BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Komunikasi merupakan proses yang sangat
khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan
komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam
mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama
memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).
Untuk itu perawat memerlukan kemampuan
khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical
dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang /
cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.
Perawat yang memiliki ketrampilan
berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa
percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan
profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi
keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah
mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.
BAB II
PEMBAHASAN
A. HELPING RELATIONSHIP
Menurut
Taylor, Lillis, dan LeMone dalam Anjaswarni (2016:16) ,Komunikasi terapeutik
dalam konteks hubungan saling membantu (the helping relationship) adalah
hubungan saling membantu antara perawat-klien yang berfokus pada hubungan untuk
memberikan bantuan yang dilakukan oleh perawat kepada klien yang membutuhkan
pencapaian tujuan.
B. JENIS KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Menurut
Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995)
dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan
non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.
1. Komunikasi Verbal
Jenis
komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah
sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan
tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata
adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan,
membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan.
Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat
seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan
tiap individu untuk berespon secara langsung.
• Komunikasi Verbal yang efektif harus:
1) Jelas dan ringkas
Komunikasi
yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang
digunakan makin kecil keniungkinan teijadinya kerancuan. Kejelasan dapat
dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas.
Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang
bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu
mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan
menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.
2) Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)
Komunikasi
tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan
ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran,
dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak
mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan
dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara
saya akan mengauskultasi paru paru anda” akan lebih baik jika dikatakan
“Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.
3) Arti denotatif dan konotatif
Arti
denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan,
sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat
dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati
kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan
yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan keperawat harus hati-hati
memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat
penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.
4) Selaan dan kesempatan berbicara
Kecepatan
dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal.
Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin
akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap
klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak
jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu
kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat
dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum
mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin
menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara
terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.
5) Waktu dan Relevansi
Waktu
yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis
kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan
diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi
penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap
ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih
bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan
klien.
6) Humor
Dugan
(1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi
ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan
perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane
(1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang produksi
catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan
toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi
pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau
menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.
2. Komunikasi Tertulis
Komunikasi
tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam
bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan,
iklan di surat kabar dan lain- lain.
Prinsip-prinsip komunikasi tertulis
terdiri dari :
1) Lengkap
2) Ringkas
3) Pertimbangan
4) Konkrit
5) Jelas
6) Sopan
7) Benar
C. FUNGSI DAN PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK
Funsi komunikasi terapeutik
Fungsi
komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antar
perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha
mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta
mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan. Proses komunikasi yang
baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien dalam
rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada
preventif kegunaannya adalah mencegah adanya 23 tindakan yang negative terhadap
pertahanan diri pasien -(Muslihah dan Fatmawati, 2010:26).
Prinsip komunikasi terapeutik
komunikasi
terdiri dari beberapa,yaitu:
a) Hubungan perawat dengan klien adalah
hubungan terapeutik yang saling menguntungkan;
b) Keterbukaan, empati, sifat mendukung,
sikap positif, dan kesetaraan;
c) Kualitas hubungan perawat dengan klien
ditentukan oleh bagaimana perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia
(human);
d) Perawat menggunakan dirinya dengan
teknik pendekatan yang khusus untuk memberi pengertian dan mengubah perilaku
klien;
e) Perawat harus menghargai keunikan klien
karena perawat memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat latar
belakang;
f) Komunikasi yang dilakukan harus dapat
menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan;
g) Trustharus dicapai terlebih dahulu sebelum
identifikasi masalah dan alternative problem solving;
h) Trust adalah kunci dari komunikasi
terapeutik.
(Nurhasanah
(2010))
D. Tujuan komunikasi terapeutik
Adalah
Pelaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien memperjelas
penyakit yang dialami, juga mengurangi beban pikiran dan perasaan untuk dasar
tindakan guna mengubah ke dalam situasi yang lebih baik. komunikasi terapeutik
diharapkan dapat mengurangi keraguan serta membantu dilakukannya tindakan
efektif, memperat interaksi kedua pihak, yakni antara pasien dan perawat secara
profesional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah pasien
(Panduan Lab UMP, 2010).
1. Cara menerapkan sikap empati pada
pasien e
2. Cara implementasi sikap ekspresif pada
pasien
3. Bagaimana kita menerapkan rasa
sensitifitas pada pasien
4. Tujuan meningkatkan koping pasien
1. Menurut (syafina radzi 2017 ) Berikut 5
tips yang bisa membantu perawat menunjukkan empati ke pasien mereka.
1.
Berusaha mengenal pasien
Berusaha
mengenal pasien bukan berarti perawat hanya memeriksa kondisi medis, tetapi
juga memberi efek positif dalam perawatan dan komunikasi dengan pasien. Dengan
melakukan ini, perawat bisa lebih mengetahui masalah kesehatan pasien. Ini
sebenarnya merupakan dasar perawatan pasien - Ketika perawat menginisiasikan
pembicaraan untuk lebih mengenal kebiasaan, kegemaran, apa yang dia suka dan
tidak suka, pasien akan merasa lebih nyaman dan dihargai. Perawat juga bisa
menunjukkan perasaan tulus untuk lebih mengenal pasien dan membuat catatan
mental untuk membantu mereka mengingat detail yang telah pasien ceritakan.
2.
Menunjukkan antusiasme dan empati
Antusiasme
dan empati harus selalu diterapkan dalam perawatan pasien. Agar perawat bisa
memahami pasien mereka, penting bagi perawat untuk menunjukkan ketertarikan ke
kehidupan pasien melalui kontak mata,
bahasa tubuh, intonasi dan ekspresi wajah. Perawat juga bisa menyetujui masalah
dan emosi pasien untuk menunjukkan bahwa mereka memahami pasien, bisa juga
dengan menunjukkan empati dalam kata-kata mereka, misalnya menggunakan
"Saya mengerti, dan saya yakin kondisi ini membuat Anda frustasi. Mari
kita lihat apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya." Pasien
seringkali menggambarkan situasi tertentu secara berbeda ketika mereka mengetahui
ada antusiasme dan empati yang ditunjukkan perawat dari kebutuhan dan masalah
mereka.
3.
Tulus ketika berbicara ke pasien
Pasien
akan merasa lebih berterimakasih ketika perawat secara tulus menunjukkan rasa
iba. Untuk itu, perawat tidak boleh melebih-lebihkan emosi saat melakukan
interaksi, karena tentu saja pasien bisa mengetahui bahwa perawat tidak
benar-benar tulus menanganinya, dan kemudian bisa menyebabkan pasien merasa
tidak nyaman. Selain itu, penting juga bagi perawat untuk mengetahui kebutuhan
pasien mereka, dan secara tulus mau memeriksa serta membantu pasien.
4.
Membagikan pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan kondisi pasien
Perawat
harus selalu menemukan topik ketika berbicara dengan pasien; topik ini bisa
jadi berbasis pengalaman profesional dan personal mereka. Ketika pasien merasa
mereka tidak bisa memahami perawat dan sebaliknya, mereka cenderung kehilangan
ketertarikan untuk melanjutkan pembicaraan. Dari pengalaman, perawat harus
memahami pengalaman yang pernah mereka hadapi. Pembicaraan merupakan kesempatan
baik bagi perawat untuk mengedukasi mereka.
5.
Menahan diri sebelum menghakimi pasien
Perawat
perlu menghindari pernyataan yang menghakimi atau diskriminasi mengenai pasien.
Karena kondisi ini bisa membuat mereka merasa bersalah dan tidak nyaman
sehingga pasien akan menolak berkomunikasi dengan perawat. Penting juga bagi
perawat untuk memilih kata-kata mereka secara berhati-hati dan menghindari
komentar yang membuat canggung. Kunci utama adalah dengan memprioritaskan rasa
iba dan memahami masalah pasien dan menawarkan saran Ketika telah tercapai.
Perawat
bisa berhasil mengadakan pendekatan ketika mereka menemukan topik utama untuk melakukan diskusi dan membagikan
informasi mengenai hal ini. Bagi pasien, mengetahui apa yang bisa berhubungan
dengan perawat mereka bisa membantu mereka merasa lebih terbuka dalam situasi
tertentu, saat dimana mereka menolak kooperasi atau komunikasi. Situasi ini
juga bisa membuat nyaman karena ada rasa kedekatan tersendiri antara pasien dan
perawat.
2. - mengungkapkan perasaan
-mengungkapkan
emosi
-
memberikan informasi dalam bentuk selain ferbal
-
mencari makna dari perasaan orang lain
-membuat
sikap saling mengerti
-mengambarkan
sikap dan sifat seseorang
-meningkatkan
kreativitas
-memeberikan
pengaruh tertentu
(menurut
pakar komunikasi)
Dengan
cara caring yang merupakan perilaku manusia berupa kepedulian fisik, emosi,
spiritual dan moral( menurut hater 2016)
3. Sensitifitas adalah peka terhadap
rangsangan jadi yang harus dilakukan adalah memposisikan perasaan emosional
kita sama seperti pasien paham waktu dan kondisi dan mampu menjadi elemen
aplikasi dari hal yang pasien rasakan
4. Koping merupakan suatu proses kognitif
dan tingkah laku bertujuan untuk mengurangi perasaan tertekan yang muncul
ketika menghadapi situasi stres (Rubbyana, 2012). Mutoharoh, (2010)
mendefinisikan coping sebagai upaya untuk mengatur, memenuhi kebutuhan dan
mengatasi masalah yang bersifat menantang, mengancam, membahayakan, merugikan,
atau menguntungkan seseorang.
Koping adalah mekanisme untuk mengatasi
perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima tubuh dan beban tersebut
menimbulkan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik yaitu stres. Apabila
mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap
perubahan atau beban tersebut (Ahyar, 2010).
Mekanisme
koping diartikan sebagai proses atau cara untuk mengelola dan mengolah tekanan
psikis (baik secara eksternal maupun internal) yang terdiri atas usaha baik
tindakan nyata maupun tindakan dalam bentuk intrapsikis seperti peredaman
emosi, pengolahan input dalam kognitif (Hasan & Rufaidah, 2013).
Mekanisme koping juga didefinisikan sebagai
suatu proses tertentu yang disertai dengan suatu usaha dalam rangka merubah
domain kognitif dan atau perilaku secara konstan untuk mengatur dan
mengendalikan tuntutan dan tekanan eksternal maupun internal yang diprediksi
akan dapat membebani dan melampaui kemampuan dan ketahanan individu
bersangkutan (Rubbyana, 2012).
Mekanisme koping melibatkan kemampuan-kemampuan
khas manusia seperti pikiran, perasaan, pemrosesan informasi, proses belajar,
mengingat dan 2 sebagainya. Strategi koping tujuannya untuk menyesuaikan diri
terhadap tuntutan atau tekanan baik dari dalam maupun dari luar (Hasan &
Rufaidah, 2013)
Tujuan
meningkatkan koping pasien menurut kiliat (1999) membantu pasien untuk
beradaptasi menempati stressor, perubahan, atau pengobatan yang menganggu
kebutuhan hidup dan peran.
Self
awareness atau kesadaran diri adalah kemampuan seseorang dalam memahami kesadaran
pikiran, perasaan, dan evaluasi diri sehingga dapat mengetahui kekuatan,
kelemahan, dorongan, dan nilai yang terjadi pada dirinya dan orang lain.
Individu dengan self awareness yang baik bisa membaca situasi sosial, memahami
orang lain, dan mengerti harapan orang lain terhadap dirinya sehingga dapat
merefleksi diri, mengamati dan menggali pengalaman, termasuk mengendalikan
emosi.
Ahli
psikologi menyebut istilah lain dari kesadaran diri dengan nama metakognisi dan
metamood, yaitu kesadaran orang akan proses berpikir dan kesadaran emosinya
sendiri. Proses metakognisi menyebabkan individu dapat mengontrol aktivitas
kognitifnya, sehingga dapat mengarahkannya untuk memilih situasi dan strategi
yang tepat bagi dirinya di masa yang akan datang.
Self
awareness atau kesadaran diri merupakan fondasi hampir semua unsur kecerdasan
emosional, langkah awal yang penting untuk memahami diri sendiri dan untuk
berubah. Kesadaran diri adalah salah satu ciri yang unik dan mendasar pada
manusia, yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.
• Menurut Listyowati (2008), self
awareness adalah keadaan dimana individu dapat memahami diri sendiri dengan
setepat-tepatnya, yaitu kesadaran mengenai pikiran, perasaan, dan evaluasi
diri. Individu yang memiliki self-awareness yang baik maka memiliki kemampuan
mengontrol diri, yakni mampu membaca situasi sosial dalam memahami orang lain
dan mengerti harapan orang lain terhadap dirinya.
• Menurut Koeswara (1987), self
awareness adalah sebagai kapasitas yang memungkinkan manusia mampu mengamati
dirinya sendiri maupun membedakan dirinya dari dunia (orang lain), serta
kapasitas yang memungkinkan manusia mampu menempatkan diri di dalam waktu (masa
kini, masa lampau, dan masa depan).
• Menurut Goleman (1996), self
awareness adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui kekuatan, kelemahan,
dorongan, nilai, dan dampaknya pada orang lain serta perhatian terus menerus
terhadap batin seseorang, merefleksi diri, pikiran mengamati dan menggali
pengalaman, termasuk emosi.
• Menurut Solso dkk (2007), self
awareness adalah kesiapan (awareness) terhadap peristiwa yang di lingkungan
sekitarnya dan peristiwa kognitif yang terdiri dari memori, pikiran, perasaan
dan sensasi fisik.
Aspek-aspek
Self Awareness
Menurut
Ahmad (2008), kesadaran diri atau self awareness pada individu terdiri dari
beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:
1. Konsep diri (self-concept). Konsep diri
adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri merupakan
gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang diri mereka sendiri
(karakteristik fisik, psikologis, sosial dan emosional).
2. Proses menghargai diri sendiri
(self-esteem). Harga diri adalah dasar untuk membangun hubungan antar manusia
yang positif, proses belajar, kreativitas serta rasa tanggung jawab pribadi. Harga
diri merupakan semen yang merekat kepribadian individu menjadi satu struktur
yang positif, utuh, dan efektif. Pada tiap tahapan kehidupan individu, harga
diri inilah yang menentukan tingkat kemampuan mengolah sumber daya atau potensi
yang dibawanya sejak lahir.
3. Identitas diri individu yang
berbeda-beda (mutiple selves). Identitas berbeda atau multiple selves adalah
ketika individu melakukan berbagai aktivitas, kepentingan, dan hubungan sosial.
Ketika individu tersebut terlibat dalam suatu hubungan inter-personal, maka ia
memiliki dua konsep diri. Pertama, persepsi mengenai diri sendiri, dan persepsi
tentang orang lain terhadap diri individu itu sendiri. Kedua, identitas berbeda
juga dapat dilihat dari bagaimana individu memandang diri ideal-nya. Yaitu saat
bagian konsep diri memperlihatkan siapa diri individu yang sebenarnya dan
bagian lain memperlihatkan ingin menjadi apa (idealisasi diri). Identitas ini
disebut juga dengan kesadaran diri pribadi dan kesadaran diri publik.
Sedangkan
menurut Goleman (1996), terdapat tiga aspek dalam kesadaran diri (self
awareness) yaitu:
1. Kemampuan dalam mengenali emosi serta
pengaruh dari emosi tersebut. Individu dengan kecakapan ini akan mengetahui
makna dari emosi yang mereka rasakan serta mengapa emosi tersebut terjadi,
menyadari keterkaitan antara emosi yang dirasakan dengan apa yang dipikirkan,
mengetahui pengaruh emosi mereka terhadap kinerja, serta mempunyai kesadaran
yang dapat dijadikan pedoman untuk nilai-nilai dan tujuan-tujuan individu.
2. Kemampuan pengakuan diri yang akurat
meliputi pengetahuan akan sumber daya batiniah, kemampuan dan keterbatasan
diri. Individu dengan kecakapan ini menyadari kelebihan dan kelemahan dirinya,
menyediakan waktu untuk introspeksi diri, belajar dari pengalaman, dapat menerima
umpan balik maupun perspektif baru, serta mau terus belajar dan mengembangkan
diri. Selain itu individu juga menunjukkan rasa humor serta bersedia memandang
diri dari banyak perspektif.
3. Kemampuan mempercayai diri sendiri
dalam arti memiliki kepercayaan diri dan kesadaran yang kuat terkait harga diri
serta kemampuan dirinya. Individu dengan kecakapan ini berani untuk menyuarakan
keyakinan dirinya sebagai cara untuk mengungkapkan eksistensi atau keberadaan
dirinya, berani mengutarakan pandangan yang berbeda atau tidak umum dan
bersedia berkorban untuk kebenaran, serta tegas dan mampu membuat keputusan
yang tepat walaupun dalam keadaan yang tidak pasti.
Indikator
Self Awareness
Menurut
Goleman (1996), kesadaran diri atau self awareness pada individu dapat
diketahui melalui beberapa indikator, antara lain yaitu sebagai berikut:
1. Mengenali perasaan dan perilaku diri
sendiri. Individu mampu mengenali perasaan apa yang sedang dirasakannya,
mengapa perasaan itu muncul, perilaku apa yang dilakukan, serta dampaknya pada
orang lain.
2. Mengenali kelebihan dan kekurangan diri
sendiri. Individu mampu mengenali atau mengidentifikasi kelebihan dan
kekurangan dirinya.
3. Mempunyai sikap mandiri. Individu
mempunyai sikap mandiri atau tidak bergantung pada orang lain yang menunjukkan
adanya dorongan atau motivasi untuk melakukan sesuatu yang didasarkan pada
keyakinan akan kemampuan diri sendiri.
4. Dapat membuat keputusan dengan tepat.
Individu mampu membuat atau mengambil keputusan dengan tepat khususnya yang berkenaan
dengan perencanaan karier.
5. Terampil dalam mengungkapkan pikiran,
perasaan, pendapat, dan keyakinan. Individu memiliki keberanian dan kesadaran
untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, pendapat, maupun keyakinan dirinya
sendiri yang mencerminkan nilai-nilainya sendiri.
6. Dapat mengevaluasi diri. Individu mampu
memeriksa, menilai atau mengoreksi dirinya, belajar dari pengalaman, serta
menerima umpan balik terkait dirinya dari orang lain.
Sedangkan
menurut Adams (2008), ciri-ciri individu yang mempunyai self awareness atau
kesadaran diri yang baik adalah sebagai berikut:
1. Memahami diri sendiri. Individu dapat
memahami keadaan dirinya, apa yang menjadi keinginannya ke arah yang baik.
Misalnya, ia dapat mengambil keputusan terbaik bagi kehidupannya, apa pun yang
dilakukannya merupakan gambaran dirinya sendiri, sehingga ia pun dapat
bertanggungjawab pada dirinya sendiri.
2. Menyusun tujuan hidup dan karier dengan
tepat. Individu dapat melakukan perencanaan mengenai tujuan hidup dan karier di
masa depan sesuai dengan bakat dan minat yang ia miliki.
3. Membangun relasi dengan orang lain.
Individu dapat membangun dan mengembangkan hubungan inter-personal secara lebih
baik.
4. Membangun nilai-nilai keberagamaan.
Individu menjadikan agama sebagai salah satu pedoman yang akan menuntun
hidupnya lebih bermakna, menyadari tujuan ia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa.
5. Mampu menyeimbangkan antara tuntutan
kebutuhan diri dengan kebutuhan komunitas. Individu tidak melulu dikuasai oleh
egoisitas pribadi, tetapi juga dapat memahami kepentingan orang lain.
6. Mengembangkan kontrol diri terhadap
stimulus dengan tepat. Individu mampu mengontrol dirinya sendiri terhadap
stimulus dengan kesadaran penuh mengenai baik dan buruknya stimulus tersebut
terhadap dirinya.
Kerangka
Pembentukan Self Awareness
Menurut
Schafer (1996), dalam membentuk self awarenes atau kesadaran diri dalam diri
seseorang dibutuhkan sebuah kerangka kerja yang terdiri dari lima elemen utama,
yaitu sebagai berikut:
1. Attention (atensi perhatian), adalah
pemusatan sumber daya mental ke hal-hal eksternal maupun ienternal. Kita dapat
mengarahkan atensi kita ke peristiwa-peristiwa eksteral maupun internal, dan
oleh sebab itu, kesadaran pun dapat kita arahkan ke peristiwa eksternal dan
internal.
2. Wakefulness (kesiagaan/kesadaran),
adalah kontinum dari tidur hingga terjaga. Kesadaran, sebagai suatau kondisi
kesiagaan memiliki komponen arousal. Dalam bagian kerangka kerja awareness ini,
kesadaran adalah suatu kondisi mental yang dialami seseorang sepanjang kehidupannya.
Kesadaran terdiri berbagai level awareness dan akseptasi yang berbeda, dan kita
bisa mengubah kondisi kesadaran kita menggunakan berbagai hal.
3. Architecture (Arsitektur), adalah
lokasi fisik struktur fisiologis dan proses-proses yang berhubungan dengan
struktur tersebut yang menyokong kesadaran. Sebuah konsep dari definitif dari
kesadaran adalah bahwa kesadaran memiliki sejumlah struktur fisiologis (suatu
struktur arsitektural). Diasumsikan bahwa kesadaran berpusat di otak dan dapat
di definisikan melalui penyelidikan terhadap korelasi naural kesadaran di otak
dan dapat diidentifikasikan melalui penyelidikan terhadap korelasi neural
kesadaran.
4. Recall of knowledge (mengingat
pengetahuan), adalah proses pengambilan informasi tentang pribadi yang
bersangkutan dengan dunia sekelilingnya.
5. Self knowledge (pengetahuan diri),
adalah pemahaman tentang informasi jati diri pribadi seseorang. Pertama,
terdapat pengetahuan fundamental bahwa anda adalah anda.
Tahapan
Pembentukan Self Awareness
Menurut
Sastrowardoyo (1991), untuk mencapai kesadaran diri yang baik, terdapat
beberapa tahapan yang harus dilalui, yaitu:
1. Tahap ketidaktahuan. Tahap ini terjadi
pada seorang bayi yang belum memiliki kesadaran diri, atau disebut juga dengan
tahap kepolosan.
2. Tahap berontak. Tahap ini identik
memperlihatkan permusuhan dan pemberontakan untuk memperoleh kebebasan dalam
usaha membangun inner strength. Pemberontakan ini adalah wajar sebagai masa
transisi yang perlu dialami dalam pertumbuhan, menghentikan ikatan-ikatan lama
untuk masuk ke situasi yang baru dengan keterikatan yang baru pula.
3. Tahap kesadaran normal akan diri. Dalam
tahap ini seseorang dapat melihat kesalahan-kesalahannya untuk kemudian membuat
dan mengambil tindakan yang bertanggung jawab. Belajar dari
pengalaman-pengalaman sadar akan diri disini dimaksudkan satu kepercayaan yang
positif terhadap kemampuan diri. Kesadaran diri ini memperluas pengendalian
manusia atas hidupnya dan tahu bagaimana harus mengambil keputusan dalam
hidupnya.
4. Tahap kesadaran diri yang kreatif.
Dalam tahapan ini seseorang mencapai kesadaran diri yang kreatif mampu melihat
kebenaran secara objektif tanpa disimpangkan oleh perasaan-perasaan dan
keinginan-keinginan subjektifnya. Tahapan ini bisa diperoleh antara lain
melalui aktivitas religius, ilmiah atau dari kegiatan-kegiatan lain di luar
kegiatan-kegiatan yang rutin. Melalui tahapan ini seseorang mampu melihat
hidupnya dari perspektif yang lebih luas, bisa memperoleh inspirasi-inspirasi
dan membuat peta mental yang menunjukkan langkah dan tindakan yang akan
diambilnya
1.
Pengertian self awareness
Teori
self menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh untuk menyelidiki gejala-gejala dan
membuat konsepsi dari hasil penyilidikan mengenai tingkah laku itu. Jadi,
didalam menunjukkan self sebagai proses, itu yang dimaksud tidak lain dari pada
nama bagi sekelompok proses.
Sedangkan
Awareness adalah kesadaran, keadaan, kesiagaan, kesediaan, atau mengetahui
sesuatu kedalam pengenalan atau pemahaman peristiwa- peristiwa lingkungan atau
kejadian-kejadian internal. Secara istilah kesadaran mencakup pengertian
persepsi, pemikiran atau perasaan, dan ingatan seseorang yang aktif pada saat
tertentu. Dalam pengertian ini Awareness (kesadaran) sama artinya dengan mawas
diri. Namun seperti apa yang kita lihat, kesadaran juga mencakup persepsi dan
pemikiran yang secara samar-samar disadari oleh individu hingga akhirnya
perhatian terpusat.
Oleh sebab itu, ada tingkatan mawas diri Jika
digabungkan, Self Awareness (kesadaran diri) adalah wawasan kedalam atau
wawasan mengenai alasan-alasan dari tingkah laku sendiri, pemahaman diri sendiri. Self Awareness pada
umumnya dimaknai sebagai kondisi tahu atau sadar pada diri sendiri dalam
pengertian yang mempunyai obyek secara relatif tetapi membuka dan menerima
penilaian dari kebenaran sifat individu
Dalam memahami Self Awareness atau kesadaran
intrapersonal dalam hubungan interpersonal perawat dituntut mampu menjadi role
model, berdasarkan panggilan jiwa, dan
mengerti akan etika dan tanggung jawab sehingga dapat menciptakan kondisi yang
dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualsasi diri.
2.Kemampuan
Menjadi Model
Perawat
merupakan bagian dari tenaga kesehatan yang ada di lingkungan masyarakat. Tidak
hanya itu perawat bahkan dapat dijumpai sampai pelosok tanah air. Oleh karena
itu perawat hidup ditengah masyarakat haruslah menjadi panutan/contoh (Role Model) dalam
berkehidupan di masyarakat. Karena perawat merupakan publik figure yang ada di
tengah masyarakat Indonesia, maka semua
perilaku atau kebiasaan perawat akan menjadi contoh di masyarakat.
Terlebih lagi kebiasaan dalam bidang kesehatan, misal perilaku hidup bersih dan
sehat, ini akan menjadi sorotan masyarakat. Oleh karena perawat dituntut
menjadi Role Model / contoh di tengah masyarakat maka perawat harus terlebih
dahulu mengenali diri sendiri sebelum menjadi contoh untuk masyarakat. Maka
sebelum menjadi Role Model ada beberapa
hal yang perlu diperhatikan oleh seorang perawat.
Perawat
yang mempunyai masalah pribadi, seperti ketergantungan obat, hubungan
interpersonal yang terganggu, akan mempengaruhi hubungannya dengan klien
(Stuart dan Sundeen, 1987, h.102). Perawat mungkin menolak dan mengatakan ia
dapat memisahkan hubungan professional dengan kehidupan pribadi. Hal ini tidak mungkin pada asuhan
kesehatan jiwa karena perawat memakai dirinya secara terapeutik dalam menolong
klien. Perawat yang efektif adalah perawat yang dapat memenuhi dan memuaskan
kehidupan pribadi serta tidak didominasi oleh konflik, distres atau pengingkaran
dan memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat
diharapkan bertanggung jawab atas
perilakunya, sadar akan kelemahan dan kekurangannya.
Ciri perawat yang dapat menjadi role model :
1.
Puas akan hidupnya
2.
Tidak didominasi oleh stress
3.
Mampu mengembangkan kemampuan
4.
Adaptif
3.Panggilan
Jiwa (Altruisme)
Perawat
harus dapat menjawab, mengapa kamu ingin menolong orang lain? Helper yang baik
harus interes dengan orang lain dan siap menolong dengan cara mencintai dari
manusia tersebut. Secara benar bahwa seseorang selama hidupnya membutuhkan
kepuasan dan penyelesaian dari kerja yang dilakukan. Tujuannya mempertahankan
keseimbangan antara kedua kebutuhan tersebut. Altruisme adalah perhatian
terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Altruisme
lebih menitikkan pada kesejahteraan orang lain. Tidakdiartikan secara
altruistik diri juga tidak menampilkan kompensasi yang adekuat dan pengulangan
atau pengingkaran secara praktis atau pengorbanan diri. Akhirnya, altruisme
juga dapat diasumsikan sebagai bentuk perubahan sosial yang dibuat untuk
manusia dalam bentuk kebutuhan akan kesejahteraan. Salah satu tujuannya adalah
semua profesional harus dapat membantu orang lain dalam pemberian pelayanan dan mengembangkan kemampuan
sosial. Secara legitimasi diperlukan peran perawat dalam melakukan pekerjaannya
untuk mengadakan perubahan struktur yang
besar dan proses perubahan sosial dalam meningkatkan kesehatan individu dan
kemampuan dirinya.
4.
Etika dan Tanggung Jawab
Etika adalah peraturan atau norma yang dapat
digunakan sebagai acuan bagi perilaku
seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan
oleh seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung jawab moral. Dari konsep pengertian diatas dapat
disimpulkan bahwa etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan
bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut
aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar,
yaitu:
a. Baik dan buruk
b. Kewajiban dan tanggung jawab.
Tujuan
etika profesi keperawatan adalah mampu:
1. Mengenal dan mengidentifikasi unsur
moral dalam praktik keperawatan.
2. Membentuk strategi / cara dan
menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktik keperawatan.
3. Menghubungkan prinsip moral / pelajaran
yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga,
masyarakat, dan kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaannya.
Tanggung
jawab menunjukkan kewajiban. Ini mengarah kepada kewajiban yang harus dilakukan
untuk menyelesaikan pekerjaan secara professional. Manajer dan para staf harus
memahami dengan jelas tentang fungsi tugas yang menjadi tanggung jawab
masing-masing perawat serta hasil yang ingin dicapai dan bagaimana mengukur
kualitas kinerja stafnya. Perawat yang professional akan bertanggung jawab atas
semua bentuk tindakan klinis keperawatan atau kebidanan yang dilakukan dalam
lingkup tugasnya.
Keyakinan
diri pada seseorang dan masyarakat dapat memberikan berupa kesadaranakan
petunjuk untuk melakukan tindakan. Kode untuk perawat umumnya menampilkan
penguatan nilai hubungan perawat-klien dan tanggung jawab dan pemberian pelayanan yang merupakan
rujukan untuk semua perawat dalam memberikan penguatan untuk kesejahteraan
pasien dan tanggung jawab sosial. Pilihan etik bertanggung jawab dalam
menentukan pertanggung jawaban, risiko, komitmen dan keadilan. Hubungan perawat
dengan etik adalah kebutuhan akan tanggung jawab untuk merubah perilaku. Dimana
harus diketahui batasan dan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki. Juga
dilakukan oleh anggota tim kesehatan, perawat yang setiap waktu siap untuk
menggali pengetahuan dan kemampuan dalam menolong orang lain; sumber-sumber
yang digunakan guna dipertanggung jawabkan.
Empat
phase hubungan perawat pasien yang berkatian dengan tanggung jawab dan tugas
perawat kesehatan terhadap pasien adalah :
1. Orientasi (orientation), pada phase ini
seorang perawat harus mampu menangkap bahwa pasien ingin mencari kesembuhan
penyakitnya dan dia mempercayakan dirinya dirawat oleh perawat dengan
pengenalan.
2. Indetifikasi (identification),
interaksi perawat – pasien hendaknya berbasis
pada kepercayaan, penerimaan, pengertian, relasi yang saling membantu.
3. Eksploitasi( exploitation),
interrrelasi perawat – pasien, akan menumbuhkan
pengertian pasien terhadap proses system asuhan, sehingga pasien
mempunyai keterlibatan aktif yang muncul dari dirinya karena ingin cepat sembuh
dari sakitnya. Aspek lain pasien dapat ditimbulkan pengertian, dan kesadaran
self – care, sehingga peran perawat dan
pasien dalam proses keperawatan untuk mencapai penyembuhan terjadi dengan baik
( kolaborasi ).
4. Resolusi( resolution). Harapan,
kebutuhan pasien dapat diketahui melalui hubungan kesetaraan perawat – pasien
dengan menggunakan komunikasi efektif. Harapan, kebutuhan pasien merupakan data
yang menjadi arah tindakan apa yang perlu dilakukan terhadap pasiennya Phase
yang keempat ini sering kali disebut dengan phase terminasi.
Dalam
melakukan proses komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh beberapa hal terhadap
isi pesan dan sikap penyampaian pesan antara lain:
1. Perkembangan Pada prinsipnya dalam
berkomunikasi yang perlu diperhatikan adalah siapa yang diajak berkomunikasi.
Maka dalam berkomunikasi isi pesan dan sikap menyampaikan pesan harus
disesuaikan apakah yang kita ajak bicara adalah anak-anak, remaja, dewasa atau
usia lanjut. Pasti akan berbeda dalam
berkomunikasi
2. Persepsi Persepsi adalah pandangan
personal terhadap suatu kejadian. Persepsi dibentuk oleh harapan dan
pengalaman. Kadangkala persepsi merupakan suatu hambatan kita dalam
berkomunikasi. Karena apa yang kita persepsikan belum tentu sama dengan yang
dipersepsikan oleh orang lain.Nilai. Nilai adalah standar yang mempengaruhi
perilaku sehingga sangat penting bagi pemberi
pelayanan kesehatan untuk menyadari nilai seseorang.
3. Latar belakang budaya Gaya
berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya inilah yang akan
membatasi cara bertindak dan berkomunikasi.
4. Emosi Emosi adalah perasaan subjektif
tentang suatu peristiwa. Dalam
berkomunikasi kita harus tahu emosi dari orang yang akan kita ajak berkomunikasi. Karena emosi ini dapat
menyebabkan salah tafsir atau pesan tidak sampai.
5. Pengetahuan Komunikasi akan sulit
dilakukan jika orang yang kitan ajak berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan
yang berbeda. Untuk itu maka kita harus bisa menempatkan diri sesuai dengan
tingkat pengetahuan yang kita ajak bicara
6. Peran Gaya komunikasi harus di
sesuaikan dengan peran yang sedang kita lakukan. Misalnya ketika kita berperan
membantu pasien akan berbeda ketika kita
berperan atau berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang lain
7. Tatanan interaksi Komunikasi
interpersonal akan lebih efektif jika dilakukan dalam lingkungan yang
menunjang. Kalau tempatnya bising, ruangan sempti, tidak leluasa untuk berkomunikasi dapat mengakibatkan ketegangan
dan tidak nyaman.
5. Eksplorasi perasaan
Eksplorasi
adalah tehnik untuk menggali perasaan ,pikiran dan pengalaman klien. Hal ini
penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri
atau tidak mampu mengemukakan
pendapatnya. Dengan tehnik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa
rasa takut, tertekan dan terancam.
Eksplorasi
bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah yang
dialami klien ( Antai-Otong dalam Suriyani, 2005 ) tehnik ini bermamfaat pada
tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami
klien.terdapat 3 jenis tehnik eksplorasi yaitu :
1. Eksplorasi perasaan, yaitu tehnik untuk
menggali perasaan klien yang tersimpan. Contoh “Bisakah anda menjelaskan apa
perasaan bingung yang dimaksudkan…”
2. Eksplorasi pikiran, yaitu tehnik untuk
menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Contoh : “ saya yakin anda dapat
menjelaskan lebih lanjut ide anda tentang sekolah sambil bekerja”
3. Eksplorasi pengalaman, yaitu
keterampilan atau tehnik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien. Contoh : “
saya terkesan dengan pengalaman yang anda lalui, namun saya ingin memahami
lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan
anda”.
EKSPLORASI
PERASAAN
Agar
perawat dapat berperan efektif dan therapeutic, ia harus menganalisa dirinya
melalui eksplorasi perasaan. Seluruh prilaku dan pesan yang disampaikan perawat
( verbal dan non verbal ) hendaknya bertujuan therapeutic untuk klien.dengan
mengenal dan menerima diri sendiri, perawat akan mampu mengenal dan menerima
keunikan klien.analisa hubungan intim yang therapeutic antara perawat klien
perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan huibungan dan menentukan tehnik dan
keterampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan
prinsip disini dan saat ini ( here and now )
Eksplorasi
perasaan yaitu mengkaji atau menggali perasaan-perasaan yang muncul sebelum dan
sesudah berinteraksi dengan orang lain , dimana eksplorasi perasaan membantu
seseorang untuk mempersiapkan objektif secara komplit dan sikap yang sangat
berpengaruh.ini menggambarkan tentang ketidakbenaran. Objektif yang komplit dan
sikap yang sangat berpengaruh dijabarkan sebagai seseorang adalah tidak
responsif, kesalahan, mudah ditemui, tidak mengenai orang tertentu dimana mutu
hubungan therapeutic perawat sangat terbuka, sadar dan kontrol diri, akal,
perasaan dimana dapat membantu pasien.
Sebagai
perawat, kita perlu terbuka dan sadar terhadap perasaan kita dan mengontrolnya
agar kita dapat menggunakan diri kita secara therapeutic. Jika perawat terbuka
pada perasaannya maka ia akan mendapatkan dua informasi penting, yaitu
bagaimana responnya pada klien dan bagaimana penampilannya pada klien sehingga
pada saat berbicara dengan klien, perawat harus menyadari responnya dan
mengontrol penampilannya.bagaimana perasaan perawat terhadap proses interaksi
berpengaruh terhadap respon dan penampilannya yang pada akhirnya akan
berpengaruh terhadap perasaan klien ( Stuart, GW, 1998 )
Seorang
perawat yang merasa cemas pada saat interaksi akan tampak pada ekspresi wajah
dan prilakunya. Kecemasan perawat ini akan membuat klien merasa tidak nyaman
dan karena adanya untuk pemindahan perasaan ( transfer feeling ) mungkin klien
juga akan menjadi cemas dan hal ini akan mempengaruhi interaksi secara
keseluruhan.
Perasaan
perawat merupakan tujuan penting dalam membantu pasien.perasaan merupakan tolak
ukur untuk umpan balik dan hubungan dengan orang lain,membantu orang
lain.perawat akan menggunakan perasaan-perasaanya, kurang memperhatikan
kebutuhan pasien, tidak menepati janji sehingga pasien mengalami kemunduran,
distress sehingga pasien tidak mau menemui, marah karena pasien banyak
permintaan atau manipulasi dan kekuatan karena pasien terlalu tergantung pada
perawat.
Perawat
harus terbuka akan perasaan pasien dan bagaimana perawat mengerti akan pasien
serta bagaimana pendekatan dengan pasien. Perasaan perawat adalah petunjuk
tentang kemungkinan nilai dari masalah pasien.
No comments:
Post a Comment