DAFTAR ISI
B. Perubahan
Fisiologi Maternal Periode Pascapartum
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM
3. Identifikasi Diagnosa dan Masalah Potensial
4. Identifikasi Kebutuhan Akan Tindakan Segera / Kolaborasi
5. Merencanakan Asuhan yang Menyeluruh
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Periode postpartum, masa nifas atau puerperium adalah masa setelah
kelahiran sampai uterus dan organ-organ tubuh yang lain kembali ke keadaan
seperti sebelum hamil, biasanya berlangsung sekitar 6 minggu atau 40 hari.
Setelah kelahiran, ibu mengalami perubahan anatomis dan fisiologis sesuai
transisi tubuhnya pada status tidak hamil. Secara psikologis, ibu melanjutkan
pencapaian proses peran maternalnya dan kelekatan bayi (Walsh, 2007).
Perubahan fisik yang terjadi pada ibu nifas yaitu uterus mengalami
involusi atau rahim kembali ke ukuran sebelum hamil, payudara pada ibu yang
menyusui mengeluarkan kolostrum, vagina kembali secara bertahap ke ukuran
sebelum hamil, servik memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula (Bobak, 2004).
Adaptasi psikologis, pada hari pertama dan kedua setelah
melahirkan ibu membutuhkan perlindungan dan pelayanan. Pada hari ketiga sampai
akhir minggu keempat atau kelima, ibu siap untuk menerima peran barunya dan
belajar tentang semua hal-hal baru sedangkan mulai minggu kelima sampai keenam,
sistem keluarga telah menyesuaikan diri dengan anggota barunya (Rubin dalam
Hamilton, 1992 ).
Perawatan masa nifas adalah perawatan terhadap wanita yang telah
selesai bersalin sampai alat-alat kandungan kembali seperti sebelum hamil
(Hanafiah, 2004). Perawatan postpartum bersifat kritis tetapi sering diabaikan
dalam komponen perawatan ibu dan bayi yang baru lahir. Lebih dari 60 % kematian
ibu terjadi pada periode postpartum pada negara berkembang (Family Health
International, 2009).
B.
Rumusan Masalah
1. Bagaimanakah
pengertian dari konsep dasar nifas?
2. Bagaimanakah
perubahan fisiologi maternal periode pasca partum ?
3. Bagaimanakah
kebutuhan dasar pada ibu nifas ?
4. Bagaimanakah
komplikasi
yang terjadi setelah periode pasca partum ?
5. Bagaimanakah
penatalaksanaan
terhadap ibu setelah periode pasca partum ?
6. Bagaimanakah
asuhan
keperawatan
kepada ibu periode pasca partum?
C.
Tujuan
1.
Tujuan umum Setelah menyusun makalah ini
diharapkan mahasiswa mengetahui bagaimana gambaran umum tentang konsep dasar
pada ibu periode pasca partum dan asuhan keperawatan terhadap ibu periode pasca
partum atau nifas.
2.
Tujuan khusus Setelah menyusun makalah
ini mahasiswa diharapkan mampu :
3.
Mahasiswa mampu menjelaskan pengertian
dari konsep dasar nifas.
4.
Mahasiswa mampu menjelaskan perubahan fisiologi
maternal periode pasca partum.
5.
Mahasiswa mampu menjelaskan kebutuhan
dasar pada ibu nifas.
6.
Mahasiswa mampu menjelaskan Komplikasi
yang terjadi setelah periode pasca partum.
7.
Mahasiswa mampu menjelaskan
Penatalaksanaan terhadap ibu setelah periode pasca partum.
8.
Mahasiswa mampu menjelaskan Asuhan
Keperawatan kepada ibu periode pasca partum.
BAB
II
TINJAUAN
TEORI
A.
Konsep Dasar Nifas
1.
Pengertian
Puerperium (masa nifas) adalah masa sesudah persalinan yang diperlukan
untuk pulihnya kembali alat kandungan yang lamanya 6 minggu. Kejadian yang
terpenting dalam nifas adalah involusi dan laktasi.
Masa nifas
adalah periode sekitar 6 minggu sesudah melahirkan anak, ketika alat-alat
reproduksi tengah kembali kepada kondisi normal.(Barbara F. weller 2005).
Post partum adalah proses lahirnya bayi dengan tenaga ibu sendiri, tanpa
bantuan alat-alat serta
tidak melukai ibu dan bayi yang umumnya berlangsung kurang dari 24 jam. (Abdul
Bari Saifuddin,2002).
2. Masa Post Partum
a.
Immediet post partum periode (24 jam pertama setelah
melahirkan).
b.
Early post partum periode (hari kedua sampai ketujuh
setelah melahirkan).
c.
Late post partum (minggu kedua/ketiga sampai keenam
setelah melahirkan).
3. Adaptasi Psikologis
Rubin (1961)
membagi adaptasi psikologis menjadi 3
fase :
a. Fase taking in, yaitu fase ketergantungan, hari
pertama sampai dengan hari ketiga post partum, fokus pada diri sendiri,
berperilaku pasif, dan
ketergantungan menyatakan ingin makan dan tidur serta sulit membuat keputusan.
b. Fase taking hold, yaitu fase transisi dari
ketergantungan kemandiri, dari ketiga sampai dengan kesepuluh post partum,
fokus sudah ke bayi, mandiri dalam perawatan diri, mulai memperhatikan fungsi
tubuh sendiri dan bayi, mulai terbuka dalam menerima pendidikan kesehatan.
c. Fase letting go, yaitu fase dimana sudah mengambil
tanggung jawab peran yang baru, hari kesepuluh sampai dengan enam minggu post
partum, ibu sudah melaksanakan fungsinya, ayah berperan sebagai ayah, dan
berinteraksi dengan bayi.
B. Perubahan Fisiologi Maternal Periode
Pascapartum
Periode pacsa partum adalah masa enam minggu sejak bayi lahir sampai
organ-organ reproduksi kembali ke
keadaan normal sebelum hamil. Perubahn fisiologis yang terjadi sangat jelas,
walaupun dianggap normal, dimana proses pada kehamilan berjalan terbaik. Banyak
factor termasuk tingkat energi, tingkat kenyamanan, kesehatan bayi baru lahir, dan perawatan serta dorongan
semangat yang diberikan tenaga kesehatan professional ikut membentuk respon ibu
terhadap bayinya selama masa ini. Untuk member perawatan yang menguntungkan
ibu, bayi, dan keluarganya, seorang perawat harus memanfaatkan pengetahuannya
tentang anatomi dan fisiologi ibu pada periode pemulihan, karakteristik dan
perilaku bayi baru lahir, dan respon keluarga terhadap kelahiran seorang anak.
1. Sistem Reproduksi Dan Struktur Terkait
a.
Uterus
1)
Proses involusi
Involusi adalah proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil. Proses
ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos
uterus.Pada akhir tahap ketiga persalinan, uterus berada di garis tengah,
kira-kira 2 cm dibawah ubilikus dengan bagian fundus bersandar pada
promontorium sakralis. Besar uterus kira-kira sama dengan sewaktu usia
kehamilan 16 minggu (berat sekitar 1000 g).Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus
mencapai kurang lebih mencapai 1 cm diatas umbilicus.Perubahan inovulasi
berlangsung sangat cepat.Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam.
Pada hari keenam fundus normal akan berada di pertengahan antara umbilicus dan
simfisis pubis. Uterus tidak bias dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9
pascapartum.Uterus yang pada waktu hamil penuh beratnya 11 kali berat sebelum
hamil, berinvolusi menjadi kira-kira 500 g 1 minggu setelah melahirkan dan 350
g (11 sampai 12 ons) 2 minggu setelah lahir. Seminggu setelah melahirkan uterus
berada didalam panggul sejati lagi.Pada minggu keenam beratnya menjadi 50
sampai 60 g.
Pada masa pascapartum penurunan kadar hormon esterogen dan progesteron menyebabkan
terjadinya autolisis, perusakan secara langsung jaringan hipertrofi yang
berlebihan. Sel-sel tambahan yang terbentuk selama masa hamil menetap.Inilah
yang menyebabkan ukuran uterus sedikit lebih besar setelah hamil.Kegagalan
uterus untuk kembali pada keadaan tidak hamil disebut involusi paling sering
disebabkan tertahannya fragmen plasenta dan infeksi.
2)
Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi
lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterin
yang sangat besar.Hemostatis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi
pembuluh darah ntramiomentrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan
bekuan.Hormone oksigen yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah, danmembantu hemostatis.
Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bias
berkurang dan menjadi tidak teratur. Karena penting sekali untuk mempertahankan
kontraksi uterus pada masa ini, biasanya suntikan oksitosin (pitosin) secara
intravena atau intramuscular diberikan segera setelah plasenta lahir.Ibu yang merencanakan
menyusui bayinya, dianjurkan membiarkan bayinya di payudara segera setelah
lahir karena isapan bayi pada payudara merangsang pelepasan oksitosin.
3)
Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang.Relaksasi
dan kontraksi yang periodic sering dialami multipara sehingga menimbulkan
nyeri.Rasa nyeri setelah melahirkan ini lebih nyata setelah ibu melahirkan, di
tempat uterus terlalu menegang (misalnya pada bayi besar, kembar) menyusui dan
pelepasan oksitosin tambhan biasanya meningkatkan nyeri karena keduanya
merangsang kontraksi uterus.
4)
Tempat plasenta
Setelah plasenta dan ketuban dikeluarkan, konstriksi vaskular dan trombosis
menurunkan tempat plasenta ke suatu area yang meninggi dan bernodul tidak
teratur. Pertumbunhan endometrium ke atas menyebabkan pelepasan jaringan
nekrotik dan mencegah pembentukan jaringan parut yang menjadi karakteristik
penyembuhan luka. Proses penyembuhan yang unik ini memampukan endometrium
menjalankan siklusnya seperti biasa dan memungkinkan implantasi dan plasentasi
untuk kehamilan yang akan datang. Regenerasi endometrium selesai pada akhir
minggu ketiga masa partum, kecuali pada bekas tempat plasenta.Regenerasi pada
tempat ini biasanya tidak selesai sampai enam minggu setelah melahirkan.
5)
Lokia
Lokia adalah rabas uterus yang keluar setelah bayi lahir, mula-mula
berwarna merah, kemudian berubah menjadi merah tua atau merah coklat.Rabas ini
dapat mengandung bekuan darah kecil. Selama dua jam pertama setelah lahir,
jumlah cairan yang keluar dari uterus tidak boleh lebih dari jumlah maksimal
selama yang keluar selama menstruasi. Setelah waktu tersebut aliran lokia harus
semakin berkurang.Lokia rubra terutama mengandung darah dan debris desisua
serta debris trofoblastik.Aliran menyembur, menjadi merah muda atau coklat
setelah 3 sampai 4 hari (lokia serosa).
Lokia serosa terdiri dari darah lama, serum, leukosit, dan debris jaringan.
Sekitar 10 hari setelah bayi lahir, warna cairan ini menjadi kuning sampai
putih (lokia alba). Lokia alba mengandung leukosit, desidua, sel epitel, mukus,
serum, dan bakteri. Lokia alba bisa bertahan selama dua sampai enam minggu
setelah bayi lahir.
b.
Serviks
Serviks menjadi lunak segera setelah ibu melahirkan. Delapan belas jam
pascapartum, serviks memendek dan konsistensinya menjadi lebih padat dan
kembali ke bentuk semula. Serviks setinggi segmen bawah uterus tetap edematosa,
tipis dan rapuh selama beberapa hari setelah ibu melahirkan.Ektoserviks
terlihat memar dan ada sedikit laserasi kecil, kondisi yang optimal untuk
perkembangan infeksi.
Muara serviks yang berdilatasi 10 cm sewaktu melahirkan, menutup secara
bertahap.Dua jari mungkin masih bisa dimasukkan kedalam muara serviks pada hari
ke-4 sampai hari ke-6 pasca partum, tetapi hanya tungkai kuret terkecil yang
dapat dimasukkan pada minggu ke-2. Muara serviks eksterna tidak akan terbentuk
lingkaran seperti sebelum melahirkan, tetapi terlihat memanjang seperti suatu
celah, sering disebut seperti mulut ikan. Laktasi menunda produksi esterogen
yang mempengaruhi mukus dan mukosa.
c.
Vagina dan perineum
Esterogen pascapartum yang menurun berperan dalam penipisan mukosa vagina
dan hilangnyarugae. Vagina yang semula sangat teregang akan kembali secara
bertahap ke ukuran sebelum hamil, enam sampai 8 minggu setelah bayi lahir.
Rugae akan kembali terlihat pada sekitar minggu keempat, walaupun tidak akan
menonjol pada wanita nulipara. Pada umumnya rugae akan memipih secara permanen.
Mukosa tetap atrofikpada wanita yang menyusui sekurang-kurangnya sampai
menstruasi dimulai kembali.Penebalan mukosa vagina terjadi seiring pemulihan
fungsi ovarium.Kekurangan esterogen menyebabkan penurunan jumlah pelumas mukosa
vagina.Kekeringan lokal dan rasa tidak nyaman saat koitus (dispareunia) menetap
sampai fungsi ovarium kembali normal dan menstruasi dimulai lagi.Biasanya
wanita dianjurkan menggunakan pelumas larut air saat melakukan hubungan seksual
untuk mengurangi nyeri.
d.
Topangan otot panggul
Struktur penopang uterus dan vagina bisa mengalami cedera sewaktu
melahirkan dan masalah ginekologi dapat timbul dikemudian hari.Jaringan
penopang dasar panggul yang terobek atau teregang saat ibu melahirkan
memerlukan waktu sampai enam bulan untuk kembali ke tonus semula.Istilah
relaksasi panggul berhubungan dengan pemanjangan dan melemahnya topangan
permukaan struktur panggul.Struktur ini terdiri atas uterus, dinding vagina
posterior atas, uretra, kandung kemih, dan rectum.Walaupun relaksasi dapat
terjadi pada setiap wanita, tetapi biasanya merupakan komplikasi yang timbul
terlambat akibat melahirkan.
2.
Sistem
Endokrin
a. Hormon
plasenta
Selama periode pascapartum, terjadi pengeluaran plasenta menyebabkan
penurunan signifikan hormon-hormon yang diproduksi oleh organ tersebut.
Penurunan hormon human placental lactogen
(hPL), esterogen, dan kortisol, serta placental
enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan, sehingga kadar gula
darah menurun secara yang bermakna pada puerperium.Kadar esterogen dan
progesteron menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya
dicapai kira-kira satu minggu pascapartum. Penurunan kadar kadar esterogen
berkaitan dengan pembengkakan payudara dan diuresis cairan ekstraseluler
berlebih yang terakumulasi selama masa hamil. Pada wanita yang tidak menyusui
kadar esterogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih
tinggi daripada wanita yang menusui pascapartum hari ke-17 (Bowes, 1991).
b. Hormon hipofisis dan fungsi ovarium
Waktu dimulainya ovulasi dan menstruasi pada wanita menyusui dan tidak
menyusui berbeda.Kadar prolaktin serum yang tinggi pada wanita menyusui
tampaknya berperan dalam menekan ovulasi. Karena kadarfollicle-stimulating hormone (FSH) terbukti sama pada wanita
menyusui dan tidak menyusui, disimpulkan ovarium tidak berespons terhadap
stimulasi FSH ketika kadar prolaktin meningkat (Bowes, 1991).Kadar prolaktin
meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui, kadar
prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam setelah melahirkan (Bowes, 1991).
Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama stiap kali
menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan. Kekuatan mengisap
kemungkinan juga akan mempengaruhi kadar prolaktin. Hal ini memperjelas bukti
bahwa menyusui bukanlah bentuk KB (Keluarga Berencana) yang baik. Setelah
melahirkan wanita tidak menyusui akan mengalami penurunan kadar prolaktin,
mencapai rentang sebelum hamil dalam dua minggu.
Pada wanita tidak menyusui, ovulasi terjadi dini, yakni dalam 27 hari setelah melahirkan, dengan waktu rata-rata 70
sampai 75 hari. Pada wanita menyusui, waktu rata-rata terjadinya ovulasi
sekitar 190 hari (Bowes, 1991).Di antara wanita yang menyusui, 15% mengalami
menstruasi dalam enam minggu dan 45% dalam 12 minggu. Di antara wanita yang tidak
menyusui , 40% mengalami menstruasi dalam enam minggu, 65% dalam 12 minggu, dan
90% dalam 24 minggu. Pada wanita menyusui 80% siklus menstruasi pertama tidak
mengandung ovum (Scott, dkk; 1990).Cairan menstruasi pertama setelah melahirkan
biasanya lebih banyak dari pada normal.
Dalam tiga sampai empat siklus, jumlah cairan menstruasi wanita kembali seperti
sebelum hamil.
3.
Abdomen
Apabila
wanita berdiri di hari pertama setelah melahirkan, abdomennya akan menonjol dan
membuat wanita tersebut tampak seperti masih hamil. Dalam dua minggu setelah
melahirkan, dinding abdomen wanita itu akan rileks. Diperlukan sekitar enam
minggu untuk dinding abdomen kembali ke keadaan sebelum hamil. Kulit memperoleh
kembali elastisitasnya, tetapi sejumlah kecil stria menetap. Pengembalian tonus
otot bergantung kepada kondisi tonus sebelum hamil, latihan fisik yang tepat,
dan jumlah jaringan lemak. Pada keadaan tertentu, dengan aatau tanpa ketegangan
yang berlebihan, seperti bayi besar atau hamil kembar, otot-otot dinding
abdomen memisah, suatu keadaan yang dinamai diastasis rekti abdominis. Apabila
menetap, defek ini dirasa dapat mengganggu pada wanita, tetapi penanganan
melalui upaya bedah jarang dibutuhkan. Seiring berjalannya waktu, defk tersebut
menjadi kurang terlihat.
4.
Sistem
Urinarius
Perubahan
hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan
peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita
melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum.
Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan.
Diperlukan
waktu kira-kira dua sampai delapan minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan
dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali ke keadaan sebelum hamil (Cunningham,
dkk;1993). Pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap
selama tiga bulan.
a. Komponen Urin
Glikosuria ginjal yang diinduksi
oleh kehamilan menghilang. Laktosuria positif pada ibu menyusui merupakan hal
yang normal. BUN (blood urea nitrogen), yang meningkat selama masa pascapartum,
merupakan akibat otolisis uterus yang berinvolusi. Pemecahan kelebihan protein
di dalam sel uterus juga menyebabkan proteinuria ringan (+1) selama satu sampai
dua hari setelah wanita melahirkan. Hal ini terjadi pada sekitar 50% wanita.
Asetonuria bisa terjadi pada wanita yang tidak mengalami komplikasi persalinan
atau setelah suatu persalinan yang lama dan disertai dehidrasi.
b. Dieresis Pascapartum
Dalam 12 jam setelah melahirkan, ibu
mulai membuang kelebihan cairan yang tertimbun di jaringan selama ia hamil.
Salah satu mekanisme untuk mengurangi cairan yang teretensi selama masa hamil
ialah diaphoresis luas, terutama pada malam hari, selama dua sampai tiga hari
pertama setelah melahirkan. Dieresis pascapartum, yang disebabkan oleh
penurunan kadar estrogen, hilangnya peningkatan tekanan vena pada tungkai
bawah, dan hilangnya peningkatan volume darah akibat kehamilan, merupakan
mekanisme lain tubuh untuk mengatasi kelebihan cairan. Kehilangan cairan
melalui keringat dan peningkatan jumlah urine menyebabkan penurunan berat badan
sekitar 2,5 kg selama masa pascapartum. Pengeluaran kelebihan cairan yang
tertimbun selama hamil kadang-kadang disebutr kebalikan metabolism air pada
masa hamil (reversal of the water metabolism of fregnancy)
c. Uretra dan Kandung Kemih
Trauma bisa terjadi pada uretra dan
kandung kemih selama proses melahirkan, yakni sewaktu bayi melewati jalan
lahir. Dinding kandung kemih dapat mengalami hiperemis dan edema, seringkali
disertai daerah daerah kecil hemoragi.
Pengambilan urine dengan cara bersih
atau melalui keteter sering menunjukkan adanya trauma pada kandung kemih.
Uretra dan meatus urinarius bisa juga mengalami edema. Kombinasi trauma akibat
kelahiran, peningkatan kapasitas kandung kemih setelah bayi lahir, dan efek
konduksi anastesi menyebabkan keinginan untuk berkemih menurun. Selain itu,
rasa nyeri pada panggul yang timbul akibat dorongan saat melahirkan, laserasi
vagina, atau episiotomy menurunkan atau mengubah reflex berkemih. Penurunan
berkemih, seiring dieresis pascapartum, bisa menyebabkan distensi kandung
kemih. Distensi kandung kemih yang muncul segera setelah wanita melahirkan
dapat menyebabkan perdarahan terlebih karena keadaan ini bisa menghambat uterus
berkontraksi dengan baik. Pada masa pascapartum tahap lanjut, distensi yang
berlebihan ini dapat menyebabkan kandung kemih lebih peka terhadap infeksi
sehingga mengganggu proses berkemih normal (Cunningham, dkk, 1993).
Apabila terjadi distensi berlebih pada kandung kemih
dalam jangka waktu lama, dinding kandung kemih dapat mengalami kerusakan lebih
lanjut (atoni). Dengan mengosongkan kandung kemih secara adekuat, tonus kandung
kemih biasanya akan pulih kembali dalam lima sampai tujuh hari setelah bayi
lahir.
5.
Sistem
Pencernaan
a.
Nafsu Makan
Ibu biasanya
lapar segera setelah melahirkan sehingga ia boleh mengonsumsi makanan ringan.
Setelah benar-benar pulih dari efek analgesia, anastesia dan keletihan,
kebanyakan ibu merasa sangat lapar. Permintaan untuk memperoleh makanan dua
kali dari jumlah yang biasa dikonsumsi disertai konsumsi cemilan yang sering
ditemukan.
b.
Motilitas
Secara khas,
penurunan tonus dan motilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang
singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anesthesia bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas ke keadaan normal.
c.
Defekasi
Buang air
besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu
melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama
proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan,
enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu seringkali sudah
menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya di perineum akibat
episiotomi, lasersi atau hemoroid. Kebiasaan buang air yang teratur perlu
dicapai kembali setelah tonus usus kembali ke normal.
6.
Payudara
Konsentrasi
hormone yang menstimulasi perkembangan payudara selama hamil (estrogen,
progesterone, human chorionic gonadotropin, prolaktin, kortisol dan insulin)
menurun dengan cepat setelah bayi lahir. Waktu yang dibutuhkan hormone-hormon
ini untuk kembali ke kadar sebelum hamil sebagian ditentukan oleh apakah ibu
menyusui atau tidak.
a.
Ibu Tidak
Menyusui
Payudara
biasanya terba nodular (pada wanita tidak hamil teraba granular).
Nodularitasnya bersifat bilateral dan difus. Apabila wanita memilih untuk tidak
menyusui dan tidak menggunakan obat antilaktogenik, kadar prolaktin akan turun
dengan cepat. Sekresi dan ekskresi kolostrum menetap selama beberapa hari
pertama setelah melahirkan. Pada jaringan payudara beberapa wanita, saat
palpasi dilakukan pada hari kedua dan ketiga, dapat ditemukan adanya nyeri
seiring dimulainya produksi susu. Pada hari ketiga atau keempat pascapartum
bisa terjadi pembengkakan (engorgement). Payudara teregang (bengkak), keras,
nyeri bila ditekan, dan hangat jika diraba (kongesti pembuluh darah menimbulkan
rasa hangat). Distensi payudara terutama disebabkan oleh kongesti sementara
vena dan pembuluh limfatik, bukan akibat penimbunan air susu. Air susu dapat
dikeluarkan dari puting.
Jaringan
payudara di aksila (tail of Spence) dan jaringan payudara atau puting tambahan
juga bisa terlibat. Pembengkakan dapat hilang dengan sendirinya dan rasa tidak
nyaman biasanya berkurang dalam 24 sampai 36 jam. Apabila bayi belum menghisap
(atau dihentikan), laktasi berhenti dalam beberapa hari sampai satu minggu.
b.
Ibu yang
Menyusui
Keteka
laktasi terbentuk, terba suatu massa (benjolan), tetapi kantong susu yng terisi
berubah posisi dari hari ke hari. Sebelum laktasi dimulai, payudara teraba
lunak dan suatu cairan kekuningan, yakni kolostrum, dikeluarkan dari payudara.
Setelah laktasi dimulai, payudara teraba hangat dan keras ketika disentuh. Rasa
nyeri akan menetap selama sekitar 48 jam. Susu putih kebiruan (tampak seperti
susu skim) dapat dikeluarkan dari putting susu. Putting susu harus diperiksa
untuk dikaji erektilitasnya, sebagai kebalikn dari inverse, dan untuk menemukan
apakah ada fisura atau keretakan.
7.
Sistem
Kardiovaskular
a. Volume Darah
Perubahan volume darah tergantung
pada beberapa faktor, misalnya kehilagan darah selama melahirkan dan mobilisasi
serta pengeluaran cairan ekstravaskuler (edema fisiologis). Kehilangan darah
merupakan akibat penurunan volume darah total yang cepat, tetapi terbatas.
Setelah itu terjadi perpindahan normal cairan tubuh yang menyebabkan volume
darah menurun dan lambat. Pada minggu ketiga dan keempat setelah bayi lahir,
volume darah biasanya menurun sampai mencapai volume sebelum hamil.
Hipervolemia yang diakibatkan kehamilan (peningkatan sekurang-kurangnya 40%
lebih dari volume tidak hamil) menyebabkan kebanyakan ibu bisa menoleransi
kehilangan darah saat melahirkan. Banyak ibu kehilangan 300 sampai 400 ml darah
sewaktu melahirkan bayi tunggal pervaginam atau sekitar dua kali lipat jumlah
ini pada saat operasi sesaria.
Penyesuaian pembuluh darah maternal
setelah melahirkan berlangsung dramatis dan cepat. Respons wanita dalam
menghadapi kehilangan darah selama masa pascapartum dini berbeda dari respons
wanita tidak hamil. Tiga perubahan fisiologis pascapartum yang melindungi
wanita: (1) hilangnya sirkulasi uteroplasenta yang mengurangi ukuran pembuluh
darah maternal 10% sampai 15%, (2) hilangnya fungsi endokrin plasenta yang
menghilangkan stimulus vasodilatasi, dan (3) terjadinya mobilisasi air
ekstravaskuler yang disimpan selama wanita hamil. Oleh karena itu, syok
hipovolemik biasanya tidak terjadi pada kehilangan darah normal.
b. Curah Jantung
Denyut jantung, volume sekuncup, dan
curah jantung meningkat sepanjang masa hamil. Segera setelah wanit melahirkan,
keadaan ini akan meningkat behkan lebih tinggi selama 30 sampai 60 menit karena
darah yang biasanya melintasi sirkuit uteroplasenta tiba-tiba kembali ke
sirkulasi umum. Nilai ini meningkat pada semua jenis kelahiran atau semua
pemakaian konduksi anesthesia (Bowes, 1991).
Data mengenai kembalinya hemodinamika jantung secara
pasti ke kadar normal tidak tersedia, tetapi nilai curah jantung normal
ditemukan, bila pemeriksaan dilakukan 8 sampai 10 minggu setelah wanita
melahirkan (Bowes, 1991).
c. Tanda-Tanda Vital
Beberapa perubahan tanda-tanda vital
bisa terlihat, jika wanita dalam keadaan normal. Peningkatan kecil sementara,
baik peningkatan tekanan darah sistol maupun diastole dapat timbul dan
berlangsung selama sekitar empat hari setelah wanita melahirkan (Bowes,
1991). Fungsi pernafasan kembali ke
fungsi saat wanita tidak hamil pada bulan keenam setelah wanita melahirkan.
Setelah rahim kosong, diafragma menurun, aksis jantung kembali normal, dan
impuls titik maksimum (point of maximum impulse [PMII]) dan EKG kembali normal.
d. Tanda Vital setelah Melahirkan
Temuan Normal Deviasi dari Nilai
Normal dan Penyebab yang Mungkin Temperature Selama 24 jam pertama dapat
meningkat sampai 38 derajat celcius sebagai akibat efek dehidrasi persalinan.
Selama 24 jam wanita harus tidak demam.
e. Denyut Nadi
Denyut nadi dan volume sekuncup
serta curah jantung tetap tinggi selama jam pertama setelah bayi lahir.
Kemudian mulai menurun dengan frekuensi yang tidak diketahui. Pada minggu ke-8
sampai ke-10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum
hamil.
f. Pernafasan
Perafasan harus berada dalam rentang
normal sebelum melahirkan.
g. Tekanan Darah
Tekanan darah sedikit brubah atau
menetap. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan
ingin pingsan segera setelah berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama. Hal
ini merupakan akibat pembengkakan limpa yang terjadi setelah wanita melahirkan.
Diagnosis sepsis puerperal baru dipikirkan, jika suhu tubuh ibu meningkat
sampai 38°C setelah 25 jam pertama setelah bayi lahir dan terjadi lagi atau
menetap selama dua hari. Kemungkinan lain ialah mastitis, endometritis, infeksi
saluran kemih, dan infeksi sistemik. Frekuensi denyut nadi yang cepat atau
semakin meningkat dapat menunjukkan hipovolemia akibat perdarahan.
Hipoventilasi bisa terjadi setelah blok subaraknoid tinggi yang tidak lazim.
Tekanan darah yang rendah atau
menurun bisa menunjukkan hipovolemia akibat perdarahan. Akan tetapi, ini
merupakan tanda yang lambat munculnya. Gejala lain perdarahan biasanya membuat
staf waspada. Tekanan darah yang semakin meningkat bisa disebabkan pemakaian
vasopresor atau obat oksitoksik secara berlebihan. Karena hipertensi akibat
kehamilan (PIH) dapat menetap atau timbul pertama kali pada pascapartum,
evaluasi rutin tekanan darah perlu dilakukan. Apabila wanita mengeluh nyeri
kepala, penyebab hipertensi harus disingkirkan sebelum wanita diberi analgesia.
Apabila tekanan darah menignkat, wanita dianjurkan untuk tetap di tempat tidur
dan dokter diberi tahu.
8.
Komponen
Darah
a. Hematokrit dan Hemoglobin
Selama 72 jam pertama setelah bayi
lahir, volume plasma yang hilang lebih besar daripada sel darah yang hilang.
Penurunan volume plasma dan peningkatan sel darah merah dikaitkan dengan
peningkatan hematokrit pada hari ketiga sampai hari ketujuh pascapartum. Tidak
ada SDM yang rusak selama masa pascapartum, tetapi semua kelebihan SDM akan
menurun secara bertahap sesuai dengan usia SDM tersebut. Waktu yang pasti kapan
volume SDM kembali ke nilai sebelum hamil tidak diketahui, tetapi volume ini
berada dalam batas normal saat dikaji 8 minggu setelah melahirkan (Bowes,1991).
b. Hitung Sel darah Putih
Leukositosis normal pada kehamilan
rata-rata sekitar 12.000/mm3. Selama 10 sampai 12 hari pertama setelah bayi
lahir, nilai leukosit antara 20.000 dan 25.000/mm3 merupakan hal yang umum.
Neutrofil merupakan sel darah puttih yang paling banyak. Keberadaan
leukositosis disertai peningkatan normal laju endap darah merah data
membingungkan dalam menegakkan diagnosis infeksi akut selama waktu ini.
c. Faktor Koagulasi
Faktor-faktor pembekuan dan
fibrinogen biasanya meningkat selama masa hamil dan tetap meningkat pada awal
puerperium. Keadaan hiperkoagulasi, yang bisa diiringi kerusakan pembuluh darah
dan imobilitas, mengakibatkan peningkatan resiko tromboembolisme, terutama
setelah wanita melahirkan secara sesaria. Aktivitas fibrinolitik juga meningkat
selama beberapa hari pertama setelah bayi lahir (Bowes, 1991). Faktor I, II,
VIII, IX, dan X menurun dalam beberapa hari untuk mencapai kadar sebelum hamil.
Produk pemecahan fibrin, yang kemungkinan dilepaskan dari bekas tempat plasenta
juga dapat ditemukan dalam darah maternal.
d. Varises
Varises ditungkai dan disekitar anus
(hemoroid) sering dijumpai pada wanita hamil. Varises, bahkan varises vulva
yang jarang dijumpai, akan mengecil dengan cepat setelah bayi lahir. Operasi
varises tidak dipertimbangkaan selama masa hamil. Regresi total atau mendekati
total diharapkan terjadi setelah melahirkan.
9.
Sistem
Neurologi
Perubahan
neurologis selama puerperium merupakan kebalikan adaptasi neurologis yang
terjadi saat wanita hamil dan disebabkan trauma yang dialami wanta saat
bersalin dan melahirkan. Rasa tidak nyaman neurologis yang diinduksi kehamilan
akan menghilang setelah wanita melahirkan. Eliminasi edema fisiologis melalui
dieresis setelah bayi lahir menghilangkan sindrom carpal tunel dengan
mengurangi kompresi saraf median. Rasa baal dan kesemutan (tingling) periodic
pada jari yang dialami 5% wanita hamil biasanya hilang setelah anak lahir,
kecuali jika mengangkat dan memindahkan bayi memperburuk keadaan. Nyeri kepala
pascapartum bisa disebabkan berbagai keadaan, termasuk hipertensi akibat kehamilan
(PIH), stress, dan kebocoran cairan serebrospinalis ke dalam ruang ekstradural
selama jarum epidural diletakkan di tulang punggung untuk anatesia. Lama nyeri
kepala bervariasi dari satu sampai tiga hari sampai beberapa minggu, tergantung
pada penyebab danefektivitas pengobatan.
10. Sistem Mukuloskeletal
Adaptasi
sitem musculoskeletal ibu yang terjadi selama masa hamil berlangsung secara
terbalik pada masa pascapartum. Adaptasi ini mencakup hal-hal yang membantu
relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat
pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke-8
setelah wanita melahirkan. Akan tetapi, walaupun semua sendi lain kembali ke
keadaan normal sebeluum hamil, kaki wanita tidak mengalami perubahan setelah melahirkan.
Wanita yang baru menjadi ibu akan memerlukan sepatu yang ukurannya lebih besar.
11. Sistem Integumen
Kloasma yang
muncul pada masa hamil biasanya menghilang saat kehamilan berakhir.
Hiperpigmentasi di aerola dan lina nigra tidak menghilang seluruhya setelah
bayi lahir. Pada beberapa wanita, pigmentasi pada daerah tersebut akan menetap.
Kulit yang
meregang pada payudara, abdomen, paha, dan panggul mungkin memudar, tetapi
tidak hilang seluruhnya. Kelainan pembuluh darah seperti spider angioma (nevi),
eritema palmar, dan epulis biasanya berkurang sebagai respons terhadap
penurunan kadar estrogen setelah kehamilan berakhir. Pada beberapa wanita
spider nevi tetap. Rambut halus yang tumbuh dengan lebat pada waktu hamil
biasaya akan menghilang setelah wanita melahirkan, tetapi rambut kasar yang
timbul sewaktu hamil biasanya akan menetap. Konsistensi dan kekuatan kuku akan
kembali pada keadaan sebelum hamil. Diaphoresis ialah perubahan yang paling
jelas terlihat pada integument.
12. Sistem Kekebalan
Kebutuhan
ibu untuk mendapatvaksinasi rubella atau untuk mencegah isoimunisasi Rh
ditetapkan.
C. Kebutuhan Dasar Ibu Nifas
1. Nutrisi dan Cairan
Dahulu biasa untuk membatasi diet wanita masa nifas yang melahirkan
pervaginam,tetapi sekarang diet umum yang menarik dianjurkan.Kalau pada akhir 2
jam setelah melahirkan setelah melahirkan per vaginam tidak ada kemungkinan
komplikasi yang memerlukan anestesi,pasien hendaknya diberikan minum dan makan
jika ia lapar dan haus.Sebaiknya selama menyusui ibu tidak melakukan diet untuk
menghilangkan kelebihan berat badan.Konsumsi makanan dengan menu
seimbang,bergizi dan mengandung cukup kalori berguna untuk produksi ASI dan
mengembalikan tenaga setelah persalinan.Jika ibu menyusui bayi,sebaiknya tidak
mengkonsumsi makanan yang mengandung
alkohol.Obat-obatan dikonsumsi sebatas yang dianjurkan dan tidak
berlebihan.Sebaiknya penggunaan oba tradisional dan obat-obatan selain vitamin
dikonsultasikan dengan dokter/bidan.
Ø Ibu menyusui harus:
·
Mengkonsumsi
tambahan kalori 500 kalori tiap hari.
Jumlah kalori yang dikonsumsi pada ibu menyusui mempengaruhi kuantitas dari
ASI yang diproduksi.Untuk menghasilkan setiap 100 ml susu,ibu memerlukan asupan
kalori 85 kalori.Pada saat minggu pertama dari 6 bulan menyusui(ASI
ekslusif)jumlah susu yang harus dihasilkan oleh ibu sebanyak 750 ml setiap
harinya.Dan mulai minggu kedua susu yang harus dihasilkan adalah sejumlah 600
ml,jadi tambahan jumlah kalori yang harus dikonsumsi oleh ibu adalah 510
kalori.
·
Makan dengan
diet berimbang untuk mendapatkan protein,mineral,dan vitamin yang cukup.
·
Minum
sedikitnya 1-1,5 liter air setiap hari(anjurkan ibu untuk minum setelah setiap
kali selesai menyusui).
·
Makanan yang
dikonsumsi haruslah makanan yang sehat,makanan yang sehat adalah makanan dengan
menu seimbang yaitu yang mengandung
unsur-unsur,seperti sumber tenaga,pengatur dan pelindung.
Ø Sumber
tenaga(energi)
Sumber tenaga diperlukan untuk pembakaran tubuh, pembentukan jaringan baru
serta penghematan protein (jika sumber tenaga kurang proteindigunakan sebagai
cadangan untuk memenuhi kebutuhan energi).Zat gizi yang termasuk sumber tenaga
adalah, yaitu beras, sagu, jagung dan tepung terigu, havermount dan ubi.
Ø Sumber
pembangun
Protein diperlukan untuk pertumbuhan dan pergantian sel sel yang rusakdan mati.Protein
dari makanan harus diubah menjadi asam amino sebelum diserap dalam darah.
Pencernaannya dibantu oleh enzim dalam lambung dan pankreas sebelumdiserap oleh
sel mukosa usus dan dibawa ke hati (hepar) melalui pembuluh darah (vena porta). Sumber protein dapat diperoleh
dari protein nabati dan hewani. Protein nabati anatara lain ikan, udang,
kerang, kepiting, daging ayam, hati, telur, susu, dan keju. Protein nabati
banyak terkandung dalam kacang-kacangan, seperti kacang tanah, kacang merah, kacang hijau, kacang kedelai, tahu dan tempe.
Sumber protein terlengkap terdapat dalam susu, telur, dan keju. Ketiga makanan
tersebut juga mengandung zat kapur, zat besi dan vitamin B.
Ø Sumber
pengatur dan pelindung
Unsur-unsur tersebut digunakan untuk melindungi kelancaran
metabolismedidalam tubuh dari serangan penyakit dan mengatur kelancaran
metabolisme di dalam tubuh. Sumber buah pengatur dan pelindung bisa diperoleh
dari semua jenis sayur dan buah-buahan segar.
Berikut ini beberapa mineral penting:
a.
Zat kapur: Zat kapur dibutuhkan untuk pembentukan tulang. Sumbernya antara lain susu,
keju, kacang-kacangan, dan syuran berdaun hijau.
b.
Fosfor: Fosfor dibutuhkan untuk pembentukan kerangka dan gigi anak. Sumbernya
antara lain susu, keju, kacang-kacangan dan sayuran berdaun hijau.
c.
Zat Besi: Tambahan zat besi sangat penting dalam masa menyusui karena dibutuhkan
untuk kenaikan sirkulasi darah dan sel darah merah sehingga daya angkut oksigen
sehingga mencukupi kebutuhan. Sumber zat besi antara lain kuning telur, hati,
daging, kerang, ikan, kacang-kacangan, dan sayur-sayuran bewarna hijau.
d.
Yodium: Yodium sangat untuk mencegah timbulnya kelemahan mental (terbelakang) dan
kekerdilan fisik yang serius. Sumber yodium adalah minyak ikan, ikan laut dan
garam beryodium.
e.
Kalsium: Ibu menyusui membutuhkan kalsium untuk pertmbuhan gigi dan anak sebagai
sumbernya yaitu susu dan keju.
§ Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya selama 40
hari pasca persalinan.
§ Minum kapsul vitamin A (200.000 unit)agar bisa memberikan vitamin A kepada
bayinya melalui ASI.
2.
Ambulasi
Perubahan penting mulai terjadi dalam penatalaksanaan masa nifas.Ibu nifas
dianjurkan untuk turun dari tempat tidur dalam 24 jam pertama setelah kelahiran
pervaginam.Mobilisasi/ambulasi sangat bervariasi,sangat tergantung pada
komplikasi persalinan,nifas,atau sembuhnya luka(jika ada luka.Jika tidak ada
kelainan lakukan mobilisasi sedini mungkin,yaitu dua jam setelah persalinan
normal.
Pada ibu dengan partus normal ambulasi dini dilakukan paling tidak 6-12 jam
post partum,sedangkan pada ibu dengan partus sectio secarea ambulasi dini
dilakukan paling tidak setelah 12 jam post partumsetelah ibu sebelumnya
beristirahat(tidur).
Ambulasi dilakukan oleh ibu dengan tahapan:miring kiri atau kanan terlebih
dahulu,kemudian duduk dan apabila ibu sudah cukup kuat berdiri maka ibu
dianjurkan untuk berjalan (mungkin ke toilet untuk berkemih). Banyaknya keuntungan dari ambulasi dini dibuktikan oleh sejumlah
penelitian.Para wanita menyatakan bahwa mereka lebih baik dan lebih kuat setelah
ambulasi awal.
Dengan ambulasi dini:
§ Faal usus dan kandung kencing lebih baik
§ Yang paling penting ambulasi dini juga menurunkan banyak frekuensi
trombosis dan emboli paru pada masa nifas
§ Memperlancar sirkulasi darah dan mengeluarkan cairan vagina(lochea).
3.
Eliminasi
· Buang air kecil (bak)
Pengeluaran urin akan meningkat pada 24-48 jam pertama sampai sekitar hari
ke-5 setelah melahirkan.Ini terjadi karena volume darah ekstra yang dibutuhkan
waktu hamil tidak diperlukan lagi setelah persalinan.Oleh karena itu,ibu
belajar berkemih secara spontan setelah melahirkan.Sebaiknya,ibu tidak menahan
buang air kecil ketika ada rasa sakit pada jahitan.Menahan buang air akan
menyebabkan terjadinya bendungan air seni.Keadaan ini dapat menghambat uterus
berkontraksi dengan baik sehingga menimbulkan perdarahan yang berlebihan.Dengan
mengosongkan kandung kemih secara adekuat,tonus kandung kemih biasanya akan
pulih kembali dalam 5-7 hari post partum.
· Buang air besar (bab)
Sulit buang air besar(konstipasi) dapat terjadi karena ketakutan akan rasa
sakit,takut jahitan terbuka,atau karena haemorrhoid.Kesulitan ini dapat dibantu
dengan mobilisasi dini,mengkonsumsi makanan tinggi serat dan cukup minum
sehingga bisa buang air besar dengan lancar.Sebaiknya pada hari kedua ibu sudah
bisa buang air besar.
Jika sudah pada hari ketiga ibu masih belum bisa buang air besar,ibu bisa
menggunakan pencahar berbentuk supositoria .Ini penting untuk
menghindarkan gangguan pada
kontraksi uterus yang dapat menghambat
pengeluaran cairan vagina.
4.
Kebersihan Diri
Untuk mencegah terjadinya infeksi baik pada luka jahitan dan maupun kulit
,maka ibu harus menjaga kebersihan diri secara keseluruhan.Anjurkan kebersihan
seluruh tubuh
a.
Perawatan
Perineum
Mengajarkan ibu bagaimana membersihkan daerah kelamin dengan sabun dan
air.Pastikan bahwa ia mengerti untuk membersihkan daerah di sekitar kan vulva
terlebih dahulu,dari depan ke belakang ,baru kemudian membersihkan daerah
sekitar anus.Nasihatkan kepada ibu untuk membersihkan vulva setiap kali selesai
BAK/BAB.Sarankan ibu untuk mengganti pembalut atau kain pembalut setidaknya dua
kali sehari.Kain dapat digunakan ulang jika telah dicuci dengan baik dan
dikeringkan di bawah matahari atau disetrika.Sarankan ibu untuk mencuci tangan
dengan sabun dan air sebelum dan sesudah membersihkan daerah kelaminnya
b.
Pakaian
Sebaiknya,pakaian terbuat dari bahan yang mudah menyerap keringat karena
produksi keringat menjadi banyak (di samping urin).Produksi keringat yang
tinggi berguna untuk menghilangkan ekstra volume saat hamil.Sebaiknya pakaian agak longgar di
daerah dada sehingga payudara tidak tertekan dan kering.Demikian juga dengan pakaian dalam,agar tidak terjadi iritasi pada daerah sekitarnya
akibat lochea.
c.
Kebersihan
rambut
Setelah bayi lahir mungkin ibu akan mengalami kerontokan pada rambut akibat
gangguan perubahan hormon sehingga keadaannya menjadi lebih tipis dibandingkan
keadaan normal.Jumlah dan lamanya kerontokan berbeda-beda antara Satu wanita
dengan wanita lain.Meskipun demikian,kebanyakan akan pulih kembali setelah beberapa bulan.Cuci
rambut dengan conditioner yang cukup,lalu sisir menggunakan sisir yang
lembut.Hindari penggunaan pengering rambut.
d.
Kebersihan
kulit
Setelah persalinan,ekstra cairan tubuh yang dibutuhkan saat hamil akan
dikeluarkan kembali melalui air seni dan keringat untuk menghilangkan
pembengkakan pada wajah,kaki,betis dan tangan ibu.Oleh karena itu,dalam
minggu-minggu pertama setelah melahirkan,ibu akan merasakan jumlah keringat
yang lebih banyak dari biasanya.Usahakan mandi lebih sering dan jaga agar kulit
tetap kering.
e.
Perawatan
Payudara
Perawatan payudara tidak hanya dilakukan sebelum melahirkan tetapi juga
dilakukan setelah melahirkan.Perawatan yang dilakukan terhadap payudara
bertujuan untuk melancarkan sirkulasi darah dan mencegah tersumbatnya saluran
susu sehingga memperlancar pengeluaran susu.
Agar tujuan perawatan ini dapat tercapai,perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
1)
Lakukan
perawatan payudara secara teratur.
2)
Pelihara
kebersihan sehari-hari
3)
Pemasukan
gizi ibu harus lebih baik dan lebih banyak untuk mencukupi produksi ASI
4)
Ibu harus
percaya diri akan kemampuan dirinya menyusui bayi
5)
Ibu harus
merasa nyaman dan santai
6)
Hindari rasa
cemas dan stress karena kan menghambat refleks oksitosin.
Perawatan
payudara hendaknya dimulai sedini mungki,yaitu 1-2 hari setelah bayi dilahirkan
dan dilakukan dua kali sehari.
v langkah
langkah perawatan payudara
1.
Lakukan
pengompresan pada kedua putting susu dan areola mamae dengan menggunakan kapas
yang telah diolesi minyak kelapa/baby oil.
2.
Bersihkan
putting susu dengan kapas.
3.
Licinkan
kedua telapak tangan dengan minyak.
4.
Sokong
payudara kanan dengan tangan kiri. Lakukan gerakan kecil dengan dua atau tiga
jari tangan mulai dari pangkal payudara dan berakhir dengan gerakan spiral pada
daerah puting susu.
5.
Buatlah
gerakan memutar sambil menekan dari pangkal dan berakhir pada puting susu
diseluruh bagian payudara dan berakhir pada puting susu di seluruh bagian
payudara. Lakukan gerakan seperti ini pada payudara kiri.
6.
Letakkan
kedua telapak tangan diantara dua payudara. Urutlah dari tengah ke atas,
kesamping, lalu kebawah sambil mengangkat kedua payudara. Dan lepas keduanya
perlahan
7.
Kedua
payudara dikompres dengan waslap hangat selama 2 menit, lalu diganti dengan
waslap dingin selama 1 menit, pengompresan dilakukan secara bergantian selama 3
kali berturut-turut dan akhiri dengan kompres air hangat..
8.
Bantu ibu
untuk menggunakan kembali pakaiannya. Dan anjurkan ibu untuk menggunakan BH
yang menyokong payudara.
5.
Istirahat
Anjurkan ibu agar istirahat cukup untuk mencegah kelelahan yang berlebihan.Sarankan ibu untuk kembali ke kegiatan-kegiatan rumah tangga secara perlahan-lahan,serta
untuk tidur siang atau beristirahat selagi bayi tidur.Kurang istirahat akan
mempengaruhi ibu dalam beberapa hal:
-
mempengaruhi
jumlah ASI yang diproduksi
-
memperlambat
proses involusi uterus dan memperbanyak perdarahan
-
menyebabkan
depresi dan ketidakmampuan untuk merawat bayinya dan dirinya sendiri
6.
Seksual
Pada banyak pasangan,perubahan karena kehamilan dapat mengganggu
keseimbangan dalam hubungan mereka,terutama terutama dalam hubungan
seksual.Begitu juga setelah persalinan.Pada masa ini,ibu menghadapi peran baru
sebagai orang tua sehingga sering melupakan perannya sebagai pasangan.Namun
segera setelah ibu merasa percaya diri dengan peran barunya,ia akan menemukan
waktu dan melihat sekeliling serta menyadari bahwa ia sudah kehilangan aspek
lain dalam kehidupannya yang juga penting.
Oleh karena itu,suami perlu memahami perubahan dalam diri istri sehingga
tidak merasa diabaikan.Kerjasama dengan pasangan dalam merawat dan memberikan
kasih sayang pada bayinya sangat dianjurkan.Hubungan seksual dapat dilanjutkan
setiap saat ibu merasa nyaman untuk memulai,dan aktivitas itu dapat dinikmati.
Secara fisik aman untuk memulai hubungan suami isteri begitu darah merah
berhenti dan ibu dapat memasukkan satu atau dua jarinya ke dalam vagina tanpa
rasa nyeri.Begitu darah merah berhenti
dan ibu tidak merasa nyeri,aman untuk memulai melakukan hubungan suami istri
kapan saja ibu siap.
Banyak budaya,yang mempunyai tradisi menunda hubungan suami istri sampai
masa waktu tertentu,misalnya setelah 40 hari atau 6 minggu setelah
persalinan.Keputusan bergantung pada pasangan yang bersangkutan.
7.
Latihan/Senam Nifas
Latihan pasca persalinan dikenal sebagai senam nifas sesungguhnya lebih
sekedar mengencangkan kembali otot-otot yang kendur dan membuang lemak tubuh
yang tidak perlu, banyak lagi manfaat yang didapat dari senam ini sehingga
bidan perlu memberikan penjelasan dan petunjuk senam nifas kepada ibu pasca
persalinan dan keluarganya.Kondisi yang kendor setelah melahirkan harus segera
dipulihkan, karena selain bayi yang dilahirkan membutuhkan kasih sayang dari
seorang ibunya, juga suami yang kita cintai.Untuk itulah pemulihan kondisi
harus dilakukan seawal mungkin sesuai kondisi.
Mobilisasi dan gerakan-gerakan sederhana sudah dapat dimulai selagi ibu
masih berada di klinik atau Rumah Sakit, supaya involusi berjalan dengan baik
dan otot-otot mendapatkan tonus, elastisitas dan fungsinya kembali.
v langkah-langkah
senam nifas
1.
Pemanasan
·
Berdiri
tegak
·
Gerak kepala
kekanan, kekiri
·
Gerak kepala
kebawah
·
Mengangkat
kepala
·
Buka kedua
kaki, tangan direntang, tekuklah lutut sambil mengangkat tumit, kembali
keposisi semula
·
Berdiri tegak,
perut dikencangkan, tangan direntangkan, ayunkan badan kekanan-kekiri
·
Kaki
terbuka, gerakan tangan mendorong kekanan-kekiri
2.
Peregangan
·
Mengencangkan
otot panggul
·
Mengencangkan
otot paha
3.
Inti
·
Memutar
lengan
·
Memutar
pinggang
·
Mengencangkan
paha dan betis
·
Mengecilkan
perut
4.
Pendinginan
v manfaat
senam nifas
Manfaat
latihan secara umum :
a.
Membantu
penyembuhan rahim, perut dan otot pinggul yang
mengalami trauma serta mempercepat kembalinya bagian-bagian tersebut ke
bentuk normal.
b.
Membantu
menormalkan sendi-sendi yang menjadi longgar akibat kehamilan dan persalinan
serta mencegah perlemahan lebih lanjut.
c.
Menghasilkan
manfaat psikologis, menambah kemampuan menghadapi strees dan bersantai sehingga
mengurangi depresi pasca persalinan.
v manfaat latihan Kegel :
a.
Meningkatkan
pengendalian atas urine.
b.
Memperkuat
dasar panggul.
c.
Memperbaiki
respon seksual.
d.
Membuat
jahitan-jahitan lebih cepat merapat satu sama lain.
Manfaat latihan perut dan kaki :
a.
Mengencangkan
otot-otot abdomen.
b.
Mengurangi
risiko sakit punggung dan pinggang.
c.
Mengurangi
varises vena.
d.
Mengurangi
edema kaki.
e.
Mengatasi
kram kaki.
8.
Bonding Attachment
Bounding attachment / ikatan batin adalah suatu proses dimana sebagai hasil dari suatu
interaksi terus menerus antara bayi dan orang tua yang bersifat saling
mencintai, memberikan keduanya pemenuhan emosional dan saling membutuhkan.
Proses ikatan batin antara ibu dengan bayinya ini diawali dengan kasih
sayang terhadap bayi yang dikandung, dan dapat dimulai sejak kehamilan.
Ikatan batin
antara bayi dan orang tuanya berkaitan erat dengan pertumbuhan psikologi sehat
dan tumbuh kembang bayi.Beberapa pemikiran dasar dari keterkaitan ini antara
lain:
·
Keterkaitan atau
ikatan batin ini tidak dimulai saat kelahiran. Tetapi si ibu telah memelihara
bayinya selama kehamilan, baik si ibu maupun si ayah telah berangan-angan
tentang bayi mereka kelak. Hal ini bisa menjadi perasaan positif, negatif,
netral.
·
Kelahiran
merupakan sebuah momen didalam kontinum keterkaitan ibu dengan bayinya ketika
si bayi bergerak keluar dari dalam tubuhnya.
·
Hubungan
antara ibu dan bayi adalah suatu simbiosis yang saling membutuhkan.
·
Rasa cinta
menimbulkan ikatan batin /keterikatan. Untuk memperkuat ikatan ibu dengan bayi
(Marshall Kalus) menyarankan ibu agar menciptakan waktu berduaan bersama bayi
untuk saling mengenal lebih dalam dan menikmati kebersamaan yang disebut
babymoon.
Ada tiga
bagian dasar periode dimana keterikatan antara ibu dan bayi berkembang
1.
Periode
prenatal
Merupakan periode selama kehamilan , dalam masa prenatal ini ketika wanita
menerima fakta kehamilan dan mendefinisikan dirinya sebagai seorang ibu,
memeriksakan kehamilan, mengidentifikasi bayinya sebagai individu yang terpisah
dari dirinya, bermimpi dan berfantasi tentang bayinya serta membuat persiapan
untuk bayi.Para peneliti telah memperlihatkan bahwa melodi yang menenangkan
dengan ritme yang tetap, seperti musik klasik atau blues membantu menenangkan
kebanyakan bayi, sedang sebagian besar dari mereka menjadi gelisah dan
menendang-nendang jika yang dimainkan adalah musik rock, ini berarti bahwa para
ibu dapat berkomunikasi dengan calon bayinya, jadi proses pembentukkan ikatan
batin yang begitu penting dapat dimulai sejak kehamilan.
2.
Waktu
kelahiran dan sesaat setelahnya
Ketika persalinan secara langsung berpengaruh terhadap proses keterkaitan
ketika kelahiran bayi. Keterkaitan pada waktu kelahiran ini dapat dimulai
dengan ibu menyentuh kepala bayinya pada bagian introitus sesaat sebelum
kelahiran, bahkan ketika bayi ditempatkan diatas perut ibu sesaat setelah
kelahiran.Perilaku keterikatan ini seperti penyentuhan si ibu pada bayinya ini
dimulai dengan jari-jari tangan (ekstrimitas) bayi lalu meningkat pada saat
melingkari dada bayi dengan kedua tangannya dan berakhir ketika dia melindungi
keseluruhan tubuh bayi dalam rengkuhan lengannya. Perilaku lain dalam periode
ini meliputi kontak mata dan mengahabiskan waktu dalam posisi en face ( tatap
muka), berbicara dengan bayi, membandingkan bayi dengan bayi yang telah
diimpikannya selama kehamilan ( jenis kelamin) dan menggunakan nama pada bayi.
Keterkaitan ini menyebabkan respon yang menciptakan interaksi dua arah yang
menguatkan antara ibu dan bayinya hal ini difasilitasi karena bayi dalam fase
waspada selama satu jam pertama setelah kelahiran, ini membuat bayi reseptif
terhadap rangsangan.
3.
Postpartum
dan pengasuhan awal
Suatu hubungan berkembang seiring berjalannya
waktu dan bergantung pada partisipasi kedua pihak yang terlibat.Ibu mulai
berperan mengasuh bayinya dengan kasih sayang.Kemampuan untuk mengasuh agar
menghasilkan bayi yang sehat hal ini dapat menciptakan perasaan puas, rasa
percaya diri dan perasaan berkompeten dan sukses terhadap diri ibu.Ada ayah
yang cepat mendapatkan ikatan kuat dengan bayinya adapula yang membutuhkan
waktu agak lama.Ada beberapa faktor yang ikut mempengaruhi terciptanya bounding
salah satunya keterlibatan ayah saat bayi dalam kandungan.Semakin terlibat
ayah, semakin mudah ikatan terbentuk.Perawatan fisik dan pemenuhan kebutuhan
dasar pada masa puerperium harus mengarah pada tercapainya kesehatan yang
baik,dengan upaya bidan diarahkan pada identifikasi dan penatalaksanaan masalah
kesehatan yang muncul pada masa nifas.
D. Komplikasi
1.
Hemoragi
·
Perdarahan
Pasca-Persalinan Primer
Perdarahan per vagina yang melibihi 500 ml setelah
bersalin didefenisikan sebagai perdarahan pasca persalinan, akan tetapi
terdapat beberapa masalah mengenai defenisi ini, yaitu sebagai berikut:
1. Perkiraan
kehilangan darah biasanya tidak sebanyak yang sebenarnya, kadang-kadang hanya
setengah dari yang biasanya. Darah tersebut bercampur dengan cairan amnion atau
dengan urine, darah juga tersebar pada spons, handuk, dan kain di dalam ember,
serta lantai.
2. Volume
darah yang hilang juga bervariasi akibatnya sesuai dengan kadar hemoglobin ibu.
Seseorang ibu dengan kadar Hb normal akan dapat menyesuaikan diri terhadap
kehilangan darah di mana sebaliknya akan berakibat fatal pada ibu yang
mengalami anemia. Akan tetapi, pada kenyataannya seorang ibu yang sehat dan
tidak anemia pun dapat mengalami akibat fatal dari kehilangan darah.
3. Perdarahan
dapat terjadi dengan lambat untuk jangka waktu beberapa jam dan kondisi ini
dapat tidak dikenali sampai terjadi syok.
Beberapa
etiologi dari komplikasi ini adalah atonia uteri dan sisa plasenta (80%),
laserasi jalan lahir (20%), serta gangguan faal pembekuan darah pasca-solusio
plasenta. Berikut adalah faktor resiko dari komplikasi ini:
1. Partus
lama.
2. Overdistensi
uterus (hidramnion, kehamilan kembar, makrosomia).
3. Perdarahan
antepartum.
4. Pasca-induksi
oksitosin atau MgSO4.
5. Korioamnionitis,
6. Mioma
uteri.
7. Anesthesia.
·
Perdarahan Pasca-Persalinan Sekunder
Etiologi utama adalah sebagai berikut:
1.
Proses reepitalisasi plasental site yang
buruk (80%).
2.
Sisa konsepsi atau gumpalan darah.
2. Infeksi masa nifas
Beberapa
bakteri dapat menyebabkan infeksi setelah persalinan. Infeksi masa nifas masih
merupakan penyebab tertinggiangka kematian ibu (AKI). Infeksi luka jalan lahir
pasca-persalinan, biasanya dari endometrium bekas insersi plasenta. Demam dalam
nifas sebagian besar disebabkan oleh infeksi nifas, maka demam dalam nifas
merupakan gejala penting dari penyakit ini. Demam dalam masa nifas sering juga
disebut morbiditas nifas dan merupakan indeks kejadian infeksi nifas. Demam
dalam nifas selain oleh infeksi nifasdapat juga disebabkan oleh pielitis,
infeksi jalan pernapasan, malaria, dan tifus.Morbiditas nifas ditandai dengan
suhu 38oC atau lebih, yang terjadi selama 2 hari berturut-turut.
Kenaikan suhu ini terjadi sesudah 24 jam pascapersalinan dalam 10 hari pertama
masa nifas.
Kejadian
infeksi nifas berkurang antara lain karena adanya antibiotic, berkurangnya
operasi yang merupakan trauma yang berat, pembatasan lamanya persalinan,
asepsis, transfuse darah, dan bertambah baiknya kesehatan umum (kebersihan,
gizi, dan lain-lain).Mikroorganisme penyebab infeksi puerperalis dapat berasal
dari luar (eksogen) atau dari jalan lahir penderita sendiri
(endogen).Mikroorganisme endogen lebih sering menyebabkan
infeksi.Mikroorganisme yang tersering menjadi penyebab ialah golongan streptococcus, basil coli, dan stafilacoccus. Akan tetapi,
kadang-kadang mikroorganisme lain memegang peranan, seperti: Clostridium welchii, Gonococcus, Salmonella
typhii, atau Clostridium tetanii.
3.
Tromboflebitis
dan emboli paru
Tromboflebitis
pascapartum lebih umum terjadi pada wanita penderita varikositis atau yang
mungkin secara genetic rentan terhadap relaksasi dinding vena dan stasis vena.
Kehamilan menyebabkan stasis vena dengan sifat relaksasi dinding vena akibat
efek progesterone dan tekanan pada vena oleh uterus. Kehamilan juga merupakan
status hiperkoagulasi. Kompresi vena selama posisi persalinan atau pelahiran juga
dapat berperan terhadap masalah ini. Tromboflebitis digambarkan sebagai
superficial atau bergantung pada vena apa yang terkena.
4. Hematoma
Hematoma
adalah pembengkakan jaringan yang berisi darah. Bahaya hematoma adalah
kehilangan sejumlah darah karena hemoragi, anemia, dan infeksi. Hematoma
terjadi karena rupture pembuluh darah spontan atau akibat trauma. Pada siklus
reproduktif, hematoma sering kali terjadi selama proses melahirkan atau segera
setelahnya, seperti hematom vulva, vagina, hematoma ligamentum latum uteri.
Kemungkinan
penyebab termasuk sebagai berikut:
1. Pelahiran
operatif.
2. Laserasi
sobekan pembuluh darah yang tidak di jahit selama injeksi local atau pudendus,
atau selama penjahitan episiotomy atau laserasi.
3. Kegagalan
hemostasis lengkap sebelum penjahitan laserasi atau episiotomy.
4. Pembuluh
darah di atas apeks insisi atau laserasi tidak di bending, atau kegagalan
melakukan jahitan pada titik tersebut.
5. Penanganan
kasar pada jaringan vagina kapanpun atau pada uterus selama masase
.E. Penatalaksanaan
Menurut Moechtar Rustam (2002),
perawatan pasca persalinan meliputi:
1.
Keperawatan
a. Mobilisasi
Selama 6 jam
pasca persalinan, ibu harus istirahat dengan posisi tidur terlentang.
Selanjutnya diperkenankan dengan posisi miring kekanan dan kekiri untuk
mencegah terjadinya trombosis dan tromboemboli. Pada hari kedua, ibu
diperbolehkan pulang. Mobilisasi mempunyai variasi, tergantung pada komplikasi
persalinan, nifas dan sembuhnya luka-luka.
b. Diet
Makanan
harus bermutu, bergizi dan cukup. Sebaiknya
mengkonsumsi makanan yang mengandung protein serta makanan yang banyak cairan
seperti sayur-sayuran dan buah-buahan.
c. Miksi
Hendaknya
Buang Air Kecil (BAK) dilakukan sendiri secepatnya .Kadang-kadang wanita
mengalami sulit BAK karena sfingter uretra ditekan oleh kepala janin dan spasme
oleh iritasi sfingter selama persalinan.Bila kandung kemih penuh dan wanita
sulit BAK, sebaiknya dilakukan katerisasi.
d. Defekasi
Buang
Air Besar (BAB) dilakukan 3-4 hari pasca persalinan.Bila masih sulit BAB dan
terjadi obstipasi apalagi BAB keras diberikan obat laktasif peroral atau
perektal.Jika masih belum bisa dilakukan klisma.
e. Perawatan
Payudara (Mammae)
Perawatan
payudara telah dimulai sejak wanita hamil agar puting susu menjadi lemas, tidak
keras dan kering. Hal ini adalah sebagai persiapan untuk menyusui bayi. Bila
bayi meninggal, laktasi harus dihentikan dengan cara : pembalutan mammae sampai
tertekan, pemberian obat estrogen untuk supresi LH (seperti tablet lynoral dan
parlodel). Sangat dianjurkan agar ibu menyusui bayinya sendiri karena sangat
baik untuk kesehatan bayinya.
3. Tes
Diagnostik
Uji
lab rutin yang harus di periksa adalah hemoglobin, hematokrit, sel darah putih
(leukosit). Haemoglobin normal : 12-14 g/dl, Hematokrit : 37-43%, Leukosit
12.000/mm dan urin normal 1500 cc.
4.
Therapi medic
a.
Obat
Analgetik
Digunakan
jika klien merasa pusing dan nyeri yang diakibatkan oleh episiotomy.
b.
Obat
Antipiretik
Digunakan jika klien mengalami peningkatan suhu tubuh
sebagai awal daritanda-tanda infeksi.
c.
Antibiotik
Digunakan untuk ada inflamasi dan infeksi.
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA IBU POST PARTUM
A.
Pengkajian Keperawatan
Adapun pengkajian pada pasien pasca persalinan
normalmeliputi :
1.
Pengkajian
data dasar klien
Tinjau
ulang catatan prenatal dan intraoperatif dan adanya indikasi untuk kelahiran
abnormal. Sedangkan cara pengumpulan data meliputi observasi, wawancara,
pemeriksaan fisik melalui inspeksi, palpasi, auskultasi dan perkusi.
a.
Identitas
klien
1)
Identitas
klien meliputi : nama, usia, status perkawinan, pekerjaan, agama, pendidikan,
suku, bahasa, yang digunakan, sumber biaya, tanggalmasuk rumah sakit dan jam,
tanggal pengkajian, alamat rumah.
2)
Identitas
suami meliputi : nama suami, usia, pekerjaan, agama, pendidikan, suku.
b.
Riwayat
keperawatan
1)
Riwayat
kesehatan
Data yang perlu dikaji antara lain : keluhan utama saat masuk rumah
sakit, faktor-faktor yang mungkin mempengaruhi, adapun yang berkaitandengan
diagnosa yang perlu dikaji dalah peningkatan tekanan darah,eliminasi, mual atau
muntah, penambahan berat badan, edeme, pusing,sakit kepala, diplopia, nyeri
epigastrik.
2)
Riwayat
Kehamilan
Informasi yang dibutuhkan adalah para dan gravida, kehamilan
yangdirencanakan, masalah saat hamil atau antenatalcare (ANC) danimunisasi yang
diberikan pada ibu selama hamil.
3)
Riwayat
Melahirkan
Data yang harus dikaji adalah tanggal melahirkan, lamanya
persalinan,posisi fetus, tipe melahirkan, analgetik, masalah selama
melahirkanjahitan pada perineum dan perdarahan.
4)
Data
bayi
Data yang harus dikaji meliputi jenis kelamin, dan berat badan
bayi.Kesulitan dalam melahirkan, apgar score, untuk menyusui ataupemberian susu
formula dan kelainan kongenital yang tampak pada saatdilakukan pengkajian.
5)
Pengkajian
masa nifas atau post partum pengkajian yang dilakukan meliputi keadaan umum.
Tingkat aktivitas setelah melahirkan, gambaranlochea, keadaan perineum,
abdomen, payudara, episiotomi, kebersihan menyusui dan respon orang terhadap
bayi.
c.
Pemeriksaan
fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan pada ibu masa nifas atau pasca
partumyaitu :
1)
Rambut
Kaji kekuatan rambut klien karena sebab diet yang baik selama masahamil
mempunyai rambut yang kuat dan segar.
2)
Muka
Kaji adanya edema pada muka yang dimanifestasikan dengan kelopakmata
yang bengkak atau lipatan kelopak mata bawah menonjol.
3)
Mata
Kaji warna konjungtiva bila berwarna merah dan basah berarti
normal,sedangkan berwarna pucat berarti ibu mengalami anemia, dan
jikakonjungtiva kering maka ibu mengalami dehidrasi.
4)
Payudara
Kaji pembesaran, ukuran, bentuk, konsistensi, warna payudara dan
kajikondisi putting, kebersihan putting, adanya Asi.
5)
Uterus
Inspeksi bentuk perut ibu mengetahui adanya distensi pada perut,
palpasijuga tinggi fundus uterus, konsistensi serta kontraksi uterus.
6)
Lochea
Kaji lochea yang meliputi karakter, jumlah warna, bekuan darah
yangkeluar dan baunya.
7)
Sistem
perkemihan
Kaji kandung kemih dengan palpasi dan perkusi untuk menentukan adanya
distensi pada kandung kemih yang dilakukan pada abdomenbagian bawah.
8)
Perineum
Pengkajian dilakukan pada ibu dengan menempatkan ibu pada posisisinus
inspeksi adanya tanda-tanda ”REEDA” (
-
Rednesatau
kemerahan,ecchymosisatau perdarahan bawah kulit,
-
Edema
atau bengkak,
-
Dischargeatau
perubahan lochea,
-
Approximationatau pertautan jaringan).
9)
Ektremitas
bawah
Ekstremitas atas dan bawah dapat bergerak bebas, kadang ditemukanedema,
varises pada tungkai kaki, ada atau tidaknya tromboflebitiskarena penurunan
aktivitas dan reflek patela baik.
10) Tanda-tanda vital
Kaji tanda-tanda vital meliputi suhu, nadi, pernafasan dan tekanan
darahselama 24 jam pertama masa nifas atau pasca partum.
d.
Pemeriksaan
penunjang
1)
Jumlah
darah lengkap hemoglobin atau hematokrit (Hb / Ht): mengkajiperubahan dari
kadar pra operasi dan mengevaluasi efek dari kehilangandarah pada pembedahan.
2)
Urinalis
: kultur urine, darah, vaginal, dan lochea, pemeriksaan tambahandidasarkan pada
kebutuhan individual.
B.
Diagnosa keperawatan
1. Resiko
defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan; perdarahan; diuresis;
keringat berlebihan.
2. Perubahan
pola eleminasi BAK (disuria) b/d trauma perineum dan saluran kemih.
3. Perubahan
pola eleminasi BAB (konstipasi) b/d kurangnya mobilisasi; diet yang tidak
seimbang; trauma persalinan.
4. Gangguan
pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan.
5. Gangguan
rasa nyaman (nyeri) b/d peregangan perineum; luka episiotomi; involusi uteri;
hemoroid; pembengkakan payudara.
6. Resiko
infeksi b/d trauma jalan lahir.
7. Resiko
gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara merawat bayi.
C.
Intervensi
1. Resiko
defisit volume cairan b/d pengeluaran yang berlebihan; perdarahan; diuresis;
keringat berlebihan.
Tujuan
: Pasien dapat mendemostrasikan status cairan membaik.
Kriteria
Hasil : Tak ada manifestasi dehidrasi, resolusi edema, haluaran
urine di atas 30 ml/jam, kulit kenyal/turgor kulit baik.
Intervensi |
Rasional |
Pantau: -
Tanda-tanda
vital setiap 4 jam. -
Warna
urine. -
Berat
badan setiap hari. -
Status
umum setiap 8 jam. |
Mengidentifikasi penyimpangan indikasi kemajuan atau penyimpangan dari
hasil yang diharapkan. |
Beritahu dokter bila: haluaran urine < 30 ml/jam, haus, takikardia,
gelisah, TD di bawah rentang normal, urine gelap atau encer gelap |
Temuan-temuan ini menandakan
hipovolemia dan perlunya peningkatan cairan. |
Konsultasi dokter bila manifestasi kelebihan cairan terjadi. |
Mencegah pasien jatuh ke dalam kondisi kelebihan cairan yang beresiko
terjadinya edem paru. |
Pantaucairan masuk dan cairan keluar setiap 8 jam. |
Mengidentifikasi keseimbangan cairan pasien secara adekuat dan
teratur. |
2.
Perubahan
pola eleminasi BAK (disuria) b/d trauma perineum dan saluran kemih.
Tujuan
: Pola eleminasi (BAK) pasien teratur.
Kriteria
Hasil : Eleminasi BAK lancar, disuria tidak ada, bladder
kosong, keluhan kencing tidak ada.
Intervensi |
Rasional |
Kaji haluaran
urine, keluhan serta keteraturan pola berkemih. |
Mengidentifikasi
penyimpangan dalam pola berkemih pasien. |
Anjurkan
pasien melakukan ambulasi dini. |
Ambulasi dini
memberikan rangsangan untuk pengeluaran urine dan pengosongan bladder. |
Anjurkan pasien
untuk membasahi perineum dengan air hangat sebelum berkemih. |
Membasahi
bladder dengan air hangat dapat mengurangi ketegangan akibat adanya luka pada
bladder. |
Anjurkan
pasien untuk berkemih secara teratur. |
Menerapkan
pola berkemih secara teratur akan melatih pengosongan bladder secara teratur. |
Anjurkan
pasien untuk minum 2500-3000 ml/24 jam. |
Minum banyak
mempercepat filtrasi pada glomerolus dan mempercepat pengeluaran urine. |
Kolaborasi
untuk melakukan kateterisasi bila pasien kesulitan berkemih. |
Kateterisasi
membantu pengeluaran urine untuk mencegah stasis urine. |
3. Perubahan
pola eleminasi BAB (konstipasi) b/d kurangnya mobilisasi; diet yang tidak
seimbang; trauma persalinan.
Tujuan : Pola eleminasi (BAB) teratur.
Kriteria
Hasil : pola eleminasi teratur, feses
lunak dan warna khas feses, bau khas feses, tidak ada kesulitan BAB, tidak ada
feses bercampur darah dan lendir, konstipasi tidak ada.
Intervensi |
Rasional |
Kaji pola BAB,
kesulitan BAB, warna, bau, konsistensi dan jumlah. |
Mengidentifikasi
penyimpangan serta kemajuan dalam pola eleminasi (BAB). |
Anjurkan
ambulasi dini. |
Ambulasi dini
merangsang pengosongan rektum secara lebih cepat. |
Anjurkan
pasien untuk minum banyak 2500-3000 ml/24 jam. |
Cairan dalam
jumlah cukup mencegah terjadinya penyerapan cairan dalam rektum yang dapat
menyebabkan feses menjadi keras. |
Kaji bising
usus setiap 8 jam. |
Bising usus
mengidentifikasikan pencernaan dalam kondisi baik. |
Pantau berat
badan setiap hari. |
Mengidentifikasi
adanya penurunan BB secara dini. |
Anjurkan pasien
makan banyak serat seperti buah-buahan dan sayur-sayuran hijau. |
Meningkatkan
pengosongan feses dalam rektum. |
4. Gangguan
pemenuhan ADL b/d immobilisasi; kelemahan.
Tujuan : ADL dan kebutuhan beraktifitas
pasien terpenuhi secara adekuat.
Kriteria
Hasil :
-
Menunjukkan peningkatan dalam
beraktifitas.
-
Kelemahan dan kelelahan berkurang.
-
Kebutuhan ADL terpenuhi secara mandiri
atau dengan bantuan.
-
Frekuensi jantung/irama dan Td dalam
batas normal.
-
Kulit hangat, merah muda dan kering.
Intervensi |
Kriteria Hasil |
Kaji toleransi pasien terhadap
aktifitas menggunakan parameter berikut: nadi 20/mnt di atas frek nadi
istirahat, catat peningaktan TD, dispnea, nyeri dada, kelelahan berat,
kelemahan, berkeringat, pusing atau pinsan. |
Parameter menunjukkan respon fisiologis
pasien terhadap stres aktifitas dan indikator derajat penagruh kelebihan
kerja jantung. |
Tingkatkan istirahat, batasi aktifitas pada dasar
nyeri/respon hemodinamik, berikan aktifitas senggang yang tidak berat. |
Menurunkan kerja miokard/komsumsi oksigen , menurunkan
resiko komplikasi. |
Kaji kesiapan untuk meningkatkan aktifitas contoh:
penurunan kelemahan/kelelahan, TD stabil/frek nadi, peningaktan perhatian
pada aktifitas dan perawatan diri. |
Stabilitas fisiologis pada istirahat penting untuk menunjukkan
tingkat aktifitas individu. |
Dorong memajukan aktifitas/toleransi perawatan diri. |
Konsumsi oksigen miokardia selama berbagai aktifitas
dapat meningkatkan jumlah oksigen yang ada. Kemajuan aktifitas bertahap
mencegah peningkatan tiba-tiba pada kerja jantung. |
Anjurkan keluarga untuk membantu pemenuhan kebutuhan
ADL pasien. |
Teknik penghematan energi menurunkan penggunaan energi
dan membantu keseimbangan suplai dan kebutuhan oksigen. |
Jelaskan pola peningkatan bertahap dari aktifitas,
contoh: posisi duduk ditempat tidur bila tidak pusing dan tidak ada nyeri,
bangun dari tempat tidur, belajar berdiri. |
Aktifitas yang maju memberikan kontrol jantung,
meningkatkan regangan dan mencegah aktifitas berlebihan. |
5. Gangguan
rasa nyaman (nyeri) b/d peregangan perineum; luka episiotomi; involusi uteri;
hemoroid; pembengkakan payudara.
Tujuan : Pasien mendemonstrasikan tidak
adanya nyeri.
Kriteria
Hasil : Vital sign dalam batas normal,
pasien menunjukkan peningkatan aktifitas, keluhan nyeri terkontrol, payudara lembek,
tidak ada bendungan ASI.
Intervensi |
Kriteria Hasil |
Kaji tingkat
nyeri pasien. |
Menentukan
intervensi keperawatan sesuai skala nyeri. |
Kaji kontraksi
uterus, proses involusi uteri. |
Mengidentifikasi
penyimpangan dan kemajuan berdasarkan involusi uteri. |
Anjurkan
pasien untuk membasahi perineum dengan air hangat sebelum berkemih. |
Mengurangi
ketegangan pada luka perineum. |
Anjurkan dan
latih pasien cara merawat payudara secara teratur. |
Melatih ibu
mengurangi bendungan ASI dan memperlancar pengeluaran ASI. |
Jelaskan pada
ibu tetang teknik merawat luka perineum dan mengganti PAD secara teratur
setiap 3 kali sehari atau setiap kali lochea keluar banyak. |
Mencegah
infeksi dan kontrol nyeri pada luka perineum. |
Kolaborasi
dokter tentang pemberian analgesik bila nyeri skala 7 ke atas. |
Mengurangi
intensitas nyeri denagn menekan rangsang nyeri pada nosiseptor. |
6.
Resiko
infeksi b/d trauma jalan lahir.
Tujuan : Infeksi tidak terjadi.
Kriteria
Hasil : Tanda infeksi tidak ada, luka
episiotomi kering dan bersih, takut berkemih dan BAB tidak ada.
Intervensi |
Kriteria Hasil |
Pantau: vital sign, tanda infeksi. |
Mengidentifikasi penyimpangan dan kemajuan sesuai intervensi yang
dilakukan. |
Kaji pengeluaran lochea, warna, bau dan jumlah. |
Mengidentifikasi kelainan pengeluaran lochea secara dini. |
Kaji luka perineum, keadaan jahitan. |
Keadaan luka perineum berdekatan dengan daerah basah mengakibatkan
kecenderungan luka untuk selalu kotor dan mudah terkena infeksi. |
Anjurkan pasien membasuh vulva setiap habis berkemih dengan cara yang
benar dan mengganti PAD setiap 3 kali perhari atau setiap kali pengeluaran
lochea banyak. |
Mencegah infeksi secara dini. |
Pertahankan teknik septik aseptik dalam merawat pasien
(merawat luka perineum, merawat payudara, merawat bayi). |
Mencegah kontaminasi silang terhadap infeksi. |
7.
Resiko
gangguan proses parenting b/d kurangnya pengetahuan tentang cara merawat bayi.
Tujuan : Gangguan proses parenting tidak ada.
Kriteria
Hasil : Ibu dapat merawat bayi secara
mandiri (memandikan, menyusui).
Intervensi |
Kriteria Hasil |
Beri
kesempatan ibu untuk melakukan perawatan bayi secara mandiri. |
Meningkatkan
kemandirian ibu dalam perawatan bayi. |
Libatkan suami
dalam perawatan bayi. |
Keterlibatan
bapak/suami dalam perawatan bayi akan membantu meningkatkan keterikatan batin
ibu dengan bayi. |
Latih ibu
untuk perawatan payudara secara mandiri dan teratur. |
Perawatan
payudara secara teratur akan mempertahankan produksi ASI secara kontinyu
sehingga kebutuhan bayi akan ASI tercukupi. |
Motivasi ibu
untuk meningkatkan intake cairan dan diet TKTP. |
Meningkatkan
produksi ASI. |
Lakukan rawat
gabung sesegera mungkin bila tidak terdapat komplikasi pada ibu atau bayi. |
Meningkatkan
hubungan ibu dan bayi sedini mungkin. |
KASUS
TINJAUAN
KASUS PADA IBU NIFAS PATOLOGIS NY.S DENGAN USIA 22 TAHUN P1A0 3 HARI POST SC
A/E CPD DENGAN BENDUNGAN PAYUDARA DIRUANG NURI RSUD AJIBARANG
NO.REGISTER :
119723
MASUK RB/BPM TANGGAL, JAM : 07 JUNI 2014/ 17.00WIB
TANGGAL,JAM PENGKAJIAN :
10 JUNI 2014 / 20.00 WIB
DIRAWAT
DI :
R.NURI RSUD AJIBARANG
1.
PENGKAJIAN
DATA
A. DATA
SUBJEKTIF
1.
Biodata
Nama
Ibu : Ny. S Tn.
A
Umur : 22 Tahun 29
Tahun
Agama : Islam Islam
Suku /
bangsa : Jawa / Indonesia Jawa / Indonesia
Pendidikan
: SMP SMP
Pekerjaan : Ibu Rumah tangga Buruh
Alamat : Winduaji RT 05/ 04 Banyumas
2.
Alasan
Kunjungan
Pasien
pindahan dari Ruang VK P1A0 Post SC atas indikasi CPD pada tanggal 07 Juni 2014
pukul 17.00 WIB.
3.
Keluhan
Utama
Ibu
mengatakan terasa nyeri dan bengkak pada payudara, ASI tidak lancar. Tidak tampak
kemerahan, payudara terasa panas pada payudara sejak tanggal 10 juni 2014.
4.
Riwayat
Menstruasi
Menarche : 13 tahun.
Siklus : 28 hari. Teratur.
Banyak : 2-3 kali ganti
pembalut/hari.
Lama : 3- 5 hari.
Disminorea : Tidak disminorea
5.
Riwayat
sosial ekonomi dan psikologi
Ibu
mengatakan kawin syah 1 kali pada umur 20 tahun, lama perkawinan 2 tahun,
respon ibu dan keluarga terhadap kelahiran senang, pengambilann keputusan dalam
keluarga suami, adaptasi psikososial selama masa nifas baik.
6.
Riwayat
kehamilan sekarang
-
G1 P0
A0
-
HPHT : 24 Agustus 2013
-
HPL : 31 Mei 2014
-
ANC : 8 X teratur di Bidan dan Rumah
Sakit
TM I : 2 X
TM II : 3 X
TM III: 3 X
-
UK : 40+6 Minggu
-
Imunisasi
TT : Lengkap
TT1 : Saat Capeng
TT2 : Bulan November
7.
Riwayat
persalinan sekarang
Tanggal/
Jam persalinan : 07 Juni 2014/ 12.00
WIB
Tempat
persalinan : IBS RSUD
Ajibarang
Penolong
Persalinan : Bidan dan dr. SPOG
Jenis
persalinan : SC
Komplikasi
Persalinan : CPD
Keadaan
plasenta : Lengkap
Tali
Pusat : tidak ada
lilitan
Bayi :
BB : 3700 gram PB: 51 cm
LK : 36 cm LD:
36 cm
Nilai Apgar : 9.10.10
Masa Gestasi : 40+6 Minggu
8.
Riwayat
KB
Ibu
mengatakan belum pernah menggunakan alat kontrasepsi dan belum ada rencana
pemakaian kontrasepsi apapun.
9.
Riwayat
penyakit yang pernah diderita sekarang/yang lalu
Ibu
mengatakan tidak pernah menderita sakit jantung, hipertensi, DM , Malaria
,Ginjal, Asma, Hepatitis dan tidak ada riwayat operasi abdomen/SC.
10. Riwayat penyakit keluarga
Ibu
mengatakan dalam keluarganya tidak ada yang menderita penyakit Hipertensi,
DM,Asma, dan tidak ada riwayat kembar.
11. ACTIVITY DAILY LIVING
a. Pola Makan dan Minum
Makan : 3 x sehari,
Jenisnya nasi lauk-pauk dan sayur
Porsi 1 piring sedang
Minum : 7 – 8 gelas sehari jenisnya air
putih
Pantangan
makanan tidak ada
b. Pola istirahat
Tidur
siang : 1 jam
Tidur
malam :
6 jam
Keluhan
: Tidak ada keluhan
c.
Pola
Eliminasi
BAB BAK
Frekuensi
: 1 kali sehari 5 kali sehari
Warna : kuning kuning jernih
Bau : khas khas
Konsistensi
: Lunak cair
d. Personal hygiene
Mandi : 2 x sehari
Ganti
pakaian dalam : 2 x sehari
e.
Aktivitas
Pekerjaan sehari –hari : latihan jalan-jalan, latihan BAK secara mandiri, memeras ASI
Keluhan
: tidak ada
Hubungan
seksual : belum melakukan
f.
Menyusui
Tidak
lancar, ibu tidak mengetahui cara menyusui yang benar, tidak mengetahui cara
perawatan payudara dan tidak mengerti tentang ASI Eksklusif.
g.
Kebiasaan
hidup
Ibu
mengatakan tidak pernah merokok, minum-minuman keras, obat terlarang dan minum jamu.
DATA OBJEKTIF
1.
Keadaan
umum: baik kesadaran
:composmentis
Keadaan Emosional : Labil
2.
Tanda-
tanda vital
TD
: 120/80 mmHg
Nadi : 80 x/mnt
Suhu : 37 ºC
Respirasi : 20 x/mnt
3.
Pengukuran
tinggi badan dan berat badan
Tinggi badan :
155 cm
Berat badan :
57 kg
4.
Pemeriksaan
fisik
Postur tubuh : mesomorph
Kepala dan muka
-
Muka : Tidak terlihat pucat, Cloasma
tidak ada ,oedema tidak ada
-
Mata : Conjungtiva merah muda , sclera
Putih
-
Hidung : Bersih, polip tidak ada
-
Gigi&
mulut : Bibir lembab, gusi merah muda
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar tyroid &
limfe
Payudara : Payudara
tampak tegang, tidak terlihat kemerahan, tidak terlihat mengkilap, puting susu menonjol, aerola mammae
hiperpigmentasi, teraba panas dan keras, tidak ada benjolan, colostrum sudah
keluar, tampak meringis saat ASI dikeluarkan.
Abdomen : Abdomen
tampak buncit, terdapat luka operasi SC tertutup kasa, TFU 3 jari diatas
sympisis, kandung kemih kosong.
Genetalia
:
-
Varises
: tidak ada
-
Odema : tidak ada
-
Pembesaran
bartolini : tidak ada
-
PPV : lochea
Sanguinolenta
-
Bekas
luka : tidak ada
-
Anus : Tidak hemoroid
Ekstremitas :
-
Tangan : Tidak ada oedema, kuku pendek,
bersih,
dan tampak merah muda
-
Kaki : Kuku pendek, bersih, tampak
merah muda, tungkai tidak ada oedema,tidak ada varises, human sign negatif.
II.
INTERPRETASI DATA
a. Diagnosa kebidanan :
Ny S 22 tahun P1A0 UK 3 hari post SC atas
indikasi CPD dengan bendungan payudara.
Data Subjektif
-
Ibu mengatakan
berumur 22 tahun
-
Ibu mengatakan
ini kelahiran anak pertamanya dan belum pernah keguguran
-
Ibu mengatakan
melahirkan secara SC atas indikasi CPD pada tanggal 07 Juni 2014
-
Ibu mengatakan payudaranya terasa nyeri dan bengkak pada payudara, ASI tidak lancar. Tidak tampak
kemerahan, payudara terasa panas pada payudara sejak tanggal 10 juni 2014.
Data Objektif
-
KU : baik, kesadaran : composmentis
-
TTV : TD : 120/80 mmHg, N :80 x/mnt,
R : 20 x/mnt,
S : 37 ºC
-
Payudara
tampak tegang, tidak terlihat kemerahan, tidak terlihat mengkilap, puting susu
menonjol, aerola mammae hiperpigmentasi, teraba panas dan keras, tidak ada
benjolan, colostrum sudah keluar, tampak meringis saat ASI dikeluarkan.
b.
Masalah : belum ada rencana pemakaian kontrasepsi
apapun, ibu tidak mengetahui cara menyusui yang benar, tidak mengetahui cara
perawatan payudara dan tidak mengerti tentang ASI Eksklusif
III.DIAGNOSA POTENSIAL DAN
ANTISIPASI
a. Diagnosa Potensial : Mastitis
b. Antisipasi :
perawatan payudara dan ASI Eksklusif
IV. TINDAKAN SEGERA
Tidak ada
V. RENCANA TINDAKAN
Tanggal : 10 Juni 2014
Jam : 20.30 WIB
1.
Beritahu ibu dan keluarga hasil pemeriksaan
yang telah dilakukan
2.
Beritahu tentang
bendungan ASI yang ibu alami
3.
Beritahu pada ibu tentang
ASI Eksklusif
4.
Ajarkan dan berikan contoh pada ibu tentang
cara perawatan payudara untuk mengatasi bendungan ASI
5.
Beritahu pada ibu cara menyusui yang benar
6. Beritahu ibu
macam-macam KB untuk ibu menyusui serta keterbatasan dari masing-masing alat
kontrasepsi tersebut dan anjurkan pada ibu untuk memilih salah satu yang sesuai
dengan keinginan.
7. Observasi
keadaan umum ibu, kondisi payudara dan pengeluaran ASI.
VI. PELAKSANAAN
Tanggal : 10 Juni 2014 Jam : 20.45 WIB
1.
Memberitahu ibu dan keluarga hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan bahwa keadaan umum ibu baik, namun ibu
mengalami bendungan payudara.
2.
Memberitahu tentang
bendungan ASI yang ibu alami yaitu, ASI yang tidak keluar karena adanya
sumbatan saluran ASI sehingga kelenjar ASI membesar atau membengkak dan
menyebabkan rasa nyeri serta ASI tidak keluar.
3.
Memberitahu pada ibu
tentang ASI Eksklusif
ASI
eksklusif adalah pemberian ASI (air susu ibu) sedini mungkin setelah
persalinan, diberikan tanpa jadwal dan tidak diberi makanan lain, walaupun
hanya air putih,sampai bayi berumur 6 bulan.
4.
Mengajarkan dan menyontohkan pada ibu tentang
cara perawatan payudara untuk mengatasi bendungan ASI.
5.
Alat-alat yang digunakan: baby oil, kapas, gelas bersih, 2 buah kom sedang
yang berisi air hangat dan dingin, dua buah washlap, dan handuk.
6.
Memberitahu ibu macam-macam KB untuk ibu
menyusui dan keterbatasannya serta menganjurkan pada ibu untuk memilih salah
satu yang sesuai dengan keinginan.
7.
Mengobservasi keadaan umum ibu, TTV, kondisi
payudara dan pengeluaran ASI.
VII. EVALUASI
Tanggal : 11 Juni 2014 Jam
: 08.00 WIB
1.
Ibu dan keluarga telah mengetahui hasil
pemeriksaan yang telah dilakukan
2.
Ibu telah mengetahui
tentang bendungan ASI yang dialami
3.
Ibu telah mengerti
tentang ASI Eksklusif dan bersedia untuk menerapkannya
4.
Ibu telah diajari dan dicontohkan cara
perawatan payudara untuk mengatasi bendungan ASI dan bisa melakukannya
5.
Ibu telah mengetahui cara menyusui yang benar
dan dapat melakukannya
6. Ibu telah
mengetahui macam-macam KB dan keterbatasannya serta ibu memilih KB Metode
Amenore Laktasi (MAL) agar tetap bisa menerapkan ASI Eksklusif.
7. Telah
dilakukan observasi keadaan umum ibu, kondisi payudara dan pengeluaran ASI
dengan hasil: KU baik, TTV: TD: 120/80 mmHg, N: 80x/ menit, S: 370
C, R: 20x/ menit, bendungan payudara berkurang, dan pengeluaran ASI sudah mulai
lancar.
BAB IV
PEMBAHASAN
Setelah penulis melakukan pengkajian pada ibu nifas Ny. S
dengan bendungan payudara
penulis mendapat perbedaan-perbedaan
antara teori dengan lahan prakek yaitu :
1.
Pengkajian
Pada
tanggal 10 Juni 2014 penulis melakukan pengkajian pada Ny. S
dengan kasus bendungan payudara
ditemukan T : 120/80 mmHg, N : 80 x/menit, R : 20 x/menit, S : 37°C dan ditemukan data dengan
riwayat persalinan SC serta tidak dilaksanakannya rooming in antara ibu dan
bayi. Dari data tersebut maka bisa
disimpulkan bahwa proses bounding attachment antara ibu dan bayi serta proses
laktasi tidak berjalan dengan lancar yang bisa menimbulkan bendungan pada
payudara. Sehingga dalam hal ini tidak ada kesenjangan antara teori dan kasus
dilapangan.
2.
Diagnosa
Diagnosis pada kasus ini ditegakkan berdasarkan
hasil anamnesa dan hasilnya Ny.S usia 22 tahun P1A0 3 hari Post SC a/I
CPD dengan bendungan payudara. Diagnosa ditegakan Bendungan payudara setelah
ditemukan payudara terlihat tegang, keras, bengkak ada nyeri tekan, tidak
terlihat merah serta tidak terlihat mengkilap.
Menurut
teori bahwa untuk menegakkan diagnosa bendungan payudara didasarkan atas suhu
tidak lebih dari 38 o C, terjadi di minggu
pertama post partum, dan adanya nyeri tekan pada payudara. Sehingga dalam hal ini tidak ada kesenjangan antara teori
dan kasus dilapangan.
3.
Identifikasi
Diagnosa dan Masalah Potensial
Masalah
diagnosa atau masalah potensial yang ditegakan adalah Mastitis
4.
Identifikasi
Kebutuhan Akan Tindakan Segera / Kolaborasi
Pada
tahap ini penulis tidak menemukan tindakan segera/ emergency untuk menangani
pasien dengan bendungan ASI
5.
Merencanakan Asuhan yang
Menyeluruh
Pada tahap merencanakan asuhan yang menyeluruh
berpedoman pada teori yaitu dilakukan
observasi keadaan umum dan menyelesaikan factor-faktor penyebab masalah
bendungan ASI itu timbul.
Asuhan yang diberikan pada ibu nifas dengan Bendungan ASI
di RSUD Ajibarang telah sesuai dengan prosedur tetap yang ada,dan prosedur
tetap tersebut sudah sesuai dengan ketentuan.
6.
Pelaksanaan
Dalam
melaksanakan asuhan menurut teori yaitu melakukan breastcare/ perawatan
payudara. Pada Ny. S dilaksanakan
sesuai dengan teori yaitu breastcare/ perawatan payudara.
7.
Evaluasi
Pada
langkah evaluasi penulis telah berhasil melakukan observasi pada bendungan
payudara, KU dan pengeluaran ASI dengan hasil baik.
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Persalinan
adalah proses fisiologis yang akan dialami wanita untuk mengeluarkan hasil
konsepsi yang hidup dari uterus, sedangkan pasca persalinan adalah waktu penyembuhan
untuk kembali kepada keadaan tidak hamil dan penyesuaian terhadap penambahan
keluarga baru mulai dari selesai persalinan sampai kira-kira 6 minggu, tetapi
alat genital baru pulih 3 bulan setelah persalinan.Setelah melakukan pengkajian pada Ny. S penulis tidak
mengalami kesulitan karena selama
penulis melakukan pengkajian klien sangat kooperatif. Sehingga penulis
mendapatkan data sesuai dengan yang dibutuhkan.
Dalam menegakan diagnosa penulis tidak menemukan
adanya kesenjangan antara
teori dengan lahan praktek karena dalam menegakan diagnosa sesuai dengan teori yang ada. Identifikasi Diagnosa
dan Masalah Potensial dalam mengidentifikasi diagnosa dan masalah
potensial penulis tidak menemukan kesenjangan antara teori dengan lahan praktek.
Identifikasi Kebutuhan
akan tindakan segera penulis tidak menemukan tindakan segera/ emergency.
Jadi dapat ditarik kesimpulan bahwa
pada tahap ini tidak ada kesenjangan antara teori dan lahan praktek. Dalam menyusun rencana, penulis menyusun
berdasarkan teori seperti melakukan
breastcare. Untuk pelaksanaan dan evaluasi, penulis juga tidak menemukan
kesenjangan.
B.
Saran
·
Bagi RS
Untuk meningkatkan profesionalisme sehingga pelayanan
pada klien sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan.
· Bagi
Institusi Pendidikan
Diharapkan pendidikan lebih banyak meningkatkan prosedur
belajar mengajar mengenai manajemen
kebidanan karena penulis masih sangat kurang dalam hal
pemahaman tersebut.
Mahasiswa
dapat memahami dan mengerti mengenai konsep
perdarahan post partum, memahami tentang Definisi, Etiologi,
patofisiologi, manifestasi klinis, pemeriksaan penunjang, pemeriksaan fisik dan
dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang tepat pada ibu perdarahan post
partum.Penulis menyadari bahwa makalah ini jauh dari sempurna, namun dalam proses pembuatan makalah penulis
menemukan beberapa macam kendala dan kesulitan dalam pencarian sumber-sumber
dikarenakan belum mampu menemukan suatu hal yang mendeksti sempurna dan tepat
dalam teori. Maka dari itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
penulis harapkan demi untuk mendekati kesempurnaan dalam proses pembuatan
makalah yang penulis susun. Semoga makalah yang penulis susun dapat menjadi
bermanfaat dikemudian harinya.
DAFTAR
PUSTAKA
Champan, Vicky.
(2006). The Midwife’s Labour And Birth Handbook. H.Y Kuncara. (Alih
Bahasa), Jakarta : EGC
Hanifa Wiknjosastro.
(2002). Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP-SP.
http://bidanpurnama.000space.com/DOWNLOAD/20000%20askeb/ASKEB%20NIFAS%20NORMAL.doc
https://www.academia.edu
Manuaba,dkk. 2008. Pengantar
Kuliah Obstetri. EGC : Jakarta
Pilliteri, Adele. (1995).
Pocket Guide For Maternal And Child Health
Prawirohardjo,Sarwono.(2010).Buku
Ilmu Kebidanan.Jakarta : Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Rachimhadhi.T.2005.Ilmu
Kebidanan.Yayasan Bina Pustaka Sarwono Parwirohardjo.Jakarta
Varney,dkk.2008.Buku Ajar
Asuhan Kebidanan Volume 2. EGC : Jakarta