DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR............................................................................................ .........
DAFTAR ISI.....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN....................................................................................... .........
BAB II PEMBAHASAN..................................................................................................
BAB III PENUTUP................................................................................................. .........
DAFTAR PUSTAKA.........................................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Semenjak awal the founding father sudah merumuskan sistem ekonomi
sebagai salah satu subtansi konstitusi yang amat penting. Terlihat bagaimana
cemerlangnya rumusan sistem ekonomi yang kemudian tertuang dalam ketentuan
pasal 33 UUD 1945, sebagai suatu sistem yang memadukan kearifan lokal budaya
bangsa sehingga norma itu begitu visioner dan amat maju.
Namun, sesuai dengan logika konstitusi yang memang hanya mengatur
pokok-pokok kaidah negara yang fundamental belaka, maka ketentuan pasal 33 itu
pada aspek yang lain juga abstrak dan secara ilmiah amat mungkin menimbulkan
perbedaan penafsiran sehingga pengewajantahannya dalam subsistem kehidupan
bernegara begitu berbeda dari satu waktu ke waktu berkutnya. Puncak dari
rupa-rupa tafsir itu terdokumentasi pada saat muncul perdebatan apakah
ketentuan pasal 33 UUD 1945 itu perlu diubah atau tidak dalam konteks reformasi
konstitusi.
Salah satu pemicu perdebatan itu kemudian dikaitkan dengan watak
dasar norma dalam pasal 33 UUD 1945 yang dianggap sudah tidak sesuai dengan
perkembangan zaman dimana perekonomian dunia, termasuk Indonesia sudah begitu
rupa terintegrasi dalam konfigurasi global, bahkan mengarah kepada sifat
depedensi satu negara dengan negara lain.
Ditengah-tengah menata tata kehidupan bangsa semenjak reformasi
nasional 1998, kompleksitas problema politik domestik, dan kebutuhan mencari
format pembangunan yang tepat, maka persoalan itu menjadi kebutuhan paling
mendasar untuk dipecahkan. Bagaimanakah kedudukan hukum dalam konteks sistem
ekonomi yang cenderung terintegrasi secara global?
Dalam sejarah, Indonesia pernah terjebak dalam memposisikan hukum
dalam konteks sebagai alat pembangunan semata, terutama pada masa Orde Baru,
yang memamng orientasi kebijakan ekonomi adalah pada pertumbuhan ekonomi tinggi
untuk memancing devisa yang bercengkrama erat dengan tatanan politik yang amat
menonjolkan stabilitas dan ketertiban represif. Pada aras ini, hukum akhirnya
terperangkap menjadi media untuk memberikan jutifikasi kebijakan negara tanpa
koreksi, termasuk dalam pengaturan dibidang ekonomi yang sebenarnya amat
responsive, tetapi terjebak ke dalam perangkap kapitalisme semu yang
menguntungkan pihak-pihak yang dekat dengan kekuasaan.
Setelah reformasi nasional, hukum terombang-ambing dalam jalinan
kelindan dengan kebutuhan legitimasi keadilan atau sebagai sarana rekayasa
perubahan. Tentu posisi serupa ini, yang hingga sekarang masih berlansung,
tidak bisa dibiarkan terus menerus. Kontektualisasi hukum ekonomi sebagai
panglima, menuntut mekanisme yang integral dan tahapan yang runut. Ia harus
menjadi obor penerang untuk menterjemahkan semangat konstitusi sekaligus
menjadi cahaya pemandu bagi kebijakan ekonomi agar mampu mendorong pertumbuhan.
Namun pada waktu yang sama juga harus mengayomi dan memayungi bagi isu-isu
pemerataan, pengentasan kemiskinan dan pemihakan pada sector ekonomi
kerakyatan.
Faktor utama bagi hukum untuk dapat berperan dalam pembangunan
ekonomi adalah apakah hukum mampu menciptakan stability, predictability dan
fairness. Dua hal yang pertama adalah prasyarat bagi sistem ekonomi apa saja
untuk berfungsi. Termasuk dalam fungsi stability adalah potensi hukum
menyeimbangkan dan mengakomodasi kepentingan yang saling bersaing. Kebutuhan
fungsi hukum untuk dapat meramalkan (predictability) akibat dari suatu
langkah-langkah yang diambil khususnya penting bagi negeri yang sebagian besar
rakyatnya untuk pertama kali memasuki hubungan-gubungan ekonomi yang
tradisional. Aspek keadilan (fairness), seperti perlakuan yang sama dan standar
pola tingkah laku pemerintah adalah perlu untuk menjaga mekanisme pasar dan
mencegah birokrasi yang berlebihan.
Fenomena globalisasi ekonomi berkembang sedemikian kuat dan cepatnya
sehingga memaksa negara-negara didunia duduk berunding untuk memperbaiki
norma-norma aturan global dibidang perdagangan antarnegara. Kecendrungan
demikian ini pada saatnya membentuk suatu norma yang sangat kuat dan mengatasi
sistem hukum dan konstitusi yang berlaku dan mengikat di masing-masing negara
anggota. Globalisasi itu mendorong muncul dan berkembangnya regionalisme
ekonomi yang pada gilirannya memerlukan pola-pola pengaturan baru dalam
hubungan antar negara. Sehingga memaksa pemerintah untuk mengeluarkan
kebijakan-kebijakan ekonomi yang terkadang tidak sesuai dengan dengan
nilai-nilai yang telah diamanatkan oleh konstitusi.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Hukum di Indonesia
Pengertian Hukum mengandung makna yang luas meliputi semua peraturan
.Para ahli sarjana hukum memberikan pengertian hukum dengan melihat dari
berbagai sudut yang berlainan dan titik beratnya,Contohnya:
- Menurut Van Kan : Hukum merupakan keseluruhan peraturan hidup
yang bersifat memaksa untuk melindungi kepentingan manusia didalam
masyarakat
- Menurut Utrecht : Hukum merupakan himpunan petunjuk hidup -
perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat
yang seharusnya ditaati oleh seluruh anggota masyarakat oleh karena itu
pelanggaran petunjuk hidup tersebut dapat menimbulkan tindakan oleh
pemerintah/penguasa itu.
- Menurut Wiryono Kusumo
Kita dapat menyimpulkan,bahwa hukum mempunyai tugas untuk menjamin
adanya kepastian hukum dalam masyarakat.Sumber – sumber hukum dapat kita tinjau
dari :
- Sumber – sumber hukum material
- Sumber – sumber hukum formal antara lain ialah :
a. Undang – undang ( statute )
b. Kebiasaan ( costum )
c. Keputusan – keputusan hakim ( Jurisprudentie )
d. Traktat ( treaty )
e. Pendapat sarjana hukum ( doktrin )
- Menurut Edward Jenk, bahwa terdapat 3 sumber hukum yang biasa
ia sebutdengan istilah “forms of law” yaitu :
a. Statutory
b. Judiciary
c. Literaty
- Menurut G.W. Keeton, sumber hukum terbagi atas :
a. Binding sources ( formal ) yang terdiri :
·
Custom
·
Legislation
·
Judical precedents
b. Persuasive sources ( materil ) yang terdiri :
·
Principles of morality or
equity
·
Professional opinion
Kodifikasi Hukum ialah pembukuan jenis – jenis hukum tertentu dalam
kitab undang – undang secara sistematis dan lengkap.Ditinjau dari segi
bentuknya,hukum dapat dibedakan atas :
- Hukum tertulis ( statute law, written law )
- Hukum tak tertulis ( unstatutery law, unwritten law )
Kaidah atau Norma dalam pergaulan hidup manusia diatur oleh berbagai
macam kaidah yang tujuannya untuk menciptakan kehidupan yang lebih aman dan
tertib.
Contoh Jenis &
Macam Norma :
- Norma Sopan Santun
- Agama
- Hukum
Hukum Ekonomi
adalah suatu hubungan sebab akibat atau pertalian peristiwa ekonomi yang saling
berhubungan satu dengan yang lain dalam kehidupan ekonomi sehari–hari dalam
masyarakat.Lahirnya hukum ekonomi disebabkan oleh semakin pesatnya pertumbuhan
dan perkembangan perekonomian.
- Ekonomi di Indonesia
Ekonomi merupakan salah satu ilmu sosial yang mempelajari aktivitas
manusia yang berhubungan dengan produksi, distribusi, pertukaran, dan konsumsi
barang dan jasa. Istilah "ekonomi" sendiri berasal dari kata Yunani οἶκος (oikos) yang berarti "keluarga, rumah tangga" dan
νόμος (nomos), atau "peraturan, aturan, hukum," dan secara garis
besar diartikan sebagai "aturan rumah tangga" atau "manajemen
rumah tangga." Sementara yang dimaksud dengan ahli ekonomi atau ekonom
adalah orang menggunakan konsep ekonomi dan data dalam bekerja.
Manusia sebagai makhluk sosial dan Makhluk ekonomi
Manusia sebagai makhluk sosial dan makhluk ekonomi pada dasarnya
selalu menghadapi masalah ekonomi. Inti dari masalah ekonomi yang dihadapi
manusia adalah kenyataan bahwa kebutuhan manusia jumlahnya tidak terbatas,
sedangkan alat pemuas kebutuhan manusia jumlahnya terbatas. Beberapa faktor
yang mempengaruhi sehingga jumlah kebutuhan seseorang berbeda dengan jumlah
kebutuhan orang lain:
- Faktor Ekonomi
- Faktor Lingkungan Sosial Budaya
- Faktor Fisik
- Faktor Pendidikan
2.2
Tindakan , Motif , dan Prinsip Ekonomi
- Tindakan Ekonomi
Tindakan ekonomi adalah setiap usaha manusia yang dilandasi oleh
pilihan yang paling baik dan paling menguntungkan. misalnya: Ibu memasak dengan
kayu bakar karena harga minyak tanah sangat mahal. Tindakan ekonomi terdiri
atas dua aspek, yaitu :
- Tindakan ekonomi Rasional, setiap usaha manusia yang dilandasi
oleh pilihan yang paling menguntungkan dan kenyataannya demikian.
- Tindakan ekonomi Irrasional, setiap usaha manusia yang
dilandasi oleh pilihan yang paling menguntungkan namun kenyataannya tidak
demikian.
- Motif Ekonomi
Motif ekonomi adalah alasan ataupun tujuan seseorang sehingga
seseorang itu melakukan tindakan ekonomi. Motif ekonomi terbagi dalam dua
aspek:
- Motif Intrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk
melakukan tidakan ekonomi atas kemauan sendiri.
- Motif ekstrinsik, disebut sebagai suatu keinginan untuk
melakukan tidakan ekonomi atas dorongan orang lain.
Pada prakteknya
terdapat beberapa macam motif ekonomi:
• Motif memenuhi
kebutuhan
• Motif memperoleh
keuntungan
• Motif memperoleh
penghargaan
• Motif memperoleh
kekuasaan
• Motif sosial /
menolong sesama
- Prinsip Ekonomi
Prinsip ekonomi merupakan pedoman untuk melakukan tindakan ekonomi
yang didalamnya terkandung asas dengan pengorbanan tertentu diperoleh hasil
yang maksimal.
2.3
Sistem perekonomian
Sistem perekonomian adalah sistem yang digunakan oleh suatu negara
untuk mengalokasikan sumber daya yang dimilikinya baik kepada individu maupun
organisasi di negara tersebut. Perbedaan mendasar antara sebuah sistem ekonomi
dengan sistem ekonomi lainnya adalah bagaimana cara sistem itu mengatur faktor
produksinya. Dalam beberapa sistem, seorang individu boleh memiliki semua
faktor produksi. Sementara dalam sistem lainnya, semua faktor tersebut di pegang
oleh pemerintah. Kebanyakan sistem ekonomi di dunia berada di antara dua sistem
ekstrim tersebut.
Selain faktor produksi, sistem ekonomi juga dapat dibedakan dari
cara sistem tersebut mengatur produksi dan alokasi. Sebuah perekonomian
terencana (planned economies) memberikan hak kepada pemerintah untuk mengatur
faktor-faktor produksi dan alokasi hasil produksi. Sementara pada perekonomian
pasar (market economic), pasar lah yang mengatur faktor-faktor produksi dan
alokasi barang dan jasa melalui penawaran dan permintaan.
2.4
Perekonomian terencana
Ada dua bentuk utama perekonomian terencana, yaitu komunisme dan
sosialisme. Sebagai wujud pemikiran Karl Marx, komunisme adalah sistem yang
mengharuskan pemerintah memiliki dan menggunakan seluruh faktor produksi.
Namun, lanjutnya, kepemilikan pemerintah atas faktor-faktor produksi tersebut
hanyalah sementara; Ketika perekonomian masyarakat dianggap telah matang,
pemerintah harus memberikan hak atas faktor-faktor produksi itu kepada para
buruh. Uni Soviet dan banyak negara Eropa Timur lainnya menggunakan sistem
ekonomi ini hingga akhir abad ke-20. Namun saat ini, hanya Kuba, Korea Utara,
Vietnam, dan RRC yang menggunakan sistem ini. Negara-negara itu pun tidak
sepenuhnya mengatur faktor produksi. China, misalnya, mulai melonggarkan
peraturan dan memperbolehkan perusahaan swasta mengontrol faktor produksinya
sendiri.
2.5
Perekonomian pasar
Perekonomian pasar bergantung pada kapitalisme dan liberalisme untuk
menciptakan sebuah lingkungan di mana produsen dan konsumen bebas menjual dan
membeli barang yang mereka inginkan (dalam batas-batas tertentu). Sebagai
akibatnya, barang yang diproduksi dan harga yang berlaku ditentukan oleh
mekanisme penawaran-permintaan.
2.6
Perekonomian pasar campuran
Perekonomian pasar campuran atau mixed market economies adalah
gabungan antara sistem perekonomian pasar dan terencana. Menurut Griffin, tidak
ada satu negara pun di dunia ini yang benar-benar melaksanakan perekonomian
pasar atau pun terencana, bahkan negara seperti Amerika Serikat. Meskipun
dikenal sangat bebas, pemerintah Amerika Serikat tetap mengeluarkan beberapa
peraturan yang membatasi kegiatan ekonomi. Misalnya larangan untuk menjual
barang-barang tertentu untuk anak di bawah umur, pengontrolan iklan
(advertising), dan lain-lain. Begitu pula dengan negara-negara perekonomian
terencana. Saat ini, banyak negara-negara Blok Timur yang telah melakukan
privatisasi—pengubahan status perusahaaan pemerintah menjadi perusahaan swasta.
2.5
Kaitan Hukum Dalam Ekonomi Indonesia
- Politik Hukum Ekonomi Didalam Konstitusi.
Undang-Undang dasar negara modren dewasa ini cenderung tidak hanya
terbatas sebagai dokumen politik, tetapi juga dokumen ekonomi yang
setidak-tidaknya mempengaruhi dinamika perkembangan perekonomian suatu negara.
Karena itu, konstitusi modren dapat dilihat sebagai konstitusi politik, sosial,
ataupun sebagai ekonomi. Memang ada konstitusi yang tidak secara lansung dapat
disebut sebagai konstitusi ekonomi, karena tidak mengatur secara eksplisit
prinsip-prinsip kebijakan ekonomi. Konstitusi negara-negara liberal seperti
Amerika Serikat, Australia, Kanada, Jepang dan sebagainya dapat disebut hanya
konstitusi politik. Namun didalam konstitusi negara liberal tersebut, ketentuan
mengenai moneter, anggaran (budget), fiscal, perbankan dan pemeriksaan keuangan
tetap diatur, yang pada gilirannya juga memengaruhi dinamika perekonomian
negara bersangkutan.
Kebijakan-kebijakan tersebut lebih terkait dengan sistem
administrasi negara daripada persoalan sistem ekonomi secara lansung.
Konstitusi negara-negara ini mungkin lebih tepat disebut konstitusi ekonomi
secara tidak lansung. Sedangkan konstitusi ekonomi secara lansung disebut
konstitusi ekonomi adalah kosntitusi yang mengatur mengenai pilihan-pilihan
kebijakan ekonomi dan anutan prinsip-prinsip tertentu di bidang hak-hak ekonomi
(economic rights).
Jika corak konstitusi tersebut diukur dari ketentuan-ketentuan
mengeanai kebijakan perekonomian seperti yang diatur dalam Pasal 33 UUD 1945,
maka dapat dikatakan bahwa UUD 1945 merupakan satu-satunya dokumen hukum
Indonesia yang dapat disebut sebagai konstitusi ekonomi. Pasal 33 menentukan:
- Perekonomian disusun sebagai usaha bersama beradasarkan atas
asas kekeluargaan. cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara.
- Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya
dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran
rakyat.
Secara normatif, ketentuan pasal 33 UUD 195 merupakan politik hukum
ekonomi Indonesia, sebab mengatur tentang prinsip-prinsip dasar dalam
menjalankan roda perekonomian. Pada Pasal 33 Ayat (1), menyebutkan bahwa
perekonomian nasional disusun sebagai usaha bersama berdasarkan asas
kekeluargaan. Asas ini dapat dipandang sebagai sebagai asas bersama (kolektif)
yang bermakna dalam kontek sekarang yaitu persaudaraan, humanisme dan
kemanusiaan. Artinya ekonomi tidak dipandang sebagai wujud sistem persaingan
liberal ala barat, tetapi ada nuansa moral dan kebersamaannya, sebagai refleksi
tanggung jawab sosial. Bentuk yang ideal terlihat seperti wujud sistem ekonomi
pasar sosial (social market economy). Pasal ini dianggap dari ekonomi
kerakyatan.
Pada Pasal 33 ayat (2) dan ayat (3), menunjukkan bahwa negara masih
mempunyai peranan dalam perekonomian. Peranan itu ada dua macam, yaitu sebagai
regulator dan sebagai aktor. Ayat (2) menekankan peranan negara sebagai aktor
yang berupa Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Peranan negara sebagai regulator
tidak dijelaskan dalam rumusan yang ada, kecuali jika istilah “dikuasai” diinterpretasikan
sebagai “diatur” tetapi yang diatur disini adalah sumber daya alam yang
diarahkan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.
Sumber daya strategis meliputi sumber daya manusia, sumber daya alam
dan sumber daya buatan keseluruhannya telah diatur oleh konstitusi Pasal 33 UUD
1945 didalamnya tercantum demokrasi ekonomi. Produksi dikerjakan oleh semua
untuk semua dibawah pimpinan dan pemilihan anggota-anggota masyarakat.
Kemakmuran masyarakatlah yang diutamakan, bukan kemakmuran seorang-seorang.
Sebab itu perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan atas asas
kekeluargaan bangsa. Perusahaan yang sesuai dengan itu adalah koperasi.
Perekonomian berdasarkan atas demokrasi ekonomi, kemakmuran bagi semua orang.
Sebab itu cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai
hajat hidup orang banyak harus dikuasai oleh negara. Kalau tidak, tampuk
produksi jatuh ketangan orang-orang yeng berkuasa dan rakyat banyak ditindas.
Sistem ekonomi yang berlaku di Indonesia ialah sistem ekonomi pancasila.
Menurut Mubyarto, ciri-ciri sistem ekonomi pancasila adalah sebagai berikut:
- Roda kegiatan ekonomi digerakkan oleh ransangan-ransangan
ekonomi, sosial dan moral.
- Ada tekad kuat seluruh bangsa untuk mewujudkan kemerataan
sosial.
- Ada nasionalisasi ekonomi.
- Koperasi merupakan sokoguru ekonomi nasional.
- Ada keseimbangan yang selaras, serasi, dan seimbang dari
perencanaan ekonomi dan pelaksanaannya didaerah.
Dalam model pembangunan ekonomi yang menempatkan manusia sebagai
titi sentralnya, sasaran penciptaan peluang kerja dan partisipasi rakyat dalam
arti seluas-luasnya perlu mendapatkan perhatian utama. Ini berarti bahwa dalam
penyusunan rencana-rencana pembangunan, setiap kebijakan, program,
proyek-proyeknya berisi komponen-komponen kuantitatif dalam sasaran-sasaran
peluang kerja, peluang berusaha dan partisipasi rakyat tersebut, lengkap dengan
tolak ukur dan cara-cara menilainya.
- Politik Hukum Ekonomi Didalam Konstitusi Menghadapi Era
Globalisasi.
Salah satu masalah serius yang dihadapi dalam pembangunan ekonomi di
Indonesia adalah mempraktekkan kerangka hukum dan kostitusi dalam pengembangan
kebijakan-kebijakan perekonomian. Selama ini, persoalan tersebut dianggap tidak
penting mengingat praktek penyelenggaraan ekonomi sejak kemerdekaan telah
berjalan mengikuti arus logika pembangunan ekonomi yang berkembang atas dasar
pengalaman empiris dilapangan atau teori-teori dan kisah-kisah sukses di
negara-negara lain yang dipandang layak dijadikan contoh. Sulit membayangkan
bahwa konstitusi harus diajdikan acuan subtantif dalam setiap kebijakan resmi
dalam proses pembangunan ekonomi. Apalagi kenyataan dizaman sekarang menuntut
semua bangsa akrab bergaul dengan sistem ekonomi pasar yang diidialkan bersifat
bebas dan terbuka. Tidak eksklusif. Liberalisasi perdagangan dan globalisasi
ekonomi sudah menjadi kenyataan yang tidak dapat di hindarkan.
Dalam keadaan demikian, memang sulit dibayangkan bahwa penyusunan
kebijakan ekonomi harus tunduk kepada logika normatif yang sempit sebagaimana
telah disepakati dalam rumusan undang-undang dasar yang tertulis.
Sebaik-baiknya rumusan konstitusi sebagai sumber kebijakan tertinggi tidak
dapat mengikuti dengan gesit dan luwes perubahan-perubahan dinamis yang terjadi
dipasar ekonomi global maupun lokal yang bergerak cepat setiap hari. Karena
itu, kebiasaan untuk menjadikan konstitusi sebagai rujukan dalam penyusunan
kebijakan ekonomi dapat dikatakan sangat minim. Hal itu terjadi disemua negara
demokrasi. Pengaturan kebijakan ekonomi secara ketat dalam konstitusi merupakan
fenomena negara-negara sosialis-komunis yang terbukti tidak berhasil memenuhi
hasrat warga negara untuk bebas, baik secara politik maupun ekonomi.
Indonesia sebagai negara yang bukan komunis, juga berusaha
mengadopsi beberapa prinsip yang dipraktekkan terutama dinegara-negara eropa
timur, yaitu dengan mengatur prinsip-prinsip dasar kebijakan ekonomi dalam bab
XIV UUD 1945 tentang perekonomian Nasional dan Kesejahteraan Sosial. Namun
kemudian, kalaupun disadari dan dalam praktek memang dijadikan acuan, biasanya,
ketentuan-ketentuan undang-undang dasar itu hanya dijadikan rujukan formal,
sekedar untuk menyebut bahwa kebijakan-kebijakan ekonomi itu dikembangkan
berdasarkan UUD 1945.
Oleh beberapa ahli ekonomi, pasal yang mengatur tentang perekonomian
didalam UUD 1945 dinilai tidak sesuai lagi dengan tuntutan zaman. Pertama,
perekonomian tidak dapat lagi hanya berdasarkan kepada asas kekeluargaan,
karena didunia bisnis modern tidak dapat dihindarkan sistem pemilikan pribadi
sebagai hak asasi manusia yang juga dilindungi oleh undang-undang dasar.
Sifat-sifat kekeluargaan dari suatu bangun usaha hanya relevan jika dikaitkan
dengan koperasi sebagai bentuk-bentuk perseroan, yang berlaku adalah prinsip
“one share one vote” dengan penghargaan yang tinggi terhadap hak milik (property),
yaitu sama tingginya dengan penghargaan terhadap kebebasan (freedom). Hal ini
tercermin dalam cara pandang masyarakat modern yang sangat mengagungkan prinsip
liberty dan property.
Kemudian, cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat
hidup orang banyak memang harus dikuasi oleh negara, tetapi pengertian dikuasai
tersebut tidak dimaksudkan untuk dimiliki. Perekonomian modern menghendaki
efisiensi yang tinggi, sehingga membiar badan-badan usaha milik negara untuk
eksis selama ini justru sama dengan membiarkan berkembang inefisiensi dalam
pengelolaan sumber daya ekonomi yang justru merugikan negara dan rakyat banyak.
Lagi pula, zaman modren menghendaki adanya pemisahan yang tegas antara fungsi
regulasi dan policy maker dengan fungsi pelaku usaha. Tidak seharusnya
pemerintah yang bertanggung jawab dibidang regulasi dan pembuatan kebijakan,
terjun sendiri dalam kegiatan usaha. Karena itu, perusahaan milik negara yang
ada, justru perlu diprivatisasikan agar lebih efisien dan menjamin fairness diantara
pelaku usaha. Tidak mungkin ada fairness bagi pengusaha swasta jika instansi
menentukan kebijakan juga turut mengambil bagian sebagai pelaku usaha secara
lansung.
Dan yang terakhir, pengertian “di kuasai oleh negara” harus dipahami
tidak identik dengan “dimiliki oleh negara”. Bahkan, dikatakan bahwa pengertian
pengusaan oleh negara dalam ketentuan Pasal 33 Ayat (2) dan (3) tersebut bukan
harus diwujudkan melalui kepemilikan negara. Negara cukup berperan sebagai
regulator, bukan pelaku lansung.
BAB III
PENUTUP
- Kesimpulan
Pembangunan ekonomi harus dibarengi dengan pembangunan hukum.
Pembangunan ekonomi yang dibarengi dengan pembangunan hukum maka akan terbentuk
tatanan perekonomian yang sesuai dengan prinsip-prinsip dasar dalam
perekonomian negara. Sehingga pembangunan ekonomi bisa dirasakan oleh seluruh
masyarakat Indonesia secara merata sesuai dengan amanat Undang-Undang Dasar
1945 maupun Pancasila. Maka untuk itu diperlukan pembangunan hukum yang
progresif yang lebih menyentuh nilai-nilai keadilan yuridis, keadilan
sosiologis maupun keadilan filosofis.
Dampak dari globalisasi telah menyentuh semua sendi-sendi kehidupan
bangsa, termasuk ekonomi. Saling ketergantungan antar negara menimbulkan
norma-norma baru dalam menjalin hubungan antar negara. Dan terkadang
norma-norma tersebut selalu berbenturan dengan nilai-nilai yang terdapat
didalam sebuah konstitusi, untuk memenuhi kebutuhannya, maka mau tidak mau
dilakukan langkah-langkah berani untuk menerobos konstitusi dalam menjalin
hubungan dengan negara lain. Untuk itu diperlukan sebuah konstitusi dibidang
ekonomi yang memiliki nilai keseimbangan dan keadilan. Disatu sisi tidak
menutup diri dari dunia luar dan disisi yang lain tetap menjaga
kepentingan-kepentingan masyarakat banyak.
- Kritik dan Saran
Semoga apa yang kami paparkan di atas bisa menambah pengetahuan para
pembaca serta dapat diamalkan sebagaimana mestinya.
Sebagai seorang
manusia kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kami selalu mengharap kritik dari pembaca yang sifatnya dapat membangun dan
untuk perkembangan ilmu pengetahuan.
DAFTAR PUSTAKA
Adi Sulistiyono dan Muhammad Rustamaji, Hukum Ekonomi
Sebagai Panglima, Mas media Buana Pustaka, Sidoarjo, 2009
Erman Rajagukguk, Peranan Hukum di Indonesia, Menjaga
Persatuan, Memulihkan Ekonomi dan Memperluas Kesejahteraan Sosial, Pidato yang
disampaikan pada Dies Natalis dan Peringatan Tahun Emas Universitas Indonesia,
Kampus UI Depok, 2000
Griffin R dan Ronald Elbert. 2006. Business. New
Jersey: Pearson Education.
H.R.E. Kosasih Taruna Sepandji, Konstitusi dan
Kelembagaan Negara, Penerbit Universal, Bandung, 2000
Jimly Asshiddiqie, Konstitusi Ekonomi, Penerbit Buku
Kompas, Jakarta, Januari 2010
Mubyarto, Sistem dan Moral Ekonomi Indonesia, LP3ES,
Jakarta, 1994
No comments:
Post a Comment