MAKALAH
HIPERBILIRUBIN
KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan makalah
ini dengan baik yang berjudul “Makalah Hiperbilirubin“ makalah ini disusun
untuk memenuhi tugas dan diajukan untuk memenuhi standar proses pembelajaran
pada mata kuliah pada Akper Abulyatama Banda Aceh.
Meskipun
telah berusaha segenap kemampuan, namun penulis menyadari bahwa makalah ini
masih belum sempurna. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan saran dan
kritik dari semua pihak demi perbaikan di hari kemudian.
Akhir
kata, penyusun berharap makalah semoga makalah ini dapat bermanfaat dalam
proses pembelajaran di Akper Abulyatama Banda Aceh.
Banda Aceh,
Mei 2018
Kelompok
3
DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar
belakang.............................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah........................................................................................ 2
C.
Tujuan........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.
Definisi......................................................................................................... 3
B.
Metabolisme
bilirubin................................................................................... 4
C.
Klasifikasi..................................................................................................... 5
D.
Etiologi
dan faktor resiko............................................................................. 6
E.
Manifestasi
klinis.......................................................................................... 8
F.
Komplikasi................................................................................................... 9
G.
Patofisiologi................................................................................................. 9
H.
Pemeriksaan
penunjang.............................................................................. 10
I.
Penatalaksanaan......................................................................................... 11
J.
Konsep
Asuhan Keperawatan Pada Bayi Hiperbilirubin........................... 13
BAB III PENUTUP............................................................................................. 20
A.
Simpulan..................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 21
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Ikterus
terjadi apabila terdapat akumulasi bilirubin dalam darah. Pada sebagian
neonatus, ikterus akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya. Dikemukakan
bahwa angka kejadian ikterus terdapat pada 60% bayi cukup bulan dan pada 80%
bayi kurang bulan. Ikterus merupakan salah satu penyakit yang berkaitan dengan
sistem imun. Ikterus ini pada sebagian lagi mungkin bersifat patologik yang dapat
menimbulkan gangguan yang menetap atau menyebabkan kematian, karenanya setiap
bayi dengan ikterus harus mendapat perhatian terutama apabila ikterus ditemukan
dalam 24 jam pertama kehidupan bayi atau kadar bilirubin meningkat lebih dari 5
mg/dl dalam 24 jam.
Proses
hemolisis darah, infeksi berat, ikterus yang berlangsung lebih dari 1 minggu
serta bilirubin direk lebih dari 1 mg/dl juga merupakan keadaan yang
menunjukkan kemungkinan adanya ikterus patologik. Dalam keadaan tersebut
penatalaksanaan ikterus harus dilakukan sebaik-baiknya agar akibat buruk
ikterus dapat dihindarkan.
B. Rumusan Masalah
1.
Apakah yang dimaksud dengan
hiperbilirubin ?
2.
Apakah yang menjadi penyebab terjadinya
hiperbilirubin ?
3.
Bagaimana manifestasi klinis penyakit
hiperbilirubin?
4.
Bagaimana komplikasi yang terjadi pada
penyakit hiperbilirubini?
5.
Bagaimana patofisiologi terjadinya
penyakit hiperbilirubin, ?
6.
Apa saja pemeriksaan penunjang pada
penyakit hiperbilirubin?
7.
Bagaimana diagnosis dan penatalaksanaan
pada penyakit hiperbilirubin?
8.
Bagaimana proses asuhan keperawatan pada
penyakit hiperbilirubin?
C. Tujuan
1.
Untuk mengetahui deskripsi tentang
definisi hiperbilirubin.
2.
Untuk mengetahui deskripsi tentang
penyebab terjadinya hiperbilirubin.
3.
Untuk mengetahui gambaran tentang
manifestasi klinis penyakit hiperbilirubin.
4.
Untuk mengetahui gambaran tentang
komplikasi yang terjadi pada penyakit
hiperbilirubin.
5.
Untuk mengetahui gambaran tentang
patofisiologi terjadinya penyakit hiperbilirubin.
6.
Untuk mengetahui deskripsi tentang
pemeriksaan penunjang pada penyakit hiperbilirubin.
7.
Untuk mengetahui gambaran tentang
penatalaksanaan penyakit hiperbilirubin.
8.
Untuk mengetahui gambaran tentang proses
asuhan keperawatan pada bayi dengan
penyakit hiperbilirubin.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi
Hiperbilirubin
adalah keadaan icterus yang terjadi pada bayi baru lahir, yang dimaksud dengan
ikterus yang terjadi pada bayi baru lahir adalah meningginya kadar bilirubin di
dalam jaringan ekstravaskuler sehingga terjadi perubahaan warna menjadi kuning
pada kulit, konjungtiva, mukosa dan alat tubuh lainnya. (Ngastiyah, 2000) Nilai
normal: bilirubin indirek 0,3 – 1,1 mg/dl, bilirubin direk 0,1 – 0,4 mg/dl.
Hiperbilirubin
merupakan gejala fisiologis (terdapat pada 25 – 50% neonatus cukup bulan dan
lebih tinggi pada neonatus kurang bulan). (IKA II, 2002).
Hiperbilirubin
adalah meningkatnya kadar bilirubin dalam darah yang kadar nilainya lebih dari
normal (Suriadi, 2001).
Hiperbilirubin
adalah suatu keadaan dimana kadar bilirubin dalam darah melebihi batas atas
nilai normal bilirubin serum.
Hiperbilirubin
adalah suatu keadaan dimana konsentrasi bilirubin dalam darah berlebihan
sehingga menimbulkan joundice pada neonatus (Dorothy R. Marlon, 1998)
Hiperbilirubin
adalah kondisi dimana terjadi akumulasi bilirubin dalam darah yang mencapai
kadar tertentu dan dapat menimbulkan efek patologis pada neonatus ditandai
joudince pada sclera mata, kulit, membrane mukosa dan cairan tubuh (Adi Smith,
G, 1988).
Hiperbilirubin
adalah peningkatan kadar bilirubin serum (hiperbilirubinemia) yang disebabkan
oleh kelainan bawaan, juga dapat menimbulkan ikterus. (Suzanne C. Smeltzer,
2002)
Hiperbilirubinemia
adalah kadar bilirubin yang dapat menimbulkan efek pathologis. (Markum,
1991:314)
B. Metabolisme bilirubin
75%dari
bilirubin yang ada pada BBL yang berasal dari penghancuran hemoglobin ,dan
25%dari mioglobin ,sitokrom ,katalase dan tritofan pirolase .satu gram
bilirubin yang hancur menghasilkan 35 mg bilirubin .bayi cukup bulan akan
menghancurkan eritrosit sebanyak satu gram/hari dalam bentuk bilirubin indirek
yang terikat dengan albumin bebas (1 gram albumin akan mengikat 16 mg
bilirubin). Bilirubin indirek larut dalam lemak dan bila sawar otak terbuka,
bilirubin akan masuk kedalam otak dan terjadilah kernikterus. yang memudahkan
terjadinya hal tersebut ialah imaturitas, asfiksia/hipoksia, trauma lahir, BBLR
(kurang dari 2500 gram), infeksi, hipoglikemia, hiperkarbia.didalam hepar
bilirubin akan diikat oleh enzim glucuronil transverse menjadi bilirubin direk
yang larut dalam air, kemudian diekskresi kesistem empedu, selanjutnya masuk
kedalam usus dan menjadi sterkobilin. sebagian di serap kembali dan keluar
melalui urin sebagai urobilinogen.
Pada
BBL bilirubin direk dapat di ubah menjadi bilirubin indirek didalam usus karena
disini terdapat beta-glukoronidase yang berperan penting terhadap perubahan
tersebut. bilirubin indirek ini diserap kembali oleh usus selanjutnya masuk
kembali ke hati (inilah siklus enterohepatik).
Keadaan
ikterus di pengaruhi oleh :
a)
Faktor produksi yang berlebihan melampaui pengeluaran nya terdapat pada
hemolisis yang meningkat seperti pada ketidakcocokan golongan
darah
(Rh, ABO antagonis,defisiensi G-6-PD dan sebagai nya).
b)
Gangguan dalam uptake dan konjugasi hepar di sebabkan imaturitas hepar,
kurangnya substrat untuk konjugasi (mengubah) bilirubin, gangguan fungsi hepar
akibat asidosis,hipoksia, dan infeksi atau tidak terdapat enzim glukuronil
transferase (G-6-PD).
c)
Gangguan tranportasi bilirubin dalam darah terikat oleh albumin kemudian di
angkut oleh hepar. Ikatan ini dapat di pengaruhi oleh obat seperti salisilat
dan lain-lain. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak bilirubin indirek
yang bebas dalam darah yang mudah melekat pada otak (terjadi krenikterus).
d)
Gangguan dalam ekskresi akibat sumbatan dalam hepar atau di luar hepar. Akibat
kelainan bawaan atau infeksi, atau kerusakan hepar oleh penyebab lain.
C. Klasifikasi
Terdapat
2 jenis ikterus yaitu yang fisiologis dan patologis.
1.
Ikterus fisiologi
Ikterus
fisiologi adalah ikterus yang timbul pada hari kedua dan hari ketiga serta
tidak mempunyai dasar patologi atau tidak mempunyai potensi menjadi karena
ikterus. Adapun tanda-tanda sebagai berikut :
a.
Timbul pada hari kedua dan ketiga
b.
Kadar bilirubin indirek tidak melebihi
10 mg% pada neonatus cukup bulan.
c.
Kecepatan peningkatan kadar bilirubin
tidak melebihi 5% per hari.
d.
Kadar bilirubin direk tidak melebihi 1
mg%.
e.
Ikterus menghilang pada 10 hari pertama.
f.
Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan
keadaan patologis.
2.
Ikterus Patologi
Ikterus
patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar patologis atau kadar bilirubin
mencapai suatu nilai yang disebut hiperbilirubinemia. Adapun tanda-tandanya
sebagai berikut:
a.
Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama.
b.
Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada
neonatus cukup bulan atau melebihi 12,5% pada neonatus kurang bulan.
c.
Pengangkatan bilirubin lebih dari 5 mg%
per hari.
d.
Ikterus menetap sesudah 2 minggu
pertama.
e.
Kadar bilirubin direk melebihi 1 mg%.
f.
Mempunyai hubungan dengan proses
hemolitik.
(Arief
ZR, 2009. hlm. 29)
D. Etiologi dan faktor resiko
1) Penyebab
Penyebab
ikterus pada bayi baru lahir dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan
oleh beberapa faktor yaitu :
1.
Pembentukan bilirubin yang berlebihan.
2.
Gangguan pengambilan (uptake) dan
transportasi bilirubin dalam hati.
3.
Gangguan konjugasi bilirubin.
4.
Penyakit Hemolitik, yaitu meningkatnya
kecepatan pemecahan sel darah merah.
Disebut
juga ikterus hemolitik. Hemolisis dapat pula timbul karena adanya perdarahan
tertutup.
5.
Gangguan transportasi akibat penurunan
kapasitas pengangkutan, misalnya Hipoalbuminemia atau karena pengaruh
obat-obatan tertentu.
6.
Gangguan fungsi hati yang disebabkan
oleh beberapa mikroorganisme atau toksin yang dapat langsung merusak sel hati
dan sel darah merah seperti : infeksi toxoplasma. Siphilis.
7.
Penyebab ikterus pada bayi baru lahir
dapat berdiri sendiri ataupun dapat disebabkan oleh beberapa faktor:
8.
Produksi yang berlebihan
Hal
ini melebihi kemampuannya bayi untuk mengeluarkannya, misal pada hemolisis yang
meningkat pada inkompabilitas darah Rh, ABO, golongan darah lain, defisiensi
enzim G6PD, piruvat kinase, perdarahan tertutup dan sepsis.
9.
Gangguan proses “uptake” dan konjugasi
hepar.
Gangguan
ini dapat disebabkan oleh immturitas hepar, kurangnya substrat untuk konjugasi
bilirubin, gangguan fungsi hepar, akibat asidosis, hipoksia dan infeksi atau
tidak terdapatnya enzim glukoronil transferase (sindrom Criggler-Najjar)
penyebab lain atau defisiensi protein Y dalam hepar yang berperan penting dalam
“uptake” bilirubin ke sel hepar.
10.
Gangguan transportasi.
Bilirubin
dalam darah terikat pada albumin kemudian diangkat ke hepar. Ikatan bilirubin
dengan albumin dapat dipengaruhi oleh obat misalnya salisilat, dan
sulfaforazole. Defisiensi albumin menyebabkan lebih banyak terdapat bilirubin
indirek yang bebas dalam darah yang mudah melekat ke sel otak.
11.
Gangguan dalam ekskresi.
Gangguan
ini dapat terjadi akibat obstruksi dalam hepar atau di luar hepar. Kelainan di
luar hepar biasanya disebabkan oleh kelainan bawaan. Obstruksi dalam hepar
biasanya akibat infeksi/kerusakan hepar oleh penyebab lain.
2) Faktor resiko terjadinya
hiperbilirubin antara lain:
Faktor
Maternal
ü Ras
atau kelompok etnik tertentu (Asia, Native American,Yunani)
ü Komplikasi
kehamilan (DM, inkompatibilitas ABO dan Rh)
ü Penggunaan
infus oksitosin dalam larutan hipotonik.
ü ASI
Faktor
Perinatal
ü Trauma
lahir (sefalhematom, ekimosis)
ü Infeksi
(bakteri, virus, protozoa)
Faktor
Neonatus
ü Prematuritas
ü Faktor
genetic
ü Polisitemia
ü Obat
(streptomisin, kloramfenikol, benzyl-alkohol, sulfisoxazol)
ü Rendahnya
asupan ASI
ü Hipoglikemia
ü Hipoalbuminemia
E. Manifestasi klinis
Bayi
baru lahir(neonatus) tampak kuning apabila kadar bilirubin serumnya kira-kira
6mg/dl(Mansjoer at al, 2007). Ikterus sebagai akibat penimbunan bilirubin
indirek pada kulit mempunyai kecenderungan menimbulkan warna kuning muda atau
jingga. Sedangkan ikterus obstruksi(bilirubin direk) memperlihatkan warna
kuning-kehijauan atau kuning kotor. Perbedaan ini hanya dapat ditemukan pada
ikterus yang berat(Nelson, 2007).
Gambaran
klinis ikterus fisiologis:
a)
Tampak pada hari 3,4
b)
Bayi tampak sehat(normal)
c)
Kadar bilirubin total <12mg%
d)
Menghilang paling lambat 10-14 hari
e)
Tak ada faktor resiko
f)
Sebab: proses fisiologis(berlangsung
dalam kondisi fisiologis)(Sarwono et al, 1994)
Gambaran
klinik ikterus patologis:
a)
Timbul pada umur <36 jam
b)
Cepat berkembang
c)
Bisa disertai anemia
d)
Menghilang lebih dari 2 minggu
e)
Ada faktor resiko
f)
Dasar: proses patologis (Sarwono et al,
1994)
Menurut
Surasmi (2003) gejala hiperbilirubinemia dikelompokkan menjadi :
1.
Gejala akut : gejala yang dianggap
sebagai fase pertama kernikterus pada neonatus adalah letargi, tidak mau minum
dan hipotoni.
2.
Gejala kronik : tangisan yang melengking
(high pitch cry) meliputi hipertonus dan opistonus (bayi yang selamat biasanya
menderita gejala sisa berupa paralysis serebral dengan atetosis, gengguan
pendengaran, paralysis sebagian otot mata dan displasia dentalis).
Sedangakan
menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit,
membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin
darah mencapai sekitar 40 µmol/l.
Sedangakan
menurut Handoko (2003) gejalanya adalah warna kuning (ikterik) pada kulit,
membrane mukosa dan bagian putih (sclera) mata terlihat saat kadar bilirubin
darah mencapai sekitar 40 μmol/l.
F. Komplikasi
Komplikasi
yang dapat ditimbulkan penyakit ini yaitu terjadi kern ikterus yaitu keruskan
otak akibat perlangketan bilirubin indirek pada otak. Pada kern ikterus gejala
klinik pada permulaan tidak jelas antara lain : bayi tidak mau menghisap,
letargi, mata berputar-putar, gerakan tidak menentu (involuntary movements),
kejang tonus otot meninggi, leher kaku, dan akhirnya opistotonus. Selain itu
dapat juga terjadi Infeksi/sepsis, peritonitis, pneumonia.
G. Patofisiologi
Bilirubin
adalah produk penguraian heme. Sebagian besar(85-90%) terjadi dari penguraian
hemoglobin dan sebagian kecil(10-15%) dari senyawa lain seperti mioglobin. Sel
retikuloendotel menyerap kompleks haptoglobin dengan hemoglobin yang telah
dibebaskan dari sel darah merah. Sel-sel ini kemudian mengeluarkan besi dari
heme sebagai cadangan untuk sintesis berikutnya dan memutuskan cincin heme
untuk menghasilkan tertapirol bilirubin, yang disekresikan dalam bentuk yang
tidak larut dalam air(bilirubin tak terkonjugasi, indirek). Karena
ketidaklarutan ini, bilirubin dalam plasma terikat ke albumin untuk diangkut
dalam medium air. Sewaktu zat ini beredar dalam tubuh dan melewati lobulus hati
,hepatosit melepas bilirubin dari albumin dan menyebabkan larutnya air dengan
mengikat bilirubin ke asam glukoronat(bilirubin terkonjugasi,
direk)(Sacher,2004).
Dalam
bentuk glukoronida terkonjugasi, bilirubin yang larut tersebut masuk ke sistem
empedu untuk diekskresikan. Saat masuk ke dalam usus ,bilirubin diuraikan oleh
bakteri kolon menjadi urobilinogen. Urobilinogen dapat diubah menjadi
sterkobilin dan diekskresikan sebagai feses. Sebagian urobilinogen direabsorsi
dari usus melalui jalur enterohepatik, dan darah porta membawanya kembali ke
hati. Urobilinogen daur ulang ini umumnya diekskresikan ke dalam empedu untuk
kembali dialirkan ke usus, tetapi sebagian dibawa oleh sirkulasi sistemik ke
ginjal, tempat zat ini diekskresikan sebagai senyawa larut air bersama
urin(Sacher, 2004).
Pada
dewasa normal level serum bilirubin <1mg/dl. Ikterus akan muncul pada dewasa
bila serum bilirubin >2mg/dl dan pada bayi yang baru lahir akan muncul
ikterus bila kadarnya >7mg/dl(Cloherty et al, 2008).
Hiperbilirubinemia
dapat disebabkan oleh pembentukan bilirubin yang melebihi kemampuan hati normal
untuk ekskresikannya atau disebabkan oleh kegagalan hati(karena rusak) untuk
mengekskresikan bilirubin yang dihasilkan dalam jumlah normal. Tanpa adanya
kerusakan hati, obstruksi saluran ekskresi hati juga akan menyebabkan
hiperbilirubinemia. Pada semua keadaan ini, bilirubin tertimbun di dalam darah
dan jika konsentrasinya mencapai nilai tertentu(sekitar 2-2,5mg/dl), senyawa
ini akan berdifusi ke dalam jaringan yang kemudian menjadi kuning. Keadaan ini
disebut ikterus atau jaundice(Murray et al,2009).
H. Pemeriksaan penunjang
1.
Pemeriksaan bilirubin serum
a.
Pada bayi cukup bulan, bilirubin
mencapai kurang lebih 6mg/dl antara 2-4 hari setelah lahir. Apabila nilainya
lebih dari 10mg/dl tidak fisiologis.
b.
Pada bayi premature, kadar bilirubin
mencapai puncak 10-12 mg/dl antara 5-7 hari setelah lahir. Kadar bilirubin yang
lebih dari 14mg/dl tidak fisiologis.
2.
Pemeriksaan radiology
Diperlukan
untuk melihat adanya metastasis di paru atau peningkatan diafragma kanan pada
pembesaran hati, seperti abses hati atau hepatoma
3.
Ultrasonografi
Digunakan
untuk membedakan antara kolestatis intra hepatic dengan ekstra hepatic.
4.
Biopsy hati
Digunakan
untuk memastikan diagnosa terutama pada kasus yang sukar seperti untuk
membedakan obstruksi ekstra hepatic dengan intra hepatic selain itu juga untuk
memastikan keadaan seperti hepatitis, serosis hati, hepatoma.
5.
Peritoneoskopi
Dilakukan
untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan
pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini.
6.
Laparatomi
Dilakukan
untuk memastikan diagnosis dan dapat dibuat foto dokumentasi untuk perbandingan
pada pemeriksaan ulangan pada penderita penyakit ini
I. Penatalaksanaan
Berdasarkan
pada penyebabnya, maka manejemen bayi dengan Hiperbilirubinemia diarahkan untuk
mencegah anemia dan membatasi efek dari Hiperbilirubinemia. Pengobatan
mempunyai tujuan :
1.
Menghilangkan Anemia
2.
Menghilangkan Antibodi Maternal dan
Eritrosit Tersensitisasi
3.
Meningkatkan Badan Serum Albumin
4.
Menurunkan Serum Bilirubin
Metode
therapi pada Hiperbilirubinemia meliputi : Fototerapi, Transfusi Pengganti,
Infus
- Albumin
dan Therapi Obat.
- Fototherapi
Fototherapi
dapat digunakan sendiri atau dikombinasi dengan Transfusi Pengganti untuk
menurunkan Bilirubin. Memaparkan neonatus pada cahaya dengan intensitas yang
tinggi ( a bound of fluorencent light bulbs or bulbs in the blue-light
spectrum) akan menurunkan Bilirubin dalam kulit. Fototherapi menurunkan kadar
Bilirubin dengan cara memfasilitasi eksresi Biliar Bilirubin tak terkonjugasi.
Hal ini terjadi jika cahaya yang diabsorsi jaringan mengubah Bilirubin tak
terkonjugasi menjadi dua isomer yang disebut Fotobilirubin. Fotobilirubin
bergerak dari jaringan ke pembuluh darah melalui mekanisme difusi. Di dalam
darah Fotobilirubin berikatan dengan Albumin dan dikirim ke Hati. Fotobilirubin
kemudian bergerak ke Empedu dan diekskresi ke dalam Deodenum untuk dibuang
bersama feses tanpa proses konjugasi oleh Hati (Avery dan Taeusch, 1984). Hasil
Fotodegradasi terbentuk ketika sinar mengoksidasi Bilirubin dapat dikeluarkan
melalui urine.
Fototherapi
mempunyai peranan dalam pencegahan peningkatan kadar Bilirubin, tetapi tidak
dapat mengubah penyebab Kekuningan dan Hemolisis dapat menyebabkan Anemia.
Secara umum Fototherapi harus diberikan pada kadar Bilirubin Indirek 4 -5 mg /
dl. Neonatus yang sakit dengan berat badan kurang dari 1000 gram harus di Fototherapi dengan konsentrasi
Bilirubun 5 mg / dl. Beberapa ilmuan mengarahkan untuk memberikan Fototherapi
Propilaksis pada 24 jam pertama pada Bayi Resiko Tinggi dan Berat Badan Lahir
Rendah.
- Tranfusi
Pengganti
Transfusi
Pengganti atau Imediat diindikasikan adanya faktor-faktor :
a.
Titer anti Rh lebih dari 1 : 16 pada
ibu.
b.
Penyakit Hemolisis berat pada bayi baru
lahir.
c.
Penyakit Hemolisis pada bayi saat lahir
perdarahan atau 24 jam pertama.
d.
Tes Coombs Positif
e.
Kadar Bilirubin Direk lebih besar 3,5 mg
/ dl pada minggu pertama.
f.
Serum Bilirubin Indirek lebih dari 20 mg
/ dl pada 48 jam pertama.
g.
Hemoglobin kurang dari 12 gr / dl.
h.
Bayi dengan Hidrops saat lahir.
i.
Bayi pada resiko terjadi Kern Ikterus.
Transfusi
Pengganti digunakan untuk :
1.
Mengatasi Anemia sel darah merah yang
tidak Suseptible (rentan) terhadap sel darah merah terhadap Antibodi Maternal.
2.
Menghilangkan sel darah merah untuk yang
Tersensitisasi (kepekaan)
3.
Menghilangkan Serum Bilirubin
4.
Meningkatkan Albumin bebas Bilirubin dan
meningkatkan keterikatan dengan Bilirubin
Pada
Rh Inkomptabiliti diperlukan transfusi darah golongan O segera (kurang dari 2
hari), Rh negatif whole blood. Darah yang dipilih tidak mengandung antigen A
dan antigen B yang pendek. setiap 4 - 8 jam kadar Bilirubin harus dicek.
Hemoglobin harus diperiksa setiap hari sampai stabil.
- Therapi
Obat
Phenobarbital
dapat menstimulasi hati untuk menghasilkan enzim yang meningkatkan konjugasi
Bilirubin dan mengekresinya. Obat ini efektif baik diberikan pada ibu hamil
untuk beberapa hari sampai beberapa minggu sebelum melahirkan. Penggunaan
penobarbital pada post natal masih menjadi pertentangan karena efek sampingnya
(letargi). Colistrisin dapat mengurangi Bilirubin dengan mengeluarkannya lewat
urine sehingga menurunkan siklus Enterohepatika.
J. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Bayi
Hiperbilirubin
Untuk
memberikan keperawatan yang paripurna digunakan proses keperawatan yang meliputi Pengkajian, Diagnosa Keperawatan,
Perencanaan, Pelaksanaan dan Evaluasi.
1. Pengkajian
a.
Riwayat orang tua :
Ketidakseimbangan
golongan darah ibu dan anak seperti Rh, ABO, Polisitemia, Infeksi, Hematoma, Obstruksi Pencernaan dan ASI.
a)
Riwayat kehamilan dengan
komplikasi(obat-obatan, ibu DM, gawat janin, malnutrisi intrauterine, infeksi
intranatal)
b)
Riwayat persalinan dengan
tindakan/komplikasi
c)
Riwayat ikterus/terapi sinar/transfusi
tukar pada bayi sebelumnya
d)
Riwayat inkompatibilitas darah
e)
Riwayat keluarga yang menderita anemia,
pembesaran hepar dan limpa(Etika et al, 2006).
b.
Pemeriksaan Fisik :
Kuning,
Pallor Konvulsi, Letargi, Hipotonik, menangis melengking, refleks menyusui yang lemah, Iritabilitas. Secara klinis, ikterus pada neonatus
dapat dilihat segera setelah lahir atau setelah beberapa hari. Amati ikterus
pada siang hari dengan lampu sinar yang cukup. Ikterus akan terlihat lebih
jelas dengan sinar lampu dan bisa tidak terlihat dengan penerangan yang kurang,
terutama pada neonatus yang berkulit gelap. Penilaian ikterus akan lebih sulit
lagi apabila penderita sedang mendapatkan terapi sinar(Etika et al, 2006). Salah satu cara memeriksa derajat
kuning pada neonatus secara klinis, mudah dan sederhana adalah dengan penilaian
menurut Kramer(1969). Caranya dengan jari telunjuk ditekankan pada
tempat-tempat yang tulangnya menonjol seperti tulang hidung,dada,lutut dan
lain-lain. Tempat yang ditekan akan tampak pucat atau kuning. Penilaian kadar
bilirubin pada masing-masing tempat tersebut disesuaikan dengan tabel yang
telah diperkirakan kadar bilirubinnya(Mansjoer et al, 2007).
Waktu
timbulnya ikterus mempunyai arti penting pula dalam diagnosis dan
penatalaksanaan penderita karena saat timbulnya ikterus mempunyai kaitan erat
dengan kemungkinan penyebab ikterus tersebut(Etika et al, 2006).
c.
Pengkajian Psikososial :
Dampak
sakit anak pada hubungan dengan orang tua, apakah orang tua merasa bersalah, masalah Bonding, perpisahan
dengan anak.
d.
Pengetahuan Keluarga meliputi :
Penyebab
penyakit dan pengobatan, perawatan lebih lanjut, apakah mengenal keluarga lain yang memiliki yang sama,
tingkat pendidikan, kemampuan mempelajari
Hiperbilirubinemia (Cindy Smith Greenberg. 1988)
2. Diagnosa keperawatan
Diagnosa
Keperawatan Yang Mungkin Muncul :
a.
Risiko/ defisit volume cairan
berhubungan dengan tidak adekuatnya intake cairan, serta peningkatan Insensible
Water Loss (IWL) dan defikasi sekunder fototherapi.
b.
Risiko /gangguan integritas kulit
berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapi.
c.
Risiko hipertermi berhubungan dengan
efek fototerapi.
d.
Gangguan parenting ( perubahan peran
orang tua ) berhubungan dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
e.
Kecemasan meningkat berhubungan dengan
therapi yang diberikan pada bayi.
f.
Risiko tinggi injury berhubungan dengan
efek fototherapi
g.
Risiko tinggi komplikasi (trombosis,
aritmia, gangguan elektrolit, infeksi) berhubungan dengan tranfusi tukar.
h.
PK : Kern Ikterus
3. Intervensi keperawatan
a.
Risiko /defisit volume cairan b/d tidak
adekuatnya intake cairan serta peningkatan IWL dan defikasi sekunder
fototherapi
Tujuan
: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
deficit volume cairan dengan kriteria :
Jumlah
intake dan output seimbang
Turgor
kulit baik, tanda vital dalam batas normal
Penurunan
BB tidak lebih dari 10 % BBL
Intervensi
& Rasional :
1.
Kaji reflek hisap bayi ( Rasional/R : mengetahui kemampuan
hisap bayi )
2.
Beri minum per oral/menyusui bila reflek
hisap adekuat (R: menjamin
keadekuatan intake )
3.
Catat jumlah intake dan output ,
frekuensi dan konsistensi faeces ( R
: mengetahui kecukupan intake )
4.
Pantau turgor kulit, tanda- tanda vital
( suhu, HR ) setiap 4 jam (R :
turgor menurun, suhu meningkat HR meningkat adalah tanda-tanda dehidrasi )
5.
Timbang BB setiap hari (R : mengetahui kecukupan cairan dan
nutrisi).
b.
Risiko/hipertermi berhubungan dengan
efek fototerapi
Tujuan
: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
hipertermi dengan kriteria suhu aksilla stabil antara 36,5-37 0 C.
Intervensi
dan rasionalisasi :
1.
Observasi suhu tubuh ( aksilla ) setiap
4 - 6 jam
(R
: suhu terpantau secara rutin )
2.
Matikan lampu sementara bila terjadi
kenaikan suhu, dan berikan kompres dingin serta ekstra minum ( R : mengurangi
pajanan sinar sementara )
3.
Kolaborasi dengan dokter bila suhu tetap
tinggi ( R : Memberi terapi lebih dini atau mencari penyebab lain dari hipertermi
).
c.
Risiko /Gangguan integritas kulit
berhubungan dengan ekskresi bilirubin, efek fototerapi
Tujuan
: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
gangguan integritas kulit dengan kriteria :
tidak
terjadi decubitus
Kulit
bersih dan lembab
Intervensi
:
1.
Kaji warna kulit tiap 8 jam (R :
mengetahui adanya perubahan warna kulit )
2.
Ubah posisi setiap 2 jam (R : mencegah
penekanan kulit pada daerah tertentu dalam waktu lama ).
3.
Masase daerah yang menonjol (R :
melancarkan peredaran darah sehingga mencegah luka tekan di daerah tersebut ).
4.
Jaga kebersihan kulit bayi dan berikan
baby oil atau lotion pelembab ( R : mencegah lecet )
5.
Kolaborasi untuk pemeriksaan kadar
bilirubin, bila kadar bilirubin turun menjadi 7,5 mg% fototerafi dihentikan (R:
untuk mencegah pemajanan sinar yang terlalu lama )
d.
Gangguan parenting ( perubahan peran
orangtua) berhubungan dengan perpisahan dan penghalangan untuk gabung.
Tujuan
: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan orang tua dan
bayi menunjukan tingkah laku “Attachment” , orang tua dapat mengekspresikan
ketidak mengertian proses Bounding.
Intervensi
:
1.
Bawa bayi ke ibu untuk disusui ( R :
mempererat kontak sosial ibu dan bayi )
2.
Buka tutup mata saat disusui (R: untuk
stimulasi sosial dengan ibu)
3.
Anjurkan orangtua untuk mengajak bicara
anaknya (R: mempererat kontak dan stimulasi sosial ).
4.
Libatkan orang tua dalam perawatan bila
memungkinkan ( R: meningkatkan peran orangtua untuk merawat bayi ).
5.
Dorong orang tua mengekspresikan
perasaannya (R: mengurangi beban psikis orangtua)
e.
Kecemasan meningkat berhubungan dengan
therapi yang diberikan pada bayi.
Tujuan
: Setelah diberikan penjelasan selama 2x15 menit diharapkan orang tua
menyatakan mengerti tentang perawatan bayi hiperbilirubin dan kooperatif dalam
perawatan.
Intervensi
:
1.
Kaji pengetahuan keluarga tentang
penyakit pasien ( R : mengetahui tingkat pemahaman keluarga tentang penyakit )
2.
Beri pendidikan kesehatan penyebab dari
kuning, proses terapi dan perawatannya ( R : Meningkatkan pemahaman tentang
keadaan penyakit )
3.
Beri pendidikan kesehatan mengenai cara
perawatan bayi dirumah (R : meningkatkan tanggung jawab dan peran orang tua
dalam erawat bayi)
f.
Risiko tinggi injury berhubungan dengan
efek fototherapi
Tujuan
: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tidak terjadi
injury akibat fototerapi ( misal ; konjungtivitis, kerusakan jaringan kornea )
Intervensi
:
1.
Tempatkan neonatus pada jarak 40-45 cm
dari sumber cahaya( R : mencegah iritasi yang berlebihan).
2.
Biarkan neonatus dalam keadaan
telanjang, kecuali pada mata dan daerah genetal serta bokong ditutup dengan
kain yang dapat memantulkan cahaya usahakan agar penutup mata tidak menutupi
hidung dan bibir(R : mencegah paparan sinar pada daerah yang sensitif )
3.
Matikan lampu, buka penutup mata untuk
mengkaji adanya konjungtivitis tiap 8 jam(R: pemantauan dini terhadap kerusakan
daerah mata )
4.
Buka penutup mata setiap akan
disusukan.( R : memberi kesempatan pada bayi untuk kontak mata dengan ibu ).
5.
Ajak bicara dan beri sentuhan setiap
memberikan perawatan( R : memberi rasa aman pada bayi ).
g.
Risiko tinggi terhadap komplikasi
berhubungan dengan tranfusi tukar
Tujuan
: Setelah dilakukan tindakan perawatan selama 1x24 jam diharapkan tranfusi
tukar dapat dilakukan tanpa komplikasi
Intervensi
:
1.
Catat kondisi umbilikal jika vena
umbilikal yang digunakan(R : menjamin keadekuatan akses vaskuler )
2.
Basahi umbilikal dengan NaCl selama 30
menit sebelum melakukan tindakan( R : mencegah trauma pada vena umbilical ).
3.
Puasakan neonatus 4 jam sebelum
tindakan(R: mencegah aspirasi )
4.
Pertahankan suhu tubuh sebelum, selama
dan setelah prosedur( R : mencegah hipotermi
5.
Catat jenis darah ibu dan Rhesus
memastikan darah yang akan ditranfusikan adalah darah segar( R : mencegah
tertukarnya darah dan reaksi tranfusi yang berlebihan 0
6.
Pantau tanda-tanda vital, adanya
perdarahan, gangguan cairan dan elektrolit, kejang selama dan sesudah tranfusi (R
: Meningkatkan kewaspadaan terhadap komplikasi dan dapat melakukan tindakan
lebih dini )
7.
Jamin ketersediaan alat-alat resusitatif
(R : dapat melakukan tindakan segera bila terjadi kegawatan )
h.
PK Kern Ikterus
Tujuan
: Setelah diberikan tindakan perawatan selama 3x24 jam diharapkan tanda-tanda
awal kern ikterus bisa dipantau
Intervensi
:
1.
Observasi tanda-tanda awal Kern Ikterus
( mata berputar, letargi , epistotonus, dll)
2.
Kolaborasi dengan dokter bila ada
tanda-tanda kern ikterus.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
Hiperbilirubin
adalah suatu kedaaan dimana kadar bilirubin serum total yang lebih dari 10 mg %
pada minggu pertama yang ditendai dengan ikterus pada kulit, sclera dan organ
lain. Keadaan ini mempunyai potensi meningkatkan kern ikterus, yaitu keadaan
kerusakan pada otak akibat perlengketan kadar bilirubin pada otak.
Hiperbilirubin ini keadaan fisiologis (terdapat pada 25-50 % neonatus cukup
bulan dan lebih tinggi pada neonates kurang bulan).
Hiperbilirubin
ini berkaitan erat dengan riwayat kehamilan ibu dan prematuritas. Selain itu,
asupan ASI pada bayi juga dapat mempengaruhi kadar bilirubin dalam darah.
Diagnosa
keperawatan pada penderita hiperbilirubin, antara lain:
a.
Gangguan Integritas Kulit berhubungan
dengan joundice yang ditandai dengan kulit wajah dan dada tampak kuning.
b.
Resiko Intoleransi Aktifitas berhubungan
dengan penurunan perfusi O2 ke jaringan.
c.
Resiko Gangguan Intake Nutrisi
berhubungan dengan penurunan suplai nutrisi ke jaringan.
d.
Resiko Gangguan Tumbuh Kembang.
Dalam
melaksanakan tindakan keperawatn, perawat juga harus menerapkan universal
precaution agar keselamatan penderita dan perawat dapat terjaga.
DAFTAR PUSTAKA
Auladi, Salas. 2010. Makalah
Hiperbilirubin. (Online) available:
https://www.scribd.com/doc/34823122/MAKALAH-HIPERBILIRUBIN (Diakses pada Sabtu,
3 Oktober 2015 pukul 11.00 WITA)
Doengoes, E Marlynn & Moerhorse,
Mary Fraces. 2001. Rencana Perawatan Maternal / Bayi. Jakarta: EGC.
Gunasegaran. 2013. Hiperbilirubinemia.
(Online) available:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/37957/4/Chapter%20II.pdf
(Diakses pada Sabtu, 3 Oktober 2015 pukul 13.00 WITA)
http://www.docstoc.com/myoffice/recommendations?docId=48037619&download=1
http://www.klinikku.com/pustaka/dasar/hati/hiperbilirubinemia3.html.
Repository. usu. ac. id/ bitstream
/123456789/37957/4/Chapter II.pdf
Suframanyan. 2014. Ikterus. (Online)
available : http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/41185/4/Chapter%20II.pdf
(Diakses pada Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 10.00 WITA)
Sujana. 2014. Laporan Pendahuluan
Hiperbilirubinemia. (Online) available:
https://www.scribd.com/doc/222217959/LAPORAN-PENDAHULUAN-HIPERBILIRUBINEMIA#download
(Diakses pada Minggu, 4 Oktober 2015 pukul 10.00 WITA)
Surasmi, A., Handayani, S. & Kusuma,
H.N. 2003. Perawatan Bayi Resiko Tinggi. Cetakan I. Jakarta : EGC.
No comments:
Post a Comment