Monday, 27 December 2021

MAKALAH SEJARAH DAN DASAR PELAKSANAAN KEWASPADAAN UNIVERSAL

 

DAFTAR ISI

 

DAFTAR ISI. 2

KATA PENGANTAR..

BAB 1 PENDAHULUAN.. 4

1.1 Latar Belakang. 4

BAB 2 PEMBAHASAN.. 5

2.1 Sejarah Perkembangan Kewaspadaan Universal 5

A.      Konsep Dasar 6

BAB 3 PENUTUP.. 11

3.1 Kesimpulan. 11

DAFTAR PUSTAKA.. 12

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

KATA PENGANTAR

 

Assalamualikum Wr. Wb.

Puji syukur kepada Allah SWT atas segala limpahan rahmat dan karunia-Nya, sehingga kami dapat menyelesaikan presentasi ini yang berjudul “ Sejarah dan Dasar Pelaksaaan Kewaspadaan Universal”. Tak terlupakan pula shalat serta salam tetap tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah memberikan cahaya agama dan menunjukkan jalan yang diridhoi Allah SWT.

Ucapan terimakasih ini tak lupa kami ucapkan kepada pihak-pihak yang telah mendukung maupun menyutujui dalam pembuatan MAKALAH kami ini, yaitu :

Dosen pembimbing : Cut Rahmi Muharrana S.ST., MKM

Atas bimbingan dari bu dosen untuk menyelesaikan tugas ini sehingga bermanfaat bagi pembacanya.

Ucapan terimakasih tidak lupa kami ucapkan kepada orang tua kami atas semua do’a yang telah diberikan kepada kami sehingga tugas ini dapat terselesaikan, oleh karena itu kami mohon kritik dan saran dalam pembuatan tugas ini sehingga bisa bermanfaat bagi siapapun.

Wassalamualikum Wr. Wb

 

 

 

Banda Aceh, 21 Desember 2021

 

 

 

 

BAB 1

PENDAHULUAN

 

1.1  Latar Belakang

Penelitian yang dilakukan oleh Dr. Emmelweis menemukan bahwa sumber infeksi berasal dari tangan petugas kesehatan yang menolong persalinan. Para dokter menyebarkan infeksi karena tidak mencuci tangan setelah melakukan bedah mayat dan sebelum menolong persalinan, pertolongan persalinan dilakukan oleh bidan yang tidak melaksanakan bedah mayat. Petugas diharuskan mencuci tangan menggunakan larutan klorin, rata – rata kematian ibu bia ditekan hingga 11,4 % pada bagian pertama dan 2,7% pada bagian kedua. Pada tahun 1889, sarung tangan diperkenalkan pertama kali salah satu prosedur perlindungan dalam melakukan tindakan medis. Selain melindungi petugas kesehatan, sarung tangan juga menggurangi penyebaran infeksi pada pasien.

 

Penerapan unifersal precautions pada setiap pasien dapat menggantikan sebagian tindakan isolasi yang berlaku selama ini, namun untuk kasus – kasus tertentu isolasi masuk diperlukan, misalnya untuk pasien yang di duga atau diketahui terinfeksi oleh kuman patogen yang dapat menular melalui udara, droplet ( isolasi respiratorik ), atau kontak ( isolasi kontak ), dan juga tidak berlaku untuk kasus - kasus yang memerlukan isolasi ketat. 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1 Sejarah Perkembangan Kewaspadaan Universal

Pada tahun 1847 diketahui bahwa tindakan medis dapat menuralkan infeksi,melalui pengamatan Dr. Ignac F. Semmelweis melakukan pengamatan pada satu bagian di rumah sakit umum viena tempat ia bekerja. Pada pengamatannya di temukan sebanyak 600 – 800 ibu meninggal dunia setiap tahun akibat demam setelah persalinan. Sementara di bagian lain, rata – rata kematian ibu sekitar 60 orang per tahun. Di Amerika Serikat, upaya pencegahan infeksi tersebut terus di kembangkan, dan pada tahun 1967 CDC Atlanta telah merekonebdasikan suatu teknik isolasi berdasarkan kelompok kategori ( terdiri dari 7 kategori isolasi) yag di perbarui pada tahun 1975 dan 1978. Kemudian pada tahun 1983 pernah direkomendasikan dua sistem isolasi. Category – spesigic Isolation, yang mengelompokkan penyakit menurut cara penularannya, dan sifat epidemiologinya.

a.      Category- spesific Isolations

7 kategori Isolasi tersebut adaah :

·         Strict Isolation

·         Contact Isolation

·         Respiratory Isolation

·         Tuberculosis (AFB) Isolation

·         Enteric Precautions

·         Drainage / Secretion Precautions

·         Blood and Body Fluid Precautions

Sistem isolasi yang kedua adalah disease – spesific isolation precautions, yaitu sistem isolasi yang dipakai secara individual berdasarkan cara penularan dan epidemiologi yang spesifik pada setiap penyakit.

 

 

 

Disease – spesific isolation precautions, memerlukan pelatihan yang lebih mendalam untuk petugas kesehatan dan dalam prakteknya cenderung terjadi kesalahan. Kekurangan dari kedua sistem tersebut adalah keduanya belum diterapkan sebelum ada diagnosa atau kecurigaan terhadap suatu penyakit infeksi, sehingga memungkinkan terjadi penyebaran infeksi sebelum diagnosis di tegakkan.

A.     Konsep Dasar

1.      Universal Precautions

a.      Pengertian

 World Health Organisation (WHO) dalam Nasronudin (2007), universal precautions merupakan suatu pedoman yang di tetapkan oleh the Center for Disease Control and prevention (CDC) Atlanta dan the Occupational afety and Health Administrion (OSHA) , untuk mencegah tranmisi dari berbagai penyakit yang di tularkan melalui darah di lingkungan fasilitas pelayanan kesehatan.

Universal  Precautions merupakan tindakan pencegahan dan pengendalian infeksi yang di tunjukan pada semua pasien, saat melakukan setiap tindakan oleh seluruh tenaga kesehatan yang terlibat di semua fasilitas pelayanan kesehatan.

b.      Tujuan Universal Precautions

Kurniawati dan Nursalam (2017),menyebutkan bahwa universal Precautions perlu diterapkan dengan tujuan:

1)      Mengendalikan infeksi secara konsisten

Universal Precautions merupakan upaya pengendalian infeksi yang harus diterapkan dalam pelayanan kesehatan kepada semua pasien,setiap waktu untuk mengurangi resiko infeksi yang dikeluarkan melalui darah.

2)      Memastikan standar adekuat bagi mereka yang tidak di diaknosis atau tidak terlihat seperti beresiko.

Prinsip universal precautions diharapkan akan mendapat perlindungan maksimal dari infeksi yang di tularkan melalui darah maupun cairan tubuh yang lain baik infeksi yang telah di diaknosis maupun yang belum diketahui

3)      Mengurangi resiko bagi petugas kesehatan dan pasien

Universal precations tersebut bertujuan tidak hanya melindungi petugas dari resiko terpapar oleh infeksi HIV,HBV,HCV namun juga melindungi kelain yang mempunyai kecendrungan rentan terhdap segala infeksi yang mungkin terbawa oleh petugas.

4)      Asumsi bahwa resiko atau infeksi berbahaya

Univesal precations ini juga sangat diperlukan untuk mencegah infeksi lain yang bersifat nosokomial terutama untuk infeksi yang dituralkan melalui darah atau cairan tubuh

c.       indikasi universal precations

Universal precations diterapkan secara rutin oleh semua tenaga kesehatan dalam merawat seluruh pasien di rumah sakit dan difasilita kesehatan lainnya, baik pasien sudah terdiagnosa inveksi, diduga terinfeki atau kolonisasi (Rekam Medik Intasi Keamanan dan Keselamatan Kerja RSUP dr. Sardjito, 2017). Universal Precations juga diterapkan ketika petugas kesehatan konta dengan cairan infeksius seperti darah, cairan sekresi dan eksresi (kecuali keringat), luka pada kulit, selaput lendir, cairan semen, cairan vagina, caira sendi, cairan amnion, cairan serebrosvinal, ASI, cairan pericarium (Nursalam dan Kurniawati 2019).

d.      Macam universal precations

Universal precautions meliputi 5 kegiatan pokok yaitu mencuci tangan untuk mencegah inveksi silang, pemakaian alat pelindung diri, pengelolaan jarum dan benda tajam untuk mencegah perlukaan, pengelolaan limbah dan sanitasi lingkungan, serta pngelolaan alat kesehatan abis pakai (nursalam dan kurniawati, 2009).

Penyebaran dari 5 kegiatan pokok univeral precautions tersebut adalah:

Ø  Cuci Tangan, Tindakan mencuci tangan merupakan teknik dasar yang paling penting yang harus di lakukan oleh petugas kesehatan dengan tujuan mencegah penularan penyakit infeksi. Larson dalam potter & Perry (2016), mencuci tangan adalah tindakan menggosok tangan dengan sabun pada seluruh permukaan dengan secara kuat, ringkas, dan di bilas dengan air mengalir. Cuci tangan harus di lakukan sebelum dan sesudah melakukan tindakan keperawatan walaupun memakai sarung tangan dan memakai alat pelindung diri lainnya.

 

Ø  Pemakaian Alat pelindung diri, Alat pelindung diri adalah sarana yang digunakan untuk melindungi kulit dan selaput lendir perawat dari resiko pajanan darah, semua jenis cairan tubuh, secret atau ekskreta, kulit yang tidak utuh dan selaput lendir pasien. Alat pelindung diri tidak semuanya harus di pakai, tetapi tergantung pada jenis tindakan yang akan di kerjakan.

Adapun jenis-jenis pelindung diri meliputi:

1.)    Sarung Tangan

2.)    Masker

3.)    Pelindung Mata ( kaca mata)

4.)    Topi / Penutup kepala

5.)    Gaun pelindung ( baju kerja dan apron / celemek

 

6.)    Sepatu Pelindung

 

               

Penjabaran dari proses pencegahan dasar pengelolaan alat bedah setelah di pakai adalah sebagai berikut:

1.)    Dekontaminasi

Dekontaminasi terlebih dahulu terutama jika alat-alat tersebut akan di bersihkan dengan tangan. Dekontaminasi adalah proses menghilangkan mikroorganisme pathogen dan kotoran pada benda atau alat bedah sehingga aman untuk di lakukan pengelolaan lebih lanjut. Dekontaminasi alat bedah di lakukan dengan menggunakan bahan desinfektan kimia seperti klorin 0,5% atau dengan alkacide, tetapi klorin lebih bersifat korosif terhadap alat-alat bedah sehingga alkacide lebih banyak di gunakan. Khusus untuk alat bedah yang digunakan untuk operasi pasien dengan virus hepatitis B dan pasien HIV/AIDS di lakukan dekontaminasi dengan klorin 0,5% selama 15-30 menit.

2.)    Pencucian Alat

Pencucian merupakan tahap yang harus dilakukan setelah proses dekontaminasi. Instrumen / alat bedah di rumah sakit besar biasanya dicuci oleh instaasi tersendiri yang khusus mengola instrumen pembedahan dan perawatan luka dengan perlatan yang canggih.

 

3.)    Sterilisasi

Sterilisasi merupakan proses menghilangkan seluruh mikroorganisme dan endospora dari alat keseharan atau instrument bedah. Sterilisasi dapat di lakukan secara fisik maupun kimiawi. Zat dan cara yang sering di gunakan untuk sterilisasi di rumah sakit adalah dengan  uap panas bertekanan tinggi, pemanasan kering, gas ethilen okside, dan dengan zat kimia.

4.)    Penyimpanan Instrumen Bedah

Penyimpanan alat bedah yang baik sama pentingnya proses strilisasi. Instrumen / alat bedah dapat di simpan dengan cara dibungkus dan di masukkan dalam tromol instrumen. Alat bedah di nyatakan tetap steril selama alat tersebut masih terbungkus dengan baik selama 3 bulan dalam tromol instrumen.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

BAB III

PENUTUP

 

1.1  KESIMPULAN

 

Universal Precautions yaitu tindakan pengendalian infeksi yang dilakukan oleh seluruh tenaga kesehatan untuk mengurangi resiko penyebaran infeksi dan didasarkan pada prinsip bahwa darah dan cairan tubuh dapat berpotensi menularkan penyakit, baik berasal dari pasien maupun petugas kesehatan. Dasar kewaspadaan universal ini meliputi, pengelolaan alat kesehatan, cuci tangan guna mencegah infeksi silang, pemakaian alat pelindung diantarannya sarung tangan untuk mencegah kontak dengan darah serta cairan infeksius yang lain.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

1.      Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI., 2017. Pedoman Pelaksanaan Kewaspadaan Universal di Pelayanan Kesehatan. Jakarta.

 

2.      Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI., 2017 Pedoman Penatalaksaan Infeksi di Tempat Pelayanan Kesehatan, Jakarta.

 

 

3.      Depkes RI. 2017. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. Jakarta. Perhimpunan Pengendali Infeksi. Indonesia.

 

4.      Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan RI bekerjasama dengan Perdalin. 2009. Pedoman Pencegahan dan Pengendalian Infeksi di Rumah Sakit dan Fasilitas Pelayanan Kesehatan Lainnya. SK Menkes No 382/Menkes/2017. Jakarta: Kemenkes RI.

 

 

5.      Nursalam, Kurniawati. 2019. Asuhan Keperawatan pada Pasien Terinfeksi HIV/AIDS. Jakarta : Salemba Medika.

 

 

 

No comments:

Post a Comment