Thursday, 21 March 2019

KONSEP DASAR GAGAL GINJAL KRONIK

BAB I
PENDAHULUAN

A.      Latar belakang
Gagal ginjal  atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat menyebabkan uremia yaitu retensi cairan dan natrium dan sampah nitrogen lain dalam darah. (Smeltzer, 2002).
Di negara maju, angka penderita gangguan ginjal tergolong cukup tinggi. Di Amerika Serikat misalnya, angka kejadian gagal ginjal meningkat dalam 10 tahun. Pada 1990, terjadi 166 ribu kasus GGT (gagal ginjal tahap akhir) dan pada 2000 menjadi 372 ribu kasus. Angka tersebut diperkirakan terus naik. Pada 2010, jumlahnya diestimasi lebih dari 650 ribu.Selain data tersebut, 6 juta-20 juta individu di AS diperkirakan mengalami GGK (gagal ginjal kronis) fase awal (Djoko, 2008).
Hal yang sama terjadi di Jepang. Di Negeri Sakura itu, pada akhir 1996, ada 167 ribu penderita yang menerima terapi pengganti ginjal. Menurut data 2000, terjadi peningkatan menjadi lebih dari 200 ribu penderita. Berkat fasilitas yang tersedia dan berkat kepedulian pemerintah yang sangat tinggi, usia harapan hidup pasien dengan GGK di Jepang bisa bertahan hingga bertahun-tahun.Bahkan, dalam beberapa kasus, pasien bisa bertahan hingga umur lebih dari 80 tahun. Angka kematian akibat GGK pun bisa ditekan menjadi 10 per 1.000 penderita. Hal tersebut sangat tidak mengejutkan karena para penderita di Jepang mendapatkan pelayanan cuci darah yang baik serta memadai (Djoko, 2008).
Di indonesia GGK menjadi penyumbang terbesar untuk kematian, sehingga penyakit GGK pada 1997 berada di posisi kedelapan. Data terbaru dari US NCHS 2007 menunjukkan, penyakit ginjal masih menduduki peringkat 10 besar sebagai penyebab kematian terbanyak.Faktor penyulit lainnya di Indonesia bagi pasien ginjal, terutama GGK, adalah terbatasnya dokter spesialis ginjal. Sampai saat ini, jumlah ahli ginjal di Indonesia tak lebih dari 80 orang. Itu pun sebagian besar hanya terdapat di kota-kota besar yang memiliki fakultas kedokteran.Maka, tidaklah mengherankan jika dalam pengobatan kerap faktor penyulit GGK terabaikan. Melihat situasi yang banyak terbatas itu, tiada lain yang harus kita lakukan, kecuali menjaga kesehatan ginjal.Jadi, alangkah lebih baiknya kita jangan sampai sakit ginjal. Mari memulai pola hidup sehat. Di antaranya, berlatih fisik secara rutin, berhenti merokok, periksa kadar kolesterol, jagalah berat badan, periksa fisik tiap tahun, makan dengan komposisi berimbang, turunkan tekanan darah, serta kurangi makan garam. Pertahankan kadar gula darah yang normal bila menderita diabetes, hindari memakai obat antinyeri nonsteroid, makan protein dalam jumlah sedang, mengurangi minum jamu-jamuan, dan menghindari minuman beralkohol. Minum air putih yang cukup (dalam sehari 2-2,5 liter). (Djoko, 2008).

B.       Tujuan penulisan
a.       Mampu melakukan pengkajian pada pasien GGK
b.      Mampu memprioritaskan masalah dan menegakkan diagnosa keperawatan pada pasien GGK
c.       Mampu menyusun rencana rencana tindakan keperawatan pada pasien dengan GGK
d.      Mampu menerapkan rencana tindakan keperawatan dalam tindakan nyata yang sesuai dengan masalah yang diprioritaskan 
e.       Mampu melakukan evaluasi keperawatan

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Pengertian Gagal ginjal kronik
Gagal ginjal kronik adalah gangguan fungsi yang progresif dan ireversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga menyebabkan uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen dalam darah)
Gagal ginjal  atau penyakit ginjal tahap akhir (PGTA) adalah gangguan fungsi ginjal yang progresif dan irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit yang dapat menyebabkan uremia yaitu retensi cairan dan natrium dan sampah nitrogen lain dalam darah. (Smeltzer, 2002).
Gagal ginjal kronik adalah penrurunan fungsi ginjal yang bersifat persisten dan ireversibel (Arif, 1999).

B.       Etiologi
Gagal ginjal kronik merupakan suatu keadaan klinis kerusakan ginjal yang progresif dan ireversibel dari berbagai penyebab :
  1. Infeksi : pielonefritis kronik.
  2. Penyakit peradangan : glomerulonefritis.
  3. Penyakit vaskular hipertensif : nefroskeloris benigna, nefrosklerosisi maligna, stenosis arteria renalis.
  4. Gangguan jaringan penyambung : lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa, sklerosis sistemik progresif.
  5. Gangguan kongenital dan herediter : penyakit ginjal polikistik dan asidosis tubulus ginjal.
  6. Penyakit metabolik : diabetes melitus, gout, hiperparatiroidisme dan amiloidosis.
  7. Nefropati toksik : penyalahgunaan analgesik dan nefropati timbal.
  8. Nefropati obstruktif : saluran kemih bagian atas (kalkuli, eoplasma, fibrosis retroperitoneal) dan saluran kemih bagian bawah (hipertrofi prostat, striktur uretra, anomali kongenital apada leher kandung kemih dan uretra).
C.      Tahap-Tahap Perkembangan Gagal Ginjal Kronik
Berikut ini tahap-tahap perkembangan penyakit gagal ginjal kronik menurut Muhammad (2012), yaitu:
  1. Penurunan cadangan ginjal (faal ginjal antara 40-75%)
Pada tahap ini, ada beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:
1)      sekitar 40-75% nefron tidak berfungsi,
2)      laju filtrasi glomerulus 40-50% normal,
3)      BUN dan kreatinin serum masih normal, dan
4)      pasien asimtomatik
Tahap ini merupakan tahap perkembangan penyakit ginjal yang paling ringan, karena faal ginjal masih dalam kondisi baik. Oleh karena itu, penderita juga belum merasakan gejala apapun. Bahkan, hasil pemeriksaan laboratorium menunjukan bahwa faal ginjal masih berada dalam batas normal.
Selain itu, kreatinin serum dan kadar BUN (blood urea nitrogen) masih berada dalam batas normal dan penderita asimtomatik. Gangguan fungsi ginjal baru diketahui setelah pasien diberi beban kerja yang berat, seperti tes pemekatan kemih dalam waktu lama atau melalui tes GFR dengan teliti.

  1. Indufisiensi ginjal (faal ginjal antara 20-50%)
      Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:
1)      sekitar 75-80% nefron tidak berfungsi,
2)      laju filtrasi glomerulus 20-40% normal,
3)      BUN dan kreatinin serum mulai meningkat,
4)      Anemia dan azotemia ringan, serta
5)      nokturia dan poliuria
      Pada tahap ini, penderita masih dapat melakukan tugas-tugas seperti biasa, walaupun daya dan konsentrasi ginjal menurun. Pengobatan harus dilakukan dengan cepat untuk mengatasi kekurangan cairan, kekurangan garam, dan gangguan jantung. Selain itu, penderita juga harus diberi obat untuk mencegah gangguan faal ginjal. Apabila langkah-langkah ini dilakukan dengan cepat dan tepat, perkembangan penyakit ginjal yang lebih berat pun dapat dicegah.
      Pada stadium ini, lebih dari 75% jaringan ginjal yang berfungsi telah rusak. Selain itu, kadar BUN dan kreatinin serum juga mulai meningkat melampaui batas normal.
  1. Gagal ginjal (faal ginjal kurang dari 10%)
      Beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:
1)      laju filtrasi glomerulus 10-20% normal,
2)      BUN dan kreatinin serum meningkat,
3)      anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,
4)      poliuria dan nokturia, serta
5)      gejala gagal ginjal.
  1. End-Stage Meal Disease (ESRD)
      Pada tahap ini, beberapa hal yang terjadi dalam tubuh penderita, di antaranya:
1)      lebih dari 85% nefron tidak berfungsi,
2)      laju filtrasi glomerulus kurang dari 10% normal,
3)      BUN dan kreatinin tinggi,
4)      anemia, azotemia, dan asidosis metabolik,
5)      berat jenis urine tetap 1,010,
6)      oliguria, dan
7)      gejala gagal ginjal.
      Pada stadium akhir, kurang lebih 90% massa nefron telah hancur. Nilai GFR 10% di bawah batas normal dan kadar kreatinin hanya 5-10 ml/menit, bahkan kurang dari jumlah tersebut. Selain itu, peningkatan kreatinin serum dan kadar BUN juga meningkat secara mencolok.
      Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita tidak sanggup mempertahankan homeostatis cairan dan elektrolit didalam tubuh. Biasanya, penderita menjadi oliguri (pengeluaran kemih kurang dari 500ml/hari karena kegagalan glomerulus). Pada stadium akhir gagal ginjal, penderita harus mendapatkan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal atau dialisis.
      Berdasarkan uraian tersebut dapat diketahui bahwa awalnya penderita penyakit gagal ginjal tidak menunjukan gejala apapun. Kemudian, penyakit ini berkembang secara perlahan-lahan. Kelainan fungsi ginjal hanya dapat diketahui dari pemeriksaan laboratorium. Pada tahap ringan dan sedang, penderita penyakit gagal ginjal kronik masih menunjukan gejala-gejala ringan, meskipun terjadi peningkatan urea didalam darahnya.
      Pada stadium ini, ginjal tidak dapat menyerap air dari air kemih, sehingga volume air kemih bertambah. Oleh karena itu, penderita mengalami nokturia (sering berkemih pada malam hari). Selain itu, penderita juga mengalami tekanan darah tinggi, karena ginjal tidak mampu membuang kelebihan garam dan air. Hal inilah yang memicu penyakit stroke atau gagal jantung.
      Lambat laun, limbah metabolik yang tertimbun didalam darah semakin banyak. Maka, penderita menunjukan berbagai macam gejala, seperti mudah lelah, letih, kurang siaga, kedutan otot, kelemahan otot, kram, anggota gerak seperti tertusuk jarum, dan hilangnya rasa pada daerah-daerah tertentu. Selain itu, nafsu makan penderita menurun, merasa mual dan muntah, terjadi peradangan pada lapisan mulut (stomatitis), rasa tidak enak dimulut, dan penderita mengalami penurunan berat badan dan malnutrisi. Apabila tekanan darah tinggi, penderita akan kejang. Dan kelainan kimia darah menyebabkan kelainan fungsi otak penderita (Muhammad, 2012).

D.      Patofisiologi
      Fungsi ginjal menurun karena produk akhir metabolisme protein tertimbun dalam darah, sehingga mengakibatkan terjadinya uremia dan mempengaruhi seluruh sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produksi sampah maka gejala semakin berat (Nursalam dan Fransisca, 2008).
      Gangguan clearance renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang berfungsi. Penurunan laju filtrasi glomerulus dideteksi dengan memeriksa clearance kreatinin urine tampung 24 jam yang menunjukan penurunan clearance kreatinin dan peningkatan kadar kreatinin serum (Nursalam dan Fransisca, 2008).
      Retensi cairan dan natrium dapat mengakibatkan edema, CHF, dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitas aksis renin angitensin dan kerja sama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan garam mengakibatkan risiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk (Nursalam dan Fransisca, 2008).
      Asidosis metabolik akibat ginjal tidak mampu mensekresi asam (H) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu men sekresi ammonia dan mengabsorpsi natrium bikarbonat (HCO3). Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain terjadi (Nursalam dan Fransisca, 2008).
     Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai, memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi, dan kecendurungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutama dari saluran pencernaan. Eritropoietin yang diproduksi oleh ginjal, menstimulasi sumsum tulang untuk menhasilkan sel darah merah, dan produksi eritropoietin menurun sehingga mengakibatkan anemia berat yang disertai keletihan, angina, dan sesak napas (Nursalam dan Fransisca, 2008).
      Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolisme. Kadar serum kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya meningkat, maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi parathormon, sehingga kalsium ditulang menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. Demikian juga vitamin D (1, 25 dihidrokolekalsiferol) yang dibentuk di ginjal menurun seiring perkembangan gagal ginjal (Nursalam dan Fransisca, 2008).

E.       Manifestasi Klinik
Menurut Muhammad (2012), manifestasi klinik gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :
  1. Gangguan pada system gastrointestinal
1)      Anoreksia, nausea, dan vomitus yang berhubungan dengan gangguan metabolisme protein didalam usus, terbentuknya zat-zat toksik akibat metabolisme bakteri usus seperti ammonia dan metal gaunidin, serta sembabnya mukosa .
2)      Fetor uremik disebabkan oleh ureum yang berlebihan pada air liur diubah oleh bakteri di mulut menjadi ammonia sehingga nafas berbau ammonia.
3)      Cegukan (hiccup) sebabnya yang pasti belum diketahui .
  1. Gangguan sistem hematologi dan kulit
1)      Anemia karena kekurangan produksi eritropoetin.
2)      Kulit pucat dan kekuningan akibat anemia dan penimbunan urokrom.
3)      Gatal-gatal akibat toksis uremik
4)      Trombositopenia (penurunan kadar trombosit dalam darah).
5)      Gangguan fungsi kulit (fagositosis dan kematosis berkurang).
  1. Sistem saraf dan otot
1)      Restless leg syndrome
Klien merasa pegal pada kakinya sehingga selalu digerakkan.
2)      Burning feet syndrome
Klien merasa semutan dan seperti terbakar, terutama ditelapak kaki.
3)      Ensefalopati metabolik
Klien tampak lemah, tidak bisa tidur, gangguan konsentrasi, tremor, mioklonus, kejang.
4)      Miopati
Klien tampak mengalami kelemahan dan hipotrofi otot-otot terutama otot-otot ekstremitas proximal.

  1. Sistem kardiovaskular
1)      Hipertensi akibat penimbunan cairan dan garam
2)      Nyeri dada dan sesak nafas akibat perikarditis, efusi pericardial, penyakit jantung koroner akibat aterosklerosis yang timbul dini, dan gagal jantung akibat penimbunan cairan
3)      Gangguan irama jantung akibat aterosklerosis dini, gangguan elektrolit, dan klasifikasi metastatik
4)      Edema akibat penimbunan cairan
  1. Sistem endokrin
1)      Gangguan seksual/libido; fertilitas dan penurunan seksual pada laki-laki serta gangguan menstruasi pada wanita.
2)      Gangguan metabolisme glukosa retensi insulin dan gangguan sekresi insun.

F.       Pemeriksaan Penunjang
Untuk memperkuat diagnosis sering diperlukan pemeriksaan penunjang baik pemeriksaan laboratorium maupun radiologi.
  1. Pemeriksaan laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk menetapkan adanya GGK, menentukan ada tidaknya kegawatan, menentukan derajat GGK, menetapkan gangguan sistem, dan membantu menetapkan etologi. Dalam menentukan ada atau tidaknya gagal ginjal, tidak semua faal ginjal perlu diuji. Untuk keperluan praktis yang paling lazim diuji adalah laju filtrasi glomerulus. Disamping diagnosis GGK secara faal dengan tingkatanya, dalam rangka diagnosis juga ditinjau factor penyebab (etiologi) dan faktor pemburukanya. Kedua hal ini disamping perlu untuk kelengkapan diagnosis, juga berguna untuk pengobatan.
  1. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat kemungkinan hipertrofi ventrikel kiri, tanda-tanda perikarditis (misalnya voltase rendah), aritmia dan gangguan elektrolit (hiperkalemia, hipokalsemia).
  1. Ultrasonografi (USG)
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim ginjal, anatomi sistem, pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta prostat. Pemeriksaan ini bertujuan untuk mencari adanya factor yang reversibel seperti obstruksi oleh karena batu atau masa tumor, juga untuk menilai apakah proses sudah lanjut (ginjal yang lisut). USG ini sering dipakai oleh karena non-infasif, tak memerlukan persiapan apapun.
  1. Foto Polos Abdomen
Sebaiknya tanpa puasa, karena dehidrasi akan memperburuk fungsi ginjal, menilai bentuk dan besar ginjal dan apakah ada batu atau obstruksi lain. Foto polos yang disertai tomogram memberi keterangan yang lebih baik.
  1. Pielografi Intra-Vena (PIV)
Pada GGK lanjut tak bermanfaat lagi oleh karena ginjal tak dapat memerlukan kontras dan pada GGK ringan mempunyai resiko penurunan faal ginjal lebih berat, terutama pada usia lanjut, diabetes melitus, dan nefropati asam urat. Saat ini sudah jarang dilakukan pada GGK. Dapat  dilakukan dengan cara intravenous infusion pyelography, untuk menilai sistem pelviokalises dan ureter.
  1. Pemeriksaan Pielografi Retrograd
Dilakukan bila dicurigai ada obsstruksi yang reversibel.
  1. Pemeriksaan Foto Dada
Dapat terlihat tanda-tanda bendungan paru akibat kelebihan air (fluid overload), efusi pleura, kardiomegali dan efusi pericardial. Tak jarang ditemukan juga infeksi spesifik oleh karena imunitas tubuh yang menurun.
  1. Pemeriksaan Radiologi Tulang
Mencari osteodistrofi (terutama falang/jari), dan kalsifikasi metastatik.

G.      Penanganan dan Pengobatan
Menurut Colvy (2010), Penanganan dan pengobatan penyakit gagal ginjal kronik adalah sebagai berikut :
  1. Transplantasi ginjal
Transplantasi ginjal adalah suatu metode terapi dengan cara mencangkokkan sebuah ginjal sehat yang diperoleh dari donor. ginjal yang dicangkokkan ini selanjutnya akan mengambil alih fungsi ginjal yang sudah rusak. Orang yang menjadi donor harus memiliki karakteristik yang sama dengan penderita. Kesamaan ini meliputi golongan darah termasuk resus darahnya, orang yang baik menjadi donor biasanya adalah keluarga dekat. Namun donor juga bisa diperoleh dari orang lain yang memiliki karakteristik yang sama. Dalam proses pencangkokkan kadang kala kedua ginjal lama, tetap berada pada posisinya semula, tidak dibuang kecuali jika ginjal lama ini menimbulkan komplikasi infeksi atau tekanan darah tinggi. Namun, transplantasi ginjal tidak dapat dilakukan untuk semua kasus penyakit ginjal kronik. Individu dengan kondisi seperti kanker, infeksi serius, atau penyakit kardiovaskuler (pembuluh darah jantung) tidak dianjurkan untuk menerima transplantasi ginjal. Hal ini dikarenakan kemungkinan terjadinya kegagalan transplantasi yang cukup tinggi. Transplantasi ginjal dinyatakan berhasil jika ginjal dicangkokkan dapat bekerja sebagai penyaring darah sebagaimana layaknya ginjal sehat dan pasien tidak lagi memerlukan terapi cuci darah.
  1. Dialisis (Cuci darah)
Dialisis atau dikenal dengan nama cuci darah adalah suatu metode terapi yang bertujuan untuk menggantikan fungsi/kerja ginjal yaitu membuang zat-zat sisa dan kelebihan cairan dari tubuh. Terapi ini dilakukan apabila fungsi kerja ginjal sudah sangat menurun (lebih dari 90%) sehingga tidak lagi mampu untuk menjaga kelangsungan hidup individu, maka perlu dilakukan terapi. Selama ini dikenal ada 2 jenis dialisis :
1)        Hemodialisis (cuci darah dengan mesin dialiser)
Hemodialisis atau HD adalah dialisis dengan menggunakan mesin dialiser yang berfungsi sebagai ginjal buatan. Pada prose ini, darah dipompa keluar dari tubuh, masuk kedalam mesin dialiser. Di dalam mesin dialiser, darah dibersihkan dari zat-zat racun melalui proses difusi dan ultrafiltrasi oleh dialisat (suatu cairan khusus untuk dialisis), lalu setelah darah selesai dibersihkan, darah dialirkan kembali kedalam tubuh. Proses ini dilakukan 1-3 kali seminggu di rumah sakit dan setiap kalinya membutuhkan waktu sekitar 2-4 jam.
2)        Dialisis Peritoneal (cuci darah melalui perut)
Terapi kedua adalah dialisis peritoneal untuk metode cuci darah dengan bantuan membran peritoneum (selaput rongga perut). Jadi, darah tidak perlu dikeluarkan dari tubuh untuk dibersihkan dan disaring oleh mesin dialisis.
3)        Obat-obatan
a.    Diuretik adalah obat yang berfungsi untuk meningkatkan pengeluaran urin. Obat ini membantu pengeluaran kelebihan cairan dan elektrolit dari tubuh, serta bermanfaat membantu munurunkan tekanan darah.
b.    Obat antihipertensi untuk mempertahankan agar tekanan darah tetap dalam batas normal dan dengan demikian akan memperlambat proses kerusakan ginjal yang diakibatkan oleh tingginya tekanan darah.
c.    Eritropoietin
Gagal ginjal juga menyebabkan penderita mengalami anemia. Hal ini terjadi karena salah satu fungsi ginjal yaitu menghasilkan hormon eritropoietin (Epo) terhambat. Hormon ini bekerja merangsang sumsum tulang untuk memproduksi sel-sel darah merah. Kerusakan fungsi ginjal menyebabkan produksi hormon Epo mengalami penurunan sehingga pembentukan sel darah merah menjadi tidak normal, kondisi ini menimbulkan anemia (kekurangan darah). Oleh karena itu, Epo perlu digunakan untuk mengatasi anemia yang diakibatkan oleh PGK. Epo biasanyan diberikan dengan cara injeksi 1-2 kali seminggu.
d.   Zat besi
Anemia juga disebabkan karena tubuh kekurangan zat besi. Pada penderita gagal ginjal konsumsi zat besi (Ferrous Sulphate) menjadi sangat penting. Zat besi membantu mengtasi anemia. Suplemen zat besi biasanya diberikan dalam bentuk tablet (ditelan) atau injeksi (disuntik).
e.    Suplemen kalsium dan kalsitriol
Pada penderita gagal ginjal kronik, kadar kalsium dalam darah menjadi rendah, sebaliknya kadar fosfat dalam darah menjadi terlalu tinggi. Untuk mengatasi ketidakseimbangan mineral ini, diperlukan kombinasi obat/suplemen yaitu kalsitriol (vitamin D bentuk aktif) dan kalsium.

H.      Asuhan keperawatan dan Kasus Gagal Ginjal  pada Ny. M.R

DENGAN DIAGNOSA GAGAL GINJAL KRONIK
DI RUANGAN C2 RSUP PROF DR. R. D KANDOU MANADO

  1. Pengkajian
a.      Identitas
Nama                                : Ny. Y.M
Umur                                : 55 th
Jenis kelamin                    : Perempuan
Alamat                             : Kalawat jaga III
Agama                              : Kr. Protestsn
Suku / Kebangsaan          : Ternate/Indonesia
Pendidikan                       : SMP
Stasus                               : Menikah
Pekerjaan                          : IRT
Tanggal MRS                   : 11 Juli 2014
Tanggal pengkajian          : 14 Juli 2014
No. Med. Rec                  : 41.61.88
Diagnosa medis                : Gagal Ginjal Kronik
b.      Genogram
Ket                                         : Laki-Laki
                                                : Perempuan
                                                :  Pasien
                                                : Hubungan
  1. Riwayat Kesehatan
a.       Keluhan utama
Mual dan Muntah
b.      Riwayat keluhan utama
Mual dan muntah dirasakan pasien ± 1 hari SMRS, pasien muntah dengan frekwensi 6 kali  sehari, muntah berisi makanan dan minuman yang dimakan pasien, volume muntah ± 4 gelas aqua sekali muntah, pasien juga merasa nyeri ulu hati, ± 1 hari SMRS, nyeri bersifat hilang timbul dan diraskan ±1 menit, pasien juga mengatakan badan terasa lemah.
  1. Riwayat kesehatan sekarang
Pasien tidak ada nafsu makan, badan terasa lemah serta mengalami susah tidur dan konstipasi (+) mual(+), muntah (-),pucat (+), edema palpebra (+), turgor kulit jelek, bibir kering dan pecah-pecah, poliuri dan  nyeri tekan pada  gaster (-), .
  1. Riwayat Kesehatan dahulu
Pasien menderita DM Tipe II sejak tahun 2011 begitu juga dengan Hipertensi. Pasien juga menderita Hiperkolesterol, pasien meminum obat DM, HPT dan Hiperkolesterol dengan teratur.
  1. Riwayat Keluarga
Dikeluarga pasien hanya pasien yang menderita penyakit ini.
  1. Pola Fungsi Kesehatan Menurut Marilynn E. Doengoes
a)    Aktivitas/istirahat.
Kelelahan dan  kelemahan, malaise, gangguan tidur/ Insomnia. Pasien beraktivitas di bantu oleh orang lain baik dalam makan, minum, berjalan, ambulasi dan imobilisasi, mandi/wc.
b)   Sirkulasi.
Riwayat hipertensi sejak tahun 2011, TD : 140/90 mmHg, N : 88x/m, CRT <3 detik.
c)    Integritas Ego.
Pasien menerima penyakit yang ia derita saat ini, dan hubungan dengan keluarga berjalan dengan baik.
d). Eliminasi.
Pasien mengalami poliuri dengan frekwensi 14-16 x/hari, pasien juga mengalami konstipasi dimana pasien terakhir kali BAB pada tanggal 13 juli 2014.
e). Makanan/cairan.
Penurunan nafsu makan, mual/muntah, rasa metalik tak sedap pada mulut (Pernapasan ammonia). Pasien makan 3x/hari dengan menu Diit Protein(0,6 gr /kg/bb/hari) dan Diit kalori (30ml/kg/bb/hari), makanan tidak dihabiskan (1/2 piring dihabiskan).
f)  Neurosensori.
Kesadaran pasien compos mentis, konsentrasi baik, tidak ada penurunan fungsi saraf.
g)   Nyeri/kenyamanan.
pasien tidak merasakan nyeri ulu hati dan nyeri kepala. Pasien merasa aman selama berada di rumah sakit.
h)   Pernapasan.
Pernapasan pasien 20x/m tidak ada ronkhi dan wheezing, batuk tidak ada.
i)   Integumen
Turgor kulit pasien jelek dan wajah tampak pucat.
j)   Seksualitas.
Pasien pada saat ini sudah tak dapat lagi melakukan aktivitas seks karena dalam keadaan sakit.
k)  Interaksi sosial.
[asien sudah tak dapat lagi beraktivitas seperti biasa karena dalam keadaan sakit, pasien tidak dapat lagi  melakukan peran sebagai Ibu Rumah Tangga karena sakit.
l)   Pembelajaran/penyuluhan.
Pasien memiliki riwayat DM, salah satu penyebab GGK adalah DM, pasien juga harus diberikan pendidikan tentang diit Protein dan Kalori.
  1. Pemeriksaan Fisik
a.    KU               : sedang
Kesadaran    : Compos Mentis
TTV             : TD :140/90 mmHg           R         : 20x/mnt
 N                       : 88x/mnt                   S                 : 36,8°C
BB SMRS    : 67kg                  BB saat di kaji       : 64kg
b.      Sistem Integumen
Pucat (+), kulit kering, turgor lambat
c.       Kepala
Warna rambut hitam, penyebaran merata, rambut oval & kering
  1. Mata
Penglihatan normal, konjungtiva anenis (+), sklera interik (-) edema palpera (+)
  1. Telinga
Secret (+), pendengaran baik
  1. Hidung
Secret (+), penciuman baik
g.                    Mulut & Faring
Keadaan  mulut kering (+), bau mulut (+), bibir kering dan pecah-pecah (+), stomatitis (-)
h.                       Ekstremitas Atas   : Pada tangan bagian kiri terpasang IVFD  NaCl 0,9 %
Ekstremitas Bawah          : Normal, edema (-)
i.        Abdomen
Benjolan (-), pembesaran hepar (-), bu (+) normal

4.        Pemeriksaan Penunjang
1)      Hasil Pemeriksaan Kimia Klinik 14 Juli 2014
No.
Parameter
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
1.
2.
3.
4.
5.

6.
7.
8.
9.
10.
11
Hematologi
Leukosit
Eritrosit
Hemoglobin
Hematokrit
Trombosit
Kimia klinik
GDS
Natrium Darah
Kalium Darah
Chlorida Darah
Kreatinin Darah
Ureum Darah
11.500
3,60
10,9
29,7
391

235
129
3,74
94
2,9
53
/mm^3
10^6/mm^3
g/dL
%
10^3/mm^3

mg/dL
meg/dL
meg/dL
meg/dL
mg/dl
mg/dl
4000-10.000
4,25-5,40
12,0-16,0
37,0-47,0
150-450

70-125
135-152
3,5-4,5
98-109
0,6-1,1
20-40

2)      Hasil Pemeriksaan Urinalisis
No.
Parameter
Hasil
Satuan
Nilai Rujukan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Epitel
Silinder
Eritrosit
Leukosit
Berat jenis
pH
Leukosit
Nitrit
Protein
Glukosa
Keton
Urobilinogen
Bilirubin
Darah/Eri
5-6
-
0-1
2-3
1,005
7
++
-
+++
+
+
Normal
-
-
/1 pk
/1pk
/lpb
/1pb
M3
0-1
-
0-1
1-5
1,010-1030
5-8
+
-
-
Normal
-
0,1-1
Normal
-

  1. Terapi obat-obatan
a.       Ranitidin 2 x 1 amp IV
b.      Merocloporanide 3x1 amp IV
c.       Amlodipine 10 mg 1-0-0
d.      Asquidone 2x30 mg
e.       Ciprofloxacin 1x400 mg IV
f.       Simvastatin 10 mg 0-0-1
g.      Captopril 3x25 mg
h.      Kapsul garam 3x1
i.        IVFD NaCl 0,9 à20 gtt/ menit

ANALISA DATA
No
Data
Etiologi
Problem
1.
























DS : Pasien mengatakan adanya bengkak di kelopak mata, bibir kering dan pecah-pecah.

DO :
-adanya edema palpebra
-bibir kering, pecah-pecah dan bau amoniak
-turgor kulit jelek
-kadar kreatinin 2,9
Mg/dl
-kadar Ureum Darah 53 mg/dl
Nefron yang terserang hancur

                   GFR    ¯                          
(BUN & kreatinin )   

 Retensi natrium

 Total CES

Vol Interstisial

 Edema

                    Preload

            Hipertrofi Ventrikel Kiri
                        COP ¯

            Aliran Darah Ginjal ¯

            Retensi Na & H2O

         Kelebihan Volume Cairan
Kelebihan Volume Cairan














2.
DS : Pasien mengatakan badan lelah dan  lemah, malaise.

DO :- Pasien beraktivitas di bantu oleh orang lain baik dalam makan, minum, berjalan, ambulasi dan imobilisasi, mandi/wc.

HB 10,9 g/dl
Nefron yang terserang hancur

GFR ¯

Ketidakseimbangan dlm glomerulus & tubulus

¯Eritropoetin

 Hb¯

suplai O2 ¯

anemia

Pucat, Fatigue malaise

             Intoleransi Aktivitas
Intoleransi Aktivitas
3
DS : pasien mengatakan tidak ada nafsu makan karena mual, pasien juga mengatakan mengalami penurunan BB ± 3kg
Do : Selera makan pasien menurun, makan 3x1 diit protein dan kalori (1/2 piring dihabiskan)
Nefron yang terserang hancur
                   GFR    ¯                          
(BUN & kreatinin )   

     Sekresi protein terganggu

         Sindrom uremia

Gangguan keseimbangan asam-basa

Produksi asam lambung meningkat

                Nausea, Vomitus

Gangguan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh
Gangguan Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh

Klasifikasi Data

DS :
  1. Pasien mengatakan adanya bengkak di kelopak mata, bibir kering dan pecah-   pecah.
  2. Pasien mengatakan badan lelah dan  lemah, malaise.
  3. Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan karena mual dan berat badan menurun 3 kg.

DO :
  1. adanya edema palpebra, bibir kering, pecah-pecah dan bau amoniak, turgor kulit jelek, kadar kreatinin 2,9Mg/dl dan kadar Ureum Darah 53 mg/dl.
  2. Pasien beraktivitas di bantu oleh orang lain baik dalam makan, minum, berjalan, ambulasi dan imobilisasi, mandi/wc, HB 10,9 g/dl.
  3. Selera makan pasien menurun, makan 3x1 diit protein dan kalori (1/2 piring dihabiskan)

No
Diagnosa Keperawatan
Tujuan
Intervensi
Implementasi
Evaluasi
1
a.       Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan penurunan glomerulo filtration rate.
DS : Pasien mengatakan adanya bengkak di kelopak mata, bibir kering dan pecah-pecah.
DO :
-adanya edema palpebra
-bibir kering, pecah-pecah dan bau amoniak
-turgor kulit jelek
-kadar kreatinin 2,9
Mg/dl
-kadar Ureum Darah 53 mg/dl
Keseimbangan cairan dan elektrolit
1.      Rasio intake dan output pada batas normal
2.      Berat badan normal
3.      Tekanan darah dalam batas ketentuan (140/90 mmHg) dan elektrolit K, Ca, Mg, Fosfat, Na pada batas normal.
4.      Tidak ada edema
5.      Membran mukosa baik, bibir lembab dan turgor kulit baik.
1.   Kaji adanya edema dengan distensi vena jugularis, dispnea, tachikardi, peningkatan tekanan darah crakles pada auskultasi.
R :Merupakan tanda-tanda lethargi cairan yang menambah kerja dari jantung dan menuju edema pulmoner dan gagal jantung.
2.  Kaji kelemahan otot tidak adanya reflek tendon dalam, kram abdomen dengan diare, tidak teraturnya nadi, membran mukosa dan turgor kulit..
R :Tanda-tanda hipernatremia dihasilkan dari tanda fungsi tubular ginjal.
3.      Kaji kelemahan, kelelahan, penurunan reflek tendon
R :Tanda-tanda hipertermia dihasilkan dari ketidakmampuan nefron untuk memfiltrasi keluar Na.
diperlukan aibsorps Ca dari intestinum.
4.      Monitor tanda-tanda vital, kreatinin .
R :Tanda-tanda peningkatan elektrolit
5.    Kolaborasi pemberian obat diuretik, HCT
R :Bekerja sebagai obat diuresis (untuk mengeluarkan kelebihan cairan dalam tubuh)
Tgl. 14 Juli 2014
Jam : 11.00
1.      Mengkaji adanya edema palpebra, dispnea (-), TD : 140/90 mmhg nausea (-)  muntah (-).
Jam 11.00
2.      Mengkaji kelemahan otot (-)  tidak adanya reflek tendon dalam (-) kram abdomen (-) N : 88x/m, membran mukosa/bibir kering, pecah- pecah dan bau amoniak dturgor kulit : jelek..
Jam 11.00
3.      Mengkaji kelemahan (+) kelelahan (+) penurunan reflek tendon ?(-).
Jam 11.30
4.      Memonitor TTV TD : 140/90mmhg, N : 88x/m, R : 20x/m, SB : 36,8 °c, Kreatinin : 29 mg/dl, Ureum Darah 53 mg/dl, K : 3,74, Na : 129, Cl : 94.
Jam 12.00
5.      Berkolaborasi pemberian obat diuretik, HCT
a.       Ranitidin 2 x 1 amp IV
b.      Merocloporanide 3x1 amp IV
c.       Amlodipine 10 mg 1-0-0
d.      Asquidone 2x30 mg
e.       Ciprofloxacin 1x400 mg IV
f.       Simvastatin 10 mg 0-0-1
g.      Captopril 3x25 mg
h.      Kapsul garam 3x1
i.        IVFD NaCl 0,9 à20 gtt/ menit


S : Pasien mengatakan adanya edema pada palpebra, bibir kering, lemah dan lelah.

O : adanya edema palpebra, mukosa/bibir kering pecah-pecah dan bau amoniak, turgor kulit jelek, TD :140/90, Kreatinin : 29 mg/dl Ureum Darah 53 mg/dl.

A : Masalah BelumTeratasi

P : Lanjutkan Intervensi
2
Intoleransi aktivitas b/d produksi    eritrosit menurun ditandai dengan :
DS : Pasien mengatakan badan lelah dan  lemah, malaise.

DO :- Pasien beraktivitas di bantu oleh orang lain baik dalam makan, minum, berjalan, ambulasi dan imobilisasi, mandi/wc.
-HB 10,9 g/dl
-Eritrosit 3,60 106mm3
-Hematokrit : 29,7 %


Setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 2x24 jam diharapkan Kebutuhan aktivitas sehari-hari dapat terpenuhi.
KH :
1.      Kontinuitas partisipasi ADL
2.      Mengemukakan kemampuan untuk memelihara tingkat energy
3.      Hilangnya komplikasi.
1.      Kaji tingkat aktivitas dan toleransi, pola aktivitas kemampuan dalam ADL keadaan bedrest, TTV.
R : Merupakan data dasar terhadap kemampuan beraktivitas dan untuk tindakan berikutnya.
2.      Kaji kelemahan dyspnoe, pucat dan pusing perdarahan dari gusi, luapan menstruasi berat saluran gastrointestinal.
R: Tanda dan gejala anemia dengan penurunan produksi eritropoetin yang menstimulasi produksi.

3.      Monitor jumlah darah merah, hematokrit, hemoglobin, jumlah platelet RBC kurang dari 6 juta Hct kurang dari 20% Hgb kurang dari 10 g/dl
R : Penurunan merupakan indikasi suspek anemia, kehilangan darah.

4.      Bantu klien ketika diperlukan dalam pemenuhan ADL
R: Menyimpan energi dan mengurangi tuntutan

5.      Ajari klien bagaimana untuk merencanakan pembatasan untu memodifikasi atau meningkatkan aktivitas yang disetujui pada tingkat toleransi dan tujuan realistis.
R : Izinkan untuk mengontrol pasien ketika mencapai perkembangan dan menghindari kelelahan

6.      Anjurkan pasien hindari aktivitas atau mengunakan alat (sikat gigi, pisau cukur) yang mungkin menyebabkan trauma pada jaringan: catat setiap perdarahan dari mukosa memar berlebih
R : Kecenderungan berdarah menyebabkan hilangnya darah terutama jaringan
Jam 11.00
1.      Mengkaji tingkat aktivitas dan toleransi : Pasien mengatakan badan lelah dan  lemah, malaise. , pola aktivitas kemampuan dalam ADL : makan, minum, berjalan, ke wc di bantu oleh suami. TTV: TD : 140/90, N : 88x/m, SB : 36,8°c, R : 20x/m.
Jam 11. 05
2.      Mengkaji kelemahan (+),  dyspnoe (-), pucat(+) dan pusing (-)  perdarahan dari gusi (-), luapan menstruasi berat saluran gastrointestinal (-).
Jam 12.00
3.      Memonitor jumlah darah merah : 3,60 106mm3, hematokrit : 29,7 % , hemoglobin : 10,9 g/dl.
Jam 01.00
4.      Membantu klien ketika diperlukan dalam pemenuhan ADL : membantu berpindah kamar serta membawa pasien ke wc.
5.      Mengajari pasien bagaimana untuk merencanakan pembatasan untu memodifikasi atau meningkatkan aktivitas yang disetujui pada tingkat toleransi dan tujuan realistis.
Jam 01.30
6.      Menganjurkan pasien hindari aktivitas atau mengunakan alat (sikat gigi, pisau cukur) yang mungkin menyebabkan trauma pada jaringan
S : Pasien mengatakan badan lelah dan  lemah, malaise.

O : - Pasien beraktivitas di bantu oleh orang lain baik dalam makan, minum, berjalan, ambulasi dan imobilisasi, mandi/wc.
-HB 10,9 g/dl
-Eritrosit 3,60 106mm3
-Hematokrit : 29,7 %

A : Masalah belum teratasi
P : lanjutkan Intervensi
3
























Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d ¯Hb, peningkatan asam lambung di tandai dengan:
DS : Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan karena mual
Dan berat badan menurun 3 kg.
DO :
Pola Nutrisi
Selera makan : Tdk baik/menurun
Frekuensi : 3x/hari
Menu makan : diberikan oleh ahli gizi Diit Protein dan Diit Kalori
Porsi makan : Tdk dihabiskan (1/2 piring)







Setelah dilakukan intervensi keperawatan selam 2x24 jam diharapkan Kebutuhan nutrisi pasien dapat terpenuhi
KH :
1.      Hilangnya anoreksia
2.      Hilangnya mual dan muntah
3.      Intake 2000 kalori perhari
4.      Porsi makan di habiskan
5.      ­ Berat Badan



























1. Kaji pola nutrisi pasien dan perubahan yang terjadi
    R : mengetahui pola nutrisi klien serta intake makanan
2. Timbang berat badan
    R : Mengidentifikasi intake makanan
Anoreksia

4. Berikan makanan porsi kecil tapi sering. -Pasien makan 3x/hari. Pada jam 8 pagi, jam 12 siang dan jam  jam 7 malam.

5. Anjurkan menghindari minum berkafein, juice makanan panas/berbau


6. Kolaborasi dengan ahli gizi dalam pemberian  diet dan pola makan pasien


7. kolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat






Tgl. 14 Juli 2014
Jam : 11.00
1. Mengkaji pola nutrisi pasien
   - selera makan : Tidak baik
     Frekuensi : 3x/hari
     Menu makan : Diit Protein 0,6 gr/kg/bb/hari
    Kalori 30ml/kg/bb/hari
    Porsi : Tdk dihabiskan (1/2piringdihabiskan)
2. Menimbang BB
   -64 Kg

Jam : 12.00
4. Memberikan makanan porsi kecil tapi sering




5. Menganjurkan menghindari minum berkafein, juice makanan panas/berbau

6.  Berkolaborasi dengan dokter dlm pemberian diet dan pola makan pasien
    Protein 0,6 gr/kg/bb/hari
    Kalori 30ml/kg/bb/hari

7. berkolaborasi dengan dokter dalam pemberian obat :
j.        Ranitidin 2 x 1 amp IV
k.      Merocloporanide 3x1 amp IV
l.        Amlodipine 10 mg 1-0-0
m.    Asquidone 2x30 mg
n.      Ciprofloxacin 1x400 mg IV
o.      Simvastatin 10 mg 0-0-1
p.      Captopril 3x25 mg
q.      Kapsul garam 3x1
r.        IVFD NaCl 0,9 à20 gtt/ menit
S : Pasien mengatakan tidak ada nafsu makan dan mual

O : Pasien tidak menghabiskan porsi makan yang diberikan,  penurunan BB 3 Kg.

A : Masalah belum teratasi

P : Lanjutkan Intervensi












BAB V
KESIMPULAN

A.      Kesimpulan
  1. Pengkajian yang dilakukan tidak banyak berbeda dengan pengkajian pada konsep berfokus pada masalah yang dihadapi pasien
  2. Mengatasi masalah yang ditemuka pada pasien perlu direncanakan beberapa tindakan keperawatan dengan menentukan tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan prorioritas masalah
  3. Diagnosa medis dapat saja berubah sejalan dengan waktu sehingga selain terapi diberikan, pemeriksaan penunjang lainnya harus tetap dikolaborasikan untuk menentukan dan mengatasi masalah lain yang muncul pada pasien

B.    Saran
1.      Bagi perawat
Pada pengkajian diharapkan perawat benar-benar bisa melaksanakan secara tepat dan benar, sehinggga dalam menegakkan diagnosa bisa lebih akurat dan penangananya lebih cepat.
2.      Bagi pasien dan keluarga
diharapkan pasien dan keluarga dapat menerima anjuran selain terapi dan pengobatan serta menjaga keeimbangan aktivitas, diit, istirahat yang tepat selama dirawat.
3.      Bagi mahasiswa
Diharapkan makalah ini dapat menambah wawasan mahasiswa sehingga mahasiswa lebih peka terhadap kebutuhan pasien, serta memberikan asuhan keperawatan yang sesuai dengan teori yang didapatkan di perkuliahan.

DAFTAR PUSTAKA

           
Arif, mansjoer (1999). Kapita selekta kedokteran. Jakarta: EGC.
Brunner & Sudarth. ( 2002 ) Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Edisi, 8. Jilid 2. Jakarta: EGC
Carpenito, Lynda Juall. (2000). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 8. Jakarta : EGC
Doenges (2000). Rencana asuhan keperawatan; pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien. Jakarta: EGC
Doenges E, Marilynn, dkk. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3. Jakarta : EGC
Long, B C. (1996). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan
Price, Sylvia (1995). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Jakarta: EGC
Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Kllinis Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC
Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC
Suyono, Slamet. (2001). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 3. Jilid I II. Jakarta.: Balai Penerbit FKUI


No comments:

Post a Comment