MAKALAH H5N1 DAN H1N1
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Virus adalah
parasit berukuran mikroskopik yang menginfeksi sel organisme biologis. Virus
sering diperdebatkan statusnya sebagai makhluk hidup karena ia tidak dapat
menjalankan fungsi biologisnya secara bebas. Karena karakteristik khasnya ini
virus selalu terasosiasi dengan penyakit tertentu, baik pada unggas misalnya
virus flu burung. Penyakit flu burung atau yang juga dikenal sebagai
Avian Influenza (AI) adalah penyakit yang disebabkan oleh virus influenza tipe
A subtipe H5N1. Hingga saat ini, AI masih mendapatkan perhatian serius di
seluruh dunia, karena selain mengakibatkan kerugiaan ekonomi yang besar
dan penyebarannya yang luas, penyakit ini juga diketahui dapat menular ke
manusia.
Flu babi
(Swine Influenza) adalah penyakit virus yang disebabkan oleh strain virus
influenza yang biasanya menginfeksi babi yang disebut swine influenza virus
(SIV). Virus ini banyak ditemukan di Amerika Utara, Eropa, Kenya, Cina daratan
dan Asia Timur yang dapat menimbulkan wabah (epidemi) penyakit pernapasan pada
babi ( Soedarto,2010).
Pada awalnya
virus flu burung H5N1 dan flu babai H1N1 ini hanya terbatas pada unggas, tetapi
dalam beberapa tahun terakhir telah muncul sebagai penyakit menular yang sangat
fatal pada manusia
B.
Rumusan
Masalah
1.
Bagaimana
pengertian H5N1 dan H1N1 ?
2.
Apa
etiologi H5N1 dan H1N1 ?
3.
Apa
saja klasifikasi H5N1 dan H1N1 ?
4.
Bagaimana
virologi H5N1 dan H1N1 ?
5.
Apa
manifestasi klinis dari H5N1 dan H1N1 ?
6.
Bagaimana
patofisiologi H5N1 dan H1N1 ?
7.
Bagaimana
penatalaksanaan pada H5N1 dan H1N1 ?
8.
Apa
saja komplikasi pada H5N1 dan H1N1 ?
9.
Bagaimana
asuhan keperawatan pada H5N1 dan H1N1 ?
C.
Tujuan
a.
Tujuan
khusus
Untuk
mengetahui dan mempelajari secara spesifik tentang H5N1 dan H1N1 dan asuhan
keperawatan pada pasien dengan H5N1 dan H1N1.
b.
Tujuan
umum
1.
Mengetahui
pengertian H5N1 dan H1N1 ?
2.
Mengetahui
etiologi H5N1 dan H1N1 ?
3.
Mengetahui
klasifikasi H5N1 dan H1N1 ?
4.
Mengetahui
virologi H5N1 dan H1N1 ?
5.
Mengetahui manifestasi klinis dari H5N1 dan H1N1 ?
6.
Mengetahui
patofisiologi H5N1 dan H1N1 ?
7.
Mengetahui
penatalaksanaan pada H5N1 dan H1N1 ?
8.
Mengetahui
komplikasi pada H5N1 dan H1N1 ?
9.
Mengetahui
asuhan keperawatan pada H5N1 dan H1N1 ?
BAB
II
PEMBAHASAN
I.
H5NI (Flu Burung)
A.
DEFINISI
Flu burung
adalah penyakit influenza (disebabkan oleh virus influenza tipe A) yang
terdapat pada unggas dan umumnya tidak menular pada manusia. Namun beberapa
tipe diantaranya ternyata dapat menyerang manusia khususnya virus influenza
subtipe H5N1. ( Tamher, Noorkasiani. 2008 : 6)
Flu burung
adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang secara alami hanya
dapat menginfeksi unggas dan kadang-kadang babi. Pada keadaan tertentu virus
flu burung dapat ditularkan dari unggas ke manusia Penyebabnya adalah Virus
Influenza Tipe A yang dapat menyebabkan wabah (epidemi) global yang menjalar
keseluruh dunia (pandemi)( Soedarto,2010).
Patogenik
tinggi influenza avian, atau istilah aslinya, wabah flu burung, mulainya
dikenal infeksi burung pada ayam di
Italia tahun 1878. Virus influenza avian di dalam hospes habitan asli, burung
air liar, umumnya infeksi terjadi tanpa gejala, virus influenza A biotipe ini
termasuk patogenik rendah berada keseimbangan yang baik dengan hospes (Kamps,
2007).
B.
ETIOLOGI
Virus
influenza tipe A sub tipe H5N1. Virus influenza termasuk dalam famili Orthomyxoviridae. Virus strain A ini
dibedakan menurut tipe hemaglutinin (H) dan neuramidase (N) nya sehingga virus
ini dapat diklarifikasikan menurut sub tipenya, seperti H1N1 dan H2N1. Sub tipe
H5 dan H7 diperkirakan merupakan penyebab wabah dengan tingkat kematian yang tinggi
atau patogenik. Sampai saat ini sudah teridentifikasi 15 sub tipe virus.
Subtipe H5N1 dapat bermutasi
secara genetik dengan subtipe lain sehingga dapat menular ke manusia atau hewan
selain burung. Virus AI juga diidentifikasi berdasarkan strainnya, yaitu
terdapat strain A, B, dan C. WHO melaporkan bahwa virus AI strain A bertanggung
jawab atas terjadinya wabah flu burung saat ini. (Widoyono, 2011).
C.
KLASIFIKASI
Penderita
Konfirm H5N1 dapat dibagi dalam 4 kategori sesuai beratnya penyakit :
Derajat I : Penderita tanpa Pneumonia
Derajat II : Penderita dengan Pneumonia Derajat
Sedang dan tanpa Gagal Nafas
Derajat III : Penderita dengan Pneumonia Berat dan
dengan Gagal Nafas
Derajat IV : Pasien dengan
Pneumonia Berat dan Acute Respiratory Distress Syndrome (ARDS) atau dengan
Multiple Organ Failure (MOF)(MOPH Thailand, 2005).
D.
VIROLOGI
Menkes Siti Fadilah Supari
menyatakan bahwa virus flu burung (H5N1) jauh lebih berbahaya dari virus flu
babi (H1N1) terutama untuk wilayah tropis seperti Indonesia. Pasalnya,
diprediksi virus H1N1 tidak akan mampu hidup di daerah tropis karena biasanya
virus ini hidup di daerah empat musim.
Menurut Menkes, virus H5N1
jauh lebih berbahaya dari H1N1 bisa terlihat dari data-data yang sudah ada.
Jika diibaratkan, 100 penderita flu babi kemungkinan meninggal adalah 6 orang,
sementara 100 penderita flu burung kemungkinan meninggal bisa mencapai 80
orang. Lebih jauh Menkes menyatakan penyakit flu babi (swine flu) adalah
penyakit influenza yang disebabkan oleh virus influenza A subtipe H1N1 yang
dapat ditularkan melalui binatang, terutama babi. Secara umum penyakit ini mirip dengan
influenza (Influenza Like Illness-ILL, red).
Virus
Influenza C subtipe H5N1 adalah subtipe dari virus influenza A yang dapat
menyebabkan penyakit pada manusia dan banyak spesies hewan lainnya. Patogen
virus flu burung tipe A subtipe H5N1 adalah agen penyebab flu H5N1 yang sangat
patogen, umumnya dikenal sebagai flu burung ("flu burung"). Hal ini
enzootik (dipertahankan dalam populasi) di banyak populasi burung, khususnya di
Asia Tenggara. Virus H5N1 menyebar secara global setelah pertama kali muncul di
Asia. Ini adalah kasus wabah (epidemi non manusia) dan panzootic (mempengaruhi
hewan dari banyak spesies, terutama di daerah yang luas), menewaskan puluhan
juta burung dan memacu pemusnahan ratusan juta orang lain untuk membendung
penyebarannya
Virus
Influenza (H1N1) adalah subtipe dari virus influenza A yang merupakan penyebab
paling umum dari influenza manusia (flu) pada tahun 2009. Ini adalah Orthomyxovirus
yang berisi glikoprotein hemaglutinin dan neuraminidase. Untuk alasan ini,
mereka digambarkan sebagai H1N1, H1N2 dll tergantung pada jenis H atau N
antigen yang mereka ungkapkan. Hemaglutinin menyebabkan sel darah merah untuk
mengumpul dan mengikat virus ke sel yang terinfeksi. Neuraminidase adalah jenis
enzim hidrolase glikosida yang membantu untuk memindahkan partikel virus
melalui sel yang terinfeksi dan membantu tunas dari sel inang. Beberapa
kecenderungan H1N1 yang endemik pada manusia dan menyebabkan sebagian kecil
dari semua penyakit influenza seperti dan sebagian kecil dari semua influenza
musiman. Kecenderungan H1N1 menyebabkan sebagian kecil dari semua infeksi flu
manusia pada tahun 2004-2005.
E.
MANIFESTASI KLINIS
Sesudah
melewati masa inkubasi selama 1-3 hari, penderita flu burung akan mengalami
demam dengan menggigil, sakit kepala, malaise, lemah badan, nyeri otot, dan
konjungtiva merah. Komplikasi yang dapat terjadi berupa bronkitis, sinusitis,
batuk berdahak dan pneumonia disertai batuk darah, selain itu penderita juga
dapat mengalami mual, muntah, diare dan gangguan neurologik.
Diagnosis
flu burung ditetapkan jika dapat ditemukan virus penyebabnya melalui biakan
atas hapusan tenggorok. Pemeriksaan serologi misalnya uji inhibisi hemaglutinasi
dan uji fiksasi komplemen dapat mendukung ditegakkannya diagnosis flu burung
(Widoyono, 2011).
F.
MASA
INKUBASI
Pada ayam, masa
inkubasi virus, yaitu saat virus masuk
ke tubuh sampai timbul gejala membutuhkan beberapa jam
sampai dengan 3 hari dalam satu individu dan 14 hari dalam satuflok. Hal ini
tergantung pada barbagai faktor,
antara lain; jumlah dan patogenitas virus yang menginfeksi,
jenis spesies yang terinfeksi, kemampuan deteksi gejala klinis.
Pada manusia, inkubasi virus membutuhkan 1- 3 hari, tergantung umur, kekebalan dan kondisi individu.Pada umumnya kasus terjadi pada anak-anak karena
sistim kekebalan pada anak belum berkembang
sempurna.
G.
KOMPLIKASI
ü Bronkitis
ü Infeksi sekunder (adang telinga)
ü Radang paru-paru (pneumonia)
(Tamher, Noorkasiani.2008.4)
1. Meningitis (aseptic meningitis, meningitis
serosa/non bakterial)
Meningitis
adalah peradangan yang terjadi pada meninges, yaitu membrane atau selaput yang
melapisi otak dan syaraf tunjang. Meningitis dapat disebabkan berbagai
organisme seperti virus, bakteri ataupun jamur yang menyebar masuk ke dalam
darah dan berpindah ke dalam cairan otak.
2. Encephalitis
( bulbar )
Encephalitis
adalah suatu peradangan dari otak. Ada banyak tipe-tipe dari encephalitis,
kebanyakan disebabkan oleh infeksi-infeksi. Paling sering infeksi-infeksi
ini disebabkan oleh virus-virus. Encephalitis dapat juga disebabkan oleh
penyakit-penyakit yang menyebabkan peradangan dari otak.
3. Myocarditis
(Coxsackie Virus Carditis) atau pericarditis
Myocarditis
adalah peradangan pada otot jantung atau miokardium, pada umumnya disebabkan
oleh penyakit-penyakit infeksi, tetapi dapat sebagai akibat reaksi alergi
terhadap obat-obatan dan efek toxin bahan-bahan kimia dan radiasi (FKUI, 1999).
Kerusakan
miokard oleh kuman-kuman infeksius dapat melalui tiga mekanisme dasar, yaitu:
1)
Invasi
langsung ke miokard.
2)
Proses
immunologis terhadap miokard.
3)
Mengeluarkan
toksin yang merusak miokardium.
4. Paralisis
akut flaksid
5. Pneumonia (
peradangan paru )
Penyakit
pada paru-paru dengan kondisi pulmonary alveolus (alveoli)
yang bertanggung jawab menyerap oksigen dari atmosfer meradang
dan terisi oleh cairan. Radang paru-paru dapat disebabkan oleh beberapa
penyebab, termasuk infeksi oleh bakteria, virus, jamur, ataupasilan (parasite).
Radang paru-paru dapat juga disebabkan oleh kepedihan zat-zat kimia atau cedera
jasmani pada paru-paru atau sebagai akibat dari penyakit lainnya, seperti kanker
paru-paru atau berlebihan
minum alkohol.
6. Kematian
Terjadi jika
mengalami gagal nafas akut
H.
PATOFISIOLOGI
Penularan
virus flu burung dari unggas ke manusia dapat terjadi ketika manusia kontak
dengan kotoran unggas yang terinfeksi flu burung, atau dengan permukaan atau
benda-benda yang terkontaminasi oleh kotoran unggas sakit yang mengandung virus
H5N1. Orang yang berisiko tinggi tertular flu burung adalah pekerja di
peternakan ayam ,pemotong ayam ,orang yang kontak dengan unggas hidup yang
sakit atau terinfeksi flu burung orang yang menyentuh produk unggas yang
terinfeksi flu burung ,populasi dalam radius 1 km dari lokasi terjadinya
kematian unggas akibat flu burung. Pada dasarnya sampai saat ini, H5N1 tidak
mudah untuk menginfeksi manusia dan apabila seseorang terinfeksi, akan sulit
virus itu menulari orang lain. Pada kenyataannya, penularan manusia ke manusia,
terbatas, tidak efisien dan tidak berkelanjutan (Radji,2006).
Penyakit
dimulai dari infeksi virus pada sel epitel saluran napas. Virus ini kemudian
bereplikasi sangat cepat hingga menyebabkan lisis sel epitel & terjadi
deskuamasi lapisan epitel saluran napas.
Pada tahap
infeksi awal, respons imun innate akan menghambat replikasi virus. Apabila
kemudian terjadi re-eksposure, respons imun adaptif yang bersifat antigen spesific
mengembangkan memori imunologis yang akan memberikan respons yang lebih cepat.
Replikasi virus akan merangsang pembentukan sitokinintermasuk IL-1, IL-6
dan TNF-Alfa yang kemudian masuk ke sirkulasi sistemik & pada gilirannya
menyebabkan gejala sistemik seperti demam, malaise, myalgia dll. Pada keadaan
tertentu seperti kondisi sistem imun yang menurun virus dapat lolos masuk
sirkulasi darah & ke organ tubuh lain. Bila strain/subtipe virus baru yang
menginfeksi maka situasi akan berbeda.Imunitas terhadap virus subtipe baru yang
sama sekali belum terbentuk dapat menyebabkan keadaan klinis yang lebih berat.
Sistem imunitas belum memiliki immunological memory terhadap virus baru.
Apalagi bila virus subtipe baru ini memiliki tingkat virulensi atau patogenisitas
yang sangat tinggi seperti virus H5N1. Tipe virus yang berbeda akan menyebabkan
respons imun & gejala klinis yang mungkin berbeda. Diketahui bahwa pada
infeksi oleh virus influenza A H5N1 terjadi pembentukan sitokin yang berlebihan
(cytokine storm) untuk menekan replikasi virus, tetapi justru hal ini yang
menyebabkan kerusakan jaringan paru yang luas & berat. Terjadi pneumonia
virus berupa pneumonitis intertitial.
Proses
berlanjut dengan terjadinya eksudasi & edema intraalveolar, mobilisasi sel
sel radang dan juga eritrosit dari kapiler sekitar, pembentukan membran hyalin
dan juga fibroblast. Sel radang akan memproduksi banyak sel mediator
peradangan. Secara klinis keadaan ini dikenal dengan ARDS (Acute Respiratory
Distress Syndrome). Difusi oksigen terganggu, terjadi hipoksia/anoksia yang
dapat merusak organ lain. Proses ini biasanya terjadi secara cepat &
penderita dapat meninggal dalam waktu singkat karena proses yang
ireversibel(Emedicine,2009).
I.
FAKTOR
RESIKO
Anak
kecil merupakan kelompok yang paling banyak terinfeksi oleh virus influenza.
Anak yang mengalami pajanan primer dengan galur virus influenza mempunyai kadar
virus (viral load) yang lebih tinggi
dan berlangsung lebih lama dibandingkan pasien dewasa, sehingga menjadi sumber
penularan utama. Usia lanjut, rentang waktu yang lebih panjang dari timbulnya
gejala hingga dirawat, adanya pneumonia, leukopeni dan limfopeni merupakan
faktor risiko terjadinya penyakit yang berat pada infeksiA/H5N1.
Menangani
unggas sakit atau bangkai unggas ternak dalam minggu sebelum timbulnya gejala
merupakan faktor risiko yang paling sering dijumpai. Sebagian besar pasien
mendapatkan infeksi A/H5N1 dari unggas ternak di dalam atau diluar lingkungan
rumah. Menyembelih,mencabut bulu, atau menyiapkan daging unggas sakit untuk
dimasak; bermain dengan unggas sakit atau bangkai unggas yang sakit sebelumnya
merupakan riwayat yang didapat pada pasien A/H5N1. Bahkan ada 1 pasien dari
Indonesia yang mempunyai riwayat bekerja membuat shuttlecock bulutangkis dari bulu bebek. Memakan daging unggas yang
mentah atau tidak dimasak dengan baik juga merupakan faktor risiko terjadinya
H5N1.
J.
PENATALAKSANAAN
1)
Penatalaksanaan
Medis
Berkat
adanya sistem imunitas yang sudah dibentuk untuk influenza manusia, maka penyakit
ini umumnya akan membaik dengan sendirinya (self limiting diseases). Asupan
cairan yang memadai dan istirahat merupakan unsur penting dalam tatalaksana
influenza. Parasetamol dan ibuprofen dapat diberikan sebagai antipiretik.
Penggunaan asetosal tidak dianjurkan pada anak karena risiko terjadinya sindrom
Reye.
a.
Terapi
antiviral
Oseltamivir
yang hanya tersedia dalam bentuk oral, sampai saat ini masih merupakan obat
antiviral primer pilihan untuk terapi A/H5N1. Observasi terbatas menunjukan
bahwa pemberian oseltamivir dini berhubungan dengan penurunan mortalitas. Oleh
karena itu dianjurkan untuk memberikan oseltamivir secepatnya pada pasien yang
dicurigai terinfeksi A/H5N1 atas dasar klinis sebelum konfirmasi etiologi
diperoleh. Baku terapi adalah pemberian selama 5 hari, mengacu pada kasus
influenza manusia. Dosis baku adalah 75mg dua kali perhari untuk pasien dewasa.
Dosis untuk anak adalah 2mg/kgBB/kali diberikan dua kali perhari.
Untuk avian
influenza dosis dan lamanya pemberian yang optimal belum diketahui pasti. Bila
tidak ada perbaikan klinis setelah terapi baku, oseltamivir dapat diperpanjang
hingga 5 hari lagi. Pada kasus infeksi manusia oleh H5N1 efikasi oseltamivir
suboptimal agaknya karena kelambatan pemberian atau karena pasien dalam keadaan
sangat berat. Hal ini menimbulkan pemikiran untuk meningkatkan dosis maupun
lamanya pemberian oseltamivir. Dosis yang lebih tinggi dan pemberian yang lebih
lama (dua kali lipat) cukup rasional mengingat replikasi A/H5N1 yang tinggi,
atau bila dilihat setelah pemberian dengan dosis baku dalam 3 hari awal tidak
menunjukan pebaikan klinis.
b.
Antibiotik
Sebagian
besar pasien yang dirawat karena A/H5N1 secara radiologis menunjukan gambaran
pnemonia pada saat masuk. Seringkali etiologi pneumonia belum diketahui pada
saat masuk, sementara infeksi sekunder oleh bakteri sering terjadi, dan dalam
keadaan demikian antibiotik perlu diberikan. Infeksi bakteri dipikirkan bila
demam menetap atau turun naik, atau terjadi perburukan keadaan klinis lain.
Influenza manusia tanpa komplikasi akan membaik dalam 48-72 jam.
c.
Steroid
Steroid
sistemik sering diberikan untuk terapi Acute lung injury (ALI) atau acute
respiratory distress syndrome (ADRS) pada pasien infeksi A/H5N1 dengan asumsi
adanya efek antiinflamasi dan antifibrosis. Namun dari beberapa pengamatan terakhir, disimpulkan bahwa tidak ada manfaat
nyata pemberian steroid dosis tinggi untuk virus associated pneumonia maupun
ARDS. (Rahajoe, 2013).
2)
Penatalaksanaan
Keperawatan
-
Identifikasi
ü Keadaan umum
ü Kesadaran
ü Tanda vital
(tekanan darah, nadi, frekuensi napas, suhu).
ü Bila
fasilitas tersedia, pantau saturasi oksigen dengan alat pulse oxymetry.
-
Terapi
suportif : terapi oksigen, terapi cairan, dll.
-
Mengenai
antiviral maka antiviral sebaiknya diberikan pada awal infeksi yakni pada 48
jam pertama. Adapun pilihan obat :
o Penghambat
M2 : a. Amantadin (symadine), b. Rimantidin (flu madine). Dengan dosis 2x/hari
100 mg atau 5 mg/kgBB selama 3-5 hari.
o Penghambatan
neuramidase (WHO) : a. Zanamivir (relenza), b. Oseltamivir (tami flu). Dengan
dosis 2x75 mg selama 1 minggu.
K.
PENULARAN
Influenza
manusia secara umum ditularkan mealui percik renik (droplet nuclei) sekresi respiratori yang disebarkan oleh pasien,
utamanya pada saat batuk atau bersin. Penularan dalam masyarakat berlangsung
cepat, insidens tertinggi tercapai dalam 2-3 minggu awal timbulnya penyakit.
Virus influenza manusia kemudian akan berikatan dengan reseptor virus yang
berada disepanjang saluran respiratori.
Penularan
virus A/H5N1 pada manusia umumnya terjadi secara langsung dari unggas ke
manusia, walaupun mekanisme dan lokasi masuknya kuman ke sistem respiratori
manusia belum diketahui secara pasti. Dari laporan kasus terkonfirmasi adanya
kontak dengan unggas dalam 2 minggu sebelumnya dijumpai pada 76-100% kasus.
Virus avian influenza tidak dapat bereplikasi secara efisien pada manusia,
sehingga walaupun ada indikasi penularan dari manusia ke manusia, namun sejauh
ini penularan antar manusia ini tidak berlanjut. Pada saat terjadinya wabah di
Vietnam, tidak ada satupun petugas rumah sakit di Hanoi yang menangani kasus
H5N1 yang tertular.
Setelah
terpajan dengan unggas yang terinfeksi, masa inkubasi avian influenza umumnya
sekitar 7 hari atau kurang, dan pada beberapa kasus hanya dalam 2-5 hari. Pada
klaster dengan terjadinya penularan manusia ke manusia, masa inkubasi sekitar
3-5 hari, walaupun pada suatu klaster diperirakan masa inkubasi berlangsung
hingga 8-9 hari.
L.
PEMERIKSAAN
DIAGNOSTIK
No
|
Pemeriksaan Diagnostik
|
Temuan
|
Normal
|
1
|
Pemeriksaan Apusan
|
Ditemukan virus / bakteri yang
menyebabkan flu burung
|
Tidak ditemukan virus / bakteri
yang menyebabkan flu burung
|
2
|
Pemeriksaan Lab.virologi
|
ü PCR
Pemeriksaan dapat mendeteksi
adanya virus influenza
|
Tidak ditemukan virus influenza
|
M. PENCEGAHAN
Upaya pencegahan penularan
tentu saja dilakukan dengan cara menghindari bahan yang terkontaminasi kotoran
(feses) dan secret unggas, dengan berbagai tindakan seperti:
1.
Tiap
orang yang berhubungan dengan bahan yang berasal dari saluran cerna unggas
harus menggunakan pelindung (seperti masker dan kacamata renang)
2.
Bahan
yang berasal dari saluran cerna unggas seperti kotoran (feses) harus di
tatalaksana dengan baik (ditanam atau dibakar) agar tidak menjadi sumber
penularan bagi orang disekitarnya,
3.
Alat-alat
yang digunakan dalam peternakan harus dicuci dengan desinfektan,
4.
Kandang
dan kotoran (feses) tidak boleh dikeluarkan darilokasi peternakan
5.
Mengonsumsi
daging ayam yang telah dimasak pada suhu 80oC selama 1 menit dan
telur unggas yang telah dipanaskan pada suhu 64oC selama 5 menit,
6.
Melaksanakan
kebersihan lingkungan,
7.
Melakukan
kebersihan diri.(Tamher, Noorkasiani. 2008:41)
a.
Masyarakt
umum
-
Memilih
daging yang baik dan segar
-
Memasak
daging ayam minimal 80oC selama 1 menit dan telur minimal 64oC
selama 5 menit (atau sampai air atau kuahnya mendidih cukup lama)
-
Menjaga
kshatan dan ketahanan umum tubuh dengan makan, olahhraga, dan istirahat yang
cukup
-
Segera
ke dokter/puskesmas/rumah sakit/ bagi masyrakat yang mengalami gejala-gejala di
atas.
b.
Vaksin
Vaksin
influenza pada populasi yang sesuai merupakan cara pencegahan terbaik terhadap
terjadinya influenza berat. Penggunaan vaksin makin direkomendasikan karena
manfaatnya untuk kelompok ibu hamil dan anak kecil. Profilaksis dengan
antivirus merupakan cara pencegahan kedua.
c.
Imunisasi
Mengingat
serotip virus influenza yang beredar mempunyai pola tahunan, maka sepanjang
waktu dilakukan surveilans influenza untuk memperkirakan serotip yang akan
timbul tahun berikutnya. Vaksin influenza inaktif tersedia setiap musim panas
dengan kandungan serotip virus yang diantisipasi untuk musim dingin mendatang.
Imunisasi influenza dianjurkan mulai dari bayi ≥ 6 bulan hingga anak dan orang
dewasa berisiko tinggi mengalami komplikasi. Imunisasi direkomendasikan juga
untuk orang yangberpotensi menulari pasien berisiko tinggi. Vaksin yang
diberikan secara intramuscular, untuk imunisasi primer pada anak < 9 tahun
vaksin diberikan 2 kali dengan selang 1 bulan, setelah itu vaksin diberikan
setahun sekali. Dosis 0,25 mL diberikan pada bayi 6-36 bulan, dan dosis 0,5 mL untuk anak 3-8 tahun. (Rahajoe, 2013)
ü Pencegahan dan Pengobatan
Tidak ada
pngobatan khusus. Pencegahan dapat dilakukan dengan sanitasi dan kebersihan
kandang yang memadai, pengasingan terhadap unggas sakit serta menghindari
perbedaan umur dalam kelompok dapat membantu mmperbaiki keadaan. Penyakit ini
dapat sembuh secara spontan. Tindakan vaksinasi untuk penyakit influenza unggas
sampai saat ini masih diragukan keberhasilannya.
ü Pencegahan dan Kewaspadaan
Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan secara umum prinsip-prinsip kerja yang
hygienis seperti mencuci tangan dengan
sabun atau desinfektan lain dan menggunakan alat pelindung diri, merupakan
upaya yang harus di lakukan oleh mereka yang kontak dengan unggas, baik unggas
hidup maupun unggas mati. WHO juga menyatakan bahwa dengan memasak bahan
makanan asal unggas secara baik (merebus daging sampai 80oC/sampai
mendidih, merebus telur menjadi masak) maka virus akan mati. Juga perlu
diperhatikan pada saat mengolah/memasak unggas dengan memakai perlindungan dan
setelah itu mncuci tangan dengan sabun deterjen secara bersih, khusus pada
peternakan dan pemotongan hewan terdapat beberapa anjuran WHO yang dapat
dilakukan :
a.
Semua
orang yang kontak dengan binatang yang telah terinfeksi harus sering-sering
mencuci tangan dengan sabun. Mereka yang langsung memegang dan membawa binatang
yang sakit sebaiknya menggunakan desinfektan untuk membersihkan tangannya.
b.
Mereka
yang memegang, membunuh dan membawa atau memindahkan unggas yang sakit dan atau
mati karena flu burung seyogyanya melengkapi diri dengan baju pelindung,sarung
tangan karet, masker, kacamata, dan juga sepatu bot.
c.
Ruangan
kandang perlu selalu dibesihkan dengan prosedur yang baku dan memperhatikan
faktor keamanan petugas.
d.
Pekerja
peternakan, pemotongan dan keluarganya perlu diberi tau untuk melaporkan ke
petugas kesehatan bila mengidap gejala-gejala pernapasan, seperti
batuk,pilek,sakit tenggrokan,susah napas, infeksi mata dan gejala flu lainnya.
e.
Dianjurkan
juga agar petugas yang dicurigai punya potensi tertular ada dalam pengawasan
petugas kesehatan secara ketat. Ada yang menganjurkan pemberian vaksin
influenza, penyediaan obat antivirus, dan pengamatan petubhan kondisi pekerja.
N.
DIAGNOSA
BANDING
1.
Tuberkulosis
Paru
Pada
tuberkulosis primer hal-hal berikut dapat terlihat pada sinar-X dada yaitu
daerah konsolidasi pneumonik perifer
(fokus Ghon) dengan pembesaran kelenjar hilusmediastinum (kompleks primer).
Keadaan ini biasanya dapat sembuh dengan gambaran kalsifikasi. Daerah
konsolidasi yang dapat berukuran kecil, lobaris, atau lebih luas hingga seluruh
lapangan paru. Sedangkan pada tuberkulosis postprimer atau tuberkulosis reaktif
yaitu konsolidasi bercak, terutama pada lobus atas atau segmen apikal pada
lobus bawah, sering disertai kavitasi. Efusi pleura, empiema, atau penebalan
pleura. Pada Tuberkulosis milier : nodul-nodul diskret berukuran 1-2 mm yang
dapat terdistribusi di seluruh lapangan paru akibat penyebaran hematogen.
Limfadenopati mediastinum atau hilus bukan merupakan gambaran tuberkulosis,
kecuali pada pasien AIDS.
Selama berlangsung proses penyembuhan, gambaran yang dapat dikenali adalah fibrosis dan pengecilan volume paru; fokus kalsifikasi; tuberkuloma; granuloma terlokalisasi yang sering mengalami kalsifikasi; kalsifikasi pleura.
Selama berlangsung proses penyembuhan, gambaran yang dapat dikenali adalah fibrosis dan pengecilan volume paru; fokus kalsifikasi; tuberkuloma; granuloma terlokalisasi yang sering mengalami kalsifikasi; kalsifikasi pleura.
2.
Severe
Acute Respiratory Syndrome
Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS) adalah penyakit infeksi saluran napas yang
disebabkan oleh virus Corona dengan
sekumpulan gejala klinis yang berat. SARS secara klinis lebih banyak melibatkan
saluran napas bagian bawah, dibandingkan dengan saluran napas bagian atas. Pada
saluran napas bawah, sel-sel asinus adalah sasaran yang lebih banyak terkena
daripada trakea ataupun bronkus.
Penampakan
yang paling banyak sebagai ground glass opacification yang dapat muncul
unilateral atau bilateral. Konsolidasi yang didapatkan dengan air bronchograms
sign ditemukan pada beberapa pasien tetapi konsolidasi lobaris tidak ditemukan.
Tidak ditemukan pula efusi pleura atau pembesaran hilar.
3.
Pneumonia
Bakterial
Pneumonia bakterial disebabkan oleh infeksi patogen
pada paru-paru dan dapat timbul sebagai proses penyakit primer atau proses
akhir penyakit dari seseorang yang telah lemah. Pneumonia lebih jauh lagi
dikategorikan sebagai community-acquired pneumonia (CAP) atau hospitalized atau
institutional-acquired pneumonia (HAP atau IAP).
Air Bronchograms dapat dievaluasi saat terinfeksi S.
Pneumoniae. Konsolidasi terbuka dan air bronchograms sign saling berhubungan
dengan insidens tinggi dari bakteriemia. Legionella memiliki predileksi di
lapangan bawah paru, sedangkan Klebsiella memiliki tendensi untuk muncul pada
lapangan atas paru
II.
H1N1 (Flu Babi)
A.
DEFINISI
Flu babi
(Swine Influenza) adalah penyakit virus yang disebabkan oleh strain virus
influenza yang biasanya menginfeksi babi yang disebut swine influenza virus
(SIV). Virus ini banyak ditemukan di Amerika Utara, Eropa, Kenya, Cina daratan
dan Asia Timur yang dapat menimbulkan wabah (epidemi) penyakit pernapasan pada
babi ( Soedarto,2010).
Menurut
Cahyono (2009), flu babi merupakan suatu penyakit influenza yang ditandai
dengan keluhan : demam, menggigil, nyeri telan, nyeri otot, nyeri kepala,
batuk, pilek, badan lemas. Penyakit flu babi ini disebabkan oleh virus
influenza yangdikenal sebagai swine influenza virus (SIV), yang biasanya
menyerang binatang babi. Menurut Fenner et.al
(1987) flu babi adalah penyakit pernapasan akut pada babi yangdisebabkan oleh
virus influenza tipe A.Varian baru ini dikenal dengan nama virus H1N1 yang
merupakan singkatan dari dua antigen utama virus yaitu hemag glutinin tipe 1
dan neuraminidase tipe 1.
B.
ETIOLOGI
Flu babi
merupakan penyakit yang disebabkan virus influenza Famili Orthomyxoviridae tipe A subtipe H1N1 yang dapat ditularkan oleh
binatang,terutama babi, dan ada kemungkinan menular antarmanusia.Virus ini erat
kaitannya dengan penyebab swine influenza, equine influenza dan avian influenza
(fowl plaque). Ukuran virus tersebut berdiameter 80- 120 nm. Selaininfluenza A,
terdapat influenza B dan C yang juga sudah dapat diisolasi dari babi. Sedangkan
2 tipe virus influenza pada manusia adalah tipe A dan B. Kedua tipe ini
diketahui sangat progresif dalam perubahan antigenik yang sangat dramatik
sekali (antigenik shift) (Devi, 2012).
Pada kasus H1N1, banyak
laporan yang menyebutkan babwa kemampuan untuk menginfeksi manusia disebabkan
oleh 2 model , yaitu :
a.
Antigenic
shift
Ini adalah proses pencampuran
didalam tubuh babi yang terinfeksi oleh virus flu babi, flu burung, atau flu
manusia. Pencampuran ini menyebabkan munculnya virus H1N1 penyimpangan yang
mengakibatkan kemampuan menular dari manusia ke manusia.
b.
Drift
Terjadinya pencampuran seperti
diatas mengakibatkan salah satu atau lebih segmen RNA yang bisa mnyebabkan
perubahan sifat . salah satunya adalah kemampuan menular dari manusia ke
manusia.
C.
MANIFESTASI
KLINIS
Gejala H1N1 mirip dengan
gejala influenza pada umumya, yaitu :
a.
Demam
lebih dari 38oC
b.
Nyeri
tenggorokan
c.
Batuk,
pilek, dan besin-bersin
d.
Gangguan
pernapasan lain hingga sesak napas
e.
Bisa
terjadi gejala tambahan, seperti lesu dan letih
f.
Mungkin
disertai oleh gejala tidak khas seperti mual, muntah, atau diare
Masa
inkubasi sering berkisar
antara 1-2 hari tetapi bisa
2-7 hari dengan rata-rata 4 hari. Biasanya
sembuh
secara tiba-tiba pada hari ke 5-7 setelah
gejala
klinis.
Penderita
dapat terkena radang paru atau pneumonia karena adanya infeksi sekunder oleh
bakteri bahkan ada yang sampai kejang. Gejala bervariasi dari ringan sampai
berat. Penderita yang mengalami gejala
berat memerlukan perawatan dirumah sakit. Kematian yang terjadi bisa disebabkan
oleh kegagalan sistem pernapasan. (Widoyono, 2011).
D.
PATOFISIOLOGI
Penyebaran
virus Swine Influenza melalui udara (droplet infection) dimana virus dapat
tertanam pada membran mukosa yang melapisi saluran napas atau langsung memasuki
alveoli (tergantung dari ukuran droplet). Masa inkubasi virus 3-5 hari.Virus yang tertanam pada membran
mukosa akan terpajan mukoprotein yang mengandung asam sialat yang dapat
mengikat virus. Reseptor spesifik yang dapat berikatan dengan virus influenza
berkaitan dengan spesies darimana virus berasal. Virus Swine influenza manusia
dapat berikatan dengan alpha 2,6 sialiloligosakarida yang berasal dari membran
sel dimana didapatkan residu asam sialat yang dapat berikatan dengan residu
galaktosa melalui ikatan 2,6 linkage. Virus
dapat berikatan dengan membran sel mukosa melalui ikatan yang berbeda
yaitu ikatan 2,3 linkage. Adanya perbedaan pada reseptor yang terdapat pada
membran mukosa diduga sebagai penyebab mengapa virus H1N1 tidak dapat
mengadakan replikasi secara efisien pada manusia. Mukoprotein yang mengandung
reseptor ini akan mengikat virus sehingga perlekatan virus dengan sel epitel
saluran napas dapat dicegah. Tetapi virus yang mengandung protein neuraminidase
pada permukaannya dapat memecah ikatan tersebut. Virus selanjutnya akan melekat
pada epitel pada permukaan saluran napas untuk kemudian bereplikasi didalam sel
tersebut. Replikasi virus terjadi selama 4-6 jam sehingga dalam waktu
singkatvirus dapat menyebar ke sel-sel didekatnya. Masa inkubasi virus 18 jam
sampai 4 hari, lokasi utama dari infeksi yaitu pada sel-sel kolumnar yang
bersilia. Sel-sel yang terinfeksi akan membengkak dan intinya mengerut dan
mengalami piknosis. Bersamaan dengan terjadinya disintegrasi dan hilangnya
silia selanjutnya akan terbentuk badan inklusi.
E.
FAKTOR
RESIKO
Karena H1N1
ini adalah virus baru, semua orang memiliki risiko. Pekerja layanan kesehatan
yang terlibat langsung menangani pasien memiliki risiko khusus terkena flu
H1N1. Mahasiswa dan pelajar di sekolah atau tempat penitipan anak juga memiliki
risiko tinggi. Anak-anak mudah terkena virus ketika di sekolah atau
saat berkumpul bersama teman-temannya.
F.
KOMPLIKASI
-
Meningitis
-
Encephalitis
-
Myocarditis
-
Paralisis
akut flaksid
G.
PENATALAKSANAAN
Pengobatan
flu babi pada manusia yang sakit dengan obat anti virus Tamiflu (oseltamifir )
atau relenza ( zanamivir ) dapat memperingankan gejala klinis penyakit dan
keluhan penderita. Selain itu komplikasi yang berat dapat dicegah. Obat
antivirus harus diberikan segera, tidak lebih dari dua hari sesudah timbulnya
gejala. Selain pemberian obat antivirus, pengobatan palliatif dengan perawatan
yang baik dirumah maupun dirumah sakit, terutama untuk mengatasi deman dan
mengatur keseimbangan cairan ( Soedarto,2010).
H.
PEMERIKSAAN
PENUNJANG
Pemeriksaan
penunjang pada flu babi sebenarnya sudah dapat diarahkan dengan memperhatikan
gejala-gejala klinis dan epidemiologi penyakit ini. Untuk menetapkan diagnosis
yang pasti, berbagai diagnosis dapat dilakukan, yaitu :
-
Pemeriksaan
imunohistokimia
-
Hemagglutination-inhibition
yang dilakukan bersama neuramidase-inhibition
-
ELISA
-
PCR
Sebagai bahan pemeriksaan yang dapat
digunakan adalah hapusan hidung( nasal swab) atau hapusan paring ( pharyngeal
swab ) dari penderita yang hidup, atau bahan jaringan paru penderita yang sudah
mati.
Untuk pemeriksaan serologi ,sampel
darah penderita sebanyak 20 ml pada saat penyakit sedang akut dan pada stadium
konvalesen ( 2-3 minggu sesudahnya ). Pada umumnya dilakukan uji hemaglutinasi
inhibisi untuk menunjukan adanay kenaikan titer antibodi. Pemeriksaan serologi
pada penderita muda lebih sulit di pastikan hasilnya karena masih adanya
antibodi maternal.
Identifikasi
virus dapat ditentukan melalui imunohistokimia, uji inhibisi-hemaglutinasi
bersama uji neuromidase, ELISA, dan PCR.
I.
PENCEGAHAN
Pencegahan
penyakit infeksi influenza A/ H1N1 padamanusia harus melibatkan pencegahan
infeksi pada babi danunggas. Banyak ahli menyarankan untuk melakukan imunisasibabi
terhadap infeksi virus influenza A/H1N1 sehingga jumlahvirus yang beredar pada
babi berkurang dan penularan kemanusia juga menurun. Hal yang sama juga
diharapkan jikaunggas diimunisasi.
ü Imunisasi Babi
Dahulu banyak para ahli tidak
setuju untuk mengimunisasi babi agar tidak menularkan virus influenza kepada
manusia. Kemudian imunisasi babi dianggap perlu, karena dapat mengurangi
replikasi virus sehingga babi tidak sakit dan virus tidak menyebar ke populasi
manusia. Masalah yang selalu dihadapi dalam mengimunisasi babi adalah mutasi drift
dan mutasi shift pada gen virus, sehingga vaksin kurang efektif
untuk mencegah penyakit. Selain itu, babi umur muda masih memiliki antibodi
maternal yang diperoleh dari induknya yang mendapat imunisasi, sehingga efikasi
vaksin menjadi rendah. Dengan demikian, virus masih tetap dapat beredar di
dalam populasi babi.
Vaksin influenza babi yang
ada saat ini adalah vaksin virus utuh mati yang dicampur adjuvan. Virus yang
digunakan diperbanyak di dalam telor bebek yang berembrio. Vaksin tersebut
mampu merangsang munculnya IgG titer tinggi didalam serum dan paru, sehingga
dapat mengurangi timbulnya gejala klinis. Antibodi terhadap protein H tampak
paling protektif. Perlindungan terhadap infeksi tidak seluruhnya dapat dihambat,
tetapi multiplikasi virus dapat dikurangi.
Karena adanya varian virus
baru yang menginfeksi babi maka Departemen Pertanian Amerika Serikat
menyarankan untuk menambahkan komponen virus baru, agar vaksin memberikan
efikasi yang lebih tinggi, tetapi harga vaksin akan menjadi lebih mahal dan
waktu yang dibutuhkan untuk uji klinis akan lama. Untungnya, perlindungan
silang yang diberikan oleh vaksin terhadap berbagai varian antigenik virus
influenza lebih luas pada babi dibandingkan dengan vaksin influenza pada
manusia. Saat ini, vaksin virus hidup yang dimodifikasi untuk babi tidak ada.
Jenis vaksin tersebut sebenarnya mempunyai keuntungan, karena dapat
meningkatkan rangsangan imunitas seluler, terutama ditujukan terhadap protein
NP yang sangat dilindungi, sehingga lebih memberikan imunitas heterosubtipik.
Penggunaan jenis vaksin hidup harus berhati-hati karena dapat terjadi reassortment
dengan galur virus liar.
Ada berbagai jenis vaksin
lain, misalnya vaksin dengan menggunakan vektor seperti virus vaksinia,
baculovirus,alphavirus, dan adenovirus yang sekarang sedang dipelajari. Vaksin
DNA juga sekarang sedang dipelajari. Vaksin ini tampaknya cukup menguntungkan
karena tidak menggunakan virus hidup, tetapi dapat menghasilkan protein virus
dengan konformasi yang normal. Vaksin ini dapat merangsang imunitas humoral
maupun seluler dalam jangka waktu yang sangat panjang.
ü Imunisasi Unggas
Unggas, terutama burung air dapat diinfeksi berbagai subtipe
virus influenza, jadi tanpa memandang subtipe Hdan N. Strategi mengawasi
infeksi influenza pada unggas liarsampai saat ini belum ada. Karena virus
influenza selalu beredar pada unggas liar, maka tujuan utama pengawasan adalah
untuk mengurangi paparan virus terhadap peternakan unggas dan babi. Imunisasi
ternak unggas pada prinsipnya sama dengan imunisasi pada mamalia yaitu pada
manusia dan babi.
Antibodi terhadap protein H sangat penting untuk
perlindungan terhadap infeksi virus. Vaksin pada unggas mempunyai perlindungan
silang yang lebih luas terhadap berbagai variasi antigenik virus influenza
dibandingkan vaksin influenza untuk manusia. Selain itu, virus influenza liar
yang menginfeksi unggas hanya sedikit mengalami mutasi drift, sehingga
perubahan struktur protein sangat jarang, walaupun pernah dilaporkan mutasi drift
pada virus influenza yang menginfeksi ternak di Meksiko.
ü Imunisasi pada Manusia
Imunisasi pada manusia sangat penting untuk mencegah agar
tidak menderita penyakit virus influenza rH1N1, tetapi vaksin tersebut sampai
saat ini belum ada. Pemerintah Amerika Serikat sekarang sedang berusaha untuk
membuat vaksin yang mengandung virus rH1N1.18 Vaksin virus influenza yang ada
walaupun sudah mengandung komponen virus influenza H1N1 musiman pada manusia,
kurang efektif untuk mencegah penyakit virus influenza rH1N1. Meskipun
demikian, beberapa ahli menyatakan bahwa vaksin masih dapat digunakan untuk
meringankan gejala penyakit, karena masih memiliki beberapa persamaan epitop
antigenik pada protein H maupun protein N.
ü Kemoprofolaksis Antivirus
Untuk profilaksis infeksi virus influenza A rH1N1 disarankan
menggunakan oseltamivir atau zanamivir. Lama pemberian kemoprofilaksis
antivirus setelah pajanan adalah10 hari sesudah terpajan virus influenza A
rH1N1. Indikasi pemberian kemoprofilaksis pasca pajanan adalah bila mengadakan
kontak erat dengan kasus confirmed, probable,dan suspect penderita
rH1N1 dalam masa infeksius. Masa infeksius seseorang yang terinfeksi virus
rH1N1 diperkirakan sama dengan yang diamati pada infeksi virus influenza A
musiman. Dari studi yang dilakukan pada infeksi influenza musiman, penderita
dapat menularkan penyakit mulai satu hari sebelum munculnya gejala sampai 7
hari sesudah menjadi sakit. Anak-anak terutama bayi yang masih muda mempunyai
kecenderungan untuk infeksius dalam waktu yang lebih panjang. Sebagai pegangan,
masa infeksius adalah satu hari sebelum munculnya gejala sampai 7 hari setelah
munculnya gejala. Bila kontak dengan penderita terjadi lebih dari 7 haridari
saat munculnya penyakit, maka pemberian profilaksistidak perlu. Untuk
profilaksis sebelum terpajan, antivirus diberikan selama terpajan dan
diteruskan 10 hari setelah terpajan terakhir dengan penderita rH1N1 dalam
masainfeksius. Oseltamivir dapat juga digunakan untuk profilaksispada anak yang
berumur kurang dari 1 tahun. Kemoprofilaksis antivirus setelah terpapar
penderita infeksi virus rH1N1 menggunakan oseltamivir atau zanamivir dapat
dipertimbangkan untuk:
1.
Orang
yang mengadakan kontak erat dengan kasus (confirmed,probable, dan suspect)
yang mempunyai risiko tinggi mendapat komplikasi influenza.
2.
Petugas
perawatan, petugas kesehatan masyarakat, orang yang menemukan kasus pertama
yang tidak menggunakan alat proteksi terpapar dengan penderita influenza H1N1 (confirmed,
probable, suspect) dalam masainfeksius. Kemoprofilaksis antivirus sebelum
terpapar harus digunakan seperlunya dan harus dikonsultasikan kepada petugas
kesehatan yang berwenang. Untuk petugas yang mempunyai risiko tinggi mendapat
komplikasi (petugas keperawatan, petugas kesehatan masyarakat, petugas
terdepandi masyarakat) harus menggunakan alat pelindung diri atau melakukan
tugas secara bergantian.
ü Pencegahan
Pribadi
Untuk menjaga kesehatan pribadi dan mengurangipenyebaran
virus disarankan:
1.
Tutup
mulut dan hidung bila batuk dan bersin; tisu yang digunakan dibuang ke bak
sampah.
2. Cuci tangan terutama setelah batuk
atau bersin menggunakan sabun dan air; akan lebih baik bila menggunakan pencuci
tangan yang mengandung alkohol.
3. Hindari menyentuh mata, hidung, dan
mulut, karena dapat menyebarkan virus.
4. Jangan berdekatan dengan orang yang
sedang sakit flu.
5. Bila menderita flu, anda harus
tinggal di rumah selama 1 minggu setelah gejala mulai muncul atau sampai 24 jam
atau lebih sesudah gejala menghilang agar tidak menularkan penyakit kepada
orang lain.
6. Dalam keadaan pandemi, sebaiknya
sekolah ditutup agar penyebaran tidak terjadi dengan cepat. Hindari bepergian
ke tempat banyak orang berkumpul.
III.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN H5N1
DAN H1N1
Kasus :
Tuan A dan Tuan B dibawa
masing-masing keluarganya ke RS. Tuan A mengalami demam tinggi, beberapa hari
kemudian tuan A meninggal dunia. Setelah dilakukan foto torak didapatkan
paru-paru Tuan A mengalami pneumonia. Dokter mengatakan Tuan A terkena virus
H5N1. Tuan B mengalami gejala yang samadengan Tuan A, tapi Tuan B sempat
tertolong. Setelah dikaji sebelum dibawa ke RS ternyata Tuan B sempat
mengunjungi ternak babi di pedalaman.
1.
PENGKAJIAN
a.
Identitas
Pasien
Meliputi nama, umur, alamat,
pekerjaan, pendidikan, jenis kelamin
dan penanggung jawab.
b.
Riwayat
kesehatan sekarang
Demam
(suhu> 37oC), sesak napas, sakit tenggorokan, batuk, pilek, diare.
c.
Riwayat kesehatan masa lalu
Misalnya pernah sakit paru atau riwayat sakit lain.
d.
Riwayat kesehatan keluarga
Apakah ada anggota keluarga
yang menderita penyakit yang sama.
e.
Riwayat
perjalanan
Dalam waktu 7 hari sebelumnya
apakah melakukan kunjungan ke peternakan atau bertempat tinggal di wilayah yang
terjangkit flu burung/babi, mengkonsumsi hewan ternak yang sakit, kontak dengan
ternak/orang yang positif flu burung/babi.
f.
Kondisi
lingkungan rumah
Dekat dengan pemeliharaan
unggas dan memelihara unggas.
g.
Pola fungsi keperawatan
- Aktivitas istirahat: lelah, tidak bertenaga.
- Sirkulasi: sirkulasi O2 < 95%, sianosis
- Eliminasi: diare, bising usus hiperaktif, karakteristik feces encer,
defekasi > 3x/hari.
- Nyeri atau ketidaknyamanan: nyeri otot, sakit pada mata, konjungtivitis.
- Respirasi: sesak napas, ronchi, penggunaan otot bantu napas, takipnea,
RR > 20x/menit, batuk berdahak.
- Kulit: tidak terjadi infeksi pada sistem integument.
- Psikososial: gelisah, cemas.
h.
Kebiasaan
sehari-hari (aktivitas)
Waktu bekerja, jenis pekerjaan dan
kebersihan diri (kebiasaan mencuci
tangan sebelum dan sesudah melakukan
kegiatan).
i.
Pemeriksaan
fisik
1.
Status
neurologi
- Tingkat
kesadaran : CM, Somnolen, Apatis,
Sopor
- Glasgow Coma
Scale (GCS) : Eye, Motorik, Verbal
2.
Status
respirasi
Jalan napas,pernapasan,frekuensi pernapasan,
irama napas, jenis pernapasan (Spontan, Kusmaul,s Cheynestokes), batuk, sputum, konsistensi, suara napas (Vesikuler,
Ronki, Wheezing,Rales), palpasi dada, perkusi dada,nyeri saatbernapas, menggunakan alat bantu pernapasan.
3.
Status
kardiovaskuler
Nadi (irama, denyut), tekanan
darah,distensi vena jugularis(kanan, kiri), warna kulit, pengisian kapiler,
edema, kelainan bunyi jantung, sakit dada.
4.
Gastrointestinal
Keadaan mulut (gigi, stomatitis,
lidah kotor, saliva), muntah, nyeri daerah perut, bising usus, diare,
konstipasi.
5.
Ekstremitas
- Kesulitan
dalam pergerakan
- Keadaan
tonus otot
- Kekuatan
otot
j.
Pemeriksaan
penunjang
- Laboratorium meliputidarah lengkap, AGD, kimia darah, serologi,PCR,Widal,IgM,IgG,
mikrobiologi, pemeriksaan anti HIV, kultur, BTA.
- Radiologi
meliputi foto toraks dan CT-Scan
k.
Riwayat
psikososial dan spiritual
-
Dampak
penyakit pasien terhadap keluarga
-
Persepsi
terhadap penyakit
-
Masalah
yang mempengaruhi pasien
-
Mekanisme
koping
2.
DIAGNOSA
KEPERAWATAN
Berdasarkan gejala klinis
yang ada,berikut ini beberapa diagnosa keperawatan yang dapat diangkat antara
lain :
a.
Hipertermi
b.d proses infeksi.
b.
Bersihan
jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum.
c.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
mual dan muntah.
d.
Ketidakseimbangan
cairan dan elektrolit b.d kehilangan cairan berlebihan, status
hipermetabolisme, demam, dehidrasi.
e.
Resiko
tinggi penyebaran infeksi b.d proses perjalanan penyakit.
3.
INTERVENSI
KEPERAWATAN
a.
Hipertermi
b.d proses infeksi.
Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama … X 24 jam
diharapkan diharapkan suhu tubuh pasien kembali
normal dengan
Kriteria hasil:
-
Suhu tubuh pasien normal ( 36,50 C – 37,50
C)
-
Kulit pasien tidak teraba hangat
-
Kulit pasien tidak tampak kemerahan
No.
|
INTERVENSI
|
RASIONAL
|
1
|
Monitor suhu minimal tiap 2 jam.
|
Untuk mengetahui
perubahan suhu yang terjadi.
|
2
|
Monitor warna dan suhu kulit
|
Untuk mengetahui ada tidaknya tanda-tanda infeksi
|
3
|
Tingkatkan
intake cairan dan nutrisi
|
Dapat membantu mengganti cairan tubuh yang hilang
|
4
|
Lakukan
kompres hangat pada lipat paha dan aksila
|
Dapat membantu mengurangi demam
|
5
|
Kolaborasi pemberian antipiretik
|
Digunakan untuk mengurangi demam
dengan aksi sentral nya di hypothalamus.
|
b.
Bersihan
jalan napas tidak efektif b.d peningkatan produksi sputum.
Tujuan: Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama … x 24 jam bersihan jalan
napas kembali efektif.
Kriteria Hasil :
- Tidak ada keluhan sesak nafas
-
Frekuensi dan irama nafas kembali normal
(20x/menit)
-
Klien dapat melakukan batuk efektif secara mandiri
-
Klien mampu mengidentifikasi faktor yang dapat
menghambat jalan nafas
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Lakukan pengkajian jumlah atau kedalaman pernafasan dan pergerakan
dada.
|
Evaluasi awal untuk melihat kemajuan dari hasil intervensi yang
dilakukan.
|
2
|
Lakukan auskultasi pada daerah paru, catat area yang konsolidasi
dengan cairan/menurun/tidak adanya aliran udara dan adanya suara nafas
tambahan seperti crakelss, ronchi, dan whezing
.
|
Penurunan aliran udara timbul pada area yang konsolidasi dengan
cairan. Suara napas bronkhial (normal diatas bronkus) dapat juga. Crakelss,
ronchi, whezing terdengar pada saat inspirasi dan atau ekspirasi sebagai
respon dari akumulasi cairan, sekresi kental, dan spasme/obstruksi saluran
napas.
|
3
|
Berikan posisi senyaman mungkin (semifowler)
|
Diafragma yang lebih rendah akan membantu dalam meningkatkan ekspansi
dada, pengisian udara, mobilisasi dan ekspetorasi dari sekresi lebih optimal.
|
4
|
. Ajarkan
klien nafas dalam.
|
Napas dalam akan menfasilitasi ekspansi maksimim paru-paru/saluran
udara kecil supaya kinerjanya lebih maksimal, Menahan dada akan
membantu untuk mengurangi ketidaknyamanan.
|
5
|
Ajarkan klien batuk efektif
|
Batuk merupakan mekanisme diri untuk membersihkan jalan nafas, dibantu
oleh sillia untuk kepatenan saluran udara.
|
6
6
|
La Lakukan tindakan suction bila diperlukan.
|
Melakukan tindakan pembersihan jalan nafas dengan alat bantu
dikarenakan ketidakefektifan batuk atau penurunan kesadaran klien.
|
7
|
Anjurkan klien meminum air hangat.
au
|
Cairan (terutama cairan hangat) akan membantu memobilisasi dan
mengencerkan sekret.
|
8
|
Bi Berikan obat atas indikasinya, misalnya
mukolitik, ekspetoran, bronkodilator, dan analgesik.
|
Membantu proses pencairan sekret. Analgesik diberikan untuk mengurangi
rasa tidak nyaman ketika klien melakukan usaha batuk untuk mengeluarkan
sekret, tatapi harus digunakan sesuai penyebabnya.
|
c.
Perubahan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
mual dan muntah
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24jam, klien mampu mepertahankan
nutrisi yang adekuat
Kriteria Hasil :
-
Tidak ada tanda malnutrisi
-
BB ideal
-
Klien menghabiskan porsi makanan yang disediakan
-
Klien tidak mengeluh mual saat makan
-
Klien tidak tampak lemah lagi
-
Bising usus 5-15 x/mnt
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Kaji
kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan.
|
Lesi
mulut, esophagus menyebabkan disfagia, menurunkan kemampuan mengunyah &
nafsu makan.
|
2
|
Lakukan
pengkajian penyebab mual klien.
|
Untuk
mengetahui penyebab dan memudahkan pengambilan
tindakan selanjutnya
|
3
|
Auskultasi
bising usus
|
Hipermotilitas
dihubungkan dengan muntah & diare, tidak mampu mentoleransi laktosa dan
malabsorbsi membutuhkan perubahan diet.
|
4
|
Timbang
BB sesuai indikasi
|
Indikator
kebutuhan nutrisi/pemasukan yang adekuat
|
5
|
Berikan
makanan sedikit tapi sering, termasuk makan kecil yang memiliki kandungan
nutrisi yang lumayan bagi tubuh.
|
Agar
klien tidak merasa cepat kenyang dan untuk menambah jumlah nutrisi yang masuk
kedalam tubuh
|
d.
Ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit b.d kehilangan cairan berlebihan, status hipermetabolisme,
demam, dehidrasi.
Tujuan : setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama ...x 24 jam, kekurangan volume cairan
dapat teratasi.
Kriteria Hasil :
-
Membrane mukosa lembab
-
Turgor kulit baik
-
Tanda-tanda vital stabil
-
Balance cairan stabil
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Pantau
tanda-tanda vital.
|
Indikator
dari volume cairan sirkulasi.
|
22 2
|
. Kaji turgor kulit,membrane mukosa
|
Indikator
tidak langsung dari status cairan.
|
3
|
Catat
peningkatan suhu, kompres air biasa.
|
Demam
akan meningkat metabolisme harus dikontrol.
|
4
|
Pantau
intake cairan.
|
Mempertahankan
keseimbangan cairan
|
5
|
Berikan
cairan elektrolit melalui oral / IV
|
Mengurangi
resiko kekurangan cairan melalui muntah, diare, dan demam hipermetabolisme.
|
e. Resiko tinggi penyebaran infeksi b.d
proses perjalanan penyakit
Tujuan :
pencegahan penularan infeksi.
Kriteria
hasil :
- Tidak
terdapat tanda-tanda infeksi nosokomial dan komplikasi proses penyakit, tidak
ada tanda-tanda penularan infeksi dari pasien ke orang lain.
No
|
Intervensi
|
Rasional
|
1
|
Cuci
tangan secara konsisten dilakukan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien.
|
Teknik
mencuci tangan penting dalam mengurangi transien lapisan luar kulit.
|
2
|
Gunakan
alat perlindungan diri sesuai prosedur.
|
Menghindari
penyebaran infeksi.
|
3
|
Kolaborasi
pemberian antimikrobakterial.
|
Obat ini
digunakan untuk membunuh kebanyakan microbial pneumonia.
|
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Flu burung
(H5N1) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh virus yang secara alami
hanya dapat menginfeksi unggas. Pada keadaan tertentu virus flu burung dapat
ditularkan dari unggas ke manusia.
Flu
babi/Swine Influenza (H1N1) adalah penyakit virus yang disebabkan oleh strain
virus influenza yang biasanya menginfeksi babi yang disebut swine influenza
virus (SIV). Flu babi merupakan suatu penyakit influenza yang ditandai dengan
keluhan : demam, menggigil, nyeri telan, nyeri otot, nyeri kepala,
batuk, pilek, badan lemas.
Virus flu
burung (H5N1) jauh lebih berbahaya dari virus flu babi (H1N1) terutama untuk
wilayah tropis seperti Indonesia. Pasalnya, diprediksi virus H1N1 tidak akan
mampu hidup di daerah tropis karena biasanya virus ini hidup di daerah empat
musim.
DAFTAR
PUSTAKA
Doenges,
Marilynn E dkk.2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk Perencanaan dan
Pendokomentasian Perawatan Pasien. Jakarta : EGC.
Rahajoe,
Nastiti N dkk. 2008. Buku Ajar
Respirologi Anak Edisi Pertama. Jakarta: IDAI.
Soedarto. 2010. Virologi Klinik. Surabaya : Sagung Seto.
Tamher,Noorkasiani.2008.
Flu Burung: Aspek Klinis Dan Epidemiologis.
Jakarta. Salemba Medika.
Widoyono.
2011. Penyakit Tropis Epidemiologi
Penularan Pencegahan dan PemberatasannyaEdisi Kedua. Semarang : Erlangga.
No comments:
Post a Comment