DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar Belakang............................................................................................. 1
B.
Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.
Pandangan Islam terhadap Ilmu Medis........................................................ 3
B.
Pandangan Islam terhadap Donor Sperma................................................... 4
C.
Pandangan Islam Tentang Sewa Rahim dan ayat-ayat tentang
Sewa
Rahim............................................................................................... 10
D.
Transplantasi Organ dan Penjelasan Ayat tentang
Transplantasi Organ.... 19
BAB V PENUTUP.............................................................................................. 26
A.
Kesimpulan................................................................................................. 26
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 28
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Bidang kedokteran secara umum termasuk salah satu
bidang keilmuan yang mendapat perhatian besar dari para ulama, sejak masa Nabi
hingga saat dewasa ini, termasuk yang terkait dengan perkembangan teknologinya
dari sisi etika dan hukum Islam. Dalam menentukan hukum haram-halalnya suatu
temuan ilmiah termasuk dalam bidang kedokteran, pada masa Nabi seluruhnya dapat
diselesaikan. Sedang pada masa berikutnya jika tidak dapat ditemukan dalam
sumber ajaran Islam, al- Qur’an dan sunah maka dilakukan ijtihad.
Dewasa ini para ulama dihadapkan pada masalah yang
rumit, karena banyak masalah-masalah kedokteran yang tidak ada penegasan dalam
nas al-Qur’an dan hadis, juga tidak ditemukan keterangannya dalam literatur
fikih karena hal yang serupa belum diformulasikan oleh para pakar fikih
(Fukaha) terdahulu, belum terjadi saat itu atau bahkan belum terpikirkan akan
adanya. Di samping itu, juga mulai terkuaknya masalah lain yang terkait yang
harus pula dipertimbangkan dalam menentukan hukumnya. Di sisi lain, sekarang
hampir tidak ada lagi orang yang mempunyai otoritas berijtihad secara mandiri
karena orang yang memenuhi prasyarat akademis dan moral yang diperlukan nyaris
tidak dapat dijumpai lagi, maka yang dilakukan adalah berijtihad secara
kolektif (ijtihad jama'i) melalui lembaga atau organisasi keulamaan.
Setiap peristiwa yang terjadi pasti ada hukum yang
mengikatnya, ada dalil yang menunjukkan dasar hukumnya, jika tidak ditemukan
secara jelas dalam nas maka dalil dicari dengan cara berijtihad. Dengan
ijtihad, maka sesulit dan serumit apapun persoalan yang dihadapi manusia, maka
di situ ada ketentuan hukumnya.
Begitupun
dengan tujuan akhir ditetapkannya hukum Islam adalah menjadi rahmat bagi
manusia, mewujudkan kemaslahatan yang hakiki, baik di dunia maupun di akhirat.
Ukuran dan sarana kemaslahatan itu tidak baku dan tidak terbatas dan berubah
seiring dengan perkembangan zaman. Secara metodologis, ulama menetapkan hukum
Islam berdasarkan sumber primer syariat Islam, al-Qur’an dan Sunah dua sumber
komplementer yang merupakan sub-ordinat kaidah-kaidah suplementer, meliputi
Istihsan (preferensi juristik), al-Mashalih al-Mursalat (kemaslahatan umum),
B. Tujuan Penulisan
Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk :
1.
Mengetahui tentang Tinjauan Islam
Tentang Ilmu Kesehatan
2.
Mengetahui tentang Donor Sperma dan Penjelasan ayat tentang Aborsi
3.
Mengetahui tentang Sewa Rahim dan Penjelasan
ayat Tentang Adopsi
4.
Mengetahui tentang Transplantasi dan Penjelasan ayat Tentang Inseminasi
5.
Mengetahui tentang Eutanasia dalam
Pandangan Islam
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pandangan Islam terhadap Ilmu
Medis
Al-Qur’an diturunkan sebagai
syifa’ (penyembuh), bukan obat, karena cukup banyak obat tetapi tidak
menyembuhkan dan setiap penyembuh dapat dikatakan sebagai obat. Pada dokter
ahli sudah mampu mengetahui berbagai macam virus yang mendatangkan penyakit,
namun penyakit stress yang tidak ada virusnya tak mampu dideteksi oleh medis.
Maka lewat terapi Al-Qur’an penyakit yang tak bervirus itu bisa diketahui.
Perubahan-perubahan sosial yang
terjadi dengan cepat sebagai konsekunsi dari modernisasi dan globaliasi serta
kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempunyai dampak serius dalam
mempengaruhi nilai-nilai kehidupan masyarakat. Tidak semua orang mampu
menyesuaikan diri dengan perubahan yang begitu cepat yang pada gilirannya
menimbulkan stresss yang akhirnya menimbulkan penyakit.
Dalam konsep ilmu kesehatan jiwa,
seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak mampu lagi berfungsi secara wajar
dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam praktek di lapangan secara lahiriah, disaksikan
oleh setiap orang berapa banyak pegawai yang tekun, patuh dan disiplin, karena
takut dikatakan tidak loyal kepada atasannya, padahal sebenarnya apa yang
dilakukan tidak sesuai dengan rasa hati nuraninya.
Begitu juga dalam banyak
peristiwa lain yang berdampak pada kejiwaan. Perasaan takut, sedih, kelaparan,
kurang harta, kehilangan jiwa adalah cobaan yang telah dijelaskan dalam
Al-Qur’an. Betapa sedih dan tegang jiwa seorang ayah dan ibu yang mengetahui
anaknya terserang penyakit yang menakutkan atau terserang oleh zat adiktif yang
kini semakin marak dalam masyarakat.
Untuk mengatasi hal-hal tersebut,
Al-Qur’an menawarkan metode yang tepat. Allah berfirman, yang artinya:
“…Katakanlah Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman
(QS. Fusilat/41: 33), Di ayat lain, Allah menegaskan, yang artinya: Dan kami
turunkan sebagian dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi
orang-orang yang beriman; dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah manfaat kepada
orang- orang zalim selain kerugian (QS Al-Isra’/17:82).
B. Pandangan Islam terhadap Donor
Sperma
1. Pengertian Bank Sperma
Lembaga yang menyimpan dan mengawetkan
sperma dari donor untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, dan
kepentingan individu yang ingin memperoleh keturunan
Bank sperma adalah pengambilan sperma
dari donor sperma lalu dibekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair
untuk mempertahankan fertilitas sperma. Dalam bahasa medis bisa disebut juga
Cryiobanking. Cryiobanking adalah suatu teknik penyimpanan sel cryopreserved
untuk digunakan di kemudian hari. Pada dasarnya, semua sel dalam tubuh manusia
dapat disimpan dengan menggunakan teknik dan alat tertentu sehingga dapat
bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu.7
Teknik yang paling sering digunakan dan
terbukti berhasil saat ini adalah metode Controlled Rate Freezing, dengan
menggunakan gliserol dan egg yolk sebagai cryoprotectant untuk mempertahankan
integritas membran sel selama proses pendinginan dan pencairan. Teknik
cryobanking terhadap sperma manusia telah memungkinkan adanya keberadaan donor
sperma, terutama untuk pasangan-pasangan infertil. Tentu saja, sperma yang akan
didonorkan perlu menjalani serangkaian pemeriksaan, baik dari segi kualitas
sperma maupun dari segi pendonor seperti adanya kelainan-kelainan genetik.
Dengan adanya cryobanking ini, sperma
dapat disimpan dalam jangka waktu lama, bahkan lebih dari 6 bulan (dengan tes
berkala terhadap HIV dan penyakit menular seksual lainnya selama penyimpanan).
Kualitas sperma yang telah disimpan dalam bank sperma juga sama dengan sperma
yang baru, sehingga memungkinkan untuk proses ovulasi.
Selain digunakan untuk sperma-sperma
yang berasal dari donor, bank sperma juga dapat dipergunakan oleh para suami
yang produksi spermanya sedikit atau bahkan akan terganggu. Hal ini
dimungkinkan karena derajat cryosurvival dari sperma yang disimpan tidak
ditentukan oleh kualitas sperma melainkan lebih pada proses penyimpanannya.
Telah disebutkan diatas, bank sperma
dapat dipergunakan oleh mereka yang produksi spermanya akan terganggu.
Maksudnya adalah pada mereka yang akan menjalani vasektomi atau tindakan medis
lain yang dapat menurunkan fungsi reproduksi seseorang. Dengan bank sperma,
semen dapat dibekukan dan disimpan sebelum vasektomi untuk mempertahankan
fertilitas sperma.
2. Sejarah Lahirnya Bank Sperma
Teknologi dalam bidang kedokteran
semakin maju, menimbulkan manfaat juga permasalahan. Kemajuan itu bisa kita
lihat dengan adanya bank sperma. Dengan bank sperma orang dapat membelinya
untuk mempunyai anak dengan cara inseminasi buatan yang diambil dari para
pendonor dengan menghiraukan adanya hubungan perkawinan atau tidak, hal ini
akan menjadikan suatu permasalahan yaitu kerancuan pada status dan nasab anak
tersebut.
Bank sperma atau kadang yang sering
disebut bank ayah, mulai tumbuh pada awal tahun 1980, berkembang setelah banyak
laki-laki yang menjarangkan anaknya atau melakukan vasektomi, namun menyimpan
spermanya di dalam bank sebagai cadangan sewaktu-waktu dibutuhkan untuk
memiliki anak laki. Bank sperma diawali dari penemuan seorang pendeta katholik,
Spallanzani, tahun 1780 tentang inseminasi buatan (permanian buatan).
Penelitian ini berhasil membuahi seekor anjing betina ke dalam rahim anjing
betina tanpa disetubuhi anjing jantan namun dengan menyuntikkan sprema ke dalam
rahim anjing betina. Sementara itu inseminasi buatan terhadap manusia dilakukan
oleh Hunter seorang sarjana.
Selanjutnya inseminasi buatan melebar
luas di daratan Eropa setalah di praktekkan tiap-tiap bangsa. Di Amerika
Serikat dan Eropa inseminasi buatan dilakukan untuk menolong orang yang mandul,
sementara di Rusia bertujuan untuk mengembangkan manusia secara cepat, sebagai
akibat persiapan mengalami kelangkaan manusia akibat perang atom. Kemajuan
teknologi yang semakin maju, inseminasi buatan prosesnya juga mengalami
kemajuan. Sperma yang diambil tidak langsung disuntikkan ke rahim tapi disimpan
dulu di bank sperma agar bertahan lama dan bisa dibutuhkan sewaktu-waktu.
3. Motif Pembentukan Bank Sperma
Praktik bayi tabung membuka peluang pula
bagi didirikannya bank-bank sperma. Pasangan yang mandul bisa mencari benih
yang subur dari bank-bank tersebut. Bahkan orang bisa menjual-belikan
benih-benih itu dengan harga yang sangat mahal misalnya karena benih dari
seorang pemenang Nobel di bidang kedokteran, matematika, dan lain-lain. Praktek
bank sperma adalah akibat lebih jauh dari teknik bayi tabung. Kini bank sperma
malah menyimpannya dan memperdagangkannya seolah-olah benih manusia itu suatu
benda ekonomis.
Tahun 1980 di Amerika sudah ada sembilan bank sperma non-komersial. Sementara
itu bank-bank sperma yang komersil bertumbuh dengan cepat. Wanita yang
menginginkan pembuahan artifisial bisa memilih sperma itu dari banyak
kemungkinan yang tersedia lengkap dengan data mutu intelektual dari pemiliknya.
Identitas donor dirahasiakan dengan rapi dan tidak diberitahukan kepada wanita
yang mengambilnya, kepada penguasa atau siapapun.
Latar belakang munculnya bank sperma
antara lain adalah sebagai berikut :
a.
Keinginan memperoleh atau
menolong untuk memperoleh keturunan pada seorang pasangan suami istri yang
tidak mempunyai anak (mandul).
b.
Memperoleh generasi jenius atau
orang super.
c.
Mengembang biakkan manusia secara
cepat untuk menghindarkan kepunahan manusia.
d.
Untuk memilih jenis anak yang
ideal sesuai yang dikehendaki.
e.
Mengembangkan kemajuan teknologi
terutama dalam bidang kedokteran
Lepas dari semua yang melatar belakangi
munculnya bank sperma, Islam menjawab dengan mengedepankan kemuliaan pasangan
suami-istri yang di ikat dalam sebuah pernikahan. Hasil dari akad yang berlaku,
suami dan istri mempunyai hubungan yang sah dan kemaluan keduanya adalah halal
untuk satu sama lain. Sebab itulah akad perkawinan ini dikatakan sebagai satu
akad untuk menghalalkan persetubuhan di antara seorang lelaki dengan wanita,
yang sebelumnya diharamkan.
4. Alasan Pendonor Mendonorkan
Spermanya
Perkawinan yang merupakan suatu hubungan
yang menimbulkan akibat hukum seperti mempunyai tanggung jawan antara suami
istri, memberi nafkah kepada sang istri, warisan apabila telah meninggal dunia.
Keturunan atau anak adalah suatu
yang sangat diidam-idamkan dalam perkawinan, perkawinan tanpa adanya seorang
buah hati seakan-akan tidak ada artinya, karena salah satu dari tujuan
perkawinan adalah memperoleh keturunan.
Berdampak dari mungkin terjadinya hal
seperti itu maka dengan kemajuan tegnologi dalam bidang kedokteran membentuk
bank sperma sehingga orang dapat hanya membelinya saja untuk mempunyai anak
dengan cara inseminasi buatan yang diambil dari para pedonor dengan dengan
menafikan adanya hubungan perkawinan atau tidak, hal ini akan menjadi kerancuan
pada status dan nasab anak tersebut. Sedangkan hukum islam sendiri pada masa
lalu tidak mengenal apa itu bank sperma dan inseminasi buatan, maka dari itu
demi kemaslahatan dan menegakkan hukum perkawinan dalam dunia islam ini tidak
hanya cukup disini saja tapi juga harus berkembang mengikuti perkembangan zaman
pula.13
Menurut Werner (2008), Beberapa alasan
seseorang akhirnya memutuskan untuk menyimpan spermanya pada cryobanking,
antara lain:
a.
Seseorang akan menjalani beberapa
pengobatan terus menerus yang dapat mengurangi produksi dan kualitas sperma.
Beberapa contoh obat tersebut adalah sulfasalazine, methotrexate.
b.
Seseorang memiliki kondisi medis
yang dapat mempengaruhi kemampuan orang tersebut untuk ejakulasi (misal:
sklerosis multipel, diabetes).
c.
Seseorang akan menjalani
perawatan penyakit kanker yang mungkin akan mengurangi atau merusak produksi
dan kualitas sperma (misal: kemoterapi, radiasi).
d.
Seseorang akan memasuki daerah
kerja yang berbahaya yang memungkinkan orang tersebut terpapar racun
reproduktif.
e.
Seseorang akan menjalani beberapa
prosedur yang dapat mempengaruhi kondisi testis, prostat, atau kemampuan
ejakulasinya (misal: operasi usus besar, pembedahan nodus limpha, operasi
prostat).
f.
Seseorang akan menjalani
vasektomi.
5. Pandangan Hukum Islam Terhadap Donor
Sperma
Ijtihad merupakan metode atau cara untuk
menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi ummat. Melalui ijtihad
masalah-masalah baru yang tidak terdapat dalam al-Qur‟an dan hadis dapat
dipecahkan, melalui ijtihad pula ajaran islam telah berkembang dengan pesat.
Sebaliknya ketika ijtihad hilang dari kalangan ummat islam, maka ummat islam
akan mengalami kemunduran. Olehnya itu dapat dikatakan bahwa ijtihad merupakan
“The Principle of Movement”27 hal ini berarti bahwa ijtihad merupakan daya
gerak kemajuan ummat islam, dengan meninggalan ijtihad sama halnya membawa
ummat islam ke arah ketertinggalan. Dengan kata lain ijtihad adalah kunci
dinamika ajaran islam.
Sebagai suatu ajaran, islam diyakini
mampu menyentuh segala aspek lini kehidupan dengan pedoman utama al-Qur‟an dan
sunah. Dari rujukan kedua sumber inilah ummat islam dituntut mampu meretas
segala permasalahan yang ada termasuk masalah yang lahir dari kemajuan
pemikiran manusia dari berbagai disiplin ilmu yang tentunya akan berimplikasi
baik secara langsung ataupun tidak terhadap keberagamaan. salah satu masalah
yang lahir dari hasil kemajuan pemikiran manusia adalah sperma donor.
Berdasarkan pada putusan dewan pimpinan
MUI sperma donor difatwakan haram karna statusnya disamakan dengan hubungan
kelamin antar lawan jenis diluar pernikahan yang sah (zina) dan berdasar kepada
sadd az-zari‟ah, yaitu untuk menghindari terjadinya perbuatan zina yang
sesungguhnya. atwa MUI ini sejalan dengan hadis Nabi yang artinya “Tidak halal
bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat untuk menyiramkan
airnya kepada tanaman orang lain (HR. Abu daud)
Para ahli fiqih dan para pakar dari
bidang kedokteran telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan suami-istri atau
salah satunya untuk memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan demi membantu mereka
mewujudkan kelahiran anak, namun mereka mensyaratkan sperma yang digunakan
harus milik sang suami dan sel telur milik sang istri, tidak ada pihak ketiga
di antara mereka misalnya dalam masalah bayi tabung. Jika sperma bersal dari laki-laki
lain baik diketahui maupun tidak maka ini diharamkan. Begitu pula jika sel
telur berasal dari wanita lain atau sel telur dari istri, tapi rahimnya milik
wanita lain (sewa Rahim) kendatipun rahim itu adalah milik istri lainnya maka
hal ini tidak diperbolehkan, karena akan menimbulkan permasalahan status anak
yang akan lahir, siapakan ibu bayi tersebut apakah pemilik telur atau yang
memiliki rahim? juga akan berimplikasi pada akibat hukum lainnya. Sedangkan al-
Qur’an telah menetapkan dua kriteria seorang ibu : pertama, yang memiliki sel
telur dan yang kedua yang melahirkannya atau yang memiliki rahim. Hal ini
berdasar pada dua ayat dalam surah yang berbeda. Q.S al-Nahl [16] ayat : 72
Terjemah :
“ Allah menjadikan bagi kamu
isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri
kamu itu, anak-anak dan cucu- cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik.
Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah
?"
Q.S. al-Mujadilah [58] ayat : 2
Terjemah :
“orang-orang yang menzhihar isterinya di
antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri
mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang
melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu
Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha
Pengampun”.
C. Pandangan Islam Tentang Sewa
Rahim dan ayat-ayat tentang Sewa Rahim
- Pengertian
Sewa Rahim (Surrogate Mother)
Sewa rahim adalah suatu kesepakatan di
mana seorang wanita bersedia hamil dan selanjutnya memberikan anak yang akan
dilahirkannya pada orang tua lain yang akan mengangkatnya sebagai anak. Ia
(wanita) tersebut bisa menjadi ibu genetik dari si anak (bentuk tradisional
dari surrogacy), atau bisa juga dengan cara di buahi (transfer embrio) dari
benih orang lain (gestational surrogacy)
Penyewaan rahim merupakan metode
reproduksi bantuan (assisted reproduction). Dalam beberapa kasus, ini menjadi
satu-satunya alternatif bagi pasangan (yang sulit punya anak) dan ingin memiliki
anak yang masih memiliki ikatan dengan mereka secara biologis.
Di dalam terminologi seperti yang
disebutkan di atas, disebutkan beberapa istilah yang berkaitan dengan penyewaan
rahim yaitu:
a.
Menurut istilah traditional
surrogacy, ibu sewa mengandung anaknya sendiri secara biologis, namun anak ini
setelah lahir akan diberikan pada orang tua lain yang akan mengangkatnya
sebagai anak; baik oleh ayah biologisnya sendiri, dan mungkin untuk mitranya
(mitra ayah biologisnya), baik wanita maupun pria.
b.
Menurut istilah gestational
surrogacy, ibu sewa mengandung lewat transfer embrio dimana ia berarti bukan
ibu si anak secara biologis. Ibu sewa tersebut bisa membuat kesepakatan dengan
ibu atau ayah biologisnya untuk mengangkat anak yang akan dilahirkannya sebagai
anak mereka sendiri, atau dengan orang tua (pasangan suami istri) yang bahkan
tidak memiliki hubungan apa-apa dengan si anak (misalnya, anak ini dikandung
dengan cara transfer embrio yang diambil dari donor benih dan atau donor
sperma).
c.
Menurut istilah altruistic
surrogacy, ibu sewa tidak menerima bayaran atas kehamilannya atau atas anak
yang akan diserahkannya (namun terkadang untuk biaya medis selama masa hamil
dan melahirkan ditanggung oleh calon orangtua yang akan mengasuh si bayi).
Sedangkan commercialsurrogacy sebaliknya, dimana si ibu sewa mendapatkan
bayaran uang atas kehamilan dan atas anak yang akan ia serahkan pada orang tua
angkatnya. Ini secara tipikal berkombinasi dengan gestational surrogacy.
Seorang ibu sewa atau ibu yang
melahirkan si bayi adalah wanita yang mengandung si bayi tersebut. Kata
surrogate berasal dari bahasa latinsubrogare (yang artinya menggantikan), yang
berarti wanita yang ditunjuk untuk bertindak sebagai ibu pengganti atau ibu
sewa. Para orang tua angkat (yang menunjuk ibu sewa) adalah individu atau
orang-orang yang akan membesarkan anak tersebut setelah dilahirkan. Ada
kecenderungan sekarang ini untuk membatasi istilah ‘surrogacy’ hanya berarti
“gestational surrogacy”.
Di dalam bahasa Arab, sewa rahim dikenal
dengan berbagai macam istilahdiantaranya: al-‘ummu al-musta’jir, al-ummu
al-badilah, al-musta’jir al- hadanah, syatlul janin, al-ummu al-kazibah,
ar-rahmu al-musta’ar, atau ta’iirul arham. Tetapi sewa rahim lebih dikenal
dengan istilah ar-rahmu al-musta’jir atau al- ummu al-badilah. Sedangkan di
dalam bahasa Inggris sewa rahim dikenal dengan istilah surrogate mother.
Menurut Ali ‘Arif, di dalam bukunya
al-‘Ummu al-Badilah(ar-Rahmu al-Musta’jirah) sebagaimana dikutip oleh Radin
Seri Nabahah bt. Ahmad Zabidi, sewa rahim adalah menggunakan rahim wanita lain
untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah dibuahi dengan benih
laki-laki (sperma), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut hingga lahir.
Kemudian anak itu diberikan kembali kepada pasangan suami isteri tersebut untuk
memeliharanya dan anak itu dianggap anak mereka dari sudut undang-undang.
Yahya Abdurrahman al-Khatib
mendefinisikan sewa rahim adalah dua orang suami isteri yang membuat
kesepakatan bersama wanita lain untuk menanamkan sel telur yang telah diinseminasi
(dibuahi) dari wanita pertama dengan sperma suaminya pada rahim wanita kedua
dengan upah yang telah disepakatinya. Selanjutnya, wanita kedua ini disebut:
a.
Al-‘ummu al-musta’ar (ibu
pinjaman), yaitu wanita yang di dalam rahimnya dimasukkan sel telur yang telah
diinseminasi (dibuahi). Ia juga disebut dengan mu’jirah al-batni (wanita yang
menyewakan perutnya).
b.
Ar-rahim az-zi’r secara
etimologis az-zi’r adalah wanita yang belas kasih kepada anak orang lain dan
yang menyusuinya, sama saja dari manusia atau unta. Sedangkan bentuk jamaknya
adalah az’ur az’ar dan zu’ur. Yang dimaksud dengan ar-rahim az-zi’r di sini
adalah bahwa sel telur itu diambil dari seorang wanita, sedang rahim yang
mengandung dan yang melahirkan adalah wanita lain.
c.
Syatlu al-janin (penanaman
janin), yaitu seorang suami mencampuri isterinya yang tidak layak hamil,
kemudian sperma itu dipindahkan dari isterinya ke dalam rahim wanita lain yang
mempunyai suami melalui metode kedokteran. Selanjutnya, wanita inilah yang
mengandungnya hingga melahirkan.
d.
Al-mud’ifah (wanita pelayan),
yaitu wanita lain dimana sel telur (ovum) yang telah diinseminasi (dibuahi)
dipindahkan ke dalam rahimnya. Ia juga disebut dengan ummubi al-wakalah (ibu
perwakilan).
Sedangkan Said Agil Husin al-Munawar
mendefinisikan sewa rahim adalah penitipan sperma dan ovum dari sepasang suami
isteri ke dalam rahim wanita lain. Penyewaan rahim biasanya melalui perjanjian
atau persyaratan tertentu dari kedua belah pihak, baik perjanjian tersebut
berdasarkan rela sama rela (gratis), atau perjanjian itu berupa kontrak.7
Masalah ini disebut dengan sewa rahim,
karena biasanya orang atau pasangan yang ingin memiliki anak akan membayar
sejumlah uang kepada ibu sewa atau kepada organisasi yang bertugas mencari
wanita yang bersedia untuk dititipi sperma dan ovum yang telah dibuahi, dengan
syarat wanita tersebut bersedia untuk menyerahkan anak tersebut setelah lahir
atau pada masa yang dijanjikan. Istilah lain yang biasa digunakan adalah ibu
sewa, ibu titipan, ibu tumpang, atau ibu pengganti. Hal ini disebabkan, karena
terkadang ibu yang dijadikan tempat untuk menitipkan sperma dan ovum tidak
mendapatkan bayaran apa-apa dari pasangan yang memiliki ovum dan sperma.
Misalnya dalam kasus penitipan sperma dan ovum dan sperma suami-isteri, kepada isteri
yang lain dari suami yang sama.
- Prosedur
/ Tata Cara Sewa Rahim
Sebelum membicarakan tentang tata cara
pembuahan dengan cara inseminasi buatan atau dalam hal ini sewa rahim, terlebih
dahulu perlu dijelaskan teknik inseminasi buatan yang dikembangkan dalam dunia
kedokteran.
Menurut H. Masjfuk Zuhdi teknik
inseminasi buatan yang dikembangkan dalam dunia kedokteran ada dua, yaitu:
a.
Teknik In Vitro Vertilization
dengan cara mengambil sperma suami dan ovum isteri, kemudian di proses di vitro
(tabung), dan setelah terjadi pembuahan lalu di transferkan ke dalam rahim
isteri;
b.
Teknik Gamet Intra Felopian Tuba
(GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum isteri, dan setelah dicampur
terjadi pembuahan, maka segera di tanam di saluran telur (tuba fallopi)19
Sewa Rahim (surrogate mother)
menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang
telah disenyawakan dengan benih laki-laki (sperma), dan janin itu dikandung
oleh wanita tersebut sehingga dilahirkan. Kemudian anak itu diberikan kepada
pasangan suami isteri itu untuk memeliharanya dan anak tersebut merupakan anak
mereka dari sudut undang-undang.
Menyewakan rahim adalah, menanam ovum
seorang wanita yang subur bersamaan dengan sperma suaminya di dalam rahim
wanita lain dengan imbalan sejumlah uang ataupun tanpa imbalan karena berbagai
sebab diantaranya, rahim pemilik ovum tidak baik untuk hamil, atau ketiadaan
rahim bersamaan dengan adanya dua sel telur yang subur atau salah satunya, atau
karena pemilik ovum ingin menjaga kesehatan dan kecantikannya dan sebagainya
dari beberapa sebab yang ada.
Dalam sewa rahim sperma suami
disenyawakan dengan ovum isteri dalam radar maksimal, kemudian benih yang telah
disenyawakan tadi dimasukkan ke dalam rahim wanita lain sebagai pihak ketiga
(bukan isteri).
- Hak dan
Kewajiban Penyewa dengan Yang di Sewa
Sebagaimana halnya dengan perjanjian
pada umumnya, demikian pula pada perjanjian sewa menyewa, hak dan kewajiban
haruslah dipenuhi pada saat tercapainya kata sepakat diantara para pihak yang
mengadakan perjanjian.
Hak dan kewajiban wanita yang menyewakan
rahimnya (ibu pengganti) terhadap penyewa (suami isteri pemilik sel sperma dan
ovum)23:
a.
Ibu tumpang itu mestilah wanita
yang bersuami, bukan anak gadis atau janda.
b.
Wanita itu juga wajib mendapatkan
izin suaminya, karena kehamilan akan menghalanginya memberikan beberapa hak
suaminya selama waktu kehamilan dan nifas seperti hubungan seks dan sebagainya.
c.
Wajib bagi ibu tumpang beriddah
dari suaminya, untuk menghilangkan keraguan masih terdapatnya benih yang disenyawakan
pada rahimnya yang akan menyebabkan berlaku percampuran nasab.
d.
Ibu tumpang bertanggung jawab
dalam membesarkan janinyang ada dalam kandungannya.
e.
Ibu tumpang juga harus
memeriksakan kesehatan janinnya secara teratur, laporan kesehatan tentang kesehatan
ibu dan janin yang ada dalam kandungannya serta laporan psikologi secara
komplit diberikan pada pasangan suami isteri
f.
Ibu tumpang berhak mendapatkan
upah dalam jumlah tertentu.
g.
Nafkah ibu tumpang, biaya
perawatan dan pemeliharaannya sewaktu masa kehamilan dan nifas adalah tanggung
jawab pemilik benih, atau wali sesudahnya, karena janin tersebut tumbuh akibat
dari darahnya. Justru wajib bagi pemilik embrio untuk membayar kadar kehilangan
darah tersebut.
h.
Ibu tumpang berhak menyusukan
bayi itu jika ia ingin berbuat demikian, karena membiarkan susu pada badannya
akan memudharatkan fisik, sebagaimana perasaannya juga terkesan apabila anak
itu diambil dari padanya karena Allah berkaitan dengan proses kelahiran.
Hak dan kewajiban suami isteri pemilik
ovum terhadap ibu pengganti:
a.
Pasangan suami isteri pemilik
ovum wajib membayar sejumlah uang kepada ibu pengganti.
b.
Penyewa wajib menanggung segala
biaya yang dikeluarkan untuk proses bayi tabung termasuk untuk biaya perawatan
ibu pengganti selama masa kehamilan Sembilan bulan lamanya.
c.
Pasangan suami isteri berhak atas
anak yang dikandung oleh ibu pengganti. Setelah proses persalinan berlangsung
penyewa berhak mendapatkan anak tersebut.
- Landasan
Hukum Pengharaman Sewa Rahim
Salah satu tujuan dari pernikahan adalah
untuk mendapatkan keturunan yang sah, yang dihasilkan dengan cara yang wajar
dari pasangan suami-isteri, karena rumah tangga akan terasa kurang sempurna
tanpa kehadiran seorang anak, sekalipun di dalam rumah tangga tersebut terdapat
harta yang berlimpah ruah. Diharapkan dengan hadirnya seorang anak tidak saja
dapat memberikan kepuasan batin ataupun juga dapat menunjang kepentingan
duniawi, tetapi lebih dari itu seorang anak sangat diharapkan bisa memberikan
manfaat bagi kedua orangtuanya.
Selain itu ayat Al-Qur’an yang secara
tegas menyebutkan larangan pelaksaan bayi tabung dengan menggunakan rahim
wanita lain (sewa rahim) memang tidak ada. Akan tetapi, tidak berarti Al-Qur’an
sama sekali tidak memberikan petunjuk pemecahan hukum atas masalah tersebut.
Ada beberapa dalil syar’i yang bisa diqiyaskan atau yang bisa dijadikan rujukan
untuk mengetahui hukum sewa rahim dengan menggunakan sperma dan ovum dari suami
isteri, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim wanita lain.
Dalil-dalil tersebut adalah:
a.
Firman Allah SWT dalam surat
An-Nur ayat 30 yang artinya:
“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka
menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci
bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”10
Di dalam kedua ayat tersebut dijelaskan
bahwa Allah SWT memerintahkan kepada laki-laki yang beriman, agar menahan dan
memelihara kemaluannya. Kemudian dilanjutkan dengan perintah serupa kepada
wanita-wanita agar menahan pandangan dan memelihara kemaluannya.
b.
Qs. Al-Ahzab : 4 yang artinya:
“Dan Dia tidak menjadikan anak-anak
angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkatan
di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan
yang benar.”11
Berdasarkan firman Allah SWT di atas
dapat diambil kesimpulan bahwa:
a.
Diperintahkan kepada laki-laki
dan wanita yang beriman agar memelihara kemaluan dan penglihatannya;
b.
Diharamkan bagi seorang laki-laki
menyiram spermanya di dalam rahim orang lain, dan;
c.
Anak angkat tidaklah sama dengan
anak kandung. Sewa rahim yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami
isteri yang embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu penggantinya sama
halnya dengan anaks susuan atau sama statusnya dengan anak angkat.
Hal di atas tentunya analog dengan
pengharaman sewa rahim yang dilakukan dengan menggunakan sperma dan ovum dari
suami isteri kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim wanita lain,
karena adanya keterlibatan pihak ketiga (wanita lain selain isteri) dalam
prosesi kelahiran seorang anak. Apabila praktek sewa rahim ini dilakukan oleh
pasangan suami-isteri, maka akan menimbulkan akibat hukum yang sangat pelik
(khususnya yang berhubungan dengan nasab anak) serta menimbulkan kemudharatan
yang jauh lebih besar daripada manfaat yang didapat.
Diantara sebab-sebab yang menjadi
landasan pengharaman sewa rahim adalah:
a.
Sewa rahim membawa banyak
keburukan dan kemudharatan kepada masyarakat dibanding manfaat yang diperoleh
dan hal ini bertentangan dengan al-maqasid as- syari’ah. Praktek sewa rahim ini
bisa menjatuhkan dan merendahkan martabat wanita sebagai makhluk yang telah
dimuliakan oleh Allah dan terhindar dari praktek jual beli seperti barang
dagangan yang boleh diperjualbelikan. Di negara-negara Barat, banyak terdapat
instansi-instansi yang melayani praktek sewa rahim yang seolah-olah rahim
adalah seperti barang dagangan. Tujuannya hanyalah semata-mata untuk mencari
keuntungan duniawi.
Hal ini tentunya bertentangan dengan
konsep akhlak di dalam Islam yang memposisikan persamaan dan kebebasan di
kalangan manusia. Ia juga akan merendahkan kedudukan wanita sebagai anak Adam
yang telah dimuliakan oleh Allah SWT, diberikan rezeki dari yang baik-baik, dan
diberikan kelebihan yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk Allah yang
lain sebagaimana Firman Allah SWT yang artinya:
“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak
cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka
rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang
Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”
b.
Menjatuhkan kedudukan dan
kemuliaan seorang wanita karena perbuatan ini dikategorikan sebagai bentuk
perzinahan, sedangkan memelihara kemuliaan itu adalah tuntutan syari’at.
c.
Sewa rahim bisa mengubah sifat
keibuan keluar dari konsep ibu sebenarnya sebagaimana yang berlangsung sejak
awal penciptaan manusia, karena seorang ibu pada dasarnya bukan hanya sekedar
memiliki benih yang akan mewariskan sifat-sifat dirinya.. Firman Allah SWT yang
artinya:
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik)
kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang
bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun.”16
d.
Apabila ibu titipan tersebut
adalah wanita yang belum menikah tetapi dia menyewakan rahimnya kemudian hamil,
hal ini akan menyebabkan terjadinya keleluasaan praktek kemungkaran dalam
masyarakat.
e.
Islam memandang rahim wanita
mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan bukan barang hinaan yang boleh di
sewa atau diperjual-belikan, karena rahim adalah anggota tubuh manusia yang
mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan naluri dan perasaan ketika seorang
ibu mengandung. Ia (rahim) sangat berbeda dengan tangan dan kaki yang digunakan
untuk bekerja yang tidak melibatkan perasaan. Rahim dikategorikan sebagai
sesuatu yang diharamkan untuk disewa, karena ia berhubungan dalam penentuan
nasab. Selain itu, perantara untuk mendapatkan anak adalah hak Allah SWT dan
menyewa rahim termasuk pada bagian faraj. Sedangkan hukum asal sesuatu yang berasal
dari faraj adalah haram sebagaimana dikatakan dalam kaidah :
Al-ashlu fiil ibdho’I at-tahriim
f.
Diantara syarat sahnya suatu akad
nikah tidak adanya permusuhan atau perselisihan antara kedua belah pihak yang
melakukan akad. Dalam penyewaan rahim ini, tidak mustahil akan terjadinya
perselisihan dalam menentukan hak kepemilikan dan nasab anak yang dilahirkan
karena adanya pihak ketiga selain suami dan isteri pemilik benih (ibu
pengganti).
g.
Walaupun keinginan untuk memiliki
keturunan adalah tujuan utama dalam pernikahan, tetapi apabila dilihat dari
dampak atau akibat sewa rahim ini, ternyata membawa lebih banyak mudharat
ketimbang manfaat yang di dapat. Pengharaman penyewaan rahim ini lebih dekat
kepada konsep saddu azzari’ah (menutup jalan kepada kemudharatan) dan menepati
al-maqasid as-syari’ah untuk memelihara keturunan (hifzu an-nasl) daripada
terjadinya percampuran nasab dan menghindari terjadinya penistaan terhadap
kehormatan manusia. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa masalah ini
termasuk dalam kaidah fiqih yang artinya: “Tidak bisa diterima karena diantara
kriteria darurat itu adalah kekhawatiran akan terjadinya kemudharatan yang
lebih parah kepada diri dan orang lain.”
D. Transplantasi Organ dan
Penjelasan Ayat tentang Transplantasi Organ
- Pengertian
Transplan Organ
Transplan berasal dari bahasa Ingris
yaitu kata transplantation ( trans + plantare: menanam), maksudnya penanaman
jaringan yang diambil dari tubuh yang sama atau dari individu lain. Dalam
bahasa Arab transplantasi juga dikenal dengan Naqlu Al-A’da zira’a
al-a’dai’i.18Transplan ialah mentransfer jaringan dari bagian satu ke bagian
yang lain, dan organ atau jaringan yang diambil dari badan untuk ditanam ke
daerah lain pada badan yang sama atau individu lainnya. Adapun di dunia
kedokteran organ yang dipindah disebut dengan graft atau transplant,19 pember
transplan dinamakan donor, penerima transplan disebut kost atau resipien.20Pada
kamus bahasa Indonesia, pengertian transplantasi organ meupakan penggantian
organ tubuh yang tidak normal supaya dapat berfungsi kembali sesuai dengan
fungsinya masing-masing.
Sedangkan menurut Masjfuk Zuhdi,
pencangkokan transplantasi yakni
pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan
organ tubuh yang tidak sehat, jika diobati dalam medis tidak ada harapan dalam
hidupnya. Sedangkan Soekidjo Notoatmodjo mengatakan transplantasi merupakan
tindakan medis yang bertujuan untuk memindahkan organ manusia kepada tubuh
manusia lain atau tubuhnya sendiri.
- Jenis-jenis
dan Sejarah Transplantasi organ tubuh
a.
Jenis-Jenis Transplantasi
Ada beberapa jenis tranplantasi, baik
berupa sel, jaringan maupun organ tubuh ialah: Pertama, Autograft ialah
pemindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya dalam tubuh itu sendiri. Kedua,
Allograft ialah pemindahan dari suatu tubuh ke tubuh lain yang sama spesies.
Ketiga, Isograft ialah pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lainnya yang
identik, seperti pada kembar identik. Keempat, Xenograft ialah pemindahan dari
suatu badan ke tubuh yang tidak sama spesiesnya.Sedangkan menurut Kutbuddin
Aibak, dilihat dari hubungan genetik antara donor dan resepien ada 3 macam
transplantasi: Pertama, Auto transplantasi, yaitu transplantasi dimana donor
dan resepiennya dalam satu individu. Kedua, Homo transplantasi, dimana antara donor
dan resepiennya merupakan individu yang sama manusia dan manusia.Ketiga, Hetero
Transplantasi, yaitu donor dan resepiennya adalah hewan dan resipiennya
manusia.
Di antara ketiga jenis transplantasi
diatas yang paling sedikit resikonya ialah autotransplantasi, yaitu organ
pengganti berasal dari tubuh sendiri. Karena hal ini tidak menimbulkan rejeksi.
Karena jika organ berasal dari orang lain menimbulkan rejeksi yang
mengakibatkan berbagai komplikasi. Cara ini terus menerus dikaji oleh para
dokter dan para ahli.30 Sedangkan dalam pelaksanaan transplantasi ini
setidaknya ada tiga pihak yang terkait: pertama, donor ialah orang yang
menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk diberikan pada orang lain
yang sakit. Kedua,Resepien yakni orang yang menerima organ tersebut. Ketiga,
tim ahli medis yakni para dokter yang menangani tranplantasi.
b.
Sejarah Transplantasi
Transplantasi pertama ialah kulit dalam
manuskrip Mesir 2000 SM. Meskipun pencangkokan organ tubuh tak dikenal masa
itu, namun operasi plastik menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal
sejak zaman nabi saw. Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Daud dan
Tarmizi dari Abdurrahman bin Tharfah dalam sunan Abu Dawud, hadits no. 4232
“bahwa kakeknya yang bernama “Arfajah bin As’ad pernah terpotong hidungnya
dalam perang kulab, Kemudian ia memasang hidung palsu dari logam perak, namun
hidung tersebut mulai membau membusuk, Kemudian nabi saw menyuruhnya agar
memasang hidung palsu dari logam emas”.
Transplantasi suatu organ yang sama
belum pernah terjadi hingga tahun 1913, Dr. Alexis Carrel berhasil melakukan
transplantasi ginjal seekor kucing dengan kucing lainnya.33Dan ada beberapa
pendapat mengenai Transplan pertama kali dilakukan pada tahun 1869 yakni
transplan kulit, kemudian kornea mata pada tahun 1906, transplan buah pinggang
pada tahun 1954, transplan prangkreas pada tahun 1966, dilanjutkan dengan hati
dan jantung ditahun 1967, dan sum-sum tulang pada tahun 2005 dan transplan
darah lebih awal yaitu pada tahun 1818.34Sedangkan transplantasi mulai populer
di dunia kedokteran sejak pertengahan tahun 50-an.35
- Transplantasi
Organ dalam Islam
Terkait transplantasi organ, terdapat
beberapa pendapat antara ulama klasik dan modern. Ulama klasik membolehkan
transplantasi selama tidak mendapatkan organ lainnya dan tidak menimbulkan
mudharat. 36 Sebagian dari ulama memperbolehkannya transplantasi organ.Yusuf
Qardhawi membolehkan, akan tetapi sifatnya tidak mutlak melainkan bersyarat.
Maka dari itu, tidak dibenarkan mendonorkan sebagian tubuh yang akan
meninggalkan darar atasnya, tidak pula mendonorkan organ tubuh yang hanya
satu-satunya dalam tubuh, seperti hati dan jantung. 37 Mayoritas ulama
memperbolehkan tranplantasi berdasarkan argumen berikut:
a.
Transplantasi yang bertujuan
perbaikan (Qs. An-Nisa ayat 29)
Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling
memakan hartasesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan
yang berlaku dengansuka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh
dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”
b.
Transplantasi yang didasari pada
kedaruratan (Al-an’am ayat 119)
“Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang
halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya
Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa
yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar
benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa
pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang
yang melampaui batas.”
c.
Transplantasi didasari pada
kebutuhan (Al-Maidah ayat 2)
“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan)
kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan
pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat
siksa-Nya.”
Ada beberapa pula persoalan mengenaia
transplantasi, diantaranya: Pertama, transplantasi organ tubuh dalam keadaan
sehat. Apabila transplantasi organ diambil dari orang yang hidup dan sehat,
maka hukumnya haram. Karena perbuatan itu akan memiliki efek bagi yang
mendonorkan seperti mata atau ginjal. Ia akan menghadapi resiko dan
mendatangkan bahaya dirinya dalam kebinasaan. Pengharaman ini seperti hadis
Rasulullah SAW:
“Tidak diperbolehkanya bahaya pada diri sendiri
dan tidak boleh membahayakan diri orang lain” (HR. Ibnu Majah)
Maka dari itu, tidak dibenarkan
mendermakan organ tubuh seperti mata, tangan dan kaki. Karena menimbulkan
dharar yang besar pada diri sendiri. Seseorang harus lebih mengutamakan
penjagaan dirinya sendiri daripada menolong orang lain dengan cara mengorbankan
dirinya sendiri yang berakibat fatal. Kedua, transplantasi dalam keadaan koma.
Hukumnya tetap haram. Karena ini sama halnya dengan mempercepat kematian
pendonor. Maka tidak dibenarkan melakukan transplantasi organ. Ketiga,
transplantasi dalam keadaan meninggal. Ada beberapa syarat diantaranya:
penerima donor dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya, dan
pencangkokan tidak mengakibatkan penyakit yang lebih gawat.Kemudian firman Allah
dalam Qs. Al-Maidah ayat 32:
“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu
hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia,
bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat
kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya.
Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia
telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang
kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang
jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui
batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”
Menurut M. Quraish Shihab, ayat ini
menyamakan antara pembunuhan manusia yang tidak berdosa dengan membunuh sesama
manusia. Karena peraturan baik apapun yang ditetapkan Allah, pada hakiukatnya
demi kemaslahatan manusia itu sendiri. 41 Kata “menghidupkan” pada ayat diatas
bukan saja bermakna “memelihara kehidupan”, tetapi juga mencakup “
memperpanjang harapan hidup” dengan cara apapun yang tidak melanggar hukum.
Secara kontekstual ayat tersebut mengisyaratkan bahwasanya transplantasi
menjadi salah satu teknik pengobatan khidupan yang membawa kemaslahatan, dan ini
dibolehkan dalam al- Quran.
- Tafsir
Maqasidi: Transplantasi Organ
Tafsir maqasidi bertujuan membuat tafsir
sesuai dengan perkembangan zaman dengan sekaligus menjawab persoalan-persoalan
zaman. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa problematika dan masalah kehidupan
terus berkembang secara dinamis dan al-Quran hadis tetap statis tidak berubah
dan tidak pula bertambah. Maka daripada itu, hal yang dapat diupayakan
melakukan interpretasi ulang. Abdul Mustaqim merumuskan kaidah Jalbu al-
masalih wa dar’u al-mafasid (yaitu merealisasikan kebaikan sekaligus
menghilangkan kerusakan). Kaidah ini digunakan sebagai basis maupun pijakan
pemahaman keberagaman yang relevan dizaman modern ini.43 Tidka terkecuali
tafsir maqasidi juga merupakan sebuah usaha merumuskan solusi atas isu-isu yang
berkembang seperti transplantasi organ.
Mufti Muhammad Syafi’i dari Pakistan
mengatakan bahwasanya transplantasi organ tidak boleh dilakukan berdasarkan
tiga prinsip yaitu. 1. Kesucian hidup manusia. 2. Tubuh manusia adalah amanah.
3. Transplantasi juga dapat dikategorikan sebagai sikap yang memberlakukan
tubuh manusia sebagai bahan material.44 Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi
transplantasi diperbolehkan, selama organ tersebut bukan merupakan organ vital.
Seperti mendonorkan organ rahim.45 Kemudian pendapat ini didukung oleh lembaga
Kajian Majelis Tarjih Muhammadiyah dengan kesimpuan: transplantasi dengan
tujuan pengobatan, jika tidak dilakukan akan membahayakan jiwa pasien, hukumnya
mubah. Transplantasi organ dengan tujuan pengobatan cacat badan dimasukkan ke
darurat, karena sangat dihajatkan untuk tidak menimbulkan komplikasi kejiwaan
hukumnya mubah. 46Beberapa pandangan hukum Islam mengenai halal haramnya transplantasi organ ini sendiri. Seperti
Qs. Al-Isra’ ayat 70:
“Dan sesungguhnya telah Kami muliakan
anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka
rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang
sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.
Pada ayat diatas, Allah mengingatkan
bahwa umat manusia akan nikmat atas karunia khusus yang telah Allah berikan dan
dimuliakan karena berbeda dengan makhluk lainnya.47Sebab manusia adalah makhluk
yang unik yang mana memiliki kehormatan dan kedudukan sebagai manusia, baik itu
yang taat atau tidak. 48 Dipahami dari ayat tersebut, anugerah Allah dari kata
karramna/kami memuliakan maka dari tu tidak dibenarkan bertentangan dengan
hak-hak Allah dan selalu patuh dalam koridor-Nya. 49 Tidak dibolehkannya
seseorang mendonorkan organ kepaada orang lain juga dinyatakan Allah dalamQs.
Al-Baqarah ayat 195:
“ Dan belanjakanlah (harta bendamu) di
jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan,
dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang
berbuat baik.”
Menurut Abu Hasan asy-Syazili (ahli
fikih Mesir), ayat ini melarang manusia untuk berbuat sesuatu yang dapat
mencelakakan dirinya sekalipun dengan tujuan kemanusiaan yang luhur.50
Pandangan hukum Islam tentang transplantasi organ tubuh apabila dilakukan
dengan tidak ada hajat syar’i, yakni pengobatannya haram. Jika ada hajat
syar’iyyah seperti mrmulihkan kecacatan/penyakit maka hukumnya dibolehkan.
Dalam hal ini, Abdul Mustaqim
merumuskannya dalam kaidah Jalbu al-masalih wa dar’u al-mafasid (merealisasikan
kebaikan sekaligus menghilangkan kerusakan), kebijakan ini juga relevan dizaman
sekarang.51Hal ini tidak terkecuali dalam usaha merumuskan solusi atas isu-isu
yang berkembang dizaman sekarang seperti isu transplantasi organ. Transplantasi
organ banyak kebolehan dan ketidakbolehannya tergantung tujuan dan
kemaslahatannya. Namun, apabila manusia yang hidup mendonorkan bagian tubuh dan
organnya, maka akan menimbulkan kemudharatan terhadap dirinya sendiri. Maka
manusia haruslah melakukan dan menjaga dengan baik dirinya dengan hifz al-nafs
(penyelamatan jiwa) dengan tidak melakukan transplantasi organ sembarangan yang
menyebabkan kecacatan dalam dirinya sendiri. Oleh sebab itu tidak sepatutnya
manusia mendonorkan organnya sedangkan membuat dirinya sendiri dalam
kemudharatan.
Majelis Ulama Indonesia atau MUI juga
menerbitkan fatwa mengenai transplantasi organ pada tanggal 8 Maret 2019. 52
Salah satu keputusannya ialah seseorang tidak boleh memberikan atau menjual
organ kepada orang lain. Penjelasannya, organ tubuh bukan hak milik (haqqul
milki). Maka dari itu, pengambilan dan transplantasi organ tubuh tanpa adanya
alasan yang dibenarkan secara syar’i hukumnya haram. Di perbolehkan jika
adanyan ketentuan- ketentuan mendesaksecara syar’i, dan tidak adanya
kemudharatan bagi pendonor. Ketentuan lainnya juga bukan merupakan organ vital
yang mempengaruhi kehidupannya. Dan tidak ada upaya medis lain untuk
menyembuhkannya, kecuali dengan transplantasi.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam dituntut mampu meretas segala
permasalahan yang ada termasuk masalah yang lahir dari kemajuan pemikiran
manusia dari berbagai disiplin ilmu yang tentunya akan berimplikasi baik secara
langsung ataupun tidak terhadap keberagamaan. Rasulullah saw memesankan kepada
ummatnya untuk selalu kembali kepada al-Qur’an dan sunah sesuai dengan
wasiatnya yang artinya “ aku menitipkan kepada kalian dua buah pusaka, jika
kalian berpegang teguh pada keduanya, maka engkau tidak akan pernah tersesat
untuk selamanya (al-Qur’an dan sunahku)”. Termasuk dalam masalah bank sperma,
Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi kemuliaan manusia untuknya itu
keberadaan bank sperma yang mampu diakses oleh setiap orang tanpa ada ikatan
pernikahan sama halnya merendahkan derajat kemuliaan manusia yang diberikan
oleh Tuhan hal ini sangat bertentangan dengan syariat karena Allah telah
memberikan jalan pernikahan untuk saling menghalalkan antara pria dan wanita,
dengan jalan inilah kemuliaan manusia mampu terjaga dengan sangat baik.
Namun dalam kasus bank sperma yang
khusus melayani suami istri dan dengan pencatatan kepemilikan sperma dengan
cara yang sangat teliti dan dikelolah dengan sangat profesional maka hal ini
dinilai tidak bertentangan dengan syariat karena menyangkut dengan kelangsungan
garis nasab dan penyelamatan reproduksi pasangan suami istri. Hal ini berdasarkan
pada kaidah usul “keadaan darurat membolehkan segala sesuatu” dan tidak
bertentangan dengan al-Maqasid al-Khamsah yang disepakati oleh para fuqaha
salah satunya yaitu melindungi keturunan.
Transplantasi organ merupakan teknik
kemajuan terbaru dalam ilmu kedokteran modern. Tidak ada nash al-Quran atau
hadits yang secara eksplisit menyebutkan tentang tranplantasi. Sehingga
sangatlah wajar jika banyak pendapat. Banyaknya pendapat terkait transplantasi
organ menjadi bahan pertimbangan hingga saat ini. Namun, penulis merumuskannya
bahwa seseorang tidak boleh memberikan atau menjual organ kepada orang lain.
Penjelasannya, organ tubuh bukan hak milik (haqqul milki). Maka dari itu,
pengambilan dan transplantasi organ tubuh tanpa adanya alasan yang dibenarkan
secara syar’i hukumnya haram. Di perbolehkan jika adanya ketentuan-ketentuan
mendesak secara syar’i, dan tidak adanya kemudharatan bagi pendonor. Ketentuan
lainnya juga bukan merupakan organ vital yang mempengaruhi kehidupannya. Dan
tidak ada upaya medis lain untuk menyembuhkannya, kecuali dengan transplantasi.
Tidak diperbolehkan karena tubuh manusia adalah amanah yang menyebutkan manusia
sebagai objek material dan menimbulkan mudharat. Salah satu metode yang dapat
digunakan dalam penelitian ini ialah tafsir maqasidi dalam mengungkap hifz
al-nafs dari ayat-ayat transplantasi organ. Yang mana Penjagaan nyawa dan diri
lebih diutamakan.
DAFTAR PUSTAKA
A.
Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, 2006, Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam
Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis, cet. Ke-1 Kencana, Jakarta.
Abdul
Salam Arief, 2003, Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam: Antara Fakta dan Realita,
Cetakan ke 1, LESFI, Yogyakarta.
Abdullah,
Amin. Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006
Abdurrahmad
Fathoni, 2006, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Rineka
Cipta, Jakarta.
Abidin,
Slamet dan H. Aminuddin. Fikih Munakahat, vol. 1 (Bandung: Pustaka Setia,1999.
Adib,
Mohammad. “Transplantasi Menurut Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 36 Tahun
2009 Tentang kesehatan Ditinjau Dari segi Pidana Dan Perdata.” Justicia Journal
Vol. 5, No. 1 (Agustus 2016).
Ahmad
dkk, 2009, Kumpulan Peraturan Perkawinan Bagi Masyarakat Indonesia, FH Untan
Press, Pontianak.
Ahmad
Zahari, 2009, Kapita Selekta Hukum Islam, FH Untan Press, Pontianak. Ahmad A.
Assegaf S, 1997, Islam dan KB, Lentera, Jakarta.
Aibak,
Kutbuddin. Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: TERAS, 2009.
al-„Aidiy,
Ibnu Daqiq Ihkamul al-Ahkam Syarh „Imdatul al-Ahkam “syuruh al- Hadis”.
al-Maktabah al-islamiyah : Dar al-Jaili http://library.islamweb.net (16
september 2014)
Alexandra
Indriyanti Dewi, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Cetakan ke 1, Pustaka Book
Publisher, Yogyakarta.
al-Hafidz,
Ahsin W. Fikih Kesehatan. Jakarta : amzah, 2007.
Ali,
Nuraliah. “Urgensi Bioetika dalam pengembangan biologi modern menurut
perspektif islam.” Jurnal Binomial Vol. 2, No. 1 (Maret 2019).
al-Munawar,
Said Agil Husain. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial Cet. 1 ; Jakarta : Pena
Madani, 2004
Amiruddin,
Aam. Bedah Masalah Kontemporer II Tanya- Jawab Ibadah&Muamalah.
Amirudin
dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan Mr. Oetarid Sadino),
Pradnya Paramita, Jakarta.
Bambang
Sunggono, 2003, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.
Dahlan
Abdul Azis, 2000, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 6, Ichtiar Baru Van Hoeve,
Jakarta.
Dahlan,
Abdul Aziz, Ensiklopeddia Hukum Islam, jilid 6, Cet. 1, Jakarta : ikhtiar baru
van hoeve, 1996.
Desriza
Ratman, 2012, Surrogate Mother dalam Perspektif Etika dan Hukum: Bolehkah Sewa
Rahim di Indonesia?, Elex Media Komputindo, Jakarta.
Djubaidah,
Neng, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Ditinjau Dari
Hukum Islam, Cet. 1 Jakarta: Kencana Prenada Media Grou, 2010.
Fatimah,
Nur Intan. “Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dalam Perspektif Hukum Kesehatan
Dan Hukum Islam.” Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2018.
Ghozali,Abdul
Rahman. Fiqh munakahat, Cet. I, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003.
Hamid
Hakim, Abdul“Mabadiy Awwaliyah Fi Ushulil Fiqhiyah wal Qawaidul Fiqhiyyah,”
Putra: Jakarta: Maktabah Sa‟diyah, 1987.
Hardijan
Rusli, 2006, Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana?, Cetakan 5 Law Review
Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Jakarta.
Ibrahim,
Duski metode penetapan hukum islam: Membongkar Konsep Istiqra‟ al- Wa‟nawi al-Syatibi.
Jogjakarta: al-Ruzz media, 2008.
M.
Jusuf Hanafiah dan Amri Amir. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta:
Buku Kedokteran EGC, 2016.
Mohammad
Naqib bin Hamdan, Mohd Anuar bin Ramli, Noor Naemah binti Abdul Rahman Ahmad
Ashraf Ilman bin Zulbahri. “Pemindahan organ reproduktif daripada perspektif
fatwa semasa.” Jurnal Infad Vol 5 (2015).
MUI
Keluarkan Fatwa Soal Transplantasi Organ Tubuh,” t.t.
https://nasional.tempo.co/read/121650/mui-keluarkan-fatwa-soal-transplantasi-organ-
tubuh.
Mustaqim,
Abdul. “Argumentasi Keniscayaan Tafsir Maqashidi sebagai basis Moderasi Islam.”
Pidato Pengukuhan Guru Besar, 2019.
Notoatmodjo,
Soekidjo. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010.
“PengalamanKlinisTransplantasiJantung.pdf,” t.t.
Ridwan
Muhammad, Pandangan Islam Terhadap Bayi Tabung/Inseminasi, http://auhafiqah.
blogspot.com /2013/05/ pandangan-islam-terhadap- bayi.html. (21 Juli 2014).
Rohmah,
Lailatu. “Kontekkstualisasi Hadis Tentang Tranplantasi.” HIKMAH Vol. XIV, No. 2
(2018).
Saifullah.
“Transplantasi Organ Tubuh (Perspektif Hukum Islam, Hukum Positif dan Etika
Kedokteran).” Al-Mursalah Vol. 2, No. 1 (Agustus 2018).
Salim
Bahreisy dan Said Bahreisy. Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier. Vol. Jilid
5 Surabaya: PT. Bina Ilmu, t.t.
Samin,
Sabri. andi narmaya aroeng. fikih II, Makassar, Alauddin Press, 2010.
Shihab,
M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah:Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran. 7 ed
Jakarta: Lentera Hati, 2002.
Shihab,
M. Quraisy, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an Vol.9, Cet.
9, Jakarta: lentera hati, 2008.
Shuhufi,
Muhammad. ijtihad dan fleksibilitas hukum islam, Cet. I, Alauddin University
Press, Makassar, 2012.
Sirojudin
Ar. Suplemen Ensiklopedi Islam. Cet 9. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve,
2003. Zahari Mahad Musa dan Dina Imam Supaat. Isu-Isu Islam & Sains. Negeri
Sembilan: USIM, 2018
Soekanto,
Soerjono.Pengantar Penelitian Hukum jakarta : UI Perss, 1984.
Sugiono,
Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatifdan R & D (cet. 6 ; Bandung: Alfabeta, 2009.
Suyatno
Thomas, Djuhaepah T marala, Azhar Abdullah, johan Thomas aponno, c.tinin
yunianti ananda, chalik. Kelembagaan perbankan, (Cet. 17 : Jakarta : gramedia
pustaka utama, 2007.
Syariffathulhamdi, Inseminasi Buatan Pada Manusia
Menurut, http
Zed,
Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008.
Zuhdi, Masjfuk. masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: PT. Toko
Gunung
No comments:
Post a Comment