DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR............................................................................................................... i
DAFTAR
ISI............................................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang.......................................................................................................... 1
1.2
Tujuan Dan Kegunaan.............................................................................................. 1
BAB
II PEMBAHASAN............................................................................................................ 2
2.1
Pengertian Pengelolaan Hama Terpadu.................................................................... 2
2.2
Konsep dan Prinsip PHT.......................................................................................... 2
2.3.
Komponen – Komponen Pengendalian Secara Terpadu......................................... 3
2.4
Ciri – Ciri Pengendalian Secara Terpadu................................................................. 6
2.5
Langkah – Langkah Pengembangan Pengendalian Secara Terpadu......................... 7
2.6
Bermacam-Macam Metode Pengendalian............................................................... 9
BAB
III PENUTUP.................................................................................................................... 15
3.1
Kesimpulan............................................................................................................... 15
3.2
Saran......................................................................................................................... 15
DAFTAR
PUSTAKA................................................................................................................ 16
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Hama
adalah mahkluk yang sangat ditakuti oleh petani. Hama juga merupakan musuh para
petani dari dulu hingga sampai sekarang ini. Kegagalan hasil panen yang
disebabkan oleh hama masih sering kita dengar dan jumpai. Hama menjadi
permasalahan yang sangat krusial bagi para petani hingga saat ini. Pengendalian
Hama Terpadu (PHT) merupakan penanganan masalah kerusakan pada tanaman
akibat dari serangga atau penyakit pada tanaman tersebut.
Dalam
proses budi daya pertanian tidak terlepas dari apa yang namanya Organisme
Pengganggu Tanaman (OPT), kerugian akibat serangan hama bisa mencapai 37 %,
penyakit 35 %, gulma 29 %, dan bahkan akibat yang di timbulkan oleh serangan
hama bisa menyebabkan gagal panen.
Pengendalian
OPT bertujuan untuk mempertahankan produksi pertanian agar produksi tetap optimal,
pengendalian hama adalah usaha–usaha manusia untuk menekan populasi hama sampai
dibawah ambang batas yang merugikan secara ekonomi. Pengendalian dapat
dilakukan dengan Pengendalian Hama Terpadu secara tradisional, yaitu memilih
suatu cara atau menggabungkan beberapa cara pengendalian, sehingga tidak
merugikan secara ekonomis, biologi dan ekologi. Dengan tingkat kesadaran yang
tinggi tentang lingkungan yang sehat dan pertnian yang berkelanjutan diperlikan
cara pengendalian yang tepat.
1.2 Tujuan Dan
Kegunaan
Untuk
mengetahui cara mengendalikan hama dengan cara Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara tradisional.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Pengelolaan
Hama Terpadu
Ada dua istilah yang sering ditemukan
dari Pengelolaan Hama Terpadu (PHT), yaitu Pengendalian Hama Terpadu (Integrated
Pest Control=IPC) dan Pengelolaan Hama Terpadu (Integrated Pest
Management=IPM). Secara umum kedua istilah tersebut memiliki pengertian
yang sama, namun pada dasarnya kedua istilah tersebut memiliki pengertian yang
berbeda, Pada IPM terdapat kata pengelolaan yang merupakan kegiatan jangka
Panjang yang bertujuan untuk pencegahan kerusakan tanaman yang ditimbulkan oleh
hama yang managemennya lebih difokuskan untuk menjaga populasi hama tetap
rendah, sedangkan pada IPC terdapat kata pengendalian yang diartikan sebagai
kegiatan jangka pendek yang fokusnya lebih kepada mematikan hama. Di Indonesia
sendiri lebih dikenal dengan istilah Pengelolaan Hama Terpadu.
Pengelolaan Hama Terpadu (PHT) adalah
merupakan program pengelolaan pertanian secara terpadu dengan memperhatikan
aspek-aspek ekologi, ekonomi dan budaya untuk menciptakan suatu sistem
pertanian yang berkelanjutan dengan menekan terjadinya pencemaran terhadap
lingkungan oleh pestisida dan kerusakan lingkungan secara umum dengan
memanfaatkan berbagai Teknik pengendalian yang layak (kultural, mekanik, fisik
dan hayati). Konsep dasar PHT adalah menggunakan pengetahuan tentang biologi,
perilaku, dan ekologi hama untuk menerapkan serangkaian taktik sepanjang tahun
secara terpadu yang menekan dan mengurangi populasi mereka. Pendekatan ini
mempertimbangkan taktik untuk menekan atau menghindari hama di seluruh lahan
pertanian dan sekitarnya, dan taktik untuk mengelola hama dan populasi serangga
yang menguntungkan dalam tanaman, termasuk penggunaan insektisida yang
bertanggung jawab.
2.2 Konsep dan Prinsip PHT
Empat
prinsip dasar PHT tersebut adalah:
1.
Budidaya tanaman sehat
Budidaya tanaman yang sehat dan kuat menjadi bagian penting dalam
program pengendalian hama dan penyakit. Tanaman yang sehat memiliki daya tahan
yang baik terhadap serangan hama dan penyakit. Tanaman sehat juga memiliki
kemampuan lebih cepat dalam mengatasi dan memulihkan dirinya sendiri dari
kerusakan akibat serangan hama dan penyakit tersebut. Untuk memperoleh tanaman
yang sehat perlu memperhatikan varietas yang akan dibudidayakan, penyemaian
dengan cara yang benar, serta pemeliharaan tanaman yang tepat.
2. Pemanfaatan musuh alami
Pengendalian hama dan penyakit dengan memanfaatkan musuh alami yang potensial
merupakan tolok ukur dalam sistem PHT. Musuh alami atau agens hayati terbukti
mampu menekan populasi hama dan menurunkan resiko kerusakan tanaman akibat
serangan hama dan penyakit. Pemanfaatan musuh alami di dalam agroekosistem
diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara populasi hama dan populasi musuh
alaminya. Dengan demikian tidak akan terjadi peledakan populasi hama yang
melampaui ambang toleransi tanaman.
3. Pengamatan rutin atau pemantauan
Pengamatan dan pemantauan perkembangan populasi hama merupakan
bagian terpenting yang harus dilakukan oleh setiap petani. Pengamatan dan
pemantauan harus dilakukan secara rutin dan berkala, sehingga perkembangan
populasi hama, kondisi tanaman serta perkembangan populasi musuh alaminya dapat
diketahui. Hasil pemantauan dan pengamatan digunakan sebagai dasar tindakan
yang akan dilakukan.
4. Petani sebagai ahli PHT
Sistem
pengendalian hama terpadu (PHT) sebaiknya dikembangkan oleh petani sendiri,
karena penerapan PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem setempat.
Setiap wilayah atau daerah memiliki ekosistem yang berbeda-beda, sehingga suatu
sistem PHT yang dikembangkan pada wilayah tertentu belum tentu cocok jika
diterapkan pada wilayah lainnya. Agar setiap petani mampu menerapkan PHT
diwilayahnya masing-masing, maka setiap petani harus proaktif untuk mempelajari
konsep PHT. Dalam hal ini peran aktif instansi terkait dalam memasyarakatkan
PHT sangat diperlukan.
2.3. Komponen
– Komponen Pengendalian Secara Terpadu
Menurut
beberapa ahli, komponen PHT adalah perpaduan dari kultur teknis, hayati,
varietas yang tahan, fisik dan mekanik,serta kimiawi (pestisida).
1. Perlindungan
tanaman
Perlindungan
tanaman adalah suatu usaha ataupun cara pengendalian organisme pengganggu
tanaman (OPT) di sekitar area pertanian dimana pengendalian ini dilakukan tanpa
mengganggu keseimbangan ekosistem alam dan pengendalian dilakuakan untuk
menekan pertumbuhan hama hanya sampai dibawah Amabang Ekonomi (AE).
Tujuan
perlindungan tanaman adalah :
a. Pencegahan,
pengendalian dana pemantauan OPT
b. Peningkatan
kuantitas dan kualitas hasil-hasil pertanian, peningkatan daya saing produk
pertanian dipasar.
c. Peningkatan
penghasilan dan kesejahteraan petani
d. Peningkatan
kualitas dan kesimbangan lingkungan hidup
2. Sistem
PHT
Pengendalian
OPT tetap harus mengarah dan berpegang pada prinsip bahwa sistem pengendalian
pada suatu wilayah adalah efektif dan efisien serta berwawasan lingkungan.
Sistem
penerapan PHT bersifat dinamis, artinya penerapan PHT bukan dalam bentuk pake
teknologi, tetapi dalam bentuk lentur sesuai dengan ekosistem pertanaman. Oleh
sebab itu, perlu diketahiu unsur dasar dan komponen PHT.
Berikut
merupakan beberapa komponen PHT, yaitu
1. Pengendalian
dengan peraturan/regulasi/karantina
Pengedalian
dengan peraturan perundang-undangan yaitu pencegahan penyebaran/ perpindahan
dan penularan organisme pengganggu tanaman melalui kebijakan perundang-undangan
yang ditetapkan oleh pemerintah.
2. Pengendalian secara fisik
Pengendalian
ini dilakukan dengan cara mengatur faktor-faktor fisik yang dapat mempengaruhi
perkembangan hama, sehingga memberi kondisi tertentu yang menyebabkan hama
sukar untuk hidup.
3. Pengendalian secara mekanik
Pengendalian
secara mekanik mencakup usaha untuk menghilangkan secara langsung hama yang
sedang menyerang dengan tangan secara langsung atau dengan melibatkan tenaga
manusia telah banyak dilakukan oleh banyak negara dipermulaan abad ini.
4. Pengendalian secara varietas tahan
Tanaman
yang tahan merupakan tanaman yang menderita kerusakan yang lebih sedikit
dibandingkan dengan tanaman lain dalam keadaan tingkat populasi hama yang sama.
Sifat ketahanan yang dimiliki oleh tanaman dapat berupa sifat asli (keturunan
faktor genetik), tetapi dapat juga berupa faktor lingkungan yang mendorong
tanaman menjadi relatif tahan terhadap serangan hama ataupun penyakit
5. Pengendalian secara kultur teknis
Kultur
teknis adalah taktik memanipulasi lingkungan untuk membuat ketidakcocokan hama
pada suatu lingkungan dengan cara mengganggu siklus reproduktif, mengeliminasi
makanan, dan membuat lingkungan lebih cocok untuk perkembangan musuh alami.
Tujuan dari pengendalian secara kultur teknis adalah menemukan link yang lemah
dar siklus musiman hama sehingga hama tiak berkembang.
6. Pengendalian Secara Hayati
Pengendalian
hayati adalah taktik pengelolaan hama yang dilakukan secara sengaja dengan
memanfaatkan atau memanipulasikan musuh alami untuk menurunkan atau
mengendalikan populasi hama. Usaha pengendalian hama yang mengikutsertakan
organisme hidup, oleh karena itu pengendalian hama dengan teknik jantan mandul,
varietas tahan hama, dan manipulasi genetik termasuk dalam pengertian
pengendalian hayati.
Pengendalian
hayati pada dasarnya adalah usaha untuk memanfaatkan dan menggunakan musuh
alami sebagai pengendali populasi hama yang merugikan.Pengendalian hayati
sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar ekologi, terutama teori
tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan keseimbangan ekosistem.
Musuh alami dalam fungsinya sebagai pengendali hama bekerja secara tergantung
kepadatannya.
7. Pengendalian
secara Genetik
Pengendalian
secara genetik merupakan teknik pengendalian serangga hama dengan menggunakan
jenisnya sendiri bukan musuh alaminya. Seperti Penggunaan Serangga Jantan
Mandul.
8. Pengendalian
secara Kimia
Merupakan
teknik pengendalian OPT dengan menggunakan bahan kimia beracun untuk
melindungi tanaman atau hasil tanaman. Sering di sebut dengan teknik
pengendalian menggunakan pestisida.
Pestisida
adalah sebutan untuk semua jenis obat (zat/bahan kimia) pembasmi hama yang
ditujukan untuk melindungi tanaman dari serangan serangga, jamur, bakteri,
virus dan hama lainnya seperti tikus, bekicot, dan nematoda (cacing). Walaupun
demikian, istilah pestisida tidak hanya dimaksudkan untuk racun pemberantas
hama tanaman dan hasil pertanian, tetapi juga racun untuk memberantas binatang
atau serangga dalam rumah, perkantoran atau gudang, serta zat pengatur tumbuh
pada tumbuhan di luar pupuk.
2.4 Ciri
– Ciri Pengendalian Secara Terpadu
Suatu
konsep pengendalian hama dapat dikatakan sebagai sistem PHT jika mencerminkan konsep pengendalian
hama dan penyakit yang ramah lingkungan, dengan ciri-ciri sebagai
berikut :
1) Penerapan
sistem pengendalian hama terpadu (PHT) dilakukan secara bersistem, terpadu, dan
terkoordinasi dengan baik.
2) Tujuan
utama PHT bukanlah pemusnahan, pembasmian, atau pemberantasan hama, tetapi pengendalian populasi hama
agar tetap berada di bawah suatu tingkatan atau arah yang dapat mengakibatkan kerusakan
atau kerugian ekonomi.
3) Sasarannya
adalah produksi dan ekonomi tercapai tanpa merusak lingkungan hidup dan aman
bagi kesehatan manusia.
4) Mempertahankan
produksi dan mengedepankan kualitas produk pertanian.
5) Mempertahankan
populasi hama atau tingkat serangan hama di bawah AE/AK/AT.
6) Mengurangi
dan membatasi penggunaan pestisida kimia
7) Penggunaan
pestisida kimia merupakan alternatif terakhir apabila teknik pengendalian yang
ramah lingkungan tidak mampu mengatasi.
2.5 Langkah
– Langkah Pengembangan Pengendalian Secara Terpadu
Pengembangan
PHT didasarkan pada keadaanagroekosistem setempat. Sehingga pengembangan PHT
pada suatu daerah boleh jadi berbeda dengan pegembangan di daera lain. Sistem
PHT harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem dan sosial ekonomi masyarakat
petani setempat.
Menurut
Smith dan Apple (1978), langkah – langkah pokok yang perlu dikerjakan dalam
pengembangan PHT adalah sebagai berikut :
1.
Mengenal status hama yang dikelolah.
Hama – hama yang menyerang pada suatu
agroekosistem, perlu dikenal dengan baik. Sifat- sifat hama tertentu perlu
diketahui, meliputi perilaku hama, dinamika perkembangan populasi, tingkat
kesukaan makanan, dan tingkat kerusakan yang diakibatkannya.pengenalan hama
dapat dilakukan melalui identifikasi dan hasil analisis status hama yang ada.
2.
Mempejari komponen saling tindak dalam ekosistem.
Komponen suatu ekosistem perlu ditelaah
dan dipelajari. Terutama yang
mempengaruhi
dinamika perkembangan populasi hama- hama utama. Termasuk dalam langkah ini
ialah, menginventarisir musuh – musuh alami, sekaligus mengetahui potensi
mereka sebagai pengendali alami.
Interaksi antar komponen biotis dan
abiotis, dinamika populasi hama dan musuh alami, studi fenologi tanaman dan
hama, studi sebaran hama,dll, merupakan bahan yang sangat diperlukan untuk
menetapkan strategi pengendalian hama yang tepat.
3.
Penetapan dan pengembangan Ambang Ekonomi
Ambang ekonomi atau ambang pengendalian
sering juga diistilahkan sebagai ambang toleransi ekonomic. Ambang ini
merupakan ketetapan tentang pengambilan keputusan, kapan harus dilaksanakan
penggunaan pestisida. Apabila ternyata populasi atau kerusakan hama belum
mencapai arah tersebut, peggunaan pestisida masih belum diperlukan.
4.
Pengembangan sistem pengamatan dan monitoring hama
Pengamatan dan monitoring hama untuk
mengetahui padat populasi hama pada suatu waktu dan tempat, yang berkaitan
terhadap amabang ekonomi tersebut, dibutuhkan program pengamatan atau
monitoring hama secara rutin dan terorganisir dengan baik
5.
Pengembangan model deskriptif dan paramalan hama
Dengan mengetahui gejolak populasi hama
dan hubungannya dengan komponen – komponen ekosistem lainnya, maka perlu
dikembangkan model kuantitatif yang dinamis. Model yang dikembangkan diharapkan
mapu menggambarkan gejolak populasi dan kerusakan yang ditimbulkan pada waktu
yang akan datang. Sehingga, akan dapat diperkirakan dinamika populasi,
sekaligus mempertimbangkan bagaimana penanganan agar tidak sampai terjadi
ledakan populasi yang nerugikan sevara ekonomi.
6.
Pengembangan strategi pengelolaan hama
Strategi dasar PHT adalah menggunakan
taktik pengendalian ganda dalam suatu kesatuan sistem yang tekordinasi.
Strategi PHT mengusahakan agar populasi atau kerusakan yang ditimbulkan hama
tetap berada di bawah arah toleransi manusia. Beberapa taktik dasar PHT adalah
:
a) Memanfaatkan
pengendalian hayati yang aski ditempat tersebut
b) Mengoptimalkan
pengelolaan lingkungan melaliu penerapan kultur teknik yang baik, dan
c) Penggunaan
pestisida secera seketif
7.
Penyuluhan kepada petani agar menerima dan menetapkan PHT
Petani sebagai pelaksana utama
pengendalian hama , perlu menyadari dan mengerti tentang cara pendekatan PHT,
termasuk bagaimana menerapkannya di lapangan. Pemahaman lama secara
konvensional tentang pemberantasan perlu diganti
dengan pengendalian atau pengelolaan hama. Petani
perlu diberikan kepercyaan dan kemampuan untuk dapat mengamati sendiri dan
melaporkan keadaan hama pada pertanamannya.
8.
Pengembangan organisasi PHT
Sistem PHT mengharuskan adanya suatu
organisasi yang efesien dan efektif, yang dapat bekerja secara cepat dan tepat
dalam menanggapi setiap perubahan yang terjadi pada agroekosistem. Organisasi
tersebut tersusun oleh komponen monitoring pengambil keputusan, program
tindakan, dan penyuluhan pada petani. Organisasi PHT merupakan suatu organisasi
yang mampu menyelesaikan permasalahan hama dan penyakit secara mandiri, pada
daerah atau unit kerja yang menjadi tanggungjawabnya.
2.6
Bermacam-Macam Metode Pengendalian
Pengendalian
hama terpadu didefinisikan sebagai cara pendekatan atau cara berfikir tentang
pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT) yang didasarkan pada
pertimbangan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan
agroekosistem yang berwawasan lingkungan berkelanjutan. Dengan pengertian ini,konsepsi
PHT telah sejalan dengan paradigma pembangunan agribisnis. Konsep PHT muncul
dan berkembang sebagai koreksi terhadap kebijakan pengendalian hama secara
konvensional yang menekankan penggunaan pestisida. Penggunaan pestisida dalam
kerangka penerapan PHT secara konvensional ini menimbulkan dampak negatif yang
merugikan baik ekonomi, kesehatan, maupun lingkungan sebagai akibat penggunaan
yang tidak tepat dan berlebihan.
Pelaksanaan program pengendalian hama terpadu (Integreted Pest Management)
merupakan langkah yang sangat strategis dalam kerangka tuntutan masyarakat
dunia terhadap berbagai produk yang aman dikonsumsi, menjaga kelestarian
lingkungan, serta pengelolaan sumberdaya alam yang berkelanjutan yang
memberikan manfaat antar waktu dan antar generasi. Salah satu pertimbangan
dasar, pentingnya melakukan introduksi teknologi PHT, adalah adanya pergeseran
strategi pembangunan dari pendekatan pertumbuhan, top down, dan bersifat jangka
pendek (pola pembangunan konvensional) ke arah pendekatan pembangunan
pemerataan, partisipatif, jangka panjang dan berkelanjutan yang disebut pola pembangunan berkelanjutan. Berikut ini ada beberapa metode pengendalian
hama terpadu dengan cara tradisional.
1.
Petak Perangkap
Untuk menarik
tikus, buatlah petak perangkap dengan ukuran 25 x 25 m. Tanami padi pada petak
perangkap tiga minggu lebih dulu sebelum pertanaman lain disekitarnya. Lokasi
petak didekat habitat tikus seperti tepi kampung, tanggul irigasi, pematang
besar, dsb. Buat pagar di sekeliling petak kemudian buat parit air dengan
ukuran 0,5 m disekeliling pagar
2.
Pembuatan Pagar
Pengendalian
hama dengan penghalang/pagar atau barier adalah berbagai ragam factor fisik
yang dapat menghalangi atau membatasi pergerakan hyama sehingga tidak menjadi
masalah bagi petani. Cara ini menekankan aspek pencegahan terhadap hama yang
dating atau yang menyerang, macam penghalang seperti pematang yang tinggi,
lobang atau selokan jebakan, parit berisi air, pagar terbuat dari seng, atau lembaran plastic yang dipasang.
Pagar dapat dibuat dari plastik maupun terpal. Jika
menggunakan plastik, pilih plastik dengan tebal 0,8 mm dan lebar 50 cm. Sebagai
tiang penyangga pagar, pancangkan tiang bamboo disekeliling parit dengan tinggi
sekitar 75 cm pada jarak setiap 1 m. Selanjutnya bentangkan tali plastik atau
rafia dengan kuat antara tiap ujung, bagian luar tiang-tiang, kemudian kaitkan
plastik pada tali dengan lidi
Jika
menggunakan terpal, potong terpal selebar 65 cm. Lipat dan jahit kedua tepinya
agar kuat. Pada jarak setiap 1 meter, jahitkan pula tempelan berbentuk
selongsong untuk menyisipkan tiang bamboo. Pagar dari terpal dapat digunakan
terus menerus selama tiga tahun. Sedangkan pagar plastik hanya dapat dipakai
untuk 1 musim tanam.
3. Bubu Perangkap
Perangkap bubu
termasuk kedalam komponen pengendalian fisik dan mekanik, yang merupakan teknik
pengendalian yang paling kuno, dilakukan oleh manusia sejak manusia
mengusahakan pertanian. Pengendalian fisik dan mekanik merupakan tindakan yang
dilakukan dengan tujuan secara langsung dan tidak langsung, mematikan,
mengganggu aktivitas dan merubah lingkungan sedemikian rupa sehingga lingkungan
menjadi tidak sesuai bagi kehidupan hama. Pengendalian dengan perangkap bubu
aman akan kesehatan manusia dan lingkungan karena tanpa menggunakan bahan kimia
yang berbahaya.
Bubu
dibuat dari kawat ram berbentuk kotak dengan ukuran panjang 40 cm, lebar 30 cm,
dengan tinggi 30 cm. Salah satu sisi bubu dilengkapi corong kawat yang dapat
dilalui tikus. Sisi lainnya mempunyai pintu untuk mengeluarkan tikus yang
terperangkap
Tempatkan bubu di dalam petak
(dibelakang pagar) dengan pintu corong bubu tepat di belakang lubang yang
dibuat pada bagian bawah pagar. Jumlah bubu paling sedikit empat, masing-masing
ditempatkan di satu sisi petak. Di parit di bagian luar pagar dibuat jembatan bagi tikus menuju lubang
perangkap.
Cara Pemeliharaan Perangkap Bubu Tikus
a) Periksa bubu setiap pagi
b) Bila ada tikus yang terperangkap, bubu diambil
dan dibenamkan ke dalam air selama 10 menit
c) Keluarkan
tikus yang telah mati dari bubu
d) Bersihkan bubu sebelum digunakan kembali. Bila
kurang bersih, maka bubu akan dihindari Tikus
e) Pertanaman
padi pada petak perangkap harus dirawat seperti pertanaman lain disekitarnya.
Hal yang harus dihindari
Beberapa
kesalahan umum yang membuat petak perangkap kurang berhasil, antara lain :
• Petak perangkap
dibuat jauh dari habitatnya.
•
Ukuran petak perangkap terlalu kecil
•
Umur pertanaman petak tidak berbeda,
dengan pertanaman di sekitarnya.
•
Parit kering sehingga memudahkan tikus
untuk melubangi pagar
•
Ada tumbuhan atau benda lain di bagian luar pagar, sehingga dapat dipanjat
tikus
Efektifitas Perangkap Bubu Tikus
Bila dibuat dengan baik, setiap petak perangkap dapat menarik perhatian
tikus dari jarak 200 meter. Pengendalian tikus dengan perangkap bubu akan lebih
efektif bila digabungkan dengan cara lain misalnya emposan.
4. Membuat Perangakap Hama
Pengendalian dengan perangkap terhadap hama adalah mengupayakan hama bisa
masuk/ tertangkap dalam jebakan, sehingga tidak bisa keluar lagi. Macam
perangkap bisa dengan zat-zat penarik dari tumbuhan / sintetik sepertieugenol
yang dipasang pada aqua untuk menarikdan memangkap hama lalat buah, dengan
lubang bubu untuk menangkap hama tikus.
Adapun bahan-bahan yang dipergunakan untuk
membuat perangkap hama bisa dibuat dari bahan sederhana yang sudah tidak
terpakai lagi kita anggap sebagai sampah dan mudah di dapatkan seperti :
•
botol aqua besar atau sejanis botol plastic yang lainnya.
•
corong ukuran sedang.
•
lem
•
cuka
•
gula merah
•
kawat ikat atau tali yang gunanya untuk mengikat
Cara pembuatan.
• Lubangi botol pada bagian samping minimal dua buah lubang
dengan ukuran sebesar leher corong. Masukan leher corong kebagian lubang
tersebut dan kemudian rekatkan dengan lem agar lebih kuat dudukannya pada botol
tersebut.
• Lalu masukan gula merah satu potong kedalam botol aqua
tersebut dan tambah cuka seukuran setengah botol aqua akua tersebut.
• Lalu ikatkan tali atau kawat untuk memudahkan kita untuk
mengantungnya pada tempat-tempat yang kita inginkan.
5. Perangkap Papan Kuning
Tehnik ini dapat juga kita gunakan
dalam penanggulangan hama. Namun tehnik ini harus ada perawatan khusus karena
bahan yang di pergunakan adalah perekat alami yang berasal dari getah sukun,
getah nangka. Sedangkan perekat sintetis lainnya dapat juga dipergunakan
seperti lem yang masa pengeringannya agak sedikit lama.
Bahan-bahan
untuk membuat perangkap.
•
Satupotong papan berukuran 2x20x20 cm atau dapat juga digantikan dengan
menggunakan tempurung kelapa.
•
Cat kuning + kuas.
•
Gula merah
•
Gagang penyangga dan paku.
Cara pembuatan dan pengunaannya.
•
Lumuri papan atau tempurung dengan cat kuning dan tunggu beberapa saat hingga
kering.
•
Tambahkan perekat pada permukaan papan atau tempurung tersebut.
•
Berikan umpan yang diletakan ditengah perangkap untuk mengundang hama tersebut
agar datang dan memakan umpan tersebut.
•
Lalu tancapkan perangkap yang sudah kita buat tadi di tengah bedeng atau kebun.
Buatlah beberapa buah perangkap yang sama dan letakkan dengan jarak
2 meter antara perangkap yang satu
dengan yang lainnya.
6. Perangkap jaring.
Bahan-bahan yang diperlukan :
•
Jaring nyamuk.
•
Benang dan jarum jahit.
•
Gagang penyangga kayu atau bambu.
•
Kawat pembentuk
•
Umpan.
Cara
pembuatan
• Bentuklah jaring dengan menjahit tergantung bentuk yang
di inginkan dengan mengikuti bentuk bingkai kawat.
•
Buatlah atau sisakan lubang masuk yang berbentuk krucut agar hama bisa keluar
setelah masuk
•
Dapat dipasang dipingiran kebun atau lahan sesuai dengan kebutuhan.
7. Perangkap Lidi Dan Pelepah Sagu.
Tehnik ini hampir sama halnya dengan perangkap papan
kuning yang membedakanya hanya skala jangkauannya lebih kecil dari papan kining
sedangkan bahan dan cara kerjanya tetap sama.
Bahan yang digunakan:
• Lidi aren/kelapa.
•
Perekat.
•
Umpan penarik perhatian.
Cara pembuatan dan penggunaannya :
•
Lumuri lidi dengan perekat lalu tusukkan umpan tersebut pada ujung lidi dan
siap untuk dipergunakan yang ditancapkan pada lahan.
•
Berbeda halnya dengan pengunaan perangkap dari pelepah sagu karena pelepah sagu
mempunyai lender sebagai getah yang dapat berfungsi sebagai lemperekat. kita
hanya perlu menambahkan umpan dan menancapkanya dibagian atas.
•
Tancapkan perangkap tersebut dalam kebun dengan jarak 50cm untuk perangkap
jenis lidi.
•
Untuk jenis perangkap yang mempergunakan pelepah sagu dapat diperjarak dengan
ukuran 70cm atau tergantung kebutuhan.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pengendalian
OPT tetap harus mengarah dan berpegang pada prinsip bahwa sistim pengendalian
pada suatu wilayah adalah efektif dan efisien serta berwawasan lingkungan.
Konsepsi pengendalian yang dikombinasikan dari berbagai cara dan dikembangkan
secara lebih luas yaitu sebagai suatu sistim pengelolaan populasi hama
yang menggunakan semua tehnik yang sesuai dan kompatibel (saling
mendukung) untuk menurunkan populasi sampai tingkat dibawah ambang kerugian
ekonomi dan konsep ini dikenal dengan konsep Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
PHT adalah
upaya pengendalian populasi atau tingkat serangan OPT dengan menggunakan
berbagai teknik pengendalian yang kompatibel dan di kembangkan dalam satu
kesatuan untuk mencegah timbulnya kerugian secara ekonomis dan kerusakan lingkungan hidup.
Sistem penerapan PHT bersifat dinamis, artinya penerapan PHT bukan dalam
bentuk paket teknologi, tetapi dalam bentuk lentur sesuai dengan ekosistem
pertanaman. Oleh sebab itu, perlu informasi dan pengetahuan berupa unsur
dasar dan komponen dasar.
3.2 Saran
Disarankan kepada pembaca khususnya bagi
petani agar memahami isi maupun inti dari makalah ini, sehingga pengetahuan
mengenai pengendalian hama dan penyakit secara terpadu akan bertambah. Dan
apabila tanaman mereka terserang hama maupun penyakit, maka dengan mudah hama
atapun penyakit tersebut dapat dibasmi dengan mudah.
Dan diharapkan bagi pembaca (petani)
agar dapat menerapkan sistem pengendalian ini dalam kehidupan sehari – harinya,
karena sistem pengendalian ini merupakan sistem pengendalian yang ramah
lingkungan, dan tidak berdampak pada lingkungan dan agroekosistem.
DAFTAR PUSTAKA
Azzami.2017.
pengertian, prinsip, dasar dan konsep pengendalian hama terpadu. From http://mitalom.com/pengertian-prinsip-dasar-dan-konsep-pengendalian-hama-terpadu-pht/
Blogspot.2013. konsep
pengendalian hama terpadu. From : http://kendalikanopt.blogspot.co.id/2015/06/konsep-dan-prinsip-pengendalian-hama.html.
Bumi lestari.2012.
mengendaliakn OPT secara terpadu. From : http://bumilestari.blogspot.com/2012/08/mengendalikan-OPT-secara-terpadu-html?m=1
Pertanian organi.2013.
pengertian PHT. From http://jurnalorganik.blogspot.com/2013/06/pengertian-pengendalian-hama-terpadu.html?m=1
No comments:
Post a Comment