DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR........................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
BAB II STATUS PASIEN.................................................................................... 2
2.1. Identitas Pasien................................................................................... 2
2.2. Anamnesa .......................................................................................... 2
2.3. Pemeriksaan Fisik .............................................................................. 3
2.4. Pemeriksaan Oftalmologi.................................................................... 3
2.5. Resume............................................................................................... 5
2.6. Pemeriksaan Penunjang...................................................................... 5
2.7. Diagnosis Banding.............................................................................. 5
2.8. Diagnosis kerja.................................................................................... 5
2.9. Penatalaksanaan.................................................................................. 5
2.10. Prognosis ............................................................................................ 6
BAB III TINJAUAN PUSTAKA........................................................................ 7
3.1 Anatomi Dan Fisiologi........................................................................ 7
3.1.1 Anatomi Lensa........................................................................ 7
3.1.2 Fungsi Lensa........................................................................... 8
3.2 Katarak .............................................................................................. 9
3.2.1 Definisi.................................................................................... 9
3.2.2 Etiologi ................................................................................. 10
3.2.3 Epidemiologi ........................................................................ 11
3.2.4 Patofisiologi ......................................................................... 12
3.2.5 Diagnosis .............................................................................. 12
3.2.6 Diagnosis banding ................................................................ 13
3.2.7 Penatalakasanaan ................................................................. 14
3.2.8 Komplikasi ........................................................................... 15
3.2.9 Prognosis .............................................................................. 15
BAB IV PEMBAHASAN................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Sebelum di operasi katarak................................................................... 4
Gambar 2.2 Setelah di operasi katarak..................................................................... 7
Gambar 3.1 Anatomi Lensa..................................................................................... 7
Menurut
World Health Organization (WHO) katarak adalah penyebab kebutaan dan gangguan
paling sering ditemukan. Pada tahun 2002, WHO memperkirakan bahwa angka
kebutaan yang reversible akibat katarak terjadi pada lebih dari 17 juta (47.8%)
dari 37 juta populasi yang menderita kebutaan dan diperkirakan akan mencapai
angka 40 juta pada tahun 2020.
Katarak adalah kekeruhan dan perubahan warna lensa.
Istilah katarak secara klinis biasanya diberikan untuk kekeruhan yang
mempengaruhi ketajaman penglihatan karena kebanyakan lensa yang normal mempunyai
kekeruhan yang tidak bermakna secara visual.Umumnya penyebab katarak adalah
proses degeneratif yang berhubungan dengan umur, faktor penyebab lain meliputi
metabolik, trauma, inflamasi, kurang gizi serta pengaruh kortikosteroid.
BAB II
2.1.
Identitas
Pasien
Nama : Muzawir Rahmi
Umur : 22 tahun
Jenis
kelamin : Laki-Laki
Alamat : Neusu, Banda Aceh
Pekerjaan : Pekerja
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Tanggal
pemeriksaan : 12 – 10 – 2021
2.2.
Anamnesa
Keluhan Utama :
Pandangan
terasa kabur pada mata kiri
Keluhan Tambahan :
Tidak
ada
Riwayat Penyakit
Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan mata kiri terasa kabur. Keluhan ini sudah dirasakan pasien sejak
10 tahun yang lalu
sebelumnya pasien pernah terbentur kawat di mata sebelah kiri. Sebulan setelah
kejadian tersebut pasien mengeluhkan pandangan kabur.
Saat dilakukan pemeriksaan visus, didapatkan mata kanan myopia, dan mata kiri
1/tak terhingga.
Riwayat Penyakit Dahulu
:
-
Pasien pernah
terbentur kawat di mata sebelah kiri
Riwayat penyakit Keluarga :
-
DM (-)
-
Hipertensi (-)
-
Ayah pasien
menderita Katarak
Riwayat pengobatan : Disangkal
2.3.
Pemeriksaan
Fisik
Keadaan
umum : Baik
Kesadaran : compos mentis
Vital
Sign :
· Tekanan
darah : Tidak dilakukan pemeriksaan
· Nadi : Tidak dilakukan
pemeriksaan
· Pernapasan : Tidak dilakukan pemeriksaan
· Suhu : Tidak dilakukan
pemeriksaan
2.4.
Pemeriksaan
Oftalmologi
Pemeriksaan |
Oculi
Dextra |
Oculi
Sinistra |
Acies Visus |
0,25 |
1/∞ |
Koreksi |
Tidak ada
kelainan |
Tidak ada
kelainan |
Supersilia |
Normal |
Normal |
Silia |
Edema
(-) Hematoma
(-) |
Edema
(-) Hematoma
(-) |
Palpebral
(Superior/Inferior) |
Edema
(-) Hematoma
(-) |
Edema
(-) Hematoma
(-) |
Conjungtiva
Tarsalis |
Hiperemis
(-) Papil
(-) Folikel
(-) |
Hiperemis
(-) Papil
(-) Folikel
(-) |
Konjungtiva
Forniks |
Hiperemis
(-) |
Hiperemis
(-) |
Konjuntiva
Bulbi |
Injeksi
siliar (-) Injeksi
konjungtiva (-) Pinguekula
(-) Fibrovaskular
(-) Sekret
(-) |
Injeksi
siliar (-) Injeksi
konjungtiva (-) Pinguekula
(-) Fibrovaskular
(+) Sekret
(-) |
Cornea |
Kejernihan
(+) Infiltrat
(-) Ulkus
(-) Sikatrik
(-) Neovaskular
(-) Fibrovaskular
(-) Sensibilitas
(-) Arcus
Senilis (-) Edema
(-) Tes Fluorescent (-) |
Kejernihan
(+) Infiltrat
(-) Ulkus
(-) Sikatrik
(-) Neovaskular
(-) Fibrovaskular
(-) Sensibilitas
(-) Arcus
Senilis (-) Edema
(-) Tes Fluorescent (-) |
Bilik Mata Depan |
Kedalaman
: sedang Hipopion
(-) Hifema
(-) |
Kedalaman
: sedang Hipopion
(-) Hifema
(-) |
Iris |
Neovaskularisasi
(-) Sinekia
(-) Atropi
(-) Kripta
(-) |
Neovaskularisasi
(-) Sinekia
(-) Atropi
(-) Kripta
(-) |
Pupil |
Isokor RAPD
(-) RCL
(+) RCTL
(+) |
Isokor RAPD
(-) RCL
(+) RCTL
(+) |
Lensa |
Jernih |
Keruh |
Tonometri |
Tidak
dilakukan pemeriksaan |
Tidak dilakukan pemeriksaan |
Funduscopy |
Tidak
dilakukan pemeriksaan |
Tidak
dilakukan pemeriksaan |
Konfrontasi |
Tidak
dilakukan pemeriksaan |
Tidak
dilakukan pemeriksaan |
Anal
Test |
Tidak
dilakukan pemeriksaan |
Tidak
dilakukan pemeriksaan |
Tes
Fluorescent |
Tidak
dilakukan pemeriksaan |
Tidak
dilakukan pemeriksaan |
Shadow
Test |
- |
+ |
Oculi sinistra
Gambar 2.1 Sebelum di operasi katarak
Gambar 2.2 Setelah di operasi katarak
2.5.
Resume
Pasien
datang dengan keluhan mata
kiri terasa kabur. Keluhan ini sudah dirasakan pasien sejak
10 tahun yang lalu sebelumnya pasien
pernah terbentur kawat di mata sebelah kiri.,Sebulan setelah kejadian tersebut pasien mengeluhkan
pandangan kabur.. Saat dilakukan pemeriksaan visus,
didapatkan mata kanan myopia, dan mata kiri 1/tak terhingga. Kornea jenih (+), kedalaman bilik mata depan sedang,
pupil isokor ODS, RCl (+), RCTL (+), lensa oculli sinistra keruh.
2.6.
Pemeriksaan
Penunjang
Tidak
dilakukan pemeriksaan
2.7.
Diagnosis
Banding
Katarak juvenil
2.8.
Diagnosis
kerja
katarak Traumatik oculli sinitra
2.9.
Penatalaksanaan
Non
Farmakologi
1. Jangan Mengucek mata
2. Menhindari kontak cahaya matahari secara langsung
3. Memakai Obat teratur
4. Makan makanan yang bernutrisi
Farmakologi
1.
.
2.
.
3.
.
2.10.
Prognosis
|
Ocular Dextra |
Ocular Sinistra |
Quo
Ad Vitam |
Dubia ad bonam |
Dubia ad bonam |
Quo
Ad Sanationum |
Dubia ad bonam |
Dubia ad bonam |
Quo
Ad Fungsionium |
Dubia ad bonam
|
Dubia ad bonam
|
BAB III
3.1
Anatomi Dan Fisiologi
3.1.1
Anatomi Lensa
Pada manusia,
lensa mata bikonveks, tidak mengandung pembuluh darah, tembus pandang, dengan
diameter 9 mm, dan tebal sekitar 5 mm. Lensa terdiri dari kapsul, epitel lensa,
korteks dan nukleus. Di bagian depan, lensa berhubungan dengan cairan bilik
mata, ke belakang berhubungan dengan badan kaca. Di belakang iris, lensa
digantung pada prosesus siliaris oleh zonula Zinii (ligamentum suspensorium
lentis), yang melekat pada ekuator lensa, serta menghubungkannya dengan korpus
siliare. Zonula Zinni berasal dari lamina basal epitel tidak berpigmen prosesus
siliare. Zonula Zini melekat pada bagian ekuator kapsul lensa, 1,5 mm pada
bagian anterior dan 1,25 pada bagian posterior.
Gambar
3.1
Anatomi
Lensa
Permukaan lensa
pada bagian posterior lebih cembung daripada permukaan anterior. Di sebelah
anterior lensa terdapat humor akuous dan di sebelah posteriornya korpus
vitreus. Lensa diliputi oleh kapsula lentis, yang bekerja sebagai membran
semipermeabel, yang melalukan air dan elektrolit untuk makanannya. Di bagian
anterior terdapat epitel subkapsuler sampai ekuator.
Di kapsul anterior depan terdapat
selapis epitel subkapsular. Epitel ini berperan dalam proses metabolisme dan
menjaga sistem normal dari aktivitas sel, termasuk biosintesa dari DNA, RNA,
protein dan lipid.
Substansi lensa
terdiri dari nukleus dan korteks, yang terdiri dari lamellamel panjang yang
konsentris. Nukleus lensa lebih keras daripada korteksnya. Sesuai dengan
bertambahnya usia, serat-serat lamellar subepitel terus diproduksi, sehingga
lensa lama-kelamaan menjadi lebih besar dan kurang elastik. Nukleus dan korteks
terbentuk dari lamellae konsentris yang panjang. Tiap serat mengandung inti,
yang pipih dan terdapat di bagian pinggir lensa dekat ekuator, yang berhubungan
dengan epitel subkapsuler. Serat-serat ini saling berhubungan di bagian
anterior. Garis-garis persambungan yang terbentuk dengan persambungan lamellae
ini ujung-ke-ujung berbentuk {Y} bila dilihat dengan slitlamp. Bentuk {Y} ini
tegak di anterior dan terbalik di posterior (huruf Y yang terbalik).
Sebanyak 65%
bagian dari lensa terdiri dari air, sekitar 35% protein (kandungan protein
tertinggi di antara jaringan-jaringan tubuh), dan sedikit sekali mineral yang
biasa ada di jaringan tubuh lainnya. Protein lensa terdiri dari water soluble
dan water insoluble. Water soluble merupakan protein intraseluler yang terdiri
dari alfa (α), beta (β) dan delta (δ) kristalin, sedang yang termasuk dalam
water insoluble adalah urea soluble dan urea insoluble. Kandungan kalium lebih
tinggi di lensa daripada di kebanyakan jaringan lain. Seperti telah disinggung
sebelumnya, tidak ada serat nyeri, pembuluh darah atau saraf di lensa.
3.1.2
Fungsi
Lensa
Fungsi utama
lensa adalah memfokuskan berkas cahaya ke retina. Supaya hal ini dapat dicapai,
maka daya refraksinya harus diubah-ubah sesuai dengan sinar yang datang sejajar
atau divergen. Perubahan daya refraksi lensa disebut akomodasi. Hal ini dapat
dicapai dengan mengubah lengkungnya lensa terutama kurvatura anterior.
Untuk
memfokuskan cahaya yang datang dari jauh, otot-otot siliaris relaksasi,
menegangkan serat zonula dan memperkecil diameter anteroposterior lensa sampai
ukurannya yang terkecil; dalam posisi ini, daya refraksi lensa diperkecil
sehingga berkas cahaya pararel akan terfokus ke retina. Untuk memfokuskan
cahaya dari benda dekat, otot siliaris berkontraksi sehingga tegangan zonula
berkurang. Kapsul lensa yang elastik kemudian mempengaruhi lensa menjadi lebih
sferis diiringi oleh daya biasnya. Kerjasama fisiologik antara korpus siliaris,
zonula dan lensa untuk memfokuskan benda dekat ke retina dikenal sebagai
akomodasi. Seiring dengan pertambahan usia, kemampuan refraksi lensa
perlahan-lahan akan berkurang.
Pada foetus,
bentuk lensa hampir sferis dan lemah. Pada orang dewasa lensanya lebih padat
dan bagian posterior lebih konveks. Proses sklerosis bagian sentral lensa,
dimulai pada masa kanak-kanak dan terus berlangsung secara perlahan-lahan
sampai dewasa dan setelah ini proses bertambah cepat dimana nukleus menjadi
lebih besar dan korteks bertambah tipis. Pada orang tua lensa menjadi lebih
besar, lebih gepeng, warna kekuning-kuningan, kurang jernih dan tampak sebagai
“grey reflex” atau “senile reflex”, yang sering disangka katarak, padahal
salah. Karena proses sklerosis ini, lensa menjadi kurang elastis dan daya
akomodasinya pun berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia, pada orang
Indonesia dimulai pada umur 40 tahun.
3.2.1
Definisi
Katarak
merupakan suatu keadaan dimana terjadi penurunan kejernihan pada lensa yang
menyebabkan kelemahan atau penurunan data penglihatan. Katarak berasal dari
Bahasa Yunani yaitu Kataarhakies yang berarti air terjun karena dahulu
diperkirakan katarak terjadi akibat adanya cairan yang membeku yang berasal
dari otak kemudian mengalir ke depan lensa.
Klasifikasi berdasarkan kriteria katerak
dibedakan menjadi :
1.
Waktu terjadinya (katarak yang didapat dan
katarak kongenital )
2.
Maturitas atau kematangan
3.
Morfologi
Katarak
dapatan :
Ø Katarak senil
, merupakan katarak yang terkait dengan usia dimana menjadi jenis yang paling
banyak ditemukan setelah mencapai usia diatas 50 tahun dan sekitar usia 70
tahun didapatkan sekitar 90%. Kondisi ini biasanya terjadi bilateral, tetapi
juga ditemukan unilateral.
Ø Katarak
juvenile, Kelanjutan dari katarak kongenital Katarak yang
terjadi pada usia diatas 1 tahun kurang dari 50 tahun. Kekeruhan lensa katarak
juvenil pada saat masih terjadi perkembangan serat lensa sehingga konsistensiya
lembek seperti bubur (soft cataract) Katarak juvenil biasanya merupakan
penyulit penyakit sistemik ataupun penyakit metabolik
Ø Katarak
kongenital, Katarak kongenital didefinisikan
apabila terdapat kekeruhan lensa saat lahir atau segera setelah lahir Penyebab
katarak kongenital
Ø Idiopatik,
ü herediter,
ü gangguan kromosom,
ü gangguan metabolisme,
ü infeksi
Maturitas dan
kematangan :
Kematangan |
Immature |
Matur |
Hipermatur |
Kekeruhan / cairan lensa |
Sebagian/ bertambah |
Seluruh |
Masif/berkurang (air+lensa keluar) |
Iris |
Terdorong |
Normal |
Tremulans |
Bilik mata depan |
Dangkal |
Normal |
Dalam |
Sudut bilik mata |
Sempit |
Normal |
Terbuka |
Shadow test |
Positif |
Negatif |
Pseudopos |
Penyulit |
Glaukoma |
|
Uveitis + glaukoma |
3.2.2
Etiologi
Umumnya penyebab katarak adalah proses
degeneratif yang berhubungan dengan umur, faktor penyebab lain meliputi
metabolik, trauma, inflamasi, kurang gizi serta pengaruh kortikosteroid.
1.
Umur , Proses normal penuaan
mengakibatkan lensa menjadi keras dan keruh yang sering terjadi mulai usia 50
tahun ke atas. Dengan meningkatnya umur maka ukuran lensa akan bertambah dengan
timbulnya serat-serat lensa yang baru. Serat – serat yang terbentuk lebih
dahulu akan terdorong kearah tengah membentuk nukleus. Nukleus ini akan memadai
dan mengalami dehidrasi sehingga terjadi sklerosis. Sklerosis ini menyebabkan
lensa tidak elastis, sehingga kemampuan akomodasi menjadi turun
2.
Jenis kelamin, Ada indikasi
bahwa penderita katarak wanita lebih meningkat dibanding laki-laki terutama
usia di atas 65 tahun, seperti hasil survey yang dilakukan NHANES, Framingham
Eye Study
3.
Penyakit DM, pada penderita Diabetes Mellitus
yang tidak terkontrol dengan baik, katarak dapat terjadi pada usia yang lebih
muda. Diperkirakan bahwa proses terjadinya katarak akibat penumpukan zat-zat
sisa metabolisme gula oleh sel-sel lensa mata. Dalam keadaan kadar gula normal,
penumpukan zat-zat sisa ini tidak terjdi. Bila kadar gula darah meningkat, maka
perubahan glukosa oleh aldose reduktase menjadi sorbitol
meningkat. Selain itu perubahan sorbitol menjadi fruktose relatif lambat dan
tidak seimbang sehingga kadar sarbitol dalam lensa mata meningkat.
4.
Sinar ultraviolet, Sinar ultraviolet dari
matahari dapat mempercepat kekeruhan pada lensa mata. Seseorang dengan
pekerjaan sehari-hari sering terpapar sinar ultraviolet meningkatkan faktor
resiko katarak.
5.
Obat-obatan, Obat-obatan jenis tertentu dapat
menstimulasi pembentukan katarak, diantaranya : Amiodarone, Chlorpromazide,
kortikosteroid, Lovastatin, Phenytoin. Penggunaan obat kortikosteroid sebagai
faktor resiko perkembangan katarak subkapsular posterior.
6.
Merokok , individu yang merokok 20 batang
atau lebih dalam sehari berisiko 2 kali lipat mengalami katarak
7.
Nutrisi , faktor nutrisi merupakan salah satu
resiko terjadinya katarak yaitu diet kaya laktosa atau galaktosa dapat menyebabkan
katarak.
3.2.3
Epidemiologi
Data epidemiologi menunjukkan bahwa katarak
merupakan penyebab kebutaan tertinggi di dunia dengan persentase sebesar 51%. Menurut data WHO, katarak menyebabkan sekitar 20
juta kebutaan pada tahun 2010. Secara global, diperkirakan bahwa prevalensi
katarak pada individu berusia > 50 tahun adalah 47,8%. Di Finlandia,
dilaporkan bahwa prevalensi kasar katarak berkisar antara 9,5 % dan merupakan
gangguan penglihatan paling sering di populasi.
3.2.4
Patofisiologi
Patofisiologi katarak utamanya adalah terjadi
perubahan pada kejernihan lensa (opasitas lensa) sehingga jumlah cahaya
yang masuk melalui media refraksi berkurang dan sulit difokuskan ke
retina. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai hal seperti proses degeneratif,
trauma, ataupun kelainan kongenital. ada awalnya lensa bersifat transparan dan
berfungsi memfokuskan cahaya ke retina. Pada katarak, terdapat agregasi protein
yang memecah cahaya yang masuk, serta terjadi perubahan struktur protein yang
menghasilkan diskolorasi kuning atau kecoklatan. Faktor yang berkontribusi
untuk terbentuknya katarak adalah stres oksidatif dari reaksi radikal bebas,
kerusakan dari sinar ultraviolet, dan malnutrisi.
3.2.5
Diagnosis
1. Gejala subjektif
a.
Silau. Satu dari gejala awal gangguan
penglihatan pada katarak adalah silau (glare), seperti sinar langsung dari
matahari atau cahaya sepeda motor yang datang menyinari. Tingkat dari silau
akan bervariasi sesuai dengan lokasi dan ukuran dari kekeruhannya.
b.
Uniocular poliopia (penglihatan ganda dari
suatu objek). Ini sering merupakan salah satu gejala awal. Ini terjadi karena
refraksi irregular oleh lensa yang menyebabkan berbagai indeks refraktif
sebagai suatu proses dari katarak.
c.
Lingkaran cahaya yang berwarna (Coloured
halos). Ini akan dirasakan oleh beberapa pasien yang memberikan kerusakan sinar
putih dalam spectrum warna karena adanya tetesan air dalam lensa.
d.
Titik hitam pada bagian depan mata. Titik
hitam yang menetap akan dirasakan oleh beberapa pasien.
e.
Gambar kabur. Distorsi dari gambar dan
penglihatan berkabut akan terjadi pada stadium awal dari katarak.
f.
Kehilangan penglihatan. Penurunan penglihatan
karena katarak senile mempunyai beberapa gambaran khusus.Ini tidak sakit dan
berangsur progresif.Pasien dengan kekeruhan sentral (katarak cupuliform)
mempunyai kehilangan penglihatan yang lebih awal. Pasien ini melihat lebih baik
ketika pupil melebar, ini karena biasanya pada malam cahaya menjadi suram (buta
siang)
2.
Gejala
objektif pada katarak
a.
Pemeriksaan visus. Bergantung pada lokasi dan
maturasi dari katarak.ketajaman penglihatan
berkisar 6/9 sampai persepsi
cahaya.
b.
Pemeriksaan iluminasi oblik. Ini menampakan
warna dari lensa dalam area pupil yang bervariasi dalam tipe katarak yang
berbeda.
c.
Pemeriksaan iris shadow. Ketika cahaya oblik
menyinari pupil, bayangan crescentric dari batas pupil dari iris akan membentuk
kekeruhan keabu-abuan dari lensa, sepanjang korteks bersih (clear korteks)
tampak antara kekeruhan dan batas pupil. Ketika lensa menjadi lebih transparan
atau keruh sempurna, tidak ada iris shadow yang terbentuk oleh karena itu
adanya iris shadow tanda dari katarak imatur.
d.
Pemeriksaan oftalmoskopi direk. Cahaya fundus
yang kuning kemerahan di observasi dalam tidak adanya kekeruhan dalam media.
Lensa katarak parsial menunjukkan
bayangan hitam yang berlawanan dengan cahaya merah pada daerah katarak. Lensa
katarak yang lengkap tidak menunjukkan cahaya merah.
e.
Slit lamp. Pemeriksaan ini harus dilakukan
pada pupil yang berdilatasi sempurna.Pemeriksaan menunjukkan morfologi lengkap
dari kekeruhan (tempat, ukuran, bentuk, warna, dan kekerasan nukleus).
3.2.6
Diagnosis
banding
Katarak
kongenital yang datang dengan leukokoria perlu untuk dibedakan dari berbagai macam kondisi lainnya yang mungkin juga dapat
menyebabkan leukokria seperti retinoblastoma, retinomatif pada prematuritas, hiperplastik
primer vitreus persisten (PHPV), dan lain –
lain.
3.2.7
Penatalakasanaan
Terapi
katarak pada dasarnya terdiri dari operasi pengangkatan lensa yang keruh. Jika
ditemukan pasien katarak harus segerah dirujuk ke dokter spesialis mata. Tidak
ada obat-obatan yang efektif terhadap penanganan katarak. Penaganannya adalah
dengan pembedahan.
Indikasi untuk operasi katarak
1.
Meningkatkan ketajaman penglihatan. Adalah
indikasi yang paling sering untuk operasi katarak, walaupun kebutuhan dari
orang ke orang berbeda. Operasi di indikasikan hanya jika dan ketika katarak
berkembang ke level yang cukup untuk menyebabkan kesulitan dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.
2.
Indikasi medis. Adalah suatu keadaan dimana
katarak menyebabkan gangguan kesehatan yang merugikan pada mata.Contohnya
glaukoma fakolitik atau glaukoma fakomorfik. Operasi katarak untuk meningkatkan
kejernihan dari media penglihatan yang dibutuhkan dalam konteks proses patologi
pada fundus (contoh: retinopati diabetik) yang membutuhkan pengawasan atau
penanganan dengan laser fotokuagulasi.
3.
Indikasi kosmetik. Jarang dilakukan, seperti
ketika katarak dalam keadaan matur. Dimana kebutaan dihilangkan untuk
mengembalikan pupil yang hitam.
Pembedahan dengan teknik :
1.
Intra scapsular cataract extraction (ICCE)
2.
Ekstra capsular cataract excretion (ECCE)
3.
Small incision catarct surgery (SICS)
4.
Phaco emulsfication
3.2.8
Komplikasi
1.
fakoanafilatik uveitis
2.
glaukoma “lens induced”
3.
katarak hipermatur
4.
komplikasi intraoperatif : perdarahan
suprakoroid , iridodialisis, cyclodialisis , ablasio membran descement, dan
ruptur kapsul posterior
5.
komplikasi early post operatif :
endoftalmitis infeksi , edema kornea , dan uveitis.
3.2.9
Prognosis
Dengan teknik
bedah yang mutakhir, komplikasi atau penyulit menjadi sangat jarang. Hasil
pembedahan yang baik dapat mencapai 95%. Pada bedah katarak, resiko ini kecil
dan jarang terjadi. Keberhasilan tanpa komplikasi pada pembedahan dengan ECCE
atau fakoemulsifikasi menjanjikan prognosis dalam penglihatan dapat meningkat
hingga 2 garis pada pemeriksaan dengan menggunakan Snellen Chart.
Pasien telah
terjadi kerusakan retina atau mengalami komplikasi pascaoperasi serius tidak
dapat mencegah perbaikan visual yang signifikan, misalnya, glaukoma, ablasi
retina, perdarahan intraokular, atau infeksi. Lensa intraocular yang telah
dibuat untuk penyesuaian setelah operasi katarak jauh lebih mudah daripada
kacamata katarak yang tebal atau lensa kontak aphakic yang tersedia.
BAB IV
Berdasarkan teori |
|
|
|
|
|
|
|
|
|
DAFTAR PUSTAKA
1.
Vaughan, Taylor A, Paul
R. Oftalmologi Umum. Jakarta: EGC; 2017.
2.
Ciobanu
AM, Dionisie V, Neagu C, Bolog OM, Riga S, Popa-Velea O. Psychopharmacological
Treatment, Intraocular Pressure and the Risk of Glaucoma: A Review of
Literature. J Clin Med. 2021 Jun 30;10(13):2947. doi: 10.3390/jcm10132947.
PMID: 34209089; PMCID: PMC8269427.
3.
Schuster
AK, Erb C, Hoffmann EM, Dietlein T, Pfeiffer N. The Diagnosis and Treatment of
Glaucoma. Dtsch Arztebl Int. 2020 Mar 27;117(13):225-234. doi:
10.3238/arztebl.2020.0225. PMID: 32343668; PMCID: PMC7196841.
4.
Ilyas S. Penuntun
Ilmu Penyakit Mata. 5th ed. Jakarta; 2017.
5.
Pershing
S, Morrison DE, Hernandez-Boussard T. Cataract Surgery Complications and
Revisit Rates Among Three States. Am J Ophthalmol. 2016 Nov;171:130-138. doi:
10.1016/j.ajo.2016.08.036. Epub 2016 Sep 9. PMID: 27615607.
No comments:
Post a Comment