BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Thalasemia berasal dari kata Yunani, yaitu
talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut
Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut
Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit
USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak
yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun.
Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau
anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya. Sebagai
sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang telah agak besar
menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan pertumbuhan, anak
menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat hepatosplenomegali
dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut tongos (rodent like
mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.
Thalassemia ternyata tidak saja terdapat di
sekitar Laut Tengah, tetapi juga di Asia Tenggara yang sering disebut sebagai
sabuk thalassemia (WHO, 1983) sebelum pertama sekali ditemui pada tahun 1925
(Lihat Gambar 2). Di Indonesia banyak dijumpai kasus thalassemia, hal ini
disebabkan oleh karena migrasi penduduk dan percampuran penduduk. Menurut
hipotesis, migrasi penduduk tersebut diperkirakan berasal dari Cina Selatan
yang dikelompokkan dalam dua periode. Kelompok migrasi pertama diduga memasuki
Indonesia sekitar 3.500 tahun yang lalu dan disebut Protomelayu (Melayu awal)
dan migrasi kedua diduga 2.000 tahun yang lalu disebut Deutromelayu (Melayu
akhir) dengan fenotip Monggoloid yang kuat. Keseluruhan populasi ini menjadi
menjadi Hunian kepulauan Indonesia tersebar di Kalimantan, Sulawesi, pulau
Jawa, Sumatera, Nias, Sumba dan Flores.
B.
RUMUSAN MASALAH
1)
Apa pengertian dari thalasemia?
2)
Apa penyebab dan bagaimana proses terjadinya tanda dan gejala klinis
pada penderita thalasemia?
3)
Apakah penyebab utama pada manifestasi klinis penderita thalasemia
tersebut disebabkan oleh adanya kelainan dalam produksi hemoglobin?
4)
Bagaimana pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium pada penderita
thalasemia?
5)
Bagaimana penatalaksanaan dan pencegahan pada penderita thalasemia?
C.
TUJUAN PENULISAN
1)
Dapat mengetahui patofisiologi tanda dan gejala klinis thalasemia.
2)
Dapat menetapkan penyebab utama manifestasi klinis thalasemia yang
disebabkan oleh adanya kelainan produksi hemoglobin.
3)
Mampu melakukan penetapan diagnosis atau diagnosis banding pada
penderita thalasemia.
4)
Mampu memberikan terapi atau penatalaksanaan dan pencegahan pada
penderita thalasemia.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DEFINISI THALASEMIA
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu
talassa yang berarti laut. Yang dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut
Tengah, oleh karena penyakit ini pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut
Tengah. Penyakit ini pertama sekali ditemukan oleh seorang dokter di Detroit
USA yang bernama Thomas B. Cooley pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak
yang menderita anemia dengan pembesaran limpa setelah berusia satu tahun.
Selanjutnya, anemia ini dinamakan anemia splenic atau eritroblastosis atau
anemia mediteranean atau anemia Cooley sesuai dengan nama penemunya. Thalasemia
adalah sekelompok penyakit keturunan yang merupakan akibat dari
ketidakseimbangan pembuatan salah satu dari keempat rantai asam amino yang
membentuk hemoglobin (komponen darah).
Thalasemia adalah
penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi sel darah merah mudah
rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal (120 hari).Akibatnya
penderita thalasemia akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka
pucat, badan sering lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi
berulang. Thalasemia, menurut pakar hematologi dari Rumah Sakit Leukas Stauros,
Yunani, dr Vasili Berdoukas, merupakan penyakit yang diakibatkan oleh kerusakan
DNA dan penyakit turunan. Penyakit ini muncul karena darah kekurangan salah
satu zat pembentuk hemoglobin sehingga tubuh tidak mampu memproduksi sel darah
merah secara normal.
Patofisiologi :
Hemoglobin yang
terdapat dalam sel darah merah, mengandung zat besi (Fe). Kerusakan sel darah
merah pada penderita thalasemia mengakibatkan zat besi akan tertinggal di dalam
tubuh. Pada manusia normal, zat besi yang tertinggal dalam tubuh digunakan
untuk membentuk sel darah merah baru. Pada penderita thalasemia, zat besi yang
ditinggalkan sel darah merah yang rusak itu menumpuk dalam organ tubuh seperti
jantung dan hati (lever). Jumlah zat besi yang menumpuk dalam tubuh atau iron
overload ini akan mengganggu fungsi organ tubuh.Penumpukan zat besi terjadi
karena penderita thalasemia memperoleh suplai darah merah dari transfusi darah.
Penumpukan zat besi ini, bila tidak dikeluarkan, akan sangat membahayakan
karena dapat merusak jantung, hati, dan organ tubuh lainnya, yang pada akhirnya
bisa berujung pada kematian.
B.
MACAM-MACAM THALASEMIA
Secara molekuler
thalasemia dibedakan atas :
1.
Thalasemia – Alfa (melibatkan rantai alfa)
Thalasemia – Alfa paling sering ditemukan
pada orang kulit hitam (25% minimal membawa satu gen) Sindrom thalassemia-α
disebabkan oleh delesi pada gen α globin pada kromosom 16 (terdapat 2 gen α
globin pada tiap kromosom 16) dan nondelesi seperti gangguan mRNA pada
penyambungan gen yang menyebabkan rantai menjadi lebih panjang dari kondisi normal.
Faktor delesi terhadap empat gen α globin dapat dibagi menjadi empat,
yaitu:
·
Delesi pada satu rantai α (Silent Carrier/ α-Thalassemia Trait 2)
Gangguan pada satu
rantai globin α sedangkan tiga lokus globin yang ada masih bisa menjalankan
fungsi normal sehingga tidak terlihat gejala-gejala bila ia terkena
thalassemia.
·
Delesi pada dua rantai α (α-Thalassemia Trait 1)
Pada tingkatan ini
terjadi penurunan dari HbA2 dan peningkatan dari HbH dan terjadi manifestasi
klinis ringan seperti anemia kronis yang ringan dengan eritrosit hipokromik
mikrositer dan MCV 60-75 fl.
·
Delesi pada tiga rantai α (HbH disease)
Delesi pada tiga
rantai α ini disebut juga sebagai HbH disease (β4) yang disertai anemia
hipokromik mikrositer, basophylic stippling, heinz bodies, dan retikulositosis.
HbH terbentuk dalam jumlah banyak karena tidak terbentuknya rantai α sehingga
rantai β tidak memiliki pasangan dan kemudian membentuk tetramer dari rantai β
sendiri (β4). Dengan banyak terbentuk HbH, maka HbH dapat mengalami presipitasi
dalam eritrosit sehingga dengan mudah eritrosit dapat dihancurkan. Penderita
dapat tumbuh sampai dewasa dengan anemia sedang (Hb 8-10 g/dl) dan MCV 60-70
fl.
·
Delesi pada empat rantai α (Hidrops fetalis/Thalassemia major)
Delesi pada empat
rantai α ini dikenal juga sebagai hydrops fetalis. Biasanya terdapat banyak Hb
Barts (γ4) yang disebabkan juga karena tidak terbentuknya rantai α sehingga
rantai γ membentuk tetramer sendiri menjadi γ4.
Manifestasi klinis
dapat berupa ikterus, hepatosplenomegali, dan janin yang sangat anemis. Kadar
Hb hanya 6 g/dl dan pada elektroforesis Hb menunjukkan 80-90% Hb Barts, sedikit
HbH, dan tidak dijumpai HbA atau HbF. Biasanya bayi yang mengalami kelainan ini
akan mati beberapa jam setelah kelahirannya.
2.
Thalasemia – Beta (melibatkan rantai beta)
Thalasemia – Beta pada
orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara. Thalassemia-β disebabkan oleh
mutasi pada gen β globin pada sisi pendek kromosom 11.
a)
Thalassemia βo
Pada thalassemia
βo, tidak ada mRNA yang mengkode rantai β sehingga tidak dihasilkan rantai β
yang berfungsi dalam pembentukan HbA. Bayi baru lahir dengan thalasemia β mayor
tidak anemis. Gejala awal pucat mulanya tidak jelas, biasanya menjadi lebih
berat dalam tahun pertama kehidupan dan pada kasus yang berat terjadi dalam
beberapa minggu setelah lahir. Bila penyakit ini tidak segera ditangani dengan
baik, tumbuh kembang anak akan terhambat. Anak tidak nafsu makan, diare,
kehilangan lemak tubuh, dan demam berulang akibat infeksi. (Kapita selekta
kedokteran)
b)
Thalassemia β+
Pada thalassemia
β+, masih terdapat mRNA yang normal dan fungsional namun hanya sedikit sehingga
rantai β dapat dihasilkan dan HbA dapat dibentuk walaupun hanya sedikit.
Secara klinis, terdapat 2 (dua) jenis
thalasemia yaitu :
1.
Thalasemia Mayor, karena sifat sifat gen dominan.
Thalasemia mayor
merupakan penyakit yang ditandai dengan kurangnya kadar hemoglobin dalam darah.
Akibatnya, penderita kekurangan darah merah yang bisa menyebabkan anemia.
Dampak lebih lanjut, sel-sel darah merahnya jadi cepat rusak dan umurnya pun
sangat pendek, hingga yang bersangkutan memerlukan transfusi darah untuk memperpanjang
hidupnya.
Penderita thalasemia mayor akan tampak normal
saat lahir,namun di usia 3-18 bulan akan mulai terlihat adanya gejala anemia.
Selain itu, juga bisa muncul gejala lain seperti jantung berdetak lebih kencang
dan facies cooley.
Faies cooley adalah
ciri khas thalasemia mayor, yakni batang hidung masuk ke dalam dan tulang pipi
menonjol akibat sumsum tulang yang bekerja terlalu keras untuk mengatasi
kekurangan hemoglobin. Penderita thalasemia mayor akan tampak memerlukan
perhatian lebih khusus. Pada umumnya, penderita thalasemia mayor harus
menjalani transfusi darah dan pengobatan seumur hidup. Tanpa perawatan yang
baik, hidup penderita thalasemia mayor hanya dapat bertahan sekitar 1-8 bulan.
Seberapa sering transfusi darah ini harus dilakukan lagi-lagi tergantung dari
berat ringannya penyakit. Yang pasti, semakin berat penyakitnya, kian sering
pula si penderita harus menjalani transfusi darah.
2.
Thalasemia Minor,
individu hanya membawa gen penyakit
thalasemia, namun individu hidup normal, tanda-tanda penyakit thalasemia tidak
muncul. Walau thalasemia minor tak bermasalah, namun bila ia menikah dengan
thalasemia minor juga akan terjadi masalah. Kemungkinan 25% anak mereka
menderita thalasemia mayor. Pada garis keturunan pasangan ini akan muncul penyakit
thalasemia mayor dengan berbagai ragam keluhan.Seperti anak menjadi anemia,
lemas, loyo dan sering mengalami pendarahan. Thalasemia minor sudah ada sejak
lahir dan akan tetap ada di sepanjang hidup penderitanya, tapi tidak memerlukan
transfusi darah di sepanjang hidupnya.
C.
PATOFISIOLOGI DAN PATOGENESIS
Patogenesis thalassemia secara umum dimulai
dengan adanya mutasi yang menyebabkan HbF tidak dapat berubah menjadi HbA,
adanya ineffective eritropoiesis, dan anemia hemolitik. Tingginya kadar HbF
yang memiliki afinitas O2 yang tinggi tidak dapat melepaskan O2 ke dalam
jaringan, sehingga jaringan mengalami hipoksia. Tingginya kadar rantai
α-globin, menyebabkan rantai tersebut membentuk suatu himpunan yang tak larut
dan mengendap di dalam eritrosit. Hal tersebut merusak selaput sel, mengurangi
kelenturannya, dan menyebabkan sel darah merah yang peka terhadap fagositosis
melalui system fagosit mononuclear. Tidak hanya eritrosit, tetapi juga sebagian
besar eritroblas dalam sumsum dirusak, akibat terdapatnya inklusi
(eritropioesis tak efektif). Eritropoiesis tak efektif dapat menyebabkan adanya
hepatospleinomegali, karena eritrosit pecah dalam waktu yang sangat singkat dan
harus digantikan oleh eritrosit yang baru (dimana waktunya lebih lama),
sehingga tempat pembentukan eritrosit (pada tulang-tulang pipa, hati dan limfe)
harus bekerja lebih keras. Hal tersebut menyebabkan adanya pembengkakan pada
tulang (dapat menimbulkan kerapuhan), hati, dan limfe.
1.
Thalasemia-α
Pada homozigot thalassemia α yaitu hydrop fetalis, rantai α sama sekali
tidak diproduksi sehingga terjadi peningkatan Hb Bart’s dan Hb embrionik.
Meskipun kadar Hb-nya cukup, karena hampir semua merupakan Hb Bart’s, fetus
tersebut sangat hipoksik. Sebagian besar pasien lahir mati dengan tanda-tanda
hipoksia intrauterin. Sedangkan pada thalassemia heterozigot yaitu αo dan α+
menghasilkan ketidakseimbangan jumlah rantai tetapi pasiennya mampu bertahan
dengan penyakit HbH. Kelainan ini ditandai dengan adanya anemia hemolitik
karena HbH tidak bisa berfungsi sebagai pembawa oksigen.
2.
Thalasemia-β
Tidak dihasilkannya rantai β karena mutasi
kedua alel β globin pada thalassemia β menyebabkan kelebihan rantai α. Rantai α
tersebut tidak dapat membentuk tetramer sehingga kadar HbA menjadi turun,
sedangkan produksi HbA2 dan HbF tidak terganggu karena tidak membutuhkan rantai
β dan justru sebaliknya memproduksi lebih banyak lagi sebagai usaha kompensasi.
Kelebihan rantai α tersebut akhirnya
mengendap pada prekursor eritrosit. Eritrosit yang mencapai darah tepi memiliki
inclusion bodies/heinz bodies yang menyebabkan pengrusakan di lien dan oksidasi
membran sel, akibat pelepasan heme dari denaturasi hemoglobin dan penumpukan
besi pada eritrosit. Sehingga anemia pada thalassemia β disebabkan oleh
berkurangnya produksi dan pemendekan umur eritrosit. Pada hapusan darah,
eritrosit terlihat hipokromik, mikrositik, anisositosis, RBC terfragmentasi,
polikromasia, RBC bernukleus, dan kadang-kadang leukosit imatur.
D.
PATOFISIOLOGI GEJALA KLINIS THALASEMIA
Gejala yang didapat pada pasien berupa gejala
umum anemia yaitu: anemis, pucat, mudah capek, dan adanya penurunan kadar
hemoglobin. Hal ini disebabkan oleh penurunan fungsional hemoglobin dalam
menyuplai atau membawa oksigen ke jaringan-jaringan tubuh yang digunakan untuk
oksidasi sel. Sehingga oksigenasi ke jaringan berkurang. Selain sebagai pembawa
oksigen, hemoglobin juga sebagai pigmen merah eritrosit sehingga apabila
terjadi penurunan kadar hemoglobin ke jaringan maka jaringan tersebut menjadi
pucat. Penurunan fungsional hemoglobin tersebut dapat disebabkan oleh adanya
kelainan pembentukan hemoglobin, penurunan besi sebagai pengikat oksigen dalam
hemoglobin.
Kompensasi tubuh agar suplai oksigen ke
jaringan tetap terjaga maka jantung sebagai pemompa darah berdenyut lebih keras
dan sering yang disebut sebagai takikardia di mana hal ini juga terjadi pada
anak (denyut nadi 120 kali/menit, normal 60-100 kali.menit). Tetapi frekuensi
respirasi pasien dalam tahap normal 24 kali/menit (normal 16-24 kali/menit). Lemas
dan mudah capek disebabkan oleh karena suplai oksigen ke jaringan untuk
oksidasi sel sebagai proses penghasil energi berkurang. Pasien mengalami
penurunan kadar hemoglobin (4,8 g/dl) di mana nilai rujukan normal untuk
anak-anak sebesar 10-16 g/dl (Sutedjo, 2007). Penurunan ini dapat disebabkan
oleh adanya kelainan produksi/pembentukan hemoglobin berupa kelainan susunan
asam amino dan kelainan kecepatan sintesis hemoglobin. Kelainan dua hal
tersebut dapat dikategorikan adanya hemoglobinopati. Kelainan pembentukan
hemoglobin tersebut dapat mengakibatkan adanya morfologi eritrosit abnormal
(mikrositik, Heinz bodies, sel target) sehingga dengan cepat akan didestruksi
oleh limpa dan hati. Peristiwa destruksi eritrosit secara cepat kurang dari
masa hidupnya (120 hari) disebut sebagai hemolisis.
Adanya hepatomegali dan splenomegali
merupakan salah satu tanda dari anemia hemolitik di mana disertai adanya
penurunan kadar hemoglobin. Pada pasien ditemukan splenomegali sebesar 1
shuffner (satuan splenomegali yang diukur dengan membuat garis diagonal antara
arcus costarum dengan crista illiaca melewati umbulicus, lalu dari garis
tersebut dibagi menjadi delapan bagian. Satu bagian dinamakan satu shuffner). Splen
atau limpa secara normal bertugas menghancurkan eritrosit tua maupun abnormal
sehingga dapat melepaskan hemoglobin yang akan dimetabolisme menjadi biliribun
di hati/hepar, menjadi reservoir cadangan eritrosit, sintesis limfosit dan sel
plasma dalam system imun, dan membentuk eritrosit baru saat masa janin dan bayi
baru lahir. Adanya hemolisis menyebabkan proses perombakan eritrosit secara
cepat. Eritrosit abnormal cepat dihancurkan oleh limpa dan hati dengan bantuan
makrofag sehingga semakin banyak eritrosit abnormal maka kerja limpa akan
semakin berat. Hal inilah yang menyebabkan adanya splenomegali. Selain
destruksi eritrosit di limpa juga terdapat di hati. Selain itu sebagai
kompensasi atau umpan balik dari penurunan kadar hemoglobin akibat oksigenasi
ke jaringan kurang merangsang terjadinya eritropoesis 6-8 kali lipat oleh sumsum
tulang. Untuk menunjang dan membantu kerja sumsum tulang dalam eritropoesis
sehingga terbentuk eritropoesis ekstramedular pada limpa dan hati sehingga
merupakan salah satu penyebab hepatosplenomegali.
Pada pasien hemoglobinopati anemia sel sabit
tidak ditemukan hepatomegali di mana limpa mengecil dikarenakan terjadinya
infark. Selain itu makrofag di limpa lebih aktif dibandingkan makrofag pada
hati. Penyebab lain hepatomegali pada pasien disebabkan oleh pemberian obat
penambah darah dan penyerapan besi meningkat akibat peningkatan eritropoesis di
mana mengandung preparat besi (sulfas ferrosus) sehingga terjadi penimbunan
cadangan besi berlebih. Padahal hati secara normal berfungsi sebagai sintesis
ferritin (simpanan besi) dan transferin (protein pengikat besi) dan sebagai
tempat penyimpanan terbesar cadangan besi dalam bentuk ferritin dan
hemosiderin. Adanya hepatomegali dan splenomegali pada pasien dapat
mengakibatkan penurunan imunitas tubuh sehingga tubuh rentan terhadap infeksi
mikroorganisme. Limpa sebagai tempat sintesis limfosit dan sel plasma (bahan
antibodi) merupakan salah satu pertahanan imunitas tubuh. Hati sebagai tempat
yang sering dilalui mikroorganisme patogenik yang akan dihancurkan sebelum
memasuki saluran gastrointestinal.
Kemungkinan pasien mengalami infeksi dimana terdapat tanda-tanda infeksi
pada pasien, yaitu : suhu (38,00C), panas, tonsil membesar dan kemerahan, dan
faring kemerahan. Infeksi ini bisa didapatkan dari mikroorganisme seperti:
malaria, hepatitis, haemophilus, streptococcus, pneumococcus, dll. Suhu tubuh
meningkat dikarenakan adanya metabolisme organ yang berlebihan terhadap
infeksi. Tonsil merupakan salah satu jaringan limfoid yang memproduksi limfosit
untuk pertahanan imunitas tubuh dan akan membesar apabila bekerja berlebihan
terhadap suatu infeksi atau penurunan imunitas lainnya. Infeksi mikroorganisme
menyerang saluran pencernaan salah satu faring sehingga membuat organ tersebut
mengalami kemerahan. Gejala infeksi lainnya pada pasien yaitu batuk pilek.
- Gejala
klinis thalasemia mayor :
1)
Tampak pucat dan lemah karena kebutuhan jaringan akan oksigen tidak
terpenuhi yang disebabkan hemoglobin pada thalasemia (HbF) memiliki afinitas
tinggi terhadap oksigen.
2)
Facies thalasemia yang disebabkan pembesaran tulang karena hiperplasia
sumsum hebat.
3)
Hepatosplenomegali yang disebakan oleh penghancuran sel darah merah
berlebihan, hemopoesis ekstramedular, dan kelebihan beban besi.
4)
Pemeriksaan radiologis tulang memperlihatkan medula yang lebar, korteks
tipis, dan trabekula kasar. Tulang tengkorak memperlihatkan diploe dan pada
anak besar kadang-kandang terlihat brush appereance.
5)
Hemosiderosis yang terjadi pada kelenjar endokrin menyebabkan
keterlambatan menarse dan gangguan perkembangan sifat seks sekunder. Selain itu
juga menyebabkan diabetes, sirosis hati, aritmia jantung, gagal jatung, dan
perikarditis.
6)
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang
telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan
pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat
hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut
tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi
- Gejala
klinis Thalasemia minor
Penderita yang
menderita thalasemia minor, hanya sebagai carrier dan hanya menunjukkan
gejala-gejala yang ringan. Orang dengan anemia talasemia minor (paling banyak)
ringan (dengan sedikit menurunkan tingkat hemoglobin dalam darah). Situasi ini
dapat sangat erat menyerupai dengan anemia kekurangan zat besi ringan. Namun,
orang dengan talasemia minor memiliki tingkat besi darah normal (kecuali mereka
miliki adalah kekurangan zat besi karena alasan lain). Tidak ada perawatan yang
diperlukan untuk thalassemia minor. Secara khusus, besi tidak perlu dan tidak
disarankan.
E.
PENYEBAB THALASEMIA
1.
Gangguan genetik
Orangtua
memiliki sifat carier (heterozygote) penyakit thalasemia sehingga klien memiliki
gen resesif homozygote.
2.
Kelainan struktur hemoglobin
- Kelainan struktur globin di dalam fraksi
hemoglobin. Sebagai contoh, Hb A (adult, yang normal), berbeda dengan Hb S (Hb
dengan gangguan thalasemia) dimana, valin di Hb A digantikan oeh asam glutamate
di Hb S.
- Menurut kelainan pada rantai Hb juga,
thalasemia dapat dibagi menjadi 2 macam, yaitu thalasemia alfa (penurunan
sintesis rantai alfa) dan beta (penurunan sintesis rantai beta).
3.
Produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai polipeptida terganggu Defesiensi
produksi satu atau lebih dari satu jenis rantai a dan b.
4.
Terjadi kerusakan sel darah merah (eritrosit) sehingga umur eritrosit
pendek (kurang dari 100 hari) Struktur morfologi sel sabit (thalasemia) jauh
lebih rentan untuk rapuh bila dibandingkan sel darah merah biasa. Hal ini
dikarenakan berulangnya pembentukan sel sabit yang kemudian kembali ke bentuk
normal sehingga menyebabkan sel menjadi rapuh dan lisis.
5.
Deoksigenasi (penurunan tekanan O2), Eritrosit yang mengandung Hb S
melewati sirkulasi lebih lambat apabila dibandingkan dengan eritrosit normal.
Hal ini menyebabkan deoksigenasi (penurunan tekanan O2) lebih lambat yang
akhirnya menyebabkan peningkatan produksi sel sabit.
F.
DIAGNOSIS THALASEMIA
1.
Anamnesis
Keluhan timbul
karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan tumbuh kembang dan perut
membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada umumnya keluh kesah ini mulai
timbul pada usia 6 bulan
2.
Pemeriksaan fisis
- Pucat
- Bentuk muka
mongoloid (facies Cooley)
- Dapat ditemukan icterus
- Gangguan
pertumbuhan
- Splenomegali dan
hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
3.
Pemeriksaan penunjang
a.
Darah tepi :
- Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
- Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik
hipokromik, sel target, anisositosis berat dengan makroovalositosis,
mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling, benda Howell-Jolly,
poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas
- Retikulosit meningkat.
b.
Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis)
- Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas
terbanyak dari jenis asidofil
- Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru)
meningkat.
c.
Pemeriksaan khusus :
- Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
- Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan
mengukur kadar Hb F
- Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien
thalassemia mayor merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5%
dari Hb total).
4.
Pemeriksaan lain :
- Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end,
korteks menipis, diploe melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang :
perluasan sumsum tulang sehingga trabekula tampak jelas.
5.
Diagnosis banding
Thalasemia minor :
- Anemia kurang besi
- Anemia karena infeksi menahun
- Anemia pada keracunan timah hitam (Pb)
- Anemia sideroblastik.
G.
PENGOBATAN DAN PENCEGAHAN
Pada thalassemia yang berat diperlukan
transfusi darah rutin dan pemberian tambahan asam folat. Penderita yang
menjalani transfusi, harus menghindari tambahan zat besi dan obat-obat yang
bersifat oksidatif (misalnya sulfonamid), karena zat besi yang berlebihan bisa
menyebabkan keracunan. Pada bentuk yang sangat berat, mungkin diperlukan
pencangkokan sumsum tulang.Terapi genetik masih dalam tahap
penelitian.Thalasemia menurut para ahli belum ada obatnya, tapi pengobatan
alami dengan menggunakan cyano spirulina dan jelly gamat akan membantu
mengurangi frekwensi transfusi darahnya .
Alasanya : kandungan Cyano Spirulina terdapat 5 zat gizi utama, yaitu
karbohidrat, protein, lemak, vitamin, mineral dan 4 pigmen alami yaitu
betakaroten, klorofil, xantofil, dan Fikosianin. Pigmen adalah zat warna alami
yang ada pada tumbuhan. pigmen pada cyano Spirulina berfungsiebagai
detoksifikasi (pembersih racun), perlindungan tubuh terhadap radikal bebas,
antioksidan, meningkatkan kekebalan tubuh, meningkatkan jumlah bakteri ”baik”
di usus, meningkatkan haemoglobin (Hb), dan sebagai antikanker. Selain itu,
cyano Spirulina mengandung klorofil, Vitamin B 12, Asam folat dan zat besi yang
duperlukan untuk pembentukan darah merah. Konsumsi cyano Spirulina secara
teratur akan mencegah terjadinya anemia ( kurang darah)
Pada keluarga dengan riwayat thalassemia perlu dilakukan penyuluhan
genetik untuk menentukan resiko memiliki anak yang menderita thalassemia.
H.
FAKTOR RESIKO PENDERITA THALASSEMIA
§
Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia
§
Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena sama
§
Thalassemia Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau ancestry
(Yunani, Italia, Ketimuran Pertengahan) dan orang dari Asia dan Afrika
Pendaratan
§
Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang tenggara Asia, Orang India,
Cina, atau orang Philipina.
I.
PENATALAKSANAAN DAN PENCEGAHAN PADA PENDERITA
THALASEMIA
Pada penatalaksanan pada pasien harus
melakukan pertimbangan aspek ekonomi, sosial, dan budaya pasien. Untuk
memberikan terapi senantiasa meminta persetujuan dari pasien.
Pada pasien anak dapat diberikan terapi:
§
Transfusi : untuk mempertahankan kadar hb di atas 10 g/dl. Sebelum
melakukannya perlu dilakukan pemeriksaan genotif pasien untuk mencegah terjadi
antibody eritrosit. Transfusi PRC (packed red cell)dengan dosis 3 ml/kg BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
§
Antibiotik : untuk melawan mikroorganisme pada infeksi. Untuk menentukan
jenis antibiotic yang digunakan perlu dilakukan anamnesis lebih lanjut pada
pasien.
§
Khelasi Besi: untuk mengurangi penimbunan besi berlebihan akibat
transfusi. Khelasi besi dapat berupa: desferoksamin diberikan injeksi subcutan,
desferipone (oral), desferrithiochin (oral), Pyridoxal isonicotinoyl hydrazone
(PIH), dll.
§
Vitamin B12 dan asam folat : untuk meningkatkan efektivitas fungsional
eritropoesis.
§
Vitamin C : untuk meningkatkan ekskresi besi. Dosis 100-250 mg/hari
selama pemberian kelasi besi
§
Vitamin E : untuk memperpanjang masa hidup eritrosit.Dosis 200-400 IU
setiap hari.
§
Imunisasi : untuk mencegah infeksi oleh mikroorganisme.
§
Splenektomi : limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak
penderita, menimbulkan peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya
ruptur. Jika disetujui pasien hal ini sebaiknya dilakukan setelah anak berumur
di atas 5 tahun sehingga tidak terjadi penurunan drastis imunitas tubuh akibat
splenektomi.
Pencegahan
thalassemia atau kasus pada pasien ini dapat dilakukan dengan konsultasi pra
nikah untuk mengetahui apakah diantara pasutri ada pembawa gen thalassemia
(trait), amniosentris melihat komposisi kromosom atau analisis DNA untuk
melihat abnormalitas pada rantai globin.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
Thalassemia adalah penyakit genetik yang
diturunkan secara autosomal resesif menurut hukum Mendel dari orang tua kepada
anak-anaknya. Penyakit thalassemia meliputi suatu keadaan penyakit dari gelaja
klinis yang paling ringan (bentuk heterozigot) yang disebut thalassemia minor
atau thalassemia trait (carrier = pengemban sifat) hingga yang paling berat
(bentuk homozigot) yang disebut thalassemia mayor. Bentuk heterozigot
diturunkan oleh salah satu orang tuanya yang mengidap penyakit thalassemia,
sedangkan bentuk homozigot diturunkan oleh kedua orang tuanya yang mengidap
penyakit thalassemia.
Di negara-negara yang mempunyai frekuensi gen
thalassemia yang tinggi penyakit tersebut menimbulkan masalah kesehatan
masyarakat (Public Health). Pada umumnya anak dengan penyakit thalassemia mayor
tidak akan mencapai usia produktif bahkan mati di dalam kandungan atau mati
setelah lahir seperti pada thalassemia-α Hb bart’s hydrop fetalis. Keadaan ini
sangat memperihatinkan jika anak-anak yang lahir tidak akan mencapai usia
dewasa, maka generasi berikutnya akan semakin berkurang bahkan akan lenyap
setelah beribu-ribu tahun.
B.
SARAN
§
Sebaiknya orang tua senantiasa memperhatikan kesehatan anaknya
§
Perlu dilakukannya penelusuran pedigree/garis keturunan untuk mengetahui
adanya sifat pembawa thalassemia pada keluarga penderita thalassemia
§
Sebaiknya calon pasutri sebelum menikah melakukan konsultasi untuk
menghindari adanya penyakit keturunan, seperti pada thalassemia
§
Perlu dilakukannya upaya promotif dan preventif terhadap thalassemia
kepada masyarakat luas yang dilakukan oleh pelayan kesehatan.
DAFTAR PUSTAKA
- Ganie RA. Thalassemia
: permasalahan dan penanganannya. dalam Pidato Pengukuhan Jabatan Guru
Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada Fakultas Kedokteran, Diucapkan di
hadapan Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara .2005
- Hoffbrand A.V. and Pettit J.E. (2001). Genetic Diorders of Haemoglobin. In:
Hoffbrand AV and Pettit JE (eds) Color Atlas of Clinical Hematology. 3th ed. 5:
85-98. London: Mosby
- Weatherall D.J. (1965). Historical
Introduction. In: Weatherall DJ (ed). The
Thalassaemia Syndromes. Blackwell Scientific Publ. Oxford. 1: 1-5.
- Permono
B, Ugrasena IDG , A Mia. Talasemia. Bag/
SMF Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya.
- Mansjoer A, Triyanti K,Savitri R, Wahyu IW
dan setiowulan W. Kapita Selekta
Kedokteran, Jilid 2 Edisi 3, Jakarta: Media aesculapius, 2001. 497-498.
- Ananta Yovita. Terapi Kelasi Pada Thalassemia . Sari Pustaka. 2000.
No comments:
Post a Comment