DAFTAR
ISI
KATA
PENGANTAR.............................................................................................. i
DAFTAR
ISI............................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1
A. Latar
Belakang.............................................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah......................................................................................... 2
C. Tujuan
Penulisan........................................................................................... 2
D. Manfaat
Penulisan ........................................................................................ 2
BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3
A. Hubungan
Bisnis dan Politik......................................................................... 3
B. Pekembangan
Hubungan Bisnis dan Politik di Indonesia ............................. 6
C. Dampak
Hubungan Bisnis dan Politik........................................................... 8
D. Dampak
negatif pengusaha menjadi penguasa berpotensi mengakibatkan kehancuran 9
BAB III PENUTUP............................................................................................... 11
A. Kesimpulan................................................................................................. 11
B. Saran........................................................................................................... 11
DAFTAR
PUSTAKA............................................................................................. 12
BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Dewasa
ini sudah tidak asing lagi bahwa pengusaha menjadi penguasa dan
sebaliknya,dalam artian subtansi bisnis dan politik dikaitkan.seperti kita ketahui
bahwa antara bisnis dan politik memiliki orientasi yang berbeda. Bisnis yang
berkecimpung di dunia ekonomi memiliki orientasi mengenai bagaimana cara
mendapatkan laba secara maksimal dan berbicara tentang kebijakan dalam produksi
juga mendistribusikan barang dan jasa. Sedangkan politik yaitu bagaimana cara
memperoleh dan mempertahankan kekuasaan guna mendapatkan wewenang dalam
menjalankan roda pemerintahan.
Antara
bisnis dan politik memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi
keberlangsungan baik bisnis maupun politik. Tiap pembentukan pola bisnis juga
senantiasa berkaitan erat dengan politik. Budaya politik merupakan serangkaian
keyakinan atau sikap yang memberikan pengaruh terhadap kebijakan dan
administrasi publik di suatu negara, termasuk didalamnya pola yang berkaitan
dengan kebijakan ekonomi atau perilaku bisnis titik-titik terjadi pada beberapa
hal, dan berlaku dua arah, dari orang ke partai atau sebaliknya, partai ke
orang perorang. Hal ini seperti rangkaian yang masing-masing saling berkaitan.
Pertama, perjalanan orang ke partai bisa dilihat pada kebutuhan orang
menjadikan partai sebagai kendaraan politik untuk memperoleh kedudukan. Yang
harus dibeli seseorang untuk menaiki kendaraan tersebut untuk menjadi calon
legislatif, presiden atau kepala daerah, setiap calon harus mengeluarkan
sejumlah uang untuk mendaftar pada parpol sebagai kendaraan politiknya. Ada
juga kasus pembisnis atau investor yang menginvestasikan dananya ke partai
untuk mengusung kandidat tertentu. tentu saja ada yang diharapkan ketika
kandidat yang dibiayai nya menang pemilihan dan menduduki jabatan tertentu
titik karena berjasa telah memberi bantuan maka tidak segan-segan melakukan
lobi-lobi tertentu ke sang pejabat publik, berharap penyebab tersebut mau
membantu membuatkan kebijakan-kebijakan yang lebih menguntungkan bisnisnya ke
depan.
B. Rumusan Masalah
Menjadi perumusan masalah dari makalah ini adalah:
1.
Bagaimana
perkembangan kaitan bisnis dan politik di Indonesia dari era order baru hingga
sekarang?
2.
Bagaimana
dampak positif dan negative keterkaitan bisinis dan politik?
3.
Bagaimana
bisnis dan politik menggeliat dalampemilu 2014?
C. Tujuan Penulisan
Dalam
hal ini menjadi tujuan penulisan adalah untuk memahami bagaimana bisinis dan
poltik saling mempengaruhi dan dampaknya bagi penyelenggaraan negara.
D. Manfaat Penulisan
1.
Dapat
menambah wawasan bagi para pembaca
2.
Dapat
memahami tentang bisnis dan politik di indinesia
3.
Dapat
mengalisin tentang bisnis dan politik di Indonesia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Hubungan Bisnis dan Politik
Dinamika
kekuasaan di Indonesia tidak pernah sepi dari problemarelasi
pengusaha-pengusaha. Pada zaman otoritarianisme orde baru, pengusaha sedemikian
rupa mengondisikan agar jejaring kekuasaan (the web of power) menjadi tempat
bergantung kalangan pengusaha. Maju mundurnya korporasi-korporasi skala besar
diupayakan sedemikian rupa sejalan dengan ambisi memperkaya diri kalangan
pejabat negara. Itulah mengapa, hampir tidak ada usaha-usaha konversi skala
besar yang steril dari pengaruh politik penguasa perusahaan nasional hanya
mungkin mendapatkan ruang untuk memulihkan direct investment pada berbagai
lapangan ekonomi yang tersebar di berbagai penjuru nusantara, yakni manakala
telah menjalin joint venture dengan pengusaha lokal. Sementara, pengusaha lokal
disebut tak lain dan tak bukan adalah aktor ekonomi yang berkolaborasi dengan
jaring kekuasaan.
Bercermin
pada realitas tersebut tak berlebihan jika kemudian dikatakan, bahwa pengusaha
menjadi subordinat pengusaha. Langsung maupun tak langsung, tercipta hubungan
tuan dan hamba. Penguasa berkedudukan sebagai tuan, dan pengusaha sebagai
hamba. Jika penguasa tampil sebagai super-ordinat, pengusaha terpilih sebagai
sub- ordinat. Begitu seharusnya persoalan ini, berbagai tipologi kekuasaan dalam negara berlomba
menjadi super-ordinat demi mengawal relasi penguasa-penguaha, bukan saja
pejabat penentu kebijakan ekonomi yang terus dipertuan oleh kalangan pengusaha,
tetapi juga pejabat-pejabat dalam bidang hukum. Tak mengherankan jika sukses
seorang pengusaha di zaman orde baru ikut pula ditentukan oleh gradasi hubungan
dengan pejabat polri, kejaksaan agung dan dengan aparat hukum pada umumnya.
Terutama
setelah orde baru berlalu, muncul kesimpulan umum tentang sesuatu yang
sesungguhnya memalukan sebagai bangsa. bahwa relasi penguasa pengusaha yang
sedemikian rupa itu merefleksikan timbulnya abnormalitas pada keseluruhan
jaringan hubungan antara politik dan perekonomian. Kenyataan ini lalu
melahirkan kondisi yang ambigu. Pada satu sisi, tetap berlaku aksioma tentang
gerak maju perekonomian nasional yang membutuhkan daya dukung politik
titik-titik tetap di persepsi sebagai variabel pendorong timbulnya kemajuan
ekonomi titik terlebih lagi tatkala perekonomian nasional yang terseret ke
dalam pusaran globalisasi, makin terasa urgensi daya dukung politik. Melalui
visi industrial yang kompetitif, politik memberi arah pada perekonomian agar
bergerak di jalur yang semestinya. Pola tuan-hamba yang mendistorsi rentang
relasi penguasa pengusaha telah mengondisikan timbulnya kemajuan-kemajuan semu
dalam perekonomian nasional. Bukan saja demoralisasi mewarnai sepak terjang
kalangan pengusaha, lebih dari itu tercipta situasi non-creating value.
Ada
dua contoh soal yang menggambarkan adanya pergeseran relasi penguasa pengusaha.
Pertama terkuatnya tindakan seorang pengusaha bernama anggodo Widjojo dalam
sebuah proses peradilan di mahkamah konstitusi. Realitas yang terungkap di sini
adalah determinasi yang dirancang oleh seorang pengusaha secara faktual justru
menentukan arah dan opsi keputusan para pejabat negara dalam bidang hukum.
Dengan kekuatan uang, pengusaha ke benar-benar digdaya mendikte penguasa. Pada
titik ini muncul gejala yang membahayakan proses tata kelola negara: penguasa
telah menghamba kepada pengusaha.
Kedua, pengusaha tampil sebagai
kekuatan koreksi terhadap penguasa. Dalam konteks perseteruan Aburizal Bakrie
versus Sri Mulyani Indrawati, misalnya, berkenaan dengan skandal Bank Century,
kita menyaksikan timbulnya perubahan pola relasi penguasa-pengusaha. Melalui
upaya koreksi, pengusaha membangun kekuatan kritis terhadap penguasa. Namun,
inilah upaya koreksi yang diwamai oleh begitu banyak pamrih. Kekuatan politik
yang berada di bawah pengaruh Aburizal Bakrie didayagunakan sedemikian rupa
untuk mempertontonkan keterlibatan Sri Mulyani Indrawati dalam skandal Bank
Century. Mau tak mau, Sri Mulyani Indrawati goyah posisinya sebagai Menteri
Keuangan.
Latar Belakang Munculnya Hubungan Bisnis dan
Politik di Indonesia
Demokrasi dalam satu dasawarsa
terakhir turut mewarnai sejarah dalam sistem politik di Indonesia. Hal ini
ditandai dengan kebebasan seseorang untuk mengemukakan pendapat melalui media
cetak maupun elektronik yang dianggap dapat menyalurkan ide dan suara mereka.
Perkembangan dunia jurnalistik yang dalam era sebelum reformasi seolah dikekang
oleh Pemerintah juga turut berperan dalam mengawal transisi sistem perpolitikan
di Indonesia. Setelah era reformasi bergulir, kegiatan pemerintahan yang
tadinya bersifat sentralis berubah menjadi desentralisasi dalam wujud otonomi
yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas adalah
keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan
semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri,
pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan
bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.
Selain demokrasi, yang meluas
dilingkungan Indonesia terdapat kapitalisme yang mulai menjamur dikalangan
pebisnis di Indonesia. "kapitalisme" dapat mempunyai arti yang
netral, yaitu dibolehkannya orang per orang memiliki modal, dan dibolehkannya
pemilik yang orang per orang itu menggunakan modalnya guna berbisns dengan
motif mencari laba. Yang diartikan berbisnis ialah ikut serta dalam produksi
dan distribusi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam
kehidupannya sehari-hari.
Akan tetapi, kata
"kapitalisme" juga digunakan sebagai kandungan ideologi, yaitu bahwa
kapital atau modal yang dimiliki oleh orang per orang selalu akan memperbesar
dirinya dengan pemiliknya yang keserakahannya tidak mengenal batas. Dengan
kapital yang dimilikinya dan keserakahannya yang tidak mengenal batas dan tidak
mengenal etika, kapital dipakai sebagai kekuatan yang dahsyat untuk melakukan
pemerasan terhadap manusia lainnya. Kapital juga dipakai sebagai kekuatan untuk
melakukan pemerasan dan penghisapan kekayaan bangsa mangsa oleh bangsa yang
memiliki kapital yang lebih besar. Sebagai contoh yakni Vereenigde Oost
Indische Compagnie atau VOC mengerahkan kapitalnya guna melakukan exploitation
d'lhomme par l'homme terhadap manusia Indonesia, dan melakukan penghisapan
terhadap kekayaan bangsa Indonesia. VOC bahkan tidak sekedar berdagang, tetapi
mempunyai armada militer sendiri dalam memaksakan kehendaknya.
Sejatinya, politik dan bisnis
mempunyai pola hubungan yang saling terkait. Layaknya hubungan timbal balik
antar individu, aktifitas politik seharusnya dapat menunjang kegiatan bisnis
dalam sebuah lingkup Negara. Hal yang sama terjadi dengan bisnis yang dapat
mendukung kegiatan politik untuk mempertahankan kedaulatan Negara. Tidak heran,
jika kita lihat para pelaku bisnis sangat dekat dengan dunia politik. Bahkan,
beberapa di antaranya juga merupakan figur politik yang sangat dikenal oleh
masyarakat. Keterlibatan mereka dapat kita rasakan saat pemilihan kepala daerah
maupun pemilihan anggota legislative baik di tingkat nasional maupun tingkat
daerah. Mereka menyadari bahwa para elit politik ini memegang peranan penting
dalam membuat kebijakan yang nantinya akan menentukan iklim perekonomian di
daerah tersebut.
B.
Pekembangan Hubungan Bisnis dan
Politik di Indonesia
Dunia usaha dan politik pada akhimya tidak
bisa dipisahkan lagi. Karena begitu banyak pengusaha yang kini berkiprah di
jalur politik. Sebaliknya banyak juga politisi yang menjadi pengusaha. Sistem
pemilu dengan suara terbanyak juga telah menjadikan rekrutmen politik lebih
berpihak kepada pemilik kapital dalam hal ini pengusaha. Banyaknya anggota DPR
yang terlibat korupsi dinilai karena sejumlah anggota DPR mengedepankan
kepentingan ekonominnya.
Masuknya kalangan pebisnis ke dalam
partai politik bukanlah fenomena baru. Namun para pengusaha atau saudagar itu
biasanya tidak menjadi aktor utama di struktur partai politik. Sebelumnya
pengusaha bergabung di partai politik tidak berambisi untuk duduk di pucuk
pimpinan. Pengusaha di zaman orde baru menjadikan partai politik untuk
berhubungan dengan kekuasaan demi kelanggengan bisnisnya. Pengusaha di zaman
itu diistilahkan dengan pengusaha-klien (Muhaimin, 1990: 7). kalau pada zaman
Orde Baru, patron para pengusaha adalah para birokrat. Dan saat itu pilihan
para pengusaha untuk berpolitik adalah Partai Golkar sebagai satu-satunya
partai penguasa. Selain itu, pada zaman Orde Baru, kekuasaan sangat tersentral
di pusat dan eksekutif memegang peranan yang sangat dominan. Sementara
legislatif hanya menjadi tukang stempel.
Salah satu contoh kasus pebisnis
yang terjun ke dunia politik adalah Rusli Zainal, gubemur Riau. Dia terpilih
sebagai gubernur Riau selama dua periode, yakni pada 2003-2008 dan 2008-2013.
Tokoh masyarakat Riau itu memulai karir bisnisnya sebagai Pimpinan Cabang PT
Mohairson Pekanbaru pada 1982, ketika masih berstatus mahasiswa Fakultas
Ekonomi Universitas Riau. Saat duduk di bangku kuliah, dia menyandang profesi
sebagai guru mengaji di sejumlah masjid di Pekanbaru. Ia menekuni sebagai guru
mengaji sampai meraih gelar sarjana ekonomi. Rusli termasuk orang yang gigih
dan tak mudah menyerah pada keadaan. Berkat kerja kerasnya itu, akhirnya pada
tahun 1982 sampai tahun 1990, Rusli menjadi Pimpinan Cabang PT Mohairson
Pekanbaru yang berkantor pusat di Jakarta. Di tahun 1990, ia kemudian menjadi
Direktur Utama PT Kemuning Muda Pekanbaru.
Namun sayang, dalam perjalanan karir
politiknya, pada Agustus 2012 Rusli tersandung kasus korupsi PON XVII Riau.
Lalu pada Januari 2013, Rusli diperiksa dalam kasus suap itu selama delapan
jam. Pada kasus tersebut, Rusli memerintahkan Lukman menyuap anggota DPRD Riau.
Dia juga diduga menerima uang sebesar Rp 500 juta dari rekanan proyek. Terungkap
juga kucuran dana sebesar Rp 9 miliar kepada politikus di Senayan. Gubemur
Riau, Rusli Zainal memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi
(KPK). Sebagai tersangka, Rusli akan diperiksa untuk dua kasus yang
menjeratnya.
Rusli Zainal ditetapkan sebagai
tersangka kasus tindak pidana korupsi terkait perubahan Perda No.6 tahun 2010
tentang penambahan anggaran pembangunan venue untuk pelaksaanaan Pekan Olahraga
Nasional ke-18 di Pekanbaru, Riau. Rusli Zainal diduga menerima suap dan diduga
kuat serta memberikan persetujuan dalam pemberian suap terhadap sejumlah
anggota DPRD Provinsi Riau. Rusli disebutkan menerima 500 juta rupiah di rumah
dinasnya. Selain dijadikan tersangka dalam kasus korupsi PON XVIII, Rusli
Zainal juga dijadikan tersangka dalam dua kasus korupsi lainnya yaitu kasus
yang juga berkaitan dengan peraturan daerah akan tetapi perannya yang berbeda
yaitu Rusli Zainal diduga memberikan sesuatu kepada anggota DPRD Riau.
Sedangkan kasus korupsi lainnya yang menjerat Rusli Zainal yaitu kasus korupsi
penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di
Kabupaten Pelalawan. Riau. Rusli diduga menyalahgunakan kewenangannya dan
perbuatan melawan hukum sebagai Gubernur Riau.
C.
Dampak Hubungan Bisnis dan Politik
Hubunngan antara politik dan bisnis
salah satu contohnya dapat dilihat melalui hubungan antara pengusaha dan
penguasa.
Dampak positif pengusaha menjadi
penguasa berpotensi mensejahterakan rakyat
Segala sesuatu hal yang terjadi di
dunia ini pasti memilki dampak positif maupun negatif nya begitupun dengan
fenomena meraknya pengusaha yang menjadi penguasa.bila kita analisis dari
dampak positif yang muncul dengan adanya fenomena ini,maka menurut penulis
kondisi ini akan menghasilkan kedewasaan,dan kemerdekaan dalam politik yang
dapat mengwujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.
Pernyataan ini bukanlah tanpa sebab,
mengingat kondisi demokrasi liberal hari ini yang dipraktikan bangsa indonesia
merupakan politik yang memakan biaya ekonomi tinggi. Sehingga hanya yang bermodal
lah yang bisa menjadi penguasa di negeri ini. Dan yang bermodal di negeri ini
hanyalah pengusaha, sehingga menyebabkan banyak para calon pejabat yang bukan
berasal dari dunia usaha mencari sponsor dan berafiliasi dengan pengusaha
pengusaha. Kondisi ini menyebabkan para calon tersebut menjadi bisa di
"setir" atau di kendalikan oleh para pemilik modal yang mendanai
mereka. Sehingga para calon pejabat tersebut tidak bersikap merdeka dalam
memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Melainkan lebih memperjuangkan kepentingan
dari para pemilik modal yang telah berafiliasi dengannya.
Lain hal nya dengan pengusaha yang
memiliki modal sendiri dan telah mengalami kemerdekaan ekonomi. Dirinya
merupakan sosok yang merdeka yang tidak dapat dikendalikan oleh orang lain
dengan hanya diiming-imingi harta semata. Karena dirinya telah mencapai titik
kesejahteraan secara individu. Sehingga perjuangannya pun dalam mewujudkan
kesejahteraan rakyat tidak lah mudah untuk dipengaruhi oleh pihak-pihak lain.
Dengan demikian kedewasaan dan kemerdekaan dalam ber politik merupakan jaminan
dari pengusaha yang menjadi penguasa. Sehingga kesejahteraan masyarakat
bukanlah suatu yang utopis belaka
D.
Dampak negatif pengusaha menjadi penguasa berpotensi
mengakibatkan kehancuran
Kedudukan pengusaha dan penguasa
menurut penulis merupakan suatu hal yang saling bertentangan dan bertolak
belakang. Hal ini dapat kita lihat dari orientasi keduanya. Pengusaha sebagai
pemburu rente memiliki kecenderungan memiliki mindset profit oriented dan hal
ini justru bertolak belakang dengan mindset yang seharusnya dimiliki penguasa
atau pejabat dalam pemerintahan, yaitu mindset pengabdian dan pelayanan.
Sehingga apabila pengusaha yang
memiliki mindset profit oriented tersebut berada dalam posisi sebagai pejabat
pemerintah yang memiliki kuasa (penguasa), maka dikhawatirkan akan terjadinya
penyalahgunaan wewenang dengan hanya membuat kebijakan yang menguntungkan bagi
usaha dirinya saja. Dan kondisi inilah yang justru merugikan masyarakat.
Kebijakan yang lahir dari pengusaha
yang berkuasa ini bisa mengalami komplikasi dan mengalami disorientasi tujuan
untuk melakukan efisiensi dalam ekonomi. Pengusaha yang berkuasa ini dan
birokrasi yang dipengaruhinya cenderung menjadi proteksionis, oligopoli
monopoli, antipersaingan dan antiteknologi sehingga akan menghambat pertumbuhan
ekonomi dan mengacaukan dinamika sistem internal dalam pemerintahan.
Kondisi ini menyebabkan aspek
efisiensi hancur, keadilan tertindas, sampai akhirnya memukul ekonomi rakyat
karena digantikan ekonomi konglomerasi. Di sini aspek keadilan ekonomi tak
terwujud karena tertutup ekonomi konglomerasi. Ketika kondisi ini terus
berlanjut, beban proteksi, beban inefisiensi, dan beban rente ekonomi jadi
semakin besar. Inilah yang kemudian jadi sebab kemandekan pertumbuhan ekonomi
dan kehancuran bangsa, yang dimulai dari kehancuran ekonomi kemudian menjalar
pada kehancuran sosial dan politiknya
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Hubungan
antara bisnis dan politik dewasa ini merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan lagi,meraknya pengusaha untuk beralih profesi sebagai penguasa bukan
menjadi sebagai sebuah fenomena yang asing lagi. Jika pada masa orde baru
pengusaha berhubungan dengan penguasa sebagai actor yang bertindak untuk
mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah,maka pada saat ini keadaan
berubah dimana mulai banyak pengusaha yang mulai terjun untuk menjadi penguasa.
Hal
tersebut sesungguhnya bukan satu masalah yang besar,mengingat negara Indonesia
merupakan negara demokratis,sehingga siapa saja memiliki hak yang sama untuk
berpartisipasi dalam aktifitas pemerintahan.yang harus menjadi perhatian
Bersama adalah bagaimana kapabilitas orang-orang yang menjalankan aktifitas
pemerintahan di Indonesia,termasuk orang-orang dari kalangan pengusaha.banyak
pandangan negative yang menganggap fenomena pengusaha menjadi penguasa memilki
motif pribadi untuk semakin menambah keuntungan usaha nya serta
menyelenggarakan kejayaan bisnisnya. Selama ini hal tersebut tidak
terbukti,tidak ada salahnya apabila pengusaha pada akhirnya terjun untuk
menjadi penguasa,bertanggung jawab atas seluruh rakyat Indonesia.
B. Saran
Dengan
maraknya para pengusaha yang berbondong-bondong masuk keranah politik maka
diperlukan ada persyaratan penting untuk menekan pengusaha menimbang terlbih dahulu
sebelum ia masuk dalam berupa peraturan(aturan hukum) yang dikeluarkan oleh
pemerintah,partai politik maupun oleh pihak terkait dalam partai politik.
DAFTAR
PUSTAKA
Budiardjo,
Miriam, 1982, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT Gramedia, Jakarta
Griffin,
Ricky W. dan Ronald J. Ebert, 2007, Bisnis (diterjemahkan oleh Sita Wardhani),
Penerbit Erlangga, Jakarta
Mubyarto,
Ekonomi Pancasila, LP3ES, Jakarta,1993
Samuelson,
Paul A & William D. Nordhaus, 1994, Ekonomi ( diterjemahkan oleh A. Jaka
Wasana M)., Penerbit Erlangga, Jakarta
No comments:
Post a Comment