BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pada tahun 1940 untuk pertama kali diperkenalkan obat
antihistami. Sejak itu secara luas digunakan dalam pengobatan simtomatik
penyakit alergi.Pada umumnya antihistamin yang beredar di Indonesia mempunyai
spektrum luas artinya mempunyai efek lain seperti antikolinergik, anti
serotonin, antibradikinin dan alfa adrenoreseptor bloker. Golongan obat ini
disebut antihistamin (AH1) klasik. Penderita yang mendapat obat AH1 klasik akan
menimbulkan efek samping,mengantuk, kadang-kadang timbul rasa gelisah, gugup
dan mengalami gangguan koordinasi. Efek samping ini sering menghambat aktivitas
sehari-hari, dan menimbulkan masalah bila obat antihistamin ini digunakan dalam
jangka panjang.Dekade ini muncul antihistamin baru yang digolongkan ke dalam
kelompok AH1 sedatif yang tidak bersifat sedasi, yang memberikan harapan cerah.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Definisi
Alergi
Alergi
adalah suatu gangguan pada sistem imunitas atau kekebalan tubuh atas adanya
benda yang diangap asing oleh tubuh. Pada orang yang sehat, sistem imunitas
berada dalam keadaan harmonis dengan perlindungan optimal dalam mengatasi
gangguan benda-benda asing dari luar tubuh dengan memberikan reaksi tubuh
terhadap adanya gangguan tersebut. Namun pada orang yang alergi, sistem
imunitas menjadi tidakseimbang, sehingga reaksi yang dimunculkan oleh tubuh
menjadi berlebihan, atau dengan kata lain disebut hipersensitif. Karena itu,
alergi disebut juga penyakit hipersensitivitas.
Benda
asing penyebab alergi disebut sebagai alergen. Pada alergi saluran pernafasan,
alergen bisa berupa debu, kutu rumah atau kutu hewan, seperti kutu kucing dan
anjing, jamur, dll. Alergen tersebut terhirup melalui udara pernafasan masuk ke
dalam saluran pernafasan. Pada alergi bahan makanan, berbagai macam makanan
yang mengandung protein tinggi seringkali menjadi penyebab alergi, seperti
udang, telur, atau susu. Obat juga bisa dianggap sebagai benda asing bagi
tubuh, maka obat juga bisa menjadi menyebakan reaksi hipersensitif.
Namun
untuk menentukan jenis alergen penyebab alergi yang spesifik pada tiap individu
menjadi sulit, karena alergi bisa terjadi hanya kepada satu jenis alergen,
namun juga bisa berasal dari banyak jenis alergen. Maka sebaiknya yang
dilakukan adalah dengan mengamati dan mencermati alergen penyebab alergi, juga
sebagai alat bantu perlu dilakukan test alergi untuk memastikan penyebab alerginya.
B.
Mekanisme Terjadinya Alergi
Ketika
alergen pertama kali masuk ke dalam tubuh kita, ia akan memicu tubuh untuk
membuat antibodi yang disebut imunoglobulin E (IgE). IgE ini kemudian akan
terikat pada sel mast yang tersebar di tubuh kita terutama pada tempat-tempat
yang sering kontak dengan lingkungan seperti selaput lendir hidung, saluran
nafas/bronkus, kulit, mata, mukosa usus, dll. Sel mast adalah salah satu sel
tubuh manusia yang memproduksi dan bisa melepaskan suatu senyawa yang disebut
histamin. Pada kondisi tersebut tubuh dikatakan menglami “tersensitisasi”. Pada
paparan alergen berikutnya, alergen akan mengikat antibodi IgE yang sudah
menempel pada sel mast. Ikatan alergen dengan IgE yang menempel di sel mast ini
akan memicu pelepasan histamin, dan histamin inilah yang kemudian bekerja
menyebabkan berbagai reaksi tubuh seperti gatal, bentol, bengkak, sesak nafas
(pada penderita asma), batuk, dll., bahkan sampai pada reaksi yang terberat
yaitu hilangnya kesadaran yang disebut syok anafilaksis. (Syok anafilaksis
terjadi karena histamin yang dilepaskan sedemikian banyak sehingga menyebabkan
terjadinya pelebaran pembuluh darah (vasodilatasi), sehingga terjadi penurunan
tekanan darah yang drastis dan menyebabkan pingsan/syok).
C.
Definisi
Antialergi
Antialergi adalah
bentuk tindakan
atau pencegahan terhadap alergi,contohnya dengan
pemberian antihistamin.
D.
Defenisi
Antihistamin
Antihistamin adalah zat-zat yang dapat mengurangi atau
menghalangi efek histamin terhadap tubuh dengan jalan memblok reseptor –histamin
(penghambatan saingan). Obat ini bekerja
dengan cara memblokir reseptor histamin sehingga histamin tidak bisa bekerja
untuk menyebabkan reaksi alergi. Obat ini hanya bisa menyembuhkan gejala
alergi, tetapi tidak bisa menyembuhkan alergi. Artinya, walaupun antihistamin
dapat menghilang gatal akibat alergi, namun jika suatu terjadi kontak lagi
dengan alergen, maka reaksi alergi tersebut akan muncul kembali.
Antihistamin adalah obat yang dapat mengurangi atau menghilangkan kerja
histamin dalam tubuh melalui mekanisme penghambatan bersaing pada reseptor H-1,
H-2 dan H-3. Efek antihistamin bukan suatu reaksi antigen antibodi karena tidak
dapat menetralkan atau mengubah efek histamin yang sudah terjadi. Antihistamin
pada umumnya tidak dapat mencegah produksi histamin. Antihistamin bekerja
terutama dengan menghambat secara bersaing interaksi histamin dengan reseptor
khas. Antihistamin sebagai penghambat dapat mengurangi degranulasi sel mast
yang dihasilkan dari pemicuan imunologis oleh interaksi antigen IgE. Cromolyn
dan Nedocromil diduga mempunyai efek tersebut dan digunakan pada
pengobatan asma, walaupun mekanisme molekuler yang mendasari efek tersebut
belum diketahui hingga saat ini.
E.
Macam-macam
Antihistamin
1.
Antihistamin
(AH1) non sedative
a.
Terfenidin
Merupakan suatu derivat piperidin, struktur kimia. Terfenidin diabsorbsi
sangat cepat dan mencapai kadar puncak setelah 1-2 jam pemberian. Mempunyai
mula kerja yang cepat dan lama kerja panjang. Obat ini cepat dimetabolisme dan
didistribusi luas ke berbagai jaringan tubuh. Terfenidin diekskresi melalui
faeces (60%) dan urine (40%). Waktu paruh 16-23 jam. Efek maksimum telah
terlihat sekitar 3-4 jam dan bertahan selama 8 jam setelah pemberian. Dosis 60
mg diberikan 2 X sehari.
b.
Astemizol
Merupakan derivat piperidin yang dihubungkan dengan cincin benzimidazol,
struktur kimia. Astemizol pada pemberian oral kadar puncak dalam darah
akandicapai setelah 1 jam pemberian. Mula kerja lambat, lama kerja panjang.
Waktu paruh 18-20 hari. Di metabolisme di dalam hati menjadi metabolit aktif
dan tidak aktif dan di distriibusi luas keberbagai jaringan tubuh. Metabolitnya
diekskresi sangat lambat, terdapat dalam faeses 54% sampai 73% dalam waktu 14
hari. Ginjal bukan alat ekskresi utama dalam 14 hari hanya ditemukan sekitar 6%
obat ini dalam urine. Terikat dengan protein plasma sekitar 96%.
c.
Mequitazin
Merupakan suatu derivat fenotiazin, struktur kimia lihat Gbr.1.
Absorbsinya cepat pada pemberian oral, kadar puncak dalam plasma dicapai
setelah 6 jam pemberian. Waktu paruh 18 jam, Onset of action cepat, duration of
action lama. Dosis 5 mg 2 X sehari atau 10 mg 1 X sehari (malam hari).
d.
Loratadin
Adalah suatu derivat azatadin, struktur kimia Gbr. 1. Penambahan atom C1
meninggikan potensi dan lama kerja obat loratadin. Absorbsinya cepat. Kadar
puncak dicapai setelah 1 jam pemberian. Waktu paruh 8-11 jam, mula kerja sangat
cepat dan lama kerja adalah panjang. Waktu paruh descarboethoxy-loratadin 18-24
jam. Pada pemberian 40 mg satu kali sehari selama 10 hari ternyata mendapatkan kadar
puncak dan waktu yang diperlukan tidak banyak berbeda setiap harinya hal ini
menunjukkan bahwa tidak ada kumulasi, obat ini di distribusi luas ke berbagai
jaringan tubuh. Matabolitnya yaitu descarboetboxy-loratadin (DCL) bersifat
aktif secara farmakologi clan juga tidak ada kumulasi. Loratadin
dibiotransformasi dengan cepat di dalam hati dan di ekskresi 40% di dalam urine
dan 40% melalui empedu. Pada waktu ada gangguan fiungsi hati waktu paruh
memanjang. Dosis yang dianjurkan adalah 10 mg 1 X sehari.
2.
Terdapat
beberapa jenis antihistamin, yang dikelompokkan berdasarkan sasaran kerjanya
terhadap reseptor histamin.
1.
Antagonis
Reseptor Histamin H1
Secara klinis digunakan untuk mengobati alergi. Contoh obatnya adalah:
difenhidramina, loratadina, desloratadina, meclizine, quetiapine (khasiat
antihistamin merupakan efek samping dari obat antipsikotik ini), dan
prometazina.
2.
Antagonis
Reseptor Histamin H2
Reseptor histamin H2 ditemukan di sel-sel parietal. Kinerjanya adalah
meningkatkan sekresi asam lambung. Dengan demikian antagonis reseptor H2
(antihistamin H2) dapat digunakan untuk mengurangi sekresi asam lambung, serta
dapat pula dimanfaatkan untuk menangani peptic ulcer dan penyakit refluks
gastroesofagus. Contoh obatnya adalah simetidina, famotidina, ranitidina,
nizatidina, roxatidina, dan lafutidina.
3.
Antagonis
Reseptor Histamin H3
Antagonis H3 memiliki khasiat sebagai stimulan dan memperkuat kemampuan
kognitif. Penggunaannya sedang diteliti untuk mengobati penyakit Alzheimer's,
dan schizophrenia. Contoh obatnya adalah ciproxifan, dan clobenpropit.
4.
Antagonis
Reseptor Histamin H4
Memiliki khasiat imunomodulator, sedang diteliti khasiatnya sebagai
antiinflamasi dan analgesik. Contohnya adalah tioperamida.
Beberapa obat lainnya juga memiliki khasiat antihistamin. Contohnya
adalah obat antidepresan trisiklik dan antipsikotik. Prometazina adalah obat
yang awalnya ditujukan sebagai antipsikotik, namun kini digunakan sebagai
antihistamin.
Senyawa-senyawa lain seperti cromoglicate dan nedocromil, mampu mencegah
penglepasan histamin dengan cara menstabilkan sel mast, sehingga mencegah
degranulasinya.
F. Mekanisme kerja
Antihistamin bekerja dengan cara menutup reseptor syaraf yang menimbulkan
rasa gatal, iritasi saluran pernafasan, bersin, dan produksi lendir (alias
ingus). Antihistamin ini ada 3 jenis, yaitu Diphenhydramine, Brompheniramine,
dan Chlorpheniramine. Yang paling sering ditemukan di obat bebas di Indonesia
adalah golongan klorfeniramin (biasanya dalam bentuk klorfeniramin maleat).
Antihistamin menghambat efek histamin pada reseptor H1. Tidak menghambat
pelepasan histamin, produksi antibodi, atau reaksi antigen antibodi. Kebanyakan
antihistamin memiliki sifat antikolinergik dan dapat menyebabkan kostipasi,
mata kering, dan penglihatan kabur. Selain itu, banyak antihistamin yang banyak
sedasi. Beberapa fenotiazin mempunyai sifat antihistamin yang kuat (hidroksizin
dan prometazin).
1.
Antihistamin
H1
Meniadakan secara kompetitif
kerja histamin pada reseptor H1. Selain memiliki kefek antihistamin, hampir
semua AH1 memiliki efek spasmolitik dan anastetik local
2.
Antihistamin
H2
Bekerja tidak pada reseptor
histamin, tapi menghambat dekarboksilase histidin sehinnga memperkecil
pembentukan histamin jika pemberian senyawa ini dilakukan sebelum pelepasan
histamin. Tapi jika sudah terjadi pelepasa histamin, indikasinya sama denfan AH
1.
G.
Efek Samping
Promethazine, antihistamin jenis fenotiazin yang digunakan secara luas
karena sifat antimuntah dan penenang yang dimilikinya, telah dilaporkan
menyebabkan agitasi, halusinasi, kejang, reaksi distonik, sudden infant death
syndrome, dan henti napas. Efek samping ini umumnya lebih berat dan signifikan pada
bayi, sehingga pabrik pembuatnya memperingatkan agar tidak diberikan pada anak
di bawah usia 2 tahun. Namun, efektivitas promethazine sebagai sedatif
(penenang) dapat disalahgunakan oleh orang tua untuk menangani anak yang
berteriak-teriak. Antihistamin generasi kedua mempunyai efek samping
antikolinergik lebih sedikit dan dianggap tidak menimbulkan efek sedatif pada
anak dalam dosis terapi.
·
Efek
sedasi, dari hasil penelitian oleh perocek, dibandingkan difenhidramin 2x50 mg
dengan loratadine dosis tunggal 20 mg. Hasilnya memperlihatkan efek sedasi
difenhidramin lebih besar dibanding loratadine. Jadi loratadine tidak
mempengaruhi kemampuan mengendarai, tingkat kewaspadaan siang hari dan
produktifitas kerja. Juga loratadin menghilangkan gejala rhinitis alergi musiman
secara efektif dan absorbsi oralnya sangat cepat serta memiliki masa kerja yang
panjang, sehingga cukup diberikan sekali dalam sehari.
·
Gangguan
psikomotor yaitu gangguan dalam pekerjaan yang melibatkan fungsi psikomotor,
merupakan masalah yang menjadi perhatian dalam terapi yang menggunakan
antihistamin. Efek samping terlihat saat pasien melakukan kegiatan dengan
resiko fisik seperti mengendarai mobil, berenang, gulat, atau melakukan
pekerjaan tangan. Gangguan fungsi psikomotor adalah efek yang berbeda dari
terjadinya sedasi (rasa mengantuk). Dari hasil penelitian memperlihatkan bahwa
loratadin tidak mengganggu kemampuan mengendarai dan tidak memperkuat efek
alkohol.
·
Gangguan
kognitif adalah gangguan terhadap kemampuan belajar, konsentrasi atau ketrampilan
di tempat bekerja. Dari hasil penelitian memperlihatkan antihistamin generasi
pertama terutama difenhidramin menyebabkan gangguan kemampuan belajar,
konsentrasi, atau ketrampilan di tempat kerja. Sedangkan loratadin meniadakan
efek negative dari rhinitis alergi terhadap kemampuan belajar. Dengan
menggunakan loratadin tampaknya memperbaiki kemampuan belajar anak, penderita
rhinitis alergi.
·
Efek
kardiotoksisitas, antihistamin selama ini dianggap sebagai obat yang aman,
tetapi sejak akhir tahun 80-an mulai muncul beberapa jenis antihistamin yang
digunakan dengan dosis yang berlebihan. Sehingga dapat menyebabkan pasien yang
menggunakan mengalami gangguan pada jantung (kardiotoksisitas). Namun dari
hasil penelitian, loratadin merupakan antihistamin yang tidak berhubungan dari
serangan kardiovaskuler yang membahayakan jiwa itu.
Untuk pasien yang aktif bekerja harus berhati-hati dalam menggunakan
antihistamin, karena beberapa antihistamin memiliki efek samping sedasi
(mengantuk), gangguan psikomotor,dan gangguan kognitif. Akibatnya bila
digunakan oleh orang yang melakukan pekerjaan dengan tingkat kewaspadaan tinggi
sangat berbahaya.Untuk itu pasien yang aktif bekerja sebaiknya gunakan
antihistamin yang aman dan efektif seperti loratadin, sudah terbukti tidak menimbulkan
sedasi, tidak mengakibatkan terganggunya fungsi psikomotor dan fungsi kognitif.
Juga terbukti aman tidak menyebabkan kardiotoksisitas dan efektif karena cukup
diminum 1x sehari, karena memiliki masa kerja yang panjang serta diabsorbsi
secara cepat.
Antihistamin Generasi Pertama:
1.
Alergi –
fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
2.
Kardiovaskular
– hipotensi postural, palpitasi, refleks takikardia, trombosis vena pada sisi
injeksi (IV prometazin)
3.
Sistem
Saraf Pusat – drowsiness, sedasi, pusing, gangguan koordinasi, fatigue,
bingung, reaksi extrapiramidal bisa saja terjadi pada dosis tinggi
4.
Gastrointestinal
– epigastric distress, anoreksi, rasa pahit (nasal spray)
5.
Genitourinari
– urinary frequency, dysuria, urinary retention
6.
Respiratori
– dada sesak, wheezing, mulut kering, epitaksis dan nasal burning (nasal
spray)
Antihistamin Generasi Kedua Dan Ketiga:
1.
Alergi –
fotosensitivitas, shock anafilaksis, ruam, dan dermatitis.
2.
SSP* –
mengantuk/ drowsiness, sakit kepala, fatigue, sedasi
3.
Respiratori**
– mulut kering
4.
Gastrointestinal**
– nausea, vomiting, abdominal distress (cetirizine, fexofenadine)
* Efek samping SSP sebanding
dengan placebo pada uji klinis, kecuali cetirizine yang tampak lebih sedatif
ketimbang placebo dan mungkin sama dengan generasi pertama.
** Efek samping pada
respiratori dan gastrointestinal lebih jarang dibanding generasi pertama.
H.
Kontraindikasi
Hipersensitivitas dan glaucoma sudut sempit. Jangan digunakan pada bayi
baru lahir dan premature. Antihistamin generasi pertama: hipersensitif terhadap
antihistamin khusus atau terkait secara struktural, bayi baru lahir atau
premature, ibu menyusui, narrow-angle glaucoma, stenosing peptic ulcer,
hipertropi prostat simptomatik, bladder neck obstruction, penyumbatan
pyloroduodenal, gejala saluran napas atas (termasuk asma), pasien yang
menggunakan monoamine oxidase inhibitor (MAOI), dan pasien tua. Antihistamin
generasi kedua dan ketiga : hipersensitif terhadap antihistamin khusus atau
terkait secara struktural.
Histamin terbentuk di dalam jaringan
tubuh manusia akibat reaksi dekarboksilasi asam amino histidin oleh enzim
histidin dekarboksilase. Selain itu, histamin juga dapat terbentuk karena
pengaruh sinar matahari, khususnya sinar UV.
Histamin terdapat di dalam semua
organ dan jaringan tubuh, terutama di kulit, paru, usus halus, dan di
dalam mast cell. Fungsi histamin di dalam tubuh masih belum jelas,
tetapi akan menimbulkan efek jika berinteraksi dengan dua macam reseptor yang
spesifik, yaitu :
·
Reseptor H‑1 dan reseptor H‑2.
Histamin
terbentuk di dalam jaringan tubuh manusia akibat reaksi dekarboksilasi asam
amino histidin oleh enzim histidin dekarboksilase. Selain itu, histamin juga
dapat terbentuk karena pengaruh sinar matahari, khususnya sinar UV.
Histamin
terdapat di dalam semua organ dan jaringan tubuh, terutama di kulit, paru, usus
halus, dan di dalam mast cell. Fungsi histamin di dalam tubuh masih
belum jelas, tetapi akan menimbulkan efek jika berinteraksi dengan dua macam
reseptor yang spesifik, yaitu reseptor H‑1 dan reseptor H‑2.
Dalam
keadaan normal, kadar histamin dalam darah kecil sekali (hanya 50 γ per liter)
sehingga tidak akan menimbulkan efek apa‑apa. Histamin yang berlebih akan
diuraikan oleh enzim histaminase yang terdapat di dalam ginjal, paru, selaput
lendir usus, dan jaringan tubuh lainnya
Interaksi
histamin dengan reseptor H‑2 akan menimbulkan efek yang mempengaruhi sekresi
getah lambung, dan juga tekanan darah. Sedangkan interaksi histamin dengan
reseptor H‑1 dan H‑2, akan menimbulkan efek antara lain pada :
1. Sistem kardiovaskuler
Histamin
menyebabkan vasokonstriksi pembuluh darah arteri dan vena, tetapi juga
menyebabkan vasodilatasi pembuluh darah kapiler, sehingga. menyebabkan
penurunan tekanan darah perifer. Dan karena sirkulasi darah tidak sempurna,
diuresis akan dihalangi. Selain itu, permeabilitas kapiler menjadi lebih
tinggi, sehingga cairan dan protein plasma mengalir keluar dari sel, yang
mengakibatkan terjadi edema.
2.
Otot polos
Histamin
menyebabkan kontraksi otot polos uterus dan saluran cerna, sehingga menimbulkan
rasa sakit, dan menyebabkan muntah‑muntah serta diare. Sebagai akibat kontraksi
otot polos bronki, napas menjadi sesak atau timbul serangan asma.
3. Kelenjar eksokrin
Histamin
yang bereaksi dengan reseptor H‑2, akan menyebabkan peningkatan sekresi getah
lambung yang banyak mengandung asam dan pepsin.
4. Kelenjar endokrin
Kadar
histamin yang tinggi dalam darah, akan merangsang sekresi katekolamin dari
adrenal medulla.
5. Kulit
Pada
ujung saraf di kulit, efek histamin menimbulkan rasa gatal di samping efek
lain, sebagai akibat dari dilatasi pembuluh kapiler dan peningkatan
permeabilitas dindingnya.
Pada
reaksi alergi, terjadi reaksi antara antigen dengan antibodi yang mengakibatkan
histamin yang berada di antara sel‑sel dan dalam keadaan tidak aktif, menjadi
bebas dan aktif. Dengan demikian, kadar histamin dalam darah naik secara
mendadak, yang mengakibatkan timbulnya efek-efek pada organ tubuh seperti
diuraikan di atas.
Obat
antihistaminika merupakan obat yang dapat mencegah efek histamin, melalui cara
berinteraksi dengan reseptor H‑1 dan H‑2. Berdasarkan antagonis reseptornya,
obat antihistaminika dapat dibagi ke dalam dua golongan yaitu :
1. Antagonis reseptor H‑1
Golongan
ini dibagi lagi berdasarkan rumus bangun kimianya, yaitu:
·
Senyawa Etanolamin; antara lain Difenhidrain, Karbinoksamin,
dan Doksilamin.
·
Senyawa Etilendiamin; antara lain Antazolin, Pirilamin, dan
Tripelenamin.
·
Senyawa Alkilamin; antara lain Fenirarnin, Klorfeniramin,
Bromfeniramin, dan Deksklorfeniramin.
·
Senyawa Siklizin; antara lain Siklizin, Klorsiklizin, dan
Homoklorsiklizin.
·
Senyawa Fenotiazin; antara lain Prometazin, Metdilazin, dan
Oksomemazin.
·
Senyawa lain‑lain; yaitu Dimetinden, Mebhidrolin, dan
Astemizol.
2. Antagonis reseptor H-2
Yang
termasuk golongan ini ialah obat‑obat Antihistamin yang melawan efek histamin
pada sekresi getah lambung. Yang niula‑mula digunakan, Burinamid dan kemudian
Metiamid yang mempunyai efek samping agranulositosis. Dan pada waktu ini, yang
banyak digunakan antara. lain Simetidin, Ranitidin, dan Famotidin.
Mekanisme aksi dari
antihistamin diantaranya adalah:
o Memeblok kerja histamine
pada reseptornya.
o Berkompetisi
dengan histamine untuk mengikat reseptor yang masih kosong. Jika histamine
sudah terikat, antihistamin tidak bisa memindahkan histamine.
o Pengikat
AH1 mencegah efek merugikan akibat stimulasi histamine seperti vasodilatasi,
peningkatan secret gastrointestinal dan respirasi serta peningkatan
permeabilitas kapiler.
Antihistamin
juga digunakan untuk mengatasi inflamasi. Invasi virus direspons oleh sistem
kekebalan, yang tersusun secara berlapis, dengan sasaran mempertahankan
keseimbangan antara lingkungan di luar dan didalam. Alat pertahanan itu antara
lain kulit, selaput lender, batuk, flora normal, dan berbagai sel seperti
limfosit T (sel T) dan limfosit B (sel B) dalam jaringan limfoid. Meknisme
pertahanan itu disebut sebagai inflamasi yang dirasakan sebagai kemerahan,
sembab, demam, dan nyeri.
Antihistamin
disebut sebagai anti-alergi karena alergi juga menimbulkan inflamasi. Ia adalah
reaksi yang berlebihan dari sistem pertahanan tubuh terhadap gangguan dari
luar, baik makanan, obat, maupun udara dingin. Salah satu alat serang yang
dilepas tubuh ke dalam pembuluh darah adalah histamine yang menyebabkan
kontraksi atau menciutnya berbagai alat vital, sperti bronkus dan usus, serta
peningkatan sekresi mucus atau lender dan resistansi saluran napas.
Antihistamin dapat
dibedakan menjadi 2 jenis yaitu:
1. Obat Generasi
Pertama
Obat
generasi pertama merupakan obat yang dapat bekerja secara perifer maupun
sentral. Efek antikolinergiknya lebih besar dibandingkan dengan agen non
sedative. Penghambat SSP akibat AH1 dapat bermanifestasi sebagai gejala
mengantuk, maupun kewaspadaan turun.
Contohnya
adalah ;
Difenhidramin
(Benadryl), Dimenhidrat (Vormex A), Doksilamin (Mereprine), Klemastin
(Tavegyl), Dimentiden (Fenistil), Kloramfeniksamin (Systral), Feniramin (Avil),
Bamipin (Soventol), Meklozin (Bonamine), (Peremesin), Chlorpheniramine Maleate
(Orphen), Ethylenediamines, Piperazin, Phenothiazine, Piperadines.
Difenhidramin (Benadryl, Valdres)
INDIKASI |
Antialergi,
Obat Tidur, Antiemetik (seperti Dimenhidrat pada Vornex), Anestetik Lokal
(dalam gel pelumas Cathejeli). Imsomnia
smentara & jangka pendek. Semua manifestasi alergi. |
MAKANISME
KERJA |
Farmakodinamik
: seperti AH1 resptor klasik (Etanolamin) Farmakokinetik
: Absorpsi 72%, Ikatan Protein plasma ± 80%, t1/2 6-9 jam, Eliminasi 50%
tak berubah di ginjal, sisanya dimetabolisme pada pH<6 tidak ada lagi
absorpsi kembali. |
DOSIS |
1-2
tab sebelum tidur |
KONTRAINDIKASI |
Laktasi |
EFEK
SAMPING |
Angguan
GI, reaksi alergi. |
INTERAKSI
OBAT |
Alkohol,
MAOI, obat yang menekan fungsi SSP. |
Chlorpheniramine Maleate (Orphen)
INDIKASI |
Hay
Fever, Urtikaria, Asma Brokial, Rinitis Alrgi & Reaksi Alergi Lain. |
DOSIS |
Dws
1 kapl 3-4 x/hr Anak-anak
6-12thn ½ kapl 3-4 x/hr 2-6
thn ¼ kapl 3-4 x/hr. |
KONTRAINDIKASI |
Infeksi
sal. Napas bawah. Bayi premature atau baru lahir. |
EFEK
SAMPING |
Sedasi,
ggn GI, efek antimuskarinik, hipotensi, kelemahan otot, tinnitus, euphoria,
sakit kepala. Stimulasi SSP, reaksi alergi, ggn darah. |
INTERAKSI
OBAT |
Alkohol,
MAOI, obat yang menekan fungsi SSP depresan, antikolinergik. |
2. Obat
Generasi Kedua
Obat
generasi kedua merupakan antihistamin non sedative yang dikembangkan untuk
mengeliminasi efek samping sedasi dari obat generasi pertama. Obat ini
berukuran besar dan tidak bersifat lipofilik sehingga tidak menembus BBB.
Dengan begitu, efek ke sistem saraf pusatnya lebih kecil. Dibandingkan generasi
1, obat ini memiliki durasi kerja yang lebih lama dan memiliki spesifisitas
reseptor H1 dan atau H2 untuk menekan efek histamin.
Fexofenadine
(Telfast), Loratadine (Lisino), Setrizin (Zyrtec)
INDIKASI |
Fexofenadine
(Telfast), Loratadine (Lisino) :hay fever, penyakit alergi kulit (biduran,
alergi matahari). Setrizin
(Zyrtec) : pengobatan simtomatik penyakit alergi (urtikaria, hey fever). |
MAKANISME
KERJA |
Farmakodinamik
: Fexofenadine
(Telfast), Loratadine (Lisino) : antagonis H1-reseptor nonsedatif, kompetitif
dan selektif (Alkilamin), Loratadine
juga menstabilkan membrane sel-sel mast, Strisin
: efek penghambat migrasi eosinofil, menghambat pembebasan mediator pada
reaksi antigen-antibodi, hambatan aktivasi trombosit yang diperantarai oleh
IgE (antiinflamasi). Farmakokinetik
: Feksofenadine; - Absorpsi
: Cepat, Lengkap. - IPP
: 60-70%. - T1/2 :
11-15 jam. - Eliminasi
: ginjal. Loratadine
; - Absorpsi
: Cepat, Lengkap. - IPP
: 97-99 % (73-76%). - T1/2 :
15 jam (19 jam). - Eliminasi
: ginjal 24 jam ( ̴40%
di ginjal). Setrizin
; - Absorpsi
: Cepat, hampir Lengkap. - IPP
: 93%. - T1/2 :
8-11 jam. - Eliminasi
: tak berubah di ginjal, hanya 10% di feses. |
EFEK
SAMPING |
Feksofenadin
: nyeri kepala dan kantuk. Loratadine
: hanya pada overdosis menyebabkan sedasi lemah, kadang-kadang mulut kering,
aritmia. Setrizin
: jarang sekali nyeri kepala, vertigo, mulut kering, keliuhan
gastrointestinal. |
KONTRAINDIKASI |
Feksofenadin
: Kehamilan, masa menyusui. Loratadin
: anak-anak dibawah umur 12 thn. Setrizin
: Penyakit ginjal berat, hipersensitivitas, Kehamilan, masa menyusui,
anak-anak dibawah umur 12 thn. |
INTERAKSI |
Feksifenadine
: pemberian bersama-sama Eritromisin atau Ketokonazol manaikkan kadar plasma
Feksofenadine sekitar 2-3 kali lipat. Loratadine
; Simetidine; penundaan awal kerja pada pemberian bersama makanan. |
ALLOHEX
KOMPOSISI |
-Tiap
tablet mengandung: Loratadine micronized 10 mg -Etilalkohol
2 % |
INDIKASI |
-
Mengurangi gejala-gejala yang berkaitan dengan rhinitis alergik, seperti
bersin-bersin, pilek, rasa gatal pada hidung serta rasa gatal dan terbakar
pada mata. -
Mengurangi gejala-gejala dengan tanda-tanda urtikaria kronik serta penyakit
dermatologik alergi lain. |
KONTRA
INDIKASI |
Pasien
yang menunjukkan hipersensitif atau idiosinkrasi terhadap
komponen-komponennya. |
EFEK
SAMPING |
-
Loratadine tidak memperlihatkan efek sedatif yang secara klinis bermakna pada
pemberian dosis 10 mg sehari. -
Efek samping yang dilaporkan : lelah, sakit kepala, somnolensi, mulut kering,
gangguan pencernaan, nausea, gastritis dan gejala alergi yang menyerupai
ruam. -
Pernah dilaporkan terjadinya alopesia, anafilaksis, fungsi hati abnormal dan
takiaritmia supra ventrikuler walaupun jarang. |
PERINGATAN
DAN PERHATIAN |
-
Pasien deng an gangguan hati berat harus diberi- kan dosis per- mulaan yang
lebih rendah, karena hal ini kemungkinan dapat mengu- rangi bersihan
Loratadine, dianjurkan dosis awal 5 mg sehari/ 10 mg setiap 2 hari. -
Khasiat dan keamanan penggunaan Loratadine pada anak-anak usia dibawah 2
tahun belum ditetapkan. -
Keamanan pemakaian Loratadine selama keha- milan belum ditetapkan, hanya
diberi- kan bila poten si manfaat lebih besar dari potensi resiko terhada p
janin. Hati-hati
bila diberikan pada wanita yang sedang menyu sui, karena Loratadine
diekskresikan dalam air susu ibu. |
INTERAKSI
OBAT |
-
Bila diberikan bersama-sama dengan alkohol, Loratadine tidak memiliki efek
potensiasi seperti yang diukur dengan penelitian penampilan psikomotor. -
Pernah dilapor kan peningkata n kadar Loratadi ne dalam plasm a setelah pema-
kaian bersama-sama ketokona- zol, eritromisin atau simetidin pada penelitian
klinik terkendali, tetapi tidak ada perubahan klinis yang bermakna (termasuk
elektrokardiografik). -
Pemberian antihistamin harus dihentika n 48 jam sebelu m prosedur uji kulit,
karena obat ini dapat mencegah atau mengurangi reaksi positif terhadap
indika- tor reaktivitas dermal. |
DOSIS |
-
Dewasa, usia lanjut, anak usia 12 tahun atau lebih : 1 tablet/10 mg (2 sendok
takar) sehari. -
Anak-anak usia 2 – 12 tahun : Berat badan > 30 kg : 10 mg (1 tablet atau 2
sendok takar) sehari. Berat badan 30 kg : 5 mg (1/2 tablet atau 1 sendok
takar) sehari. -
Khasiat dan keamanan penggunaan pada anak-anak usia dibawah 2 tahun belum
terbukti. |
MEKANISME
KERJA OBAT |
Farmakologi: |
CETIRIZINE10 mg Tablet Salut Selaput
PT. KIMIA FARMA JAKARTA-INDONESIA
KOMPOSISI |
Tiap
tablet salut selaput mengandung Cetirizine HCl 10 mg |
INDIKASI |
Pengobatan
perennial rinitis, alergi rinitis musiman dan kronik idiopatik urtikaria |
KONTRA
INDIKASI |
Penderita
dengan pengalaman hipersensitif pada Cetirizine. Cetirizine kontraindikasi
pada ibu menyusui karena diekskresikan melalui ASI |
EFEK
SAMPING |
Ada
beberapa laporan terjadinya efek samping ringan dan sementara, misalnya sakit
kepala, pusing, mengantuk, gelisah, kering mulut dan ketidaknyamanan pada
pencernaan. Pada beberapa individu terjadi reaksi hipersensitif, termasuk
reaksi kulit dan mungkin terjadi angiodema |
PERINGATAN
DAN PERHATIAN |
-
Penelitian dengan ukuran objektif tidak menunjukkan adanya efek cetirizine
pada fungsi kognitif, kinerja motorik atau mengantuk. Walaupun demikian,
adanya efek terhadap system syaraf pusat telah diamati pada beberapa individu
penderita, karenanya hati-hati bila mengendarai mobil atau mengoperasikan
mesin. -
Penggunaan pada kehamilan Cetirizine hanya boleh diberikan kepada wanita
hamil, bila benar-benar diperhitungkan keuntungan lebih besardari
kerugiannya. -
Hati-hati penggunaan pada penderita epilepsi. |
INTERAKSI
OBAT |
Pada
saat ini tidak ada interaksi dengan obat lain. Penelitian Diazepam dan Cetirizine
tidak memperlihatkan interaksi. Seperti pemakaian antihistamin lainnya,
disarankan untuk tidak mengkonsumsi alkohol. |
DOSIS |
-Dewasa
dan anak-anak diatas atau sampai 12tahun: 1 tablet (10 mg) perhari. -Pada
saat ini tidak cukup data klinik untuk direkomendasikan penggunaan Cetirizine
pada anak-anak di bawah atau sampai 12 tahun. -Pada
saat ini tidak ada data, yang menyarankan penurunan dosis untuk penderita
lansia. 0 Pada penderita kerusakan ginjal, dosis harus dikurangi
menjadi 1/2 tablet perhari |
MEKANISME
KERJA OBAT |
Farmakologi: Farmakokinetika: -Puncak
level darah untuk 0,3 ug/ml dicapai antara 30- 60 menit setelah pemberian
Cetirizine 10 mg - Waktu
paruh plasma kira-kira 11 jam. - Absorpsi
sangat konsisten pada semua subjek. Pengeluaran melalui ginjal 30 ml/menit
dan waktu paruh ekskresi kira-kira 9 jam -
Cetirizine terikat kuat pada protein plasma. |
I.
Contoh Obat Histamin Yang Ada Di
Apotek
Obat
Antihistamin yang terdapat dalam Daftar Obat Wajib Apotek No. 1 ialah yang
mengandung Mebhidrolin, Feniramin hidrogen maleat, dan Deksklorfeniramin
maleat. Sedangkan yang terdapat dalam Daftar Obat Wajib Apotek No. 2 ialah
Karbinoksamin.
a.
Mebhidrolin
Indikasi: Antihistamin/Alergi
Kontraindikasi: Hipertropi prostat, glaukoma, dan
serangan asma
Efek samping: Mengantuk, tremor, mulut kering,
lelah, dan reaksi hipersensitif pada kulit.
Interaksi: Obat depresan sistem saraf pusat,
alkohol, dan obat golongan antikolinergik akan meningkatkan daya kerjanya.
Obat yang tersedia:
Merek dagang Kandungan obat
Biolergy (Konimex) Kapsul, mengandung 50 mg sebagai
Mebhidrolin napadisilat.
Bufalergy (Bufa Aneka) Kapsul, mengandung 50 mg sebagai
Mebhidrolin napadisilat.
Histapan (Sanbe) Tablet, mengandung 50 mg sebagai
Mebhidrolin napadisilat.
Incidal (Bayer) Kapsul, mengandung 50 mg sebagai Mebhidrolin
napadisilat.
Incitin (Bemofarm) Tablet, mengandung 50 mg sebagai
Mebhidrolin napadisilat.
Interhistin (New Interbat) Kapsul/Tablet, mengandung 50 mg
sebagai Mebhidrolin napadisilat
Catatan: jumlah obat per pasien maksimal 20 tablet.
b.
Feniramin Hidrogen Maleat
Indikasi: Antihistamin/Alergi
Kontraindikasi: Hipertropi prostat, glaukoma, wanita
hamil dan menyusui
Efek samping: Mengantuk, gangguan saluran cerna,
jika dosis besar dapat menimbulkan halusinasi, dan agitasi pada anak kecil
Interaksi: Obat penenang, hipnotika dan
alkohol, akan memperkuat efeknya
Obat yang tersedia:
Merek dagang |
Kandungan obat |
Avil (Hoechst) |
Tablet Avil, mengandung 25 mg
sebagai |
Tablet Avil Retard, mengandung 50
mg |
|
Bernohist (Bernofarm) |
Tablet, mengandung 50 mg sebagai |
Catatan: Jumlah obat per pasien maksimal 20 tablet biasa
atau 3 tablet lepas lambat.
c.
Dimetinden Maleat
Indikasi: Antihistamin/Alergi
Kontraindikasi: Menjalankan mesin atau kendaraan
bermotor
Efek samping: Sedasi
Interaksi: Obat hipnotika, sedativa dan
alkohol, akan memperkuat efeknya
Obat yang tersedia:
Merek dagang |
Kandungan obat |
Fenistil (Ciba) |
Tablet, mengandung 25 mg sebagai
Dimetinden maleat. |
Catatan: Jumlah obat per pasien
maksimal 20 tablet.
d.
Astemizol
Indikasi: Antihistamin/Alergi.
Kontraindikasi: Hati‑hati pada wanita hamil
Efek samping: Nafsu makan bertambah, berat badan
bertambah, dan sedikit sedatif.
Obat yang tersedia :
Merek dagang Kandungan obat
Hisminal (Janssen) Tablet, mengandung Astemizol 10 mg.
Hispral (Prafa) Tablet, mengandung Astemizol 10 mg.
Sirop, tiap 5 ml mengandung Astemizol 5 mg.
Lapihis (Lapi) Tablet, mengandung Astemizol 10 mg.
Scantihis (Tempo Scan Pacific) Tablet, mengandung Astemiizol
10 mg.
Sirop, tiap 5 ml mengandung Astemizol 5 mg
Sines (Guardian Pharm) Tablet, mengandung Astemizol 10 mg
Catatan: jumlah obat per pasien maksimal 20 tablet
e.
Oksomemazin
Interaksi: Alkohol akan memperkuat efeknya.
Indikasi: Antihistamin/Alergi
Kontraindikasi: Menjalankan mesin dan mengemudikan
kendaraan bermotor
Efek samping: Mengantuk, mual, muntah, diare atau
konstipasi, sakit kepala, dan mungkin juga penglihatan kabur.
Obat yang tersedia:
Merek dagang Kandungan obat
Doxergan (Rhone‑Poulenc) Tablet, mengandung Oksomemazin 10
mg.
Sirop, tiap 5 ml mengandung Oksomemazin 5 mg
Catatan: Jumlah obat per pasien maksimal 20 tablet
f.
Homoklorsiklizin
Indikasi: Antihistamin/Alergi
Kontraindikasi: Serangan asma akut dan tidak
digunakan pada bayi. Selain itu hati‑hati pada penderita glaukoma dan
hipertropi prostat.
Efek samping: Mengantuk, sedatif, gangguan saluran
cerna, mulut kering, penglihatan kabur, dan reaksi alergi.
Interaksi: Obat depresan sistem saraf pusat,
antikolinergik dan alkohol, akan memperkuat efeknya.
Obat yang tersedia:
Merek
dagang |
Kandungan
obat |
Homoclomin
(Eisai) |
Tablet,
mengandung Homoklorsiklizin HCI 10 mg |
Catatan: Jumlah obat per pasien
maksimal 20 tablet
g.
Deksklorfeniramin Maleat
Indikasi: Antihistamin/Alergi
Kontraindikasi: Serangan asma akut dan tidak
digunakan pada bayi
Efek samping: Mengantuk, urtikaria, shok
anafilaktik, fotosensitif, mulut kering, dan gangguan saluran cema.
Interaksi: Alkohol, obat depresan golongan
trisiklik, barbiturat, dan depresan sistem saraf pusat, akan memperkuat efek
sedatif. Dan obat golongan MAO inhibitor, akan memperkuat dan memperpanjang
efeknya
Obat
yang tersedia:
Merek dagang |
Kandungan obat |
Bufaramin (Bufa Aneka) |
Kapsul, mengandung 2 mg sebagai
Deksklorfeniramin maleat. |
Polamec (Mecosin) |
Tablet, mengandung 2 mg sebagai
Deksklorfeniramin maleat. |
Polaramine (Schering) |
Tablet, mengandung 2 mg sebagai Deksklorfeniramin
maleat. |
Polarist (Bemofarm) |
Tablet, mengandung 2 mg sebagai
Deksklorfeniramin maleat. |
Catatan: Jumlah obat per pasien
maksimal 20 tablet.
h.
Karbinoksamin
Indikasi: Antihistamin/Alergi.
Kontraindikasi: Menjalankan mesin dan mengemudikan kendaraan
bermotor
Efek samping: Mengantuk dan gangguan saluran cerna.
Interaksi: Obat golongan barbiturat, depresan sistem saraf
pusat, dan alkohol, akan memperkuat efek sedatifnya.
Obat yang tersedia:
Karbinoksarnin
terdapat dalam campuran, untuk rhinitis akut, sinusitis vasomotor dan alergi
rhinitis, dan demam karena alergi. Selain itu juga digunakan dalam carnpuran
obat batuk
Merek dagang |
Kandungan obat |
Nasopront (Heroic) |
Kapsul, mengandung Karbinoksamin
maleat 1 mg dan Fenilefrin HCl 20 mg |
Rhinopront (Mack) |
Kapsul, mengandung Karbinoksamin
maleat 4 mg dan Fenilefrin HCI 20 mg. |
Catatan: jumlah obat per pasien
maksimal 10 tablet/kapsul
J.
Penggunaan Umum
Menghilangkan gejala yang behubungan dengan alergi, termasuk
rinithis, urtikaria dan angiodema, dan sebagai terapi adjuvant pada reaksi
anafilaksis. Beberapa antihistamin digunakan untuk mengobati mabuk perjalanan
(dimenhidrinat dan meklizin), insomnia (difenhidramin), reaksi serupa parkinson
(difenhidramin), dan kondisi nonalergi lainnya.
Lazimnya dengan “antihistaminika” selalu dimaksud H-1
blockers. Selain bersifat antihistamin, obat-obat ini juga memiliki berbagai
khasiat lain, yakni daya antikolinergis,antiemetis dan daya menekan SSP
(sedative),dan dapat menyebabkan konstipasi, mata kering, dan penglihatan
kabur, sedangkan beberapa di antaranya memiliki efek antiserotonin dan local
anestesi (lemah). Berdasarkan efek ini, antihistaminika digunakan secara
sistemis (oral,injeksi) untuk mengobati simtomatis bermacam-macam gangguan
alergi yang disebabkan oleh pembebasan histamine. Di samping rhinitis, pollinosis
dan alergi makanan/obat, juga banyak digunakan pada sejumlah gangguan berikut:
1. Asma yang bersifat alergi, guna menanggulangi gejala
bronchokonstriksi.
Walaupun kerjanya baik, namun efek
keseluruhannya hanya rendah berhubung tidak berdaya terhadap mediator lain
(leukotrien) yang juga mengakibatkan penciutan bronchi. Ada indikasi bahwa
penggunaan dalam bentuk sediaan inhalasi menghasilkan efek yang lebih baik.
Obat-obat ketotifen dan oksatomida berkhasiat mencegah degranulasi dari
mastcells dan efektif untuk mencegah serangan.
2. Sengatan serangga khususnya tawon dan lebah, yang mengandung
a.l. histamine dan suatu enzim yang mengakibatkan pembebasannya dari mastcells.
Untuk mendapatkan hasil yang memuaskan, obat perlu diberikan segera dan
sebaiknya melalui injeksi adrenalin i.m. atau hidrokortison i.v.
3. Urticaria (kaligata, biduran). Pada umumnya bermanfaat
terhadap meningkatnya permeabilitas kapiler dan gatal-gatal, terutama zat-zat
dengan kerja antiserotonin seperti alimemazin (Nedeltran), azatadin dan
oksatomida. Khasiat antigatal mungkin berkaitan pula dengan efek sedative dan
efek anestesi local.
4. Stimulasi nafsu makan. Untuk menstimulasi nafsu makan dan
dengan demikian menaikkan berat badan, yakni siproheptadin ( dan turunannya
pizotifen) dan oksatomida. Semua zat ini berdaya antiserotonin.
5. Sebagai sedativum berdasarkan dayanya menekan SSP, khususnya
prometazin dan difenhidramin serta turunannya. Obat-obat ini juga berkhasiat
meredakan rangsangan batuk, sehingga banyak digunakan dalam sediaan obat batuk
popular.
6. Penyakit Parkinson berdasarkan daya antikolinergisnya,
khususnya difenhidramin dan turunan 4-metilnya (orfenadrin) yang juga
berkhasiat spasmolitis.
7. Mabuk jalan dan Pusing (vertigo) berdasarkan efek
antiemetisnya yang juga berkaitan dengan khasiat antikolinergis, terutama
siklizin,meklizin dan dimenhidrinat, sedangkan sinarizin terutama digunakan
pada vertigo.
8.Shock anafilaksis di samping pemberian
adrenalin dan kortikosteroid. selain itu, antihistaminika banyak digunakan
dalam sediaan kombinasi untuk selesma dan flu.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Alergi merupakan suatu reaksi abnormal yang terjadi di tubuh akibat
masuknya suatu zat asing. Saat alergen masuk ke dalam tubuh, sistem imunitas
atau kekebalan tubuh bereaksi secara berlebihan dengan membuat antibodi yang
disebut Imunoglobulin E. Imunoglobulin E tersebut kemudian menempel pada sel
mast. Pada tahap berikutnya, alergen akan mengikat Imunoglobulin E yang sudah
menempel pada sel mast. Ikatan tersebut memicu pelepasan senyawa Histamin dalam
darah. Peningkatan Histamin menstimulasi rasa gatal melalui mediasi ujung saraf
sensorik. Senyawa Histamin yang teramat banyak juga bisa disebabkan oleh stress
dan depresi.
Pengobatan gatal-gatal karena alergi dilakukan dengan jalan pemberian obat antihistamin
yang banyak dijual secara bebas. Sesungguhnya pemakaian obat antihistamin hanya
menghilangkan gejala alergi dan menghindari serangan yang lebih besar di masa
mendatang, tidak menyembuhkan alergi.
B.
Saran
Sebaiknya,
alergi dapat dihindari dengan cara-cara berikut ini.
1.
Hindari pemicu alergi, misalnya
makanan atau obat. Cari tahu komposisi atau kandungan makanan atau obat.
Biasakan membaca label yang tertera di luar kemasan.
2.
Jika anak Anda alergi makanan
tertentu, kenalkan jenis makanan baru dalam porsi kecil sehingga Anda dapat mengetahui
reaksi alerginya.
3.
Penderita alergi sebaiknya selalu
membawa kartu atau daftar
jenis alergi atau alergen yang dideritanya. Simpan dalam dompet untuk
keadaan darurat.
4.
Selalu bawa obat anti alergi sesuai
rekomendasi dokter Anda.
DAFTAR
PUSTAKA
Anang Endaryanto, Ariyanto Harsono, Prospek Probiotik dalam pencegahan alergi
melalui induksi aktif toleransi imunologis: Divisi Alergi Imunologi: Bagian/SMF Ilmu Kesehatan Anak FK-Unair/RSU Dr.Soetomo Surabaya
Baratawidjaja, Karnen G. 2006. Imunologi Dasar
Edisi Ke Tujuh. Jakarta: Balai Penerbit FKUI.
Brooks, Geo F. Butel, Janet S. Morse, Stephen A. 2005.
Mikrobiologi Kedokteran Edisi 21. Jakarta: Salemba Medika.
Kresno, Siti Boedina. 2001. Imunologi : Diagnosis dan Prosedur Laboratorium. Jakarta: FKUI
Budi, Imam. 2008. Pemakaian
Antihistamin Pada Anak : FK-USU.
Rengganis, Iris. Yunihastuti, Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi IV. Jakarta: Pusat
Penerbitan Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI.
Tan, Hoan Tjai. Obat-obat Penting. 2007.Jakarta: PT.
Gramedia
Sukandar, Elin Yulinah, ISO Farmakoterapi. 2008.
Jakarta: PT. ISFI
No comments:
Post a Comment