PENYAKIT MENULAR FLU BURUNG (AVIAN INFLUENZA)
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Berbagai jenis penyakit saat ini semakin banyak muncul. Salah satu
penyebabnya adalah gaya hidup dan lingkungan yang semakin tidak sehat. Secara
umum ada dua jenis penyakit, yaitu penyakit menular dan tidak menular. Dalam
kelompok penyakit menular ada yang ringan dan ada yang berat. Yang ringan
misalnya influenza dan diare. Sedangkan yang berat seperti HIV/AIDS, polio,
demam berdarah, campak, TBC, malaria, flu burung, SARS, dan sederet penyakit
lainnya. Menular atau tidaknya suatu penyakit tetap harus diwaspadai dan tidak
boleh dianggap remeh, karena ketika seseorang terkena suatu penyakit aktivitas
kehidupannya akan terganggu. Apalagi jika penyakitnya sudah parah, bisa
mengakibatkan kematian . salah satu penyakit menular yang mematikan adalah flu
burung (avian influenza). Wabah penyakit flu burung yang melanda dunia,
khususnya kawasan Asia, memang sangat menjadi perhatian, baik masyarakat luas
maupun badan kesehatan dunia seperti WHO. Hal ini disebabkan oleh flu burung
yang dapat menular pada manusia dan berakibat fatal karena dapat membawa
kematian. Kasusnya sangat gencar diberitakan diberbagai media massa sehingga
membuat resah banyak pihak. Bahkan, World Health Organization (WHO)
mengkhawatirkan virus flu burung akan menjadi ancaman serius di kawasan Asia
melebihi tsunami yang pernah terjadi pada akhir 2004 di Aceh, Thailand,
Bangladesh, Sri langka, dan India (1).
Badan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun
ikut memperingatkan bahwa flu burung lebih berbahaya dari penyakit Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS), karena virus flu burung mampu menekan sistem
imunitas tubuh manusia. Pada awal tahun 1918, wabah pandemik virus influenza
telah membunuh lebih dari 40.000 orang, dimana subtipe yang mewabah saat itu
adalah virus H1N1 yang dikenal dengan “Spanish Flu”. Tahun 1957 virus bermutasi
menjadi H2N2 atau “Asian Flu” menyebabkan 100.000 kematian. Tahun 1968 virus
bermutasi menjadi H3N2 atau “Hongkong Flu” menyebabkan 700.000 kematian.
Akhirnya pada tahun 1997, virus bermutasi lagi menjadi H5N1 atau “Avian
influenza” Di Asia Tenggara kebanyakan kasus flu burung terjadi pada jalur
transportasi atau peternakan unggas sebagai jalur migrasi burung liar. Hingga 6
Juni 2007, WHO telah mencatat sebanyak 310 kasus dengan 189 kematian pada
manusia yang disebabkan virus ini termasuk Indonesia dengan 99 kasus dengan 79
kematian. Hal ini dipengaruhi oleh mata pencaharian sebagian penduduk Indonesia
sebagai peternak unggas, sehingga Indonesia rawan terhadap penyebaran penyakit
flu burung. Selain itu, Kurangnya pengetahuan sebagian penduduk Indonesia
tentang flu burung ikut pula mempengaruhi laju penyebaran flu burung (1).
B. Rumusan
Masalah
Terdapat
beberapa rumusan masalah berdasarkan latar belakang tersebut, yakni :
1. Apa itu
flu burung ?
2. Apakah
penyebab dari penyakit flu burung?
3.
Bagaimana pencegahan dari penyakit flu burung?
C. Tujuan
Untuk
menambah wawasan dan pengetahuan terkini mengenai flu burung dan cara
pencegahannya.
BAB II
TINJAUAN
PUSTAKA
A. Definisi
dan Kasus–kasus Flu Burung (Avian Influenza)
Flu Burung adalah penyakit influenza pada
unggas, baik burung, bebek,ayam, serta beberapa binatang lain seperti babi.
Penyebab flu burung adalah virus Influenza, yang termasuk tipe A subtype H5,
H7, dan H9. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1878 sebagai wabah
yang menjangkiti ayam dan burung di Italia, yang disebut juga sebagai “Penyakit
Lombardia” mengikuti nama sebuah daerah lembah di hulu sungai Po. Meskipun di
tahun 1901 Centanini dan Savonucci berhasil mengidentikfikasi organisme mikro
yang menjadi penyebab penyakit tersebut, baru di tahun 1955 Schafer dapat
menunjukkan ciri-ciri organisme itu sebagai virus influensa A. Dalam penjamu
alami yang menjadi reservoir virus flu burung, yaitu burung-burung liar,
infeksi yang terjadi biasanya berlangsung tanpa gejala (asimtomatik) karena
virus influensa A itu dari jenis yang berpatogenisitas rendah dan hidup bersama
secara seimbang dengan penjamu-penjamu tersebut (1).
Ketika turunan (strain) virus influensa
unggas berpatogenisitas rendah (Low Pathogenic Avian Influenza Virus, LPAIV)
ditularkan dari unggas “resorvoir” ke ternak unggas yang rentan, seperti ayam
dan kalkun (sebuah pijakan untuk penularan lintas spesies), pada umumnya
hewan-hewan itu hanya menunjukkan gejala-gejala yang ringan. Tetapi ketika
spesies unggas tersebut menjadi sebab dari terjadinya beberapa siklus
penularan, turunan (strain) virus tersebut dapat mengalami serangkaian mutasi
yang beradaptasi dengan penjamunya yang baru. Virus influensa A subtipe H5 dan
H7 bukan saja mengalami fase adaptasi dengan penjamu tetapi dapat pula berubah
secara meloncat melalui mutasi insersi menjadi bentuk yang sangat patogen
(Hinghly Pathogenic Avian Influenza Virus, HPAIV), yang mampu menimbulkan
penyakit sistemik yang ganas dan mematikan secara cepat. Virus jenis HPAI
tersebut dapat muncul secara tidak terduga dan sebagai tipe yang sama sekali
baru (de novo) dalam unggas yang terkena infeksi oleh progenitor LPAI dari
jenis subtipe H5 dan H7. Infeksi oleh virus HPAI pada unggas ditandai dengan
gejala yang mendadak, berat dan berlangsung singkat, dengan mortalitas
mendekati 100% pada spesies yang rentan. Akibat kerugian ekonomis yang sangat
besar terhadap industri ternak unggas, HPAI mendapat perhatian yang sangat
besar di kalangan kedokteran hewan dunia dan segera diberlakukan sebagai
penyakit yang wajib segera dilaporkan kepada pihak yang berwenang. Karena
potensinya untuk dapat menurunkan HPAIV, penyakit LPAI dari subtipe H5 dan H7
juga dikenakan wajib dilaporkan (OIE 2005). Sebelum tahun 1997, HPAI merupakan
penyakit yang sangat jarang terjadi, dengan hanya ada 24 kejadian primer yang
dicatat di seluruh dunia sejak tahun 1950-an. Tetapi akhir-akhir ini influenza
unggas memperoleh perhatian dunia ketika ditemukan ada strain (turunan) dari
subtipe H5N1 yang sangat patogen, yang mungkin sudah muncul di China Selatan
sebelum tahun 1997, menyerang ternak unggas di seluruh Asia Tenggara dan secara
tidak terduga melintasi batas antar kelas ketika terjadi penularan dari burung
ke mamalia. Akhir tahun 2003 flu burung mulai merebak di Asia tetapi baru
diberitakan awal tahun 2004. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus
avian infuenza jenis H5N1 pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Republik
Korea, Vietnam, Jepang, Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan
Pakistan. Sumber virus diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi
unggas yang terinfeksi (2).
Di Indonesia pada bulan Januari 2004 di
laporkan adanya kasus kematian ayam ternak yang luar biasa (terutama di Bali,
Botabek, Jawa Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat). Awalnya
kematian tersebut disebabkan oleh karena virus new castle, namun konfirmasi
terakhir oleh Departemen Pertanian disebabkan oleh virus flu burung (Avian
influenza (AI)). Jumlah unggas yang mati akibat wabah penyakit flu burung di 10
propinsi di Indonesia sangat besar yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling
tinggi jumlah kematiannya adalah propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor). Pada
bulan Juli 2005, penyakit flu burung telah merenggut tiga orang nyawa warga
Tangerang Banten, Hal ini didasarkan pada hasil pemeriksaan laboratorium Badan
Penelitian dan Pengembangan Depkes Jakarta dan laboratorium rujukan WHO di
Hongkong. Pada bulan Juli 2005 ditemukan untuk pertama kali di Indonesia kasus
flu burung pada manusia. Indonesia menyusul Thailand, Vietnam, dan Kamboja yang
sudah terlebih dahulu melaporkan terjadinya infeksi flu burung subtipe H5N1
pada manusia. Kematian pasien flu burung di Bengkulu pada tahun 2012 lalu
menjadikan Indonesia sebagai negara dengan jumlah korban H5N1 tertinggi di
dunia, menurut Organisasi Kesehatan Dunia, WHO (3).
Menurut WHO, dari 349 kematian akibat flu
burung di seluruh dunia sejak 2003 hingga 2012, ada 155 diantaranya terjadi di
Indonesia dan hampir 80 persen berakhir dengan kematian. (4)
Selama tahun 2014 ini sudah ada dua kasus
flu burung H5N1 pada manusia yang dilaporkan di Indonesia yakni satu kasus
terjadi di Jawa Tengah pada bulan April dan satu kasus di Jakarta pada bulan
Juni ini. Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes)
Kementerian Kesehatan Prof. Tjandra Yoga Aditama mengatakan melalui media
Republika pada 18 Juni 2014 bahwa selama bulan April-Juni 2014 baru negara
Indonesia yang melaporkan adanya kasus flu burung H5N1 pada manusia. Meskipun
demikian, kalau dari tren epidemiologi yang ada maka diperkirakan tidak akan
ada peningkatan kasus berarti, baik di dunia maupun juga di Indonesia. Lebih
lanjut dia mengatakan pola transmisi flu burung juga sejauh ini belum berubah,
dimana penularan tidaklah terlalu mudah terjadi. Kasus H5N1 yang terjadi di
bulan Juni ini dialami oleh Reza Ahmadi (33 tahun) meninggal di RS Islam Pondok
Kopi. Memang berdasarkan pemeriksaan di Laboratorium Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan adalah konfirm H5N1 dengan realtime dan konvensional PCR. Dengan
demikian kasus Flu Burung (H5N1) di dunia yang telah dilaporkan sejak Januari
hingga Juni tahun 2014 berasal dari lima negara yakni: Kamboja sembilan kasus,
Mesir dua kasus, Indonesia dua kasus, Vietnam dua kasus dan China dua kasus.
Selanjutnya secara total ada 666 kasus flu burung (H5N1) yang terkonfirmasi
laboratorium di dunia dari 15 negara, 393 diantaranya (59 persen) meninggal
dunia. Berdasarkan hasil konfirmasi laboratorium negara terbanyak melaporkan
kasus flu burung (H5N1) di dunia sebagai berikut: Indonesia 197 kasus, Mesir
175 kasus, Vietnam 127 kasus, Kamboja 56 kasus dan China 47 kasus (5).
Selain virus flu burung H5N1 yang telah
banyak menyebabkan kematian di dunia, Virus baru flu burung mengancam Cina,
dari tahun 2013 sudah sembilan orang terjangkit virus dan empat di antaranya
dinyatakan meninggal dunia. Dua orang merupakan warga Shanghai. Virus yang
mewabah kali ini merupakan virus jenis baru yaitu H7N9, berbeda dengan H5N1
yang beberapa waktu silam sempat menggegerkan dan merenggut banyak korban dari
seluruh dunia. Virus H7N9 ini belum pernah diketahui menyebabkan penyakit pada
manusia karena umumnya hanya mengancam burung. Penelitian terbaru yang dipublikasikan
melalui Journal of Virology mengungkapkan bahwa strain H7 merupakan keluarga
dari virus flu yang telah menyebabkan lebih dari 100 kasus infeksi pada manusia
selama dekade terakhir. Tahun 2003, wabah H7N7 sempat menghantui Belanda dan
menyebabkan 89 orang terinfeksi serta satu orang meninggal dunia. Huruf
"H" dan "N" yang tertera pada nama virus mengacu pada
hemagglutinin dan neuraminidase, merupakan protein pada permukaan virus. Lebih
lanjut, Richard Webby, ahli flu burung dan peneliti penyakit infeksi di St Jude
Children Research Hospital, menjelaskan, terdapat 16 jenis hemagglutinin dan
sembilan jenis neuraminidase (6).
Gejala-gejala yang ditimbulkan bila seseorang
terinfeksi virus H7 yaitu mengalami infeksi saluran pernapasan berlanjut ke
pneumonia. Di masa lalu, virus H7 juga dapat menyebabkan konjungtivitas atau
infeksi mata, namun tidak menular antar orang. Para ahli sejak lama takut virus
itu akan bermutasi menjadi bentuk yang bisa dengan mudah berpindah dari satu
manusia ke manusia lain. Dalam studi terbaru tahun 2013 ini, Chang-jun Bao dari
Pusat Pencegahan dan Kontrol Penyakit di provinsi Jiangsu, Cina melaporkan
kasus yang menimpa seorang laki-laki berusia 60 tahun yang meninggal di rumah
sakit setelah terpapar virus H7N9, yang kelihatannya telah ia tularkan kepada
anak perempuannya. Perempuan berusia 32 tahun yang telah merawat ayahnya lebih
dari satu pekan itu, juga akhirnya meninggal di rumah sakit. Ia diketahui tidak
punya akses untuk berpotensi tertular dari unggas, yang membawa para penyelidik
menyimpulkan bahwa “penjelasan yang paling mungkin“ untuk penyakitnya adalah
transmisi virus secara langsung dari ayahnya, yang secara rutin mengunjungi
pasar unggas hidup. Selain paparan sekresi pernafasan dari ayahnya selama ia
merawat, anak perempuan itu tidak terkena paparan dari unggas atau sumber
infeksi lainnya. Uji genetik atas sampel virus dari dua pasien itu juga
terungkap “hampir identik”. Meskipun bukti ini menunjukkan penularan langsung,
namun kemampuan virus untuk berpindah antar manusia “terbatas dan tidak
berkelanjutan,“ demikian diungkapkan oleh artikel di jurnal tersebut. Tak ada
dari 43 orang yang memiliki kontak dekat dengan kedua pasien itu, termasuk para
staf rumah sakit, yang terjangkit. Temuan ini menujukkan bahwa kerentanan genetik
mungkin berpotensi menjadi salah satu faktor penentu dan bahwa virus avian
influenza lebih mudah menular antar individu yang memiliki kaitan genetic (7).
Pasar unggas berperan sebagai tempat
penularan/transmisi virus antar spesies karena bila ada unggas yang subklinis
Avian influenza, yaitu unggas terinfeksi virus Avian influenza tetapi tidak
menunjukkan gejala klinis maka oleh masyarakat unggas tersebut dianggap sehat.
Selama penjualan unggas subklinis tersebut menyebarkan virus ke lingkungan
sehingga menyebabkan hewan lain terpapar. Beberapa pasar unggas di Pulau Jawa
terkontaminasi virus Avian influenza yang mencapai 50%. Hasil riset ini
mendukung hipotesis bahwa virus Avian influenza telah menyebar ke seluruh
propinsi di Indonesia. Hot spot (contaminated area) flu burung di wilayah
lainnya sebesar 7,16% serum ayam buras rakyat yang terdapat di Kabupaten
Tasikmalaya Jawa Barat positif mengandung antibodi terhadap virus Avian
influenza. Penelitian juga membuktikan 0,84% bahwa serum dari ayam yang tidak
divaksin menunjukkan hasil positif terhadap Avian influenza di Kalimantan (8).
B. Gejala
dan Penyebab Flu Burung
Virus
influenza adalah partikel berselubung berbentuk bundar atau bulat panjang,
merupakan genome RNA rangkaian tunggal dengan jumlah lipatan tersegmentasi
sampai mencapai delapan lipatan, dan berpolaritas negatif. Virus influensa
merupakan nama generik dalam keluarga Orthomyxoviridae dan diklasifikasikan
dalam tipe A, B atau C berdasarkan perbedaan sifat antigenik dari nucleoprotein
dan matrix proteinnya. Virus influensa unggas (Avian Influenza Viruses, AIV)
termasuk tipe A. Telaahan yang sangat bagus mengenai struktur dan pola
replikasi virus-virus influensa sudah dipublikasikan baru-baru ini Pengetahuan
merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya perilaku dan tindakan
seseorang oleh karena itu pengetahuan masyarakat dalam kaitannya dengan
penyebaran penyakit flu burung sangat penting untuk melihat sejauh mana
pengetahuan mereka tentang penyebab, cara penularan dan pencegahan penyakit flu
burung agar terhindar kemungkinan terjangkit penyakit flu burung. Faktor
kebersihan lingkungan kandang dan personil kandang adalah salah satu bagian
biosekuriti dan merupakan aspek potensial yang mempengaruhi kemungkinan
masuknya agen penyakit ke dalam peternakan. Penyebaran virus flu burung antar
kandang dapat dikurangi dengan selalu menjaga kebersihan kandang beserta
peralatannya, apalagi jika selalu menggunakan desinfektan yang tepat7.
Pergerakan orang seperti peternak, Dokter Hewan, maupun tamu di peternakan
merupakan salah satu faktor penyebaran virus flu burung antar kandang. Menurut
Marangon dan Capua (2005), analisis yang dilakukan terhadap kasus wabah HPAI di
Italia selama tahun 1999/2000 menunjukkan bahwa 9,4% penularan secara tidak
langsung karena pertukaran karyawan, alat-alat dan lain-lain (9).
Faktor jarak antar kandang di peternakan
penting untuk diperhatikan karena semakin dekat jarak antar kandang juga akan
meningkatkan risiko tertular penyakit jika peternakan tetangga terdekat terkena
penyakit. Sebuah penelitian di Italia menunjukkan bahwa 26,2% kejadian flu
burung dijumpai pada lingkungan dalam radius satu kilometer di seputar
peternakan terserang. Ternak unggas dalam radius 5-6 kilometer dari lokasi
positif flu burung harus terus diwaspadai. Sedangkan IEC dalam sebuah workshop
di Hanoi menyatakan bahwa virus flu burung dapat ditularkan oleh burung atau
hewan liar dalam radius 10 km dari lokasi positif flu burung, sehingga dalam
radius tersebut dianggap sebagai zona tertular yang harus diwaspadai. Faktor
sistem pemeliharaan tidak satu umur merupakan salah satu aspek potensial yang
mempengaruhi kemungkinan penyebaran penyakit flu burung dalam peternakan. Salah
satu langkah untuk penanggulangan penyebaran virus flu burung antar kandang
adalah dengan menerapkan biosekuriti yang ketat, sistem pemeliharaan all-in
all-out, selalu menjaga kebersihan kandang dan petugas kandang beserta
peralatannya, serta menggunakan desinfektan yang tepat (10).
Tanda dan gejala flu burung biasanya
muncul dalam waktu dua sampai lima hari setelah infeksi. Dalam kebanyakan
kasus, gejala flu burung mirip dengan gejala flu biasa seperti:
– Batuk
– Demam
– Sakit
tenggorokan
– Nyeri
otot
– Beberapa
orang juga mengalami mual, muntah atau diare. Dalam beberapa kasus, infeksi
mata ringan (konjungtivitis) merupakan satu-satunya indikasi infeksi flu
burung.
Flu burung terjadi secara alami diantara
unggas air liar dan dapat menyebar ke unggas domestik, seperti ayam, kalkun,
bebek dan angsa. Penyakit ini ditularkan melalui kontak dengan kotoran burung
yang terinfeksi, atau kontak dengan sekresi dari hidung, mulut, atau mata
unggas. Pasar terbuka, di mana telur dan daging unggas dijual bebas dalam
lingkungan yang tidak higienis, merupakan sarang infeksi dan dapat menyebarkan
penyakit ini ke masyarakat luas. Menurut Food and Drug Administration, flu
burung tidak akan ditularkan melalui daging atau telur unggas terinfeksi yang
sudah dimasak dengan benar. Daging unggas aman dikonsumsi jika sudah dimasak
dengan suhu hingga 74 derajat Celsius. Agar aman, telur juga harus dimasak
hingga matang betul (10).
Unggas yang terinfeksi, mengeluarkan
lendir dari mulut atau hidung atau kotorannya. Unggas-unggas yang lain rentan
terkena kontaminasi karena mereka umumnya hidup berkelompok, sangat mudah untuk
menularkan dari satu ke yang lain. Manusia lalu terinfeksi karena terjadi
kontak dengan unggas yang sakit tersebut atau lingkungan yang telah
terkontaminasi. Karena virus ini bisa menular bukan saja lewat barang yang
telah terkontaminasi dengan kotoran unggas yang sakit, tapi juga melalui udara
dan air (11).
Unggas yang terkena flu burung akan
ditandai dengan :
· mata
menjadi putih (pada unggas / itik)
· nafsu
makan berkurang
· lemas ;
kejang ; jengger yang bengkak dan biru
· leher
terputar
·
bintik-bintik perdarahan di kaki
· keluar
cairan jernih sampai kental di mata, hidung dan mulut
· mencret
yang berlebihan
· gangguan
pernafasan
· kematian.
Sedangkan pada manusia setelah melewati
masa inkubasi, antara 1 – 7 hari akan timbul gejala berikut :
· Demam
tinggi (lebih dari 38 derajat Celsius)
· Sakit
kepala
·
Batuk-pilek
· Sakit
tenggorokan
· Nyeri
otot
· Lemas
· Kadang
diare ;
· Radang
paru akut (pneumonia) yang diiktui gagal pernafasan dan sering merupakan
penyebab kematian.
Gejala orang yang menderita flu burung
memang mirip dengan penderita flu biasa, namun Infeksi flu burung dapat
dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium baik melalui biakan virus maupun tes
serologi. Sebagai bahan pemeriksaan ialah lendir mulut/hidung/tenggorokan dan
kotoran (11).
C.
Pencegahan terhadap Penyakit Flu Burung
Ada
beberapa cara agar terhindardari penularan penyait flu burung,yakni :
1. Hindari
berkunjung ke tempat peternakan/pemotongan/penjualan unggas
2. Hindari
memelihara burung/unggas dekat rumah tinggal
3. Sering
mencuci tangan dengan sabun atau antiseptik
4. Masak
daging/telur unggas sampai suhu mencapai 80 derajat Celsius, minimal 1 menit.
5. Jalankan
pola hidup sehat supaya daya tahan tubuh kuat
6.
Vaksinasi
Dari penelitan yang dilakukan oleh
Murwanti dkk tahun 2013 lalu yang di publikasikan dalam Jurnalnya yang berjudul
Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model
Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas bahwa Penyebaran penyakit flu
burung dapat dikaji melalui model matematika melalui revisi model endemik SIRS
dengan memperhatikan pemberian vaksinasi pada unggas. Penelitian dilakukan
dengan merevisi kompartemen penyebaran penyakit tersebut yang selanjutnya
digunakan untuk menentukan persamaan pembangun model yang direpresentasikan
dalam sistem persamaan diferensial. Sistem tersebut menggambarkan interaksi
antara kelompok manusia dan kelompok unggas. Analisa kestabilan sistem di kedua
titik kritisnya dilakukan dengan menentukan nilai eigen sistem yang diperoleh
dari determinan matriks jacobi linearisasi sistem di masing-masing titik
kritis. Kestabilan sistem selanjutnya diamati dibidang (𝜂,) yang
dibagi oleh kurva parameter 𝜇𝑏 = 𝜂. Kedua parameter tersebut
secara berturut-turut menyatakan tingkat vaksinasi unggas dan tingkat kematian
alami populasi unggas. Kestabilan di titik kritis kedua membutuhkan syarat
bahwa tingkat kematian manusia karena flu burung (𝛼𝑛) harus
lebih kecil dari tingkat kelompok manusia yang telah sembuh dari flu burung
terjangkit penyakit kembali (𝛿). Hasil simulasi memperlihatkan bahwa penyebaran
penyakit flu burung dapat diturunkan dengan program vaksinasi bila tingkat
vaksinasi unggas lebih besar dari tingkat kematian alami unggas (12).
Flu burung berpotensi menjadi wabah di
dunia, namun metode untuk melawan penyakit akibat virus ini masih jauh dari
harapan. Sejauh ini, FDA telah menyetujui penggunaan beberapa vaksin yang dapat
mencegah flu burung, akan tetapi masing-masing vaksin tersebut hanya efektif
untuk satu jenis strain virus. Suatu vaksin baru, yaitu vaksin DNA, diharapkan
dapat memberikan perlindungan yang lebih luas lagi. Penyakit flu burung (avian
influenza), yang disebabkan oleh suatu varian virus H5N1, telah menjangkiti
jutaan unggas di seluruh dunia. Virus ini bermutasi dengan cepat, dan telah
menyebabkan 250 orang meninggal. "Semua orang takut bahwa virus ini akan
bermutasi lagi sehingga dapat dengan mudah ditularkan dari satu orang ke orang
yang lain, ini mungkin adalah ancaman wabah terbesar yang akan kita hadapi saat
ini", kata David Ho, seorang guru besar pada Universitas Rockefeller.
Kemampuan virus untuk cepat bermutasi ini merupakan faktor terpenting sulitnya
melawan flu burung. Untuk mengatasi hal ini, Ho bersama koleganya melakukan
penelitian terhadap vaksin baru yang diharapkan dapat melawan virus flu burung
secara broad-acting. Vaksin ini dibuat dari DNA yang telah dimodifikasi secara
genetis (12).
Vaksin DNA memiliki berbagai keunggulan,
yaitu lebih stabil, tahan lama, tidak perlu dibekukan, cepat dimodifikasikan,
serta murah apabila ingin diproduksi massal. Akan tetapi vaksin DNA juga
memiliki kekurangan, yaitu tidak efektif apabila disuntikkan secara biasa.
Untuk mengatasi hal ini, Ho mengembangkan suatu metode elektroporasi, yaitu
dengan cara mengkombinasikan vaksin dengan suatu rangsangan listrik kecil di
lokasi suntikan. Pada uji tahap awal, metode ini berhasil meningkatkan asupan
DNA oleh sel otot. Hasil percobaan vaksin DNA ini dilaporkan dalam edisi
terbaru Proceedings of the National Academy of Sciences. "Tikus yang
diberi injeksi vaksin DNA memiliki respon antibodi yang bagus terhadap berbagai
jenis strain virus H5N1", kata Ho. "Ini adalah temuan yang
menarik", kata Peter Palese, ketua jurusan mirobiologi pada Mount Sinai
School of Medicine di New York. "Vaksin ini perlu dicobakan ke
manusia". Hal yang membuat vaksin ini sangat menarik adalah kemampuannya
untuk merangsang kekebalan terhadap beragam strain virus. Vaksin yang tersedia
sekarang hanya terbatas untuk strain virus tertentu, masalahnya adalah bila
virus bermutasi cepat, maka vaksin tersebut menjadi tidak efektif lagi. Vaksin
yang baru ini diharapkan dapat mengatasi hal tersebut (12).
Selain itu, Artina Prastiwi seorang
mahasiswi Fakultas Kedokteran Hewan, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta
berhasil menemukan vaksin penghambat virus H5N1 (flu burung). Vaksin itu bukan
berasal dari bahan kimia, tapi organik atau herbal dari ekstrak buah Mahkota
Dewa (Phaleria Macrocarpa) yang dipublikasikan pada tahun 2011 lalu. Artina
mengatakan bahwa ekstrak buah Mahkota Dewa mengandung senyawa saponin yang
berfungsi untuk menghambat perkembangan virus flu burung. Senyawa itu dalam
dosis yang tepat bisa menghambat virus mencapai 87 persen. Melalui beberapa
kali penelitian, akhirnya ditemukan dosis yang tepat untuk menghambat virus
tersebut secara efektif dalam diri unggas. Dari hasil penelitiannya, dosis yang
tepat adalah 10 persen. Kadar saponin yang dibutuhkan untuk menghambat
perkembangan virus tersebut adalah 10 miugram/mililiter (ml). Vaksin yang
digunakan untuk disuntikkan ke unggas sendiri hanya 0,2 ml. Pada penelitian
pertama menggunakan telur ayam berembrio yang telah diberikan virus flu burung.
Telur tersebut kemudian disuntik beberapa dosis ekstrak mahkota dewa. Telur
tersebut kemudian diinkubasi selama 35 hari, hasilnya embrio tidak mati, sehat
dan tanpa bekas luka. Namun ketika konsentrasi dosis saponin di tingkatkan
menjadi 15 hingga 20 persen semua embrio di telur tersebut mati. Terjadi
perdarahan di seluruh tubuh, terjadi kekerdilan dan cairan alantois keruh. Ini
membuktikan kadar saponin yang digunakan harus tepat karena kalau kelebihan
mengakibatkan keracunan. Bila kurang juga tidak mampu menghambat laju
virus.Setelah melalui uji beberapa kali, peneliti kemudian menguji pada unggas
secara langsung dengan kadar 0,2 ml dalam satu dosis untuk unggas usia di bawah
21 hari dan ditambah menjadi 0,5 ml untuk unggas di atas usia 21 hari.
Menurutnya, untuk mendapatkan buah mahkota dewa juga sangat mudah karena banyak
ditemukan di wilayah DIY dan Jawa Tengah. Untuk menghasilkan vaksin flu burung
dalam satu dosis tersebut (0,2 ml) dibutuhkan kulit buah Mahkota Dewa sebanyak
3 gram untuk kemudian diekstrak menjadi vaksin. Ekstrak itu masih harus
dicampur dengan pelarut agar bisa cepat terserap dalam tubuh ungags. Dia
mengharapkan vaksin flu burung organik bisa diproduksi secara massal. Sebab,
vaksin yang beredar saat ini selain mengandung bahan kimia yang juga memberikan
efek samping negatif pada unggas harganya cukup mahal. Untuk 100 dosis vaksin
flu burung yang beredar saat ini harganya bisa mencapai Rp 200 ribu. Tetapi
untuk vaksin herbal ini bisa dijual dengan harga Rp 75 ribu untuk setiap 100
dosisnya (13).
Kasus AI di lapangan ternyata masih tetap
ada meskipun telah dilakukan tindakan vaksinasi dan biosekuriti yang memadai.
Pencegahan terhadap penyakit AI telah dilakukan dengan vaksinasi, baik
menggunakan vaksin aktif maupun vaksin ianaktif. Vaksin yang terbaik adalah
vaksin dengan kandungan agen yang sama dengan virus yang ada lapangan, di
samping melakukan vaksinasi, upaya penanggulangan penyakit AI juga dengan
program bioskuriti yang ketat. Langkah biosekuriti meliputi depopulasi unggas
terutama pada daerah tertular didahului dengan stampling out, dilanjutkan
dengan pengisian kembali kandang dengan ternak baru yang bebas dari penyakit
AI. Pemantauan terhadap penyakit AI hendaknya dilakukan secara berkesinambungan
disertai dengan penyuluhan yang berulang- ulang untuk meningkatkan pemahaman
masyarakat akan bahaya penyakitnya. Langkah-langkah antisipasi perlu dilakukan
untuk mencegah dampak buruk yang tidak diinginkan yang bisa berakibat fatal,
berupa kematian ternak maupun kematian pada manusia. Pemahaman masyarakat akan
penyakit AI sangat diperlukan dalam upaya mengatasi ancaman penyakit yang
sangat berbahaya ini. Perlu diwaspadai pula bahwa proses penularan virus AI
secara cepat banyak terjadi di pasar unggas akibat adanya kontak langsung antar
unggas sakit dengan unggas yang sehat (6).
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Flu Burung adalah penyakit influenza pada
unggas, baik burung, bebek,ayam, serta beberapa binatang lain seperti babi.
Penyebab flu burung adalah virus Influenza, yang termasuk tipe A subtype H5,
H7, dan H9. Penyakit ini pertama kali dilaporkan pada tahun 1878 sebagai wabah
yang menjangkiti ayam dan burung di Italia (Perroncito, 1878), Menurut WHO,
dari 349 kematian akibat flu burung di seluruh dunia sejak 2003 hingga 2012,
ada 155 diantaranya terjadi di Indonesia dan hampir 80 persen berakhir dengan
kematian. Sejak terjadinya wabah Avian Influenza (Al) pada unggas di Indonesia
yang dideklarasi pada bulan Januari 2004, kasus secara bertahap menurun cukup
signifikan setiap tahun yakni th. 2007 = 2.751 kasus, th. 2008 = 1.413 kasus,th
2009 = 2293 kasus, th.2010 = 1502 kasus, th. 2011 = 1.411 kasus, th. 2012 =
546kasus dan th. 2013 = 477 kasus.
Selain virus flu burung H5N1 yang telah
banyak menyebabkan kematian di dunia, Virus baru flu burung mengancam Cina,
dari tahun 2013 sudah sembilan orang terjangkit virus dan empat di antaranya
dinyatakan meninggal dunia. Dua orang merupakan warga Shanghai. Virus yang
mewabah kali ini merupakan virus jenis baru yaitu H7N9, berbeda dengan H5N1
yang beberapa waktu silam sempat menggegerkan dan merenggut banyak korban dari
seluruh dunia. Virus H7N9 ini belum pernah diketahui menyebabkan penyakit pada
manusia karena umumnya hanya mengancam burung.
Gejala orang yang menderita flu burung
memang mirip dengan penderita flu biasa, namun Infeksi flu burung dapat
dipastikan dengan pemeriksaan laboratorium baik melalui biakan virus maupun tes
serologi. Sebagai bahan pemeriksaan ialah lendir mulut/hidung/tenggorokan dan
kotoran.
Ada beberapa cara agar terhindardari
penularan penyait flu burung,yakni :
1. Hindari
berkunjung ke tempat peternakan/pemotongan/penjualan unggas
2. Hindari
memelihara burung/unggas dekat rumah tinggal
3. Sering
mencuci tangan dengan sabun atau antiseptik
4. Masak
daging/telur unggas sampai suhu mencapai 80 derajat Celsius, minimal 1 menit.
5. Jalankan
pola hidup sehat supaya daya tahan tubuh kuat
6.
Vaksinasi
Kemampuan virus ini untuk cepat bermutasi
merupakan faktor terpenting sulitnya melawan flu burung. Untuk mengatasi hal
ini, beberapa peneliti bersama koleganya melakukan penelitian terhadap vaksin
baru yang diharapkan dapat melawan virus flu burung secara broad-acting. Vaksin
ini dibuat dari DNA yang telah dimodifikasi secara genetis dan adajuga yang
terbuat dari ekstrak buah Naga yang ditemukan oleh seorang Mahasiswi
Universitas Gadjah Mada.
B. Saran
Flu Burung merupakan penyakit menular
yang mematikan dan sangat berbahaya, penyebarannya pun sangat cepat melalui
unggas yang telah terjangkit virus Avian Influenza, bahkan ada penelitian dari
Cina yang menyebutkan bahwa virus ini dapat menular dari manusia ke manusia
lainnya yang punya kesamaan genetic,seperti ayah dan anak. Maka dari ituah
perlunya lagi penelitian lebih lanjut dan mendalam tentang penyakit flu burung
ini agar penyebarannya tidak meluas dan tidak ada sampai menimbulkan korban
jiwa, selain itu Peru juga diteliti mengenai vaksin yang lebih banyak lagi guna
melawan virus yang berbahaya ini.
DAFTAR
PUSTAKA
1. Murwanti, R. Ratianingsih, A.I. Jaya.
Studi Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model
Endemik SIRS Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Online Jurnal of Natural
Science 2 (1) : 27-35. 2013
2. Widya Sukoco, N E, Pranata, S. Perilaku
Beresiko Peternak Unggas dan Kejadian Flu Burung di Desa Mojotamping Kecamatan
Bangsal Kabupaten Mojokerto Provinsi Jawa Timur. Jurnal Penelitian Sistem
Kesehatan. 15 (1) : 47–54. 2012
3. Arindayani. Pengetahuan, Sikap, dan
Perilaku Masyarakat tentang Flu Burung di Kelurahan Manis Jaya Tangerang tahun
2009. Jurnal Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia 2 (15). 2009
4. Natsir, Muhlis. Faktor Risiko Kejadian
Flu Burung pada Peternakan Unggas Rakyat Komersial di Kabupaten Sindereng
Rappang 2007-2009. Jurnal Kesehatan
hewan Kementerian Pertanuan Badan Karantina Pertanian Stasiun Karantina
Pertanian Kelas I Pare-Pare XX (5). 2010.
5. Yuniati, G A, dkk. Pelacakan Kasus Flu
Burung pada Ayam dengan Reverse Transcriptase Polymerase Chain Reaction. Jurnal
Veteriner Fakultas Kedokteran Hewan, Unud. 13 (3): 303-30. 2012
6. Umi Rasmi. H7N9. Virus Baru Flu Burung
di Cina. Artikel Nasional Geographic Indonesia
http://nationalgeographic.co.id/berita/2013/04/h7n9-virus-baru-flu-burung-di-cina.
2013
7. Virus Flu Burung H7N9 Menular Antar
Manusia. Artikel
http://www.ddw.dw/virus-flu-burung-h7n9-menular-antar-manusia/a-17002987. 2013
8. Darmawi, dkk. Deteksi Antibodi Serum
Terhadap Virus Avian influenza pada Ayam Buras. Fakultas Kedokteran Hewan. Jurnal Fakultas Kedokteran Hewan Universitas
Syiah Kuala. 12 (1). 2012
9. Basri C., Noor, G.M.S., Jatikusumah,
A., dan Sunandar. Deteksi Sirkulasi virus Avian influenza H5N1 pada tempat penampugan
ayam di Propinsi DKI Jakarta. Proceeding of AZWMC: 295 – 297. 2012
10. Mohammad, Kartono. Flu Burung. Adapted from
www.InfluenzaReport.comby Bernd Sebastian Kamps, Christian Hoffman, Wolfgang
Preiser.
11. Widjaja, Sutopo. Flu Burung—Penyebab dan
Pencegahannya?. DOKITA (Dokter Kita)
http://dokita.co/blog/flu-burung-penyebab-dan-pencegahannya/. 2013
12. Melawan Flu Burung dengan vaksin DNA.
Artikel Kesehatan dan Informasi
Penyakit.http://www.amazine.co/26205/flu-burung-dengan-faktor-resikonya/2014
13. Murwanti, R. Ratianingsih, A.I. Jaya. Studi
Penyebaran Penyakit Flu Burung Melalui Kajian Dinamis Revisi Model Endemik SIRS
Dengan Pemberian Vaksinasi Unggas. Jurusan Matematika FMIPA Universitas
Tadulako, Jalan Sukarno-Hatta Palu. Online Jurnal of Natural Science, Vol. 2
(1): 27-35. 2013
BAB I
PENDAHULUAN
Penyakit
flu burung atau flu unggas (Bird Flu, Avian Influenza) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influenza tipe A dan ditularkan oleh unggas
baik berupa burung, bebek, ayam, serta beberapa binatang lain seperti babi.
Data lain menunjukkan penyakit ini dapat juga mengena pada puyuh dan burung
unta. Penyakit flu burung yang disebabkan oleh virus avian infuenza jenis H5N1
pada unggas dikonfirmasikan telah terjadi di Republik Korea, Vietnam, Jepang,
Thailand, Kamboja, Taiwan, Laos, China, Indonesia dan Pakistan. Sumber virus
diduga berasal dari migrasi burung dan transportasi unggas yang terinfeksi.
Pada
Januari 2004, di beberapa propinsi di Indonesia terutama Bali, Botabek, Jawa
Timur, Jawa Tengah, Kalimantan Barat dan Jawa Barat dilaporkan adanya kasus
kematian ayam ternak yang luar biasa. Awalnya kematian tersebut disebabkan oleh
karena virus new castle, namun konfirmasi terakhir oleh Departemen Pertanian
disebabkan oleh virus flu burung (Avian influenza (AI)). Jumlah unggas yang
mati akibat wabah penyakit flu burung di 10 propinsi di Indonesia sangat besar
yaitu 3.842.275 ekor (4,77%) dan yang paling tinggi jumlah kematiannya adalah
propinsi Jawa Barat (1.541.427 ekor).
Kehebohan
itu bertambah ketika wabah tersebut menyebabkan sejumlah manusia juga
meninggal. Pada tanggal 19 Januari 2004, pejabat WHO mengkonfirmasikan lima
warga Vietnam tewas akibat flu burung. Sementara itu di negara Thailand sudah
enam orang tewas akibat terserang flu burung, seorang remaja berusia 6 tahun
dipastikan menjadi orang Thailand pertama yang dikonfirmasi tewas akibat wabah
tersebut. Seorang Epidemiologis dari Pusat Pengawasan Penyakit Dr. Danuta
Skowronski, mengatakan bahwa 80% kasus flu burung menyerang anak-anak dan
remaja. Tingkat kematian akibat flu burung sangat tinggi. Berdasarkan hasil
penelitian atas 10 orang yang terinfeksi virus flu burung di Vietnam, WHO
menemukan bahwa dari 10 orang yang terinfeksi 8 orang yang meninggal, seorang sembuh
dan seorang lagi dalam kondisi kritis.
Bila kita
bandingkan dengan SARS (Severe Acute Respiratory Syndrome) Penyakit flu burung
ini lebih sedikit kasusnya hanya 25 kasus di seluruh dunia dan yang meninggal
mencapai 19 orang (CFR=76%). Sedangkan pada penyakit SARS dari 8098 kasus yang
meninggal hanya 774 orang (CFR = 9,6%).
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Flu burung
atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan avian flu atau avian influenza (AI)
adalah penyakit menular yang disebabkan virus influenza A sub tipe H5N1 yang
biasanya menyerang unggas tetapi juga dapat menyerang manusia. Virus ini
termasuk family Orthomyxoviridae dan memiliki diameter 90-120 nanometer. Virus
avian influenza ini menyerang alat pernapasan, pencernaan dan system saraf pada
unggas.
Secara
normal, virus tersebut hanya menginfeksi ternak unggas seperti ayam, kalkun dan
itik, akan tetapi tidak jarang dapat menyerang spesies hewan tertentu selain
unggas misalnya baabi, kuda, haarimau, macan tutul dan kucing. Walaupun hampir
semua jenis unggas dapat terinfeksi virus yang terkenal sangat ganas ini,
tetapi diketahui yang lebih rentan adalah jenis unggas yang diternakkan secara
massal.
B. Ciri Virus
Virus
influensa pada manusia dan binatang ada beberapa tipe yaitu tipe A, tipe B dan
Tipe C. Pada manusia virus A dan virus B dapat menjadi penyebab wabah flu yang
cukup luas, sementara virus C menyebar secara periodic, ringan dan tidak
menyebabkan wabah. Virus influensa tipe A dapat berubah-ubah bentuk (Drift,
Shift), dan dapat menyebabkan epidemic dan pandemi.
Virus A
mempunyai permukaan yang terdapat dua glikoprotein, yaitu hemaglutinin (H) dan
neuraminidase (N). Untuk mengklasifikasikannya secara rinci, maasing-masing
tipe virus itu dibagi lagi menjadi subtipe berdasarkan kelompok H dan N, yaitu
H1 sampai H15 dan N1 sampai N9. Perbedaan H merupakan dasar subtype. Influensa
pada manusia sejauh ini disebabkan virus H1N1, H2N2 dan H3N2 serta virus avian
H5N1, H9N2 dan H7N7.
Strain yang
sangat virulen atau ganas dan
menyebabkan flu burung
adalah dari subtipe A H5N1. Virus tersebut dapat bertahan hidup di
air sampai 4 hari pada suhu 220 C
dan lebih dari
30 hari pada
00 C. Virus
akan mati pada
pemanasan 600 C selama
30 menit atau
560 C selama
3 jam
C. Gambar Struktur Virus
D. Jalur Penularan
Virus Avian
Influenza (AI) ditularkan melalui air liur, ingus, dan kotoran unggas.
Penularan pada manusia terjadi karena kontak langsung dengan unggas yang
terinfeksi virus tersebut. Selain itu, dapat terjadi melalui kendaraan yang
mengangkut binatang itu, kadang, alat-alat peternakan, pakan ternak, pakaiaan,
tinja ternak dan sepatu para peternak yang langsung mengenai unggas yang sakit,
juga pada saat jual-beli ayam hidup dipasar, dan mekanisme lainnya.
Penularan
penyakit ini dapat terjadi melalui udara (air borne) dan melalui kontak
langsung dengan unggas sakit atau kontak dengan bahan bahan infeksius seperti
tinja, urin, dan sekret saluran napas unggas sakit.
Penularan
antar ternak unggas
Seekor
unggas yang terinfeksi virus H5N1 akan menularkannya dalam waktu singkat. Jika
semua unggas peliharaan memiliki daya tahan yang bagus maka infeksi tidak akan menyebabkan kematian,
dengan kata lain virus tidak aktif. Sebaliknya, jika kondisi unggas berada
dalam kondisi buruk maka flu burung dapat mematikan.
Secara
singkat, penyakit flu burung dapat ditularkan dari unggas ke unggas lain atau
dari peternakan ke peternakan lainnya dengan cara sebagai berikut:
Kontak langsung dari unggas terinfeksi
dengan hewan yang peka.
Melalui lendir yang berasal dari hidung dan
mata.
Melalui kotoran (feses) unggas yang
terserang flu burung.
Lewat manusia melalui sepatu dan pakaian
yang terkontaminasi dengan virus.
Melalui pakan, air, dan peralatan kandang
yang terkontaminasi.
Melalui udara karena memiliki peran penting
dalam penularan dalam satu kandang, tetapi memiliki peran terbatas dalam
penularan antar kandang.
Melalui unggas air yang dapat berperan
sebagai sumber (reservoir) virus dari dalam saluran intestinal dan dilepaskan
lewat kotoran.
Penularan
dari ternak ke manusia
Faktor yang
memengaruhi penularan flu burung dari ternak ke manusia adalah jarak dan
intensitas dalam aktivitas yang berinteraksi dengan kegiatan peternakan.
Semakin dekat jarak peternakan yang terkena wabah virus dengan lingkungan
manusia maka peluang untuk menularnya virus bisa semakin besar. Penularan virus
ke manusia lebih mudah terjadi bila orang tersebut melakukan kontak langsung
dengan aktivitas peternakan.Orang yang mempunyai risiko tinggi terserang flu
burung adalah pekerja peternakan unggas, penjual, penjamah unggas, sampai ke
dokter hewan yang bertugas memeriksa kesehatan ternak di peternakan.
Penularan
antar manusia
Penularan
flu burung antar manusia belum dapat dibuktikan, tetapi tetap perlu diwaspadai.
Hal ini dikarenakan virus cepat bermutasi dan beradaptasi dengan manusia
sehingga memungkinkan adanya varian baru dari virus flu burung yang dapat
menular antar manusia.
E. Gejala
Secara umum
pada masa inkubasi, antara mulai tertular dan timbulnya gejala, adalah sekitar
tiga hari. Sementar, dalam kepustakaan dinyatakan, masa infeksius pada manusia
adalah satu hari sebelum sampai 3-5 hari sesudah timbul gejala. Samentara pada
anak bisa sampai 24 hari.Gejala manusia yang tertular flu burung pada dasarnya
sama dengan flu umumnya, hanya saja berpotensi menjadi berat dan fatal.
Gejalanya antara lain demam, batuk, sakit tenggorokan, sakit kepala, dan nyeri
sendi sampai infeksi selaput mata.
Jika
keadaannya makin memburuk, maka dapat terjadi severe respiratory distress yang
di tandai dengan sesak nafas hebat, rendahnya kadar oksigen darah serta
meningkatnya kadar CO2. Ini terjadi karena infeksi flu menyebar ke paru dan
menimbulkan radang paru (pneumonia) yang dapat disebabkan oleh virus AI atau
bakteri. Kemudian masuk ke saluran napas dan menginfeksi paru yang sedang sakit
akibat virus flu burung.
Laporan
dari kasus yang terjadi pada tahun 1999 menunjukkan adanya variasi gejala
berupa demam sekitar 390C, lemas, sakit tenggorok, sakit kepala, tidak nafsu
makan, muntah dan nyeri perut, serta diare. Hanya saja, kesepuluh pasien flu
burung di Vietnam tahun 2004, tidak seorang pun yang mengeluh sakit tenggorok
dan pilek. Agak aneh memang. Juga tidak ada keluhan radang selaput mata dan
bercak kemerahan pada pasien.
Secara
khusus, gejala flu burung dibedakan atas :
· Flu burung pada ternak
Gejala
klinis flu burung pada unggas mirip dengan gejala newcastle disease, atau di
indonesia disebut penyakit tetelo atau pileren yang disebabkan oleh
paramyxovirus. Gejala Klinis ternak unggas yang terinfeksi flu burung sebagai
berikut:
o Jengger, pial, dan kulit perut yang tidak
ditumbuhi bulu bewarna biru keunguan.
o Pembengkakan di sekitar kepala dan muka.
o Ada cairan yang keluar dari hidung dan mata.
o Perdarahan di bawah kulit (subkutan)
o Perdarahan titik (ptechie) pada daerah dada,
kaki, dan telapak kaki.
o Batuk, bersin, ngorok.
o Diare.
o Tingkat kematian tinggi.
· Flu burung pada manusia
Orang yang
terserang flu burung menunjukkan gejala seperti terkena flu biasa, tetapi
kerena keganasan virusnya menyebabkan flu ini juga ganas. Virus influenza
biasanya menimbulkan penyakit yang ringan. Tetapi virus flu burung ini sangat
ganas dan dapat menyebabkan kematian dalam satu minggu. Orang yang terkena flu
burung mengalami kenaikan suhu tubuh sampai 39C, sakit tenggorokan, batuk,
sesak napas dan mengeluarkan lendir bening dari hidung. Kondisi ini dapat
diikuti dengan penurunan daya tahan tubuh yang sangat cepat karena biasanya penderita
tidak memiliki nafsu makan, diare dan muntah.
Dalam waktu
singkat gejala gejala tersebut dapat menjadi lebih berat dengan terjadinya
peradangan di paru (pneumonia). Apabila tidak dilakukan penanganan yang baik
pada pasien maka dapat menyebabkan kematian.
F. Pencegahan
Kebiasaan
pola hidup sehat tetap memegang peranan penting dalam pencegahan. Untuk flu
adalah tetap menjaga daya tahan tubuh, makan yang seimbang dan bergizi,
istirahat dan olahraga teratur. Kebiasaan mencuci tangan secara teratur. Secara
umum pasien influenza sebaiknya istirahat, banyak minum dan makan
bergizi.Sampai kini belum ada vaksin untuk menangkal flu burung pada manusia
walau ada berbagai jenis vaksin influenza, tetapi vaksin tersebut dibuat untuk
mencegah flu biasa bukan mencegah flu burung.
World
Health Organization (WHO) menyatakan, secara umum prinsip-prinsip kerja yang
higienis seperti mencuci tangan dan menggunakan alat pelindung diri bila
diperlukan merupakan upaya yang harus dilakukan oleh mereka yang kontak dengan
ternak. Karena telur juga dapat tertular, penanganannya kulit telur dan telur
mentah juga perlu diperhatikan. WHO juga menyatakan, dengan memasaknya seperti
yang biasa kita lakukan selama ini, virus flu burung akan mati. Ada anjuran:
daging, daging unggas harus dimasak sampai suhu 700C atau 800C selama
sedikitnya satu menit. Kalau kita menggoreng atau merebus ayam di dapur
misalnya, tuntu lebih dari itu suhu dan lamanya memasak. Artinya aman
mengkonsumsi ayam atau unggas lainnya asal telah dimasak dengan baik.
Flu burung
yang mana belum ada obat atau vaksinnya, maka upaya yang dilakukan hanya
bersifat pencegahan dan pertolongan pertama. Upaya tersebut dapat dilakukan
dengan pencegahan luar dan dalam tubuh.
1).
Pencegahan Luar
Pencegahan
luar bertujuan untuk mencegah penularan dari lingkungan agar tidak masuk ke
dalam tubuh. Tindakannya adalah:
o Setiap orang yang berhubungan dengan bahan
yang berasal dari unggas harus menggunakan pelindung.
o Memusnahkan unggas yang terkena flu burung.
o Peternakan harus dijauhkan dari perumahan
untuk mengurangi resiko penularan.
o Tidak mengkonsumsi produk unggas dari
peternakan yang terkena wabah flu burung.
o Tetap terapkan pola hidup sehat.
2).
Pencegahan Dalam
Pencegahan
dalam dilakukan dengan mengonsumsi obat dan makanan untuk meningkatkan daya
tahan tubuh.
· Obat
Obat yang
direkomendasikan untuk mencegah terinfeksi flu burung adalah obat antiviral
misalnya amantadine dan rimantadine dan penghambat neurominidase misalnya
oseltamivir dan zanimivir.
Obat ini
digunakan dalam pencegahan dan pengobatan influenza di beberapa Negara dan
diperkirakan dapat juga mengatasi penyakit flu burung.
· Makanan
Mengkonsumsi
makanan yang banayak mengandung serat dan kandungan antioksidan tinggi seperti
buah dan sayuran.
Dengan
melaksanakan upaya pencegahan diatas diharapkan kita semua dapat terhindar dari
penyakit flu burung ini.
G. Pengobatan
Pengobatan
flu burung pada ternak
Virus flu
burung yang dapat menyerang pada hewan saat ini belum diketahui obat maupun vaksin
yang tepat untuk mengobatinya. Pemberian obat maupun vaksin dilakukan lebih ke
arah pencegahan supaya tidak menular kepada hewan lain maupun manusia di
sekitarnya. Beberapa langkah yang dapat ditempuh dalam penanggulangan
pengobatan flu burung antara lain sebagai berikut:
1. Biosekuriti
Disebut
juga keamanan hayati, yaitu perlakuan yang ditujukan untuk menjaga keamanan
hayati demi pemeliharaan kesehatan dan memperkecil ancaman terhadap individu
yang dilindungi. Usaha ini antara lain:
a. Membatasi secara ketat lalu lintas unggas
atau ternak, produk unggas, pakan, kotoran, bulu, dan alas kandang.
b. Membatasi lalu lintas pekerja atau orang dan
kendaraan keluar masuk peternakan.
c. Peternak dan orang yang hendak masuk
peternakan harus memakai pakaian pelindung seperti masker, kaca mata plastik,
kaos tangan, dan sepatu.
d. Mencegah kontak antara unggas dengan burung
liar.
2. Depopulasi
Depopulasi
adalah tindakan pemusnahan unggas secara selektif di peternakan yang tertular
virus flu burung. Tindakan ini dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit
lebih luas. Cara pemusnahan unggas yang terinfeksi virus flu burung adalah
menyembelih semua unggas yang sakit dan yang sehat dalam satu kandang
(peternakan). Selain itu, dapat juga dilakukan dengan cara disposal, yaitu
membakar dan mengubur unggas mati, sekam dan pakan yang tercemar, serta bahan
dan peralatan yang terkontaminasi.
3. Vaksinasi
Dilakukan
pada semua jenis unggas yang sehat di daerah yang telah diketahui ada virus flu
burung. Vaksin yang digunakan adalah vaksin inaktif (killed vaccine) yang resmi
dari pemerintah.
Pengobatan
flu burung pada manusia
Flu burung
pada manusia belum ada obatnya. Meskipun tidak semua penderita mengalami
kematian, flu burung tetap harus diwaspadai karena dikhawatirkan virus ini akan
mengalami mutasi menjadi lebih ganas. Berikut ini beberapa tindakan untuk
mewaspadai flu burung:
· Berolahraga secara teratur, sehingga
fisik sehat.
· Makan makanan yang bergizi, agar dapat
menyuplai energi untuk pembentukan kekebalan tubuh yang optimal.
· Mengkonsumsi produk unggas yang
benar-benar sudah matang.
· Hindari berkunjung ke peternakan.
· Seringlah mencuci tangan dan hindari
meletakkan tangan di hidung dan mulut.
· Membiasakan hidup bersih dan menjaga
kebersihan lingkungan.
· Cukup istirahat.
Jika ada
yang terkena flu burung di sekitar kita maka langkah yang dapat diambil adalah:
· Tidak panik, tapi tetap waspada.
· Membawa penderita ke dokter atau rumah
sakit terdekat.
· Melaporkan pada pihak terkait, seperti
Dinas Peternakan atau Dinas Kesehatan setempat supaya ditindaklanjuti.
· Tidak mengucilkan keluarga penderita
karena keluarga penderita belum tentu tertular. Selain itu belum ada bukti
bahwa flu burung menular antar manusia.
Penanggulangan
di rumah sakit :
· Penderita dirawat di ruang isolasi
selama 7 hari (masa penularan).
· Oksigenasi, dengan mempertahankan
saturasi O2 > 90 %
· Hidrasi
· Antibiotika, anti inflamasi , obat
–obatan imunomodulator
· Terapi simptomatis untuk gejala flu,
seperti analgetika atau antipiretika, mukolitik, dekongestan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Flu
burung (avian influenza) adalah suatu penyakit
menular yang disebabkan oleh virus influensa yang ditularkan oleh unggas. Virus
influensa terdiri dari beberapa tipe, antara lain tipe A, tipe B dan tipe C.
Influensa tipe A terdiri dari beberapa strain, antara lain H1N1, H3N2, H5N1 dan
lain-lain. Influensa A (H5N1) merupakan penyebab wabah flu burung di Hongkong,
Vietnam, Thailand, dan Jepang. Di Vietnam dan Thailand juga menyerang pada
manusia dengan delapan kasus diantaranya meninggal.
B. Kritik Dan Saran
Kami sadar
atas keterbatasan pengetahuan kami. Untuk itu besar harapan bagi kami atas
kritik dan saran dari pembaca guna perbaikan makalah ini.
DAFTAR
PUSTAKA
Ø Akoso, Budi Tri. 2006. Waspada Flu Burung.
Penerbit Kanisius : Yogyakarta.
Ø Irianto, K., 2007. Mikrobiologi, Menguak
Dunia Mikroorganisme Jilid I, Yrama Widya. Jakarta.
Ø Soejoedono, D. Retno. 2006. Flu Burung.
Penerbit Swadaya : Depok.
Ø Pustaka Internet
No comments:
Post a Comment