yang dapat disusutkan harus menurun secara bertahap, baik karena semakin buruk fisiknya atau karena faktor kualitas. Kalau nilainya tidak menurun secara bertahap maka tidak dapat disusutkan tetapi langsung dibiayakan. Adapun aset yang tidak dapat disusutkan adalah tanah, aset pendanaan, barang dagangan, atau persediaan.

3.      Aset berwujud dan aset tidak berwujud

Aset berwujud maupun aset tidak berwujud yang mempunyai manfaat lebih dari satu periode dapat disusutkan. Untuk aset tidak berwujud penyusutannya disebut dengan amortisasi.

4.      Pihak yang berhak melakukan penyusutan

Pihak yang berhak melakukan penyusutan adalah:

a.       Pihak yang menggunakan aset tersebut dalam kegiatan usaha;

b.      Pemilik, dapat dibagi menjadi legal owner dan beneficial owner.

5.      Saat dilakukan penyusutan

Secara umum saat dilakukan penyusutan adalah saat digunakan, tetapi adakalanya pada tahun perolehan.

6.      asar untuk melakukan penyusutan

7.      Pada umumnya dapat dibedakan menjadi tiga, sebagai berikut :

a.       Harga perolehan (historical cost)

Termasuk di dalamnya adalah harga, ongkos, dan pajak. Pajak yang dapat dikreditkan, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yang dapat dikreditkan dengan pajak keluaran tidak termasuk dalam harga perolehan.

b.      Harga penggantian (replacement cost)

Pada prinsipnya harga penggantian tidak diperkenankan, karena untuk kepentingan pencatatan menggunakan harga perolehan.

c.       Revaluasi (revaluation)

Suatu aset yang telah direvaluasi biasanya disusutkan berdasarkan nilai revaluasinya.

 

2.3    Penyusutan yang Dipercepat

Penyusutan dapat dipercepat untuk meningkatkan arus kas, karena jika penyusutannya besar, maka pajak yang dibayar lebih kecil dan pengembalian atas investasi menjadi tinggi.

Metode yang dapat digunakan adalah sebagai berikut :

1.      Dipercepat (accelerated), misalnya dengan metode penyusutan saldo menurun/ menurun ganda

2.      Memperpendek umur

3.      bebas

 

2.4    Dasar penyusutan

Adalah biaya perolehan awal, baik melalui pembelian maupun pendirian, penambahan, dan perbaikan. Apabila perusahaan melakukan penilaian kembali (revaluasi) maka dasar penyusutannya adalah nilai setelah nilai revaluasi.

Persamaan Akuntansi Komersial dan Akuntansi Fiskal

1.      Aset/harta tetap yang memberikan manfaat lebih dari satu priode tidak boleh langsung dibebankan pada tahun pengeluarannya tetapi harus dikapitalisir dan disusutkan sesuai dengan masa manfaatnya.

2.      Aset/harta yang dapat disusutkan adalah aset tetap, baik bangunan maupun bukan bangunan.

3.      Tanah pada prinsipnya tidak disusutkan, kecuali jika tanah tersebut memilik masa manfaat yang terbatas.

2.5    Penilaian Kembali (Revaluasi) Aset Tetap

1.      Revaluasi Aset Tetap Berdasarkan Standar Akuntansi Keuangan

Revaluasi asset tetap dalam akuntansi pada umumnya tidak diperkenankan kecuali ditentukan berdasarkan peraturan pemerintah, misalnya peraturan pajak. Dalam PSAK No. 16 disebutkan bahwa penelitian kembali asset tetap pada umumnya tidak diperkenankan karena Standar Akuntansi Keuangan (SAK) menganut penilaian asset berdasarkan harga perolehan atau harga pertukaran. Dalam hal ini, laporan keuangan harus menjelaskan mengenai penyimpangan dari konsep harga perolehan didalam penyajian asset tetap serta pengaruh penyimpangan tersebut terhadap gambaran keuangan perusahaan. Selisih revaluasi dengan nilai buku asset tetap dibukukan dalam akun modal dengan nama ‘selisih penilaian kembali asset tetap’.

2.      Revaluasi Aset Tetap Berdasarkan Undang-Undang Pajak

Berdasarkan KMK-384/KMK.04/1998 tanggal 14 agustus 1998 dan SE Dirjen Pajak Nomor 29/PJ.42/1998, menjelaskan hal-hal sebagai berikut.

a.       Wajib pajak yang dapat melakukan revaluasi adalah wajib  pajak badan dalam negeri yang terletak atau berada di Indonesia.  Wajib pajak badan dalam negeri adalah sekumpulan orang dan/atau modal yang merupakan kesatuan, baik yang melakukan usaha maupun yang tidak melakukan usaha yang meliputi perseroan terbatas, perseroan kamanditer, perseroan lainnya, Badan Usaha Milik Negara atau Daerah dengan nama dan dalam bentuk apapun, firma, kongsi, koperasi, dana pensiun, persekutuamn perkumpulan, yayasan, organisasi massa, organisasi social politik, atau organisasi yang sejenis, lembaga, bentuk usaha tetap, dan bentuk badan lainnya.

b.      Telah memenuhi semua kewajiban pajaknya sampai dengan masa pajak terakhir sebelum masa pajak dilakukannya penilaian kembali. Kewajiban pajak yang dimaksud terdiri dari:

1)        Pajak Penghasilan (PPh)

2)        Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)

3)        Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)

4)        Bea Perolehan Hak atas Tanah dan/atau Bangungan (BPHTB)

Asset tetap yang dapat direvaluasi antara lain sebagai berikut.

1.      Asset tetap berwujud dalam bentuk tanah, kelompok bangunan, dan bukan bangunan yang tidak dimaksudkan untuk dialihkan atau dijual.

2.      Asset tersebut terletak atau berada di wilayah Indonesia.

3.      Penilaian kembali dapat dilakukan terhadap seluruh asset tetap (revaluasi total) atau terhadap sebagian asset tetap (revaluasi parsial) yang dimiliki perusahaan.

4.      Penilaian kembali asset tetap dilakukan berdasarkan nilai pasar atau nilai wajar asset tetap pada saat penilaian dilakukan, yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh pemerintah.

5.      Dalam hal nilai pasar atau nilai wajar yang ditetapkan oleh perusahaan penilai atau penilai yang diakui oleh pemerintah ternyata kemudian tidak mencerminkan keadaan yang sebenarnya, maka Dirjen Pajak akan menetapkan kembali nilai pasar atau nilai wajar yang bersangkutan.

6.      Selisih antara nilai pasar atau nilai wajar dengan nilai buku fiskal asset tetap yang dinilai kembali wajib dikompensasikan terlebih dahulu dengan kerugian fiskal tahun berjalan dan sisa kerugian fiskal tahun-tahun sebelumnya yang mudah dapat dikompensasikan.

7.      Selisih lebih karena penilaian kembali setelah dilakukan kompensasi kerugian dikenakan Pajak Penghasilan yang bersifat final, sebesar 10%.

8.      Bagi wajib pajak yang melakukan pengggabungan usaha, pajak penghasilan yang terutang sebesar 10% diatas, dapat dibayar dalam jangka waktu paling lama 5 tahun terhitung sejak tahun dilakukannya penilaian kembali asset tetap perusahaan.

9.      Pajak penghasilan yang harus dilunasi untuk setiap tahun paling sedikit sebesar 20%  dari jumlah pajak yang terutang, kecuali pelunasan untuk tahun terakhir.

10.  Apabila wajib pajak melakukan penilaian kembali asset tetap sebelum akhir tahun pajak, maka kerugian fiskal pada tahun buku yang bersangkutan, diperhitungkan sampai dengan dilakukannya revaluasi asset tetap tersebut.

11.  Nilai pasar atau nilai wajar meruapakan dasar penyusutan asset mulai tahun pajak dilakukannya penilaian kembali asset tetap tersebut. Penyusutan dialakukan sesuai dengan Pasal 11 UU PPh.

12.  Asset tetap yang telah dilakukan penilaian kembali dan telah dikenakan PPh tidak dapat dialihkan pada pihak lain sebelum lewat jangka waktu 5 tahun setelah dilakukannya penilaian kembali.

13.  Apabila wajib pajak mengalihkan asset tetap tersebut sebelum lewat jangka 5 tahun, maka atas selisih penilaian asset tetap tersebut tetap dikenakan PPh yang terutang sebesar 10% dan tambahan PPh final sebesar 15%.

14.  Dikecualikan dari jangka waktu 5 tahun jika asset tetap tersebut dialihkan kepada pemerintah atau dialihkan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha.

 

2.6    Analisa Ekonomi Untuk Pengambilan Keputusan

Dalam sistem produksi, fungsi dan peran yang harus dijalankan oleh manajer adalah mengambil keputusan terhadap hal-hal yang berkaitan dengan alternatif-alternatif tindakan yang harus dilaksanakan oleh proses produksi. Beberapa faktor yang ada dalam kondisi riilnya cenderung untuk menambah derajat kesulitan dan kompleksitas dari keputusan yang harus diambil, semacam :

1)      Faktor ketidakpastian mengenai kondisi yang akan datang, dimana hal ini seringkali membawa kesulitan dalam bentuk penetapan potensi maupun kapasitas produksi terpasang yang harus direalisasikan.

2)      Kebutuhan untuk memperhatikan berbagai macam kriteria yang harus dipenuhi seperti kuantitas, kualitas, biaya dan sebagainya.

3)      Tekanan-tekanan yang berkaitan dengan kecepatan waktu pengambilan keputusan, dimana seringkali hal ini akan menghasilkan keputusan yang tidak tepat/teliti dan jauh diluar harapan yang ada.

4)      Adanya konflik-konflik yang terjadi dan yang timbul akibat keanekaragaman pendapat atau pandangn/opini dari berbagai pihak yang dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan tersebut. Hal semacam ini terjadi akibat adanya perbedaan latar belakang maupun interest berbagai pihak didalam melihat permasalahan yang harus dipecahkan/diputuskan.

Walaupun banyak kesulitan dan kendala yang harus dihadapi, manajemen tidak bisa tidak harus melakukan studi, anaisis, evaluasi dan dilanjutkan dengan pengambilan keputusan. Setiap permasalahan yang dihadapi dan harus dipecahkan, terlebih dahulu harus dianalisis dan dikembangkan alternatif-alternatif kelayakannya, baik secara teknis maupun ekonomis, untuk kemudian diputuskan yang paling layak.


BAB III

PENUTUP

 

3.1  Kesimpulan

Penyusutan adalah alokasi jumlah suatu aset yang dapat disusutkan sepanjang masa manfaat yang diestimasi (PSAK17). Penyusutan perlu dilakukan karena manfaat yang diberikan dan nilai dari aset tersebut semakin berkurang. Pengurangan nilai aset dibebankan secara bertahap.

Kebijakan pajak untuk penyusutan harus mempertimbangkan tiga hal yaitu, keadilan pajak, kebijakan ekonomi, dan administrasi

Dasar penyusutan Adalah biaya perolehan awal, baik melalui pembelian maupun pendirian, penambahan, dan perbaikan. Apabila perusahaan melakukan penilaian kembali (revaluasi) maka dasar penyusutannya adalah nilai setelah nilai revaluasi.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

 

Munawir, (2002). Akuntansi Keuangan Dan Manajemen. Edisi Revisi. Penerbit BPFE. Yogyakarta.

 

Tandaellin, Eduardus. (2001). Analisis Investasi Manajemen Portofolio, Cetakan Pertama. Yogyakarta: BPFE.

 

Tandellin, Eduardus. (2007).Analisis Investasi Manajemen Portofolio CetakanPertama, Yogyakarta : BPFE.

 

Jogiyanto, H.M. (2008). “Teori Portofolio dan Analisi Investasi”. Edisi Lima. BPFE UGM. Yogyakarta.

 

No comments:

Post a Comment