DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... ii
BAB
1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar
Belakang........................................................................................... 1
B. Rumusan
masalah...................................................................................... 1
C. Tujuan........................................................................................................ 1
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 2
A. Organisasi
dan Sel Saraf............................................................................ 2
B. Organisasi
Struktural Sistem Saraf............................................................ 2
C. Sel-Sel
Pada Sistem Saraf.......................................................................... 3
D. Susunan
Saraf Manusia.............................................................................. 5
BAB
III PENUTUP............................................................................................. 17
A.
Kesimpulan.............................................................................................. 17
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 18
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Sistem
saraf manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang saling berhubungan, sangat
khusus, dan kompleks. Sistem saraf ini mengoordinasikan, mengatur, dan mengendalikan
interaksi antara seorang individu dengan lingkungan sekitarnya. Sistem tubuh
yang penting ini juga mengatur aktivitas sebagin besar sistem tubuh lainnya.
Tubuh mampu berfungsi sebagai satu kesatuan yang harmonis karena pengaturan
hubungan saraf diantara berbagai sistem (Price dan Wilson, 2005).
Fenomena
mengenai kesadaran, daya pikir, daya ingat, bahasa, sensasi, dan gerakan
semuanya berasal dari sistem ini. Oleh karena itu, kemampuan untuk memahami,
belajar, dan berespon terhadap rangsangan merupakan hasil dari integrasi fungsi
sistem saraf, yang memuncak dalam kepribadian dan perilaku seseorang (Price dan
Wilson, 2005).
B.
Rumusan
masalah
Berdasarkan
latar belakang di atas maka dapat dirumuskan masalah; bagaimana anatomi dan
fisiologi sistem saraf?
C.
Tujuan
Tujuan
dalam pembuatan makalah ini adalah untuk mengetahui anatomi dan fisiologi
sistem saraf.
BAB
II
PEMBAHASAN
A.
Organisasi
dan Sel Saraf
Dalam
mekanisme sistem saraf, lingkungan internal dan stimulus eksternal dipantau dan
diatur. Kemampuan khusus seperti iritabilitas, atau sensitivitas terhadap
stimulus, dan konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respons
terhadap stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama:
1.
Input sensorik. Sistem
saraf menerima sensasi atau stimulus melalui reseptor, yang terletak di tubuh
baik eksternal (reseptor somatic) maupun internal (reseptor viseral).
2.
Antivitas integratif.
Reseptor mengubah stimulus menjadi impuls listrik yang menjalar di sepanjang
saraf sampai ke otak dan medulla spinalis, yang kemudian akan menginterpretasi
dan mengintegrasi stimulus, sehingga respon terhadap informasi bisa terjadi.
3.
Output motorik. Input
dari otak dan medulla spinalis memperoleh respon yang sesuai dari otot dan
kelenjar tubuh, yang disebut sebagai efektor.
B.
Organisasi
Struktural Sistem Saraf
Sistem saraf
dibagi menjadi:
1.
Sistem saraf pusat
(SSP). Terdiri dari otak dan medulla spinalis yang dilindungi tulang kranium
dan kanal vertebral.
2.
Sistem saraf perifer
meliputi seluruh jaringan saraf lain dalam tubuh. Sistem ini terdiri dari saraf
cranial dan saraf spinal yang menghubungkan otak dan medulla spinalis dengan
reseptor dan efektor.
Secara
fungsional sistem saraf perifer terbagi menjadi sistem aferen dan sistem
eferen.
- Saraf aferen
(sensorik) mentransmisi informasi dari reseptor sensorik ke SSP
- Saraf eferen
(motorik) mentransmisi informasi dari SSP ke otot dan kelenjar.
Sistem eferen
dari sistem saraf perifer memiliki dua sub divisi:
1)
Divisi somatic
(volunter) berkaitan dengan perubahan lingkungan eksternal dan pembentukan
respons motorik volunteer pada otot rangka.
2)
Divisi otonom
(involunter) mengendalikan seluruh respon involunter pada otot polos, otot
jantung dan kelenjar dengan cara mentransmisi impuls saraf melalui dua jalur:
a)
Saraf simpatis berasal
dari area toraks dan lumbal pada medulla spinalis.
b)
Saraf parasimpatis
berasal dari area otak dan sacral pada medulla spinalis.
Sebagian besar
organ internal di bawah kendali otonom memiliki inervasi simpatis dan
parasimpatis.
C.
Sel-Sel
Pada Sistem Saraf
1.
Pengertian Neuron
Neuron adalah
unit fungsional sistem saraf yang terdiri dari badan sel dan perpanjangan
sitoplasma.
a.
Badan sel atau
perikarion, suatu neuron mengendalikan metabolisme keseluruhan neuron.
Bagian ini
tersusun dari komponen berikut :
1)
Satu nucleus tunggal,
nucleolus yang menanjol dan organel lain seperti kompleks golgi dan
mitochondria, tetapi nucleus ini tidak memiliki sentriol dan tidak dapat
bereplikasi.
2)
Badan nissi, terdiri
dari reticulum endoplasma kasar dan ribosom-ribosom bebas serta berperan dalam sintesis
protein.
3)
Neurofibril, yaitu
neurofilamen dan neurotubulus yang dapat dilihat melalui mikroskop cahaya jika
diberi pewarnaan dengan perak.
b.
Dendrit adalah
perpanjangan sitoplasma yang biasanya berganda dan pendek serta berfungsi untuk
menghantar impuls ke sel tubuh.
c.
Akson adalah suatu
prosesus tunggal, yang lebih tipis dan lebih panjang dari dendrite. Bagian ini
menghantar impuls menjauhi badan sel ke neuron lain, ke sel lain (sel otot atau
kelenjar) atau ke badan sel neuron yang menjadi asal akson.
2.
Klasifikasi Neuron
a.
Fungsi
Klasifikasi
neuron secara fungsional berdasarkan arah transmisi impulsnya:
1)
Neuron sensorik
(aferen), menghantarkan impuls listrik dari reseptor pada kulit, organ indera
atau suatu organ internal ke SSP.
2)
Neuron motorik,
menyampaikan impuls dari SSP ke efektor.
3)
Interneuron (neuron
yang berhubungan), ditemukan seluruhnya dalam SSP. Neuron ini menghubungkan
neuron sensorik dan motorik atau menyampaikan informasi ke interneuron lain.
b.
Struktur
Klasifikasi
neuron secara structural berdasarkan jumlah prosesusnya:
1)
Neuron unipolar,
memiliki satu akson dan dua denderit atau lebih. Sebagian besar neuron motorik,
yang ditemukan dalam otak dan medulla spinalis, masuk dalam golongan ini.
2)
Neuron bipolar,
memiliki satu akson dan satu dendrite. Neuron ini ditemukan pada organ indera,
seperti amta, telinga dan hidung.
3.
Sel Neuroglial
Biasanya disebut
glia, sel neuroglial adalah sel penunjang tambahan pada SSP yang berfungsi
sebagai jaringan ikat.
a.
Astrosit adalah sel
berbentuk bintang yang memiliki sejumlah prosesus panjang, sebagian besar
melekat pada dinding kapilar darah melalui pedikel atau “kaki vascular”.
b.
Oligodendrosit
menyerupai astrosit, tetapi badan selnya kecil dan jumlah prosesusnya lebih
sedikit dan lebih pendek.
c.
Mikroglia ditemukan
dekat neuron dan pembuluh darah, dan dipercaya memiliki peran fagositik.
d.
Sel ependimal membentuk
membran spitelial yang melapisi rongga serebral dan ronggal medulla spinalis.
4.
Kelompok Neuron
a.
Nukleus adalah kumpulan
badan sel neuron yang terletak di dalam SSP.
b.
Ganglion adalah
kumpulan badan sel neuron yang terletak di bagian luar SSP dalam saraf perifer.
c.
Saraf adalah kumpulan
prosesus sel saraf (serabut) yang terletak di luar SSP.
d.
Saraf gabungan.
Sebagian besar saraf perifer adalah saraf gabungan; saraf ini mengandung serabut arefen dan eferen yang
termielinisasi dan yang tidak termielinisasi.
e.
Traktus adalah kumpulan
serabut saraf dalam otak atau medulla spinalis yang memiliki origo dan tujuan
yang sama.
f.
Komisura adalah pita
serabut saraf yang menghubungkan sisi-sisi yang berlawanan pada otak atau
medulla spinalis.
D.
Susunan
Saraf Manusia
1.
Sistem Saraf Pusat
a.
Otak
1)
Perkembangan Otak
Otak manusia
mencapai 2% dari keseluruhan berat tubuh, mengkonsumsi 25% oksigen dan menerima
1,5% curah jantung. Bagian cranial pada tabung saraf membentuk tiga pembesaran
(vesikel) yang berdiferensiasi untuk membentuk otak: otak depan, otak tengah
dan otak belakang.
a)
Otak depan
(proensefalon), terbagi menjadi dua subdivisi : telensefalon dan diensefalon.
i)
Telensefalon merupakan
awal hemisfer serebral atau serebrum dan basal ganglia serta korpus striatum
(substansi abu-abu) pada serebrum.
ii)
Diensefalon menjadi
thalamus, hipotalamus dan epitalamus.
b)
Otak tengah
(mesensefalon) terus tumbuh dan pada orang dewasa disebut otak tengah.
c)
Otak belakang (rombensefalon)
terbagi menjadi dua subdivisi : metensefalon dan mielensefalon.
i)
Metensefalon berubah
menjadi batang otak (pons) dan serebelum.
ii)
Mielensefalon menjadi
medulla oblongata.
2)
Lapisan Pelindung
Otak terdiri
dari rangka tulang bagian luar dan tiga lapisan jaringan ikat yang disebut
meninges. Lapisan meningeal terdiri dari pia meter, lapisan araknoid dan
durameter.
a)
Pia meter adalah
lapisan terdalam yang halus dan tipis, serta melekat erat pada otak.
b)
Lapisan araknoid
terletak di bagian eksternal pia meter dan mengandung sedikit pembuluh darah.
Ruang araknoid memisahkan lapisan araknoid dari piameter dan mengandung cairan
cerebrospinalis, pembuluh darah serta jaringan penghubung serta selaput yang
mempertahankan posisi araknoid terhadap piameter di bawahnya.
c)
Durameter, lapisan
terluar adalah lapisan yang tebal dan terdiri dari dua lapisan. Lapisan ini
biasanya terus bersambungan tetapi terputus pada beberapa sisi spesifik.
Lapisan periosteal luar pada durameter melekat di permukaan dalam kranium dan
berperan sebagai periosteum dalam pada tulang tengkorak. Lapisan meningeal
dalam pada durameter tertanam sampai ke dalam fisura otak dan terlipat kembali
di arahnya untuk membentuk falks serebrum, falks serebelum, tentorium serebelum
dan sela diafragma. Ruang subdural memisahkan durameter dari araknoid pada
regia cranial dan medulla spinalis. Ruang epidural adalah ruang potensial
antara perioteal luar dan lapisan meningeal dalam pada durameter di regia
medulla spinalis.
3)
Cairan Cerebrospinalis
Cairan
serebrospinalis mengelilingi ruang sub araknoid di sekitar otak dan medulla
spinalis. Cairan ini juga mengisi ventrikel dalam otak. Cairan cerebrospinalis
menyerupai plasma darah dan cairan interstisial, tetapi tidak mengandung
protein. Cairan serebrospinalis dihasilkan oleh plesus koroid dan sekresi oleh
sel-sel ependimal yang mengitari pembuluh darah serebral dan melapisi kanal
sentral medulla spinalis. Fungsi cairan cerebrospinalis adalah sebagai bantalan
untuk pemeriksaan lunak otak dan medulla spinalis, juga berperan sebagai media
pertukaran nutrient dan zat buangan antara darah dan otak serta medulla
spinalis.
4)
Serebrum
Serebrum
tersusun dari dua hemisfer serebral, yang membentuk bagian terbesar otak.
a)
Koterks serebral
terdiri dari 6 lapisan sel dan serabut saraf.
b)
Ventrikel I dan II
(ventrikel lateral) terletak dalam hemisfer serebral.
c)
Korpus kolosum yang
terdiri dari serabut termielinisasi menyatukan kedua hemisfer.
d)
Fisura dan sulkus.
Setiap hemisfer dibagi oleh fisura dan sulkus menjadi 4 lobus (frontal,
paritetal, oksipital dan temporal) yang dinamakan sesuai tempat tulangnya
berada.
i)
Fisura longitudinal
membagi serebrum menjadi hemisfer kiri dan kanan.
ii)
Fisura transversal
memisahkan hemisfer serebral dari serebelum.
iii)
Sulkus pusat / fisura
Rolando memisahkan lobus frontal dari lobus parietal.
iv)
Sulkus lateral / fisura
Sylvius memisahkan lobus frontal dan temporal.
v)
Sulkus
parieto-oksipital memisahkan lobus parietal dan oksipital.
e)
Girus. Permukaan
hemisfer serebral memiliki semacam konvolusi yang disebut girus.
5)
Area Fungsional Korteks
Serebri
a)
Area motorik primer
pada korteks
Area primer
terdapat dalam girus presentral. Disini neuron mengendalikan kontraksi
volunteer otot rangka. Area pramotorik korteks terletak tepat di sisi anterior
girus presentral. Neuron mengendalikan aktivitas motorik yang terlatih dan
berulang seperti mengetik. Area broca terletak di sisi anterior area premotorik
pada tepi bawahnya.
b)
Area sensorik korteks
Terdiri dari
area sensorik primer, area visual primer, area auditori primer. Area olfaktori
primer dan area pengecap primer (gustatory).
c)
Area asosiasitraktus
serebral
Terdiri area
asosiasi frontal, area asosiasi somatic, area asosiasi visual, area wicara
Wernicke.
d)
Ganglia basal
Adalah kepulauan
substansi abu-abu yang terletak jauh di dalam substansi putih serebrum.
6)
Diensefalon
Terletak di
antara serebrum dan otak tengah serta tersembunyi di balik hemisfer serebral,
kecuali pada sisi basal.
a)
Talamus
Terdiri dari dua
massa oval (lebar 1 ¼ cm dan panjang 3 ¾ cm) substansi abu-abu yang sebagian
tertutup substansi putih. Masing-masing massa menonjol ke luar untuk membentuk
sisi dinding ventrikel ketiga.
b)
Hipotalamus
Terletak di didi
inferior thalamus dan membentuk dasar serta bagian bawah sisi dinding ventrikel
ketiga. Hipotalamus berperan penting dalam pengendalian aktivitas SSO yang
melakukan fungsi vegetatif penting untuk kehidupan, seperti pengaturan
frekwensi jantung, tekanan darah, suhu tubuh, keseimbangan air, selera makan,
saluran pencernaan dan aktivitas seksual. Hipotalamus juga berperan sebagai
pusat otak untuk emosi seperti kesenangan, nyeri, kegembiraan dan kemarahan.
Hipotalamus memproduksi hormon yang mengatur pelepasan atau inhibisi hormon
kelenjar hipofise sehingga mempengaruhi keseluruhan sistem endokrin.
c)
Epitalamus
Membentuk
langit-langit tipis ventrikel ketiga. Suatu massa berukuran kecil, badan pineal
yang mungkin memiliki fungsi endokrin, menjulur dari ujung posterior
epitalamus.
7)
Sistim Limbik
Terdiri dari
sekelompok struktur dalam serebrum dan diensefalon yang terlibat dalam
aktivitas emosional dan terutama aktivitas perilaku tak sadar. Girus singulum,
girus hipokampus dan lobus pitiformis merupakan bagian sistem limbic dalam
korteks serebral.
8)
Otak Tengah
Merupakan bagian
otak pendek dan terkontriksi yang menghubungkan pons dan serebelum dengan serebrum
dan berfungsi sebagai jalur penghantar dan pusat refleks. Otak tengah, pons dan
medulla oblongata disebut sebagai batang otak.
9)
Pons
Hampir semuanya
terdiri dari substansi putih. Pons menghubungkan medulla yang panjang dengan
berbagai bagian otak melalui pedunkulus serebral. Pusat respirasi terletak
dalam pons dan mengatur frekwensi dan kedalaman pernapasan. Nuclei saraf
cranial V, VI dan VII terletak dalam pons, yang juga menerima informasi dari
saraf cranial VIII.
10) Serebelum
Terletak di sisi
inferior pons dan merupakan bagian terbesar kedua otak. Terdiri dari bagian
sentral terkontriksi, vermis dan dua massa lateral, hemisfer serebelar.
Serebelum bertanggung jawab untuk mengkoordinasi dan mengendalikan ketepatan
gerakan otot dengan baik. Bagian ini memastikan bahwa gerakan yang dicetuskan
di suatu tempat di SSP berlangsung dengan halus bukannya mendadak dan tidak
terkordinasi. Serebelum juga berfungsi untuk mempertahankan postur.
11) Medulla
Oblongata
Panjangnya
sekitar 2,5 cm dan menjulur dari pons sampai medulla spinalis dan terus
memanjang. Bagian ini berakhir pada area foramen magnum tengkoral. Pusat
medulla adalah nuclei yang berperan dalam pengendalian fungsi seperti frekwensi
jantung, tekanan darah, pernapasan, batuk, menelan dan muntah. Nuclei yang merupakan
asal saraf cranial IX, X, XI dan XII terletak di dalam medulla.
12) Formasi
Retikular
Formasi
retukular atau sistem aktivasi reticular adalah jarring-jaring serabut saraf
dan badan sel yang tersebar di keseluruhan bagian medulla oblongata,pons dan
otak tengah. Sistem ini penting untuk memicu dan mempertahankan kewaspadaan
serta kesadaran.
b.
Medulla Spinalis
1)
Fungsi Medulla Spinalis
Medulla spinalis
mengendalikan berbagai aktivitas refleks dalam tubuh. Bagian ini mentransmisi
impuls ke dan dari otak melalui traktus asenden dan desenden.
2)
Struktur Umum
Medulla spinalis
berbentuk silinder berongga dan agak pipih. Walaupun diameter medulla spinalis
bervariasi, diameter struktur ini biasanya sekitar ukuran jari kelingking.
Panjang rata-rata 42 cm. Dua pembesaran, pembesaran lumbal dan serviks menandai
sisi keluar saraf spinal besar yang mensuplai lengan dan tungkai. Tiga puluh
satu pasang (31) saraf spinal keluar dari area urutan korda melalui foramina
intervertebral.
3)
Struktur Internal
Terdiri dari
sebuah inti substansi abu-abu yang diselubungi substansi putih. Kanal sentral
berukuran kecil dikelilingi oleh substansi abu-abu bentuknya seperti huruf H.
Batang atas dan bawah huruf H disebut tanduk atau kolumna dan mengandung badan
sel, dendrite asosiasi dan neuron eferen serta akson tidak termielinisasi.
Tanduk dorsal adalah batang vertical atas substansi abu-abu. Tanduk ventral
adalah batang vertical bawah. Tanduk lateral adalah protrusi di antara tanduk
posterior dan anterior pada area toraks dan lumbal sistem saraf perifer.
Komisura abu-abu menghubungkan substansi abu-abu di sisi kiri dan kanan medulla
spinalis. Setiap saraf spinal memiliki satu radiks dorsal dan satu radiks
ventral.
4)
Traktus Spinal
Substansi putih
korda yang terdiri dari akson termielinisasi, dibagi menjadi funikulus
anterior,posterior dan lateral. Dalam funikulus terdapat fasiukulu atau
traktus. Traktus diberi nama sesuai dengan lokasi, asal dan tujuannya.
2.
Sistem Saraf Perifer
Sistem
ini terdiri dari jaringan saraf yang berada di bagian luar otak dan medulla
spinalis. Sistem ini juga mencakup saraf cranial yang berasal dari otak; saraf
spinal, yang berasal dari medulla spinalis dan ganglia serta reseptor sensorik
yang berhubungan.
- Saraf Kranial
12 pasang saraf
cranial muncul dari berbagai bagian batang otak. Beberapa saraf cranial hanya
tersusun dari serabut sensorik, tetapi sebagaian besar tersusun dari serabut
sensorik dan serabut motorik.
1)
Saraf Olfaktorius ( CN
I )
Merupakan saraf
sensorik. Saraf ini berasal dari epithelium olfaktori mukosa nasal. Berkas
serabut sensorik mengarah ke bulbus olfaktori dan menjalar melalui traktus
olfaktori sampai ke ujung lobus temporal (girus olfaktori), tempat persepsi
indera penciuman berada.
2)
Saraf Optik ( CN II )
Merupakan saraf
sensorik. Impuls dari batang dan kerucut retina di bawa ke badan sel akson yang
membentuk saraf optic. Setiap saraf optic keluar dari bola mata pada bintik
buta dan masuk ke rongga cranial melaui foramen optic. Seluruh serabut
memanjang saat traktus optic, bersinapsis pada sisi lateral nuclei genikulasi
thalamus dan menonjol ke atas sampai ke area visual lobus oksipital untuk
persepsi indera penglihatan.
3)
Saraf Okulomotorius (
CN III )
Merupakan saraf
gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik
berasal dari otak tengah dan membawa impuls ke seluruh otot bola mata (kecuali
otot oblik superior dan rektus lateral), ke otot yang membuka kelopak mata dan
ke otot polos tertentu pada mata. Serabut sensorik membawa informasi indera
otot (kesadaran perioperatif) dari otot mata yang terinervasi ke otak.
4)
Saraf Traklear ( CN IV
)
Adalah saraf
gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik dan merupakan saraf
terkecil dalam saraf cranial. Neuron motorik berasal dari langit-langit otak
tengah dan membawa impuls ke otot oblik superior bola mata. Serabut sensorik
dari spindle otot menyampaikan informasi indera otot dari otot oblik superior
ke otak.
5)
Saraf Trigeminal ( CN V
)
Saraf cranial
terbesar, merupakan saraf gabungan tetapi sebagian besar terdiri dari saraf sensorik.
Bagian ini membentuk saraf sensorik utama pada wajah dan rongga nasal serta
rongga oral. Neuron motorik berasal dari pons dan menginervasi otot mastikasi
kecuali otot buksinator. Badan sel neuron sensorik terletak dalam ganglia
trigeminal.
Serabut ini
bercabang ke arah distal menjadi 3 divisi:
i)
Cabang optalmik membawa informasi dari kelopak
mata, bola mata, kelenjar air mata, sisi hidung, rongga nasal dan kulit dahi
serta kepala.
ii)
Cabang maksilar membawa
informasi dari kulit wajah, rongga oral (gigi atas, gusi dan bibir) dan
palatum.
iii)
Cabang mandibular
membawa informasi dari gigi bawah, gusi, bibir, kulit rahang dan area temporal
kulit kepala.
6)
Saraf Abdusen ( CN VI )
Merupakan saraf
gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik
berasal dari sebuah nucleus pada pons yang menginervasi otot rektus lateral
mata. Serabut sensorik membawa pesan proprioseptif dari otot rektus lateral ke
pons.
7)
Saraf Fasial ( CN VII )
Merupakan saraf
gabungan. Meuron motorik terletak dalam nuclei pons. Neuron ini menginervasi
otot ekspresi wajah, termasuk kelenjar air mata dan kelenjar saliva. Neuron
sensorik membawa informasi dari reseptor pengecap pada dua pertiga bagian
anterior lidah.
8)
Saraf
Vestibulokoklearis ( CN VIII )
Hanya terdiri
dari saraf sensorik dan memiliki dua divisi.
i)
Cabang koklear atau
auditori menyampaikan informasi dari reseptor untuk indera pendengaran dalam
organ korti telinga dalam ke nuclei koklear pada medulla, ke kolikuli inferior,
ke bagian medial nuclei genikulasi pada thalamus dan kemudian ke area auditori
pada lobus temporal.
ii)
Cabang vestibular
membawa informasi yang berkaitan dengan ekuilibrium dan orientasi kepala
terhadap ruang yang diterima dari reseptor sensorik pada telinga dalam.
9)
Saraf Glosofaringeal (
CN IX )
Merupakan saraf
gabungan. Neuron motorik berawal dari medulla dan menginervasi otot untuk
wicara dan menelan serta kelenjar saliva parotid. Neuron sensorik membawa
informasi yang berkaitan dengan rasa dari sepertiga bagian posterior lidah dan
sensasi umum dari faring dan laring; neuron ini juga membawa informasi mengenai
tekanan darah dari reseptor sensorik dalam pembuluh darah tertentu.
10) Saraf
Vagus ( CN X )
Merupakan saraf
gabungan. Neuron motorik berasal dari dalam medulla dan menginervasi hampir
semua organ toraks dan abdomen. Neuron sensorik membawa informasi dari faring,
laring, trakea, esophagus, jantung dan visera abdomen ke medulla dan pons.
11) Saraf
Aksesori Spinal ( CN XI )
Merupakan saraf
gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari serabut motorik. Neuron motorik
berasal dari dua area: bagian cranial berawal dari medulla dan menginervasi
otot volunteer faring dan laring, bagian spinal muncul dari medulla spinalis
serviks dan menginervasi otot trapezius dan sternokleidomastoideus. Neuron
sensorik membawa informasi dari otot yang sama yang terinervasi oleh saraf
motorik ; misalnya otot laring, faring, trapezius dan otot sternokleidomastoid.
12) Saraf
Hipoglosal ( CN XII )
Termasuk saraf
gabungan, tetapi sebagian besar terdiri dari saraf motorik. Neuron motorik berawal
dari medulla dan mensuplai otot lidah. Neuron sensorik membawa informasi dari
spindel otot di lidah.
- Saraf Spinal
31
pasang saraf spinal berawal dari korda melalui radiks dorsal (posterior) dan
ventral(anterior). Pada bagian distal radiks dorsal ganglion, dua radiks
bergabung membentuk satu saraf spinal. Semua saraf tersebut adalah saraf
gabungan (motorik dan sensorik), membawa informasi ke korda melalui neuron
aferen dan meninggalkan korda melalui neuron eferen.
Saraf
spinal diberi nama dan angka sesuai dengan regia kolumna bertebra tempat
munculnya saraf tersebut.
1)
Saraf serviks ; 8
pasang, C1 – C8.
2)
Saraf toraks ; 12
pasang, T1 – T12.
3)
Saraf lumbal ; 5
pasang, L1 – L5.
4)
Saraf sacral ; 5
pasang, S1 – S5.
5)
Saraf koksigis, 1
pasang.
Setelah
saraf spinal meninggalkan korda melalui foramen intervertebral, saraf kemudian
bercabang menjadi empat divisi yaitu: cabang meningeal, ramus dorsal, cabang
ventral dan cabang viseral. Pleksus
adalah jarring-jaring serabut saraf yang terbentuk dari ramus ventral seluruh
saraf spinal, kecuali TI dan TII yang merupakan awal saraf interkostal.
- Sistem Saraf
Otonom
SSO
merupakan sistem motorik eferen visceral. Sistem ini menginervasi jantung;
seluruh otot polos, seperti pada pembuluh darah dan visera serta
kelenjar-kelenjar. SSO tidak memiliki input volunteer; walaupun demikian,
sistem ini dikendalikan oleh pusat dalam hipotalamus, medulla dan korteks
serebral serta pusat tambahan pada formasi reticular batang otak.
Serabut
aferen sensorik (visera) menyampaikan sensasi nyeri atau rasa kenyang dan
pesan-pesan yang berkaitan dengan frekwensi jantung, tekanan darah dan
pernapasan, yang di bawa ke SSP di sepanjang jalur yang sama dengan jalur
serabut saraf motorik viseral pada SSO.
Divisi
SSO memiliki 2 divisi yaitu divisi simpatis dan divisi parasimpatis. Sebagian
besar organ yang diinervasi oleh SSO menerima inervasi ganda dari saraf yang
berasal dari kedua divisi. Divisi simpatis dan parasimpatis pada SSO secara
anatomis berbeda dan perannya antagonis.
1)
Divisi Simpatis /
Torakolumbal
Memiliki
satu neuron preganglionik pendek dan satu neuron postganglionic panjang. Badan
sel neuron preganglionik terletak pada tanduk lateral substansi abu-abu dalam
segemen toraks dan lumbal bagian atas medulla spinalis.
Fungsi
saraf ini terutama untuk memacu kerja organ tubuh, walaupun ada beberapa yang
malah menghambat kerja organ tubuh. Fungsi memacu, antara lain mempercepat
detak jantung, memperbesar pupil mata, memperbesar bronkus. Adapun fungsi yang
menghambat, antara lain memperlambat kerja alat pencernaan, menghambat ereksi,
dan menghambat kontraksi kantung seni.
2)
Divisi Para Simpatis /
Kraniosakral
Memiliki
neuron preganglionik panjang yang menjulur mendekati organ yang terinervasi dan
memiliki serabut postganglionic pendek. Badan sel neuron terletak dalam nuclei
batang otak dan keluar melalui CN III, VII, IX, X, dan saraf XI, juga dalam
substansi abu-abu lateral pada segmen sacral kedua, ketiga dan keempat medulla
spinalis dan keluar melalui radiks ventral.
Saraf
ini memiliki fungsi kerja yang berlawanan jika dibandingkan dengan saraf
simpatik. Saraf parasimpatik memiliki fungsi, antara lain menghambat detak
jantung, memperkecil pupil mata, memperkecil bronkus, mempercepat kerja alat
pencernaan, merangsang ereksi, dan mepercepat kontraksi kantung seni. Karena
cara kerja kedua saraf itu berlawanan, makamengakibatkan keadaan yang normal.
3)
Neurotransmiter SSO
Asetilkolin
dilepas oleh serabut preganglionik simpatis dan serabut preganglionik
parasimpatis yang disebut serabut kolinergik. Norepinefrin dilepas oleh serabut
post ganglionik simpatis, yang disebut serabut adrenergic. Norepinefrin dan
substansi yang berkaitan, epinefrin juga dilepas oleh medulla adrenal.
BAB
III
KESIMPULAN
A.
Kesimpulan
Berdasarkan
pembahasan di atas, maka dapat ditarik simpulan sebagai berikut:
- Sistem saraf
manusia merupakan jalinan jaringan saraf yang mengoordinasikan, mengatur,
dan mengendalikan interaksi antara seorang individu dengan lingkungan
sekitarnya.
- Kemampuan khusus
seperti iritabilitas, atau sensitivitas terhadap stimulus, dan
konduktivitas, atau kemampuan untuk mentransmisi suatu respons terhadap
stimulasi, diatur oleh sistem saraf dalam tiga cara utama: input sensorik,
antivitas integratif, dan output motorik.
- Unit fungsional
sistem saraf adalah neuron. Secara umum, setiap neuron terdiri dari: badan
sel, dendrite, dan akson.
- Sistem saraf
dibagi menjadi: sistem saraf pusat
dan sistem saraf perifer. Sistem saraf pusat terdiri dari otak dan
medulla spinalis. Sistem saraf perifer terdiri dari saraf cranial yang
berasal dari otak dan saraf spinal yang berasal dari medulla spinalis.
DAFTAR
PUSTAKA
Heryati,Euis dan
Nur Faizah. 2008. “Psikologi Faal”, Diktat Kuliah. Fakultas Ilmu Pendidikan
UPI.
Price, Sylvia Anderson dan Lorraine McCarty
Wilson. 2005. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit; alih bahasa,
Brahm U. Pendit, dkk; editor edisis bahasa Indonesia, Huriawan Hertanto, dkk.
Volume 2. Edisi 6. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Sloane, Ethel. 2012. Anatomi dan Fisiologi
untuk Pemula; alih bahasa, James Veldman, editor edisi bahasa Indonesia, Palupi
Widyastuti. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
PEMERIKSAAN FISIK SISTEM
PERSARAFAN
DI
S
U
S
U
N
OLEH
:
NOFRI ULFISA
1340411714
UNIVERSITAS
ABULYATAMA FAKULTAS KEDOKTERAN PROGRAM STUDI DIPLOMA III KEPERAWATAN
ACEH BESAR
2020
KATA
PENGANTAR
Puji
serta syukur kami panjatkan kehadirat Allah Swt. yang telah melimpahkan
rahmat, karunia dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
yang berjudul “PEMERIKSAAN FISIK SISTEM PERSARAFAN”
ini dengan baik.
Makaah ini, sehingga akan menjadi suatu kehormatan
besar bagi kami apabila mendapatkan kritikan dan saran yang membangun untuk
menyempurnakan makalah ini.
Demikian
akhir kata dari kami, semoga makalah ini bermanfaat bagi semua pihak dan
menambah wawasan bagi pembaca.
Lampoh Keude, Juni 2020
Nofri Ulfisa
DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR
ISI.......................................................................................................... ii
BAB
1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1
BAB
II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 2
A. Anamnesa.................................................................................................. 2
B. Pemeriksaan
Tingkat Kesadaran................................................................ 3
C. Pemeriksaan
Rangsangan Meningeal......................................................... 4
D. Pemeriksaan
Kekuatan Motorik................................................................. 6
E. Pemeriksaan
Sensorik................................................................................ 7
F. Pemeriksaan
Nervus Cranialis.................................................................... 7
G. Pemeriksaan
Reflek Fisiologis................................................................. 16
H. Pemeriksaan
Reflek Patologis.................................................................. 16
BAB
III PENUTUP............................................................................................. 18
A.
Kesimpulan.............................................................................................. 18
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 19
BAB I
PENDAHULUAN
Asuhan keperawatan yang berkwalitas merupakan suatu
tuntutan yang harus dipenuhi dalam memberikan pelayanan keperawatan kepada
klien, sehingga masalah kesehatan klien dapat teratasi dengan baik dalam rangka
meningkatkan status kesehatan klien.
Asuhan keperawatan diberikan oleh perawat melalui suatu
metode ilmiah yaitu proses keperawatan yang terdiri dari 5 langkah yaitu
pengkajian, diagnose keperawatan, intervensi, implementasi dan evaluasi.
Langkah awal dalam memberikan asuhan keperawatan yaitu pengkajian keperawatan.
Dalam melaksanakan pengkajian, seorang perawat dapat melakukan pengumpulan data
yang dapat menunjukkan masalah kesehatan klien melalui anamnesa, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan laboratorium dan diagnostic.
Salah satu masalah kesehatan yang dialami klien yaitu
masalah kesehatan yang berkaitan dengan gangguan system persyarafan. Untuk itu
perawat harus dapat memberikan asuhan keperawatan yang berkwalitas pada klien
dengan memulai langkah awal yaitu melakukan pengkajian pada klien dengan
gangguan system persyarafan.
Untuk itu setiap mahasiswa keperawatan harus mampu
memahami konsep dan teori tentang asuhan keperawatan pada klien dengan gangguan
system persyarafan sehingga diharapkan nantinya dapat memberikan asuhan
keperawatan yang berkwalitas pada klien yang mengalami gangguan system
persyarafan tersebut. Langkahpertama yang harus dipahami ialah bagaimana
melakukan pengkajian keperawatan dengan melakukan anamnesa dan pemeriksaan
fisik pada klien dengan gangguan system persyarafan.
BAB
II
PEMERIKSAAN
FISIK SISTEM PERSYARAFAN
Berikut
ini petunjuk dalam melakukan pemeriksaan fisik system persyarafan.
A. Anamnesa
Perlu ditanyakan
keluhan utama pasien. Pada setiap keluhan ditanyakan :
1.
Sejak kapan timbul
2.
Sifat serta beratnya
3.
Lokasi serta penjalarannya
4.
Hubungannya
dengan waktu (pagi, siang, malam, sedang tidur, waktu haid, habis makan, dsb.)
5.
Keluhan
lain yang ada kaitannya
6.
Pengobatan
sebelumnya dan bagaimana hasilnya
7.
Faktor
yang memperberat atau memperingan keluhan
8.
Perjalanan
keluhan, apakah menetap, bertambah berat/ringan, datang dalam bentuk serangan,
dsb.
Pada
setiap pasien dengan penyakit syaraf, harus dijajaki kemungkinan adanya keluhan
atau kelainan di bawah ini, dengan mengajukan pertanyaan.
9. Nyeri kepala
10. Muntah
11. Vertigo
12. Gangguan penglihatan
13. Gangguan pendengaran
14. Gangguan syraf otak lainnya
15. Gangguan fungsi
luhur
16. Gangguan kesadaran
17. Gangguan motorik
18. Gangguan sensibilitas
19. Gangguan syaraf otonom
B. Pemeriksaan Tingkat Kesadaran
Prinsip :
Untuk
Mengikuti perkembangan tingkat kesadaran dapat digunakan skala koma glasgow yang
memperhatikan tanggapan / respon pasien terhadap rangsang dan memberikan nilai
pada respon tersebut. Tanggapan atau respon pasien yang perlu diperhatikan
ialah : Respon Membuka mata (Eye), Respon verbal (V), dan respon motorik (M).
Skala Glasgow
Area Pengkajian Nilai
Membuka mata
Spontan 4
Terhadap bicara (suruh pasien membuka mata) 3
Dengan rangsang nyeri (tekan pada syaraf supra orbita atau kuku jari) 2
Tidak ada reaksi ( dengan rangsang nyeri pasien
tidak membuka mata) 1
Respon
verbal (bicara)
Baik dan tidak ada disorientasi 5
Kacau (Confused), dapat berbicara dalam kalimat,
namun ada disorientasi waktu dan tempat
4
Tidak tepat (dapat mengucapkan kata-kata,
Namun tidak berupa kalimat atau tidak tepat 3
Mengerang (tidak mengucapkan kata,
hanya mengeluarkan suara erangan 2
Tidak ada respon 1
Motor Response
Menurut perintah
(misalnya suruh pasien angkat tangan) 6
Mengetahui lokasi nyeri 5
Berikan rangsangan nyeri, misalnya menekan dengan
jari pada supra orbita.
Bila pasien mengangkat tangannya sampai melewati
dagu untuk maksud
menepis rangsangan tersebut, berarti ia dapat
mengetahui lokasi nyeri
Reaksi menghindar / Withdraws 4
Reaksi fleksi
(dekortikasi) Abnormal Flexion 3
Berikan rangsangan nyeri misalnya menekan dengan
objek keras
seperti ballpoint pada kuku jari, Bila sebagai
jawaban siku memfleksi,
terdapat reaksi fleksi terhadap nyeri
Reaksi ekstensi abnormal /Abnormal extention /
desebrasi 2
Dengan rangsangan nyeri tersebut diatas, terjadi
ekstensi pada siku.
Ini selalu disertai fleksi spastic pada
pergelangan tangan.
Tidak ada reaksi 1
(harus dipastikan terlebih dahulu, bahwa rangsangan
nyeri telah adekuat
C. Pemeriksaan
Rangsangan Meningeal
Bila ada
peradangan selaput otak atau di rongga sub arachnoid terdapat benda asing
seperti darah, maka dapat merangsang selaput otak
1. Kaku
kuduk
Untuk
memeriksa kaku kuduk dapat dilakukan
dengan cara :
a.
Tangan pemeriksa
ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring
b.
Kemudian kepala
ditekukkan (fleksi) dan diusahakan agar dagu mencapai dada.
c.
Selama
penekukan ini diperhatikan adanya tahanan.
d.
Bila
terdapat kaku kuduk kita dapatkan tahanan dan dagu tidak mencapai dada.
e.
Kaku
kuduk dapat bersifat ringan atau berat. Pada
kaku kuduk yang berat, kepala tidak dapat ditekuk, malah sering kepala terkedik
ke belakang.
f.
Pada keadaan yang
ringan, kaku kuduk dinilai dari tahanan yang dialami waktu menekukkan kepala.
2. Tanda
laseque
Pemeriksaan
dilakukan sebagai berikut :
a.
Pasien berbaring lurus,
b. lakukan ekstensi pada kedua tungkai.
c. Kemudian salah satu tungkai diangkat lurus, di fleksikan pada
sendi panggul.
d. Tungkai yang satu lagi harus berada dalam keadaan
ekstensi / lurus.
e. Normal : Jika kita dapat mencapai sudut 70 derajat
sebelum timbul rasa sakit atau tahanan.
f. Laseq (+) = bila timbul rasa sakit atau tahanan sebelum
kita mencapai 70 o
3. Tanda
Kerniq
Pemeriksaan
dilakukan sebagai berikut :
a.
Pasien berbaring lurus
di tempat tidur.
b.
Pasien difleksikan
pahanya pada sendi panggul sampai membuat sudut 90o,
c.
Setelah itu tungkai
bawah diekstensikan pada persendian lutut.
d.
Biasanya dapat
dilakukan ekstensi sampai sudut 135 o, antara tungkai bawah dan tungkai atas.
e.
Tanda kerniq (+) = Bila
terdapat tahanan dan rasa nyeri sebelum tercapai sudut 135o
4. Tanda
Brudzinsky I
Pemeriksaan
dilakukan sebagai berikut :
a.
Pasien berbaring di
tempat tidur.
b.
Dengan tangan yang
ditempatkan di bawah kepala pasien yang sedang berbaring, kita tekukkan kepala
sejauh mungkin sampai dagu mencapai dada.
c.
Tangan yang satunya
lagi sebaiknya ditempatkan di dada pasien untuk mencegah diangkatnya badan.
d.
Brudzinsky I (+)
ditemukan fleksi pada kedua tungkai.
5. Tanda
Brudzinsky II
Pemeriksaan
dilakukan seagai berikut :
a.
Pasien berbaring di
tempat tidur.
b.
Satu tungkai di
fleksikan pada sendi panggul, sedang tungkai yang satu lagi berada dalam
keadaan lurus.
c.
Brudzinsky I (+)
ditemukan tungkai yang satu ikut pula fleksi, tapi perhatikan apakah ada
kelumpuhan pada tungkai.
D. Pemeriksaan
Kekuatan Motorik
1. Inspeksi
-
Perhatikan sikap pasien
waktu berdiri, duduk, berbaring dan bergerak,
-
Perhatikan bentuknya
apakah ada deformitas,
-
Perhatikan
ukuran nya apakah sama bagian tubuh kiri dan kanan
-
Perhatikan adanya
gerakan abnormal yang tidak dapat dikendalikan seperti tremor, khorea, atetose,
distonia, ballismus, spasme, tik, fasikulasi dan miokloni.
2. Palpasi
-
Pasien disuruh
mengistirahatkan ototnya
-
Palpasi
otot untuk menentukan konsistensi dan nyeri tekan, tonus otot
3. Pemeriksaan
gerakan aktif
-
Pasien
disuruh menggerakan bagian ekstremitas atau badannya dan kita pemeriksa menahan
gerakan tersebut
-
Kita
pemeriksa menggerakkan bagian ekstremitas atau badan pasien dan disuruh ia
menahan
Penilaian status motorik dilakukan dengan melihat :
1. Fungsi motoris dengan menilai : Besar dan bentuk otot,
tonus otot dan kekuatan otot ekstremitas (skala 0 – 5)
1) 0 = tidak
ada gerakan
2) 1 = kontraksi
otot minimal terasa tanpa menimbulkan
gerak
3) 2 = otot
dapat bergerak bila gaya berat dihilangkan
4) 3 = gerakan
otot dapat melawan gaya berat tapi tidak bisa thd tahanan pemeriksa
5) 4 = gerakan otot dg tahanan ringan pemeriksa dan dapat
melawan gaya berat
6) 5 = gerakan
otot dg tahanan maksimal pemeriksa
Pada pemeriksaan kekuatan otot digunakan skala dari 0-5. Seperti pada gambar di bawah ini:
4.
Pemeriksaan gerakan
pasif
5.
Koordinasi gerak
E. Pemeriksaan
Sensorik
1. Pemeriksaan sensibilitas : Pemeriksaan rasa raba,
Pemeriksaan rasa nyeri, Pemeriksaan rasa suhu
2. Pemeriksaan rasa gerak dan rasa sikap
3. Pemeriksaan rasa getar
4. Pemeriksaan rasa tekan
5. Pemeriksaan rasa interoseptif : perasaan tentang organ
dalam
6. Nyeri rujukan
F. Pemeriksaan
Nervus Cranialis
1. Pemeriksaan N. I : Olfaktorius
Fungsi
: Sensorik khusus (menghidu, membau)
Cara
Pemeriksaan :
a. Periksa lubang hidung, apakah ada sumbatan atau kelainan
setempat, misalnya ingus atau polip, karena dapat mengurangi ketajaman
penciuman.
b. Gunakan zat pengetes yang dikenal sehari-hari seperti
kopi, teh, tembakau dan jeruk.
c. Jangan gunakan zat yang dapat merangsang mukosa hidung (N
V) seperti mentol, amoniak, alkohol dan cuka.
d. Zat pengetes didekatkan ke hidung pasien dan disuruh
pasien menciumnya
e. Tiap lubang hidung diperiksa satu persatu dengan jalan
menutup lobang hidung yang lainnya dengan tangan.
2. Pemeriksaan N. II : Optikus
Fungsi
: Sensorik khusus melihat
Tujuan
pemeriksaan :
a. Mengukur ketajaman penglihatan / visus dan menentukan
apakah kelaianan pada visus disebabkan oleh kelaianan okuler lokal atau kelaianan
syaraf.
b. Mempelajari lapangan pandangan
c. Memeriksa keadaan papil optik
Cara
Pemeriksaan :
Jika
pasien tidak mempunyai keluhan yang berhubungan dengan nervus II dan pemeriksa
juga tidak mencurigai adanya gangguan, maka biasanya dilakukan pemeriksaan nervus
II , yaitu :
a. Ketajaman penglihatan
b. Lapangan pandangan
Bila
ditemukan kelainan, dilakuakn pemeriksaan yang lebih teliti. Perlu dilakukan
pemeriksaan oftalmoskopik.
Pemeriksaan Ketajaman Penglihatan :
1. Dilakukan dengan cara memandingkan ketajaman penglihatan
pasien dengan pemeriksa yang normal.
2. Pasien disuruh mengenali benda yang letaknya jauh,
misalnya jam dinding dan ditanyakan pukul berapa.
3. Pasien disuruh membaca huruf-huruf yang ada di koran atau
di buku.
4. Bila ketajaman penglihatan pasien sama dengan pemeriksa,
maka dianggap normal.
5. Pemeriksaan ketajaman penglihatan yang lebih teliti
dengan pemeriksaan visus dengan menggunakan gambar snellen.
6. Pemeriksaan snellen chart
a. Pasien disuruh membaca gambar snellen dari jarak 6 m
b. Tentukan sampai barisan mana ia dapat membacanya.
c. Bila pasien dapat membaca sampai barisan paling bawah,
maka ketajaman penglihatannya norma (6/6)
d. Bila tidak normal :
i.
Misal
6/20, berarti huruf yang seharusnya dibaca pada jarak 20 m, pasien hanya dapat
memaca pada jaral 6 m, namun bila pasien dapat melihat melalui lubang kecil
(kertas yang berluang, lubang peniti), huruf bertambah jelas, maka pasien
mengalami kelainan refraksi.
ii.
1/300
= Pasien dapat melihat gerakan tangan / membedakan adanya gerakan atau tidak
iii.
1/~
= pasien hanya dapat membedakan gelap dan terang
Pemeriksaan Lapangan Pandangan :
Dilakukan
dengan jalan membandingkan dengan penglihatan pemeriksa yang dianggap normal.,
dengan menggunakan metode konfrontasi dari donder.
1. Pasien disuruh duduk atau berdiri berhadapan dengan pemeriksa
dengan jarak kira-kira 1 m.
2. Jika kita hendak memeriksa mata kanan, maka mata kiri
pasien harus ditutup, misalnya dengan tangan atau kertas, sedangkan pemeriksa
harus menutup mata kanannya.
3. Kemudian pasien disuruh melihat terus pada mata kiri
pemeriksa dan pemeriksa harus selalu melihat mata kanan pasien.
4. Setelah itu pemeriksa menggerakkan jari tangannya di
bidang pertengahan antara pemeriksa dan pasien.
5. Lakukan gerakan dari arah luar ke dalam
6. Jika pasien mulai melihat gerakan jari-jari pemeriksa, ia
harus memberi tahu dan dibandingkan dengan pemeriksa, apakah pemeriksa juga
melihatnya
7. Bila sekiranya ada gangguan kampus penglihatan, maka
pemeriksa akan lebih dahulu melihat gerakan tersebut.
8. Lakukan pemeriksaan pada masing-masing mata pasien.
3. Pemeriksaan N. III Okulomotorius
Fungsi
: Sematomotorik, visero motorik
Meninervasi
m. Rektus internus (medialis), m. Rektus superior dan m. Rektus inferior, m
levator palpebra, serabut visero motorik mengurus m. Sfingter pupil dan m.
Siliare (lensa mata).
4. Pemeriksaan N. IV Trokhlearis
Fungsi
: Somatomotorik
Menginervasi
m. Obliqus superior. Kerja otot ini menyebabkan mata dapat dilirikkan ke bawah
dan nasal.
5. Pemeriksaan N. V Trigeminus
Fungsi
: Somatomotorik, somatosensorik
Bagian
motorik mengurus otot-otot untuk mengunyah, ayitu menutup mulut, menggerakkan
rahang ke bahwa dan samping dan membuka mulut.
Bagian
sensorik cabang Oftalmik mengurus sensibilitas dahi, mata, hidung, kening,
selaput otak, sinus paranasal dan
sebagian mukosa hidung.
Bagian sensorik cabang maksilaris
mengurus sensibilitas rahang atas, gigi atas, bibir atas, pipi, palatum durum,
sinus maksilaris dan mukosa hidung.
Bagian sensorik cabang
mandibularis mengurus sensibilitas rahang bawah, bibir bawah, mukosa pipi, 2/3
bagian depan lidah dan sebagian telinga, meatus dan selaput otak.
Cara
pemeriksaan fungsi motorik :
a. Pasien disuruh merapatkan giginya sekuat mungkin dan kita
raba m. Masseter dan m. Temporalis, perhatikan besarnya, tonus serta bentuknya.
b. Kemudian pasien disuruh membuka mulut dan perhatikan
apakah ada deviasi rahang bawah.
c. Bila ada parise, maka rahang bawah akan berdeviasi ke
arah yang lumpuh
Cara
pemeriksaan fungsi sensorik :
a. Diperiksa dengan menyelidiki rasa raba, rasa nyeri dan
suhu daerah yang dipersyarafi.
b. Periksa reflek kornea
6. Pemeriksaan N. VI Abdusen
Fungsi
: Somatomotorik
Meninervasi
m. Rektus eksternus (lateralis). Kerja mata ini menyebabkan lirik mata ke arah temporal
Untuk
N. III, IV dan VI fungsinya saling berkaitan. Fungsinya ialah menggerakkan otot mata ekstra okuler dan
mengangkat kelopak mata. Searbut otonom N III, mengatur otot pupil. Cara
pemeriksaannya bersamaan, yaitu :
1. Pemeriksa melakukan wawancara dengan pasien
2. Selama wawancara, pemeriksa memperhatikan celah matanya,
apakah ada ptosis, eksoftalmus dan strabismus/ juling dan apakah ia cendrung
memejamka matanya karena diplopia.
3. Setelah itu lakukan pemeriksaan yang lebih teliti
mengenai ptosis, besar pupil, reaksi cahaya pupil, reaksi akomodasi, kedudukan
bola mata, gerakan bola mata dan nistagmus.
4. Untuk menilai m. Levator palpebra, pasien disuruh
memejamkan matanya, kemudia disuruh ia membuka matanya.
5. Waktu pasien membuka matanya, kita tahan gerakan ini
dengan jalan memegang / menekan ringan pada kelopak mata.
6. Dengan demikian dapat dinilai kekuatan kelopak mata.
7. Untuk menilai pupil, perhatikan besarnya pupil pada kiri
dan kanan, apakah sama ukurannya, apakah bentuknya bundar atau tidak rata
tepinya. Miosis = pupil mengecil, midriasis = pupil membesar
8. Reflek cahaya pupil terdiri dari reaksi cahaya langsung
atau tidak langsung., caranya :
i.
Pasien
disuruh melihat jauh.
ii.
Setelah
itu pemeriksa mata pasien di senter/ diberi cahaya dan lihat apakah ada reaksi
pada pupil. Normal akan mengecil
iii.
Perhatikan
pupil mata yang satunya lagi, apakah ikut mengecil karena penyinaran pupil mata
tadi disebut dengan reaksi cahaya tak langsung
iv.
Cegah
reflek akomodasi dengan pasien disuruh tetap melihat jauh.
7. Pemeriksaan N. VII Fasialis
Fungsi
: Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, pengecapan, somatosensorik
Cara
Pemeriksaan fungsi motorik :
a. Perhatikan muka pasien, apakah simetris atau tidak,
perhatikan kerutan dahi, pejaman mata, plika nasolabialis dan sudut mulut.
b. Bila asimetris muka jelas disebabkan kelumpuhan jenis
perifer.
c. Pada kelumpuhan jenis sentral, kelumpuhan nyata bila
pasien disuruh melakukan gerakan seperti menyeringai dan pada waktu istirahat,
muka simetris.
d. Suruh pasien mengangkat alis dan mengkerutkan dahi
e. Suruh pasien memejamkan mata
f. Suruh pasien menyeringai (menunjukkan gigi geligi)
g. Gejala chvostek, dengan mengetuk N. VII di bagian
depan telinga. (+) bila ketokan menyebabkan kontraksi otot mata yang di
persyarafi.
Fungsi pengecapan :
a. Pasien disuruh menjulurkan lidah
b. Taruh bubuk gula, kina, asam sitrat atau garam secara bergiliran
c. Pasien tidak boleh menarik lidahnya ke dalam mulut.
d. Pasien disuruh menyatakan pengecapan yang dirasakan
dengan isyarat.
8.
Pemeriksaan
N. VIII Akustikus
Fungsi : Sensorik khusus pendengaran dan keseimbangan
Cara Pemeriksaan syaraf kokhlerais :
a. Ketajaman pendengaran
b. Tes swabach
c. Tes Rinne
d. Tes weber
Cara untuk menilai keseimbangan :
a. Tes romberg yang dipertajam :
-
Pasien
berdiri dengan kaki yang satu di depan kaki yang lain, tumit kaki yang satu
berada di depan jari-jari kaki yang lain
-
Lengan
dilipat pada dada dan mata kemudian ditutup
-
Orang
normal mampu berdiri dalam sikap romberg yang dipertajam selama 30 detik atau
lebih
b. Tes melangkah di tempat
-
Pasien
disuruh berjalan di tempat dengan mata ditutup, sebanyak 50 langkah dengan
kecepatan berjalan seperti biasa
-
Suruh
pasien untuk tetap di tempat
-
Tes
abnormal jika kedudukan pasien beranjak lebih dari 1 m dari tempat semula atau
badan berputar lebih 30 o
c. Tes salah tunjuk
-
Pasien
disuruh merentangkan lengannya dan telunjuknya menyentuh telunjuk pemeriksa
-
Kemudian
pasien disuruh menutup mata, mengangkat lengannya tinggi-tinggi dan kemudian
kembali ke posisi semula
-
Gangguan
(+) bila didapatkan salah tunjuk
9.
Pemeriksaan
N. IX Glossofaringeus
Fungsi : Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, pengecapan,
somatosensorik
10. Pemeriksaan N. X Vagus
Fungsi
: Somatomotorik, viseromotorik, viserosensorik, somatosensorik
N
IX dan N X diperiksa bersamaan. Cara Pemeriksaan Fungsi motorik :
-
Pasien
disuruh menyebutkan aaaaaa
-
Perhatikan
kualitas suara pasien, apakah suaranya normal, berkurang, serak atau tidak sama
sekali.
-
Pasien
disuruh memakan makanan padat, lunak dan menelan air
-
Perhatikan
apakah ada kesalahan telan / tidak bisa menelan / disfagia
-
Pasien
disuruh membuka mulut
-
Perhatikan
palatum mole dan faring, perhatikan sikap palatum mole, arkus faring dan uvula
dalam keadaan istirahat dan bagaimana pula waktu bergerak, misalnya waktu
bernafas atau bersuara. Abnormal bila letaknya lebih rendah terhadap yang
sehat.
11. Pemeriksaan N. XI aksesorius
Fungsi
: Somatomotorik
Cara
Pemeriksaan :
a. Untuk mengukur kekuatan otot sternocleidomastoideus
dilakukan dengan cara :
-
pasien
disuruh menggerakkan bagian badan yang digerakkan oleh otot ini dan kita tahan
gerakannya.
-
Kita
gerakkan bagian badan pasien dan disuruh ia menahannya.
-
Dapat
dinilai kekuatan ototnya.
b. Lihat otot trapezius
-
apakah
ada atropi atau fasikulasi,
-
apakah
bahu lebih rendah,
-
apakah
skapula menonjol
-
Letakkan
tangan pemeriksa diatas bahu pasien
-
Suruh
pasien mengangkat bahunya dan kita tahan.
-
Dapat
dinilai kekuatan ototnya.
12. Pemeriksaan N. XII Hipoglosus
Fungsi
: Somatomotorik
Cara
Pemeriksaan :
a. Suruh pasien membuka mulut dan perhatikan lidah dalam
keadaan istirahat dan bergerak
b. Dalam keadaan istirahat kita perhatikan :
-
besarnya
lidah,
-
kesamaan
bagian kiri dan kanan
-
adanya
atrofi
-
apakah
lidah berkerut
c. Apakah lidahnya mencong bila digerakkan atau di julurkan
G. Pemeriksaan
Reflek Fisiologis
1. Reflek tendon dalam (bisep dan trisep)
Derajatnya
: 0 = absen reflek
1=Menurun
2 = Normal
3 = Hiperreflek
4 = Hiperreflek dengan klonus
2. Reflek
superficial
a. Reflek kulit perut :
epigastrium
T 6-9, abdomen tengah T 9-11, Hiogastrium T 11-L1. Abdomen
digores dari arah luar menuju umbilikus --- kontraksi dinding perut
b. Kremaster ( L 1-2)
Paha bagian dalam digores—kontraksi kremaster
dan penarikan testis ke atas
c. Reflek anus ( S3-4-5)
Pakai
sarung tangan ujung jari dimaasukkan kedalam cincin anus terasa kontraksi
spingter ani
d. Reflek bulbokavernosus
Kulit penis atau glan
dicubit terlihat kontraksi bulbokavernosus
5. Reflek Plantar ( L 5, S
1-5)
Telapak kaki dirangsang
akan timbul fleksi jari kaki seperti pemeriksaan Babinski
H. Pemeriksaan
Reflek Patologis
1.
Babinski
Telapak kaki
digores dari tumit menyusur bagian lateral menuju pangkal ibu jari, timbul
dorso fleksi ibu jari dan pemekaran jari-jari lainnya.
2.
Chadock
Tanda babinski
akan timbul dengan menggores punggung kaki dari arah lateral ke depan
3.
Openheim
Mengurut tibia
dengan ibu jari, jario telunjuk, jari tengah dari lutut menyusur kebawah (+ =
babinski)
4.
Gordon
Otot gastroknemius ditekan (+ sama dengan Babinski)
5.
Scahaefer
Tanda
babinski timbul dengan memijit tendon Achiles
6.
Rosollimo
Mengetok
bagian basis telapak jari kaki (+) fleksi jari-jari kaki
7.
Mendel Rechterew
Mengetok
bagian dorsal basis jari kaki. (+) fleksi jari kaki
8.
Hoffman –Trommer
Positif
timbul gerakan mencengkram pada petikan kuku jari telunjuk atau jari tengah
BAB
III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Perawat
perlu memberikan asuhan keperawatan yang berkwalitas kepada klein yang
mengalami gangguan sistem persyarafan sehingga masalah kesehatan klien dapat
teratasi dengan baik dalam rangka meningkatkan status kesehatan klien.
Asuhan
keperawatan diberikan oleh perawat melalui suatu metode ilmiah yaitu proses
keperawatan yang terdiri dari 5 langkah yaitu pengkajian, diagnose keperawatan,
intervensi, implementasi dan evaluasi. Langkah awal dalam memberikan asuhan
keperawatan yaitu pengkajian keperawatan. Dengan demikian setiap mahasiswa
keperawatan harus mampu memahami konsep dan teori tentang pengkajian pada klien
dengan gangguan system persyarafan sehingga diharapkan nantinya dapat
memberikan asuhan keperawatan yang berkwalitas pada klien yang mengalami
gangguan system persyarafan tersebut dengan cara melakukan anamnesa dan
pemeriksaan fisik.
DAFTAR PUSTAKA
Black,
J.M., & Hawks, J.H. (2008). Medical
surgical nursing. Clinical management for positive outcome. Volume 1. Eight
Edition. Saunders Elsevier. St. Louis. Missouri.
Donna D.,
Marilyn V., (1991), Medical Surgical Nursing: a Nursing Process Aproach,
Philadelphia: WB Sounders Company
Long, Barbara
C., (1992), Medical Surgical Nursing, Toronto: CV. Mosby Company
Lucman and Sorensen. (1993), Medical Surgical Nursing,
a
PsychophysiologieApproach, Tokyo; WB Sounders Company
Lumbantobing
(2000) Neurologi Klinik, Pemeriksaan Fisik dan Mental, FKUI, Jakarta
Peter C., Hayer & Thomas, Diagnostic & Therapy, EGC , Jakarta
R. Syamsuhidayat, Wim de Jong, (1997) , buku ajar ilmu
bedah,cetakan 1: Jakarta EGC
Smeltzer
C. Suzanne, Brunner & Suddarth. (2002). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC
Smith, Sandra
F,et-all, (2004), Clinical Nursing Skill: Basic to Edvanced Skills, 6th
Edition, New
Jersey: Upper Saddle River
Sudoyo,
W.A., Setiohadi, B., Alwi.I., Simadibrata, M., & Setiati, S. (2006). Buku ajar ilmu penyakit dalam; jilid 3 edisi ke 4, Jakarta: Balai Penerbit FK UI
No comments:
Post a Comment