Sunday, 24 October 2021

MAKALAH MANAJEMEN BENCANA PADA PENANGANAN COVID 19 DI INDONESIA

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.      Latar Belakang

Pada awal Maret 2020 Presiden Jokowi secara resmi menyampaikan kasus pertama virus corona di Indonesia. Dari penyampaian tersebut, perkembangan informasi mengenai virus corona di berbagai media mendapat tanggapan yang beragam dari publik. Tindakan yang diambil masyarakat pun juga demikian, ada yang tidak melakukan tindakan apapun dan ada beberapa masyarakat yang terlihat panik.

Bukti kepanikan di tengah masyarakat antara lain sulit ditemukannya masker dan hand sanitizer serta beberapa ramuan rempah yang semakin banyak dicari di berbagai kota. Penyebab kepanikan tersebut terjadi karena kurangnya pengetahuan dan informasi yang didapat masyarakat. Informasi menjadi penting karena mampu memengaruhi keadaan sikap dan perilaku masyarakat dalam mengambil keputusan, sehingga hal ini perlu dikelola dengan baik melalui manajemen bencana oleh pemerintah.

Perlu diingat bahwa bencana bukan hanya meliputi banjir, tanah longsor, kebakaran lahan, gempa bumi, dan tsunami saja, tetapi wabah penyakit juga termasuk dalam kategori bencana. Oleh karena itu kejadian ini juga memerlukan mitigasi dan skenario penanganan yang matang terkait wabah penyakit yang mungkin saja bisa muncul di masa mendatang dan bisa ditangani dengan baik.

Sebelum masuk ke Indonesia, fenomena virus corona telah lama diketahui masyarakat. Jangka waktu tersebut seharusnya dapat diantisipasi oleh pemerintah agar siap sewaktu-waktu sampai ke Indonesia dengan melakukan mitigasi penyebarannya.

 

B.       Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut dapat di peroleh berbagai macam pembahasan atau masalah yang akan di bahas dalam penulisan makalah ini. Adapun berbagai macam pembahasan dalam makalah ini dapat di temukan berbagai titik permasalahan yang membentuk suatu pertanyaan sebagai berikut :

  1. Apa yang di maksud dengan bencana dan apa saja jenis bencana?
  2. Apa yang di maksud dengan manajemen bencana?
  3. Apa saja kegiatan dan tahapan manajemen bencana?
  4. Apa saja prinsip-prinsip penanggulangan bencana?
  5. Apa saja tindakan dalam Manajemen Penanganan Wabah Covid 19 di Indonesia?

 

C.    Tujuan

Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu untuk mengetahui:

1.      Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan bencana dan apa saja jenis bencana?

2.      Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan manajemen bencana

3.      Untuk mengetahui apa saja kegiatan dan tahapan manajemen bencana

4.      Untuk mengetahui apa saja prinsip-prinsip penanggulangan bencana

5.      Untuk mengetahui tindakan dalam Manajemen Penanganan Wabah Covid 19 di Indonesia

 

D.    Manfaat

1.       Menambah pengetahuan dan wawasan pembaca dan penulis dalam hal menajemen bencana.

2.       Pembaca dapat menerapkan upaya penanggulangan bencana, terutama untuk para petugas kesehatan.

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Definisi Dan  Jenis Bencana

Undang-undang nomor 24 tahun 2007 tentang penanggulangan bencana menyebutkan bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Definisi tersebut menyebutkan bahwa bencana disebabkan oleh faktor alam, non alam, dan manusia. Oleh karena itu, undang-undang nomor 24 tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan  bencana sosial.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa  bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi. Dan wabah penyakit. Bencana sosial adalah  bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atauserangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas masyarakat, dan teror.

 

B.       Definisi Manajemen Bencana

Penanggulangan bencana atau yang sering didengar dengan manajemen  bencana (disaster management) adalah serangkaian upaya yang meliputi  penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan  pencegahan bencana, tanggap darurat, dan rehabilitasi. Konsep manajemen bencana saat ini telah mengalami pergeseran  paradigma dari pendekatan konvensional menuju pendekatan holistik (menyeluruh). Pada pendekatan konvensial bencana itu suatu peristiwa atau kejadian yang tidak terelakkan dan korban harus segera mendapatkan  pertolongan, sehingga manajemen bencana lebih fokus pada hal yang bersifat  bantuan (relief) dan tanggap darurat (emergency response).

Selanjutnya  paradigma manajemen bencana berkembang ke arah pendekatan pengelolaan risiko yang lebih fokus pada upaya-upaya pencegahan dan mitigasi, baik yang bersifat struktural maupun non-struktural di daerah-daerah yang rawan terhadap bencana, dan upaya membangun kesiap-siagaan.

Sebagai salah satu tindak lanjut dalam menghadapi perubahan paradigma manajemen bencana tersebut, pada bulan januari tahun 2005 di kobe-jepang, diselengkarakan konferensi pengurangan bencana dunia (world conference on disaster reduction) yang menghasilkan beberapa substansi dasar dalam mengurangi kerugian akibat bencana, baik kerugian jiwa, sosial, ekonomi dan lingkungan. Substansi dasar tersebut yang selanjutnya merupakan lima  prioritas kegiatan untuk tahun 2005-2015 yaitu :

  1. Meletakkan pengurangan risiko bencana sebagai prioritas nasional maupun daerah yang pelaksanaannya harus didukung oleh kelembagaan yang kuat.
  2. Mengidentifikasi, mengkaji dan memantau risiko bencana serta menerapkan sistem peringatan dini
  3. Memanfaatkan pengetahuan, inovasi dan pendidikan membangun kesadaran kesadaran keselamatan diri dan ketahanan terhadap bencana  pada semua tingkat masyarakat.
  4. Mengurangi faktor-faktor penyebab risiko bencana
  5. Memperkuat kesiapan menghadapi bencana pada semua tingkatan masyarakat agar respons yang dilakukan lebih efektif

 

C.      Tahapan Dan Kegiatan Dalam  Manajemen Bencana

  1. Pencegahan (prevention)

Upaya yang dilakukan untuk mencegah terjadinya bencana (jika mungkin dengan meniadakan bahaya).

Misalnya :

a.       Melarang pembakaran hutan dalam perladangan

b.      Melarang penambangan batu di daerah yang curam

c.       Melarang membuang sampah sembarangan

  1. Mitigasi Bencana (Mitigation)

Serangkaian upaya untuk mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana (UU 24/2007) atau upaya yang dilakukan untuk meminimalkan dampak yang ditimbulkan oleh bencana.

Bentuk mitigasi :

a.       Mitigasi struktural (membuat chekdam, bendungan, tanggul sungai, rumah tahan gempa, dll.)

b.      Mitigasi non-struktural (peraturan perundang-undangan, pelatihan, dll.)

  1. Kesiapsiagaan (Preparedness)

Serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna (UU 24/2007) Misalnya:

Penyiapan sarana komunikasi, pos komando, penyiapan lokasi evakuasi, Rencana Kontinjensi, dan sosialisasi peraturan / pedoman penanggulangan bencana.

  1. Peringatan Dini (Early Warning)

Serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga yang berwenang (UU 24/2007) atau Upaya untuk memberikan tanda peringatan bahwa bencana kemungkinan akan segera terjadi.

Pemberian peringatan dini harus :

a.       Menjangkau masyarakat (accesible)

b.      Segera (immediate)

c.       Tegas tidak membingungkan (coherent)

d.      Bersifat resmi (official)

  1. Tanggap Darurat (response)

Upaya yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana, untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian.

  1. Bantuan Darurat (relief)

Merupakan upaya untuk memberikan bantuan berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan dasar berupa :

a.       Pangan

b.      Sandang

c.       Tempat tinggal sementara

d.      kesehatan, sanitasi dan air bersih

  1. Pemulihan (recovery)

Proses pemulihan darurat kondisi masyarakat yang terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan semula. Upaya yang dilakukan adalah memperbaiki prasarana dan pelayanan dasar (jalan, listrik, air bersih, pasar puskesmas, dll).

  1. Rehabilitasi (rehabilitation)

Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek  pemerintahan dan kehidupan masyarakat pada wilayah  pascabencana.Upaya langkah yang diambil setelah kejadian bencana untuk membantu masyarakat memperbaiki rumahnya, fasilitas umum dan fasilitas sosial penting, dan menghidupkan kembali roda perekonomian.

  1. Rekonstruksi (reconstruction)

Program jangka menengah dan jangka panjang guna perbaikan fisik, sosial dan ekonomi untuk mengembalikan kehidupan masyarakat pada kondisi yang sama atau lebih baik dari sebelumnya. Rekonstruksi adalah pembangunan kembali semua  prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pascabencana,  baik pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh dan berkembangnya kegiatan  perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pascabencana.

Dengan melihat manajemen bencana sebagai sebuah kepentingan masyarakat kita berharap berkurangnya korban nyawa dan kerugian harta benda. Dan yang terpenting dari manajemen bencana ini adalah adanya suatu langkah konkrit dalam mengendalikan bencana sehingga korban yang tidak kita harapan dapat terselamatkan dengan cepat dan tepat dan upaya untuk pemulihan pasca bencana dapat dilakukan dengan secepatnya.

Pengendalian itu dimulai dengan membangun kesadaran kritis masyarakat dan pemerintah atas masalah bencana alam, menciptakan proses perbaikan total atas pengelolaan bencana, penegasan untuk lahirnya kebijakan lokal yang bertumpu pada kearifan lokal yang berbentuk peraturan nagari dan peraturan daerah atas menejemen bencana. Yang tak kalah pentingnya dalam manajemen bencana ini adalah sosialisasi kehatian-hatian terutama pada daerah rawan bencana.

 

D.      Prinsip-Prinsip Penanggulangan Bencana

Prinsip-prinsip dalam penanggulangan bencana berdasarkan pasal 3 uu  no. 24 tahun 2007, yaitu:

  1. Cepat dan tepat. Yang dimaksud dengan “prinsip cepat dan tepat” adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan secara cepat dan tepat sesuai dengan tuntutan keadaan.
  2. Prioritas. Yang dimaksud dengan “prinsip prioritas” adalah bahwa apabila terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat  prioritas dan diutamakan pada kegiatan penyelamatan jiwa manusia.
  3. Koordinasi dan keterpaduan. Yang dimaksud dengan “prinsip koordinasi” adalah bahwa penanggulangan bencana didasarkan pada  koordinasi yang baik dan saling mendukung. Yang dimaksud dengan “prinsip keterpaduan” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan oleh berbagai sektor secara terpadu yang didasarkan pada kerja sama yang baik dan saling mendukung.
  4. Berdaya guna dan berhasil guna. Yang dimaksud dengan “prinsip  berdaya guna” adalah bahwa dalam mengatasi kesulitan masyarakat dilakukan dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang  berlebihan. Yang dimaksud dengan “prinsip berhasil guna” adalah bahwa kegiatan penanggulangan bencana harus berhasil guna, khususnya dalam mengatasi kesulitan masyarakat dengan tidak membuang waktu, tenaga, dan biaya yang berlebihan.
  5. Transparansi dan akuntabilitas. Yang dimaksud dengan “prinsip transparansi” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan. Yang dimaksud dengan “prinsip akuntabilitas” adalah bahwa penanggulangan bencana dilakukan secara terbuka dan dapat dipertanggungjawabkan secara etik dan hukum.
  6. Kemitraan.
  7. Pemberdayaan
  8. Nondiskriminatif. Yang dimaksud dengan “prinsip nondiskriminasi” adalah bahwa negara dalam penanggulangan bencana tidak memberikan perlakuan yang berbeda terhadap jenis kelamin, suku, agama, ras, dan aliran politik apa pun.
  9. Nonproletisi. Yang dimaksud dengan ”nonproletisi” adalah bahwa dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat bencana, terutama melalui pemberian bantuan dan pelayanan darurat bencana.

 

E.       Manajemen Penanganan Wabah Covid 19 di Indonesia

  1. Social separation (SS)  atau pemisahan sosial

a.       Pengertian

Social separation atau pemisahan sosial yang dimaksud di sini adalah merupakan metode dalam penanggulangan wabah penyakit dengan memisahkan orang yang sakit dengan orang yang sehat.

b.      Kelaziman

Metode ini sudah lumrah dilakukan di dunia peternakan yang sedang menghadapi wabah dengan memisahkan ternak yang sehat dan yang sakit atau lazim disebut metode karantina. Bahkan metode ini secara historis dokumenter pernah diterapkan oleh Nabi Muhammad SAW dengan memerintahkan:

"Janganlah (unta) yang sakit

itu didekatkan dengan (unta) yang sehat."

Terkait dengan penyakit yang diderita manusia, Nabi juga pernah bersabda:

"Janganlah orang yang berpenyakit berdekatan dengan orang yang sehat."

c.       Tujuan

Metode separasi sosial ini bertujuan agar tidak terjadi penyebaran virus dari orang yang terpapar Covid-19 kepada orang yang sehat. ODP (Orang Dalam Pemantauan) dan PDP (Pasien Dalam Pengawasan) serta Pasien Positif

Corona diisolasi di rumah dan rumah sakit, sedangkan lingkungan luar rumah (ruang public) merupakan ruang orang-orang yang sehat dan produktif untuk menggerakkan roda ekonomi guna membiayai orang-orang yang terkena wabah Covid-19.

d.      Teknis Penerapan Social Separation (SS)

Penanganan Covid-19 dengan pola Social Separation yang memisahkan kelompok masyarakat berdasarkan status kesehatannya (memisahkan yang sehat dan yang sakit) ini harus menjadi sebuah gerakan sosial yang total. Pola SS ini secara garis besar terdiri dari tiga langkah. Yakni, Tahap Tracking dan Tahap Testing serta Tahap Healing.  Sementara itu, petugas utama adalah birokrasi dari level RT, aparat keamanan, dan tenaga medis mulai dari level Puskesmas.

e.       Syarat yang Dibutuhkan

Syarat pendukung agar Pola SS ini bisa berhasil dengan baik maka syarat dan sarana pendukung antara lain:

1)      Swab test dengan metode Rapid Test PCR dengan peralatan yang mampu deteksi dini, cepat dan akurat.

 

2)      Peralatan APD yang aman bagi person yang merawat dan mengobati pasien, baik di rumah maupun di rumah sakit

3)      Untuk kehati-hatian: protocol kesehatan tetap dilaksanakan, yaitu penggunaan masker, physical  distancing, cuci tangan, penggunaan hand snitizer, penggunaan disinfektan yang tepat.

4)      Edukasi yang benar terhadap semua masyarakat.

5)      Pengawasan yang ketat dari apparat yang diberi wewenang.

 

  1. Sekedar Alternatif alat Rapid Test PCR

Ada salah satu alat yang canggih yaitu produksi Bioneer atau yang perusahaan sejenisnya. Dimana yang menjadi penting adalah: bisa deteksi dini (sehari terpapar bisa terdeteksi, sedangkan rapid test dengan serologi hanya bisa mengetahui setelah seminggu terpapar Covid-19), cepat (8 jam), dan akurat.

  1. Tahap Tracking

Tracking atau pelacakan terhadap penyebaran virus Corona, basisnya dilakukan terhadap semua penduduk di tingkat RT. Tujuan tracking untuk mendeteksi dan menemukan ODP yaitu orang-orang yang pernah berhubungan dengan penderita Covid-19 atau orang-orang yang pernah bepergian ke negara atau wilayah pandemic dan orang-orang  yang memiliki gejala Covid-19.

  1. Tahap Testing

Testing dilakukan dengan metode dan peralatan yang cepat dan akurat serta bisa untuk deteksi sedini mungkin, yaitu menggunakan swab test (hasil bisa diketahui 8 jam) yang dilakukan terhadap: ODP dan orang yang memiliki gejala Covid-19 (PDP). Setelah dites, penduduk yang positif Covid-19 harus diisolasi. Orang positif Covid-19 dengan  gejala ringan cukup diisolasi di rumah, sedangkan yang memiliki gejala sedang diisolasi di Rumah Sakit Darurat. Sedangkan yang memiliki gejala berat diisolasi di Rumah Sakit Rujukan. Sementara itu penduduk yang sehat dan produktif justru didorong untuk bekerja dan beraktivitas di luar rumah. Tentu saja hal ini tidak menutup kemungkinan pekerjaan dilakukan di dalam rumah. Penduduk sehat yang keluar rumah bisa diberi keterangan oleh petugas medis.

  1. Tahap Caring and Healing

Tahap ini merupakan tahap perawatan dan penyembuhan yang dilakukan bagi orang-orang yang menderita COVID-19 baik di rumah, Rumah Sakit Darurat, maupun Rumah Sakit Rujukan. Perawatan dan penyembuhan di rumah dilakukan oleh anggota keluarga yang sehat dan/atau tidak bekerja sedangkan di rumah sakit dilakukan  tenaga medis. Baik perawatan dan penyembuhan di rumah maupun di rumah sakit harus menggunakan protocol dan peralatan kesehatan yang standar dan/ atau aman dari kemungkinan penyebaran virus.

 

 

 


BAB III

PENUTUP

 

A.      Kesimpulan

Pola Social Separation dalam penanganan Covid-19 ini sesuai dengan latar belakang sosial dan budaya serta kondisi ekonomi masyarakat Indonesia sehingga akan bisa efektif. Semoga pola ini bisa segera diterapkan atau setidaknya pola yang ada bisa dimodifikasi dengan Pola SS ini.

 

B.       Saran

Masalah penanggulangan bencana tidak hanya menjadi beban  pemerintah atau lembaga-lembaga yang terkait. Tetapi juga diperlukan dukungan dari masyarakat umum. Diharapkan masyarakat dari tiap lapisan dapat ikut berpartisipasi dalam upaya penanggulangan bencana.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Anonymous. 2011.  Indonesia Negara Rawan Bencana. http://www.bbc.co.uk/indonesia/berita_indonesia/2011/08/110810_indonesia_tsunami.shtml. Di akses tanggal 18 September 2017

 

Badan Koordinasi Nasional Penanganan Bencana. 2007. Pengenalan  Karakteristik Bencana dan Upaya Mitigasinya Di Indonesia.(2 th ed). Jakarta: Direktorat Mitigasi.

 

Badan Nasional Penanggulangan Bencana. 2008. Peraturan Kepala Badan  Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008 Tentang  Pedoman Penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana. Jakarta: BNPB

 

Kamus Kesehatan. http://kamuskesehatan.com/arti/triage/. Di akses tanggal 18 September 2017

 

Ledysia, Septiana. 2013. Januari 2013, Indonesia Dirundung 119 Bencana. http://news.detik.com /read /2013 /02/02/002615/2159288/10/januari-2013-indonesia-dirundung-119-bencana. Di akses tanggal 18 September 2017

 

Pusat Data, Informasi dan Humas. 2010. Sistem Penangulangan Bencana. http://bnpb.go.id/page/read/7/sistem-penanggulangan-bencana. Diakses tanggal 18 September 2017

 

Pusat Data, Informasi dan Humas. 2012. Definisi dan Jenis Bencana. http://www.bnpb.go.id/page/read/5/definisi-dan-jenis-bencana. Diakses tanggal 18 September 2017

 

Pasal 1 Undang-Undang No. 24 Tahun 2007. Jakarta: DPR RI dan Presiden RI

 

Sudiharto. 2011. Manajemen Disaster. http://bppsdmk.depkes.go.id/bbpkjakarta/wp-content /uploads/ 2011/06/ Manajemen Disaster .pdf. Di akses tanggal 18 September 2017

 

 

Sinurat, Hulman., & Adiyudha, Ausi. 2012. Sistem Manajemen Penanggulangan Bencana Alam Dalam Rangka Mengurangi Dampak Kerusakan Jalan Dan Jembatan. Jakarta: Puslitbang Jalan dan Jembatan

 

Udiyana,  Nyoman Dwi Maha. Bencana datang Tanpa Rencana, Namun Penanggulangan Harus terencana.http://www.academia.edu/3716116/Bencana_datang_Tanpa_Rencana_Namun_Penanggulangannya_Harus_Terencana. Di akses tanggal 18 September 2017

 

No comments:

Post a Comment