BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
belakang
Salah satu kelemahan pelayanan kesehatan adalah
pelaksanaan rujukan yang kurang cepat dan tepat. Rujukan bukan suatu kekurangan,
melainkan suatu tanggung jawab yang tinggi dan mendahulukan kebutuhan
masyarakat. Kita ketahui bersama bahwa tingginya kematian ibu dan bayi
merupakan masalah kesehatan yang dihadapi oleh bangsa kita. Pada pembelajaran
sebelumnya, telah dibahas mengenai masalah 3T (tiga terlambat) yang melatar
belakangi tingginya kematian ibu dan anak, terutama terlambat mencapai
fasilitas pelayanan kesehatan.
Dengan adanya system rujukan, diharapkan dapat
meningkatkan pelayanan kesehatan yang lebih bermutu karena tindakan rujukan
ditunjukan pada kasus yang tergolong berisiko tinggi. Oleh karena itu,
kelancaran rujukan dapat menjadi factor yang menentukan untuk menurunkan angka
kematian ibu dan perinatal, terutama dalam mengatasi keterlambatan.
Bidan sebagai tenaga kesehatan harus memiliki
kesiapan untuk merujuk ibu atau bayi ke fasilitas kesehatan rujukan secara
optimal dan tepat waktu jika menghadapi penyulit. Jika bidan lemah atau lalai
dalam melakukannya, akan berakibat fatal bagi keselamatan ibu dan bayi.
Ketika kita membicarakan mengenai arti sakit
tentunya dalam benak kita bahwasannya hal tersebut adalah sebuah kondisi yang
disebabkan oleh bermacam-macam hal, bisa suatu kejadian, kelainan yang dapat
menimbulkan gangguan terhadap susunan jaringan tubuh, dari fungsi jaringan itu
sendiri maupun gangguan terhadap keseluruhan fungsi itu sendiri. Konsep sakit
adalah konsep yang kompleks dan multi interpretasi, banyak faktor yang
mempengaruhi kondisi sakit. Setiap individu, keluarga, masyarakat maupun
profesi kesehatan mengartikan sakit secara berbeda tergantung paradigmanya.
Kemampuan kognitif akan membentuk cara berpikir seseorang untuk memahami
faktor-faktor yang berkaitan penyakit dan menggunakan pengetahuan tentang
kesehatan dan penyakit yang dimilikinya untuk menjaga kesehatan sendiri. Konsep
sakit ini penting diketahui agar ketika kita merasakan tanda sakit atau kurang
sehat, maka kita bisa segera mendatangi tenaga kesehatan untuk memeriksakan
status kesehatan kita
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Konsep
Nenotal Asensial
1.
Definisi
Adaptasi
Adaptasi neonatal (bayi baru lahir)
adalah proses penyesuaian fungsional neonatus dari kehidupan di dalam uterus ke
kehidupan di luar uterus. Kemampuan adaptasi fisiologis ini disebut juga
homeostatis. Homeostatis adalah kemampuan mempertahankan
fungsi-fungsi vital, bersifat dinamis, dipengaruhi oleh tahap pertumbuhan dan
perkembangan, termasuk masa pertumbuhan dan perkembangan intrauterin. Bila
terdapat gangguan pada adaptasi maka bayi akan sakit. Sedangkan pada bayi yang
kurang bulan terdapat gangguan mekanisme adaptasi. Adaptasi segera adalah pada
fungsi-fungsi vital yaitu sirkulasi, respirasi, SSP (Sistem Saraf Pusat),
pencernaan dan metabolisme.
Proses adaptasi bayi yang paling cepat dan dramatis
terjadi pada 4 aspek yaitu pada sistem pernapasan, sistem sirkulasi, kemampuan
termoregulasi dan kemampuan menghasilkan glukosa.
2.
Adaptasi
/ Perubahan Fisiologi Pada Bayi Baru Lahir
Menurut
Pusdiknakes (2003) perubahan fisiologis pada bayi baru lahir meliputi :
a. Perubahan
Sistem Respirasi / Pernapasan
Selama dalam uterus, janin mendapat oksigen dari
pertukaran gas melalui plasenta dan setelah bayi lahir, pertukaran gas harus
melalui paru-paru bayi. Organ yang bertanggung jawab untuk oksigensi janin
sebelum bayi lahir adalah plasenta. Selama masa kehamilan bayi mengalami banyak perkembangan
yang menyediakan infrastruktur untuk mulainya proses pernapasan. Pada masa
kehamilan di trimester II atau III janin sudah mengembangkan otot-otot yang
diperlukan untuk bernapas, alveoli juga berkembang dan sudah mampu menghasilkan
surfaktan, fosfolipid yang mengurangi tegangan permukaan pada tempat pertemuan
antara udara – alveoli. Ruang interstitial antara alveoli sangat tipis sehinga
memungkinkan kontak maksimum antara kapiler dan alveoli untuk pertukaran udara.
Pada
saat bayi lahir, dinding alveoli disatukan oleh tegangan permukaan cairan
kental yang melapisinya. Diperlukan lebih dari 25 mmHg tekanan negatif untuk
melawan pengaruh tegangan permukaan tersebut dan untuk membuka alveoli untuk
pertama kalinya. Tetapi sekali membuka alveoli, pernapasan selanjutnya dapat di
pengaruhi pergerakan pernapasan yang relatif lemah. Untungnya pernapasan bayi
baru lahir yang pertamakali sangat kuat, biasanya mampu menimbulkan tekanan
negatif sebesar 50 mmHg dalam ruang intrapleura.
Pada
bayi baru lahir, kekuatan otot-otot pernapasan dan kemampuan diafragma untuk
bergerak, secara langsung mempengaruhi kekuatan setiap inspirasi dan ekpirasi.
Bayi yang baru lahir yang sehat mengatur sendiri usaha bernapas sehingga
mencapai keseimbangan yang tepat antar-oksigen, karbon dioksida, dan kapasitas
residu fungsional. Frekuensi napas pada bayi baru lahir yang normal adalah 40
kali permenit dengan rentang 30 – 60 kali permenit (pernapasan diafragma dan
abdomen) apabila frekuensi secara konsisten lebih dari 60 kali permenit, dengan
atau tanpa cuping hidung, suara dengkur atau retraksi dinding dada, jelas
merupakan respon abnormal pada 2 jam setelah kelahiran.
Rangsangan gerakan pernapasan pertama terjadi
karena beberapa hal berikut :
1) Tekanan mekanik dari torak sewaktu
melalui jalan lahir (stimulasi mekanik)
2) Penurunan PaO2 (konsentrasi oksigen
dalam darah arteri) dan peningkatan PaO2 merangsang kemoreseptor yang terletak
di sinus karotikus (stimulasi mekanik).
3) Rangsangan dingin di daerah muka dan
perubahan suhu di dalam uterus (stimulasi sensorik).
4) Reflekss deflasi Hering Breur : Memendekkan
pernapasan (Hering-Breuer reflekss). HB reflekss inflasi : ekspirasi meningkat
; HB reflekss deflasi : ekspirasi menurun.
Pernapasan
pertama pada bayi normal terjadi dalam waktu 30 menit pertama sesudah lahir.
Usaha bayi pertama kali untuk mempertahankan tekanan alveoli, selain karena
adanya surfaktan, juga karena adanya tarikan nafas dan pengeluaran napas dengan
merintih sehingga udara bisa tertahan di dalam. Cara neonatus bernapas dengan
cara bernapas difragmatik dan abdominal, sedangkan untuk frekuensi dan dalamnya
bernapas belum teratur. Apabila surfaktan berkurang, maka alveoli akan kolaps
dan paru-paru kaku, sehingga terjadi atelektasis. Dalam kondisi seperti ini
(anoksia), neonatus masih mempertahankan hidupnya karena adanya kelanjutan
metabolisme anaerobik.
Proses perubahan sistem respirasi
1)
Perkembangan paru-paru
Paru-paru
berasal dari titik tumbuh yang muncul dari pharynx yang bercabang dan kemudian
bercabang kembali membentuk struktur percabangan bronkus proses ini terus
berlanjut sampai sekitar usia 8 tahun, sampai jumlah bronkus dan alveolus akan
sepenuhnya berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya gerakan napas
sepanjang trimester II dan III. Paru-paru yang tidak matang akan mengurangi
kelangsungan hidup BBL sebelum usia 24 minggu. Hal ini disebabkan karena
keterbatasan permukaan alveolus, ketidakmatangan sistem kapiler paru-paru dan
tidak tercukupinya jumlah surfaktan.
2)
Awal adanya napas
Faktor-faktor yang berperan pada
rangsangan nafas pertama bayi adalah (Varney, :
a) Hipoksia pada akhir persalinan dan
rangsangan fisik lingkungan luar rahim yang merangsang pusat pernafasan di
otak.
b) Tekanan terhadap rongga dada, yang
terjadi karena kompresi paru-paru selama persalinan, yang merangsang masuknya
udara ke dalam paru-paru secara mekanis. Interaksi antara sistem pernapasan,
kardiovaskuler dan susunan saraf pusat menimbulkan pernapasan yang teratur dan
berkesinambungan serta denyut yang diperlukan untuk kehidupan.
c) Penimbunan karbondioksida (CO2)
Setelah
bayi lahir, kadar CO2 meningkat dalam darah dan akan merangsang pernafasan.
Berkurangnya O2 akan mengurangi gerakan pernafasan janin, tetapi sebaliknya
kenaikan CO2 akan menambah frekuensi dan tingkat gerakan pernapasan janin.
d) Perubahan suhu. Keadaan dingin
akan merangsang pernapasan.
3)
Surfaktan dan upaya respirasi untuk bernapas
Upaya pernapasan pertama seorang
bayi berfungsi untuk :
a) Mengeluarkan cairan dalam paru-paru
b) Mengembangkan jaringan alveolus
dalam paru-paru untuk pertama kali
Agar
alveolus dapat berfungsi, harus terdapat survaktan (lemak lesitin
/sfingomielin) yang cukup dan aliran darah ke paru-paru. Produksi surfaktan
dimulai pada 20 minggu kehamilan, dan jumlahnya meningkat sampai paru-paru
matang (sekitar 30 – 34 minggu kehamilan). Fungsi surfaktan adalah untuk
mengurangi tekanan permukaan paru dan membantu untuk menstabilkan dinding
alveolus sehingga tidak kolaps pada akhir pernapasan.
Tidak
adanya surfaktan menyebabkan alveoli kolaps setiap saat akhir pernapasan, yang
menyebabkan sulit bernafas. Peningkatan kebutuhan ini memerlukan penggunaan
lebih banyak oksigen dan glukosa. Berbagai peningkatan ini menyebabkan stres
pada bayi yang sebelumnya sudah terganggu.
4)
Dari cairan menuju udara
Bayi cukup bulan mempunyai cairan di
paru-parunya. Pada saat bayi melewati jalan lahir selama persalinan, sekitar
sepertiga cairan ini diperas keluar dari paru-paru. Seorang bayi yang
dilahirkan secara sectio cesaria kehilangan keuntungan dari kompresi
rongga dada dan dapat menderita paru-paru basah dalam jangka waktu lebih lama.
Dengan beberapa kali tarikan napas yang pertama udara memenuhi ruangan trakea
dan bronkus BBL. Sisa cairan di paru-paru dikeluarkan dari paru-paru dan
diserap oleh pembuluh limfe dan darah.
5)
Fungsi sistem pernapasan dan kaitannya dengan fungsi
kardivaskuler
Oksigenasi yang memadai merupakan
faktor yang sangat penting dalam mempertahankan kecukupan pertukaran udara.
Jika terdapat hipoksia, pembuluh darah paru-paru akan mengalami vasokontriksi.
Jika hal ini terjadi, berarti tidak ada pembuluh darah yang terbuka guna
menerima oksigen yang berada dalam alveoli, sehingga menyebabkan penurunan
oksigen jaringan, yang akan memperburuk hipoksia.
Peningkatan aliran darah paru-paru
akan memperlancar pertukaran gas dalam alveolus dan akan membantu menghilangkan
cairan paru-paru dan merangsang perubahan sirkulasi janin menjadi sirkulasi
luar rahim.
b. Perubahan
Sistem Sirkulasi / Peredaran Darah
Setelah lahir darah BBL harus melewati paru untuk mengambil oksigen dan
mengadakan sirkulasi melalui tubuh guna mengantarkan oksigen ke jaringan. Untuk membuat sirkulasi yang baik, kehidupan di luar rahim harus terjadi 2 perubahan besar :
1) Penutupan foramen ovale pada atrium jantung
2) Perubahan duktus arteriousus antara paru-paru dan aorta.
Perubahan sirkulasi ini terjadi akibat perubahan tekanan pada seluruh
sistem pembuluh. Oksigen menyebabkan sistem pembuluh mengubah tekanan dengan
cara mengurangi /meningkatkan resistensinya, sehingga mengubah aliran darah. Dua peristiwa yang merubah tekanan dalam sistem
pembuluh darah :
1)
Pada saat tali
pusat dipotong resistensi pembuluh sistemik meningkat dan tekanan atrium kanan
menurun, tekanan atrium menurun karena berkurangnya aliran darah ke atrium
kanan tersebut. Hal ini menyebabkan penurunan volume dan tekanan atrium kanan
itu sendiri. Kedua kejadian ini membantu darah dengan kandungan oksigen sedikit
mengalir ke paru-paru untuk menjalani proses oksigenasi ulang.
Pada saat
tali pusat janin dipotong dan dijepit menyebabkan terjadinya sirkulasi transisi
yaitu proses dimana liran darah di suktus arteiosus bottali berbalik dari kiri
ke kanan.
2)
Pernafasan
pertama menurunkan resistensi pada pembuluh darah paru-paru dan meningkatkan
tekanan pada atrium kanan oksigen pada pernafasan ini menimbulkan relaksasi dan
terbukanya sistem pembuluh darah paru. Peningkatan sirkulasi ke paru-paru
mengakibatkan peningkatan volume darah dan tekanan pada atrium kanan dengan
peningkatan tekanan atrium kanan ini dan penurunan pada atrium kiri, foramen kanan ini dan penusuran pada atrium kiri, foramen ovali secara
fungsional akan menutup. Vena umbilikus, duktus venosus dan arteri hipogastrika
dari tali pusat menutup secara fungsional dalam beberapa menit setelah lahir
dan setelah tali pusat diklem. Penutupan anatomi jaringan fibrosa berlangsung
2-3 bulan.
c. Perubahan
Sistem Termoregulasi / Pengaturan Suhu
Bayi
baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya, sehingga akan mengalami stress
dengan adanya perubahan-perubahan lingkungan. Pada saat bayi meninggalkan
lingkungan rahim ibu yang hangat, bayi tersebut kemudian masuk ke dalam
lingkungan ruang bersalin yang jauh lebih dingin. Suhu dingin ini menyebabkan
air ketuban menguap lewat kulit, sehingga mendinginkan darah bayi. Pada
lingkungan yang dingin, pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan
usaha utama seorang bayi yang kedinginan untuk mendapatkan kembali panas
tubuhnya. Pembentukan suhu tanpa menggigil ini merupakan hasil penggunaan lemak
coklat terdapat di seluruh tubuh, dan mampu meningkatkan panas tubuh sampai
100%. Untuk membakar lemak coklat, seorang bayi harus menggunakan glukosa guna
mendapatkan energi yang akan mengubah lemak menjadi panas. Lemak coklat tidak
dapat diproduksi ulang oleh bayi baru lahir dan cadangan lemak coklat ini akan
habis dalam waktu singkat dengan adanya stress dingin. Semakin lama usia
kehamilan, semakin banyak persediaan lemak coklat bayi. Jika seorang bayi
kedinginan, dia akan mulai mengalami hipoglikemia, hipoksia dan asidosis. Oleh
karena itu, upaya pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas utama dan
bidan berkewajiban untuk meminimalkan kehilangan panas pada bayi baru lahir.
Terdapat empat mekanisme kemungkinan
hilangnya panas tubuh dari bayi baru lahir kelingkunganya :
1) Konduksi
Panas dihantarkan dari tubuh bayi ke
tubuh benda di sekitarnya yang kontak langsung dengan tubuh bayi (pemindahan
panas dari tubuh bayi ke objek lain melalui kontak langsung). Contoh hilangnya
panas tubuh bayi secara konduksi, ialah menimbang bayi tanpa alas timbangan,
tangan penolong yang dingin memegang bayi baru lahir, menggunakan
stetoskop dingin untuk pemeriksaan bayi baru lahir.
2) Konveksi
Panas hilang dari bayi ke udara
sekitanya yang sedang bergerak (jumlah panas yang hilang tergantung pada
kecepatan dan suhu udara). Contoh hilangnya panas tubuh bayi secara konveksi,
ialah membiarkan atau menempatkan bayi baru lahir dekat jendela, membiarkan
bayi baru lahir di ruangan yang terpasang kipas angin.
3) Radiasi
Panas di pancarkan dari bayi baru
lahir, keluar tubuhnya ke lingkungan yang lebih dingin (pemindahan panas antar
dua objek yang mempunyai suhu berbeda). Contoh bayi mengalami kehilangan panas
tubuh secara radiasi, ialah bayi baru lahir di biarkan dalam ruangan
dengan Air onditioner (AC) tanpa
diberikan pemanas (Radiant Warmer), bayi baru lahir dibiarkan keadaan
telanjang, bayi baru lahir ditidurkan berdekatan dengan ruangan yang dingin,
misalnya dekat tembok.
4) Evaporasi
Panas hilang melalui proses
penguapan tergantung kepada kecepatan dan kelembapan udara (perpindahan panas
dengan cara merubah cairan menjadi uap). Evaporasi dipengaruhi oleh jumlah
panas yang dipakai tingkat kelembapan udara, aliran udara yang melewati apabila
bayi baru lahir dibiarkan suhu kamar 250C, maka bayi akan kehilangan
panas melalui konveksi, radiasi dan evaporasi 200 perkilogram berat badan (Per
kg BB), sedangkan yang dibentuk hanya satu persepuluhnya.
Untuk
mencegah kehilangan panas pada bayi baru lahir, antara lain mengeringkan bayi
secara seksama, menyelimuti bayi dengan selimut atau kain bersih, kering dan
hangat, menutup bagian kepala bayi, menganjurkan ibu untuk memeluk dan
menyusukan bayinya.
d. Perubahan
Sistem Metabolisme Glukosa
Agar
berfungsi dengan baik, otak memerlukan glukosa dalam jumlah tertentu. Pada saat
kelahiran, begitu tali pusat di klem, seorang bayi harus mulai mempertahankan
kadar glukosa darahnya sendiri. Pada setiap bayi baru lahir, kadar glukosa
darah akan turun dalam waktu cepat (1-2 jam). Koreksi penurunan kadar gula
darah dapat dilakukan dengan 3 cara :
1) Melalui
pemberian air susu ibu (bayi baru lahir yang sehat harus didorong untuk menyusu
ASI secepat mungkin setelah lahir).
2) Melalui
penggunaan cadangan glikogen (glikogenesis)
3) Melalui
pembentukan glukosa dari sumber lain, terutama lemak (glukoneogenesis)
Bayi baru lahir yang tidak dapat mencerna makanan dalam jumlah yang cukup
akan membuat glukosa dari glikogen. Hal ini hanya terjadi jika bayi mempunyai
persediaan glikogen yang cukup. Seorang bayi yang sehat akan menyimpan glukosa
sebagai glikogen, terutama dalam hati, selama bulan-bulan terakhir kehidupan
dalam rahim. Bayi yang mengalami hipotermia pada saat lahir, yang kemudian
mengakibatkan hipoksia, akan menggunakan persediaan glikogen dalam satu jam
pertama kelahiran. Keseimbangan glukosa tidak sepenuhnya
tercapai dalam 3-4 jam pertama kelahiran pada bayi cukup bulan. Jika semua
persediaan glikogen digunakan pada jam pertama, maka otak dalam keadaan
berisiko. Bayi yang lahir kurang bulan (prematur), lewat bulan (post matur),
bayi yang mengalami hambatan pertumbuhan dalam rahim dan stres janin merpakan
risiko utama, karena simpanan energi berkurang (digunakan sebelum lahir).
e. Perubahan
Sistem Gastrointestinal
Secara fungsional, saluran
gastrointestinal bayi belum matur dibandingkan orang dewasa. Membran mukosa
pada mulut berwarna merah jambu basah. Gigi
tertanam di dalam gusi dan sekresi ptyalin sedikit. Sebelum
lahir, janin cukup bulan akan mulai menghisap dan menelan. Refleks gumoh dan
refleks batuk yang matang sudah terbentuk baik pada saat lahir.
Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk menelan
dan mencerna makanan (selain susu) masih terbatas. Hubungan antara esofagus
bawah dan lambung masih belum sempurna yang mengakibatkan gumoh pada bayi baru
lahir dan neonatus. Kapasitas lambung masih terbatas < 30 ml (15 – 30 ml)
untuk bayi baru lahir cukup bulan. Kapasitas lambung ini akan bertambah secara
lambat bersamaan dengan tumbuhnya bayi baru lahir. Pengaturan makanan yang
sering oleh bayi sendiri penting contohnya memberi ASI on demand (sesuai kebutuhan).
f. Perubahan
Sistem Imunitas / Kekebalan Tubuh
Sistem imun bayi baru lahir masih belum matur sehingga
neonatus rentan mengalami infeksi dan alergi. Sistem imun yang matur akan
memberikan kekebalan alami maupun kekebalan dapatan. Kekebalan alami terdiri
dari struktur pertahanan tubuh yang mencegah atau meminimalkan infeksi. Kekebalan
alami juga disediakan pada tingkat sel yaitu oleh sel darah yang membantu BBL
membunuh mikroorganisme asing. Tetapi pada BBL sel-sel darah ini masih belum
matang, artinya BBL tersebut belum mampu melokalisasi dan memerangi infeksi
secara efisien. Beberapa contoh kekebalan alami meliputi :
1) Perlindungan
oleh membran mukosa
2)
Fungsi saringan saluran nafas
3)
Pembentukan koloni mikroba oleh kulit dan usus
4)
Perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung
Kekebalan dapatan akan muncul kemudian. Bayi baru lahir yang lahir dengan
kekebalan pasif mendapat antibodi dari tubuh ibunya. Reaksi antibodi
keseluruhan terhadap antigen asing masih belum muncul sampai awal kehidupan
anak. Salah satu tugas utama selama masa bayi dan balita adalah pembentukan
sistem kekebalan tubuh. Defisiensi kekebalan alami bayi
menyebabkan bayi rentan sekali terjadi infeksi dan reaksi bayi terhadap infeksi
masih lemah. Oleh karena itu, pencegahan terhadap mikroba (seperti pada praktek
persalinan yang aman dan menyusui ASI dini terutama kolostrum) dan deteksi dini
serta pengobatan dini infeksi menjadi sangat penting.
g. Perubahan
Sistem Neurologi
Setelah bayi lahir, pertumbuhan otak
memerlukan persediaan oksigen dan glukosa yang tetap memadai. Otak yang masih
muda rentan terhadap hipoksia, ketidakseimbangan biokimia, infeksi dan
pendarahan. Bayi baru lahir memperlihatkan sejumlah aktivitas refleks pada usia
yang berbeda beda, yang menunjukkan normalitas dan perpaduan antara sistem
neuorogi dan muskuluskletal. Beberapa refleks tersebut:
1) Reflekss
moro, refleks ini terjadi karena adanya reaksi miring terhadap rangsangan
mendadak. Refleks ini dapat di munculkan dengan cara menggendong bayi dengan
sudut 45o, lalu biarkan kepalanya turun sekitar 1-2 cm. Refleks ini
simetris dan terjadi pada 8 minggu pertama setelah lahir.
2) Reflekss rooting, dalam memberikan reaksi
terhadap belaian di pipi atau sisi mulut, bayi menoleh kearah sumber rangsangan
dan membuka mulutnya siap untuk mengisap.
3) Reflekss
mengedip atau reflekss mata, melindungi mata dari trauma.
4) Reflekss
menggenggam, refleks ini di munculkan dengan menempatkan jari atau pensil atau
pensil di dalam telapak tangan bayi, dan bayi akan menggenggamnya dengan erat.
5) Reflekss
berjalan dan melangkah. Jika bayi di sangga pada posisi tegap dan kakinya
mennyentuh permukaan yang rata, bayi akan terangsang untuk berjalan.
6) Reflekss
leher tonik asimetris. pada posisi terlentang, jika kepala bayi menoleh ke satu
arah, lengan di sisi tersebut akan ekstensi sedangkan lengan sebelahnya fleksi.
Jika di dudukkan tegak, kepala bayi pada awalnya akan terkulai ke belakang lalu
bergerak ke kanan sesaat sebelum akhirnya menunduk ke depan.
3.
Pencegahan
Infeksi
Pencegahan Infeksi merupakan
penatalaksanaan awal yang harus dilakukan pada bayi baru lahir karena bayi baru
lahir sangat rentan terhadap infeksi. Pada saat penanganan bayi baru lahir,
pastikan penolong untuk melakukan tindakan pencegahan infeksi. Tindakan
Pencegahan Infeksi pada bayi baru lahir meliputi :
a. Mencuci
tangan secara sekasama sebelum dan sesudah melakukan kontak dengan bayi
b. Memakai
sarung tangan bersih saat melayani bayi yang belum dimandikan
c. Memastikan
semua peralatan telah disterilkan
d. Memastikan
semua perlengkapan bayi dalam keadaan bersih,
e. Memastikan
semua alat-alat yang bersentuhan dengan bayi dalam keadaan bersih,
f. Menganjurkan
ibu menjaga kebersihan diri, terutama payudara
g. Membersihkan
muka, pantat,dan tali pusat bayi dengan air bersih hangat dan sabun setiap hari
h. Menjaga bayi
dari orang-orang yang menderita infeksi.
1)
Prinsip
Dasar Pencegahan Infeksi
Prinsip
dasar dalam pencegahan infeksi adalah sebagai berikut :
a. Setiap
orang
(pasien dan petugas pelayanan kesehatan) harus dianggap berpotensi menularkan
infeksi.
b. Cuci tangan
adalah prosedur yang paling praktis dalam mencegah kontaminasi silang.
c. Pakailah
sarung tangan sebelum menyentuh setiap kulit yang luka, selaput lendir
(mukosa), darah, dan cairan tubuh lainnya (sekret atau ekskret).
d. Gunakanlah
pelindung (barier) seperti kacamata (goggles), masker, celemek (apron) pada
setiap kali melakukan kegiatan pelayanan yang diantisipasi dapat terkena
percikan atau terkena darah dan cairan tubuh pasien.
e. Selalu
melakukan tindakan/prosedur menurut langkah yang aman, seperti tidak
memebengkokan jarum dengan tangan, memegang alat medik dan memprosesnya dengan
benar, membuang dan memproses sampah medik dengan benar.
2)
Upaya
Pencegahan Infeksi
a. Pencegahan
infeksi pada tali pusat
Upaya ini dilakukan dengan cara merawat tali pusat
yang berarti menjaga agar luka tersebut tetap bersih, tidak terkena air
kencing, kotoran bayi atau tanah. Pemakaian popok bayi diletakkan disebelah
bawah tali pusat. Apabila tali pusat kotor, cuci luka tali pusat dengan air
bersih yang mengalir dan sabun, segera keringkan dengan kain kasa kering dan
dibungkus dengan kasa tipis yang steril dan kering. Dilarang membubuhkan atau
mengoleskan ramuan, abu dapur dan sebagainya pada luka tali pusat, sebab akan
menyebabkan infeksi dan tetanus yang dapat berakhir dengan kematian.
Tanda-tanda infeksi tali pusat yang harus diwaspadai, antara lain kulit sekitar
tali pusat berwarna kemerahan, ada pus/nanah dan bau busuk. Mengawasi dan
segera melaporkan ke dokter jika pada tali pusat ditemukan perdarahan,
pembengkakan, keluar cairan, tampak merah atau berbau busuk.
Langkah-langkah
perawatan tali pusat :
1)
Cuci tangan dengan sabun dan air
2)
Membuka pakaian bayi
3)
Membersihkan tali pusat dengan kassa dan air DTT dari
ujung ke pangkal
4)
Mengeringkan tali pusat dengan kassa kering
5)
Pertahankan sisa tali pusat dalam keadaan terbuka agar
terkena udara tanpa di tutupi kassa
6)
Lipatlah popok di bawah sisa tali pusat
7)
Mengenakan pakaian bayi
8)
Membereskan alat-alat
9)
Menucuci tangan dengan sabun
10) Menginformasikan
hasil tindakan
b. Pencegahan
infeksi pada kulit
Beberapa
cara yang diketahui dapat mencegah terjadinya infeksi pada kulit bayi baru
lahir atau penyakit infeksi lain adalah meletakkan bayi didada ibu agar terjadi
kontak langsung ibu dan bayi, sehingga menyebabkan terjadinya kolonisasi
mikroorganisme yang ada di kulit dan saluran pencernaan bayi dengan
mikroorganisme ibu yang cenderung bersifat nonpatogen, serta adanya zat
antibodi bayi yang sudah terbentuk dan terkandung dalam air susu ibu.
Langkah-langkah
memandikan bayi :
1) Cuci tangan
dengan sabun dan air
2) Siapkan
keperluan mandi: seperti pakaian bayi lengkap, minyak telon, bedak, sabun,
handuk dan waslap, selimut, perlak, dan tempat pakaian kotor, bak mandi, air
hangat dan dingin.
3) Pastikan
ruangan dalam keadaan hangat
4) Siapkan air
hangat, tapi tidak terlalu panas dalam bak mandi
5) Lepas
pakaian bayi
6) Bersihkan
tinja dari daerah pantat sebelum memandikan agar air mandi tetap segar
7) Sanggalah
kepala bayi sambil mengusapkan air ke muka, tali pusat, dan tubuh bayi
8) Letakkan
bayi pada selembar handuk
9) Sabuni
seluruh badan bayi (jangan memberi sabun pada muka dan cuci mukanya dahulu
sampai bersih)
10) Cuci tali
pusat dengan air bersih dan sabun, bersihkan dan keringkanseluruhnya
11) Jika bayi
laki-laki tarik katup (prepusium) ke belakang dan bersihkan dan bila bayi
perempuan bersihkan labia mayora dan minora
12) Tempatkan
bayi kedalam bak mandi sambil menyangga kepala ke punggungnya, bilaslah dengan
sabun dengan cepat, (tidak perlu menghilangkan verniks)
13) Keringkan
betul-betul bayi dengan sebuah handuk yang hangat dan kering
14) Tempatkan
bayi pada alas dan popok yang hangat dan kering (singkirkan handuk basah
kepinggir)
15) Perawatan
tali pusat
16) Kenakan
pakaian yang bersih dan kering
17) Bungkuslah
bayi dengan selimut yang bersih dan kering
18) Cuci tangan
c. Pencegahan
infeksi pada mata
Cara mencegah infeksi pada mata bayi baru lahir adalah
dengan merawat mata bayi baru lahir dengan mencuci tangan terlebih dahulu,
membersihkan kedua mata bayi segera setelah lahir dengan kapas atau sapu tangan
halus dan bersih yang telah dibersihkan dengan air hangat. Dalam waktu 1 jam
setelah bayi lahir, berikan salep/obat tetes mata untuk mencegah oftalmia
neonatorum (Tetrasiklin 1%, Eritromisin 0,5% atau Nitras Argensi 1%), biarkan
obat tetap pada mata bayi dan obat yang ada di sekitar mata jangan dibersihkan.
Keterlambatan memberikan salep mata, misalnya bayi baru lahir diberi salep mata
setelah lewat 1 jam setelah lahir, merupakan sebab tersering kegagalan upaya
pencegahan infeksi pada mata bayi baru lahir.
Langkah-langkah
pemberian obat tetes mata :
1) Memeriksa
catatan riwayat kesehatan bayi
2) Menyiapkan
alat: Bak instrumen berisi: tetes mata dalam tube, kom berisi kapas air hangat,
sarung tangan, bengkok.
3) Mendekatkan
alat
4) Mencuci
tangan dan mengenakan sarung tangan
5) Mengatur
posisi bayi : bayi telentang, leher sedikit ekstensi
6) Membersihkan
mata dari dalam ke arah luar dengan kapas air hangat
7) Memegang
tetes mata dan memposisikan tangan di atas pinggir kelopak mata. Menarik
kelopak mata bawah dan meneteskan obat sesuai dosis dalam sacus konjungtiva
bawah. Bila saat obat diteteskan bayi berkedip, mata terpejam atau tetesan
jatuh di luar sacus konjungtiva, ulangi prosedur
8) Menarik
kelopak mata atas dan meneteskan obat sesuai dosis dalam sacus konjungtiva atas
9) Memejamkan
mata bayi. Bila efek obat sistemik, berikan tekanan lembut pada duktus
nasolakrimalis 30-60 detik
10) Mengamati
kondisi umum bayi
11) Merapikan
bayi dan menyerahkan kembali kepada orangtua
12) Merapikan
alat
13) Mencuci
tangan
d. Imunisasi
Pada daerah risiko tinggi infeksi tuberkulosis,
imunisasi BCG harus diberikan pada bayi segera setelah lahir. Pemberian dosis
pertama tetesan polio dianjurkan pada bayi segera setelah lahir atau pada umur
2 minggu. Maksud pemberian imunisasi polio secara dini adalah untuk
meningkatkan perlindungan awal. Imunisasi Hepatitis B sudah merupakan program
nasional, meskipun pelaksanaannya dilakukan secara bertahap. Pada daerah risiko
tinggi, pemberian imunisasi Hepatitis B dianjurkan pada bayi segera setelah
lahir.
4.
Rawat
Gabung (Rooming in / Bedding In) Pada Neonatus
1.
Definisi
Rawat Gabung
Rawat gabung (rooming
in) ialah suatu sistem perawatan di mana bayi serta ibu dirawat dalam satu
unit. Rawat gabung merupakan sistem perawatan dimana ibu dan bayi bersama-sama
pada tempat yang berdekatan sehingga memungkinkan sewaktu-waktu, setiap saat
ibu dapat menyusui bayinya. Rawat gabung adalah satu cara perawatan dimana ibu
dan bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam
sebuah ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh, dimana
merupakan waktu yang baik bagi ibu dan bayi saling berhubungan dan dapat
memberikan kesempatan bagi keduanya untuk pemberian ASI.
Ada 2 jenis
rawat gabung, yaitu :
a.
Rooming in
continue : dimana bayi tetap berada di samping ibu selama 24 jam
b.
Rooming in
partial : dimana ibu dan bayi bersama-sama hanya dalam beberapa jam seharinya.
Misalnya pagi bersama iu sementara malam hari dirawat di kamar bayi. Rawat
gabung ini sudah tidak dipakai lagi dan tidak dibenarkan lagi.
Bedding in adalah perawatan dimana ibu dan bayi
berada dalam satu ranjang / tempat tidur dengan memberikan keuntungan khusus
untuk menyusui sehingga dapat memudahkan ibu untuk beristirahat dan menyusui
bayi di malam hari atau kapan saja.
2.
Tujuan
Rawat Gabung
Ada
beberapa tujuan dari rawat gabung antara lain :
a. Bantuan
emosional
Setelah menunggu selama 9 bulan dan
setelah lelah dalam proses persalinan si ibu akan sangat senang bahagia bila
dekat dengan bayi. Si ibu dapat membelai-belai si bayi, mendengar tangis bayi,
mencium-cium dan memperhatikan bayinya yang tidur disampingnya. Hubungan kedua
makhluk ini, sangat penting untuk saling mengenal terutama pada hari-hari
pertama setelah persalinan. Bayi akan memperoleh kehangatan tubuh ibu, suara
ibu, kelembutan dan kasih sayang ibu (bonding
effect).
b. Penggunaan
ASI
ASI adalah makanan bayi yang terbaik.
Produksi ASI akan lebih cepat dan lebih banyak bila dirangsang sedini mungkin
dengan cara menetekkan sejak bayi lahir hingga selama mungkin. Pada hari-hari
pertama, yang keluar adalah kolostrum yang jumlahnya sedikit. Tidak perlu
khawatir bahwa bayi akan kurang minum, karena bayi harus kehilangan cairan pada
hari-hari pertama dan absorpsi usus juga sangat terbatas.
c. Pencegahan
infeksi
Pada tempat perawatan bayi di mana
banyak bayi disatukan, infeksi silang sulit dihindari. Dengan rawat gabung,
lebih mudah mencegah infeksi silang. Bayi yang melekat pada kulit si ibu akan
memperoleh transfer antibodi dari si ibu. Kolostrum yang mengandung antibodi
dalam jumlah tinggi, akan melapisi seluruh permukaan kulit dan saluran
pencernaan bayi, dan diserap oleh bayi sehingga bayi akan mempunyai kekebalan
yang tinggi. Kekebalan ini akan mencegah infeksi, terutama pada diare.
d. Pendidikan
kesehatan
Kesempatan melaksanakan rawat gabung
dapat dimanfaatkan untuk memberikan pendidikan kesehatan kepada ibu, terutama
primipara. Bagaimana teknik menyusui, memandikan bayi,merawat tali pusat, perawatan
payudara dan nasihat makanan yang baik, merupakan bahan-bahan yang diperlukan
si ibu. Keinginan ibu untuk bangun dari tempat tidur, menggendong bayi dan
merawat sendiri akan mempercepat mobilisasi, sehingga si ibu akan lebih cepat
pulih dari persalinan
3.
Manfaat
Rawat Gabung
Manfaat
dan keuntungan rawat gabung ditinjau dari berbagai aspek dan sesuai tujuanya
adalah sebagai berikut :
a. Bagi
ibu
1) Aspek
psikologis
a) Antara
ibu dan bayi akan segera terjalin proses lekat (early infant – mother bonding) darn lebih akrab akrab akibat
sentuhan badan antara ibu dan bayi
b) Dapat
memberikan kesempatan pada ibu untuk belajar merawat bayinya
c) Memberikan
rasa percaya kepada ibu untuk merawat bayinya. Ibu dpaat memberikan ASI kapan
saja bayi membutukannya, sehingga akan memberikan rasa kepuasan pada ibu bahwa
ia dapat berfungsi dengan baik sebagaimana seorang ibu memenuhi kebutuhan
nutrisi bagi bayinya. Ibu juga akan merasa sangat dibutuhkan oleh bayinya dan
tidak dapat digantikan oleh orang lain. Hal ini akan memperlancar produksi ASI.
2) Aspek
fisik
a) Involusi
uteri akan terjadi dengan baik karena dengan menyusui akan terjadi kontraksi
rahim yang baik
b) Ibu
dapat merawat sendiri bayinya sehingga dapat mempercepat mobilisasi
b. Bagi
bayi
1) Aspek
psikologi
i.
Sentuhan badan antara ibudan bayi akan
berpengaruh terhadap perkembangan psikologi bayi selanjutnya, karena kehangatan
tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang mutlak dibutuhkan oleh bayi
ii.
Bayi akan mendapatkan rasa aman dan
terlindung, ini merupakan dasar bagi terbentuknya rasa percaya diri anak.
2) Aspek
fisik
a) Bayi
segera mendapatkan kolostrum atau ASI jolong yang dapat memeberikan kekebalan /
antibodi
b) Bayi
segera mendapatkan makanan sesuai pertumbuhannya
c) Kemungkinan
terjadi infeksi nasokomial kecil
d) Bahaya
aspirasi akibat susu botol berkurang
e) Penyakit
sariaqwan pada bayi dapat dihindari / dikurangi
f) Alergi
terhadap susu buatan berkurang
c. Bagi
keluarga
1) Aspek
psikologis
Rawat
gabung memberikan peluang bagi keluarga untuk memberikan support pada ibu untuk memberikan ASI pada bayi
2) Aspek
fisik
Lama
perawatan lebih pendek karena ibu cepat pulih kembali dan bayi tidak menjadi
sakit sehingga biaya perawatan sedikit
d. Bagi
petugas
1) Aspek
psikologis
Bayi
jarang menangis sehingga petugas di ruang perawatan tenang dan dapat melakukan
pekerjaan lainnya
2) Aspek
fisik
Pekerjaan
petugas akan berkurang karena sebagian besar tugasnya diambil oleh ibu dan
tidak perlu repot menyediakan dan memberikan susu buatan.
4.
Pelaksanaan
Rawat Gabung
Sebagai
pedoman penatalaksanaan rawat gabung telah disusun tata kerja sebagai berikut :
a. Di
Poliklinik Kebidanan
1) Memberikan
penyuluhan mengenai kebaikan ASI dan rawat gabung.
2) Memberikan
penyuluhan mengenai perawatan payudara, makanan ibu hamil, nifas, perawatan
bayi, dan lain-lain.
3) Mendemonstrasikan
pemutaran film, slide mengenai cara-cara merawat payudara, memandikan bayi,
merawat tali pusat, Keluarga Berencana, dan sebagainya.
4) Mengadakan
ceramah, tanya jawab dan motivasi Keluarga Berencana.
5) Menyelenggarakan
senam hamil dan nifas.
6) Membantu
ibu-ibu yang mempunyai masalah-masalah dalam hal kesehatan ibu dan anak sesuai
dengan kemampuan.
7) Membuat
laporan bulanan mengenai jumlah pengunjung, aktivitas, hambatan dan lain-lain.
b. Di Kamar
Bersalin
1)
Bayi yang memenuhi syarat perawatan gabung dilakukan
perawatan bayi baru lahir seperti biasa. Kriteria yang diambil sebagai syarat
untuk dirawat bersama ibunya adalah :
a)
Nilai APGAR lebih dari 7
b)
Berat badan lebih dari 2500 gr, kurang dari 4000 gr
c)
Kehamilan lebih
dari 36 minggu, kurang dari 42 minggu
d)
Lahir spontan,
presentasi kepala
e)
Tanpa infeksi
intrapartum
f)
Ibu sehat
2)
Dalam jam
pertama setelah lahir, bayi segera disusukan kepada ibunya untuk merangsang pengeluaran ASI.
3)
Memberikan
penyuluhan mengenai ASI dan perawatan gabung terutama bagi yang belum mendapat
penyuluhan di poliklinik.
4)
Mengisi status
P3-ASI secara lengkap dan benar.
5)
Catat pada
lembaran pengawasan, jam berapa bayi baru lahir dan jam berapa bayi disusukan
kepada ibunya.
6)
Persiapan agar
bayi dan ibunya dapat bersama-sama ke ruangan
c.
Di Ruangan Perawatan.
1)
Bayi diletakkan di dalam tempat tidur bayi yang
ditempatkan di samping tempat tidur ibu
2)
Waktu berkunjung bayi dan tempat tidurnya dipindahkan
ke ruangan lain.
3)
Perawat harus memperhatikan keadaan umum bayi dan
dapat dikenali keadaan-keadaan yang tidak normal serta kemudian melaporkan
kepada dokter jaga
4)
Bayi boleh menyusu sewaktu bayi menginginkan
5)
Bayi tidak
boleh diberi susu dari botol. Bila ASI masih
kurang, boleh ditambahkan air putih atau susu formula dengan sendok. Ibu harus
dibantu untuk dapat menyusui bayinya dengan baik, juga untuk merawat payudaranya
6)
Keadaan bayi
sehari-hari dicatat dalam status P3 – ASI
7)
Bila bayi sakit
atau perlu diobservasi lebih teliti, bayi dipindahkan ke ruang perawatan bayi
baru lahir
8)
Bila ibu dan
bayi boleh pulang, sekali lagi diberi penerangan tentang cara-cara merawat bayi dan pemberian ASI serta perawatan payudara dan makanan
ibu menyusui
9)
Kepada ibu
diberikan leaflet mengenai hal tersebut dan dipesan untuk memeriksakan
bayinya 2 minggu kemudian.
10) Status P3 – ASI setelah dilengkapi, dikembalikan ke ruangan follow up
d.
Di Ruang follow
up
Pemeriksaan
di ruang follow up meliputi
pemeriksaan bayi dan keadaan ASI. Aktivitas di ruang follow up meliputi :
1)
Menimbang berat bayi
2)
Anamnesis
makanan bayi dan keluhan yang timbul
3)
Mengecek
keadaan ASI
4)
Memberi nasihat
mengeni makanan bayi, cara menyusukan bayi dan makanan ibu yang menyusukan
5)
Memberikan
peraturan makanan bayi
6)
Pemeriksaan
bayi oleh dokter anak
7)
Pemberian
imunisasi menurut instruksi dokter.
5.
Syarat-syarat
Rawat Gabung
Kegiatan
rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin di kamar bersalin dan di bangsal
perawatan pasca persalinan. Meskipun demikian penyuluhan tentang manfaat dan
pentingnya rawat gabung sudah dimulai sejak ibu pertama kali memeriksakan
kehamilannya di poliklinik asuhan antenatal.
Tidak semua
bayi atau ibu dapat segera dirawat gabung. Bayi dan ibu yang dapat dirawat
gabung harus memenuhi syarat / kriteria sebagai berikut :
a. Lahir
spontan dengan presentasi kepala
b. Berat badan
bayi saat lahir 2500 - 4000 gram.
c. Umur
kehamilan 36 - 42 minggu.
d. Bayi tidak
asfiksia setelah lima menit pertama (nilai Apgar minimal 7).
e. Tidak
terdapat tanda-tanda infeksi intrapartum.
f. Bila lahir
dengan tindakan, maka rawat gabung dilakukan setelah bayi cukup sehat, refleks
mengisap baik, tidak ada tanda infeksi dan sebagainya.
g. Bayi yang
lahir dengan sectio caesarea dengan
anestesia umum, rawat gabung dilakukan segera setelah ibu dan bayi sadar penuh
(bayi tidak mengantuk), misalnya 4-6 jam setelah operasi selesai. Bayi tetap
disusukan meskipun mungkin ibu masih mendapat infus.
h. Ibu dalam
keadaan sehat jasmani dan rohani.
6.
Persyaratan
Ruang Rawat Gabung Yang Ideal
a. Untuk
bayi
1) Ranjang
bayi tersendiri yang mudah terjangkau dan dilihat oleh ibu
2) Bagi
yang memerlukan tersedia rak bayi
3) Ukuran
tempat tidur anak 40 x 60 cm
b. Untuk
ibu
1) Ukuran
tempat tidur 90 x 200 cm.
2) Tinggi
90 cm
c. Untuk
Ruang
1) Ukuran
ruang untuk satu tempat tidur 1,5 x 3 m
2) Ruang
dekat dengan ruang petugas (bagi yang masih memerlukan perawatan
d. Untuk
Sarana
1) Lemari
pakaian
2) Tempat
mandi bayi dan perlengkapannya
3) Tempat
cuci tangan ibu
4) Setiap
kamar mempunyai kamar mandi ibu sendiri
5) Ada
sarana penghubung
6) Petunjuk/sarana
perawatan payudara, bayi dan nifas, pemberian makanan pada bayi dengan bahasa
yang sederhana
7) Perlengkapan
perawatan bayi
e. Untuk
Petugas
1) Rasio
petugas dengan pasien 1 : 6
2) Mempunyai
kemampuan dan ketrampilan dalam pelaksanaan rawat gabung
f. Model
pengaturan ruangan rawat gabung
1) 1
kamar dengan 1 ibu dan bayinya
2) 4
– 5 orang ibu dalam 1 kamar dengan bayi pada kamar yang lain bersebelahan dan
bayi dapat diambil tanpa ibu harus meninggalkan tempat tidurnya
3) Beberapa
ibu dalam 1 kamar dan bayi dipisahkan dalam 1 ruangan kaca yang kedap udara
4) Model
diman ibu dan bayi tidur di atas tempat tidur yang sama (bedding in)
5) Bayi
di tempat tidur yang letaknya di samping ibu
7.
Kontra
Indikasi Rawat Gabung
a. Bagi
ibu
1) Fungsi
kardiorspiratorik yang tidak baik
Pasien penyakit jantung kelas II dianjurkan untuk
sementara tidak menyusui sampai keadaan jantung cukup baik. Bagi pasien jantung
klasifikasi III tidak dibenarkan menyusui. Penilaian akan hal ini harus
dilakukan dengan hati-hati.
2) Eklampsia
dan pre eklampsia berat
Keadaan ibu biasanya tidak baik dan pengaruh obat-obatan
untuk mengatasi penyakit biasanya menyebabkan kesadaran menurun sehingga
sementara ibu belum sadar betul. Tidak diperbolehkan ASI dipompa dan diberikan
pada bayi.
3) Penyakit
infeksi akut dan aktif
Bahaya penularan pada bayi yang dikhawatirkan.
Tuberkolosis paru yang aktif dan terbuka merupakan kontra indikasi mutlak. Pada
sepsis keadaan ibu biasanya buruk dan tidak akan mampu menyusui. Banyak
perdebatan mengenai penyakit infeksi apakah dibenarkan menyusui atau tidak
4) Karsinoma
payudara
Pasien dengan karsinoma payudara harus dicegah jangan
sampai ASInya keluar karena mempersulit penilaian penyakitnya. Apabila menyusui
ditakutkan adanya sel-sel karsinoma yang terminum si bayi.
5) Psikosis
Tidak dapat dikontrol keadaan jiwa si ibu bila menderita
psikosis. Meskipun pada dasarnya ibu sayang pada bayinya, tetapi selalu ada
kemungkinan penderita psikosis membuat cedera pada bayi
b. Bagi
bayi
1) Bayi
kejang
Kejang-kejang pada bayi akibat cedera persalinan atau
infeksi tidak memungkinkan untuk menyusui. Ada bahaya aspirasi, bila kejang
timbul saat bayi menyusui. Keadaan bayi yang menurun juga tidak memungkinkan
bayi untuk menyusui.
2) Bayi
yang sakit berat
Bayi dengan penyakit jantung atau paru-paru atau peyakit
lain yang memerlukan perawatan intensif tentu tidak meyusu dan dirawat gabung.
3) Bayi
yang memerlukan observsi / terapi khusus
Selama observasi rawat gabung tidak dapat dilaksanakan.
Setelah keadaan membaik tentu dapat dirawat gabung. Ini yang disebut rawat
gabung tidak langsung.
4) Very low birth weight /
Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR)
Refleks
menghisap dan refleks lain pada BBLSR belum baik sehingga tidak mungkin menyusu
dan di rawat gabung.
5) Cacat
bawaan / kelainan kongenital
Diperlukan
persiapan mental ibu untuk menerima keadaan bayinya yang cacat. Cacat bawaan
yang mengancam jiwa si bayi merupakan kontra indikasi mutlak. Cacat ringan
seperti labiaskizis, palatoskizis bahkan labiognatopalatoskizis masih
memungkinkan untuk meyusui.
6) Kelainan
metabolik dimana bayi tidak dapat menerima ASI
8.
Kesulitan
Rawat Gabung
Walaupun
telah digalakkan rawat gabung di setiap tempat persalinan, ternyata masih
terdapat kesulitan dalam pelaksanaannya yaitu :
a. Kasus tidak
terdaftar belum memperoleh penyuluhan sehingga masih takut menerima rawat
gabung.
b. Kekurangan
tenaga pelaksana untuk penyuluhan dan pendidikan kesehatan untuk mencapai
tujuan yang maksimal.
c. Secara
terpaksa masih digunakan susu formula untuk keadaan-keadaan dimana ASI sangat
sedikit, yaitu ibu yang mengalami tindakan operatif dan belum pulih
kesadarannya.
9.
Keuntungan
Dan Kerugian
a. Keuntungan
1) Menggalakan
penggunaan ASI
2) Kontak
emosi ibu dan bayi lebih dini dan lebih erat
3) Ibu
segera dapat melaporkan keadaan-keadaan bayi yang jika ada masalah
4) Ibu
dapat belajar merawat bayi
5) Mengurangi
ketergantungan ibu pada tenaga kesehatan
6) Membangkitkan
kepercayaan diri yang lebih besar dalam merawat bayi
7) Berkurangnya
infeksi silang
8) Mengurangi
beban perawatan terutama dalam pengawasan
b. Kerugian
1) Ibu
kurang istirahat
2) Dapat
terjadi kesalahan dalam pemberian makanan karena pengaruh orang lain
3) Bayi
bisa mendapatkan infeksi dari pengunjung
4) Pada
pelaksanaan ada hambatan teknis
B.
Konsep
Keperawatan Anak Sehat-Sakit
1.
Definisi
Sehat
Pada tahun 1930,
American Nurses Association (ANA) dalam pernyataan kebijakan sosialnya
mendefinisikan sehat sebagai “keadaan dinamik ketika potensi perkembangan dan
perilaku individu terpenuhi hingga seoptimal mungkin” (FUNDAMENTAL KEPERAWATAN
Konsep Proses dan praktik edisi 7 volume 1 dari kozier).
Defini sehat
adalah ”kondisi yang normal dan alami, karenanya segala sesuatu yang tidak
normal alami karenya segala sesuatu yang tidak normal dan bertentangan dengan
alam dianggap sebagai kondisi tidak sehat yang harus dilegal.” Konsep Dasar
Keperawatan Asmadi
Definisi sehat
menurut Perkins (1939) adalah ”suatu keadaan keseimbangan yang dinamis antara
bentuk dan fungsi tubuh dan beberapa factor yang berusaha mempengaruhinya.”
Definisi sehat
menurut WHO (1974) adalah “sehat adalah suatu keadaan yang semprna dari aspek
fisik, mental, social dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.”
(FUNDAMENTAL OF NURSING volume 1 edisi 4 dari Potter dan Perry).
Menurut neuman
(1990) adalah “ sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejahteraan klien
pada waktu tertentu, yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang
optimal, dengan energy yang paling maksimum, sampai kondisi kematian yang
menandakan habisnya energi total”
2.
Definisi
sakit :
1. Menurut
Larson Sakit adalah ketidakseimbangan fungsi normal tubuh manusia, termasuk
sejumlah system biologis dan kondisi penyesuaian
2. Menurut
bauman ada kriteria keadaan sakit, yaitu adanya gejala, persepsi tentang keadan
sakit yang di rasakan, dan kemampuan beraktifitas sehat yang menurun.
3. Menurut
batasan medis sakit adalah mengemukakan 2 bukti adanya sakit yaitu Tanda dan
Gejala.
4. Menurut
Perkins sakit adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan yang menimpa
seseorang sehingga menimbulkan gangguan pada aktivitas sehari-hari, baik
aktivitas jasmani maupun sosial.
5. Menutut
perry dan potter sakit adalah suatu keadaan di mana fungsi fisik,
emosional,intelektual, social, perkembangan atau spiritual seseorang berkurang
atau terganggu bila dibandingkan kondisi sebelumnya. (Potter dan perry, 2010
Fundamental keperawatan edisi 4 jakarta ; EGC)
3.
Model
Sehat – Sakit
Model
kontinum sehat sakit atau rentang sehat sakit. Neuman (1990) “sehat dalam suatu
rentang adalah tingkat sejahtera klien pada waktu tertentu, yang terdapat dalam
rentang dari kondisi sejahtera yang optimal, dengan energi yang paling
maksimum, sampai kondisi kematian, yang menandakan habisnya energi total”
Menurut
model kontinum sehat sakit, sehat adalah sebuah keadaaan yang dinamis yang
berubah secara terus menerus sesuai dengan adaptasi individu terhadap perubahan
lingkungan internal dan eksternal untuk mempertahankan keadaan fisik,
emosional, intelektual, sosial, perkembangan dan spiritual yang sehat.
Sakit
adalah sebuah proses dimana fungsi individu mengalami perubahan atau penurunan
bila dibandingkan dengan kondisi individu sebelumnya.
Karena
sehat dan sakit merupakan kualitas yang relatif, yang mempunyai beberapa
tingkat maka akan lebih akurat bila ditentukan dengan titik tertentu pada skala
kontinum sehat sakit.
1.
Model kesejahteraan tingkat tinggi
Model
kesejahteraan tingkat tinggi berorientasi pada cara memaksimalkan potensi sehat
sakit pada setiap individu untuk mampu mempertahankan rentang keseimbangan dan
arah yang memiliki tujuan tertentu dalam lingkungan.
Model
ini mencakup kemajuan tingkat fungsi kearah yang lebih tinggi, yang menjadi
suatu tantangan yang luas dimana individu mampu hidup dengan potensi yang
paling maksimal, merupakan suatu proses yang dinamis, bukan sutu keadaan yang
statis dan pasif.
2.
Model agen-penjamu-lingkungan
Menurut
pendekatan ini, tingkat sehat sakit individu atau kelompok ditentukan oleh
hubungan yang dinamis antara ketiga variabel agent, penjamu dan lingkungan.
Agent
: faktor internal atau eksternal yang dapat menyebabkan terjadinya penyakit.
Contoh : seorang terkena penyakit typoid dimana agen adalah bakteri.
Pejamu
: seseorang atau sekelompok orang yang rentan terhadap penyakit atau sakit
tertentu. Contoh : riwayat keluarga, usia, gaya hidup.
Lingkungan
: seluruh faktor yang ada diluar pejamu. Lingkungan fisik antara lain tingkat
ekonomi, iklim, kondisi tempat tinggal.
Lingkungan
sosial terdiri dari interaksi seseorang dengan orang lain, termasuk strees,
konflik dengan orang lain, kesulitan ekonomi, krisis hidup, kematian pasangan.
3.Model
keyakinan kesehatan
Menyatakan
hubungan antara keyakinan seseorang dengan perilaku yang ditampilkannya.
Komponen
pertama adalah presepsi individu tentang kerentangan dirinya terhadap suatu
penyakit . Komponen kedua adalah presepsi individu terhadap keseriusan penyakit
tertentu dipengaruhi oleh variabel demaografi dan sosiofisikologis, peresaan
terancam oleh penyakit dan tanda-tanda untuk bertindak. Komponen ketiga dimana
seseorang akan menagmbil tidakan preventif, misal mengubah gaya hidup .
4.Model
peningkatan kesejahteraan
Peningkatan
kesehatan bertujuan untuk meningkatkan tingkat kesehatan klien “(Pender 1993,
1996). Model tersebut mengidentifikasi beberapa faktor (demografi dan sosial)
yang dapat meningkatkan atau menurunkan partisipasi untuk meningkatkan
kesehatan. Model tersebut juga mengatur berbagai tanda kedalam sebuah kedalam
sebuah pola untuk menjelaskan kemungkinan munculnya partisipasi klien dalam
perilaku peningkatan kesehatan. (Pender 1993,1996).
4.
Faktor
yang mempengaruhi sehat, Tindakan Kesehatan
1.Keturunan
Keturunan
secara sederhana, penyakit manusia dapat dibagi kedalam beberapa kategori salah
satunya adalah penyakit yang di sebabkan oleh faktor Gen.
2.Layanan
kesehatan
Layanan
kesehatan dapat mempengaruhi status kesehatan individu dan masyarakat. Beberapa
aspek layanan kesehatan yang dapat mempengaruhi status kesehatan sebagai
berikut:
1.Tempat
layanan kesehatan
Jika
letak layanan kesehatan jauh dari pemukiman penduduk masyarakat akan sulit
menjangkaunya terlebih lagi jika saran transportasi tidak memadai kondisi ini
menghambat upaya pertolongan segera tentunya untuk seseorang yang menderita
sakit.
1.Kualitas
petugas kesehatan
Jika
petugas kesehatan tidak memiliki kompetensi yang berkualitas, samgat
berpengaruh terhasdap status kesehatan individu atau masyarakat.
1.Biaya
kesehatan
Tingginya
biaya pengobatan tidak semua orang mampu memanfaatkan layanan kesehatan.
1.Sistem
layanan kesehatan
Sistem
layanan kesehatan sangat berpengaruh pada peningkatan kualitas hidup lansia
(pemeliharaan dan peningkatan kesehatan).
3.Lingkungan
Lingkungan
memberi pengaruh besar terhadap status kesehatan pada individu.
4.Perilaku
Perilaku
merupakan factor berikutnya yang mempengaruhi status kesehatan. Sehat atau
sakitnya individu, keluarga, atau masyarakat dipengaruhi oleh perilakunya
5.
Faktor
yang Mempengaruhi Perilaku Sakit
a. Faktor
Intenal
Persepsi individu terhadap gejala dan
sifat sakit yang dialami. Klien akan segera mencari pertiolongan jika gejala
tersebut dapat mengganggu rutinitas kegiatan sehari-hari. Misal: tukang kayu
yang menderita sakit punggung, jika ia merasa hal tersebut bisa membahayakan
dan mengancam kehudupanya maka ia akan segara mencari bantuan. Akan tetapi
persepsi sepeti itu dapat pula mempunyai akibat yang sebaliknya. Bisa saja
orang yang takut mengalami sakit yang serius, akan bereaksi dengan cara
menyangkalnya dan tidak mau mencari bantuan.
b.
Faktor eksternal
1.
Gejala uang dapat dilihat
Gejala
yang terlihat dari suatu penyakit dapat mempengaruhi citra tubuh dan perilaku
sakit. Misal: orang yang mengalami bibir pecah-pecah mungkin akan lebih cepa
tmencari pertolongan dari pada orang dengan serak tenggorokan, karena mungkin
komentar orang lain terhadap gejala bibir pecah-pecah yang dialaminya.
2.
Kelompok sosial
Kelompok
sosial klien akan membantu mengenali ancaman penyakit, atau justru menyangkal
potensi terjadinya suatu penyakit. Misalnya: ada dua orang wanita, sebut saja
nyonya A dan nyonya B berusia 35 tahun yang berasal dari dua kelompok sosial
yang berbeda telah menemukan adanya benjolan pada payudaranya saat melakukan sadari.
Kemudia mereka mendiskusikannya dengan temannya masing-masing. Teman nyonya A
mungkin akan mendorong mencari pengobatan untuk menentukan apakah perlu di
operasi atau tidak, sedangkan teman nyonya B mungkin akan mengatakan itu
hanyalah benjolan biasa dan tidak perlu diperiksa ke dokter.
3.Latar
belakang budaya
Latar
belakang budaya dan etik mengajarkan seseorang bagaimana menjadi sehat,
mengenal sakit, dan menjadi sakit. Dengan demikian perawat perlu memahanmi
lartar belakang budaya yang dimiliki klien.
4.Ekonomi
Semakin
tinggi tingkat ekonomi seseorang biasanya ia akn lebih cepat tanggap terhadap
gejala penyakit yng ia rasakan, sehingga ia akan segera mencari pertolongan
ketika merasa adda gangguan pada kesehatannya.
5.Kemudahan
akses terhadap sistem pelayanan
Dekatnya
jarak klien dengan rumah sakit, klinik atau tempat pelayanan medis lain sering
mempengaruhi kecepatan mereka dalam memasuki sistem pelayanan kesehatan.
Demikian pula beberapa klien enggan mencari pelayanan yang kompleks dan besar
dn mereka lebih suka untuk mengunjungi puskesmas yang tidak membutuhkan
prosedur rumit.
6.Dukungan
sosial
Dukungan
sosial disini meliputi meliputi beberapa institusi atau perkumpulan yang
bersifat peningkatan kesehatan. Di institusi tersebut dapat dilakukan berbagai
kegiatan, seperti seminar kesehatan, pendidikan dan pelatihan kesehatan,
pelatihan (erobik, senam poco-poco dll). Juga menyediakan fasilitas olah raga
juga seperti kolam renang, lapangan bola, basket, lapangan sepak bola dan dll.
6.
Tahapan
Perilaku Sakit
a. Tahap
1 kemunculan gejala
Pada
tahap sahat ini individu berasa ada yang tidak beres. Orang terdekat menegaskan
dengan mengatakan individu tersebut terlihat tidak sehat, atau individu
merasakan beberapa gejala seperti nyeri, ruam, demam, atau pendarahan.ada 3
aspek pada tahap 1
-Kemunculan
gejala fisik
-aspek
Kognitif (penafsiran gejala, apakah gejala bermakna bagi orang tersebut)
–
respons emosi misalnya ketakutan atau ansietas
Pada
tahap ini, orang yangf sakit biasanya berkonspitasi dengan orang lain tentang
gejala yang dirasakannya untuk memastikan bahwa gejala itu memang nyata dan
harus mencoba pengobatan yang efektif.
Asumsi peran sakit
Pada
tahap ini kondisi sakitnya menjadi sebuah fenomena dan orang yang sakit akan
mencari konspirmasi dari keluarga dan kelompok sosialnya bahwa mereka harus
diistirahatkan dari kewajiban normalnya dan dari harapan terhadap perannya.
Asumsi
terhadap peran sakit dapat menyebabkan emosional, seperti menarik diri atau
depresi dari perubahn fisik .
Kontak dengan pelayanan kesehatan
Pada
tahap ini klien mencari kepastian penyakit dan pengobatan dari seorang ahli.
Selain itu klien juga akan mencari penjelasan tentang gejala yang ada. Jika
klien menerima diagnose tersebut, maka mereka mungkin melakukan kunjungan
ketempat pelayanan kesehatan. Pada keadaan itu, klien akan berkonsultasi dengan
beberapa pemberi pelayanan kesehatan sampai mereka menumukan diagnosa seperti
apa yang di inginkan oleh klien.
Peran klien Dependen
Pada
tahap ini klien tergantung pada pemberi kesehatan untuk menghilangkan gejala
yang ada. Klien menerima perawatan, simpati atau perlindungan dari berbagai
tuntuta dan stress hidupnya. Seorang klien dapat melakukan peran dependennya di
dalam institusi pelayanan kesehatan, di rumah, atau pun di tempat pelayanan masyarakat.
Pemulihan dan rehabilitas
Tahap
akhir dari perilaku sakit yantu penyembuhan dan rehabilitas dapat terjdi secara
tiba-tiba, misalnya saat terjadi penurunan demam. Jika penyembuhan tidak
dilakukan denga tepat, maka perawatan jangka panjang mungkin perlu di berikan
sebelum klien mampu mencapai tingkat fungsi yang optimal. (contoh fraktur) .
C.
Konsep Anak Dengan Meningitis
1.
Pengertian
Meningitis
bakterial adalah suatu keadaan dimana meningens atau selaput dari otak
mengalami inflamasi oleh karena bakteri (Marilynn E. Doenges, 2000;76).
2.
Etiologi
dan karakteristik
Infeksi/
keadaan inflamasi dari meningens ini lebih sering disebabkan oleh beberapa
bakteri berikut, antara lain; Haemophilus Influenzae (tipe B), naisseria
meningitidis (meningococus), danstreptokokus (Marilynn E. Doenges, 2000;76).
Bakterial
meningitis adalah manifestasi yang muncul akibat adanya bakteri yang melakukan
invasi didalam selaput otak. Invasi bakteri ke otak dapat terjadi secara
langsung maupun tak langsung. Invasi bakteri secara tak langsung dapat berupa
adanya pencetus sebelumnya seperti pneumonia, otitis media, sinusitis dimana
bakteri ikut didalam aliran darah dan mencapai selaput otak serta mengadakan
invasi.
Invasi
bakteri dapat secara langsung misalnya adanya trauma kepala, luka tembus atau
adanya intervensi operasi sehingga bakteri dapat langsung mengenai selaput
otak.
3.
Manifestasi
klinis
Penyakit
ini biasanya dimanifestasikan dalam bentuk adanya infeksi general pada umumnya
seperti demam, mungkin juga didapati adanya sakit kepala yang hebat,
photophobia, kaku kuduk, didapatinya tanda kernig dan tanda brudzinski
4.
Patofisiologi
Sumber
energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah menjadi CO2 dan
air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu
lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron
dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh
ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya
konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang
di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan
potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-ase yang
terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan
potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan
konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan
yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran listrik dari
sekitarnya
3. Perubahan
patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC
akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen
akan meningkat 20%. Pada anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh
tubuh dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu
kenaikan suhu tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam
waktu yang singkat terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat
terjadinya lepas muatan listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya
sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan
bantuan “neurotransmitter” dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung
lama (lebih dari 15 menit) biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan
oksigen dan energi untuk kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi
hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh metabolisme anerobik,
hipotensi artenal disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu tubuh
meningkat yang disebabkan makin meningkatnya aktifitas otot dan mengakibatkan
metabolisme otak meningkat.
1. Data subyektif
1. Biodata/Identitas
Biodata
anak mencakup nama, umur, jenis kelamin.
Biodata
orang tua perlu dipertanyakan untuk mengetahui status sosial anak meliputi
nama, umur, agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, penghasilan, alamat.
kepala
dan lain-lain. Dimana kejang dimulai dan bagaimana menjalarnya. Sesudah kejang
perlu ditanyakan apakah penderita segera sadar, tertidur, kesadaran menurun,
ada paralise, menangis dan sebagainya ?
2.
Riwayat penyakit sekarang yang menyertai
Apakah
muntah, diare, truma kepala, gagap bicara (khususnya pada penderita epilepsi),
gagal ginjal, kelainan jantung, DHF, ISPA, OMA, Morbili dan lain-lain.
3.
Riwayat Penyakit Dahulu
Sebelum
penderita mengalami serangan kejang ini ditanyakan apakah penderita pernah
mengalami kejang sebelumnya, umur berapa saat kejang terjadi untuk pertama kali
?
Apakah
ada riwayat trauma kepala, radang selaput otak, KP, OMA dan lain-lain.
2. Riwayat Kehamilan dan Persalinan
Kedaan
ibu sewaktu hamil per trimester, apakah ibu pernah mengalami infeksi atau sakit
panas sewaktu hamil. Riwayat trauma, perdarahan per vaginam sewaktu hamil,
penggunaan obat-obatan maupun jamu selama hamil. Riwayat persalinan ditanyakan
apakah sukar, spontan atau dengan tindakan ( forcep/vakum ), perdarahan ante
partum, asfiksi dan lain-lain. Keadaan selama neonatal apakah bayi panas,
diare, muntah, tidak mau menetek, dan kejang-kejang.
3. Riwayat Imunisasi
Jenis
imunisasi yang sudah didapatkan dan yang belum ditanyakan serta umur
mendapatkan imunisasi dan reaksi dari imunisasi. Pada umumnya setelah mendapat
imunisasi DPT efek sampingnya adalah panas yang dapat menimbulkan kejang.
4. Riwayat Perkembangan
Ditanyakan
kemampuan perkembangan meliputi :
Personal
sosial (kepribadian/tingkah laku sosial) : berhubungan dengan kemampuan
mandiri, bersosialisasi, dan berinteraksi dengan lingkungannya.
Gerakan
motorik halus : berhubungan dengan kemampuan anak untuk mengamati sesuatu,
melakukan gerakan yang melibatkan bagian-bagian tubuh tertentu saja dan
dilakukan otot-otot kecil dan memerlukan koordinasi yang cermat, misalnya
menggambar, memegang suatu benda, dan lain-lain.
Gerakan
motorik kasar : berhubungan dengan pergerakan dan sikap tubuh.
Bahasa
: kemampuan memberikan respon terhadap suara, mengikuti perintah dan berbicara
spontan.
5. Riwayat kesehatan keluarga.
Adakah
anggota keluarga yang menderita kejang (+ 25 % penderita kejang demam mempunyai
faktor turunan). Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit syaraf atau
lainnya ? Adakah anggota keluarga yang menderita penyakit seperti ISPA, diare
atau penyakit infeksi menular yang dapat mencetuskan terjadinya kejang demam.
6. Riwayat sosial
Untuk
mengetahui perilaku anak dan keadaan emosionalnya perlu dikaji siapakah yanh
mengasuh anak ?
Bagaimana
hubungan dengan anggota keluarga dan teman sebayanya ?
7. Pola kebiasaan dan fungsi kesehatan
Ditanyakan
keadaan sebelum dan selama sakit bagaimana ?
Pola
kebiasaan dan fungsi ini meliputi :
Pola
nutrisi
Untuk
mengetahui asupan kebutuhan gizi anak. Ditanyakan bagaimana kualitas dan
kuantitas dari makanan yang dikonsumsi oleh anak ?
Pola
Eliminasi :
BAK : ditanyakan frekuensinya, jumlahnya,
secara makroskopis ditanyakan bagaimana warna, bau, dan apakah terdapat darah ?
Serta ditanyakan apakah disertai nyeri saat anak kencing.
BAB : ditanyakan kapan waktu BAB, teratur atau
tidak ? Bagaimana konsistensinya lunak,keras,cair atau berlendir ?
Pola
aktivitas dan latihan
Apakah
anak senang bermain sendiri atau dengan teman sebayanya ? Berkumpul dengan
keluarga sehari berapa jam ? Aktivitas apa yang disukai ?
Pola
tidur/istirahat
Berapa
jam sehari tidur ? Berangkat tidur jam berapa ? Bangun tidur jam berapa ?
Kebiasaan sebelum tidur, bagaimana dengan tidur siang?
2 Data Obyektif
1. Pemeriksaan Umum
Pertama
kali perhatikan keadaan umum vital : tingkat kesadaran, tekanan darah, nadi,
respirasi dan suhu.
2. Pemeriksaan Fisik
Kepala
Adakah
tanda-tanda mikro atau makrosepali? Adakah dispersi bentuk kepala? Apakah
tanda-tanda kenaikan tekanan intrakarnial, yaitu ubun-ubun besar cembung,
bagaimana keadaan ubun-ubun besar menutup atau belum ?.
Rambut
Dimulai
warna, kelebatan, distribusi serta karakteristik lain rambut. Pasien dengan
malnutrisi energi protein mempunyai rambut yang jarang, kemerahan seperti
rambut jagung dan mudah dicabut tanpa menyebabkan rasa sakit pada pasien.
Muka/
Wajah.
Paralisis
fasialis menyebabkan asimetri wajah; sisi yang paresis tertinggal bila anak
menangis atau tertawa, sehingga wajah tertarik ke sisi sehat. Adakah tanda
rhisus sardonicus, opistotonus, trimus ? Apakah ada gangguan nervus cranial ?
Mata
Saat
serangan kejang terjadi dilatasi pupil, untuk itu periksa pupil dan ketajaman
penglihatan. Apakah keadaan sklera, konjungtiva ?
Telinga
Periksa
fungsi telinga, kebersihan telinga serta tanda-tanda adanya infeksi seperti
pembengkakan dan nyeri di daerah belakang telinga, keluar cairan dari telinga,
berkurangnya pendengaran.
Hidung
Apakah
ada pernapasan cuping hidung? Polip yang menyumbat jalan napas ? Apakah keluar
sekret, bagaimana konsistensinya, jumlahnya?
Mulut
Adakah
tanda-tanda sardonicus? Adakah cynosis? Bagaimana keadaan lidah? Adakah
stomatitis? Berapa jumlah gigi yang tumbuh? Apakah ada caries gigi ?
Tenggorokan
Adakah
tanda-tanda peradangan tonsil ? Adakah tanda-tanda infeksi faring, cairan
eksudat ?
Leher
Adakah
tanda-tanda kaku kuduk, pembesaran kelenjar tiroid ? Adakah pembesaran vena
jugulans ?
Thorax
Pada
infeksi, amati bentuk dada klien, bagaimana gerak pernapasan, frekwensinya,
irama, kedalaman, adakah retraksi
Intercostale
? Pada auskultasi, adakah suara napas tambahan ?
Jantung
Bagaimana
keadaan dan frekwensi jantung serta iramanya ? Adakah bunyi tambahan ? Adakah
bradicardi atau tachycardia ?
Abdomen
Adakah
distensia abdomen serta kekakuan otot pada abdomen ? Bagaimana turgor kulit dan
peristaltik usus ? Adakah tanda meteorismus? Adakah pembesaran lien dan hepar ?
Kulit
Bagaimana
keadaan kulit baik kebersihan maupun warnanya? Bagaimana keadaan turgor kulit ?
Ekstremitas
Apakah
terdapat oedema, atau paralise terutama setelah terjadi kejang? Bagaimana
suhunya pada daerah akral ?
Genetalia
Adakah
kelainan bentuk oedema, sekret yang keluar dari vagina, tanda-tanda infeksi ?
3.
Pemeriksaan Penunjang
Tergantung
sarana yang tersedia dimana pasien dirawat, pemeriksaannya meliputi :
1. Darah
Glukosa
Darah : Hipoglikemia merupakan predisposisi
kejang (N < 200 mq/dl)
BUN : Peningkatan BUN mempunyai potensi kejang dan
merupakan indikasi nepro toksik akibat dari pemberian obat.
Elektrolit : K, Na
Ketidakseimbangan
elektrolit merupakan predisposisi kejang
Kalium
( N 3,80 – 5,00 meq/dl )
Natrium ( N 135 –
144 meq/dl )
2. Cairan Cerebo Spinal :
Mendeteksi tekanan abnormal dari CCS tanda infeksi, pendarahan penyebab
kejang.
3. Skull Ray : Untuk mengidentifikasi adanya proses
desak ruang dan adanya lesi
4. Tansiluminasi : Suatu cara yang dikerjakan pada bayi dengan
UUB masih terbuka (di bawah 2 tahun) di kamar gelap dengan lampu khusus untuk
transiluminasi kepala.
5. EEG : Teknik untuk menekan aktivitas listrik otak
melalui tengkorak yang utuh untuk mengetahui fokus aktivitas kejang, hasil
biasanya normal.
6. CT Scan :
Untuk mengidentifikasi lesi cerebral infaik hematoma, cerebral oedem,
trauma, abses, tumor dengan atau tanpa
BAB III
PENUTUP
Adaptasi
neonatal (bayi baru lahir) adalah proses penyesuaian fungsional neonatus dari
kehidupan di dalam uterus ke kehidupan di luar uterus. Kemampuan adaptasi
fisiologis ini disebut juga homeostatis. Homeostatis
adalah kemampuan mempertahankan fungsi-fungsi vital, bersifat dinamis,
dipengaruhi oleh tahap pertumbuhan dan perkembangan, termasuk masa pertumbuhan
dan perkembangan intrauterin. Bila terdapat gangguan pada adaptasi maka bayi
akan sakit. Sedangkan pada bayi yang kurang bulan terdapat gangguan mekanisme
adaptasi. Adaptasi segera adalah pada fungsi-fungsi vital yaitu sirkulasi,
respirasi, SSP (Sistem Saraf Pusat), pencernaan dan metabolisme.
Pada tahun 1930,
American Nurses Association (ANA) dalam pernyataan kebijakan sosialnya
mendefinisikan sehat sebagai “keadaan dinamik ketika potensi perkembangan dan
perilaku individu terpenuhi hingga seoptimal mungkin” (FUNDAMENTAL KEPERAWATAN
Konsep Proses dan praktik edisi 7 volume 1 dari kozier).
Defini sehat adalah
”kondisi yang normal dan alami, karenanya segala sesuatu yang tidak normal
alami karenya segala sesuatu yang tidak normal dan bertentangan dengan alam
dianggap sebagai kondisi tidak sehat yang harus dilegal.” Konsep Dasar
Keperawatan Asmadi
Definisi sehat menurut
Perkins (1939) adalah ”suatu keadaan keseimbangan yang dinamis antara bentuk
dan fungsi tubuh dan beberapa factor yang berusaha mempengaruhinya.”
Definisi sehat menurut
WHO (1974) adalah “sehat adalah suatu keadaan yang semprna dari aspek fisik,
mental, social dan tidak hanya bebas dari penyakit atau kelemahan.”
(FUNDAMENTAL OF NURSING volume 1 edisi 4 dari Potter dan Perry).
Menurut neuman (1990)
adalah “ sehat dalam suatu rentang merupakan tingkat kesejahteraan klien pada
waktu tertentu, yang terdapat dalam rentang dan kondisi sejahtera yang optimal,
dengan energy yang paling maksimum, sampai kondisi kematian yang menandakan
habisnya energi total”
Meningitis bakterial
adalah suatu keadaan dimana meningens atau selaput dari otak mengalami
inflamasi oleh karena bakteri (Marilynn E. Doenges, 2000;76).
Infeksi/ keadaan
inflamasi dari meningens ini lebih sering disebabkan oleh beberapa bakteri
berikut, antara lain; Haemophilus Influenzae (tipe B), naisseria meningitidis
(meningococus), danstreptokokus (Marilynn E. Doenges, 2000;76).
Bakterial meningitis
adalah manifestasi yang muncul akibat adanya bakteri yang melakukan invasi
didalam selaput otak. Invasi bakteri ke otak dapat terjadi secara langsung
maupun tak langsung. Invasi bakteri secara tak langsung dapat berupa adanya
pencetus sebelumnya seperti pneumonia, otitis media, sinusitis dimana bakteri
ikut didalam aliran darah dan mencapai selaput otak serta mengadakan invasi.
Invasi bakteri dapat
secara langsung misalnya adanya trauma kepala, luka tembus atau adanya
intervensi operasi sehingga bakteri dapat langsung mengenai selaput otak.
DAFTAR PUSTAKA
Behrman,dkk.(2000).Ilmu
kesehatan Anak Nelson Vol 3.Jakarta: EGC
Marimbi,H.(2010).Biologi
Reproduksi.Yogyakarta:Nuha medika.
Dewi,L.Nanny
Vivian.(2010).Asuhan Neonatal Bayi dan Bidan.Jakarta:Salemba Medika.
Wulandari,F.Ayu.(2011).Biologi
Reproduksi.Jakarta:Salemba Medika.
Budi Nike
Subakti, dkk. Buku Saku Managemen Masalah Bayi Baru Lahir untuk Dokter, Perawat
dan Bidan. Jakarta : EGC, 2007.
FK_UI. Ilmu
Kesehatan Anak. 1985
http://www.sumbarsehat.com/2012/08/asuhan-pada-bayi-baru-lahir-selama.html
BUKU SAKU
Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial, Kemkes RI, 2010
Lynda Juall C,
1999, Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan, Penerjemah Monica Ester, EGC,
Jakarta
Marilyn E.
Doenges, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan, Penerjemah Kariasa I Made,
EGC,Jakarta
Ngastiyah, 1997,
Perawatan Anak Sakit, EGC, Jakarta
Soetjiningsih,
1995, Tumbuh Kembang Anak, EGC, Jakarta
KATA
PENGANTAR
Dengan mengucapkan puji syukur kehadirat
Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis
memperoleh kesehatan dan kekuatan untuk dapat menyelesaikan “Tugas Makalah KONSEP
NEONATAL ESENSIAL, KONSEP KEPERAWATAN ANAK
SEHAT-SAKIT Dan KONSEP ANAK DENGAN MENINGITIS.
Penghargaan yang tulus dan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya penulis sampaikan kepada seluruh pihak, khususnya
kepada dosen pembibing atas kebijaksanaan dan kesediaannya dalam membimbing
sehingga “Tugas Makalah Pengkajian Penggunaan Obat” ini dapat terselesaikan.
Penulis menyadari sepenuhnya atas
keterbatasan ilmu maupun dari segi penyampaian yang menjadikan Tugas Makalah
ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun
sangat diperlukan dari semua pihak untuk kesempurnaan makalah ini.
Banda Aceh, Juni
2017
Penulis
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar
Belakang ..................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
A.
Konsep
Nenotal Asensial....................................................................... 2
B.
Konsep
Keperawatan Anak Sehat-Sakit.............................................. 28
C.
Konsep Anak Dengan Meningitis....................................................... 35
BAB
III PENUTUP............................................................................................. 43
A.
Kesimpulan......................................................................................... 43
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 45
No comments:
Post a Comment