BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Antikonvulsi digunakan
terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (Epileptic seizure ).
Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi, sebab obat ini jarang
digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain. Bromida, obat pertama yang
digunakan untuk terapi epilepsi telah di tinggalkan karena ditemukanya
berbagai antiepilepsi baru yang lebih efektif. Fenobarbital diketahui memiliki
efek antikonvulsi spesifik, yang berarti efek antikonvulsinya tidak
berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya.
Pada kondisi normal
sinyal-sinyal elektrik yang berjalan di sepanjang sel-sel syaraf di otak secara
normal terkoordinir dengan baik dalam menghasilkan gerakan-gerakan tertentu.
Pada keadaan tertentu sinyal-sinyal elektrik tersebut dapat secara
tiba-tiba melonjak dan tak terkontrol lagi sehingga muncul gerakan-gerakan
ritmis yang tak terkendali bahkan hingga kejang (konvulsi).
Penyebab terbesar
terjadinya kejang adalah suatu penyakit yang dinamakan EPILEPSI. Dikatakan
EPILEPSI bila kejang terjadi secara berkala dan dalam jangka waktu yang lama.
Sekitar 20 – 40 juta orang menderita epilepsi, umumnya dialami oleh anak-anak
sebelum masa pubertas
Epilepsi (Yunani =
Serangan tiba-tiba),Hughlings Jackson, adalah penemu pertama yang
mendefinisikan konsep modern tentang epilepsi sejak lebih dari 100 tahun yang
lalu. Ia mendefinisikan epilepsi sebagai suatu eposode gangguan sistem syaraf
dimana terjadi kenaikan yang tiba-tiba pada potensial listrik di sekelompok
neuron di otak.
Definisi saat ini
“Gangguan syaraf yang timbul secara tiba-tiba dan berkala akibat aksi serentak
dan mendadak dari sekelompok besar sel-sel syaraf di otak . Aksi ini disertai
dengan pelepasan muatan listrik yang berlebihan dari neuron”.Serangan kejang
(konvulsi) pada penderita epilepsi dapat dipicu oleh keadaan hipoglikemi,
eclamsia, meningitis, encefalitis, trauma otak, atau adanya tumor di otak.
Beberapa obat seperti klorpromazin, alkohol, dan MAO inhibitor dilaporkan juga
memiliki ESO demikian. Obat-obat antikonvulsi bekerja menstabilkan
sinyal-sinyal listrik di otak.
Anti Konvulsi merupakan
golongan obat yang identik dan sering hanya digunakan pada kasus- kasus kejang
karena Epileptik. Golongan obat ini lebih tepat dinamakan ANTI EPILEPSI,
sebab obat ini jarang digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain.
Epilepsi adalah nama
umum untuk sekelompok gangguan atau penyakit susunan saraf pusat yang timbul
spontan dengan episode singkat (disebut Bangkitan atau Seizure), dengan gejala
utama kesadaran menurun sampai hilang.Bangkitan ini biasanya disertai kejang
(Konvulsi), hiperaktifitas otonomik, gangguan sensorik atau psikis dan selalu
disertai gambaran letupan EEG obsormal dan eksesif. Berdasarkan gambaran
EEG, apilepsi dapat dinamakan disritmia serebral yang bersifat paroksimal.
B.
Tujuan
1. Untuk
mengetahui apa itu arti Antikonvulsi .
2. Untuk
mengetahui mekanisme terjadinya epilepsi .
3. Untuk
mengetahui mekanisme kerja antiepilepsi .
4. Untuk
mengetahui efek samping dan perhatian .
5. Untuk
mengetahui rute dan dosis pemberian .
6. Untuk
mengertahui daftar nama obat berbahaya untuk ibu hamil dan menyusui .
C.
Manfaat
1. Sebagai
bahan untuk memberikan pengetahuan tentang Antikovulsi.
2. Sebagai
bahan untuk bagaimana kita menyikapi tentang epilepsi .
3. Sebagai
bahan untuk efek samping, perhatian, rute, dan dosis pemberian obat
Antikonvulsi .
D.
Identifikasi
Masalah
1. Sejauh
mana Antikunvulsi di pergunakkan .
2. Sejauh
mana syarat-syarat untuk dosis dan rute pemberian obat .
3. Sejauh
mana faktor-faktor yang mempengaruhi Obat Antikonvulsi .
E.
Rumusan
Masalah
1. Bagaimana
epilepsi bisa terjadi .
2. Bagaimana
cara menanggulangi epilepsi .
3. Bagaimana
efek samping samping dan dosis pemberian Obat Antikonvulsi .
BAB
II
TINJAUAN
TEORITIS
A.
Pengertian
Antikonvulsi
Antikonvulsi digunakan
terutama untuk mencegah dan mengobati bangkitan epilepsi (Epileptic seizure ).
Golongan obat ini lebih tepat dinamakan antiepilepsi, sebab obat ini jarang
digunakan untuk gejala konvulsi penyakit lain. Bromida, obat pertama yang
digunakan untuk terapi epilepsi telah di tinggalkan karena ditemukanya
berbagai antiepilepsi baru yang lebih efektif. Fenobarbital diketahui memiliki
efek antikonvulsi spesifik, yang berarti efek antikonvulsinya tidak
berkaitan langsung dengan efek hipnotiknya. Di Indonesia fenobarbital ternyata
masih digunakan, walaupun di luar negeri obat ini mulai banyak di tinggalkan.
Fenitoin (difenilhidantoin), sampai saat ini masih tetap merupakan obat utama
antiepilepsi. Di samping itukarbamazepin yang relatif lebiih baru makin banyak
digunakan, krena dibandingkan denganf enobarbital pengaruhnya terhadap
perubahan tingkah laku maupun kemampuan kognitif lebih kecil.
Epilepsi (dari
bahasa Yunani Kuno ἐπιληψία
Epilepsia'''') adalah gangguan neurologis umum kronis yang ditandai dengan
kejang berulang tanpa alasan. Ini adalah tanda-tanda kejangsementara dan / atau
gejala dari aktivitas neuronal yang abnormal, berlebihan atau sinkron diotak.
Sekitar 50 juta orang di seluruh dunia memiliki epilepsi, dengan hampir 90%
dari orang-orang yang di negara-negara berkembang.Epilepsi lebih mungkin
terjadi pada anak-anak muda, atau orang di atas usia 65 tahun,namun dapat
terjadi setiap saat. Epilepsi biasanya dikontrol, tapi tidak sembuh,
denganpengobatan, meskipun operasi dapat dipertimbangkan pada kasus yang sulit.
Namun, lebih dari30% orang dengan epilepsi tidak memiliki kontrol kejang bahkan
dengan obat terbaik yang tersedia. Tidak semua sindrom epilepsi seumur hidup -
beberapa bentuk terbatas pada stadium tertentu dari masa kanak-kanak. Epilepsi
tidak harus dipahami sebagai gangguan tunggal, tetapilebih sebagai sindrom
dengan gejala jauh berbeda tetapi semua yang melibatkan aktivitas
listrik episodik abnormal di otak.Epilepsi adalah sebuah kondisi otak yang
dicirikan dengan kerentanan untuk kejang berulang(peristiwa serangan berat,
dihubungkan dengan ketidaknormalan pengeluaran elektrik dari neuron pada otak).
Kejang merupakan manifestasi abnormalitas kelistrikan pada otak yang
menyebabkan perubahan sensorik, motorik, tingkah laku.
B.
Penyebab
Terjadinya Kejang
Antara lain trauma
terutama pada kepala, encephalitis (radang otak), obat,birth
trauma(bayi lahir dengan cara vacuum - kena kulit kepala -
trauma), penghentian obat depresan secara tiba-tiba, tumor,demam tinggi,
hipoglikemia, asidosis, alkalosis, hipokalsemia, idiopatik. Sebagian
kecil disebabkan oleh penyakit menurun. Kejang yang disebabkan oleh
meningitis disembuhkan dengan obat anti epilepsi, walaupun mereka tidak
dianggap epilepsi.
MenurutInternational
League Against Epilepsy (ILAE), kejang dapat dikategorikan menjadi 2 kelompok
utama yaitu kejang parsial ( Partial seizures) dan kejang keseluruhan
(Generalized seizures). Kejang sebagian dibagi lagi menjadi kejang parsial
sederhana dan kejang parsialkompleks. Sedangkan kejang keseluruhan dikelompokkan
menjadi petit mal seizures (Absenceseizures); atypical absences; myoclonic seizures; tonic clonic (grand mal)
seizures; tonic, clonic,atonic seizures. Pilihan Bangkitan EpilepsiPemilihan
obat untuk terapi masing-masing bentuk epilepsi tergantung dari
bentuk bangkitn epilepsy secara klinis dan kelainan EEG nya. Tidak ada
satupun pilahan epilepsi yang dapat memuaskan dan diterima oleh semua ahli
penyakit saraf. Pilahan epilepsy secara internasioal tidak banyak membantu
sebagai pedoman untuk pembahasan obat anti epilepsi.Untuk maksud ini digunakan
pilahan yang lazim dipakai di klinik dan berkaitan erat dengan efektivitas obat
antiepilepsi.
Pada dasarnya, epilepsi
dapat dibagi menjadi 2 golongan yaitu :
a. Bangkitan
Umum ( Epilepsi Umum) yang terdiri dari
1. Bangkitan
Tonik-klonik (Epilepsi Grand mal)
2. Bangkitan
Lena (Epilepsi Petit mal atau absences) Bangkitan Lena tidak khas (Atypical
absence)
3. Bangkitan
mioklonik (Epilepsi Mioklonik)
4. Bangkitan
klonik
5. Bangkitan
tonik
6. Bangkitan
atonik
7. Bangkitan
infantil (Spasme infantil)
b. Bangkitan
parsial atau focal atau local (Epilepsi parsial atau fokal)
1. Bangkitan
parsial sederhana
2. Bangkitan
parsial kompleks
3. Bangkitan
parsial yang berkembang mejadi bangkitan umum misalnya bangkitan
tonik-klonik,bangkitan tonik atau bangkitan klonik saja. Epilepsi Psikomotor atau
epilepsi lobus temporalis merupakan bangkitan parsial kompleks atau bangkitan
parsial yang berkembang menjadi epilepsi umum bilafokusnya terletak di lobus
temporalis anterior.
C.
Mekanisme
Terjadinya Epilepsi
Konsep terjadinya
epilepsi telah dikemukakan satu abad yang lalu oleh John Hughlings Jackson,
bapak epilepsi modern. Pada fokus epilepsi di korteks serebri terjadi letupan
yang timbul kadang-kadang, secara tiba-tiba, berlebihan dan cepat, letupan ini
menjadi bangkitan umum bila neuron normal di sekitarnya terkena pengaruh
letupan tersebut. Konsep ini masih tetap di anut dengan beberapa perubahan
kecil. Adanya letupan depolarisasi abnormal yang menjadi dasar diagnosis
diferensial epilepsi memang dapat dibuktikan.
a. Diagnosa
Diagnosis epilepsi
biasanya membutuhkan bahwa kejang terjadi secara spontan. Namun,sindrom
epilepsi tertentu memerlukan pencetus tertentu atau pemicu untuk kejang
terjadi. Inidisebut refleks epilepsi. Sebagai contoh, pasien dengan epilepsi
baca utama mengalami kejang dipicu dengan membaca. Epilepsi fotosensitif dapat
terbatas pada kejang dipicu oleh lampu berkedip. Pencetus lain dapat memicu
kejang epilepsi pada pasien yang dinyatakan akan rentan terhadap kejang
spontan. Misalnya, anak-anak dengan epilepsi pada anak tidak dapat menerima
hiperventilasi. Bahkan, lampu berkedip dan hiperventilasi yang mengaktifkan
prosedur yang digunakan dalam EEG klinis untuk membantu memicu kejang untuk
membantu diagnosis.Akhirnya, pencetus lainnya dapat memfasilitasi, daripada
obligately memicu, kejang pada individu yang rentan. Stres emosional, kurang
tidur, tidur sendiri, dan penyakit demam adalah contoh pencetus dikutip oleh
pasien dengan epilepsi. Terutama, pengaruh berbagai pencetus bervariasi dengan
sindrom epilepsi. Demikian pula, siklus menstruasi pada wanita dengan epilepsi
dapat mempengaruhi pola kekambuhan kejang. Epilepsi adalah kejang Catamenial
yang menunjukkan istilah terkait dengan siklus menstruasi.Di masa lalu,
epilepsi dikaitkan dengan pengalaman religius dan bahkan kepemilikan setan.
Padazaman kuno, epilepsi dikenal sebagai "Penyakit Suci" karena orang
berpikir bahwa serangan epilepsi adalah bentuk serangan oleh setan, atau bahwa
penglihatan yang dialami oleh orang-orang dengan epilepsi dikirim oleh para
dewa. Di antara keluarga animis Hmong, misalnya,epilepsi dipahami sebagai
serangan oleh roh jahat, tetapi orang yang terkena bisa menjadi dihormati
sebagai seorang dukun melalui pengalaman-pengalaman dunia lain.Namun, dalam
kebanyakan budaya, orang dengan epilepsy telah stigma, dijauhi, atau bahkan
dipenjarakan, dalam Salpêtrière, tempat kelahiran neurologi modern, Jean-Martin
Charcot menemukan orang-orang dengan epilepsi sisi-sisi oleh-dengan mental
terbelakang, mereka dengan kronis sifilis, dan kriminal gila. Di Tanzania
sampai hari ini, sebagaimana dengan bagian lain dari Afrika, epilepsi terkait
dengan kepemilikan oleh roh-roh jahat, sihir, atau keracunan dan diyakini oleh
banyak untuk menjadi menular. Di Roma kuno, epilepsi dikenal
sebagai''morbusComitialis''('penyakit aula perakitan') dan dipandang sebagai
suatu kutukan dari para dewa.Stigma berlanjut hingga hari ini, baik di ruang
publik dan swasta, tapi jajak pendapat menunjukkan umumnya menurun
dengan waktu, setidaknya di negara maju; Hippocrates mengatakan epilepsy yang
akan berhenti menjadi dianggap ilahi hari itu dipahami. Banyak orang terkenal,
dulu dan sekarang, telah melakukan diagnosis epilepsi. Dalam banyak kasus,
epilepsi adalah catatan kaki untuk prestasi mereka, untuk beberapa, ini
memainkan peran integral dalam ketenaran mereka. Sejarah diagnosa epilepsi
tidak selalu tertentu; ada kontroversitentang apa yang dianggap sebagai jumlah
yang diterima bukti yang mendukung diagnosis tersebut.
D.
Mekanisme
Kerja Antiepilepsi
Terdapat 2 mekanisme
antikonvulsi yang penting yaitu (1) dengan mencegah timbulnya letupan depolarisasi
eksesif pada neuron epileptik dalam fokus epilepsi (2) dengan mencegah
terjadinya letupan depolarisasi pada neuron normal akibat pengeruh fokus
epilepsi. Bagian terbesar antiepilepsi yang dikenal termasuk dalam golongan
terakhir ini.Mekanisme kerja antiepilepsi hanya sedikit yang di mengerti secara
baik. Berbagai obat antiepilepsi diketahui mempengaruhi berbagai fungsi
neurofisiologik otak, terutama yang mempengaruhi system inhibisi yang
melibatkan GABA dalam mekanisme kerja berbagai antiepilepsi.
Obat Antiepilepsi
terbagi dalam 8 golongan. Empat golongan antiepilepsi mempunyairumus dengan
inti berbentuk cincin yang mirip satu sama lain yaitu golongan
hidantoin,barbiturate, oksazolidindion dan suksinimid.Akhir-akhir ini
karbamazepin dan asam valproat memegang peran penting dalam pengobatan
epilepsy, karbamazepin untuk bangkitan parsial sederhana maupun
kompleks,sedangkan asam valproat terutama untuk bangkitan lena maupun bangkitan
kombinasi lena dengan bangkitan tonik-klonik.
a.
Golongan
Hidantoin
Dalam golongan
hidantoin dikenal tiga senyawa antikonvulsi,
fenitoin(Difenilhidatoin),mefinitoin dan etotoin dengan fenotoin sebagai
prototipe.Fenitoin adalah obat utama untuk hampir semua jenis
epilepsy, kecuali bangkitan lena. Adanya gugus fenil atau aromatic lainnya pada
atom C penting untuk efek pengendalian bangkitan tonik-klonik, sedangkan
gugus alkilbertalian dengan efek sedasi, sifat yang terdapat pada mefenitoin
dan barbiturat, tetapi tidak padafenitoin. Adanya gugus metal pada atom
N akan mengubah spectrum aktivitas misalnyamefenitoin, dan hasil N
dimetilisasi oleh enzim mikrosom hati menghasilkan metabolit tidak aktif.
1. FARMAKOKINETIK
Absorbsi fenitoin yang
diperlukan berlangsung lambat, 10% daridosis oral diekskresikan melalui tinja
dalam bentuk utuh. Kadar puncak dalam plasma dicapaidalam 3-12 jam. Bila dosis
muatan (loading dose) perlu diberikan, 600-800 mg, dalam dosisterbagi antara
8-12 jam, kadar efektif plasma akan tercapai dalam 24 jam. Pemberian
fenitoinmengendap di tempat suntikan kira-kira 5 hari, dan absorbs berlangsung
lambat. \ Pengikatan fenitoin oleh protein, terutama oleh albumin plasma
kira-kira 90%. Pada orangsehat, termasuk wanita hamil dan wanita pemakai obat
kontrasepsi oral, fraksi bebas kira-kira10%, sedangkan pada pasien dengan
penyakit ginjal, penyakit hati atau penyakit hepatorenal danneonatus fraksi
bebas bebas rata-rata di atas 15%. Pada pasien epilepsi, fraksi bebas
berkisarantara 5,8%-12,6%. Fenitoin terikat kuat pada jaringan saraf sehingga
kerjanya bertahan lebihlama tetapi mula kerja lebih lambat dari fenobarbital.
2. INTERAKSI
OBAT
Kadar fenition dalam
plasma akan meninggi bila diberikan bersama kloramfenikol, disulfiram, INH,
simetidin, dikumarol, dan beberapa sulfonamide tertentu, karna obat-obat
tersebut mengambat biotransformasi fenition, sedangkan sulfisoksazol,
fenilbutazon, salisilat dan asam valproat akan mempengaruhi ikatan protein
plasma fenitoin sehingga meninggikan juga kadarnya dalam plasma.
Teofilin menurunkan kadar fenitoin bila diberikan bersamaan, didugakarena
teofilin meningkatkan biotransformasi fenitoin juga mengurangi absorpsinya
3. INTOKSIKASI
DAN EFEK SAMPING
a. SUSUNAN
SARAF PUSAT
Efek samping fenitoin tersering
ialahdiplopia,ataksia,vertigo,nistagmus, sukar bebicara (slurred speech)
disertai gejala lain ,misalnya tremor, gugup, kantuk, rasa lelah, gangguan
mental yang sifatnya berat ,ilusi,halusinasi sampai psikotik.defisiensi folat
yang cukup lama merupakan factor yang turut berperan dalam terjadinyagangguan
mental.efek samping SSP lebih sering terjaadi dengan dosis melebihi 0,5 g
sehari.
b.
SALURAN CERNA DAN GUSI.
Nyeri ulu hati,anoreksia,mual dan muntah,terjadi
karenafenitoin bersifat alkali.Ploriferasi epitel dan jaringan ikat gusi dapat
terjadi pada penggunaan kronik ,dan menyebabkan hyperplasia pada 20% pasien .
c.
KULIT
Efek samping pada kulit terjadi pada 2-5% pasien
,lebih sering pada anak dan remaja yaitu berup aruam morbiliform.beberapa kasus
diantaranya disertai hiperpireksia,eosinofilia,dan terjadi ruam kulit
sebaiknya pemberian obat dihentikan ,dan diteruskan kembali dengan berhati-hati
bila kelainan kulit telah hilang.Pada wanita muda ,pengobatan fenitoin secara
kronik menyebabkan keratosis danhirsutisme,karena meningkatnya aktivitaas
korteks suprarenalis.
d.
LAIN-LAIN.
Bila timbul gejala hepatotoksisitas berupa ikterus
atau hepatitis, anemia megaloblastik (antara lain akibat defisiensi folat) atau
kelainan darah jenis lain,pengobatan perlu dihentikan. Fenitoin bersifat
teratogenik.kemungkinan melahirkan bayi dengan cacat kongnital meningkat
menjadi 3 kali , bila ibunya mendapatkan terapi fenitoin selama trimester
pertama kehamilan .cacat congenital yang menonjol ialah keiloskisis dan
palatoskisis. Pada kehamilan lanjut ,fenitoin menyebabkan abnormalitas tulang
pada neonatus . pengunaan fenitoin pada wanita hamil tetap diteruskan
berdasarkan pertimbangan bahwa bangkitan epilepsi sendiri dapat menyebabkan
cacatpada anak sedanfg tidak semua ibu yang minum fenitoin mendapat anak cacat.
e.
INDIKASI,
Fenitoin di indikasikan terutama untuk bangkitan
tonik-klonik dan bangkitan persial atau fokal. Banyak ahli penyakit saraf di
Indonesia lebih menyukai penggunaan fenobarbital karena batas keamanan yang
sempit, efek samping dan efek toksik, sekalipun ringantetapi cukup mengganggu
terutama pada anak.Indikasi lain fenitoin ialah untuk neuralgia trigerminal dan
aritmia jantung. Fenitoin juga digunakan pada terapi renjatan listrik (ECT)
untuk meringankan konvulsinya dan bermanfaat pula terhadap kelainan ekstra
piramidal iatrogenic.
f. SEDIAAN
DAN POSOLOGI.
Fenitoin atau difenilhidantoin tersedia sebagai
garam Nadalam bentuk kapsul 100 mg dan tablet kunyah 30 mg untuk pemberian
oral, sedangkan sediaan suntik 100mg/2ml. Disamping itu juga tersedia bentuk
sirup dengan takaran 125mg/5ml.Harus diperhatikan agar kadar plasma optimal,
yaitu berkisar antara 10-20µg/ml. kadardibawahnya kurang efektif untuk
pengendalian konvulsi, sedangkan jika kadar lebih tinggi akan bersifat toksik.
Dosis fenitoin selalu harus disesuaikan untuk masing-masing individu,
patokankadar terapi antara 10-20µg/ml bukan merupakan angka mutlak karena
beberapa pasien menunjukan efektivitas fenitoin yang baik pada kadar 8µg/ml,
sedangkan pada pasien lain,nistagmus sudah terjadi pada kadar 15µg/ml.Untuk
pemberian oral, dosis awal untuk dewasa 300 mg, dilanjutkan dengan dosis
penunjang antara 300-400mg, maksimum 600mg sehari. Anak diatas 6 tahun, dosis
awal sama dengan dosis dewasa, sedangkan untuk anak dibawah 6 tahun, dosis awal
1/3 dosis dewasa, dosis penunjang ialah 4-8 mg/kgBB sehari, maksimum 300mg.
Dosis awal dibagi dalam 2-3 kali pemberian
b.
Golongan
Barbiturat
Disamping sebagai
hipnotik-sedatif, golongan barbiturate efektif sebagai obat antikonvulsidan
yang biasa digunakan adalah barbiturate kerja lama (long acting barbiturates).
Disini dibicarakan efek antiepilepsi prototip barbiturate yaitu fenobarbital
dan pirimidon yang strukturkimia nya mirip dengan barbiturate.Sebagai antiepilepsi
fenobarbital menekan letupan di fokus epilepsy. Barbiturat menghambattahap
akhir oksidasi mitokondria,sehingga mengurangi pembentukan fosfat berenergi
tinggi.Senyawa fosfat ini perlu untuk sintesis neurotransmitor misalnya Ach,
dan untuk repolarisasimembrane sel neuron setelah depolarisasi.
FENOBARBITAL
Fenobarbital, asam
5,5-fenil-etil barbiturate, merupakan senyawa organik pertama yangdigunakan
dalam pengobatan antikonvulsi. Kerjanya membatasi penjalaran aktivitas
bangkitan dan menaikkan ambang rangsang. Dosis efektifnya relatif rendah. Efek
sedatif, dalam hal ini dianggap sebagai efek samping, dapat diatasi dengan
pemberian stimulan sentral tanpa mengurangi efek antikonvulsinya.Dosis dewasa
yang biasa digunakan ialah dua kali 100mg sehari. Untuk mengendalikan epilepsy
disarankan kadar plasma optimal. Berkisar antara 10-40µg/ml. Kadar plasma
diatas40µg/ml sering disertai gejala toksik yang nyata. Penghentian pemberian
fenobarbital harussecara bertahap guna mencegah kemungkinan meningkatnya
frekuensi bangkitan kembali, ataumalahan bangkitan status epileptikus.Interaksi
fenobarbital dengan obat lain umumnya terjadi karena frnobrbital
meningkatkanaktivitas enzim mikrosom hati. Kombinasi dengan asam valproat akan
menyebabkan kadarfenobarbital meningkat 40%.
c.
Golongan
Oksazolidindion
TRIMETADION
Trimetadion ( 3,5,5
trimetiloksazolidin 2,4,dion), sekalipun telah terdesak oleh
suksinimid,merupakan prototip obat bangkitan lena. Trimetadion juga bersifat
analgetik dan hipnotik.
1. FARMAKODINAMIK.
Pada
SSP, trimetadion memperkuat depresi pascatransmisi,sehingga transmisi impuls
berurutan dihambat, transmisi impuls satu per satu tidak terganggu.Trimetadion
memulihkan EEG abnormal pada bagkitan lena.
2. FARMAKOKINETIK.
Trimetadion
per oral mudah di absorbsi dari saluran cerna dan didistribusi ke berbagai
cairan badan. Biotransformasi trimetadion terutama terjadi di hati dengan
demetilasi yang menghasilkan didion (5,5, dimetiloksazolidin ,2,4, dion ).
Senyawa ini masihaktif masih aktif terhadap bangkitan lena, tetapi efek antikonvulsi
nya lebih lemah.
3. INTOKSIKASI
& EFEK SAMPING.
Intoksikasi
dan efek samping trimetadion yangbersifat ringan berupa sedasi hemeralopia,
sedang yang bersifat lebih berat berupa gejala padakulit,darah,ginjal dan hati.
Gejala intoksikasi lebih sering ttimbul pada pengobatan kronik.Sedasi berat
dapat diatasi dengan amfetamin tanpa mengurangi efek antiepilepsinya,
bahkansesekali amfetamin dapat menekan bangkitan lena.Efek samping pada kulit
berupa rua morbiliform dan kelainan akneform, lebih berat lagiberupa dermatitis
eksfoliatif atau eritema multiformis. Kelainan darah berupa neutropenia
ringan,tetapi anemia aplastik dapat bersifat fatal. Gangguan fungsi ginjal dan
hati,berupa syndromenefrotik dan hepatitis, dapat menyebabkan kematian.
4. INDIKASI.
Indikasi
utama trimetadion ialah bangkitan lena murni (tidak disertai komponenbangkitan
bentuk lain). Trimetadion dapat menormalkan gambaran EEG dan meniadakankelainan
EEG akibat hiperventilasi maksimal pada 70% pasien. Bangkitan lena yang timbul
padaanak umumnya sembuh menjelang dewasa. Dalam kombinasi dengan trimetadion,
efek sedasifenobarbital dan primidon dapat memberat. Sebaiknya jangan
dikombinasikan denganmefenitoin, sebab gangguan pada darah dapat bertambah
berat.Penghentian terapi trimetadion harus secara bertahap karena bahaya
eksaserbasi bangkitandalam bentuk epileptikus, demikian pula obat lain yang
terlebih dulu diberikan.
5. KONTRAINDIKASI.
Trimetadion
di kontraindikasikan pada pasien anemia, leucopenia,penyakit hati, ginjal dan
kelainan n.opticus.
d.
Golongan
Suksinimid
Antiepilepsi golongan
suksinimid yang digunakan di klinik adalah etosuksimid,metsuksmid dan
fensuksimid. Berdasarkan penelitian pada hewan, terungkap bahwaspectrum
antikonvulsi etosuksimid sama dengan trimetadion. Sifat yang menonjol darietosuksimid
dan trimetadion adalah mencegah bangkitan konvulsi
pentilentetrazol.Etosuksimid, dengan sifat antipentilentetrazol terkuat,
merupakan obat yang paling selektif terhadap bangkitan lena.
Etosuksimid Etosuksimid
di absorbs lengkap melalui saluran cerna. Setelah dosis tunggal oral,diperlukan
waktu antara 1-7 jam untuk mencapai kadar puncak dalam plasma. Distribusimerata
ke segala jaringan, dan kadar cairan serebrospina saa dengan kadar plasma.
Efek samping yang sering timbul ialah mual, sakit kepala, kantuk dan ruam
kulit. Gejala yanglebih berat berupa agranulositosis dan pansitopenia.
Dibandingkan dengan trimetadion. etosuksimid lebih jarang menimbulkan
diskrasia darah, dan nefrotoksisitas belum pernahdilaporkan, sehingga
etosuksmid umumnya lebih disukai dari pada Trimetadion.Etosuksimid merupakan
obat terpilih untuk bangkitan lena. Terhadap bangkitan lena padaanak,
efektivitas etosuksimid sama dengan trimetadion, 50-70 % pasien dapat
dikendalikanbagkitannya. Obat ini juga efektif pada bangkitan mioklonik dan
bangkitan akinetik.Etosuksimid tidak efektif untuk bangkitan parsial kompleks
dan bangkitan tonik-klonik umum atau pasien kejang dengan kerusakan
organik otak yang berat.
e.
Golongan
Karbamazepin
Karbamazepin
pertama-tama digunakan untuk pengobatan trigeminal neuralgia,kemudian ternyata
bahwa obat ini efektif terhadap bangkitan tonik-klonik. Saat ini,karbamazepin
merupakan antiepilepsi utama di Amerika Serikat.Karbamazepin memperlihatkan
efek analgesic selektif, misalnya pada tabes dorsalis danneuropati lainnya yang
sukar diatasi dengan analgesik biasa.
Atas perhitungan
untung-rugikarbamazepin tidak dianjurkan untuk nyeri ringan.Efek samping dari
karbamazepin dalam pemberian obat jangka lama ialah pusing,vertigo, ataksia,
diplopia, dan penglihatan kabur. Frekuensi baangkitan dapat meningkat akibat
dosis berlebih. Karena potensinya untuk menimbulkan efek samping sangat luas,
makapada pengobatan dengan karbamazepin dianjurkan pemeriksaan nilai basal dari
darah danmelakukan pemeriksaan ulangan selama pengobatan.Fenobarbital dan
fenitoin dapat meningkatkan kadar karbamazepin, dan biotransformasikarbamazepin
dapat dihambat oleh eritromisin. Konversi primidon menjadi fenobarbital
ditingkatkan oleh karbamazepin, sedangkan pemberian karbamazepin bersama asam
valproatakan menurunkan kadar asam valproat.
POSOLOGI.
Dosis anak di bawah 6
tahun, 100mg sehari, 6-12 tahun, 2 kali 100mgsehari. Dosis dewasa : dosis awal
2 kali 200 mg hari pertama selanjutnya dosis di tingkatkan secara bertahap.
Dosis penunjang berkisar antara 800-1200 mg sehari untuk dewasa atau 20-30
mg/kgBB untuk anak. Dengan dosis ini umumnya tercapai kadar terapi dalam serum
6-8µg/ml.
f.
Golongan
Benzodiazepin
DIAZEPAM
Diazepam adalah turunan
dari benzodiazepine dengan rumus molekul 7-kloro-1,3-dihidro-1-metil-5-fenil-2H-1,4-benzodiazepin-2-on.
Merupakan senyawa Kristal tidak berwarna atau agak kekuningan yang tidak
larut dalam air. Secara umum , senyawa aktif benzodiazepine dibagikedalam empat
kategori berdasarkan waktu paruh eliminasinya, yaitu :
1. Benzodiazepin
ultra short-acting
2. Benzodiazepin
short-acting, dengan waktu paruh kurang dari 6 jam. Termasuk didalamnya
triazolam, zolpidem dan zopiclone.
3. Benzodiazepin
intermediate-acting, dengan waktu paruh 6 hingga 24 jam.
Termasuk didalamnya estazolam dan temazepam.
4. Benzodiazepin
long-acting, dengan waktu paruh lebih dari 24 jam. Termasuk didalamnya
flurazepam, diazepam dan quazepam.
Dipasaran, diazepam
tersedia dalam bentuk tablet, injeksi dan gel rectal, dalam berbagaidosis
sediaan. Beberapa nama dagang diazepam dipasaran yaitu Stesolid®,Valium®,
Validex® dan Valisanbe®, untuk sediaan tunggal dan Neurodial®,
Metaneuron®dan Danalgin®, untuk sediaan kombinasi dengan metampiron dalam
bentuk sediaan tablet.
1. MEKANISME
KERJA
Bekerja
pada sistem GABA, yaitu dengan memperkuat fungsi hambatan neuron GABA.Reseptor
Benzodiazepin dalam seluruh sistem saraf pusat, terdapat dengan kerapatan yang
tinggiterutama dalam korteks otak frontal dan oksipital, di hipokampus dan
dalam otak kecil. Padareseptor ini, benzodiazepin akan bekerja sebagai agonis.
Terdapat korelasi tinggi antara aktivitas farmakologi berbagai benzodiazepin
dengan afinitasnya pada tempat ikatan. Dengan adanyainteraksi benzodiazepin,
afinitas GABA terhadap reseptornya akan meningkat, dan dengan inikerja GABA
akan meningkat. Dengan aktifnya reseptor GABA, saluran ion klorida akan
terbukasehingga ion klorida akan lebih banyak yang mengalir masuk ke dalam sel.
Meningkatnya jumlah ion klorida menyebabkan hiperpolarisasi sel
bersangkutan dan sebagai akibatnya,kemampuan sel untuk dirangsang
berkurang. Akibatnya,
2. PROFIL
FARMAKOKINETIKA
ü t½ : Diazepam 20-40
jam, DMDZ 40-100 jam. Tergantung pada variasi subyek. t½meningkat pada mereka
yang lanjut usia dan bayi neonatus serta penderita gangguanliver. Perbedaan jenis
kelamin juga harus dipertimbangkan.
ü Volume Distribusi :
Diazepam dan DMDZ 0,3-0,5 mL/menit/Kg. Juga meningkat padamereka yang lanjut
usia.
ü Waktu untuk mencapai
plasma puncak : 0,5 – 2 jam.
ü Distribusi dalam Darah
: Plasma (perbandingan dalam darah) Diazepam 1,8 danDMDZ 1,7.Ikatan Protein :
Diazepam 98 – 99% dan DMDZ 97%. Didistribusi secaraluas. Menembus
sawar darah otak. Menembus plasenta dan memasuki ASI.
ü Jalur metabolisme :
Oksidasi Dimetabolisme terutama oleh hati. Beberapa produk metabolismenya
bersifat aktif sebagai depresan SSP.
Metabolit klinis yang signifikan :
Desmetildiazepam (DMDZ) , temazepam &oksazepam
3. PENGGUNAAN
TERAPI
Indikasi
Diazepam
digunakan untuk memperpendek mengatasi gejala yang timbul seperti gelisah yang
berlebihan, diazepam juga dapat diinginkan untuk gemeteran, kegilaan dan dapat
menyerangsecara tiba-tiba. Halusinasi sebagai akibat mengkonsumsi alkohol.
diazepam juga dapatdigunakan untuk kejang otot, kejang otot merupakan penyakit
neurologi. dizepam digunakansebagai obat penenang dan dapat juga dikombinasikan
dengan obat lain.
Kontraindikasi
1. Hipersensitivitas
2. Sensitivitas
silang dengan benzodiazepin lain
3. Pasien
koma
4. Depresi
SSP yang sudah ada sebelumnya
5. Nyeri
berat tak terkendali
6. Glaukoma
sudut sempit
7. Kehamilan
atau laktasi
8. Diketahui
intoleran terhadap alkohol atau glikol propilena (hanya injeksi)
4.
EFEK SAMPING &
PERHATIAN
Efek Samping
Sebagaimana obat, selain memiliki efek yang
menguntungkan diazepam juga memiliki efek samping yang perlu diperhatikan
dengan seksama. Efek samping diazepam memiliki tigakategori efek samping, yaitu
:1. Efek samping yang sering terjadi, seperti : pusing, mengantuk 2. Efek
samping yang jarang terjadi, seperti : Depresi, Impaired Cognition3. Efek
samping yang jarang sekali terjadi,seperti : reaksi alergi, amnesia,
anemia,angioedema, behavioral disorders, blood dyscrasias, blurred vision,
kehilangankeseimbangan, constipation, coordination changes, diarrhea, disease
of liver, drugdependence, dysuria, extrapyramidal disease, false Sense of
well-being, fatigue, generalweakness, headache disorder, hypotension, Increased
bronchial secretions, leukopenia,libido changes, muscle spasm, muscle weakness,
nausea, neutropenia disorder,polydipsia, pruritus of skin, seizure disorder,
sialorrhea, skin rash, sleep automatism,tachyarrhythmia, trombositopenia,
tremors, visual changes, vomiting, xerostomia.
Peringatan yang perlu diperhatikan bagi pengguna
diazepam sebagai berikut :
1. Pada
ibu hamil diazepam sangat tidak dianjurkan karena dapat sangat berpengaruh
pada janin. Kemampuan diazepam untuk melalui plasenta tergantung pada
derajat relativitasdari ikatan protein pada ibu dan janin. Hal ini juga
berpengaruh pada tiap tingkatankehamilan dan konsentrasi asam lemak bebas
plasenta pada ibu dan janin. Efek sampingyang dapat timbul pada bayi neonatus
selama beberapa hari setelah kelahiran disebabkanoleh enzim metabolism obat
yang belum lengakp. Kompetisi antara diazepam danbilirubin pada sisi ikatan
protein dapat menyebabkan hiperbilirubinemia pada bayineonatus.
2. Sebelum
menggunakan diazepam harap kontrol pada dokter terlebih dahulu.
3. Jika
berusia diatas 65 tahun dosis yang diberikan tidak boleh terlalu tinggi karena
dapat membahayakan jiwa pasien tersebut. Usia lanjut dapat mempengaruhi distribusi,eliminasi dan klirens dari
benzodiazepine.
4. Obat
ini tidak diperbolehkan diminum pada saat membawa kendaraan karena obat ini
menyebabkan mengantuk.
5. Pada
pasien yang merokok harus konsultasi pada dokter lebih dahulu
sebelummenggunakan diazepam, karena apabila digunakan secara bersamaan dapat
menurunkanefektifitas diazepam.
6. Jangan
menggunakan diazepam apabila menderita glukoma narrowangle karena
dapatmemperburuk penyakit
7. Katakan
pada dokter jika memiliki alergi.
8. Hindarkan
penggunaan pada pasien dengan depresi CNS atau koma, depresi
pernafasan,insufisiensi pulmonari akut,, miastenia gravis, dan sleep apnoea
9. Hati-hati
penggunaan pada pasien dengan kelemahan otot serta penderita gangguan hatiatau
ginjal, pasien lanjut usia dan lemah.
10. Diazepam
tidak sesuai untuk pengobatan psikosis kronik atau obsesional states .
INTERAKSI OBAT
Obat-obat
:
1. Alkohol,
antidepresan, antihistamin dan analgesik opioid pemberian bersamaan
mengakibatkan depresi SSP tambahan.
2. Simetidin,
kontrasepsi oral, disulfiram, fluoksetin, isoniazid, ketokonazol,
metoprolol,propoksifen, propranolol, atau asam valproat dapat menurunkan
metabolisme diazepam,memperkuat kerja diazepam.
3. Dapat
menurunkan efisiensi levodopa.
4. Rifampicin
atau barbiturat dapat meningkatkan metabolisme dan mengurangi efektifitas
diazepam.
5. Efek
sedatifnya dapat menurun karena teofilin.
6. Ikatan
plasma dari diazepam dan DMDZ akan direduksi dan konsentrasin obat yang
bebasakan meningkat, segera setelah pemberian heparin secara intravena.
7. Diazepam
yang diberikan secara oral akan sangat cepat diabsorbsi stelah pamberian
metoclorpropamida secara intravena. Perubahan motilitas dari gastrointestinal
jugamemberikan pengaruh terhadap proses absorbsi.
8. Benzodiazepin
tidak digunakan bersamaan dengan intibitor protease-HIV,
termasuk alprazolam, clorazepate, diazepam, estazolam, flurazepam, dan
triazolam.
RUTE & DOSIS
PEMBERIAN
Antiansietas,
Antikonvulsan.
1. PO
(Dewasa) : 2-10 mg 2-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat
sekalisehari.
2. PO
(anak-anak > 6 bulan) : 1-2,5 mg 3-4 kali sehari.
3. IM,
IV (Dewasa) : 2-10 mg, dapat diulang dalam 3-4 jam bila perlu
Pra-kardioversi
1. IV
(Dewasa) : 5-15 mg 5-10 menit prakardioversi.
Pra-endoskopi
2. IV
(Dewasa) : sampai 20 mg.
3. IM
(Dewasa) : 5-10 mg 30 menit pra-endoskopi.
Status Epileptikus
1. IV
(Dewasa) : 5-10 mg, dapat diulang tiap 10-15 menit total 30 mg,
programpengobatan ini dapat diulang kembali dalam 2-4 jam (rute IM biasanya
digunakanbila rute IV tidak tersedia).
2. IM,
IV (Anak-anak > 5 tahun) : 1 mg tiap 2-5 menit total 10 mg, diulang tiap 2-4
jam.
3. IM,
IV (Anak-anak 1 bulan – 5 tahun) : 0,2-0,5 mg tiap 2-5 menit sampai
maksimum 5mg, dapat diulang tiap 2-4 jam.
4. Rektal
(Dewasa) : 0,15-0,5 mg/kg (sampai 20 mg/dosis).
5. Rektal
(Geriatrik) : 0,2-0,3 mg/kg.
6. Rektal
(Anak-anak) : 0,2-0,5 mg/kg
Relaksasi Otot Skelet
1. PO
(Dewasa) : 2-10 mg 3-4 kali sehari atau 15-30 mg bentuk lepas lambat satu
kalisehari. 2-2,5 mg 1-2 kali sehari diawal pada lansia atau pasien yang sangat
lemah.
2. IM,
IV (Dewasa) : 5-10 mg (2-5 mg pada pasien yang sangat lemah) dapat diulangdalam
2-4 jam.
Putus Alkohol
1. PO
(Dewasa) : 10 mg 3-4 kali pada 24 jam pertama, diturunkan sampai 5 mg 3-4
kalisehari.
2. IM,
IV (Dewasa) : 10 mg di awal, keudian 5-10 mg dalam 3-4 jam sesuai keperluan
OVER DOSIS
Keracunan
benzodiazepin dapat menyebabkan lemahnya kesadaran secara cepat. Koma yang
mendalam atau manifestasi lain depresi berat pada fungsi batang otak yang
terganggu, padakeadaan ini pasien seperti tidur dan dapat sadar sesaat dengan
rangsangan yang cepat. Pada keadaan ini biasanya disertai sedikit atau tanpa
depresi pernapasan, curah dan irama jantung tetap normal pada saat
anoxia atau hipertensi berat. Toleransi benzodiazepin terjadi dengancepat,
keadaan sering kembali pada saat konsentrasi obat dalam darah tinggi kemudian
dapat diikuti dengan terjadinya koma.
Pada
overdosis akut selama pemulihannya dapat terjadi ansietasdan insomnia, yang
dapat berkembang menjadi withdrawal syndrome (gangguan mental akibatpenghentian
penggunaan zat psikoaktif), dapat pula diikuti dengan kejang yang hebat, ini
dapatterjadi pada pasien yang sebelumnya menjadi pemakai kronik.- Sejak tahun
1980-1989, 1576 keracunan fatal di Inggris dihubungkan dengan penggunaan
benzodiazepin. 891 kasus dihubungkan dengan over dosis benzodiazepin sendiri
dan 591 kasuslainnya over dosis terjadi karena dikombinasikan dengan alkohol.
Perbandingan
tingkat kematian dengan data penulisan resep pada periode yang sama, untuk
menghitung indeks kematian karena keracunan per sejuta resep, pada individu
yang overdosis benzodiazepin memberikan kesankeracunan yang relatif berbeda.
Studi terakhir dari 303 kasus keracunan benzodiazepine didukung oleh perbedaan
penemuan dalam menilai keracunan akibat overdosis benzodiazepine yang relatif
aman.- Pada over dosis benzodiazepine, penanganan secara umum dengan monitoring
pernafasan dantekanan darah. Reaksi muntah diinduksi (selama 1 jam) bila pasien
tetap sadar. Mempertahankan keluar masuknya udara adalah hal yang penting
apabila pasien dalam keadaan tidak sadar. Tidak ada keuntungan khusus
dengan pengosongan lambung, pemberian arang aktif (carbo adsorben)untuk mereduksi
absorbsi. Flumazenil, merupakan antagonis spesifik reseptor
benzodiazepine,diindikasikan untuk penanganan parsial atau menyeluruh pada efek
sedative benzodiazepine dan digunakan pada keadaan over dosis benzodiazepine.
TOKSISITAS
Efek
toksis dapat terjadi bila konsentrasi dalam darah lebih besar dari 1,5 mg/L;
kondisifatal yang disebabkan oleh penggunaan tunggal diazepam jarang ditemukan,
tetapi dapat terjadibila konsentrasi dalam darah lebih besar dari 5
mg/L.LD5 oral dari diazepam adalah 720 mg/Kg pada mencit dan 1240 mg/Kg
pada tikus.Pemberian intraperitoneal pada dosis 400 mg/Kg menyebabkan kematian
pada hari keenamsetelah pemberian pada hewan coba, monyet.
g.
Asam
Valproat
Asam valproat merupakan
pilihan pertama untuk terapi kejang parsial, kejang absens,kejang mioklonik,
dan kejang tonik-klonik (11). Asam valproat dapat meningkatkan GABAdengan
menghambat degradasi nya atau mengaktivasi sintesis GABA. Asam valproat
jugaberpotensi terhadap respon GABA post sinaptik yang langsung menstabilkan
membran serta mempengaruhi kanal kalium (10). Dosis penggunaan asam valproat
10-15 mg/kg/hari (11).Efek samping yang sering terjadi adalah gangguan
pencernaan (>20%), termasuk mual,muntah,anorexia dan peningkatan berat
badan. Efek samping lain yang mungkin ditimbulkan adalah pusing, gangguan
keseimbangan tubuh, tremor, dan kebotakan. Asamvalproat mempunyai efek gangguan
kognitif yang ringan. Efek samping yang berat dari penggunaan asam valproat
adalah hepatotoksik.
Hyperammonemia
(gangguan
metabolism yang ditandai dengan peningkatan kadar amonia dalam darah) umumnya
terjadi 50%, tetapitidak sampai menyebabkan kerusakan hati (10).Interaksi
valproat dengan obat antiepilepsi lain merupakan salah satu masalah
terkaitpenggunaannya pada pasien epilepsi. Penggunaan fenitoin dan valproat
secara bersamaan dapatmeningkatkan kadar fenobarbital dan dapat memperparah
efek sedasi yang dihasilkan. Valproat sendiri juga dapat menghambat metabolisme
lamotrigin, fenitoin, dan karbamazepin. Obat yang dapat menginduksi enzim dapat
meningkatkan metabolisme valproat. Hampir 1/3 pasien mengalami efek samping
obat walaupun hanya kurang dari 5% saja yang menghentikan penggunaan obat
terkait efek samping tersebut (12).
h.
Antiepilepsi
Lain
FENASEMID
Fenasemid suatu derivat
asetilures,merupakan suatu analog dari 5 fenilhidantoin, tetapi tidak berbentuk
cincin, efeknya baik digunakan terhadap bangkitan tonik-klonik.
1.
FARMAKIDINAMIK.
Fenasemid
memiliki antikonvulsi yang berspektrum luas, mekanismekerja fenasemid ialah
dengan peningkatan ambang rangsang fokus serebral, sehinggahipereksitabilitas
dan letupan abnormal neuron sebagai akibat rangsang beruntun dapat ditekan.
2.
INTOKSIKASI
& EFEK SAMPING.
Fenasemid
merupakan obat toksik, Efek sampingtesering ialah psikosis. Efek samping yang
mungkin fatal ialah nekrosis hati, anemia aplastik,dan neutropenia.
3.
INDIKASI.
Fenasemid
efektif terhadap bangkitan tonik-klonik, bangkitan lena dan bangkitan parsial.
Indikasi utama fenasemid ialah untuk terapi bangkitan parsial kompleks .
4.
DOSIS.
Untuk
orang dewasa ialah 1,5-5,0 g sehari, sedangkan untuk anak yang berumur
antara5-10 tahun hasilnya sudah memuaskan dengan ½ dosis orang dewasa.
Fenasemid sampai saat inibelum di pasarkan di Indonesia.
Prinsip Pemilihan obat pada terapi epilepsy
Strategi
terapi untuk epilepsi yaitu menggunakan terapi non farmakologis dan
terapifarmakologis. Terapi non farmakologi bisa dengan melakukan diet,
pembedahan dan vagal nervestimulation (VNS), yaitu implantasi dari
perangsang saraf vagal, makan makanan yang seimbang(kadar gula darah yang rendah
dan konsumsi vitamin yang tidak mencukupi dapat menyebabkanterjadinya serangan
epilepsi), istrirahat yang cukup karena kelelahan yang berlebihan
dapatmencetuskan serangan epilepsi, belajar mengendalikan stress dengan
menggunakan latihan tarik nafas panjang dan teknik relaksasi lainnya.
Sedangkan untuk terapi farmakologis yaitu denganmenggunakan Obat Anti Epilepsi
(OAE).
Pengobatan
dilakukan tergantung dari jenis kejang yang dialami. Pemberian obat anti
epilepsi selalu dimulai dengan dosis yang rendah, dosis obatdinaikkan secara
bertahap sampai kejang dapat dikontrol atau tejadi efek kelebihan dosis. Pada
pengobatan kejang parsial atau kejang tonik-klonik rata-rata keberhasilan lebih
tinggimenggunakan fenitoin, karbamazepin, dan asam valproat. Pada sebagian
besar pasien dengan 1tipe/jenis kejang, kontrol memuaskan dapat dicapai dengan
1 obat anti epilepsi. Pengobatandengan 2 macam obat mungkin ke depannya
mengurangi frekuensi kejang, tetapi biasanya toksisitasnya lebih besar.
Pengobatan dengan lebih dari 2 macam obat, hampir selalu membantu penuh kecuali
kalau pasien mengalami tipe kejang yang berbeda.
Untuk
mencapai hasil terapi yang optimal perlu diperhatikan hal berikut ini.
Pengobatan awal harus dimulai dengan obat tunggal. Obat perlu di mulai dengan dosis
kecil dan di naikkan secara bertahap sampai efek terapi tercapai atau timbul
efek samping yng tidak dapat di toleransi lagi oleh pasien. Kombinasi beberapa
obat sesekali di perlukan. Kombinasi yang paling di sukaiuntuk bangkitan
tonik-klonik adalah fenitoin dan fenobarbital yang masing-masing dapat
diberikan dalam dosis penuh , bila diperlukan , karena toksisitasnya berbeda.
·
Bangkitan fokus lobus
temporalis bagian anterior Obat pilihan : Fenitoin, karbamazepin, dan asam
valproate
·
Bangkitan Lena Obat pilihan :
Etosuksimid, Asam valproate
·
Serangan
diensefalik Obat pilihan : Kombinasi Fenitoin dan fenobarbitalPada
stasus epileptikus diperlukan efek obat yang cepat, diazepam merupakan obat
pilihan utama, fenobarbital juga sangat efektif, disamping anastetik yang
menguap atau depresansentral lainnya
KEJANG DEMAM
Kejang
yang terjadi pada anak-anak usia 5 bulan- 5 tahun yang mengalamidema, tanpa
disertai infeksi intrakarnial serta tidak ditemukan gejala kejang lain.
Pengobatan profilaksis tidak dianjurkan kecuali disertai gangguan berikut. :
·
Gejala neurologik yang
abnormal
·
Bila kejang demam
terakhir berlangsung lebih dari 15 menit atau disertai gejalaneurologik
·
Bila ada riwayat kejang
pada orang tua nya atau keluarga
·
Anak dengan gejala
kejang yang rekuren
·
Bila anak dirawat untuk
suatu kegawatan.Fenobarbital atau asam valproat merupakan obat pilihan yang
tepat. Pemberian berlangsung 1-2 tahun setelah kejang terakhir. Profilaksis
kejang demam lainnyayang dianjurkan ialah pemberian diazepam per rectal sewaktu
kejang
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Anti konvulsan
adalah suatu kelompok obat yang digunakan untuk mencegah dan mengobati
bangkitan epilepsi (epiletic seizure)
dan bangkitan non-epilepsi. AntiKonvulsi merupakan
golongan obat yang identik dan sering hanya digunakan pada kasus-kasus kejang
karena Epileptik. Oleh karena itu, anti konvulsi berhubungan erat
dengan kasus epilepsi.
Pada penderita epilepsi, terkadang sinyal-sinyal untuk
menyampaikan rangsangan tidak beraktivitas sebagaimana mestinya.
Umumnya epilepsi mungkin
disebabkan oleh kerusakan otak dalam process kelahiran, luka kepala,
strok, tumor
otak, alkohol. Kadang epilepsi mungkin juga
karena genetik, tapi epilepsy bukan penyakit keturunan. Tapi penyebab pastinya
tetap belum diketahui. Pada umunya sebagian obat antiepilepsi di metabolisme di
hati, kecuali vigabatrin dangan bapentin yang dieliminasi oleh ekskresi
ginjal.Pentingnya pencegahan dengan menangani obat dan pemeriksaan
klinis yang tepat dapat membantu penyembuhan penyakit ini
B.
Saran
–Saran
Antiepilepsi dan efektifitasnya
belum mapan ,sebaiknya tidak digunakan dalam praktek umum.
Tetapi diserahkan penggunaannya kepada para ahli
neurologi, guna memastikan nilai manfaat yang sebenarnya .
DAFTAR
PUSTAKA
Browne TR., Holmes GL., 2000, Epilepsy: Definitions and Background. In:
Handbook of Epilepsy, 2nd edition, Philadelphia: Lippincott Williams &
Wilkins, P., 1-18.
Fisher RS., Boas WE., Blume W., Elger C., Genton P., Lee P., et al., 2005,
Epileptic seizures and epilepsy: definition proposed by the International
League Against Epilepsy (ILAE) and the International Bureau for Epilepsy (IBE),
Epilepsia; 46 (4): 470-2.
Annegers JF., 2001, The Epidemiology of Epilepsy. In: Wylie E, ed. The
Treatment of Epilepsy, 3d ed, Philadelphia, Lippincott Williams &
Wilkins, 131–138.
Goodman and Gilman, 2007, Dasar Farmakologi Terapi, vol. 1, EGC,
Jakarta, 506-531.
Irani, Vidia, M., 2009, Gambaran Efektivitas Antiepilepsi Pada Pasien
Epilepsi Yang Menjalani Rawat Inap Di Rsup Dr. Sardjito Yogyakarta,
Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, 41-70.
Wibowo, S., dan Gofir, A., 2006, Obat Antiepilepsi, Pustaka Cendekia
Press, Yogyakarta, 85.
McNemara, J.O., 2008, Dasar Farmakologi Terapi, Edisi 10, vol 1,
diterjemahkan oleh alih bahasa sekolah farmasi ITB, EGC, Jakarta, 1517,
522, 524.
Harsono, 2007, Epilepsi, edisi kedua, Gadjah Mada University Press,
Yogyakarta, 7-8, 65-66, 144.
No comments:
Post a Comment