DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar
Belakang............................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
A. Pengertian
DMA.......................................................................................... 2
B. Pemanfaatan
Pestisida dalam Pertanian....................................................... 3
C. Herbisida...................................................................................................... 4
D. Klasifikasi
Herbisida.................................................................................... 5
BAB III PENUTUP............................................................................................. 10
A. Kesimpulan................................................................................................. 10
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 11
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Salah satu faktor yang mempengaruhi pertumbuhna dan
perkembangan tanaman budidaya adalah keberadaan gulma. Gulma merupakan tumbuhan
yang tumbuh pada tempat yang tidak dikehendaki oleh petani, karena akan
merugikan petani baik langsung maupun tidak langsung. Dalam sistem pertanian,
gulma tidak dikehendaki karena dapat menimbulkan banyak kerugian antara lain
yaitu menurunkan hasil, menurunkan mutu, sebagai tanaman inang hama dan penyakit,
menimbulkan keracunan bagi tanaman pokok seperti allelopati. Keberadaan gulma
dengan jumlah populasi cukup tinggi mengakibatkan kerugian besar bagi petani
sehingga perlu dikendalikan.
Pengendalian gulma dapat dilakukan secara preventif,
manual, kultur teknis, biologi, hayati, terpadu dan kimia dengan menggunakan
herbisida. Pengendalian gulma dengan cara menggunakan herbisida banyak diminati
terutama untuk lahan pertanian yang cukup luas. Hal tersebut dikarenakan
herbisida lebih efektif membunuh dan mengendalikan gulma tanaman tahunan dan
semak belukar serta meningkatkan hasil panen pada tanaman pokok dibandingkan
dengan penyiangan biasa. Sehingga dalam mengaplikasikan herbisida pada tanaman
budidaya diperlukan pengetahuan tentang klasifikasi herbisida, respon morpologi
dan biokimia terhadap herbisida.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
DMA
DMA 6 merupakan herbisida sistemik selektif purna
tumbuh yang berbentuk larutan dalam air berwarna coklat muda,sangat efektif
untuk mengendalikan gulma di pertanaman padi, karet, teh dan tebu.
Herbisida ini sudah tidak diragukan untuk tanaman padi
sawah. yang berguna menberantas Gulma Daun Lebar (Broadleaf) and teki tekian di
sawah. juga sangat bagus untuk Campuran ke Glyphosate dan Paraquat. dapat digunakan pada tanaman: karet,
padi, tebu, teh
Bahan aktif herbisida sistemik dapat diserap dan
ditranslokasikan ke seluruh bagian atau jaringan guma, mulai dari daun sampi
keperakaran atau sebaliknya. Reaksi kematian gulma terjadi sangat lambat karena
proses kerja bahan aktif herbisida sistemik tidak langsung mematikan jaringan
tanaman yang terkena, namun bekerja dengan cara menganggu proses fiologis
jaringan tersebut.
Efek kematian terjadi hampir merata keseluruh bagian
gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran engan demikian proses petumbuhan
embali uga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama
( panjang ). Pengunaan herbisida sistemik secara keseluruhan dapat menghemat
waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi.
Herbisida sistemik dapat digunakan pada semua jenis aat
semprot. Termauk sistem ULV ( mikron herbi), karen penyebaran bahan aktif
keseuruh gulma memerlukan sedikit pelarut. Contoh – contoh herbisida sistemik
adalah sebagai berikut: Ally 20 WDG, Banvel, Basmilang, DMA 6, Kleenup,
Polaris, Rhodiamine, Roundup, Starane, Sunup, Tordon, Touchdown. Pada praktikum
kali ini hebisida sistemik menggunakan Roundop bahan aktif ; Isapropilamina
glifosat 486 g/l , Roundop 486 SL dengan teknologi biorsorb adalah herbisid
puma tumbuh
sistemik berbentuk larutan dalam air bewarna kekuningan
, olah tanah, kedelai tanpa olah tanah dan padi gogo tanpa olah tanah serta
memacu kemasalahan dan meningkatkan kualitas wira pada tanaman tebu
Perubahan yang terjadi pada pemakaian herbisida
sistematik pada gulma adalah pemakaian herbisida sistemik yang apat mematikan
gulma oleh karena itu ada pengurangan jenis gulma yang agak berkurang.
Tergantung dari reaksi gulma tersebut dan adanya pemakaian dosis yang pada
takaran tertentu tergatunng
dari gulma sasaran , tanamannya, dan pemakaian roundup per liter
terhadap lahan luasnya perhektar.
B.
Pemanfaatan
Pestisida dalam Pertanian
Pestisida merupakan senyawa kimia yang digunakan untuk
menjaga tanaman dari organisme pengganggu tanaman. Berdasarkan cara kerjanya
pestisida dapat digolongkan menjadi pestisida kontak, fumigan, sistemik dan
lambung. Berdasarkan jenis sasarannya pestisida dapat digolongkan antara lain
sebagai : insektisida, fungisida, rodentisida, herbisida, bakterisida, dan
lain-lain. Di antara sejumlah pestisida yang banyak digunakan dalam pertanian
adalah herbisida.
Pemberantasan gulma banyak dilakukan petani dengan
menggunakan herbisida, namun penggunaan herbisida seringkali menimbulkan
masalah bila senyawa kimiawi tersebut tersisa di dalam tanah yang semakin lama
penggunaan semakin terakumulasi dalam tanah. Menurut Adi, A.
(http://www.litbang.deptan.go.id) menerangkan bahwa di Jawa barat, Jawa tengah
dan jawa Timur telah terpapar residu herbisida. Selanjtnya diterangkan bahwa di
Jawa Barat residu parakuat mencapai kisaran 0,0016 sampai 0,0025 ppm,
oksadiazon mencapai kisaran 0,0011 sampai 0,0023 ppm, dan 2,4-D mencapai 0,0014
sampai dengan 0,0025 ppm serta residu glifosat mencapai kisaran 0,0009 sampai
dengan 0,0012 ppm. Sementara di Jawa Tengah ditemukan herbisida pada tanah
sawah di Rembang, Klaten, Bantul, Cilacap, Kebumen, Banyumas, Brebes dan
Pemalang, berupa MCPA berkisar antara 0,0010 sampai 0,0046 ppm, parakuat
berkisar antara 0,0128 sampai dengan 0,0216 ppm, metil metsulfuron berkisar
antara 0,0010 sampai 0,0046 ppm dan glifosat berkisar antara 0,0004 sampai
0,0125 ppm. Selanjutnya di Jawa Timur ditermukan parakuat, glifosat,
oksadiazon, DMA, metil metsulfuron. Residu parakuat mencapai kisaran 0,0024
sampai 0,0045 dan tanah sawah di Ngawi, Magetan, Madiun, Nganjuk, Malang dan
Pasuruan mencapai kisaran 0,0031 sampai 0,0074 ppm.
C.
Herbisida
Herbisida merupakan suatu bahan atau senyawa kimia yang
digunakan untuk menghambat pertumbuhan atau mematikan tumbuhan gulma. Herbisida
ini dapat mempengaruhi satu atau lebih proses-proses (seperti pada proses
pembelahan sel, perkembangan jaringan, pembentukan klorofil, fotosintesis, respirasi,
metabolisme nitrogen, aktivitas enzim dan sebagainya) yang sangat diperlukan
tumbuhan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya. Herbisida bersifat racun
terhadap gulma atau tumbuhan penganggu juga terhadap tanaman yang
dibudidayakan.
Herbisida berasal dari senyawa kimia organik maupun
anorganik atau berasal dari metabolit hasil ekstraksi dari suatu organisme.
Herbisida bersifat racun terhadap gulma atau tumbuhan pengganggu, juga terhadap
tanaman. Herbisida yang diaplikasikan dengan dosis tinggi akan mematikan
seluruh bagian tumbuhan. Namun pada dosis yang lebih rendah, herbisida akan
membunuh tumbuhan tertentu dan tidak merusak tumbuhan yang lainnya.
Menurut Sukman dan Yakup (1991) terdapat beberapa
keuntungan menggunakan herbisida diantaranya : dapat mengendalikan gulma
sebelum mengganggu tanaman budidaya, dapat mencegah kerusakan perakaran tanaman
yang dibudidayakan, lebih efektif dalam membunuh gulma, dalam dosis rendah
dapat berperan sebagai hormon tumbuh, dan dapat meningkatkan produksi tanaman
budidaya dibandingkan dengan perlakuan pengendalian gulma dengan cara yang
lain. Pemakaian suatu jenis herbisida secara terus menerus akan membentuk gulma
yang resisten sehingga akan sulit mengendalikannya.
D.
Klasifikasi
Herbisida
1.
Berdasarkan
Waktu Aplikasi
Herbisida yang digunakan dalam pengendalian gulma pada lahan pertanian
menurut waktu aplikasinya dibedakan menjadi :
a. Herbisida
pra-pengolahan tanah, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan sebelum
lahan tersebut diolah dan ditumbuhi gulma dengan tujuan membersihkan lahan
sebelum dilakukannya pengolahan tanah, contohnya adalah herbisida dengan bahan
aktif paraquat.
b. Herbisida
pra-tanam, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan setelah dilakukan
pengolahan tanah dan sebelum lahan tersebut
ditanami tanaman budidaya dengan tujuan mengendalikan serta mencegah
biji maupun organ perbanyakan vegetatif gulma lainnya yang muncul berkat proses
pembalikan tanah ke permukaan tumbuh di lahan, contohnya adalah herbisida
dengan bahan aktif EPTC dan triazin.
c. Herbisida
pra-tumbuh, adalah herbisida yang diaplikasikan setelah lahan ditanami, namun
sebelum tanaman dan gulma tumbuh di lahan tersebut dengan tujuan menekan
pertumbuhan gulma yang akan tumbuh bersamaan dengan tumbuhnya tanaman budidaya,
contohnya herbisida dengan bahan aktif nitralin.
d. Herbisida
pasca tumbuh, adalah herbisida yang diaplikasikan pada lahan setelah tanaman
yang dibudidayakan tumbuh di lahan tersebut dengan tujuan menekan keberadaan
gulma setelah tanaman yang dibudidayakan tumbuh, contohnya adalah herbisida
dengan bahan aktif propanil, glyphosate, dan dalapon.
2. Berdasarkan
Cara Kerja
Herbisida juga dapat digolongkan berdasarkan cara kerja, selektifitas,
dan sifat kimianya. Berdasarkan cara kerjanya herbisida yang digunakan untuk
mengendalikan gulma secara kimia pada lahan pertanian dibedakan menjadi :
a. Herbisida
kontak, herbisida kontak adalah herbisida yang langsung mematikan jaringan-jaringan
atau bagian gulma yang terkena langsung (kontak) larutan herbisida, terutama
bagian gulma yang berwarna hijau. Herbisida jenis ini bereaksi sangat cepat dan
efektif jika digunakan untuk memberantas gulma yang masih hijau, serta gulma
yang masih memiliki sistem perakaran tidak meluas. Salah satu contoh cara kerja
herbisida kontak adalah dengan cara menghasilkan radikal hidrogen peroksida
yang memecahkan membran sel dan merusak seluruh konfigurasi sel. Herbisida
kontak memerlukan dosis dan air pelarut yang lebih besar agar bahan aktifnya
merata ke seluruh permukaan gulma dan diperoleh efek pengendalian aktifnya yang
lebih baik. Bagian gulma yang tidak terkena langsung oleh herbisida ini tidak
akan rusak karena di dalam jarinngan tumbuhan, bahan aktif herbisida kontak
hampir tidak ada yang ditranslokasikan ke bagian-bagian gulma lainnya. Jika
ada, bahan tersebut ditranslokasikan melalui phloem. Herbisida kontak hanya
mematikan bagian tanaman hidup yang terkena larutan, jadi bagian tanaman
dibawah tanah seperti akar atau akar rimpang tidak terpengaruhi.
Keistimewaannya dapat membasmi gulma secara cepat, 2-3 jam setelah disemprot
gulma sudah layu dan 2-3 hari kemudian mati. Sehingga bermanfaat jika waktu
penanaman harus segera dilakukan. Kelemahannya, gulma akan tumbuh kembali
secara cepat sekitar 2 minggu kemudian dan bila herbisida ini tidak menyentuh
akar maka proses kerjanya tidak berpengaruh pada gulma. Contohnya herbisida
kontak adalah herbisida yang bahan aktifnya asam sulfat 70 %, besi sulfat 30 %,
tembaga sulfat 40 %, paraquat, gramoxon, herbatop dan paracol.
b. gulma
dengan cara bahan aktifnya ditranslokasikan ke seluruh tubuh atau bagian
jaringan gulma, mulai dari daun sampai keperakaran atau sebaliknya. Herbisida
ini membutuhkan waktu 1-2 hari untuk membunuh tanaman pengganggu tanaman
budidaya (gulma) karena tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang terkena,
namun bekerja dengan cara menganggu proses fisiologi jaringan tersebut lalu
dialirkan ke dalam jaringan tanaman gulma dan mematikan jaringan sasarannya
seperti daun, titik tumbuh, tunas sampai ke perakarannya. Herbisida sistemik
mematikan gulma dengan menghambat fotosisntesis, seperti herbisida berbahan
aktif triazin dan substitusi urea amida; menghambat pernafasan (respirasi),
seperti herbisida berbahan aktif amitrol dan arsen; menghambat perkecambahan,
seperti herbisida berbahan aktif tiokarbamat dan karbamat; menghambat
pertumbuhan gulma, seperti herbisida berbahan aktif 2, 4 D, dicamba, dan
picloram. Beberapa faktor yang mempengaruhi efektivitas herbisida sistemik
adalah keadaan gulma dalam masa tumbuh aktif, cuaca yang cerah serta tidak
berangin pada saat penyemprotan, tidak melakukan penyemprotan pada saat
menjelang hujan, areal yang akan disemprot dikeringkan terlebih dahulu, gunakan
air bersih sebagai bahan pelarut. Keistimewaan dari herbisida sistemik ini
yaitu dapat mematikan tunas-tunas yang ada dalam tanah, sehingga menghambat
pertumbuhan gulma tersebut. Efek terjadinya hampir sama merata ke seluruh
bagian gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran. Dengan demikian, proses
pertumbuhan kembali juga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian
dapat lebih lama (panjang). Penggunaan herbisida sistemik ini secara
keseluruhan dapat menghemat waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi. Herbisida
sistemik dapat digunakan pada semua jenis alat semprot, termasuk sistem ULV
(Micron Herbi), karena penyebaran bahan aktif ke seluruh gulma memerlukan
sedikit pelarut.
3. Berdasarkan
Toksisitas
Selain dari cara kerjanya herbisida juga digolongkan berdasarkan
toksisitasnya. Tingkat toksisitas pada herbisida ada 2 yaitu:
a. Toksisitas
akut
Herbisida pada golongan toksisitas akut dapat dideskripsikan sebagai
suatu zat yang masuk secara intensif kedalam jaringan tubuh gulma, apabila
tidak langsung mati, kadangkala gulma hanya menderita sejenak.
b. Toksisitas
kronik.
Herbisida toksisitas kronik masuk kedalam jaringan tubuh gulma dalam
waktu yang relative lebih lama sehingga cara kerjanya cenderung lambat.
4. Berdasarkan
Selektifitas
Berdasarkan selektifitasnya, herbisida yang digunakan untuk mengendalikan
gulma secara kimia pada lahan pertanian dapat dibedakan menjadi:
a. Herbisida
selektif, adalah herbisida yang jika diaplikasikan pada berbagai jenis tumbuhan
hanya akan mematikan species tertentu gulma dan relatif tidak mengganggu
tanaman yang dibudidayakan misalnya herbisida berbahan aktif asm 2, 4 D yang
mematikan gulma daun lebar dan relatif tidak mengganggu tanaman serelia. Contoh
herbisida selektif adalah 2,4- D, ametrin, diuron, oksifluorfen, klomazon, dan karfentrazon.
b. Herbisida
non-selektif, adalah herbisida yang bila diaplikasikan pada beberapa jenis
tumbuhan melalui tanah atau daun dapat mematikan hampir semua jenis tumbuhan
termasuk tanaman yang dibudidayakan misalnya herbisida berbahan aktif
arsenikal, klorat dan karbon disulfida. Contoh herbisida ini yaitu glifosat dan
paraquat.
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi selektivitas
suatu herbisida yakni faktor fisik dan faktor biologi atau hayati.
a. Faktor-fisik
yang mempengaruhi selektivitas yaitu semua faktor yang dapat mempengaruhi
kontak antara herbisida yang diaplikasikan dengan permukaan gulma yang akan
dikendalikan serta retensi atau pengikatan herbisida tersebut pada permukaan.
Supaya efektif dalam mengendalikan gulma, maka herbisida yang diaplikasikan
harus tetap kontak atau melekat atau berada pada tumbuhan sasaran atau gulma
dan bertahan dalam waktu yang cukup lama serta dalam jumlah yang dapat
mematikan gulma tersebut. Selektivitas ini dipengaruhi oleh dosis dan formulasi
herbisida. Jumlah atau dosis herbisida yang diaplikasikan dan dapatdiserap oleh
gulma akan menentukan selektivitas herbisida tersebut. Semua jenis herbisida
bersifat tidak selektif apabila diaplikasikan dengan dosis yang tinggi.
Formulasi herbisida, misalnya adanya perekat atau tidak, akan menentukan jumlah
herbisida yang mampu melekat pada permukaan gulma (Sjahril dan Syam’un, 2011).
b. sifat
morfologi, fisiologi, dan metabolisme tumbuhan. Permukaan daun yang berlilin,
halus, atau berambut lebat akan lebih sulit terbasahi oleh herbisida yang
diaplikasikan dengan pelarut air bila dibandingkan dengan permukaan yang tidak
berlilin atau berambut. Posisi daun yang tegak juga akan menampung lebih
sedikit herbisida yang diaplikasikan dibandingkan daun yang posisinya
horisontal atau datar. Herbisida yang telah masuk dalam sel, sebagian ada yang
tidak mobil dan yang lainnya dapat ditranslokasikan ke sel-sel lainnya. Sifat
mobilitas herbisida dalam sel ini juga memiliki kontribusi terhadap
selektivitas herbisida.
5. Berdasarkan
Sifat Kimia
Berdasarkan sifat kimiawinya herbisida yang digunakan
untuk mengendalikan gulma di lahan pertanian dibedakan menjadi :
a. Herbisida
anorganik, adalah herbisida yang bahan aktifnya tersusun secara anorganik,
misalnya herbisida berbahan aktif amonium sulfanat, amonium sulfat, amonium
tiosianat, kalsium sianamida, tembaga sulfat- nitrat-ferosulfat, sodium
arsenat, sodium tetraborat, sodium klorat, sodium klorida-nitrat dan asam
sulfurat.
b. Herbisida
organik, adalah herbisida yang bahan aktifnya tersusun dari bahan organik,
misalnya herbisida golongan nitrofenol+anilin, herbisida tipe hormon, herbisida
berbahan aktif asam benzoat+fenil asetat, amida, nitril, arilkarbamat,
substitusi urea, piridin, pirimidin-urasil, triazin, amitrol dan gugusan
organoarsenat
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
DMA 6 merupakan herbisida sistemik selektif purna
tumbuh yang berbentuk larutan dalam air berwarna coklat muda,sangat efektif
untuk mengendalikan gulma di pertanaman padi, karet, teh dan tebu.
Herbisida ini sudah tidak diragukan untuk tanaman padi
sawah. yang berguna menberantas Gulma Daun Lebar (Broadleaf) and teki tekian di
sawah. juga sangat bagus untuk Campuran ke Glyphosate dan Paraquat. dapat
digunakan pada tanaman: karet, padi, tebu, teh
Bahan aktif herbisida sistemik dapat diserap dan ditranslokasikan
ke seluruh bagian atau jaringan guma, mulai dari daun sampi keperakaran atau
sebaliknya. Reaksi kematian gulma terjadi sangat lambat karena proses kerja
bahan aktif herbisida sistemik tidak langsung mematikan jaringan tanaman yang
terkena, namun bekerja dengan cara menganggu proses fiologis jaringan tersebut.
Efek kematian terjadi hampir merata keseluruh bagian
gulma, mulai dari bagian daun sampai perakaran engan demikian proses petumbuhan
embali uga terjadi sangat lambat sehingga rotasi pengendalian dapat lebih lama
( panjang ). Pengunaan herbisida sistemik secara keseluruhan dapat menghemat
waktu, tenaga kerja, dan biaya aplikasi.
DAFTAR
PUSTAKA
Anonim. 2015. Pengertian dan klasifikasi herbisida. Dapat diakses pada
http://www.pengertianpakar.com/2015/05/pengertian-dan-klasifikasi-
herbisida.html. Diakses pada tanggal 17 April 2017
Anonim. 2013. Penggolongan herbisida. Dapat diakses pada Ashton,Crafts.
Mode of Action of Herbicides.
Suhardi. 2007. Dasar-Dasar Bercocok Tanam. Yogyakarta : Kanisius.
Djafaruddin. 2004. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Jakarta : PT Bumi Aksara.
Dad R. J. Sembodo, 2010. Gulma dan Pengelolaannya. Penerbit Graha Ilmu
: Yogyakarta.
https://prayudimarta.wordpress.com/2013/07/13/rangkuman-mata-kuliah-gulma-
persebaran-gulma diakses 19 april 2017.
http://rizkiero10.blogspot.co.id/2012/04/makalah-gulma.html diakses 19
april 2017.
Mandala. 2015. “Pengertian dasar
dari Herbisida”. Dikutip pada:
https://mustikatani.wordpress.com/pengertian-herbisida/. Diakses pada tanggal:
19 April 2017.
Sutrisno, Suvi. 2013. Laporan Gulma Selektivitas. Universitas
Brawijaya Sukman, Yernelis dan Yakup.
2002. Gulma dab Teknik Pengendaliannya. Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Tjitrosoedirdjo, S. 1984. Pengelolaan Gulma di Perkebunan. PT,
Gramedia, Jakarta. Wiley, John and Sons.1981.Mode of Action of
Herbicides.Calivornia: A Wiley-
No comments:
Post a Comment