BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Gagal
ginjal atau penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit yang dapat menyebabkan uremia yaitu retensi cairan dan natrium
dan sampah nitrogen lain dalam darah. (Smeltzer, 2002).
Di
negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di Amerika
Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat dalam 10 tahun. Pada
1990, terjadi 166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada 2000
menjadi 372 ribu kasus. Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010,
jumlahnya diestimasi lebih dari 650 ribu.Selain data tersebut, 6 juta-20 juta
individu di AS diperkirakan mengalami GGK (gagal ginjal kronis) fase awal
(Djoko, 2008).
Hal
yang sama terjadi di Jepang. Di Negeri Sakura itu, pada akhir 1996, ada 167
ribu penderita yang menerima terapi pengganti ginjal. Menurut data 2000,
terjadi peningkatan menjadi lebih dari 200 ribu penderita. Berkat fasilitas
yang tersedia dan berkat kepedulian pemerintah yang sangat tinggi, usia harapan
hidup pasien dengan GGK di Jepang bisa bertahan hingga bertahun-tahun.Bahkan,
dalam beberapa kasus, pasien bisa bertahan hingga umur lebih dari 80 tahun.
Angka kematian akibat GGK pun bisa ditekan menjadi 10 per 1.000 penderita. Hal
tersebut sangat tidak mengejutkan karena para penderita di Jepang mendapatkan
pelayanan cuci darah yang baik serta memadai (Djoko, 2008).
Di
indonesia GGK menjadi penyumbang terbesar untuk kematian, sehingga penyakit GGK
pada 1997 berada di posisi kedelapan. Data terbaru dari US NCHS 2007
menunjukkan, penyakit ginjal masih menduduki peringkat 10 besar sebagai
penyebab kematian terbanyak.Faktor penyulit lainnya di Indonesia bagi pasien
ginjal, terutama GGK, adalah terbatasnya dokter spesialis ginjal. Sampai saat
ini, jumlah ahli ginjal di Indonesia tak lebih dari 80 orang. Itu pun sebagian
besar hanya terdapat di kota-kota besar yang memiliki fakultas kedokteran.Maka,
tidaklah mengherankan jika dalam pengobatan kerap faktor penyulit GGK
terabaikan. Melihat situasi yang banyak terbatas itu, tiada lain yang harus
kita lakukan, kecuali menjaga kesehatan ginjal.Jadi, alangkah lebih baiknya
kita jangan sampai sakit ginjal. Mari memulai pola hidup sehat. Di antaranya,
berlatih fisik secara rutin, berhenti merokok, periksa kadar kolesterol,
jagalah berat badan, periksa fisik tiap tahun, makan dengan komposisi
berimbang, turunkan tekanan darah, serta kurangi makan garam. Pertahankan kadar
gula darah yang normal bila menderita diabetes, hindari memakai obat antinyeri
nonsteroid, makan protein dalam jumlah sedang, mengurangi minum jamu-jamuan,
dan menghindari minuman beralkohol. Minum air putih yang cukup (dalam sehari
2-2,5 liter). (Djoko, 2008).
B. Tujuan penulisan
a.
Mampu
melakukan pengkajian pada pasien GGK
b.
Mampu
memprioritaskan masalah dan menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien GGK
c.
Mampu
menyusun rencana rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan GGK
d.
Mampu
menerapkan rencana tindakan keperawatan dalam tindakan nyata yang sesuai dengan
masalah yang diprioritaskan
e.
Mampu
melakukan evaluasi keperawatan
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Gagal ginjal kronik
Gagal
ginjal kronik adalah gangguan fungsi yang progresif dan ireversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme keseimbangan cairan dan
elektrolit sehingga menyebabkan uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen dalam
darah)
Gagal
ginjal atau penyakit ginjal tahap akhir
(PGTA) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana
kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan
dan elektrolit yang dapat menyebabkan uremia yaitu retensi cairan dan natrium
dan sampah nitrogen lain dalam darah. (Smeltzer, 2002).
Gagal
ginjal kronik adalah penrurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan
ireversibel (Arif, 1999).
B. Etiologi
Gagal
ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif
dan ireversibel dari berbagai penyebab :
- Infeksi : pielonefritis kronik.
- Penyakit peradangan :
glomerulonefritis.
- Penyakit vaskular hipertensif :
nefroskeloris benigna, nefrosklerosisi maligna, stenosis arteria renalis.
- Gangguan jaringan penyambung :
lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik
progresif.
- Gangguan kongenital dan
herediter : penyakit ginjal polikistik dan asidosis tubulus ginjal.
- Penyakit metabolik : diabetes
melitus, gout, hiperparatiroidisme dan amiloidosis.
- Nefropati toksik :
penyalahgunaan analgesik dan nefropati timbal.
- Nefropati obstruktif : saluran
kemih bagian atas (kalkuli, eoplasma, fibrosis retroperitoneal) dan
saluran kemih bagian bawah (hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali
kongenital apada leher kandung kemih dan uretra).
C. Tahap-Tahap Perkembangan Gagal Ginjal Kronik
Berikut
ini tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronik menurut Muhammad
(2012), yaitu:
- Penurunan cadangan ginjal (faal
ginjal antara 40-75%)
Pada
tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:
1)
sekitar
40-75% nefron tidak berfungsi,
2)
laju
filtrasi glomerulus 40-50% normal,
3)
BUN
dan kreatinin serum masih normal, dan
4)
pasien
asimtomatik
Tahap
ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling ringan, karena
faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu, penderita juga belum
merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan
bahwa faal ginjal masih berada dalam batas normal.
Selain
itu, kreatinin serum dan kadar BUN (blood urea nitrogen) masih berada dalam
batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal baru diketahui
setelah pasien diberi beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih dalam
waktu lama atau melalui tes GFR dengan teliti.
- Indufisiensi ginjal (faal ginjal
antara 20-50%)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi
dalam tubuh penderita, di antaranya:
1)
sekitar
75-80% nefron tidak berfungsi,
2)
laju
filtrasi glomerulus 20-40% normal,
3)
BUN
dan kreatinin serum mulai meningkat,
4)
Anemia
dan azotemia ringan, serta
5)
nokturia
dan poliuria
Pada tahap ini, penderita masih dapat
melakukan tugas-tugas seperti biasa, walaupun daya dan konsentrasi ginjal
menurun. Pengobatan harus dilakukan dengan cepat untuk mengatasi kekurangan
cairan, kekurangan garam, dan gangguan jantung. Selain itu, penderita juga
harus diberi obat untuk mencegah gangguan faal ginjal. Apabila langkah-langkah
ini dilakukan dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih
berat pun dapat dicegah.
Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan
ginjal yang berfungsi telah rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum
juga mulai meningkat melampaui batas normal.
- Gagal ginjal (faal ginjal kurang
dari 10%)
Beberapa hal yang terjadi dalam tubuh
penderita, di antaranya:
1)
laju
filtrasi glomerulus 10-20% normal,
2)
BUN
dan kreatinin serum meningkat,
3)
anemia,
azotemia, dan asidosis metabolik,
4)
poliuria
dan nokturia, serta
5)
gejala
gagal ginjal.
- End-Stage Meal Disease (ESRD)
Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi
dalam tubuh penderita, di antaranya:
1)
lebih
dari 85% nefron tidak berfungsi,
2)
laju
filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal,
3)
BUN
dan kreatinin tinggi,
4)
anemia,
azotemia, dan asidosis metabolik,
5)
berat
jenis urine tetap 1,010,
6)
oliguria,
dan
7)
gejala
gagal ginjal.
Pada stadium akhir, kurang lebih 90%
massa nefron telah hancur. Nilai GFR 10% di bawah batas normal dan kadar
kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain itu,
peningkatan kreatinin serum dan kadar BUN juga meningkat secara mencolok.
Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita tidak sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit
didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguri (pengeluaran kemih kurang
dari 500ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau
dialisis.
Berdasarkan uraian tersebut dapat
diketahui bahwa awalnya penderita penyakit gagal ginjal tidak menunjukan gejala
apapun. Kemudian, penyakit ini berkembang secara perlahan-lahan. Kelainan
fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Pada tahap
ringan dan sedang, penderita penyakit gagal ginjal kronik masih menunjukan
gejala-gejala ringan, meskipun terjadi peningkatan urea didalam darahnya.
Pada stadium ini, ginjal tidak dapat
menyerap air dari air kemih, sehingga volume air kemih bertambah. Oleh karena
itu, penderita mengalami nokturia (sering berkemih pada malam hari). Selain
itu, penderita juga mengalami tekanan darah tinggi, karena ginjal tidak mampu
membuang kelebihan garam dan air. Hal inilah yang memicu penyakit stroke atau
gagal jantung.
Lambat laun, limbah metabolik yang
tertimbun didalam darah semakin banyak. Maka, penderita menunjukan berbagai
macam gejala, seperti mudah lelah, letih, kurang siaga, kedutan otot, kelemahan
otot, kram, anggota gerak seperti tertusuk jarum, dan hilangnya rasa pada
daerah-daerah tertentu. Selain itu, nafsu makan penderita menurun, merasa mual
dan muntah, terjadi peradangan pada lapisan mulut (stomatitis), rasa tidak enak
dimulut, dan penderita mengalami penurunan berat badan dan malnutrisi. Apabila
tekanan darah tinggi, penderita akan kejang. Dan kelainan kimia darah
menyebabkan kelainan fungsi otak penderita (Muhammad, 2012).
D. Patofisiologi
Fungsi ginjal menurun karena produk akhir
metabolisme protein tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya
uremia dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produksi
sampah maka gejala semakin berat (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Gangguan clearance renal terjadi akibat
penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus
dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urine tampung 24 jam yang
menunjukan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum
(Nursalam dan Fransisca, 2008).
Retensi cairan dan natrium dapat
mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena
aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi
aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia.
Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik
memburuk (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Asidosis metabolik akibat ginjal tidak
mampu mensekresi asam (H⁺) yang berlebihan. Penurunan sekresi
asam akibat tubulus ginjal tidak mampu men sekresi ammonia dan mengabsorpsi
natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain
terjadi (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Anemia terjadi akibat produksi
eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi
nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik
pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi oleh
ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menhasilkan sel darah merah, dan
produksi eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang
disertai keletihan, angina, dan sesak napas (Nursalam dan Fransisca, 2008).
Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat
merupakan gangguan metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki
hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat, maka fungsi yang lain akan
menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, maka
meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun.
Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon, sehingga kalsium
ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang.
Demikian juga vitamin D (1, 25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk di ginjal
menurun seiring perkembangan gagal ginjal (Nursalam dan Fransisca, 2008).
E. Manifestasi Klinik
Menurut
Muhammad (2012), manifestasi klinik gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut
:
- Gangguan pada system
gastrointestinal
1)
Anoreksia,
nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein
didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus
seperti ammonia dan metal gaunidin, serta sembabnya mukosa .
2)
Fetor
uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri
di mulut menjadi ammonia sehingga nafas berbau ammonia.
3)
Cegukan
(hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui .
- Gangguan sistem hematologi dan
kulit
1)
Anemia
karena kekurangan produksi eritropoetin.
2)
Kulit
pucat dan kekuningan akibat anemia dan penimbunan urokrom.
3)
Gatal-gatal
akibat toksis uremik
4)
Trombositopenia
(penurunan kadar trombosit dalam darah).
5)
Gangguan
fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang).
- Sistem saraf dan otot
1)
Restless
leg syndrome
Klien merasa pegal pada
kakinya sehingga selalu digerakkan.
2)
Burning
feet syndrome
Klien merasa semutan dan
seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.
3)
Ensefalopati
metabolik
Klien tampak lemah, tidak
bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang.
4)
Miopati
Klien tampak mengalami
kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proximal.
- Sistem kardiovaskular
1)
Hipertensi
akibat penimbunan cairan dan garam
2)
Nyeri
dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung
koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat
penimbunan cairan
3)
Gangguan
irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit, dan klasifikasi
metastatik
4)
Edema
akibat penimbunan cairan
- Sistem endokrin
1)
Gangguan
seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki serta gangguan
menstruasi pada wanita.
2)
Gangguan
metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan sekresi insun.
F. Pemeriksaan Penunjang
Untuk
memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan
laboratorium maupun radiologi.
- Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan
laboratorium diperlukan untuk menetapkan adanya GGK, menentukan ada tidaknya
kegawatan, menentukan derajat GGK, menetapkan gangguan sistem, dan membantu
menetapkan etologi. Dalam menentukan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak
semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji
adalah laju filtrasi glomerulus. Disamping diagnosis GGK secara faal dengan
tingkatanya, dalam rangka diagnosis juga ditinjau factor penyebab (etiologi)
dan faktor pemburukanya. Kedua hal ini disamping perlu untuk kelengkapan
diagnosis, juga berguna untuk pengobatan.
- Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan
hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah),
aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
- Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk
ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem,
pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini
bertujuan untuk mencari adanya factor yang reversibel seperti obstruksi oleh
karena batu atau masa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut
(ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai oleh karena non-infasif, tak
memerlukan persiapan apapun.
- Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa,
karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar
ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai
tomogram memberi keterangan yang lebih baik.
- Pielografi Intra-Vena (PIV)
Pada GGK lanjut tak
bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat memerlukan kontras dan pada GGK
ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal lebih berat, terutama pada usia
lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat. Saat ini sudah jarang
dilakukan pada GGK. Dapat dilakukan
dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai sistem
pelviokalises dan ureter.
- Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai
ada obsstruksi yang reversibel.
- Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat
tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura,
kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang ditemukan juga infeksi spesifik
oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
- Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi
(terutama falang/jari), dan kalsifikasi metastatik.
G. Penanganan dan Pengobatan
Menurut
Colvy (2010), Penanganan dan pengobatan penyakit gagal ginjal kronik adalah
sebagai berikut :
- Transplantasi ginjal
Transplantasi
ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara mencangkokkan sebuah ginjal sehat
yang diperoleh dari donor. ginjal yang dicangkokkan ini selanjutnya akan
mengambil alih fungsi ginjal yang sudah rusak. Orang yang menjadi donor harus
memiliki karakteristik yang sama dengan penderita. Kesamaan ini meliputi
golongan darah termasuk resus darahnya, orang yang baik menjadi donor biasanya
adalah keluarga dekat. Namun donor juga bisa diperoleh dari orang lain yang
memiliki karakteristik yang sama. Dalam proses pencangkokkan kadang kala kedua
ginjal lama, tetap berada pada posisinya semula, tidak dibuang kecuali jika
ginjal lama ini menimbulkan komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi.
Namun, transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk semua kasus penyakit
ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti kanker, infeksi serius, atau
penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah jantung) tidak dianjurkan untuk
menerima transplantasi ginjal. Hal ini dikarenakan kemungkinan terjadinya
kegagalan transplantasi yang cukup tinggi. Transplantasi ginjal dinyatakan
berhasil jika ginjal dicangkokkan dapat bekerja sebagai penyaring darah
sebagaimana layaknya ginjal sehat dan pasien tidak lagi memerlukan terapi cuci
darah.
- Dialisis (Cuci darah)
Dialisis
atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi yang bertujuan
untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan
kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal
sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga
kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal
ada 2 jenis dialisis :
1)
Hemodialisis
(cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis
atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi
sebagai ginjal buatan. Pada prose ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk
kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat
racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan
khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah dialirkan
kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit
dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2)
Dialisis
Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi
kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan membran
peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari
tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
3)
Obat-obatan
a.
Diuretik
adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan pengeluaran urin. Obat ini
membantu pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit dari tubuh, serta
bermanfaat membantu munurunkan tekanan darah.
b.
Obat
antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah tetap dalam batas normal
dan dengan demikian akan memperlambat proses kerusakan ginjal yang diakibatkan
oleh tingginya tekanan darah.
c.
Eritropoietin
Gagal ginjal juga
menyebabkan penderita mengalami anemia. Hal ini terjadi karena salah satu
fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormon eritropoietin (Epo) terhambat. Hormon
ini bekerja merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah.
Kerusakan fungsi ginjal menyebabkan produksi hormon Epo mengalami penurunan
sehingga pembentukan sel darah merah menjadi tidak normal, kondisi ini
menimbulkan anemia (kekurangan darah). Oleh karena itu, Epo perlu digunakan
untuk mengatasi anemia yang diakibatkan oleh PGK. Epo biasanyan diberikan
dengan cara injeksi 1-2 kali seminggu.
d.
Zat
besi
Anemia juga disebabkan
karena tubuh kekurangan zat besi. Pada penderita gagal ginjal konsumsi zat besi
(Ferrous Sulphate) menjadi sangat penting. Zat besi membantu mengtasi anemia.
Suplemen zat besi biasanya diberikan dalam bentuk tablet (ditelan) atau injeksi
(disuntik).
e.
Suplemen
kalsium dan kalsitriol
Pada penderita gagal
ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah menjadi rendah, sebaliknya kadar
fosfat dalam darah menjadi terlalu tinggi. Untuk mengatasi ketidakseimbangan
mineral ini, diperlukan kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D
bentuk aktif) dan kalsium.
H. Asuhan keperawatan
dan Kasus Gagal Ginjal pada Ny. M.R
DENGAN DIAGNOSA GAGAL
GINJAL KRONIK
DI RUANGAN C2 RSUP PROF DR. R. D KANDOU MANADO
- Pengkajian
a.
Identitas
Nama
: Ny. Y.M
Umur
: 55 th
Jenis
kelamin
: Perempuan
Alamat
:
Kalawat jaga III
Agama
: Kr.
Protestsn
Suku
/ Kebangsaan :
Ternate/Indonesia
Pendidikan
: SMP
Stasus
: Menikah
Pekerjaan
: IRT
Tanggal
MRS
: 11 Juli 2014
Tanggal
pengkajian : 14 Juli 2014
No.
Med. Rec : 41.61.88
Diagnosa
medis : Gagal Ginjal Kronik
b.
Genogram
Ket : Laki-Laki
:
Perempuan
:
Pasien
:
Hubungan
- Riwayat
Kesehatan
a.
Keluhan utama
Mual
dan Muntah
b.
Riwayat keluhan utama
Mual dan muntah dirasakan pasien ±
1 hari SMRS, pasien muntah dengan frekwensi 6 kali sehari, muntah berisi
makanan dan minuman yang dimakan pasien, volume muntah ±
4 gelas aqua sekali muntah, pasien juga merasa nyeri ulu hati, ±
1 hari SMRS, nyeri bersifat hilang timbul dan diraskan ±1
menit, pasien juga mengatakan badan terasa lemah.
- Riwayat kesehatan sekarang
Pasien
tidak ada nafsu makan, badan terasa lemah serta mengalami
susah tidur dan konstipasi (+) mual(+), muntah (-),pucat (+), edema palpebra
(+), turgor kulit jelek, bibir kering dan pecah-pecah, poliuri dan nyeri tekan pada gaster
(-), .
- Riwayat
Kesehatan dahulu
Pasien menderita DM Tipe II sejak tahun 2011 begitu juga
dengan Hipertensi. Pasien juga menderita Hiperkolesterol, pasien meminum obat
DM, HPT dan Hiperkolesterol dengan teratur.
- Riwayat
Keluarga
Dikeluarga pasien hanya pasien yang menderita penyakit ini.
- Pola Fungsi Kesehatan
Menurut Marilynn
E. Doengoes
a)
Aktivitas/istirahat.
Kelelahan dan kelemahan, malaise, gangguan tidur/
Insomnia. Pasien beraktivitas di bantu oleh orang lain baik dalam makan, minum,
berjalan, ambulasi dan imobilisasi, mandi/wc.
b)
Sirkulasi.
Riwayat hipertensi sejak tahun 2011, TD : 140/90 mmHg, N : 88x/m,
CRT <3 detik.
c)
Integritas Ego.
Pasien menerima penyakit yang ia derita saat ini, dan
hubungan dengan keluarga berjalan dengan baik.
d). Eliminasi.
Pasien mengalami poliuri dengan frekwensi 14-16 x/hari,
pasien juga mengalami konstipasi dimana pasien terakhir kali BAB pada tanggal
13 juli 2014.
e). Makanan/cairan.
Penurunan nafsu makan, mual/muntah, rasa metalik tak sedap
pada mulut (Pernapasan ammonia). Pasien makan 3x/hari dengan menu Diit
Protein(0,6 gr /kg/bb/hari) dan Diit kalori (30ml/kg/bb/hari), makanan tidak
dihabiskan (1/2 piring dihabiskan).
f) Neurosensori.
Kesadaran pasien compos mentis,
konsentrasi baik, tidak ada penurunan fungsi saraf.
g) Nyeri/kenyamanan.
pasien tidak merasakan nyeri ulu
hati dan nyeri kepala. Pasien merasa aman selama berada di rumah sakit.
h) Pernapasan.
Pernapasan pasien 20x/m tidak ada
ronkhi dan wheezing, batuk tidak ada.
i) Integumen
Turgor kulit pasien jelek dan wajah
tampak pucat.
j) Seksualitas.
Pasien pada saat ini sudah tak dapat
lagi melakukan aktivitas seks karena dalam keadaan sakit.
k) Interaksi sosial.
[asien sudah tak dapat lagi
beraktivitas seperti biasa karena dalam keadaan sakit, pasien tidak dapat
lagi melakukan peran sebagai Ibu Rumah Tangga karena sakit.
l) Pembelajaran/penyuluhan.
Pasien memiliki riwayat DM, salah
satu penyebab GGK adalah DM, pasien juga harus diberikan pendidikan tentang
diit Protein dan Kalori.
- Pemeriksaan Fisik
a.
KU
: sedang
Kesadaran : Compos
Mentis
TTV :
TD :140/90
mmHg
R : 20x/mnt
N :
88x/mnt
S : 36,8°C
BB
SMRS : 67kg BB
saat di kaji : 64kg
b.
Sistem Integumen
Pucat (+), kulit kering, turgor lambat
c.
Kepala
Warna rambut hitam, penyebaran
merata, rambut oval & kering
- Mata
Penglihatan normal, konjungtiva
anenis (+), sklera interik (-) edema palpera (+)
- Telinga
Secret (+), pendengaran baik
- Hidung
Secret (+), penciuman baik
g.
Mulut & Faring
Keadaan mulut kering
(+), bau mulut (+), bibir kering
dan pecah-pecah (+), stomatitis (-)
h.
Ekstremitas Atas : Pada tangan bagian kiri terpasang IVFD NaCl
0,9 %
Ekstremitas Bawah
: Normal, edema (-)
i.
Abdomen
Benjolan (-), pembesaran hepar (-),
bu (+) normal
4.
Pemeriksaan Penunjang
1)
Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik 14 Juli 2014
No.
|
Parameter
|
Hasil
|
Satuan
|
Nilai
Rujukan
|
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11
|
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Kimia klinik
GDS
Natrium Darah
Kalium Darah
Chlorida Darah
Kreatinin
Darah
Ureum
Darah
|
11.500
3,60
10,9
29,7
391
235
129
3,74
94
2,9
53
|
/mm^3
10^6/mm^3
g/dL
%
10^3/mm^3
mg/dL
meg/dL
meg/dL
meg/dL
mg/dl
mg/dl
|
4000-10.000
4,25-5,40
12,0-16,0
37,0-47,0
150-450
70-125
135-152
3,5-4,5
98-109
0,6-1,1
20-40
|
2)
Hasil Pemeriksaan Urinalisis
No.
|
Parameter
|
Hasil
|
Satuan
|
Nilai Rujukan
|
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
|
Epitel
Silinder
Eritrosit
Leukosit
Berat jenis
pH
Leukosit
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Darah/Eri
|
5-6
-
0-1
2-3
1,005
7
++
-
+++
+
+
Normal
-
-
|
/1 pk
/1pk
/lpb
/1pb
M3
|
0-1
-
0-1
1-5
1,010-1030
5-8
+
-
-
Normal
-
0,1-1
Normal
-
|
- Terapi obat-obatan
a.
Ranitidin 2 x 1 amp IV
b.
Merocloporanide 3x1 amp IV
c.
Amlodipine 10 mg 1-0-0
d.
Asquidone 2x30 mg
e.
Ciprofloxacin 1x400 mg IV
f.
Simvastatin 10 mg 0-0-1
g.
Captopril 3x25 mg
h.
Kapsul garam 3x1
i.
IVFD NaCl 0,9 à20 gtt/ menit
ANALISA DATA
No
|
Data
|
Etiologi
|
Problem
|
1.
|
DS : Pasien mengatakan adanya bengkak
di kelopak mata, bibir kering dan pecah-pecah.
DO :
-adanya
edema palpebra
-bibir
kering, pecah-pecah dan bau amoniak
-turgor
kulit jelek
-kadar
kreatinin 2,9
Mg/dl
-kadar
Ureum Darah 53 mg/dl
|
Nefron
yang terserang hancur
GFR ¯
(BUN & kreatinin ↗)
Retensi natrium
Total CES ↗
Vol
Interstisial ↗
Edema
Preload ↗
Hipertrofi Ventrikel Kiri
COP ¯
Aliran Darah Ginjal ¯
Retensi Na & H2O↗
Kelebihan Volume Cairan
|
Kelebihan Volume Cairan
|
2.
|
DS :
Pasien mengatakan badan lelah dan lemah, malaise.
DO :- Pasien
beraktivitas di bantu oleh orang lain baik dalam makan, minum, berjalan,
ambulasi dan imobilisasi, mandi/wc.
HB 10,9 g/dl
|
Nefron
yang terserang hancur
GFR ¯
Ketidakseimbangan dlm glomerulus & tubulus
¯Eritropoetin
Hb¯
suplai O2 ¯
anemia
Pucat,
Fatigue malaise
Intoleransi Aktivitas
|
Intoleransi Aktivitas
|
3
|
DS : pasien mengatakan tidak ada nafsu makan karena mual,
pasien juga mengatakan mengalami penurunan BB ± 3kg
Do : Selera makan pasien menurun, makan 3x1 diit protein
dan kalori (1/2 piring dihabiskan)
|
Nefron
yang terserang hancur
GFR ¯
(BUN & kreatinin ↗)
Sekresi protein terganggu
Sindrom uremia
Gangguan keseimbangan asam-basa
Produksi asam lambung meningkat
Nausea, Vomitus
Gangguan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
|
Gangguan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
|
Klasifikasi Data
DS
:
- Pasien mengatakan adanya
bengkak di kelopak mata, bibir kering dan pecah- pecah.
- Pasien mengatakan badan
lelah dan lemah, malaise.
- Pasien mengatakan tidak ada
nafsu makan karena mual dan berat badan menurun 3
kg.
DO
:
- adanya
edema palpebra, bibir kering, pecah-pecah dan bau amoniak, turgor kulit
jelek, kadar kreatinin 2,9Mg/dl dan kadar Ureum Darah 53 mg/dl.
- Pasien
beraktivitas di bantu oleh orang lain baik dalam makan, minum, berjalan,
ambulasi dan imobilisasi, mandi/wc, HB 10,9 g/dl.
- Selera
makan pasien menurun, makan 3x1 diit protein dan kalori (1/2 piring
dihabiskan)
No
|
Diagnosa
Keperawatan
|
Tujuan
|
Intervensi
|
Implementasi
|
Evaluasi
|
1
|
a.
Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan
penurunan glomerulo filtration rate.
DS : Pasien mengatakan adanya bengkak di kelopak mata, bibir kering dan
pecah-pecah.
DO :
-adanya edema palpebra
-bibir kering, pecah-pecah dan bau amoniak
-turgor kulit jelek
-kadar kreatinin 2,9
Mg/dl
-kadar Ureum Darah 53 mg/dl
|
Keseimbangan cairan dan elektrolit
1. Rasio
intake dan output pada batas normal
2. Berat
badan normal
3.
Tekanan darah dalam batas ketentuan (140/90 mmHg) dan elektrolit K, Ca, Mg,
Fosfat, Na pada batas normal.
4. Tidak
ada edema
5. Membran
mukosa baik, bibir lembab dan turgor kulit baik.
|
1.
Kaji adanya edema dengan distensi vena jugularis, dispnea, tachikardi, peningkatan tekanan
darah crakles pada auskultasi.
R :Merupakan tanda-tanda lethargi cairan yang menambah kerja dari jantung
dan menuju edema pulmoner dan gagal jantung.
2. Kaji kelemahan otot tidak adanya reflek tendon
dalam, kram abdomen dengan diare, tidak teraturnya nadi, membran
mukosa dan turgor kulit..
R :Tanda-tanda hipernatremia dihasilkan dari tanda fungsi tubular ginjal.
3.
Kaji kelemahan, kelelahan, penurunan reflek tendon
R :Tanda-tanda hipertermia dihasilkan dari ketidakmampuan nefron untuk
memfiltrasi keluar Na.
diperlukan aibsorps Ca dari intestinum.
4.
Monitor tanda-tanda vital, kreatinin .
R :Tanda-tanda peningkatan elektrolit
5. Kolaborasi pemberian obat
diuretik, HCT
R :Bekerja sebagai obat diuresis (untuk mengeluarkan kelebihan cairan
dalam tubuh)
|
Tgl. 14 Juli 2014
Jam : 11.00
1.
Mengkaji adanya edema palpebra,
dispnea (-), TD : 140/90 mmhg nausea (-) muntah (-).
Jam 11.00
2.
Mengkaji kelemahan otot (-) tidak adanya reflek tendon dalam (-) kram abdomen (-) N : 88x/m, membran
mukosa/bibir kering, pecah- pecah dan bau amoniak dturgor kulit : jelek..
Jam 11.00
3.
Mengkaji kelemahan (+) kelelahan (+) penurunan reflek tendon ?(-).
Jam 11.30
4.
Memonitor TTV TD : 140/90mmhg, N : 88x/m, R : 20x/m, SB : 36,8 °c, Kreatinin : 29 mg/dl, Ureum Darah 53 mg/dl, K
: 3,74, Na : 129, Cl : 94.
Jam 12.00
5.
Berkolaborasi pemberian obat diuretik,
HCT
a.
Ranitidin 2 x 1 amp IV
b.
Merocloporanide 3x1 amp IV
c.
Amlodipine 10 mg 1-0-0
d.
Asquidone 2x30 mg
e.
Ciprofloxacin 1x400 mg IV
f.
Simvastatin 10 mg 0-0-1
g.
Captopril 3x25 mg
h.
Kapsul garam 3x1
i.
IVFD NaCl 0,9 à20 gtt/ menit
|
S : Pasien
mengatakan adanya edema pada palpebra, bibir kering, lemah dan lelah.
O : adanya
edema palpebra, mukosa/bibir kering pecah-pecah
dan bau amoniak, turgor kulit jelek, TD :140/90, Kreatinin : 29 mg/dl Ureum Darah 53 mg/dl.
A :
Masalah BelumTeratasi
P :
Lanjutkan Intervensi
|
2
|
Intoleransi
aktivitas b/d produksi eritrosit
menurun ditandai dengan :
DS : Pasien mengatakan badan lelah
dan lemah, malaise.
DO :- Pasien beraktivitas di bantu
oleh orang lain baik dalam makan, minum, berjalan, ambulasi dan imobilisasi,
mandi/wc.
-HB 10,9 g/dl
-Eritrosit
3,60 106mm3
-Hematokrit
: 29,7 %
|
Setelah
dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Kebutuhan aktivitas sehari-hari dapat
terpenuhi.
KH
:
1.
Kontinuitas
partisipasi ADL
2.
Mengemukakan
kemampuan untuk memelihara tingkat energy
3.
Hilangnya komplikasi.
|
1. Kaji tingkat
aktivitas dan toleransi, pola aktivitas kemampuan dalam ADL keadaan bedrest, TTV.
R : Merupakan data dasar terhadap kemampuan beraktivitas dan untuk
tindakan berikutnya.
2. Kaji kelemahan
dyspnoe, pucat dan pusing perdarahan dari gusi, luapan menstruasi berat
saluran gastrointestinal.
R: Tanda dan gejala anemia dengan penurunan produksi eritropoetin yang menstimulasi
produksi.
3. Monitor jumlah
darah merah, hematokrit, hemoglobin, jumlah platelet RBC kurang dari 6 juta
Hct kurang dari 20% Hgb kurang dari 10 g/dl
R : Penurunan merupakan indikasi suspek anemia, kehilangan darah.
4. Bantu klien ketika
diperlukan dalam pemenuhan ADL
R: Menyimpan energi dan mengurangi tuntutan
5. Ajari klien
bagaimana untuk merencanakan pembatasan untu memodifikasi atau meningkatkan
aktivitas yang disetujui pada tingkat toleransi dan tujuan realistis.
R : Izinkan untuk mengontrol pasien ketika mencapai perkembangan dan
menghindari kelelahan
6. Anjurkan
pasien hindari aktivitas atau mengunakan
alat (sikat gigi, pisau cukur) yang mungkin menyebabkan trauma pada jaringan:
catat setiap perdarahan dari mukosa memar berlebih
R : Kecenderungan berdarah menyebabkan hilangnya darah terutama jaringan
|
Jam 11.00
1. Mengkaji tingkat aktivitas dan toleransi : Pasien mengatakan badan lelah dan lemah,
malaise. , pola aktivitas kemampuan dalam ADL : makan, minum, berjalan,
ke wc di bantu oleh suami. TTV: TD : 140/90, N : 88x/m, SB : 36,8°c, R : 20x/m.
Jam 11. 05
2. Mengkaji kelemahan (+), dyspnoe (-), pucat(+) dan pusing (-) perdarahan dari gusi (-), luapan menstruasi berat saluran gastrointestinal (-).
Jam 12.00
3. Memonitor jumlah darah merah : 3,60 106mm3, hematokrit : 29,7 % , hemoglobin : 10,9 g/dl.
Jam 01.00
4. Membantu klien ketika diperlukan dalam pemenuhan ADL :
membantu berpindah kamar serta membawa pasien ke wc.
5. Mengajari pasien bagaimana untuk merencanakan pembatasan untu memodifikasi atau
meningkatkan aktivitas yang disetujui pada tingkat toleransi dan tujuan
realistis.
Jam 01.30
6. Menganjurkan
pasien hindari aktivitas atau mengunakan
alat (sikat gigi, pisau cukur) yang mungkin menyebabkan trauma pada jaringan
|
S : Pasien mengatakan badan lelah dan lemah,
malaise.
O : - Pasien beraktivitas di bantu oleh orang lain baik
dalam makan, minum, berjalan, ambulasi dan imobilisasi, mandi/wc.
-HB 10,9 g/dl
-Eritrosit
3,60 106mm3
-Hematokrit
: 29,7 %
A :
Masalah belum teratasi
P :
lanjutkan Intervensi
|
3
|
Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ¯Hb, peningkatan asam
lambung di tandai dengan:
DS : Pasien mengatakan tidak ada
nafsu makan karena mual
Dan berat badan menurun 3 kg.
DO :
Pola Nutrisi
Selera makan : Tdk baik/menurun
Frekuensi : 3x/hari
Menu makan : diberikan oleh ahli
gizi Diit Protein dan Diit Kalori
Porsi makan : Tdk dihabiskan (1/2 piring)
|
Setelah
dilakukan intervensi keperawatan selam 2x24 jam diharapkan Kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi
KH :
1. Hilangnya anoreksia
2. Hilangnya mual
dan muntah
3. Intake 2000 kalori perhari
4. Porsi makan di
habiskan
5. Berat Badan
|
1. Kaji
pola nutrisi pasien dan perubahan yang terjadi
R : mengetahui pola nutrisi klien serta intake makanan
2. Timbang
berat badan
R : Mengidentifikasi intake makanan
Anoreksia
4. Berikan makanan porsi kecil tapi sering. -Pasien makan 3x/hari. Pada jam 8 pagi, jam
12 siang dan jam jam 7 malam.
5. Anjurkan menghindari minum berkafein, juice makanan panas/berbau
6.
Kolaborasi dengan ahli gizi dalam
pemberian diet dan pola makan pasien
7. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat
|
Tgl. 14 Juli 2014
Jam : 11.00
1.
Mengkaji pola nutrisi pasien
- selera makan : Tidak baik
Frekuensi : 3x/hari
Menu makan : Diit Protein 0,6 gr/kg/bb/hari
Kalori 30ml/kg/bb/hari
Porsi : Tdk dihabiskan (1/2piringdihabiskan)
2.
Menimbang BB
-64 Kg
Jam : 12.00
4.
Memberikan makanan porsi kecil tapi sering
5. Menganjurkan menghindari minum berkafein, juice makanan panas/berbau
6.
Berkolaborasi dengan dokter dlm pemberian diet dan pola makan pasien
Protein
0,6 gr/kg/bb/hari
Kalori 30ml/kg/bb/hari
7. berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat :
j.
Ranitidin 2 x 1 amp IV
k.
Merocloporanide 3x1 amp IV
l.
Amlodipine 10 mg 1-0-0
m.
Asquidone 2x30 mg
n.
Ciprofloxacin 1x400 mg IV
o.
Simvastatin 10 mg 0-0-1
p.
Captopril 3x25 mg
q.
Kapsul garam 3x1
r.
IVFD NaCl 0,9 à20 gtt/ menit
|
S : Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan dan mual
O : Pasien tidak menghabiskan porsi makan
yang diberikan, penurunan BB 3 Kg.
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
|
BAB V
KESIMPULAN
A. Kesimpulan
- Pengkajian yang dilakukan tidak
banyak berbeda dengan pengkajian pada konsep berfokus pada masalah yang
dihadapi pasien
- Mengatasi masalah yang ditemuka
pada pasien perlu direncanakan beberapa tindakan keperawatan dengan
menentukan tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan prorioritas masalah
- Diagnosa medis dapat saja
berubah sejalan dengan waktu sehingga selain terapi diberikan, pemeriksaan
penunjang lainnya harus tetap dikolaborasikan untuk menentukan dan
mengatasi masalah lain yang muncul pada pasien
B. Saran
1.
Bagi
perawat
Pada
pengkajian diharapkan perawat benar-benar bisa melaksanakan secara tepat dan
benar, sehinggga dalam menegakkan diagnosa bisa lebih akurat dan penangananya
lebih cepat.
2.
Bagi
pasien dan keluarga
diharapkan
pasien dan keluarga dapat menerima anjuran selain terapi dan pengobatan serta
menjaga keeimbangan aktivitas, diit, istirahat yang tepat selama dirawat.
3.
Bagi
mahasiswa
Diharapkan
makalah ini dapat menambah wawasan mahasiswa sehingga mahasiswa lebih peka
terhadap kebutuhan pasien, serta memberikan asuhan keperawatan yang sesuai
dengan teori yang didapatkan di perkuliahan.
DAFTAR PUSTAKA
Arif,
mansjoer (1999). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.
Brunner
& Sudarth. ( 2002 ) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi, 8. Jilid 2.
Jakarta: EGC
Carpenito,
Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges
(2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan
pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Doenges
E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk
Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long,
B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan)
Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price,
Sylvia (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta:
EGC
Price,
Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses
Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer,
Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono,
Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai
Penerbit FKUI
No comments:
Post a Comment