MAKALAH
HEMOFILIA
KATA
PENGANTAR
Segala puji
hanya milik Allah SWT.
Shalawat dan salam
selalu tercurahkan kepada Rasulullah SAW. Berkat
limpahan dan rahmat-Nya saya mampu
menyelesaikan tugas makalah ini.
Dalam penyusunan tugas atau materi
ini, tidak sedikit hambatan yang saya hadapi. Namun dengan penuh kesabaran dan
terutama pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Dan
saya menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat
bantuan, dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang saya
hadapi teratasi.
Semoga
makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan yang lebih luas. Saya sadar
bahwa makalah ini masih banyak kekurangan dan jauh dari sempurna. Untuk itu,
kepada dosen pembimbing saya meminta
masukannya demi perbaikan
pembuatan makalah saya
di masa yang akan datang dan
mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca.
Banda Aceh, April 2018
Penulis
DAFTAR ISI
BAB
I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah................................................................................. 2
C. Tujuan................................................................................................... 2
D. Metode Penulisan.................................................................................. 3
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.
Pengertian
Hemofilia............................................................................ 4
B.
Anatomi
Fisiologi.................................................................................. 5
C.
Patofisiologi.......................................................................................... 6
D.
Etiologi.................................................................................................. 6
E.
Gejala
Hemofilia................................................................................... 7
F.
Tingkatan
Hemofilia............................................................................. 8
G.
Contoh
Kasus dan Perawatannya......................................................... 9
H.
Contoh
Kasus dan Dampak Psikologis............................................... 11
I.
Komplikasi
Akibat Hemofilia............................................................. 17
J.
Pengobatan.......................................................................................... 18
K.
Perawatan
Bagi Penderita Hemofilia.................................................. 19
L.
Antisipasi............................................................................................ 20
BAB III PENUTUP............................................................................................. 22
A.
Kesimpulan......................................................................................... 22
B.
Saran................................................................................................... 22
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 23
BAB
I
PENDAHULUAN
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Hemofilia
merupakan penyakit keturunan dengan manifestasi berupa kelainan pembekuan
darah, yang sudah sejak lama dikenal di berbagai belahan dunia termasuk di
Indonesia. Namun masih menyimpan banyak persoalan khususnya masalah
diagnostik dan besarnya biaya perawatan penderita khususnya pemberian
komponen darah sehingga
sangat memberatkan penderita ataupun keluarganya.
sangat memberatkan penderita ataupun keluarganya.
Penyakit
hemofilia bila ditinjau dari kata demi kata: hemo berarti darah dan filia
berarti suka, hemofilia berarti penyakit suka berdarah. Di daratan Eropa hemofilia
ini sudah dikenal sejak beberapa ratus tahun yang lalu, penderitanya
banyak dari keluarga
bangsawan-bangsawan kerajaan di Eropa sedang di Amerika penyakit ini pertama kali ditemukan sekitar
awal tahun 1800 pada seorang anak laki-laki yang diturunkan dari ibu dengan
carier hemofilia. Dugaan adanya
penurunan secara genetik
hemofilia pertama kali
dikenal pada massa Babylonia, ketika seorang
pendeta memberikan izin untuk dilakukan
sirkumsisi (sunatan) pada seorang anak laki-laki dari seorang wanita
yang diketahui merupakan
pembawa hemofilia (carier
hemofilia), akibatnya terjadi
perdarahan yang berat
dan mengakibatkan kematian.
Pada keadaan normal bila seseorang mengalami suatu trauma
atau luka pada pembuluh darah besar atau pembuluh darah
halus/kapiler yang ada pada jaringan lunak maka sistem pembekuan
darah/koagulation cascade akan
berkerja dengan mengaktifkan seluruh
faktor koagulasi secara
beruntun
sehingga akhirnya terbentuk gumpalan darah
berupa benang- benang
fibrin yang kuat dan akan menutup luka atau perdarahan, proses ini berlangsung tanpa
pernah disadari oleh
manusia itu sendiri
dan ini berlangsung selama hidup manusia. Sebaliknya pada penderita hemofilia
akibat terjadinya kekurangan
F VIII dan
F IX akan
menyebabkan pembentukan
bekuan darah memerlukan waktu
yang cukup lama
dan sering bekuan darah yang
terbentuk tersebut mempunyai sifat yang kurang
baik, lembek, dan lunak sehingga tidak efektif menyumbat pembuluh darah yang mengalami trauma, hal ini dikenal
sebagai prinsip dasar hemostasismofilia.
Nasib penderita
kelainan darah hemofilia di Indonesia masih memprihatinkan. Dari puluhan ribu
penderita yang ada, hanya segelintir saja yang tercatat, terdiagnosis dan
tertangani. Sedangkan sisanya tidak terdiagnosis dan mendapatkan mendapatkan
pengobatan yang sesuai.
Berdasarkan data
yang dimiliki Himpunan Masyarakat Hemofilia Indonnesia (HMHI), jumlah penderita
hemofilia diperkirakan sekitar 20.000 orang. Namun hingga Maret 2010,
tercatat hanya 1.236 penderita hemofilia dan kelainan pendarahan lainnya yang
teregistrasi. Hal ini menunjukkan baru sekitar 5 persen saja
kasus yang terdiagnosis. Kondisi yang memprihatinkan tersebut yang melatar belakangi penyusun
untuk menyusun makalah ini.
B.
Rumusan Masalah
1.
Apakah
Pengertian Hemofilia ?
2.
Bagaimana
anatomi dan Fisiologi Hemofilia ?
3.
Bagaimana
cara mendiagnosa penyakit Hemofila ?
4.
Apa
saja gejala-gejala penyakit Hemofilia ?
5.
Bagaimana
dampak psikologis penyakit Hemofilia terhadap penderita penyakit Hemofilia ?
6.
Apa
saja komplikasi yang dapat terjadi akibat penyakit Hemofilia ?
7.
Bagaimana
pengobatan bagi penderita penyakit Hemofilia ?
8.
Bagaimana
perawatan terhadap penderita penyakit Hemofilia ?
9.
Bagaimana
tindakan antisipasi terhadap penyakit Hemofilia ?
C.
Tujuan
Agar masyarakat mengerti dan
memahami tentang penyakit hemofilia termasuk gejala dan tindakan antisipasinya.
2.
Tujuan Khusus
a) Untuk
mahasiswa, agar dapat menyalurkan ilmunya kepada masyarakat sehingga tindakan antisipasi serta
perawatan bagi penderita Hemofila dapat dilakukan dengan baik dan benar.
b) Dengan
mengetahui informasi tentang penyakit Hemofilia diharapkan masyarakat dapat
mendukung dan mensupport penderita Hemofilia.
D.
Metode Penulisan
a.
Metode Elektronik
Melakukan
pencarian informasi melalui internet dengan membuka beberapa website tentang
materi tersebut.
b. Metode
Kepustakaan
Mencari beberapa referensi media
cetak tentang materi tersebut.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Hemofilia
Hemofilia adalah penyakit genetik/turunan, merupakan suatu
bentuk kelainan perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya dimana
protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak ada atau jumlahnya sangat
sedikit. Penyakit ini ditandai dengan sulitnya darah untuk membeku secara
normal. Apabila penyakit ini tidak ditanggulangi dengan baik maka akan menyebabkan
kelumpuhan, kerusakan pada persendian hingga cacat dan kematian dini akibat
perdarahan yang berlebihan. Penyakit ini ditandai dengan perdarahan spontan
yang berat dan kelainan sendi yang nyeri dan menahun.
Penderita hemofilia tidak boleh mendapat suntikan kedalam
otot karena bisa menimbulkan luka atau pendarahan, Hemofilia memiliki dua tipe,
yakni Hemofilia terbagi atas dua jenis, yaitu :
1.
Hemofilia A, yang dikenal juga dengan nama :
a.
Hemofilia
Klasik: karena jenis hemofilia ini adalah yang paling
banyak kekurangan faktor pembekuan pada darah
b.
Hemofilia
kekurangan Factor VIII : terjadi karena kekurangan faktor 8 (Factor VIII)
protein pada darah yang menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
c.
Penyakit ini banyak dijumpai pada
anak laki-laki yang mewarisi gen defektif pada kromosom X dari ibunya. Ibu
biasanya bersifat heterozigot dan tidak memperlihatkan gejala. Akan tetapi 25%
kasus terjadi akibat mutasi baru pada kromosom X.
2.
Hemofilia B, yang dikenal juga dengan nama :
a.
Christmas
Disease:
karena di temukan untuk pertama kalinya pada seorang bernama Steven Christmas
asal Kanada
b.
Hemofilia
kekurangan Factor IX:
terjadi karena kekurangan faktor 9 (Factor IX) protein pada darah yang
menyebabkan masalah pada proses pembekuan darah.
Penyakit ini diturunkan orang tua kepada seorang anak
melalui kromosom X yang tidak muncul. Saat wanita membawa gen hemofilia, mereka
tidak terkena penyakit itu. Jika ayah menderita hemofilia tetapi sang ibu tidak
punya gen itu, maka anak laki-laki mereka tidak akan menderita hemofilia,
tetapi anak perempuan akan memiliki gen itu. Jika seorang ibu adalah pembawa
dan sang ayah tidak, maka anak laki-laki akan berisiko terkena hemofilia
sebesar 50 persen, dan anak perempuan berpeluang jadi pembawa gen sebesar 50
persen.
B.
Anatomi Fisiologi
Ciri-Ciri Fisik
dan Kimia dari Trombosit
Trombosit
berbentuk bulat kecil atau cakram oval dengan diameter 2 sampai 4
mikrometer. Trombosit dibentuk di sumsum tulang dari megakarosit, yaitu
sel yang sangat besar dalam susunan hemopoetik dalam sumsum tulang yang memecah
menjadi trombosit, baik dalam sumsum tulang atau segera setelah memasuki darah,
khususnya ketika mencoba untuk memasuki kapiler paru. Megakariosit tidak
meninggalkan sumsum tulang untuk memasuki darah. Konsentrasi normal
trombosit dalam darah ialah antara150.000 dan 350.000 per mikroliter.
Trombosit
mempunyai banyak ciri khas fungsional sebagai sebuah sel, walaupun tidak
mempunyai inti dan tidak dapat bereproduksi. Didalam sitoplasmanya terdapat
faktor-faktor aktif seperti :
1.
Molekul aktin dan miosin, sama seperti
yang terdapat dalam sel-sel otot, juga protein kontraktil lainnya, yaitu
tromboplastin, yang dapat menyebabkan trombosit berkontraksi.
2.
Sisa-sisa retikulum endoplasma dan aparatus
golgi yang mensintesis berbagai enzim dan menyimpan sejumlah besar ion kalsium.
3.
Mitokondria dan sistem enzim yang
mamapu membentuk adenosin trifosfat dan adenosin difosfat.
4.
Sistem enzim yang mensintesis
protaglandin, yang merupakan hormon setempat yang menyebabkan berbagai jenis
reaksi pembuluh darah dan reaksi jaringan setempat lainnya.
5.
Suatu protein penting yang disebut
faktor stabilisasi fibrin.
6.
Faktor pertumbuhan yang dapat
menyebabkan penggandaan dan pertumbuhan sel endotel pembuluh darah, sel otot
polos pembuluh darah, fibroblas, sehingga dapat menimbulkan pertumbuhan sel-sel
untuk memperbaiki dinding pembuluh darah yang rusak.
Membran sel trombosit juga penting.
Dipermukaannya terdapat lapisan glikoprotein yang menyebabkan trombosit dapat
menghindari pelekatan pada endotel normal dan justru melekat pada daerah
dinding pembuluh yang luka.
C.
Patofisiologi
1.
Darah mengandung:
a. Plasma Darah
b. Darah Beku :
-
Eritrosit
-
Leukosit
-
Trombosit
Disini
trombosit
mengalami gangguan yang tidak bisa menghasilkan factor VIII (AHF) yang menyebabkan darah sukar
membeku.
2.
Patogenesis
Trombosit tidak dapat menghasilkan AHF (Anti
Hemophiliac Faktor). Sehingga AHF darah kurang dari standart AHF ini berfungsi
menunjang stabilisasi fibris usntuk mengadakan pembekuan karena AHF kurang dari
normal, sehingga darah sukar terjadi pembekuan.
D.
Etiologi
Trombosit tidak bisa membuat factor VIII (AHF).
Faktor Penunjang:
1.
Adanya
anak perempuan dari seorang pria penderita hemophilia menjadi seorang karier.
2.
Kemungkinan
50% anak lelaki dari keturunan anak wanita yang menjadi karier hemofilia.
3.
Anak
yang dilahirkan dari ayah yang menderita hemophilia dan ibu yang menderita
karier hemofilia.
4.
Hemofilia paling banyak di derita hanya
pada pria. Wanita akan benar-benar mengalami hemofilia jika ayahnya adalah
seorang hemofilia dan ibunya adalah pemabawa sifat (carrier). Dan ini sangat jarang terjadi.
(Lihat penurunan Hemofilia).
5.
Sebagai
penyakit yang di turunkan, orang akan terkena hemofilia sejak ia dilahirkan,
akan tetapi pada kenyataannya hemofilia selalu terditeksi di tahun pertama
kelahirannya.
6.
Penderita
hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX
kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa
kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi
begitu saja tanpa sebab yang jelas.
7.
Penderita hemofilia sedang lebih jarang
mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia berat. Perdarahan kadang terjadi
akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat, seperti olah raga yang berlebihan.
8.
Penderita hemofilia ringan lebih jarang
mengalami perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi
tertentu, seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita
hemofilia ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami
menstruasi.
E.
Gejala Hemofilia
Gejala yang mudah dikenali adalah bila terjadi luka yang
menyebabkan sobeknya kulit permukaan tubuh, maka darah akan terus mengalir dan
memerlukan waktu berhari-hari untuk membeku. Bila luka terjadi di bawah kulit
karena terbentur, maka akan timbul memar/ lebam kebiruan disertai rasa nyeri
yang hebat pada bagian tersebut. Perdarahan yang berulang-ulang pada persendian
akan menyebabkan kerusakan pada sendi sehingga pergerakan jadi terbatas (kaku),
selain itu terjadi pula kelemahan pada otot di sekitar sendi tersebut.
Gejala akut yang dialami penderita Hemofilia adalah sulit
menghentikan perdarahan, kaku sendi, tubuh membengkak, muncul rasa panas dan
nyeri pascaperdarahan, Sedangkan pada gejala kronis, penderita mengalami
kerusakan jaringan persendian permanen akibat peradangan parah, perubahan
bentuk sendi dan pergeseran sendi, penyusutan otot sekitar sendi hingga
penurunan kemampuan motorik penderita dan gejala lainnya. Hemofilia dapat
membahayakan jiwa penderitanya jika perdarahan terjadi pada bagian organ tubuh
yang vital seperti perdarahan pada otak, akibatnya adalah :
1.
Apabila
terjadi benturan pada tubuh akan mengakibatkan kebiru-biruan (pendarahan
dibawah kulit).
2.
Apabila
terjadi pendarahan di kulit luar maka pendarahan tidak dapat berhenti.
3.
Pendarahan
dalam kulit sering terjadi pada persendian seperti siku tangan, lutut kaki
sehingga mengakibatkan rasa nyeri yang hebat.
F.
Tingkatan Hemofilia
Hemofilia
A dan B dapat di golongkan dalam 3 tingkatan, yaitu :
|
Penderita
hemofilia parah/berat yang hanya memiliki kadar faktor VIII atau faktor IX
kurang dari 1% dari jumlah normal di dalam darahnya, dapat mengalami beberapa
kali perdarahan dalam sebulan. Kadang - kadang perdarahan terjadi begitu saja
tanpa sebab yang jelas.
Penderita
hemofilia sedang lebih jarang mengalami perdarahan dibandingkan hemofilia
berat. Perdarahan kadang terjadi akibat aktivitas tubuh yang terlalu berat,
seperti olah raga yang berlebihan.
Penderita hemofilia ringan lebih jarang mengalami
perdarahan. Mereka mengalami masalah perdarahan hanya dalam situasi tertentu,
seperti operasi, cabut gigi atau mangalami luka yang serius. Wanita hemofilia
ringan mungkin akan pengalami perdarahan lebih pada saat mengalami menstruasi.
G. Contoh Kasus dan Perawatannya
Seorang laki-laki
usia 46 tahun suku Bali dirujuk dari RS swasta dengan keluhan berak hitam dan
muntah darah dengan kecurigaan hemofilia. Berak hitam sejak 13 hari sebelum
masuk rumah sakit dengan konsistensi lengket dan bau khas, dengan volume 3-4
gelas perhari. Muntah darah kehitaman seperti kopi dan sejak 3 hari sebelum
masuk rumah sakit, frekuensi 3-4 kali dan volume seperempat gelas tiap kali
muntah. Disertai nyeri ulu hati yang telah lama diderita sebelum timbul keluhan
berak hitam. Nyeri ulu hati dirasakan panas tidak menjalar ke bagian tubuh yang
lainnya, nyeri terasa membaik setelah minum obat sakit maag. Penderita kadang-kadang
mengeluh mual. Badan terasa lemah sejak sakit, sehingga penderita terganggu
aktifitas sehari-harinya.
Riwayat sakit
sebelumnya, penderita telah dirawat selama 13 hari di rumah sakit swasta dan telah menerima transfusi darah sebanyak 15 kantung. Terdapat
riwayat minum obat-obatan anti nyeri karena keluhan nyeri sendi lutut. Pada
tahun 1984 penderita pernah mengalami perdarahan yang hebat setelah cabut gigi,
saat itu penderita dirawat di RS Sanglah. Penderita sering mengalami perdarahan
sejak usia 5 tahun terutama setelah terbentur atau terjatuh. Tidak ada riwayat
penyakit kuning sebelumnya. Penderita tidak mengkonsumsi alkohol atau jamu.
Riwayat penyakit
keluarga, saudara kandung laki-laki penderita mengalami keluhan perdarahan yang
sama dan telah meninggal dunia saat usia anak-anak. Pada pemeriksaan fisik
penderita tampak lemah dengan kesadaran compos mentis, tekanan darah 80mmHg /
palpasi setelah dilakukan pemberian 1 liter cairan tensi terangkat menjadi
100/70 mmHg, frekuensi nadi 120 kali/menit lemah, respirasi 24 kali/menit dan
temperatur axilla 36,70 C.
Mata tampak
anemis, tidak ada ikterus. JVP : PR + 0 cmH20, tidak ada pembesaran
kelenjar. Bibir tampak pucat, pada lidah tidak didapatkan atropi papil.
Inspeksi thorak tidak didapatkan spider nevi. Batas-batas jantung
normal, bunyi jantung pertama dan kedua tunggal, teratur, tidak ada suara
tambahan. Pemeriksaan paru normal. Suara nafas dasar vesicular dan tidak
didapatkan suara nafas tambahan. Pemeriksaan abdomen tidak ditemukan distensi
abdomen, kolateral, asites dan caput meduse. Bising usus normal. Hati
dan limpa tidak membesar. Traube space timpani. Tidak dijumpai adanya defence
muscular dan nyeri tekan epigastrial. Ekstremitas teraba hangat,
odema pada kedua tungkai inferior. Tampak hematom pada lengan atas kiri
dengan diameter 5 cm. Pemeriksaan rectal toucher didapatkan tonus
sphincter ani normal, mucosa licin , tidak ada massa dan terdapat
melena.
Pemeriksaan
penunjang laboratorium darah lengkap menunjukkan leukosit 10,9 K/uL (normal:
4,5-11 K/uL), hemoglobin 1,7 gr/dl (normal: 13.5-18.0 gr/dl), hematokrit 14,3 %
(normal: 40-54%), MCV 82,4 fl (normal: 80-94 fl), MCH 28,7 pg (normal: 27- 32
pg), trombosit 66 K/ul (normal: 150-440 K/uL). Hasil pemeriksaan faal
hemostasis : waktu perdarahan (Duke) : 2,0 menit (normal: 1-3 menit), waktu
pembekuan (Lee & White) : 14,0 menit (normal: 5-15 menit), waktu protrombin
(PT) : 21 detik (normal: 12-18 detik), APTT : 96 detik (normal: 22.6-35 detik).
AST 27 mg/dl (normal: 14-50mg/dl), ALT 33 mg/dl (normal: 11-64 mg/dl),
bilirubin total 0,6 mg/dl (normal :0,0-1,0 mg/dl), bilirubin direk 0,1 mg/dl
(normal: 0,0-0,3 mg/dl), cholesterol 26 mg/dl (normal: 110-200 mg/dl), albumin
0,8 mg/dl (normal 4.0-5.7 mg/dl). Pemeriksaan faktor VIII dan IX tidak
dikerjakan karena tidak ada fasilitas pemeriksaan.
Dari data
tersebut disimpulkan penderita dengan syok hipovolemik et causa perdarahan
akut, observasi hematemesis melena et causa suspek ulkus peptikum di diagnosa
banding dengan gastritis erosif, dengan kondisi anemia berat ec perdarahan akut
dan observasi trombositopeni ec konsumtif, suspek hemofilia dan observasi
hipoalbumin. Dilakukan kumbah lambung dengan hasil stolsel, selanjutnya setelah
loading cairan dan syok teratasi, direncanakan pemberian terapi
krioprisipitat loading dose 15 unit, namun persediaan yang ada hanya 5
unit kriopresipitat. Transfusi Packed Red Cell sampai dengan kadar Hb
> 10g/dl, injeksi asam traneksamat 3
x 500 mg, injeksi ranitidin 2x 200 mg, antasida 3xCI, serta sukralfat 3xCI.
Pada hari
keempat perawatan, hematemesis teratasi, namun penderita masih melena, terapi
kriopresipitat dilanjutkan 5 unit dengan tetap melanjutkan pemberian terapi
injeksi lain. Keluhan perdarahan penderita membaik pada hari keenam perawatan.
Diberikan transfusi albumin 2 kolf untuk atasi hipoalbuminemia, setelah
pemberian transfusi albumin kadar albumin menjadi 2,0 g/dL. Dilanjutkan dengan
pemeriksaan USG abdomen dan EGD. Hasil pemeriksaan EGD menunjukkan gastritis
erosif corpus dan antrum, sedangkan hasil USG menggambarkan intensitas hepar
yang heterogen tanpa ada abnormalitas pada gall bladder, lien, ataupun ginjal.
Kesan : Chronic Liver Disease.
Pada hari
kesepuluh perawatan, obat-obatan injeksi dihentikan dan dilanjutkan dengan
pemberian per oral, hingga hari ke empat belas keadaan penderita membaik, dan
penderita dipulangkan pada hari ke lima belas perawatan.
H.
Contoh Kasus
dan Dampak Psikologis
1.
Contoh Kasus :
Aku tidak dapat
bermain sepakbola, karena aku menderita hemofilia. Apabila aku melihat anak
lain, aku merasa diriku tidak ada artinya, aku merasa sendiri, dan sepertinya
aku tidak seberuntung anak lain. Seandainya aku memaksa bermain bola,
seringkali aku mengalami perdarahan di lututku. Mamaku pasti marah padaku :
“Sudah berapa kali mama bilang agar kau jangan bermain bola!”. Aku merasa tidak
bertanggungjawab namun sulit untuk menentangnya. Kadang-kadang aku lupa bahwa
aku adalah seorang penderita hemofilia, dan tetap bermain apa saja. Akan tetapi
bila terjadi perdarahan, aku terpaksa tidak dapat melakukan apa-apa sampai
berhari-hari. Aku kehilangan semuanya, dan merasa diri jadi bodoh dan murung.
Aku marah pada diriku sendiri, pada orangtuaku dan pada masalah yang harus
kuhadapi. Mereka bilang akan ada obat yang dapat menyembuhkanku di tahun-tahun
ini, tapi … tampaknya mereka terlalu berharap berlebihan.
Apa yang menakutkan
aku sebagai penderita hemofilia adalah bahwa aku dapat memperoleh faktor yang
telah terkontaminasi …. Hal ini membuatku sedih bila aku mengalami perdarahan,
dan kesal karena aku akan disuntik. Teman-teman akan mentertawakan aku. Tapi
akhirnya aku tidak terlalu merasa sepi sendiri, karena adikku juga menderita
hemofilia. Aku berharap mereka akan menemukan obatnya.---
Hemofilia
tidak hanya merupakan masalah medis atau biologis semata, namun juga mempunya
dampak
psikososial yang dalam. Pengaruh orang dengan hemofilia sebaiknya tidak hanya
memperhatikan masalah fisiologi-nya saja, misal mengontrol perdarahannya dan mencegah
timbulnya disabilitas fisik,
tetapi juga diharapkan mempunyai
perhatian pada berbagai gangguan alam perasaannya, rasa tidak amannya, rasa
terisolasi dan masalah keluarga terdekatnya (orangtua, istri, anak dan saudara
kandung). Memang benar, mengontrol perdarahannya adalah hal yang terpenting
dalam kehidupan seorang pasien, namun apakah ini cukup untuk mengantarkannya
menuju kehidupan yang manis dan menyenangkan?. Kini kita mengetahui semakin
banyak data yang menunjukkan bahwa faktor-faktor psikologis tidak hanya
mempunyai efek pada kualitas hidup seseorang tetapi juga dapat mempengaruhi
berbagai fungsi biologisnya.
Setiap
orang dengan hemofilia tumbuh kembang dalam suatu lingkungan keluarga dan
budaya yang unik / spesifik. Juga dengan berbagai variasi kebutuhan, ketakutan,
perhatian dan harapan yang berbeda-beda. Masalah psikososial membutuhkan
penanganan yang hati-hati. Setiap kasus mempunyai permasalahn yang berbeda,
akibat dari adanya perbedaan lata belakang budaya, agama ataupun etnik, juga
system penanggulangan kesehatan yang tidak sama.
Oleh
karena itu dalam menolong seorang pasien hemofilia dan keluarganya dibutuhkan
pendekatan satu tim inter-disiplin, yang dapat membina hubungan yang baik
dengan anak dan keluarga.
2.
Psikodinamika Timbulnya Permasalahan
Psikososial Pada Hemofilia
Timbulnya
suatu penyakit yang kronis – seperti pada hemofilia – dalam suatu keluarga
memberikan tekanan pada system keluarga tersebut dan menuntut adanya
penyesuaian antara si penderita sakit dan anggota keluarga yang lain. Penderita
sakit ini sering kali harus mengalami hilangnya otonomi diri, peningkatan
kerentanan terhadap sakit, beban karena harus berobat dalam jangka waktu lama.
Sedangkan anggota keluarga yang lain juga harus mengalami “hilangnya” orang
yang mereka kenal sebelum menderita sakit (berbeda dengan kondisi sekarang
setelah orang tersebut sakit), dan kini (biasanya) mereka mempunyai
tanggungjawab pengasuhan.
Kondisi
penyakit yang kronis ini menimbulkan depresi pada anggota keluarga yang lain
dan mungkin menyebabkan penarikan diri atau konflik antar mereka. Kondisi ini juga menuntut adaptasi
yang luar biasa dari keluarga. Contohnya, keluarga mungkin bereaksi dengan
panik dan takut serta menimbulkan tekanan yang berat terhadap sistem keluarga. Mereka mungkin pula
bereaksi dengan sikap bermusuhan, yang ada kaitannya dengan prognosis yang
buruk.
Madden
dan kawan-kawan meneliti respon emosi ibu yang menpunya anak hemofilia,
dikatakan bahwa respon ibu bervariasi dari sikap menerima sampai mengalami
distrs psikologis yang berat. Rasa takut akan akibat pengobatan yang bakal
diterima anaknya, seperti kesakitan, handicap, bahkan kemungkinan meninggal,
menjadi masalah utama bagi para ibu ini. Sikap ibu yang bisa menerima kondisi
anak sepenuhnya akan dapat berpengaruh positif pada menyesuaian disi si anak
tersebut.
Namun
dikatakan tidak ada hubungan antara derajat beratnya hemofilia dengan
penyesuaian anak. Dengan kata lain, seorang anak dengan keterbatasan fisik yang
lebih berat belum tentu mempunyai masalah yang lebih berat pada penyesuaian
emosionalnya dibanding dengan yang lebih ringan. Juga tidak ditemukan adanya
hubungan antara respon psikologis ibu dengan beratnya hemofilia. Penyakit yang
kronis ini juga dapat berpengaruh pada stabilitas ekonomi keluarga, yang akan
dapat berdampak pada kelanjutan pengobatan (mial putus obat, tidak teratur
mendapatkan terapi), dan dapat menimbulkan berbagai masalah kejiwaan (misal
rasa putus asa, cemas, depresi dan lain-lain).
3.
Berbagai Masalah Kejiwaan Yang Dapat
Timbul
a. Pada
penderita hemofilia
1) Masa
Bayi
Apabila seorang
bayi dengan hemofilia lahir, ia tidak ada bedanya dengan bayi-bayi mungil yang
lain. Ia tumbuh kembang seperti bayi-bayi yang lain. Adanya riwayat keluarga dengan
hemofilia, membuat perilaku orangtua akan dipengaruhi oleh pengalaman keluarga
tersebut dalam mengasuh bayinya. Jika terdapat pengalaman buruk seperti riwayat
perdarahan yang menakutkan, tindakan operasi yang gagal atau adanya kematian
muda usia, biasanya orangtua akan lebih cemas menghadapi kondisi bayinya. Hal
ini dapat berdampak pada pola asuh mereka, yang dapat menjadi overprotektif dan
permisif. Kondisi ini dapat berkembang menjadi pola asuh yang negatif dengan segala
dampak psikologisnya.
2) Masa
Toddler dan pra-sekolah
Mengamati
seorang anak usia toddler mengeksplorasi dunianya memberikan kebahagiaan
tersendiri. Mereka menjelajahi semua yang bisa dilakukan, walau berbahaya
sekalipun. Hal seperti ini juga dilakukan oleh para toddler dengan hemofilia.
Mereka membutuhkan stimulus dari eksplorasinya ke dunia sekitar untuk dapat
berkembang normal. Dan mereka membutuhkan stimulus di lingkungan yang aman dan
penuh kasih, yang berarti sebuah keluarga tanpa rasa cemas. Anak selalu peka
terhadap sekitarnya, sehingga apabila kedua orantuanya takut menghadapi
hemofilia, ia juga akan tumbuh dengan rasa takut juga.
Kecelakaan dapat
menimpa siapa saja, termasik para toddlers yang sedang dalam fase senang
menjelajah dunia sekitanya. Keadaan ini akan memicu rasa kuatir yang berlebihan
dari orangtuanya, mereka akan berusaha mencegah gerakan yang dianggap dapat
membahayakan, misal jatuh karena dikuatirkan akan menimbulkan perasaan cemas
yang berlebihan pada anak dan kurangnya rasa percaya diri dalam menghadapi
hal-hal baru di kemudian hari. Juga perasaan terisolasi, loneliness akan
timbul.
3) Masa
Usia Sekolah
Masa ini
merupakan masa yang menyenangkan bagi semua anak, termasuk anak dengan
hemofilia. Hari-hari pertama masuk sekola merupakan saat-saat yang diharapkan
karena anak-anak ini akan mempunyai banyak kesempatan untuk dapat bermain dan
bergabung dengan teman-temannya. Bila sebelumnya mereka telah melalui
pra-sekolah, biasanya orangtua akan lebih dapat menyingkirkan perasaan cemasnya
ketika harus meninggalkan anaknya diasuh / dibawah pengawasan orang lain /
guru. Orangtua biasanya telah membekali anaknya dengan berbagai informasi
tentang keadaannya dan kepada siapa harus dihubungi bila terjadi perdarahan /
kecelakaan dan sebagainya. Anak akan tumbuh kembang dengan penuh rasa percaya
diri dan dapat mengatasi permasalahannya dengan mandiri.
Sebaliknya bila
orangtua tidak memberinya kepercayaan dan penuh dengan rasa cemas menghadapi
masalah yang mungkin akan timbul, seperti kemungkinan anak akan jatuh dan
mengalami perdarahan sewaktu bermain dengan teman – temannya di sekolah, akan
memicu ketegangandalam hubungannya dengan anak dan membuat mereka semakin
overprotektif. Anak tidak bebas lagi bermain, dengan segala pencegahan yang
diberikan seperti memberi perlindungan dapa sendi-lutut dengan balutan yang
menghambat kebebasan anak dalam bergerak dan sebagainya. Anak yang tumbuh
kembang dengan kondisi seperti ini, ia tidak mempunyai rasa percaya diri yang
tinggi dan tumbuh sebagai anak yang selalu tergantung kepada orang lain. Dengan
dasar kepribadian seperti ini ia akan tumbuh kembang sebagai anak yang labil
emosinya, mudah tersinggung, marah, cemas dan depresi walaupun stressor yang
ada hanya ringan.
4) Masa
Remaja
Merupakan masa
yang paling indah untuk dikenang disbanding masa yang lain sepanjang hidup
manusia. Kelompok umur ini merasakan kemampuan diri yang besar dan dapat
melakukan semua hal yang mereka inginkan. Walau kenyataanya tidak seperti itu,
karena secara finansial, juga secara emosional masih ada ketergantungan yang
besar kepada orangtuanya. Namun dengan kepercayaan diri yang tinggi mereka akan
tumbuh menjadi manusia dewasa yang mandiri dan mampu beradaptasi dengan
berbagai stressor
yang ada.
Walaupun ia
seorang anak dengan hemofilia, bila dasar pengasuhan orangtuanya baik, ia dapat
tumbuh kembang seperti anak remaja yang lain. Sebaliknya
pada anak dengan hemofilia, dengan orangtua yang overprotektif dan selalu
cemas, mereka akan tumbuh dengan perasaan dan pola pokir yang negatif, selalu
merasa diri lebih rendah dibanding anak lain (“minder”), tidak ada rasa percaya
diri, cemas, depresi bahkan rasa putus asa menghadapi masa depannya sering
muncul. Yang paling mudah terdeteksi adalah prestasi belajarnya yang menurun,
bahkan sampai drop out dari sekolah. Pergaulan yang kurang membuatnya
terisolasi dari peer group-nya.
5) Masa
Dewasa
Masa dewasa
merupakan akhir dari pembentukan kepribadian yang telah dimulai sejak manusia
lahir. Pengembangan karier akan dimulai di awal masa ini. Orang dengan kepribadian
kuat akan dapat mengatasi dan beradaptasi dengan berbagai stressor dengan baik.
Mereka akan menemukan lingkungan teman dan membentuk keluarga baru. Orang
dengan hemofilia yang tumbuh dalam lingkungan yang aman tapi suportif, akan
dapat mengembangkan kepribadiannya dengan optimal seperti orang lain yang tidak
memiliki gangguan kronis.
Namun pada
mereka dasar perkembangannya tidak baik, akan tampak berbagai masalah dalam
kehidupan emosi, social dan kariernya. Kemungkinan timbulnya berbagai permasalahan
kejiwaan dapat timbul, yang bila tidak segera teratasi akan dapat berdampak
pada kualitas kehidupan jangka panjangnya (quality of life).
b. Pada
Orangtua
Semua orangtua
mempunyai ‘the
fantacy child’
sejak anak tersebut masih dalam kandungan. Namun sering kali pada kenyataannya
yang lahir dan tumbuh adalah ‘the
real child’,
yang tidak sama dengan fantasinya
dan rasa
kecewa, marah dan penolakan akan muncul. Apabila hal ini tidak segera teratasi
tentunya akan menimbulkan permasalahan pada pola pengasuhannya. Anak akan
tunbuh sebagai seorang anak yang tidak diharapkan, selalu menjadi tumpuan
kesalahan / tidak pernah positif di mata orangtua. Akibatnya ia akan berkembang
dengan dasar hubungan ibu – anak (mother – infant bounding/attacment) yang
negatif.
Pada hemofilia,
dimana gangguan yang terjadi sering kali sangat menakutkan bagi para orangtua,
takut akan komplikasi yang timbul, akan kemungkinan kematian yang tidak bisa
mereka prediksi sebelumnya, dapat membuat para orangtua mengalami stressor yang
berkepanjangan dan berdampak pada kehidupan secara keseluruhan. Banyak orangtua
yang mengalami permasalahan kejiwaan seperti cemas dan depresi. Secara
finansial juga akan berpengaruh pada kehidupan keluarganya.
I.
Komplikasi Akibat Hemofilia
Komplikasi terpenting yang timbul
pada hemofilia A dan B adalah:
1. Timbulnya inhibitor.
Suatu inhibitor terjadi jika sistem kekebalan tubuh
melihat konsentrat faktor VIII atau faktor IX sebagai benda asing dan
menghancurkannya. Inhibitor adalah cara tubuh untuk melawan apa yang
dilihatnya sebagai benda asing yang masuk . Hal ini berarti segera setelah
konsentrat faktor diberikan tubuh akan melawan dan akan menghilangkannya.
|
|
2. Kerusakan sendi akibat perdarahan
berulang.
Kerusakan sendi adalah kerusakan yang disebabkan oleh
perdarahan berulang di dalam dan di sekitar rongga sendi. Kerusakan yang
menetap dapat disebabkan oleh satu kali perdarahan yang berat (hemarthrosis).
Namun secara normal, kerusakan merupakan akibat dari perdarahan berulang
ulang pada sendi yang sama selama beberapa tahun. Makin sering perdarahan dan
makin banyak perdarahan makin besar kerusakan. Kerusakan sendi pada hemofilia
biasa sebagai "artropati hemofilia".
|
|
3. Infeksi yang ditularkan oleh darah
seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui konsentrat
faktor pada waktu sebelumnya.
Dalam 20 tahun terakhir, komplikasi hemofilia yang paling
serius adalah infeksi yang ditularkan oleh darah. Di seluruh dunia banyak
penderita hemofilia yang tertular HIV, hepatitis B dan hepatitis C. Mereka
terkena infeksi ini dari plasma, cryopresipitat dan khususnya dari
konsentrat factor yang dianggap akan membuat hidup mereka normal.
|
J.
Pengobatan
Bagi mereka yang memiliki gejala-gejala seperti di atas,
disarankan segera melakukan tes darah untuk mendapat kepastian penyakit dan
pengobatannya. Pemberian transfusi rutin berupa kriopresipitat-AHF atau
Recombinant Factor VIII untuk penderita Hemofilia A dan plasma beku segar untuk
penderita hemofilia B. Terapi lainnya adalah pemberian obat melalui injeksi.
Baik obat maupun transfusi harus diberikan pada penderita secara rutin setiap
7-10 hari. Tanpa pengobatan yang baik, hanya sedikit penderita yang mampu
bertahan hingga usia dewasa. Karena itulah kebanyakan penderita hemofilia
meninggal dunia pada usia dini.
Bila terjadi pendarahan/ luka pada penderita Hemofilia
pengobatan definitif yang bisa dilakukan adalah dengan metode RICE, yaitu :
1.
Rest.
Penderita
harus senantiasa beristirahat, jangan banyak melakukan kegiatan yang sifatnya kontak fisik.
2.
Ice.
Jika
terjadi luka segera perdarahan itu dibekukan dengan mengkompresnya dengan es.
3.
Compression.
Dalam
hal ini, luka itu juga harus dibebat atau dibalut dengan perban.
4.
Elevation.
Berbaring
dan meninggikan luka tersebut lebih tinggi dari posisi jantung.
Ada dua cara pengobatan Hemofilia, pertama, terapi on demand yaitu
terapi saat terjadi perdarahan menggunakan infus produk untuk menggantikan
faktor pembekuan. Sedangkan yang kedua profilaksis adalah infus faktor ke
delapan secara rutin untuk mempertahankan kadar minimum faktor VIII/IX dengan
kadar konsentrasi untuk mencegah sebagian besar perdarahan.
K.
Perawatan Bagi Penderita Hemofilia
Penderita hemofilia harus rajin melakukan perawatan dan
pemeriksaan kesehatan gigi dan gusi secara rutin. Untuk pemeriksaan gigi dan
gusi, dilakukan minimal 6 bulan sekali, karena kalau giginya bermasalah misal
harus dicabut, tentunya dapat menimbulkan perdarahan. Selain itu penderita
Hemofilia sedapat mungkin menghindari penggunaan aspirin karena dapat
meningkatkan perdarahan dan jangan sembarang mengonsumsi obat-obatan. Untuk
pelaksanaan operasi ringan hingga berat bagi penderita hemofila harus melalui
konsultasi dokter.
Mengonsumsi makanan atau minuman yang sehat dan menjaga
berat tubuh agar tidak berlebihan. Karena berat badan berlebih dapat
mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki (terutama pada kasus
hemofilia berat). Olahraga secara teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap
kuat dan untuk kesehatan tubuh. Kondisi fisik yang baik dapat mengurangi jumlah
masa perdarahan.
L.
Antisipasi
1.
Hindari
mengkonsumsi obat-obatan yang mempengaruhi kerja trombosit yang berfungsi
membentuk sumbatan pada pembuluh darah, seperti asam salisilat, obat antiradang
jenis nonsteroid, ataupun pengencer darah seperti heparin. Hindari
penggunaan aspirin karena dapat meningkatkan perdarahan. Langkah terbaik adalah
berkonsultasi lebih dulu pada dokter.
2.
Kenakan
tanda khusus seperti gelang atau kalung yang menandakan bahwa ia menderita
hemofilia. Hal ini penting dilakukan agar ketika terjadi kecelakaan atau
kondisi darurat lainnya, personel medis dapat menentukan pertolongan khusus.
3.
Mengonsumsi makanan atau minuman
yang sehat dan menjaga berat tubuh agar tidak berlebihan. Pasalnya, berat badan
berlebih dapat mengakibatkan perdarahan pada sendi-sendi di bagian kaki
(terutama pada kasus hemofilia berat).
4.
Penderita hemofilia sangat perlu
melakukan olahraga secara teratur untuk menjaga otot dan sendi tetap kuat dan
untuk kesehatan tubuhnya. Kondisi fisik yang baik dapat mengurangi jumlah masa
perdarahan. Namun penderita hemofilia harus menemukan sendiri aktivitas fisik
apa yang dapat dan yang tidak dapat dilakukannya. Banyak orang dengan hemofilia
ringan ikut dalam semua jenis olah raga, termasuk olah raga aktif seperti
sepakbola dan olahraga berisiko tinggi. Sementara bagi penderita hemofilia
berat, aktivitas serupa dapat menimbulkan perdarahan yang parah. Yang jelas,
olah raga yang sangat dianjurkan adalah berenang.
5.
Penderita mesti rajin merawat gigi
dan gusi serta rajin melakukan pemeriksaan kesehatan gigi dan gusi secara
rutin, paling tidak setengah tahun sekali. Karena kalau giginya bermasalah
semisalnya harus dicabut, tentunya dapat menimbulkan perdarahan.
6.
Mengikuti program imunisasi. Catatan
bagi petugas medis adalah suntikan imunisasi harus dilakukan di bawah kulit dan
tidak ke dalam otot, diikuti penekanan pada lubang bekas suntikan paling tidak
selama 5 menit.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Penyakit Hemofilia merupakan penyakit menurun / genetik yang
sampai sekarang belum ditemukan obatnya. Hemofilia merupakan suatu bentuk
kelainan perdarahan yang diturunkan dari orang tua kepada anaknya dimana
protein yang diperlukan untuk pembekuan darah tidak ada atau jumlahnya sangat
sedikit.
Hemofilia termasuk suatu gangguan yang berdampak tidak hanya
pada fisik saja, namun
juga pada aspek psikososial orang tersebut dan keluarganya. Pendekatan yang
dilakukan tidak cukup hanya dari pendekatan biologis saja,tapi juga diperlukan
pula pendekatan secara psikologis. Mengingat banyaknya aspek yang terkait,
diperlukan yang komprehensif,saling menunjang dan terpadu. Diharapkan dengan
pendekatan demikian prognosis anak dengan hemofilia akan lebih baik.
Hemofilia A dan B dapat menyebabkan komplikasi berbahaya
seperti timbulnya inhibitor, kerusakan sendi akibat perdarahan berulang, dan Infeksi yang ditularkan oleh
darah seperti HIV, hepatitis B dan hepatitis C yang ditularkan melalui
konsentrat faktor pada waktu sebelumnya.
B. Saran
1.
Diharapkan pemerintah dapat memfasilitasi
sarana dan prasarana yang memadai bagi para penderita hemofilia.
2.
Sebaiknya penderita hemofilia segera
melakukan pengobatan apabila terjadi perdarahan.
3.
Sebaiknya penderita berhati-hati dalam beraktifitas, untuk mencegah terjadi trauma.
4.
Keluarga penderita hemofilia diharapkan
senantiasa memberikan semangat, melindungi, dan menjaga si penderita.
5.
Sebaiknya keluarga atau kerabat tidak
mendiskriminasi penderita agar dapat membawa dampak positif bagi psikologi
penderita.
DAFTAR PUSTAKA
Aswari,
E. Penyakit dan Penanggulangannya.1985.Jakarta : PT Gramedia
Corwin,
Elizabeth J.2009.Buku Saku Patofisiologi.Jakarta : ECG
http://fajarini.wordpress.com/2008/11/29/hemofilia/. Tanggal akses : 18 Maret 2012. Pukul 13.33 WIB.
http://guntraz90.blogspot.com/2010_04_01_archive.html. Tanggal akses : 21 Maret 2012. Pukul 06.00 WIB.
http://jundul.wordpress.com/2008/11/27/serba-serbi-hemofilia/. Tanggal akses : 21 Maret 2012. Pukul 05.51 WIB.
http://www.scribd.com/doc/80411893/Prognosis-Hemofilia-Angga/.Tanggal akses:
18 Maret 2012. Pukul 13.11 WIB.
No comments:
Post a Comment