DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN.................................................................................... 1
1.1. Latar belakang......................................................................................... 1
1.2. Tujuan
Makalah...................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
2.1 Pendidikan Kewarganegaraan Masa Depan
(Kemasyarakatan).............. 3
2.2 Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan di Masa Depan...................... 6
BAB III PENUTUP............................................................................................... 9
3.1 Kesimpulan.............................................................................................. 9
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 10
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Pendidikan Kewarganegaraan atau dalam kurikulum 2013
disebut dengan Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan merupakan salah satu
disiplin ilmu sosial. Telah menjadi rahasia umum bahwa ilmu sosial sifatnya
relatif dan tidak seperti ilmu alam yang sifatnya mutlak. Hal ini menjadikan
pendidikan kewarganegaraan dapat saja digoyahkan setiap saat karena tidak
memiliki keajegan seperti halnya ilmu eksak.
Sejarah munculnya Pendidikan Kewarganegaraan pertama
kali tahun 1957 dengan nama “Kewarganegaraan”, yang isinya sebatas hak dan
kewajiban warga negara serta cara-cara memperoleh dan kehilangan status
kewarganegaraan.Sejak munculnya Orde Baru, isi mata pelajaran ini hampir
seluruhnya dibuang karena dianggap idak sesuai lagi dengan tuntutan yang sedang
berkembang. Pada kurikulum 1968, mata pelajaran ini muncul dengan nama
“Kewargaan negara”. sesuai dengan ketetapan MPR No. IV/MPR/1973, mata pelajaran
ini diberubah nama menjadi Pendidikan Moral Pancasila (PMP), materi yang sangat
dominan disini adalah mengenai materi P-4. Pada kurikulum 1984 maupun Kurikulum
1994, Pendidikan Moral Pancasila berganti menjadi Pendidikan Pancasila dan
Kewarganegaraan (PPKn).
Dalam era reformasi, tantangan PPKn semakin berat. P4
dipermasalahkan substansinya, karena tidak memberikan gambaran yang tepat
tentang nilai Pancasila sebagai satu kesatuan. Dengan adanya perubahan UU No. 2
tahun 1989 yang diubah dengan UU No. 2 tahun 2003 tidak dieksplisitkan lagi
nama pendidikan Pancasila, sehingga tinggal Pendidikan Kewarganegaraan. Begitu
pula kurikulum 2004 memperkenalkan istilah Pengganti PPKn dengan
kewarganegaraan / pendidikan kewarganegaraan. Perubahan nama ini juga diikuti
dengan perubahan isi PKn yang lebih memperjelas akar keilmuan yakni politik,
hukum dan moral.
Pada kurikulum 2013 yang baru saja disahkan akhir
tahun 2013 lalu, nama pendidikan kewarganegaraan diganti lagi dengan Pendidikan
Pancasila dan Kewarganegaraan (PPKn). Dalam kurikulum tersebut penekan tentang
sikap (afeksi) begitu ditonjolkan. Persoalanya sekarang adalah bagaimana
menemukan pendekatan yang terbaik untuk menyampaikan berbagai konsep PKn agar
siswa dapat menggunakan dan mengingat lebih lama konsep tersebut. Bagaimana membuka
wawasan berfikir dan beragam dari seluruh siswa agar konsep yang dipelajarinya
dapat dikaitkan dengan kehidupan nyata. Inilah tantangan PKn kedepannya.
Seiring dengan perkembangan Pendidikan Kewarganegaraan itu sendiri diharapkan
akan semakin meningkatkan pengetahuan masyarakat tentang kewaganegaraan dan
warga negara sehingga dapat semakin memperbaiki moral bangsa ini.
1.2. Tujuan Makalah
1. Untuk
mengetahui konsep Tantangan Pendidikan Kewarganegaraan Untuk Masa Depan
BAB II
PEMBAHASAN
2.1
Pendidikan
Kewarganegaraan Masa Depan (Kemasyarakatan)
Pengembangan Pendidikan Kewarganegaraan ke depan
diharapakan dapat berorientasi atau terpusat pada terbentuknya masyarakat sipil
(civil society), dengan cara memperdayakan warga negara melalui proses
pendidikan. Melalui proses pendidikan setiap warga negara dapat diajarkan
bagaimana cara berperan secara aktif dalam sistem pemerintahan negara yang
demokratis.
Print et al (Sunarsono, dkk 2012:108) mengemukakan,
civic education is necessary for the building and consolidation of a democratic
society. Inilah visi PKn yang perlu dipahami oleh guru, siswa, serta masyarakat
pada umumnya. Kedudukan warga negara yang ditempatkan pada posisi yang lemah
dan pasif, seperti pada masa-masa yang lalu, harus diubah pada posisi yang kuat
dan partisipatif. PKn ke depan harus berupaya memperdayakan warganegara agar
mampu berperan aktif dalam negara pemerintahan yang demokratis. Pendidikan
demokrasi menjadi strategis dan mutlak bagi perwujudan masyarakat dan negara
demokrasi. Hal ini sejalan dengan adagium yang menyatakan bahwa demokrasi dalam
suatu negara hanya akan tumbuh subur apabila dijaga oleh warganegara yang
demokratis. Warga negara yang demokratis hanya bisa dibentuk melalui pendidikan
demokratis.
Patrick (Samsuri 2006:38) mengungkapkan secara
skematis, keempat komponen PKn untuk membentuk warga negara demokratis yang
diuraikan sebagai berikut :
- KNOWLEDGE
OF CITIZENSHIP AND GOVERNMENT IN DEMOCRACY (CIVIC KNOWLEDGE)
a. Concepts
and principles on the substance of democracy (Konsep dan Prinsip hakekat
demokrasi)
b. Perennial
issues about the meaning and uses of core idea (Persoalan pokok mengenai arti
dan penggunaan gagasan inti)
c. Continuing
issues and landmark decisions about public policy and constitutional
interpretation (Melanjutkan masalah pokok dan keputusan tentang kebijakan umum
dan tafsiran berdasarkan Undang-undang dasar)
d. Consititutions
and insitutions of representative democratic government (Undang-undang dasar
dan lembaga pemerintahan untuk perwakilan demokrasi)
e. Practices
of democratic citizenship and the roles citizens (Praktek demokrasi
kewarganegaraan dan peran warganegara)
f. History
of democracy in particular states and the throughout the world (Sejarah
demokrasi di negara-negara tertentu dan di seluruh dunia)
- COGNITIVE
SKILLS OF DEMOCRATIC CITIZENSHIP (INTELECTUAL CIVIC SKILSS)
a. Indentifying
and describing information about political and civic life (Mengidentifikasi dan
menggambarkan informasi mengenai kehidupan politik dan umum)
b. Analyzing
and explaining information about political and civic life (Menganalisis dan
menjelaskan informasi mengenai kehidupan politik dan umum)
c. Synthesizing
and explaining information about political and civic life (Mengumpulkan dan
menjelaskan informasi mengenai kehidupan politik dan umum)
d. Evaluating,
taking, and defending positions on public events and issues (Mengevaluasi,
menghasilkan, dan mempertahankan keadaan pada peristiwa dan permasalahan umum)
e. Thinking
critically about conditions of political and civic life (Berpikir kritis
mengenai kondisi kehidupan politik dan umum)
f. Thinking
constructively about how to improve political and civic life (Berpikir secara
konstruktif tentang bagaimana meningkatkan kehidupan politik dan umum)
- PARTICIPATORY
SKILLS OF DEMOCRATIC CITIZENSHIP (PARTICIPATORY CIVIC SKILLS)
a. Interacting
with other citizens to promote personal and common interest (Berinteraksi
dengan warga negara lain untuk memajukan kepentingan pribadi dan umum)
b. Monitoring
public events and issues (Memantau peristiwa dan permasalahan umum)
c. Deliberating
and making decisions on public issue (Merundingkan dan membuat keputusan
mengenai masalah-masalah umum)
d. Implementing
policy decision on public issue (Melaksanakan keputusan politik mengenai
masalah-masalah umum)
e. Taking
action to improve political and civic life (Mengambil tindakan untuk
memperbaiki kehidupan politik dan umum)
- VIRTUES
AND DISPOSITIONS OF DEMOCRATIC CITIZENSHIP (CIVIC DISPOSITIONS)
a. Affirming
the common and equal humanity and dignity of each person (Menyatakan kesamaan
derajat dan martabat umat manusia untuk setiap orang)
b. Respecting,
proctecting, and exercising right possessed equally by each person
(Menghormati, melindungi, dan menggunakan hak yang dimiliki untuk setiap orang)
c. Participating
responsibly in the political and civic life of the community (Berpartisipasi
dengan bertanggung jawab dalam kehidupan politik dan masyarakat)
d. Practicing
self-government and supporting government by consent of the governed
(Menjalankan pemerintahan sendiri dan mendukung pemerintah dengan persetujuan
dari yang mengatur)
e. Exemplifying
the moral traits of democratic citizenship (Mencontohkan ciri-ciri moral
kewarganegaraan demokratis)
f. Promoting
the common good (Mempromosikan kepentingan umum)
Dari paparan konseptual komponen kajian PKn menurut
Patrick (Samsuri 2006:39) tersebut, secara ringkas warga negara yang demokratis
memiliki ciri-ciri penguasaan secara komprehensif dalam hal pengetahuan
mengenai kewarganegaraan dan pemerintahan demokratis, kecakapan intelektual
(kognitif) dan partisipasi dalam hal kewarganegaraan demokratis, dan karakter
kewarganegaraan demokratis. Komponen tersebut tidak mungkin bisa muncul begitu
saja pada diri individu warga negara, sehingga perlu proses habitation,
pembelajaran.
2.2
Tantangan
Pendidikan Kewarganegaraan di Masa Depan
Saat ini, negara sedang berkoar-koar tentang
pembentukan karakter dan penerapan rasa nasionalisme yang lebih nyata di setiap
lini kehidupan masyarakat, khususnya di bidang pendidikan. Lebih utama lagi
dalam bidang Pendidikan Kewarganegaraan.
Tantangan mengajar Pendidikan Kewarganegaraan di era milenial saat ini
butuh usaha keras. Justru tantangan tersebut bukan datang dari materi atau
kurikulum pendidikan kewarganegaraan itu sendiri. Melainkan dari kualitas
sumber daya manusia yang kompeten, yaitu guru.
Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta
tanah air. Selanjutnya,
Pendidikan Kewarganegaraan di lingkup sekolah
juga mengembangkan misi sebagai pendidikan bela negara, pendidikan multikultural, pendidikan lingkungan hidup,
pendidikan hukum, dan pendidikan anti korupsi.
Bila anda pengajar yang "konvensional", maka
materi yang anda sampaikan ke anak didik juga akan konvensional. Hasil
yang diperoleh adalah anak didik dengan
rasa nasionalisme yang konvensional
pula. Dalam artian, anak didik hanya mampu mendengarkan ceramah dan
akan segera melupakannya saat mereka
sudah keluar kelas atau berganti mata
pelajaran. Ibarat seperti angin lalu bagi mereka. Inilah sebabnya,
banyak anak didik yang menyepelekan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan
bila masih mengajar dengan gaya ajar yang lama dan monoton.
Ingat, dunia selalu bergerak. Ojek yang dulu hanya
bisa mangkal, sekarang serba online dan
serba bisa. Dulu beli tiket kereta dan pesawat antri panjang (on the spot),
sekarang sudah praktis hanya sekali
sentuh dan bisa order jauh hari. Semua serba digital, maju, online, update dan
mengikuti kebutuhan masyarakat milenial. Begitu pula seharusnya gaya ajar Pendidikan
Kewarganegaraan, lebih modern, canggih,
update dan online.
Di jaman yang serba digital ini, akan lebih mudah
mengajarkan ilmu dan materi pendidikan kewarganegaraan dengan sarana internet.
Segala sumber, contoh-contoh kasus, infografis, link, kejadian nyata, atau bahkan sekedar tayangan mendidik
dan menarik akan membuat anak didik
lebih menghayati.
- Tiga
Komponen Pendidikan Kewarganegaraan
Bagaimana mengajarkan anti korupsi bila anak didik
kita tidak tahu wujud tentang KPK dan
kasus-kasus korupsi yang ada? Bagaimana
anda mengajarkan bela negara apabila anak didik tak memahami budaya,
letak geografis dan lembaga negara Indonesia secara nyata? Bagaimana anda mengajarkan baik dan buruknya media sosial,
apabila anda tidak paham dan tidak memiliki akses media sosial (facebook, line,
twitter, dsb)?
Padahal ada tiga komponen utama Pendidikan
Kewarganegaraan, yaitu pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills),
dan sikap kewarganegaraan (civic
disposition).
Di era milenial ini, ketiga komponen tersebut akan
lebih mudah dicerna dan diresapi anak
didik dengan contoh nyata dan realis.
Tidak sekedar ceramah yang membosankan dan bikin kantuk.
Logikanya, anak didik milenial yang memiliki lebih
banyak pengetahuan dan sikap
kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang
percaya diri (civic competence). Kemudian warga negara yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan
kewarganegaraan akan menjadi warga negara milenial yang mampu (civic competence). Selanjutnya,
warga negara milenial yang memiliki sikap dan keterampilan akan menjadi warga
negara milenial yang komitmen (civic
commitment).
Dan pada akhirnya, warga negara
milenial yang memiliki pengetahuan, sikap dan keterampilan kewarganegaraan akan
menjadi warga negara milenial yang
cerdas dan baik ( smart and good citizenship). Itulah tujuan akhir
mengajar Pendidikan Kewarganegaraan di
era milenial, bila didukung juga oleh
"smart and good teacher". Ubah gaya ajar konvensional anda,
menjadi gaya ajar "modern and milenial". Ingat, Pancasila is a living ideology.
Padahal ada tiga komponen utama Pendidikan
Kewarganegaraan, yaitu pengetahuan
kewarganegaraan (civic knowledge), keterampilan kewarganegaraan (civic skills),
dan sikap kewarganegaraan (civic
disposition).
Di era milenial ini, ketiga komponen tersebut akan
lebih mudah dicerna dan diresapi anak
didik dengan contoh nyata dan realis.
Tidak sekedar ceramah yang membosankan dan bikin kantuk.
Logikanya, anak didik milenial yang memiliki lebih
banyak pengetahuan dan sikap
kewarganegaraan akan menjadi warga negara yang
percaya diri (civic competence). Kemudian warga negara yang
memiliki pengetahuan dan keterampilan
kewarganegaraan akan menjadi warga negara milenial yang mampu (civic competence). Selanjutnya,
warga negara milenial yang memiliki
sikap dan keterampilan akan menjadi warga negara milenial yang komitmen
(civic commitment).
Dan pada
akhirnya, warga negara milenial yang memiliki pengetahuan, sikap dan
keterampilan kewarganegaraan akan menjadi warga negara milenial yang cerdas dan baik ( smart and good
citizenship). Itulah tujuan akhir mengajar
Pendidikan Kewarganegaraan di era milenial, bila didukung juga oleh "smart and good teacher". Ubah gaya
ajar konvensional anda, menjadi gaya ajar "modern and milenial".
Ingat, Pancasila is a living ideology.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk
membentuk peserta didik menjadi manusia
yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta
tanah air. Selanjutnya,
Pendidikan Kewarganegaraan di lingkup sekolah
juga mengembangkan misi sebagai pendidikan bela negara, pendidikan multikultural, pendidikan lingkungan hidup,
pendidikan hukum, dan pendidikan anti korupsi.
Bila anda pengajar yang "konvensional", maka
materi yang anda sampaikan ke anak didik juga akan konvensional. Hasil
yang diperoleh adalah anak didik dengan
rasa nasionalisme yang konvensional
pula. Dalam artian, anak didik hanya mampu mendengarkan ceramah dan akan segera melupakannya saat mereka sudah keluar
kelas atau berganti mata pelajaran.
Ibarat seperti angin lalu bagi mereka. Inilah sebabnya, banyak anak didik yang
menyepelekan mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan bila masih mengajar
dengan gaya ajar yang lama dan monoton
DAFTAR PUSTAKA
Paulus Wahana,
1993. Filsafat Pancasila. Yogyakarta : Kanisius Nana Syaodih. S, 2005. Landasan
Psikologis Proses Pendidikan. Bandung: remaja Rosdakarya
François Audigier.
2000. “Basic Concepts and Core Competencies for Education For Democratic
Citizenship”. Article Education for Democratic Citizenship : University of
Geneva, Switzerland
Kaelan, Achamd. Z, 2007. Pendidikan Kewarganegaraan,
Paradigma : Yogyakarta
Samsuri. 2006.
“Pembentukan Warga Negara Demokratis Dalam Pembelajaran Pendidikan
Kewarganegaraan” Jurnal Pemikiran dan Penelitian Kewarganegraan: PKn Progresif,
Vol. 1, No. 1: Jurusan PKn, FKIP Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Samsuri. 2013.
“Paradigma Pendidikan Kewarganegaraan Dalam Kurikulum 2013” Makalah Kuliah Umum
Program Studi PPKn, FKIP Universitas Ahmad Dahlan. Yogyakarta.
Sunarsona, Sodiq,
dan Gafur. 2012 “Dinamika Pendidikan Kewarganegaran di Indonesia” Jurnal Ilmiah
Pendidikan: Cakrawala Pendidikan, Th. XXXI, Edisi Khusus Dies Natalis UNY:
LPPMP UNY.
Wahab, A. A,
Sapriya, 2007. Teori dan Landasan Pendidikan Kewarganegaraan. Bandung : UPI
Press
Peraturan Menteri
Pendidikan Pendidikan Dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor 67 Tahun 2013
Tentang Kerangka Dasar Dan Struktur Kurikulum
Sekolah Dasar/Madrasah Ibtidaiyah.
No comments:
Post a Comment