Monday, 27 December 2021

MAKALAH PANDANGAN ISLAM TERHADAP MEDIS

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A.    Latar Belakang............................................................................................. 1

B.    Tujuan Penulisan.......................................................................................... 2

 

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3

A.    Pandangan Islam terhadap Ilmu Medis........................................................ 3

B.    Pandangan Islam terhadap Donor Sperma................................................... 4

C.    Pandangan Islam Tentang Sewa Rahim  dan ayat-ayat tentang

Sewa Rahim............................................................................................... 10

D.    Transplantasi Organ dan Penjelasan Ayat tentang Transplantasi Organ.... 19

 

BAB V PENUTUP.............................................................................................. 26

A.    Kesimpulan................................................................................................. 26

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 28

 

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Bidang kedokteran secara umum termasuk salah satu bidang keilmuan yang mendapat perhatian besar dari para ulama, sejak masa Nabi hingga saat dewasa ini, termasuk yang terkait dengan perkembangan teknologinya dari sisi etika dan hukum Islam. Dalam menentukan hukum haram-halalnya suatu temuan ilmiah termasuk dalam bidang kedokteran, pada masa Nabi seluruhnya dapat diselesaikan. Sedang pada masa berikutnya jika tidak dapat ditemukan dalam sumber ajaran Islam, al- Qur’an dan sunah maka dilakukan ijtihad.

Dewasa ini para ulama dihadapkan pada masalah yang rumit, karena banyak masalah-masalah kedokteran yang tidak ada penegasan dalam nas al-Qur’an dan hadis, juga tidak ditemukan keterangannya dalam literatur fikih karena hal yang serupa belum diformulasikan oleh para pakar fikih (Fukaha) terdahulu, belum terjadi saat itu atau bahkan belum terpikirkan akan adanya. Di samping itu, juga mulai terkuaknya masalah lain yang terkait yang harus pula dipertimbangkan dalam menentukan hukumnya. Di sisi lain, sekarang hampir tidak ada lagi orang yang mempunyai otoritas berijtihad secara mandiri karena orang yang memenuhi prasyarat akademis dan moral yang diperlukan nyaris tidak dapat dijumpai lagi, maka yang dilakukan adalah berijtihad secara kolektif (ijtihad jama'i) melalui lembaga atau organisasi keulamaan.

Setiap peristiwa yang terjadi pasti ada hukum yang mengikatnya, ada dalil yang menunjukkan dasar hukumnya, jika tidak ditemukan secara jelas dalam nas maka dalil dicari dengan cara berijtihad. Dengan ijtihad, maka sesulit dan serumit apapun persoalan yang dihadapi manusia, maka di situ ada ketentuan hukumnya.

Begitupun  dengan tujuan akhir ditetapkannya hukum Islam adalah menjadi rahmat bagi manusia, mewujudkan kemaslahatan yang hakiki, baik di dunia maupun di akhirat. Ukuran dan sarana kemaslahatan itu tidak baku dan tidak terbatas dan berubah seiring dengan perkembangan zaman. Secara metodologis, ulama menetapkan hukum Islam berdasarkan sumber primer syariat Islam, al-Qur’an dan Sunah dua sumber komplementer yang merupakan sub-ordinat kaidah-kaidah suplementer, meliputi Istihsan (preferensi juristik), al-Mashalih al-Mursalat (kemaslahatan umum),

 

B.     Tujuan Penulisan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk :

1.      Mengetahui tentang Tinjauan Islam Tentang Ilmu Kesehatan

2.      Mengetahui tentang Donor Sperma dan Penjelasan ayat tentang Aborsi

3.      Mengetahui tentang Sewa Rahim  dan Penjelasan ayat Tentang Adopsi

4.      Mengetahui tentang Transplantasi dan Penjelasan ayat Tentang Inseminasi

5.      Mengetahui tentang Eutanasia dalam Pandangan Islam


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Pandangan Islam terhadap Ilmu Medis

Al-Qur’an diturunkan sebagai syifa’ (penyembuh), bukan obat, karena cukup banyak obat tetapi tidak menyembuhkan dan setiap penyembuh dapat dikatakan sebagai obat. Pada dokter ahli sudah mampu mengetahui berbagai macam virus yang mendatangkan penyakit, namun penyakit stress yang tidak ada virusnya tak mampu dideteksi oleh medis. Maka lewat terapi Al-Qur’an penyakit yang tak bervirus itu bisa diketahui.

Perubahan-perubahan sosial yang terjadi dengan cepat sebagai konsekunsi dari modernisasi dan globaliasi serta kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, mempunyai dampak serius dalam mempengaruhi nilai-nilai kehidupan masyarakat. Tidak semua orang mampu menyesuaikan diri dengan perubahan yang begitu cepat yang pada gilirannya menimbulkan stresss yang akhirnya menimbulkan penyakit.

Dalam konsep ilmu kesehatan jiwa, seseorang dikatakan sakit apabila ia tidak mampu lagi berfungsi secara wajar dalam kehidupannya sehari-hari. Dalam praktek di lapangan secara lahiriah, disaksikan oleh setiap orang berapa banyak pegawai yang tekun, patuh dan disiplin, karena takut dikatakan tidak loyal kepada atasannya, padahal sebenarnya apa yang dilakukan tidak sesuai dengan rasa hati nuraninya.

Begitu juga dalam banyak peristiwa lain yang berdampak pada kejiwaan. Perasaan takut, sedih, kelaparan, kurang harta, kehilangan jiwa adalah cobaan yang telah dijelaskan dalam Al-Qur’an. Betapa sedih dan tegang jiwa seorang ayah dan ibu yang mengetahui anaknya terserang penyakit yang menakutkan atau terserang oleh zat adiktif yang kini semakin marak dalam masyarakat.

Untuk mengatasi hal-hal tersebut, Al-Qur’an menawarkan metode yang tepat. Allah berfirman, yang artinya: “…Katakanlah Al-Qur’an itu adalah petunjuk dan penawar bagi orang-orang yang beriman (QS. Fusilat/41: 33), Di ayat lain, Allah menegaskan, yang artinya: Dan kami turunkan sebagian dari Al-Qur’an suatu yang menjadi penawar dan rahmat bagi orang-orang yang beriman; dan Al-Qur’an itu tidaklah menambah manfaat kepada orang- orang zalim selain kerugian (QS Al-Isra’/17:82).

 

B.     Pandangan Islam terhadap Donor Sperma

1.      Pengertian Bank Sperma

Lembaga yang menyimpan dan mengawetkan sperma dari donor untuk kepentingan penelitian, ilmu pengetahuan, dan kepentingan individu yang ingin memperoleh keturunan

Bank sperma adalah pengambilan sperma dari donor sperma lalu dibekukan dan disimpan ke dalam larutan nitrogen cair untuk mempertahankan fertilitas sperma. Dalam bahasa medis bisa disebut juga Cryiobanking. Cryiobanking adalah suatu teknik penyimpanan sel cryopreserved untuk digunakan di kemudian hari. Pada dasarnya, semua sel dalam tubuh manusia dapat disimpan dengan menggunakan teknik dan alat tertentu sehingga dapat bertahan hidup untuk jangka waktu tertentu.7

Teknik yang paling sering digunakan dan terbukti berhasil saat ini adalah metode Controlled Rate Freezing, dengan menggunakan gliserol dan egg yolk sebagai cryoprotectant untuk mempertahankan integritas membran sel selama proses pendinginan dan pencairan. Teknik cryobanking terhadap sperma manusia telah memungkinkan adanya keberadaan donor sperma, terutama untuk pasangan-pasangan infertil. Tentu saja, sperma yang akan didonorkan perlu menjalani serangkaian pemeriksaan, baik dari segi kualitas sperma maupun dari segi pendonor seperti adanya kelainan-kelainan genetik.

Dengan adanya cryobanking ini, sperma dapat disimpan dalam jangka waktu lama, bahkan lebih dari 6 bulan (dengan tes berkala terhadap HIV dan penyakit menular seksual lainnya selama penyimpanan). Kualitas sperma yang telah disimpan dalam bank sperma juga sama dengan sperma yang baru, sehingga memungkinkan untuk proses ovulasi.

Selain digunakan untuk sperma-sperma yang berasal dari donor, bank sperma juga dapat dipergunakan oleh para suami yang produksi spermanya sedikit atau bahkan akan terganggu. Hal ini dimungkinkan karena derajat cryosurvival dari sperma yang disimpan tidak ditentukan oleh kualitas sperma melainkan lebih pada proses penyimpanannya.

Telah disebutkan diatas, bank sperma dapat dipergunakan oleh mereka yang produksi spermanya akan terganggu. Maksudnya adalah pada mereka yang akan menjalani vasektomi atau tindakan medis lain yang dapat menurunkan fungsi reproduksi seseorang. Dengan bank sperma, semen dapat dibekukan dan disimpan sebelum vasektomi untuk mempertahankan fertilitas sperma.

2.      Sejarah Lahirnya Bank Sperma

Teknologi dalam bidang kedokteran semakin maju, menimbulkan manfaat juga permasalahan. Kemajuan itu bisa kita lihat dengan adanya bank sperma. Dengan bank sperma orang dapat membelinya untuk mempunyai anak dengan cara inseminasi buatan yang diambil dari para pendonor dengan menghiraukan adanya hubungan perkawinan atau tidak, hal ini akan menjadikan suatu permasalahan yaitu kerancuan pada status dan nasab anak tersebut.

Bank sperma atau kadang yang sering disebut bank ayah, mulai tumbuh pada awal tahun 1980, berkembang setelah banyak laki-laki yang menjarangkan anaknya atau melakukan vasektomi, namun menyimpan spermanya di dalam bank sebagai cadangan sewaktu-waktu dibutuhkan untuk memiliki anak laki. Bank sperma diawali dari penemuan seorang pendeta katholik, Spallanzani, tahun 1780 tentang inseminasi buatan (permanian buatan). Penelitian ini berhasil membuahi seekor anjing betina ke dalam rahim anjing betina tanpa disetubuhi anjing jantan namun dengan menyuntikkan sprema ke dalam rahim anjing betina. Sementara itu inseminasi buatan terhadap manusia dilakukan oleh Hunter seorang sarjana.

Selanjutnya inseminasi buatan melebar luas di daratan Eropa setalah di praktekkan tiap-tiap bangsa. Di Amerika Serikat dan Eropa inseminasi buatan dilakukan untuk menolong orang yang mandul, sementara di Rusia bertujuan untuk mengembangkan manusia secara cepat, sebagai akibat persiapan mengalami kelangkaan manusia akibat perang atom. Kemajuan teknologi yang semakin maju, inseminasi buatan prosesnya juga mengalami kemajuan. Sperma yang diambil tidak langsung disuntikkan ke rahim tapi disimpan dulu di bank sperma agar bertahan lama dan bisa dibutuhkan sewaktu-waktu.

3.      Motif Pembentukan Bank Sperma

Praktik bayi tabung membuka peluang pula bagi didirikannya bank-bank sperma. Pasangan yang mandul bisa mencari benih yang subur dari bank-bank tersebut. Bahkan orang bisa menjual-belikan benih-benih itu dengan harga yang sangat mahal misalnya karena benih dari seorang pemenang Nobel di bidang kedokteran, matematika, dan lain-lain. Praktek bank sperma adalah akibat lebih jauh dari teknik bayi tabung. Kini bank sperma malah menyimpannya dan memperdagangkannya seolah-olah benih manusia itu suatu benda ekonomis.

Tahun 1980 di  Amerika sudah ada  sembilan bank sperma non-komersial. Sementara itu bank-bank sperma yang komersil bertumbuh dengan cepat. Wanita yang menginginkan pembuahan artifisial bisa memilih sperma itu dari banyak kemungkinan yang tersedia lengkap dengan data mutu intelektual dari pemiliknya. Identitas donor dirahasiakan dengan rapi dan tidak diberitahukan kepada wanita yang mengambilnya, kepada penguasa atau siapapun.

Latar belakang munculnya bank sperma antara lain adalah sebagai berikut :

a.       Keinginan memperoleh atau menolong untuk memperoleh keturunan pada seorang pasangan suami istri yang tidak mempunyai anak (mandul).

b.      Memperoleh generasi jenius atau orang super.

c.       Mengembang biakkan manusia secara cepat untuk menghindarkan kepunahan manusia.

d.      Untuk memilih jenis anak yang ideal sesuai yang dikehendaki.

e.       Mengembangkan kemajuan teknologi terutama dalam bidang kedokteran

Lepas dari semua yang melatar belakangi munculnya bank sperma, Islam menjawab dengan mengedepankan kemuliaan pasangan suami-istri yang di ikat dalam sebuah pernikahan. Hasil dari akad yang berlaku, suami dan istri mempunyai hubungan yang sah dan kemaluan keduanya adalah halal untuk satu sama lain. Sebab itulah akad perkawinan ini dikatakan sebagai satu akad untuk menghalalkan persetubuhan di antara seorang lelaki dengan wanita, yang sebelumnya diharamkan.

4.      Alasan Pendonor Mendonorkan Spermanya

Perkawinan yang merupakan suatu hubungan yang menimbulkan akibat hukum seperti mempunyai tanggung jawan antara suami istri, memberi nafkah kepada sang istri, warisan apabila telah meninggal dunia. Keturunan atau anak adalah suatu yang sangat diidam-idamkan dalam perkawinan, perkawinan tanpa adanya seorang buah hati seakan-akan tidak ada artinya, karena salah satu dari tujuan perkawinan adalah memperoleh keturunan.

Berdampak dari mungkin terjadinya hal seperti itu maka dengan kemajuan tegnologi dalam bidang kedokteran membentuk bank sperma sehingga orang dapat hanya membelinya saja untuk mempunyai anak dengan cara inseminasi buatan yang diambil dari para pedonor dengan dengan menafikan adanya hubungan perkawinan atau tidak, hal ini akan menjadi kerancuan pada status dan nasab anak tersebut. Sedangkan hukum islam sendiri pada masa lalu tidak mengenal apa itu bank sperma dan inseminasi buatan, maka dari itu demi kemaslahatan dan menegakkan hukum perkawinan dalam dunia islam ini tidak hanya cukup disini saja tapi juga harus berkembang mengikuti perkembangan zaman pula.13

Menurut Werner (2008), Beberapa alasan seseorang akhirnya memutuskan untuk menyimpan spermanya pada cryobanking, antara lain:

a.       Seseorang akan menjalani beberapa pengobatan terus menerus yang dapat mengurangi produksi dan kualitas sperma. Beberapa contoh obat tersebut adalah sulfasalazine, methotrexate.

b.      Seseorang memiliki kondisi medis yang dapat mempengaruhi kemampuan orang tersebut untuk ejakulasi (misal: sklerosis multipel, diabetes).

c.       Seseorang akan menjalani perawatan penyakit kanker yang mungkin akan mengurangi atau merusak produksi dan kualitas sperma (misal: kemoterapi, radiasi).

d.      Seseorang akan memasuki daerah kerja yang berbahaya yang memungkinkan orang tersebut terpapar racun reproduktif.

e.       Seseorang akan menjalani beberapa prosedur yang dapat mempengaruhi kondisi testis, prostat, atau kemampuan ejakulasinya (misal: operasi usus besar, pembedahan nodus limpha, operasi prostat).

f.       Seseorang akan menjalani vasektomi.

5.      Pandangan Hukum Islam Terhadap Donor Sperma

Ijtihad merupakan metode atau cara untuk menyelesaikan segala permasalahan yang dihadapi ummat. Melalui ijtihad masalah-masalah baru yang tidak terdapat dalam al-Qur‟an dan hadis dapat dipecahkan, melalui ijtihad pula ajaran islam telah berkembang dengan pesat. Sebaliknya ketika ijtihad hilang dari kalangan ummat islam, maka ummat islam akan mengalami kemunduran. Olehnya itu dapat dikatakan bahwa ijtihad merupakan “The Principle of Movement”27 hal ini berarti bahwa ijtihad merupakan daya gerak kemajuan ummat islam, dengan meninggalan ijtihad sama halnya membawa ummat islam ke arah ketertinggalan. Dengan kata lain ijtihad adalah kunci dinamika ajaran islam.

Sebagai suatu ajaran, islam diyakini mampu menyentuh segala aspek lini kehidupan dengan pedoman utama al-Qur‟an dan sunah. Dari rujukan kedua sumber inilah ummat islam dituntut mampu meretas segala permasalahan yang ada termasuk masalah yang lahir dari kemajuan pemikiran manusia dari berbagai disiplin ilmu yang tentunya akan berimplikasi baik secara langsung ataupun tidak terhadap keberagamaan. salah satu masalah yang lahir dari hasil kemajuan pemikiran manusia adalah sperma donor.

Berdasarkan pada putusan dewan pimpinan MUI sperma donor difatwakan haram karna statusnya disamakan dengan hubungan kelamin antar lawan jenis diluar pernikahan yang sah (zina) dan berdasar kepada sadd az-zari‟ah, yaitu untuk menghindari terjadinya perbuatan zina yang sesungguhnya. atwa MUI ini sejalan dengan hadis Nabi yang artinya “Tidak halal bagi seseorang yang beriman kepada Allah dan hari kiamat untuk menyiramkan airnya kepada tanaman orang lain (HR. Abu daud)

Para ahli fiqih dan para pakar dari bidang kedokteran telah mengeluarkan fatwa yang membolehkan suami-istri atau salah satunya untuk memanfaatkan kemajuan ilmu pengetahuan demi membantu mereka mewujudkan kelahiran anak, namun mereka mensyaratkan sperma yang digunakan harus milik sang suami dan sel telur milik sang istri, tidak ada pihak ketiga di antara mereka misalnya dalam masalah bayi tabung. Jika sperma bersal dari laki-laki lain baik diketahui maupun tidak maka ini diharamkan. Begitu pula jika sel telur berasal dari wanita lain atau sel telur dari istri, tapi rahimnya milik wanita lain (sewa Rahim) kendatipun rahim itu adalah milik istri lainnya maka hal ini tidak diperbolehkan, karena akan menimbulkan permasalahan status anak yang akan lahir, siapakan ibu bayi tersebut apakah pemilik telur atau yang memiliki rahim? juga akan berimplikasi pada akibat hukum lainnya. Sedangkan al- Qur’an telah menetapkan dua kriteria seorang ibu : pertama, yang memiliki sel telur dan yang kedua yang melahirkannya atau yang memiliki rahim. Hal ini berdasar pada dua ayat dalam surah yang berbeda. Q.S al-Nahl [16] ayat : 72

Terjemah :

“ Allah menjadikan bagi kamu isteri-isteri dari jenis kamu sendiri dan menjadikan bagimu dari isteri-isteri kamu itu, anak-anak dan cucu- cucu, dan memberimu rezki dari yang baik-baik. Maka Mengapakah mereka beriman kepada yang bathil dan mengingkari nikmat Allah ?"

Q.S. al-Mujadilah [58] ayat : 2

Terjemah :

“orang-orang yang menzhihar isterinya di antara kamu, (menganggap isterinya sebagai ibunya, padahal) Tiadalah isteri mereka itu ibu mereka. ibu-ibu mereka tidak lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka. dan Sesungguhnya mereka sungguh-sungguh mengucapkan suatu Perkataan mungkar dan dusta. dan Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun”.

 

C.    Pandangan Islam Tentang Sewa Rahim  dan ayat-ayat tentang Sewa Rahim

  1. Pengertian Sewa Rahim (Surrogate Mother)

Sewa rahim adalah suatu kesepakatan di mana seorang wanita bersedia hamil dan selanjutnya memberikan anak yang akan dilahirkannya pada orang tua lain yang akan mengangkatnya sebagai anak. Ia (wanita) tersebut bisa menjadi ibu genetik dari si anak (bentuk tradisional dari surrogacy), atau bisa juga dengan cara di buahi (transfer embrio) dari benih orang lain (gestational surrogacy)

Penyewaan rahim merupakan metode reproduksi bantuan (assisted reproduction). Dalam beberapa kasus, ini menjadi satu-satunya alternatif bagi pasangan (yang sulit punya anak) dan ingin memiliki anak yang masih memiliki ikatan dengan mereka secara biologis.

Di dalam terminologi seperti yang disebutkan di atas, disebutkan beberapa istilah yang berkaitan dengan penyewaan rahim yaitu:

a.       Menurut istilah traditional surrogacy, ibu sewa mengandung anaknya sendiri secara biologis, namun anak ini setelah lahir akan diberikan pada orang tua lain yang akan mengangkatnya sebagai anak; baik oleh ayah biologisnya sendiri, dan mungkin untuk mitranya (mitra ayah biologisnya), baik wanita maupun pria.

b.      Menurut istilah gestational surrogacy, ibu sewa mengandung lewat transfer embrio dimana ia berarti bukan ibu si anak secara biologis. Ibu sewa tersebut bisa membuat kesepakatan dengan ibu atau ayah biologisnya untuk mengangkat anak yang akan dilahirkannya sebagai anak mereka sendiri, atau dengan orang tua (pasangan suami istri) yang bahkan tidak memiliki hubungan apa-apa dengan si anak (misalnya, anak ini dikandung dengan cara transfer embrio yang diambil dari donor benih dan atau donor sperma).

c.       Menurut istilah altruistic surrogacy, ibu sewa tidak menerima bayaran atas kehamilannya atau atas anak yang akan diserahkannya (namun terkadang untuk biaya medis selama masa hamil dan melahirkan ditanggung oleh calon orangtua yang akan mengasuh si bayi). Sedangkan commercialsurrogacy sebaliknya, dimana si ibu sewa mendapatkan bayaran uang atas kehamilan dan atas anak yang akan ia serahkan pada orang tua angkatnya. Ini secara tipikal berkombinasi dengan gestational surrogacy.

Seorang ibu sewa atau ibu yang melahirkan si bayi adalah wanita yang mengandung si bayi tersebut. Kata surrogate berasal dari bahasa latinsubrogare (yang artinya menggantikan), yang berarti wanita yang ditunjuk untuk bertindak sebagai ibu pengganti atau ibu sewa. Para orang tua angkat (yang menunjuk ibu sewa) adalah individu atau orang-orang yang akan membesarkan anak tersebut setelah dilahirkan. Ada kecenderungan sekarang ini untuk membatasi istilah ‘surrogacy’ hanya berarti “gestational surrogacy”.

Di dalam bahasa Arab, sewa rahim dikenal dengan berbagai macam istilahdiantaranya: al-‘ummu al-musta’jir, al-ummu al-badilah, al-musta’jir al- hadanah, syatlul janin, al-ummu al-kazibah, ar-rahmu al-musta’ar, atau ta’iirul arham. Tetapi sewa rahim lebih dikenal dengan istilah ar-rahmu al-musta’jir atau al- ummu al-badilah. Sedangkan di dalam bahasa Inggris sewa rahim dikenal dengan istilah surrogate mother.

Menurut Ali ‘Arif, di dalam bukunya al-‘Ummu al-Badilah(ar-Rahmu al-Musta’jirah) sebagaimana dikutip oleh Radin Seri Nabahah bt. Ahmad Zabidi, sewa rahim adalah menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah dibuahi dengan benih laki-laki (sperma), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut hingga lahir. Kemudian anak itu diberikan kembali kepada pasangan suami isteri tersebut untuk memeliharanya dan anak itu dianggap anak mereka dari sudut undang-undang.

Yahya Abdurrahman al-Khatib mendefinisikan sewa rahim adalah dua orang suami isteri yang membuat kesepakatan bersama wanita lain untuk menanamkan sel telur yang telah diinseminasi (dibuahi) dari wanita pertama dengan sperma suaminya pada rahim wanita kedua dengan upah yang telah disepakatinya. Selanjutnya, wanita kedua ini disebut:

a.       Al-‘ummu al-musta’ar (ibu pinjaman), yaitu wanita yang di dalam rahimnya dimasukkan sel telur yang telah diinseminasi (dibuahi). Ia juga disebut dengan mu’jirah al-batni (wanita yang menyewakan perutnya).

b.      Ar-rahim az-zi’r secara etimologis az-zi’r adalah wanita yang belas kasih kepada anak orang lain dan yang menyusuinya, sama saja dari manusia atau unta. Sedangkan bentuk jamaknya adalah az’ur az’ar dan zu’ur. Yang dimaksud dengan ar-rahim az-zi’r di sini adalah bahwa sel telur itu diambil dari seorang wanita, sedang rahim yang mengandung dan yang melahirkan adalah wanita lain.

c.       Syatlu al-janin (penanaman janin), yaitu seorang suami mencampuri isterinya yang tidak layak hamil, kemudian sperma itu dipindahkan dari isterinya ke dalam rahim wanita lain yang mempunyai suami melalui metode kedokteran. Selanjutnya, wanita inilah yang mengandungnya hingga melahirkan.

d.      Al-mud’ifah (wanita pelayan), yaitu wanita lain dimana sel telur (ovum) yang telah diinseminasi (dibuahi) dipindahkan ke dalam rahimnya. Ia juga disebut dengan ummubi al-wakalah (ibu perwakilan).

Sedangkan Said Agil Husin al-Munawar mendefinisikan sewa rahim adalah penitipan sperma dan ovum dari sepasang suami isteri ke dalam rahim wanita lain. Penyewaan rahim biasanya melalui perjanjian atau persyaratan tertentu dari kedua belah pihak, baik perjanjian tersebut berdasarkan rela sama rela (gratis), atau perjanjian itu berupa kontrak.7

Masalah ini disebut dengan sewa rahim, karena biasanya orang atau pasangan yang ingin memiliki anak akan membayar sejumlah uang kepada ibu sewa atau kepada organisasi yang bertugas mencari wanita yang bersedia untuk dititipi sperma dan ovum yang telah dibuahi, dengan syarat wanita tersebut bersedia untuk menyerahkan anak tersebut setelah lahir atau pada masa yang dijanjikan. Istilah lain yang biasa digunakan adalah ibu sewa, ibu titipan, ibu tumpang, atau ibu pengganti. Hal ini disebabkan, karena terkadang ibu yang dijadikan tempat untuk menitipkan sperma dan ovum tidak mendapatkan bayaran apa-apa dari pasangan yang memiliki ovum dan sperma. Misalnya dalam kasus penitipan sperma dan ovum dan sperma suami-isteri, kepada isteri yang lain dari suami yang sama.

  1. Prosedur / Tata Cara Sewa Rahim

Sebelum membicarakan tentang tata cara pembuahan dengan cara inseminasi buatan atau dalam hal ini sewa rahim, terlebih dahulu perlu dijelaskan teknik inseminasi buatan yang dikembangkan dalam dunia kedokteran.

Menurut H. Masjfuk Zuhdi teknik inseminasi buatan yang dikembangkan dalam dunia kedokteran ada dua, yaitu:

a.       Teknik In Vitro Vertilization dengan cara mengambil sperma suami dan ovum isteri, kemudian di proses di vitro (tabung), dan setelah terjadi pembuahan lalu di transferkan ke dalam rahim isteri;

b.      Teknik Gamet Intra Felopian Tuba (GIFT) dengan cara mengambil sperma suami dan ovum isteri, dan setelah dicampur terjadi pembuahan, maka segera di tanam di saluran telur (tuba fallopi)19

Sewa Rahim (surrogate mother) menggunakan rahim wanita lain untuk mengandungkan benih wanita (ovum) yang telah disenyawakan dengan benih laki-laki (sperma), dan janin itu dikandung oleh wanita tersebut sehingga dilahirkan. Kemudian anak itu diberikan kepada pasangan suami isteri itu untuk memeliharanya dan anak tersebut merupakan anak mereka dari sudut undang-undang.

Menyewakan rahim adalah, menanam ovum seorang wanita yang subur bersamaan dengan sperma suaminya di dalam rahim wanita lain dengan imbalan sejumlah uang ataupun tanpa imbalan karena berbagai sebab diantaranya, rahim pemilik ovum tidak baik untuk hamil, atau ketiadaan rahim bersamaan dengan adanya dua sel telur yang subur atau salah satunya, atau karena pemilik ovum ingin menjaga kesehatan dan kecantikannya dan sebagainya dari beberapa sebab yang ada.

Dalam sewa rahim sperma suami disenyawakan dengan ovum isteri dalam radar maksimal, kemudian benih yang telah disenyawakan tadi dimasukkan ke dalam rahim wanita lain sebagai pihak ketiga (bukan isteri).

  1. Hak dan Kewajiban Penyewa dengan Yang di Sewa

Sebagaimana halnya dengan perjanjian pada umumnya, demikian pula pada perjanjian sewa menyewa, hak dan kewajiban haruslah dipenuhi pada saat tercapainya kata sepakat diantara para pihak yang mengadakan perjanjian.

Hak dan kewajiban wanita yang menyewakan rahimnya (ibu pengganti) terhadap penyewa (suami isteri pemilik sel sperma dan ovum)23:

a.       Ibu tumpang itu mestilah wanita yang bersuami, bukan anak gadis atau janda.

b.      Wanita itu juga wajib mendapatkan izin suaminya, karena kehamilan akan menghalanginya memberikan beberapa hak suaminya selama waktu kehamilan dan nifas seperti hubungan seks dan sebagainya.

c.       Wajib bagi ibu tumpang beriddah dari suaminya, untuk menghilangkan keraguan masih terdapatnya benih yang disenyawakan pada rahimnya yang akan menyebabkan berlaku percampuran nasab.

d.      Ibu tumpang bertanggung jawab dalam membesarkan janinyang ada dalam kandungannya.

e.       Ibu tumpang juga harus memeriksakan kesehatan janinnya secara teratur, laporan kesehatan tentang kesehatan ibu dan janin yang ada dalam kandungannya serta laporan psikologi secara komplit diberikan pada pasangan suami isteri

f.       Ibu tumpang berhak mendapatkan upah dalam jumlah tertentu.

g.      Nafkah ibu tumpang, biaya perawatan dan pemeliharaannya sewaktu masa kehamilan dan nifas adalah tanggung jawab pemilik benih, atau wali sesudahnya, karena janin tersebut tumbuh akibat dari darahnya. Justru wajib bagi pemilik embrio untuk membayar kadar kehilangan darah tersebut.

h.      Ibu tumpang berhak menyusukan bayi itu jika ia ingin berbuat demikian, karena membiarkan susu pada badannya akan memudharatkan fisik, sebagaimana perasaannya juga terkesan apabila anak itu diambil dari padanya karena Allah berkaitan dengan proses kelahiran.

Hak dan kewajiban suami isteri pemilik ovum terhadap ibu pengganti:

a.       Pasangan suami isteri pemilik ovum wajib membayar sejumlah uang kepada ibu pengganti.

b.      Penyewa wajib menanggung segala biaya yang dikeluarkan untuk proses bayi tabung termasuk untuk biaya perawatan ibu pengganti selama masa kehamilan Sembilan bulan lamanya.

c.       Pasangan suami isteri berhak atas anak yang dikandung oleh ibu pengganti. Setelah proses persalinan berlangsung penyewa berhak mendapatkan anak tersebut.

  1. Landasan Hukum Pengharaman Sewa Rahim

Salah satu tujuan dari pernikahan adalah untuk mendapatkan keturunan yang sah, yang dihasilkan dengan cara yang wajar dari pasangan suami-isteri, karena rumah tangga akan terasa kurang sempurna tanpa kehadiran seorang anak, sekalipun di dalam rumah tangga tersebut terdapat harta yang berlimpah ruah. Diharapkan dengan hadirnya seorang anak tidak saja dapat memberikan kepuasan batin ataupun juga dapat menunjang kepentingan duniawi, tetapi lebih dari itu seorang anak sangat diharapkan bisa memberikan manfaat bagi kedua orangtuanya.

Selain itu ayat Al-Qur’an yang secara tegas menyebutkan larangan pelaksaan bayi tabung dengan menggunakan rahim wanita lain (sewa rahim) memang tidak ada. Akan tetapi, tidak berarti Al-Qur’an sama sekali tidak memberikan petunjuk pemecahan hukum atas masalah tersebut. Ada beberapa dalil syar’i yang bisa diqiyaskan atau yang bisa dijadikan rujukan untuk mengetahui hukum sewa rahim dengan menggunakan sperma dan ovum dari suami isteri, kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim wanita lain. Dalil-dalil tersebut adalah:

a.       Firman Allah SWT dalam surat An-Nur ayat 30 yang artinya:

“Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, agar mereka menjaga pandangannya, dan memelihara kemaluannya; yang demikian itu lebih suci bagi mereka. Sungguh, Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat.”10

Di dalam kedua ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah SWT memerintahkan kepada laki-laki yang beriman, agar menahan dan memelihara kemaluannya. Kemudian dilanjutkan dengan perintah serupa kepada wanita-wanita agar menahan pandangan dan memelihara kemaluannya.

b.      Qs. Al-Ahzab : 4 yang artinya:

“Dan Dia tidak menjadikan anak-anak angkatmu sebagai anak kandungmu (sendiri). Yang demikian itu hanyalah perkatan di mulutmu saja. Dan Allah mengatakan yang sebenarnya dan Dia menunjukkan jalan yang benar.”11

Berdasarkan firman Allah SWT di atas dapat diambil kesimpulan bahwa:

a.       Diperintahkan kepada laki-laki dan wanita yang beriman agar memelihara kemaluan dan penglihatannya;

b.       Diharamkan bagi seorang laki-laki menyiram spermanya di dalam rahim orang lain, dan;

c.       Anak angkat tidaklah sama dengan anak kandung. Sewa rahim yang menggunakan sperma dan ovum dari pasangan suami isteri yang embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim ibu penggantinya sama halnya dengan anaks susuan atau sama statusnya dengan anak angkat.

Hal di atas tentunya analog dengan pengharaman sewa rahim yang dilakukan dengan menggunakan sperma dan ovum dari suami isteri kemudian embrionya ditransplantasikan ke dalam rahim wanita lain, karena adanya keterlibatan pihak ketiga (wanita lain selain isteri) dalam prosesi kelahiran seorang anak. Apabila praktek sewa rahim ini dilakukan oleh pasangan suami-isteri, maka akan menimbulkan akibat hukum yang sangat pelik (khususnya yang berhubungan dengan nasab anak) serta menimbulkan kemudharatan yang jauh lebih besar daripada manfaat yang didapat.

Diantara sebab-sebab yang menjadi landasan pengharaman sewa rahim adalah:

a.       Sewa rahim membawa banyak keburukan dan kemudharatan kepada masyarakat dibanding manfaat yang diperoleh dan hal ini bertentangan dengan al-maqasid as- syari’ah. Praktek sewa rahim ini bisa menjatuhkan dan merendahkan martabat wanita sebagai makhluk yang telah dimuliakan oleh Allah dan terhindar dari praktek jual beli seperti barang dagangan yang boleh diperjualbelikan. Di negara-negara Barat, banyak terdapat instansi-instansi yang melayani praktek sewa rahim yang seolah-olah rahim adalah seperti barang dagangan. Tujuannya hanyalah semata-mata untuk mencari keuntungan duniawi.

Hal ini tentunya bertentangan dengan konsep akhlak di dalam Islam yang memposisikan persamaan dan kebebasan di kalangan manusia. Ia juga akan merendahkan kedudukan wanita sebagai anak Adam yang telah dimuliakan oleh Allah SWT, diberikan rezeki dari yang baik-baik, dan diberikan kelebihan yang lebih sempurna dibandingkan dengan makhluk Allah yang lain sebagaimana Firman Allah SWT yang artinya:

“Dan sungguh, Kami telah memuliakan anak cucu Adam, dan Kami angkut mereka di darat dan di laut, dan Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik, dan Kami lebihkan mereka di atas banyak makhluk yang Kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.”

b.      Menjatuhkan kedudukan dan kemuliaan seorang wanita karena perbuatan ini dikategorikan sebagai bentuk perzinahan, sedangkan memelihara kemuliaan itu adalah tuntutan syari’at.

c.       Sewa rahim bisa mengubah sifat keibuan keluar dari konsep ibu sebenarnya sebagaimana yang berlangsung sejak awal penciptaan manusia, karena seorang ibu pada dasarnya bukan hanya sekedar memiliki benih yang akan mewariskan sifat-sifat dirinya.. Firman Allah SWT yang artinya:

“Dan Kami perintahkan kepada manusia (agar berbuat baik) kepada kedua orang tuanya. Ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam usia dua tahun.”16

d.      Apabila ibu titipan tersebut adalah wanita yang belum menikah tetapi dia menyewakan rahimnya kemudian hamil, hal ini akan menyebabkan terjadinya keleluasaan praktek kemungkaran dalam masyarakat.

e.       Islam memandang rahim wanita mempunyai kedudukan yang sangat tinggi dan bukan barang hinaan yang boleh di sewa atau diperjual-belikan, karena rahim adalah anggota tubuh manusia yang mempunyai hubungan yang sangat kuat dengan naluri dan perasaan ketika seorang ibu mengandung. Ia (rahim) sangat berbeda dengan tangan dan kaki yang digunakan untuk bekerja yang tidak melibatkan perasaan. Rahim dikategorikan sebagai sesuatu yang diharamkan untuk disewa, karena ia berhubungan dalam penentuan nasab. Selain itu, perantara untuk mendapatkan anak adalah hak Allah SWT dan menyewa rahim termasuk pada bagian faraj. Sedangkan hukum asal sesuatu yang berasal dari faraj adalah haram sebagaimana dikatakan dalam kaidah :

Al-ashlu fiil ibdho’I at-tahriim

f.       Diantara syarat sahnya suatu akad nikah tidak adanya permusuhan atau perselisihan antara kedua belah pihak yang melakukan akad. Dalam penyewaan rahim ini, tidak mustahil akan terjadinya perselisihan dalam menentukan hak kepemilikan dan nasab anak yang dilahirkan karena adanya pihak ketiga selain suami dan isteri pemilik benih (ibu pengganti).

g.      Walaupun keinginan untuk memiliki keturunan adalah tujuan utama dalam pernikahan, tetapi apabila dilihat dari dampak atau akibat sewa rahim ini, ternyata membawa lebih banyak mudharat ketimbang manfaat yang di dapat. Pengharaman penyewaan rahim ini lebih dekat kepada konsep saddu azzari’ah (menutup jalan kepada kemudharatan) dan menepati al-maqasid as-syari’ah untuk memelihara keturunan (hifzu an-nasl) daripada terjadinya percampuran nasab dan menghindari terjadinya penistaan terhadap kehormatan manusia. Sedangkan pendapat yang mengatakan bahwa masalah ini termasuk dalam kaidah fiqih yang artinya: “Tidak bisa diterima karena diantara kriteria darurat itu adalah kekhawatiran akan terjadinya kemudharatan yang lebih parah kepada diri dan orang lain.”

 

D.    Transplantasi Organ dan Penjelasan Ayat tentang Transplantasi Organ

  1. Pengertian Transplan Organ

Transplan berasal dari bahasa Ingris yaitu kata transplantation ( trans + plantare: menanam), maksudnya penanaman jaringan yang diambil dari tubuh yang sama atau dari individu lain. Dalam bahasa Arab transplantasi juga dikenal dengan Naqlu Al-A’da zira’a al-a’dai’i.18Transplan ialah mentransfer jaringan dari bagian satu ke bagian yang lain, dan organ atau jaringan yang diambil dari badan untuk ditanam ke daerah lain pada badan yang sama atau individu lainnya. Adapun di dunia kedokteran organ yang dipindah disebut dengan graft atau transplant,19 pember transplan dinamakan donor, penerima transplan disebut kost atau resipien.20Pada kamus bahasa Indonesia, pengertian transplantasi organ meupakan penggantian organ tubuh yang tidak normal supaya dapat berfungsi kembali sesuai dengan fungsinya masing-masing.

Sedangkan menurut Masjfuk Zuhdi, pencangkokan transplantasi   yakni pemindahan organ tubuh yang mempunyai daya hidup yang sehat untuk menggantikan organ tubuh yang tidak sehat, jika diobati dalam medis tidak ada harapan dalam hidupnya. Sedangkan Soekidjo Notoatmodjo mengatakan transplantasi merupakan tindakan medis yang bertujuan untuk memindahkan organ manusia kepada tubuh manusia lain atau tubuhnya sendiri.

  1. Jenis-jenis dan Sejarah Transplantasi organ tubuh

a.       Jenis-Jenis Transplantasi

Ada beberapa jenis tranplantasi, baik berupa sel, jaringan maupun organ tubuh ialah: Pertama, Autograft ialah pemindahan dari suatu tempat ke tempat lainnya dalam tubuh itu sendiri. Kedua, Allograft ialah pemindahan dari suatu tubuh ke tubuh lain yang sama spesies. Ketiga, Isograft ialah pemindahan dari satu tubuh ke tubuh lainnya yang identik, seperti pada kembar identik. Keempat, Xenograft ialah pemindahan dari suatu badan ke tubuh yang tidak sama spesiesnya.Sedangkan menurut Kutbuddin Aibak, dilihat dari hubungan genetik antara donor dan resepien ada 3 macam transplantasi: Pertama, Auto transplantasi, yaitu transplantasi dimana donor dan resepiennya dalam satu individu. Kedua, Homo transplantasi, dimana antara donor dan resepiennya merupakan individu yang sama manusia dan manusia.Ketiga, Hetero Transplantasi, yaitu donor dan resepiennya adalah hewan dan resipiennya manusia.

Di antara ketiga jenis transplantasi diatas yang paling sedikit resikonya ialah autotransplantasi, yaitu organ pengganti berasal dari tubuh sendiri. Karena hal ini tidak menimbulkan rejeksi. Karena jika organ berasal dari orang lain menimbulkan rejeksi yang mengakibatkan berbagai komplikasi. Cara ini terus menerus dikaji oleh para dokter dan para ahli.30 Sedangkan dalam pelaksanaan transplantasi ini setidaknya ada tiga pihak yang terkait: pertama, donor ialah orang yang menyumbangkan organ tubuhnya yang masih sehat untuk diberikan pada orang lain yang sakit. Kedua,Resepien yakni orang yang menerima organ tersebut. Ketiga, tim ahli medis yakni para dokter yang menangani tranplantasi.

b.      Sejarah Transplantasi

Transplantasi pertama ialah kulit dalam manuskrip Mesir 2000 SM. Meskipun pencangkokan organ tubuh tak dikenal masa itu, namun operasi plastik menggunakan organ buatan atau palsu sudah dikenal sejak zaman nabi saw. Sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Imam Daud dan Tarmizi dari Abdurrahman bin Tharfah dalam sunan Abu Dawud, hadits no. 4232 “bahwa kakeknya yang bernama “Arfajah bin As’ad pernah terpotong hidungnya dalam perang kulab, Kemudian ia memasang hidung palsu dari logam perak, namun hidung tersebut mulai membau membusuk, Kemudian nabi saw menyuruhnya agar memasang hidung palsu dari logam emas”.

Transplantasi suatu organ yang sama belum pernah terjadi hingga tahun 1913, Dr. Alexis Carrel berhasil melakukan transplantasi ginjal seekor kucing dengan kucing lainnya.33Dan ada beberapa pendapat mengenai Transplan pertama kali dilakukan pada tahun 1869 yakni transplan kulit, kemudian kornea mata pada tahun 1906, transplan buah pinggang pada tahun 1954, transplan prangkreas pada tahun 1966, dilanjutkan dengan hati dan jantung ditahun 1967, dan sum-sum tulang pada tahun 2005 dan transplan darah lebih awal yaitu pada tahun 1818.34Sedangkan transplantasi mulai populer di dunia kedokteran sejak pertengahan tahun 50-an.35

  1. Transplantasi Organ dalam Islam

Terkait transplantasi organ, terdapat beberapa pendapat antara ulama klasik dan modern. Ulama klasik membolehkan transplantasi selama tidak mendapatkan organ lainnya dan tidak menimbulkan mudharat. 36 Sebagian dari ulama memperbolehkannya transplantasi organ.Yusuf Qardhawi membolehkan, akan tetapi sifatnya tidak mutlak melainkan bersyarat. Maka dari itu, tidak dibenarkan mendonorkan sebagian tubuh yang akan meninggalkan darar atasnya, tidak pula mendonorkan organ tubuh yang hanya satu-satunya dalam tubuh, seperti hati dan jantung. 37 Mayoritas ulama memperbolehkan tranplantasi berdasarkan argumen berikut:

a.       Transplantasi yang bertujuan perbaikan (Qs. An-Nisa ayat 29)

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan hartasesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengansuka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu.”

b.      Transplantasi yang didasari pada kedaruratan (Al-an’am ayat 119)

“Mengapa kamu tidak mau memakan (binatang-binatang yang halal) yang disebut nama Allah ketika menyembelihnya, padahal sesungguhnya Allah telah menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang terpaksa kamu memakannya. Dan sesungguhnya kebanyakan (dari manusia) benar benar hendak menyesatkan (orang lain) dengan hawa nafsu mereka tanpa pengetahuan. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang melampaui batas.”

c.       Transplantasi didasari pada kebutuhan (Al-Maidah ayat 2)

“Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya.”

Ada beberapa pula persoalan mengenaia transplantasi, diantaranya: Pertama, transplantasi organ tubuh dalam keadaan sehat. Apabila transplantasi organ diambil dari orang yang hidup dan sehat, maka hukumnya haram. Karena perbuatan itu akan memiliki efek bagi yang mendonorkan seperti mata atau ginjal. Ia akan menghadapi resiko dan mendatangkan bahaya dirinya dalam kebinasaan. Pengharaman ini seperti hadis Rasulullah SAW:

 “Tidak diperbolehkanya bahaya pada diri sendiri dan tidak boleh membahayakan diri orang lain” (HR. Ibnu Majah)

Maka dari itu, tidak dibenarkan mendermakan organ tubuh seperti mata, tangan dan kaki. Karena menimbulkan dharar yang besar pada diri sendiri. Seseorang harus lebih mengutamakan penjagaan dirinya sendiri daripada menolong orang lain dengan cara mengorbankan dirinya sendiri yang berakibat fatal. Kedua, transplantasi dalam keadaan koma. Hukumnya tetap haram. Karena ini sama halnya dengan mempercepat kematian pendonor. Maka tidak dibenarkan melakukan transplantasi organ. Ketiga, transplantasi dalam keadaan meninggal. Ada beberapa syarat diantaranya: penerima donor dalam keadaan darurat, yang dapat mengancam jiwanya, dan pencangkokan tidak mengakibatkan penyakit yang lebih gawat.Kemudian firman Allah dalam Qs. Al-Maidah ayat 32:

“Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa: barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh) orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan dimuka bumi.”

Menurut M. Quraish Shihab, ayat ini menyamakan antara pembunuhan manusia yang tidak berdosa dengan membunuh sesama manusia. Karena peraturan baik apapun yang ditetapkan Allah, pada hakiukatnya demi kemaslahatan manusia itu sendiri. 41 Kata “menghidupkan” pada ayat diatas bukan saja bermakna “memelihara kehidupan”, tetapi juga mencakup “ memperpanjang harapan hidup” dengan cara apapun yang tidak melanggar hukum. Secara kontekstual ayat tersebut mengisyaratkan bahwasanya transplantasi menjadi salah satu teknik pengobatan khidupan yang membawa kemaslahatan, dan ini dibolehkan dalam al- Quran.

  1. Tafsir Maqasidi: Transplantasi Organ

Tafsir maqasidi bertujuan membuat tafsir sesuai dengan perkembangan zaman dengan sekaligus menjawab persoalan-persoalan zaman. Karena tidak dapat dipungkiri bahwa problematika dan masalah kehidupan terus berkembang secara dinamis dan al-Quran hadis tetap statis tidak berubah dan tidak pula bertambah. Maka daripada itu, hal yang dapat diupayakan melakukan interpretasi ulang. Abdul Mustaqim merumuskan kaidah Jalbu al- masalih wa dar’u al-mafasid (yaitu merealisasikan kebaikan sekaligus menghilangkan kerusakan). Kaidah ini digunakan sebagai basis maupun pijakan pemahaman keberagaman yang relevan dizaman modern ini.43 Tidka terkecuali tafsir maqasidi juga merupakan sebuah usaha merumuskan solusi atas isu-isu yang berkembang seperti transplantasi organ.

Mufti Muhammad Syafi’i dari Pakistan mengatakan bahwasanya transplantasi organ tidak boleh dilakukan berdasarkan tiga prinsip yaitu. 1. Kesucian hidup manusia. 2. Tubuh manusia adalah amanah. 3. Transplantasi juga dapat dikategorikan sebagai sikap yang memberlakukan tubuh manusia sebagai bahan material.44 Sedangkan menurut Yusuf Qardhawi transplantasi diperbolehkan, selama organ tersebut bukan merupakan organ vital. Seperti mendonorkan organ rahim.45 Kemudian pendapat ini didukung oleh lembaga Kajian Majelis Tarjih Muhammadiyah dengan kesimpuan: transplantasi dengan tujuan pengobatan, jika tidak dilakukan akan membahayakan jiwa pasien, hukumnya mubah. Transplantasi organ dengan tujuan pengobatan cacat badan dimasukkan ke darurat, karena sangat dihajatkan untuk tidak menimbulkan komplikasi kejiwaan hukumnya mubah. 46Beberapa pandangan hukum Islam mengenai halal haramnya transplantasi organ ini sendiri. Seperti Qs. Al-Isra’ ayat 70:

 “Dan sesungguhnya telah Kami muliakan anak-anak Adam, Kami angkut mereka di daratan dan di lautan, Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami ciptakan”.

Pada ayat diatas, Allah mengingatkan bahwa umat manusia akan nikmat atas karunia khusus yang telah Allah berikan dan dimuliakan karena berbeda dengan makhluk lainnya.47Sebab manusia adalah makhluk yang unik yang mana memiliki kehormatan dan kedudukan sebagai manusia, baik itu yang taat atau tidak. 48 Dipahami dari ayat tersebut, anugerah Allah dari kata karramna/kami memuliakan maka dari tu tidak dibenarkan bertentangan dengan hak-hak Allah dan selalu patuh dalam koridor-Nya. 49 Tidak dibolehkannya seseorang mendonorkan organ kepaada orang lain juga dinyatakan Allah dalamQs. Al-Baqarah ayat 195:

“ Dan belanjakanlah (harta bendamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan, dan berbuat baiklah, karena sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik.”

Menurut Abu Hasan asy-Syazili (ahli fikih Mesir), ayat ini melarang manusia untuk berbuat sesuatu yang dapat mencelakakan dirinya sekalipun dengan tujuan kemanusiaan yang luhur.50 Pandangan hukum Islam tentang transplantasi organ tubuh apabila dilakukan dengan tidak ada hajat syar’i, yakni pengobatannya haram. Jika ada hajat syar’iyyah seperti mrmulihkan kecacatan/penyakit maka hukumnya dibolehkan.

Dalam hal ini, Abdul Mustaqim merumuskannya dalam kaidah Jalbu al-masalih wa dar’u al-mafasid (merealisasikan kebaikan sekaligus menghilangkan kerusakan), kebijakan ini juga relevan dizaman sekarang.51Hal ini tidak terkecuali dalam usaha merumuskan solusi atas isu-isu yang berkembang dizaman sekarang seperti isu transplantasi organ. Transplantasi organ banyak kebolehan dan ketidakbolehannya tergantung tujuan dan kemaslahatannya. Namun, apabila manusia yang hidup mendonorkan bagian tubuh dan organnya, maka akan menimbulkan kemudharatan terhadap dirinya sendiri. Maka manusia haruslah melakukan dan menjaga dengan baik dirinya dengan hifz al-nafs (penyelamatan jiwa) dengan tidak melakukan transplantasi organ sembarangan yang menyebabkan kecacatan dalam dirinya sendiri. Oleh sebab itu tidak sepatutnya manusia mendonorkan organnya sedangkan membuat dirinya sendiri dalam kemudharatan.

Majelis Ulama Indonesia atau MUI juga menerbitkan fatwa mengenai transplantasi organ pada tanggal 8 Maret 2019. 52 Salah satu keputusannya ialah seseorang tidak boleh memberikan atau menjual organ kepada orang lain. Penjelasannya, organ tubuh bukan hak milik (haqqul milki). Maka dari itu, pengambilan dan transplantasi organ tubuh tanpa adanya alasan yang dibenarkan secara syar’i hukumnya haram. Di perbolehkan jika adanyan ketentuan- ketentuan mendesaksecara syar’i, dan tidak adanya kemudharatan bagi pendonor. Ketentuan lainnya juga bukan merupakan organ vital yang mempengaruhi kehidupannya. Dan tidak ada upaya medis lain untuk menyembuhkannya, kecuali dengan transplantasi.


BAB V

PENUTUP

A.    Kesimpulan

Islam dituntut mampu meretas segala permasalahan yang ada termasuk masalah yang lahir dari kemajuan pemikiran manusia dari berbagai disiplin ilmu yang tentunya akan berimplikasi baik secara langsung ataupun tidak terhadap keberagamaan. Rasulullah saw memesankan kepada ummatnya untuk selalu kembali kepada al-Qur’an dan sunah sesuai dengan wasiatnya yang artinya “ aku menitipkan kepada kalian dua buah pusaka, jika kalian berpegang teguh pada keduanya, maka engkau tidak akan pernah tersesat untuk selamanya (al-Qur’an dan sunahku)”. Termasuk dalam masalah bank sperma, Islam adalah agama yang sangat menjunjung tinggi kemuliaan manusia untuknya itu keberadaan bank sperma yang mampu diakses oleh setiap orang tanpa ada ikatan pernikahan sama halnya merendahkan derajat kemuliaan manusia yang diberikan oleh Tuhan hal ini sangat bertentangan dengan syariat karena Allah telah memberikan jalan pernikahan untuk saling menghalalkan antara pria dan wanita, dengan jalan inilah kemuliaan manusia mampu terjaga dengan sangat baik.

Namun dalam kasus bank sperma yang khusus melayani suami istri dan dengan pencatatan kepemilikan sperma dengan cara yang sangat teliti dan dikelolah dengan sangat profesional maka hal ini dinilai tidak bertentangan dengan syariat karena menyangkut dengan kelangsungan garis nasab dan penyelamatan reproduksi pasangan suami istri. Hal ini berdasarkan pada kaidah usul “keadaan darurat membolehkan segala sesuatu” dan tidak bertentangan dengan al-Maqasid al-Khamsah yang disepakati oleh para fuqaha salah satunya yaitu melindungi keturunan.

Transplantasi organ merupakan teknik kemajuan terbaru dalam ilmu kedokteran modern. Tidak ada nash al-Quran atau hadits yang secara eksplisit menyebutkan tentang tranplantasi. Sehingga sangatlah wajar jika banyak pendapat. Banyaknya pendapat terkait transplantasi organ menjadi bahan pertimbangan hingga saat ini. Namun, penulis merumuskannya bahwa seseorang tidak boleh memberikan atau menjual organ kepada orang lain. Penjelasannya, organ tubuh bukan hak milik (haqqul milki). Maka dari itu, pengambilan dan transplantasi organ tubuh tanpa adanya alasan yang dibenarkan secara syar’i hukumnya haram. Di perbolehkan jika adanya ketentuan-ketentuan mendesak secara syar’i, dan tidak adanya kemudharatan bagi pendonor. Ketentuan lainnya juga bukan merupakan organ vital yang mempengaruhi kehidupannya. Dan tidak ada upaya medis lain untuk menyembuhkannya, kecuali dengan transplantasi. Tidak diperbolehkan karena tubuh manusia adalah amanah yang menyebutkan manusia sebagai objek material dan menimbulkan mudharat. Salah satu metode yang dapat digunakan dalam penelitian ini ialah tafsir maqasidi dalam mengungkap hifz al-nafs dari ayat-ayat transplantasi organ. Yang mana Penjagaan nyawa dan diri lebih diutamakan.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

A. Djazuli, Kaidah-Kaidah Fikih, 2006, Kaidah-Kaidah Hukum Islam dalam Menyelesaikan Masalah-Masalah yang Praktis, cet. Ke-1 Kencana, Jakarta.

Abdul Salam Arief, 2003, Pembaharuan Pemikiran Hukum Islam: Antara Fakta dan Realita, Cetakan ke 1, LESFI, Yogyakarta.

Abdullah, Amin. Islamic Studies di Perguruan Tinggi: Pendekatan Integratif-Interkonektif. Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006

Abdurrahmad Fathoni, 2006, Metodologi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi, Rineka Cipta, Jakarta.

Abidin, Slamet dan H. Aminuddin. Fikih Munakahat, vol. 1 (Bandung: Pustaka Setia,1999.

Adib, Mohammad. “Transplantasi Menurut Hukum Islam dan Undang-undang Nomor 36 Tahun 2009 Tentang kesehatan Ditinjau Dari segi Pidana Dan Perdata.” Justicia Journal Vol. 5, No. 1 (Agustus 2016).

Ahmad dkk, 2009, Kumpulan Peraturan Perkawinan Bagi Masyarakat Indonesia, FH Untan Press, Pontianak.

Ahmad Zahari, 2009, Kapita Selekta Hukum Islam, FH Untan Press, Pontianak. Ahmad A. Assegaf S, 1997, Islam dan KB, Lentera, Jakarta.

Aibak, Kutbuddin. Kajian Fiqh Kontemporer. Yogyakarta: TERAS, 2009.

al-„Aidiy, Ibnu Daqiq Ihkamul al-Ahkam Syarh „Imdatul al-Ahkam “syuruh al- Hadis”. al-Maktabah al-islamiyah : Dar al-Jaili http://library.islamweb.net (16 september 2014)

Alexandra Indriyanti Dewi, 2008, Etika dan Hukum Kesehatan, Cetakan ke 1, Pustaka Book Publisher, Yogyakarta.

al-Hafidz, Ahsin W. Fikih Kesehatan. Jakarta : amzah, 2007.

Ali, Nuraliah. “Urgensi Bioetika dalam pengembangan biologi modern menurut perspektif islam.” Jurnal Binomial Vol. 2, No. 1 (Maret 2019).

al-Munawar, Said Agil Husain. Hukum Islam dan Pluralitas Sosial Cet. 1 ; Jakarta : Pena Madani, 2004

Amiruddin, Aam. Bedah Masalah Kontemporer II Tanya- Jawab Ibadah&Muamalah.

Amirudin dan Zainal Asikin, 2008, Pengantar Ilmu Hukum (terjemahan Mr. Oetarid Sadino), Pradnya Paramita, Jakarta.

Bambang Sunggono, 2003, Metode Penelitian Hukum, Raja Grafindo Persada, Jakarta.

Dahlan Abdul Azis, 2000, Ensiklopedi Hukum Islam, Jilid 6, Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta.

Dahlan, Abdul Aziz, Ensiklopeddia Hukum Islam, jilid 6, Cet. 1, Jakarta : ikhtiar baru van hoeve, 1996.

Desriza Ratman, 2012, Surrogate Mother dalam Perspektif Etika dan Hukum: Bolehkah Sewa Rahim di Indonesia?, Elex Media Komputindo, Jakarta.

Djubaidah, Neng, Perzinaan Dalam Peraturan Perundang-Undangan Di Indonesia Ditinjau Dari Hukum Islam, Cet. 1 Jakarta: Kencana Prenada Media Grou, 2010.

Fatimah, Nur Intan. “Transplantasi Organ Tubuh Manusia Dalam Perspektif Hukum Kesehatan Dan Hukum Islam.” Fakultas Hukum Universitas Lampung, 2018.

Ghozali,Abdul Rahman. Fiqh munakahat, Cet. I, Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2003.

Hamid Hakim, Abdul“Mabadiy Awwaliyah Fi Ushulil Fiqhiyah wal Qawaidul Fiqhiyyah,” Putra: Jakarta: Maktabah Sa‟diyah, 1987.

Hardijan Rusli, 2006, Metode Penelitian Hukum Normatif: Bagaimana?, Cetakan 5 Law Review Fakultas Hukum Universitas Pelita Harapan, Jakarta.

Ibrahim, Duski metode penetapan hukum islam: Membongkar Konsep Istiqra‟ al- Wa‟nawi al-Syatibi. Jogjakarta: al-Ruzz media, 2008.

M. Jusuf Hanafiah dan Amri Amir. Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Buku Kedokteran EGC, 2016.

Mohammad Naqib bin Hamdan, Mohd Anuar bin Ramli, Noor Naemah binti Abdul Rahman Ahmad Ashraf Ilman bin Zulbahri. “Pemindahan organ reproduktif daripada perspektif fatwa semasa.” Jurnal Infad Vol 5 (2015).

MUI Keluarkan Fatwa Soal Transplantasi Organ Tubuh,” t.t. https://nasional.tempo.co/read/121650/mui-keluarkan-fatwa-soal-transplantasi-organ- tubuh.

Mustaqim, Abdul. “Argumentasi Keniscayaan Tafsir Maqashidi sebagai basis Moderasi Islam.” Pidato Pengukuhan Guru Besar, 2019.

Notoatmodjo, Soekidjo. Etika dan Hukum Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta, 2010. “PengalamanKlinisTransplantasiJantung.pdf,” t.t.

Ridwan Muhammad, Pandangan Islam Terhadap Bayi Tabung/Inseminasi, http://auhafiqah. blogspot.com /2013/05/ pandangan-islam-terhadap- bayi.html. (21 Juli 2014).

Rohmah, Lailatu. “Kontekkstualisasi Hadis Tentang Tranplantasi.” HIKMAH Vol. XIV, No. 2 (2018).

Saifullah. “Transplantasi Organ Tubuh (Perspektif Hukum Islam, Hukum Positif dan Etika Kedokteran).” Al-Mursalah Vol. 2, No. 1 (Agustus 2018).

Salim Bahreisy dan Said Bahreisy. Terjemahan Singkat Tafsir Ibnu Katsier. Vol. Jilid 5 Surabaya: PT. Bina Ilmu, t.t.

Samin, Sabri. andi narmaya aroeng. fikih II, Makassar, Alauddin Press, 2010.

Shihab, M. Quraish. Tafsir Al-Mishbah:Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Quran. 7 ed Jakarta: Lentera Hati, 2002.

Shihab, M. Quraisy, Tafsir Al-Misbah, Pesan, Kesan dan Keserasian Al-Qur‟an Vol.9, Cet. 9, Jakarta: lentera hati, 2008.

Shuhufi, Muhammad. ijtihad dan fleksibilitas hukum islam, Cet. I, Alauddin University Press, Makassar, 2012.

Sirojudin Ar. Suplemen Ensiklopedi Islam. Cet 9. Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 2003. Zahari Mahad Musa dan Dina Imam Supaat. Isu-Isu Islam & Sains. Negeri Sembilan: USIM, 2018

Soekanto, Soerjono.Pengantar Penelitian Hukum jakarta : UI Perss, 1984.

Sugiono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatifdan R & D (cet.   6   ; Bandung: Alfabeta, 2009.

Suyatno Thomas, Djuhaepah T marala, Azhar Abdullah, johan Thomas aponno, c.tinin yunianti ananda, chalik. Kelembagaan perbankan, (Cet. 17 : Jakarta : gramedia pustaka utama, 2007.

Syariffathulhamdi,    Inseminasi    Buatan        Pada    Manusia    Menurut,    http

Zed, Mestika. Metode Penelitian Kepustakaan. Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 2008. Zuhdi, Masjfuk. masail Fiqhiyah: Kapita Selekta Hukum Islam. Jakarta: PT. Toko Gunung

No comments:

Post a Comment