Monday, 27 December 2021

Makalah BISNIS POLITIK DALAM SISTEM POLITIK DI INDONESIA

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR.............................................................................................. i

DAFTAR ISI............................................................................................................ ii

 

BAB I PENDAHULUAN......................................................................................... 1

A.    Latar Belakang.............................................................................................. 1

B.     Rumusan Masalah......................................................................................... 2

C.     Tujuan Penulisan........................................................................................... 2

D.    Manfaat Penulisan ........................................................................................ 2

 

BAB II PEMBAHASAN.......................................................................................... 3

A.    Hubungan Bisnis dan Politik......................................................................... 3

B.     Pekembangan Hubungan Bisnis dan Politik di Indonesia ............................. 6

C.     Dampak Hubungan Bisnis dan Politik........................................................... 8

D.    Dampak negatif pengusaha menjadi penguasa berpotensi mengakibatkan kehancuran                        9

 

BAB III PENUTUP............................................................................................... 11

A.    Kesimpulan................................................................................................. 11

B.     Saran........................................................................................................... 11

 

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................. 12

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar Belakang

Dewasa ini sudah tidak asing lagi bahwa pengusaha menjadi penguasa dan sebaliknya,dalam artian subtansi bisnis dan politik dikaitkan.seperti kita ketahui bahwa antara bisnis dan politik memiliki orientasi yang berbeda. Bisnis yang berkecimpung di dunia ekonomi memiliki orientasi mengenai bagaimana cara mendapatkan laba secara maksimal dan berbicara tentang kebijakan dalam produksi juga mendistribusikan barang dan jasa. Sedangkan politik yaitu bagaimana cara memperoleh dan mempertahankan kekuasaan guna mendapatkan wewenang dalam menjalankan roda pemerintahan.

Antara bisnis dan politik memiliki hubungan timbal balik yang saling mempengaruhi keberlangsungan baik bisnis maupun politik. Tiap pembentukan pola bisnis juga senantiasa berkaitan erat dengan politik. Budaya politik merupakan serangkaian keyakinan atau sikap yang memberikan pengaruh terhadap kebijakan dan administrasi publik di suatu negara, termasuk didalamnya pola yang berkaitan dengan kebijakan ekonomi atau perilaku bisnis titik-titik terjadi pada beberapa hal, dan berlaku dua arah, dari orang ke partai atau sebaliknya, partai ke orang perorang. Hal ini seperti rangkaian yang masing-masing saling berkaitan. Pertama, perjalanan orang ke partai bisa dilihat pada kebutuhan orang menjadikan partai sebagai kendaraan politik untuk memperoleh kedudukan. Yang harus dibeli seseorang untuk menaiki kendaraan tersebut untuk menjadi calon legislatif, presiden atau kepala daerah, setiap calon harus mengeluarkan sejumlah uang untuk mendaftar pada parpol sebagai kendaraan politiknya. Ada juga kasus pembisnis atau investor yang menginvestasikan dananya ke partai untuk mengusung kandidat tertentu. tentu saja ada yang diharapkan ketika kandidat yang dibiayai nya menang pemilihan dan menduduki jabatan tertentu titik karena berjasa telah memberi bantuan maka tidak segan-segan melakukan lobi-lobi tertentu ke sang pejabat publik, berharap penyebab tersebut mau membantu membuatkan kebijakan-kebijakan yang lebih menguntungkan bisnisnya ke depan.

B.     Rumusan Masalah

Menjadi perumusan masalah dari makalah ini adalah:

1.      Bagaimana perkembangan kaitan bisnis dan politik di Indonesia dari era order baru hingga sekarang?

2.      Bagaimana dampak positif dan negative keterkaitan bisinis dan politik?

3.      Bagaimana bisnis dan politik menggeliat dalampemilu 2014?

 

C.    Tujuan Penulisan

Dalam hal ini menjadi tujuan penulisan adalah untuk memahami bagaimana bisinis dan poltik saling mempengaruhi dan dampaknya bagi penyelenggaraan negara.

 

D.    Manfaat Penulisan

1.      Dapat menambah wawasan bagi para pembaca

2.      Dapat memahami tentang bisnis dan politik di indinesia

3.      Dapat mengalisin tentang bisnis dan politik di Indonesia

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Hubungan Bisnis dan Politik

Dinamika kekuasaan di Indonesia tidak pernah sepi dari problemarelasi pengusaha-pengusaha. Pada zaman otoritarianisme orde baru, pengusaha sedemikian rupa mengondisikan agar jejaring kekuasaan (the web of power) menjadi tempat bergantung kalangan pengusaha. Maju mundurnya korporasi-korporasi skala besar diupayakan sedemikian rupa sejalan dengan ambisi memperkaya diri kalangan pejabat negara. Itulah mengapa, hampir tidak ada usaha-usaha konversi skala besar yang steril dari pengaruh politik penguasa perusahaan nasional hanya mungkin mendapatkan ruang untuk memulihkan direct investment pada berbagai lapangan ekonomi yang tersebar di berbagai penjuru nusantara, yakni manakala telah menjalin joint venture dengan pengusaha lokal. Sementara, pengusaha lokal disebut tak lain dan tak bukan adalah aktor ekonomi yang berkolaborasi dengan jaring kekuasaan.

Bercermin pada realitas tersebut tak berlebihan jika kemudian dikatakan, bahwa pengusaha menjadi subordinat pengusaha. Langsung maupun tak langsung, tercipta hubungan tuan dan hamba. Penguasa berkedudukan sebagai tuan, dan pengusaha sebagai hamba. Jika penguasa tampil sebagai super-ordinat, pengusaha terpilih sebagai sub- ordinat. Begitu seharusnya persoalan ini, berbagai  tipologi kekuasaan dalam negara berlomba menjadi super-ordinat demi mengawal relasi penguasa-penguaha, bukan saja pejabat penentu kebijakan ekonomi yang terus dipertuan oleh kalangan pengusaha, tetapi juga pejabat-pejabat dalam bidang hukum. Tak mengherankan jika sukses seorang pengusaha di zaman orde baru ikut pula ditentukan oleh gradasi hubungan dengan pejabat polri, kejaksaan agung dan dengan aparat hukum pada umumnya.

Terutama setelah orde baru berlalu, muncul kesimpulan umum tentang sesuatu yang sesungguhnya memalukan sebagai bangsa. bahwa relasi penguasa pengusaha yang sedemikian rupa itu merefleksikan timbulnya abnormalitas pada keseluruhan jaringan hubungan antara politik dan perekonomian. Kenyataan ini lalu melahirkan kondisi yang ambigu. Pada satu sisi, tetap berlaku aksioma tentang gerak maju perekonomian nasional yang membutuhkan daya dukung politik titik-titik tetap di persepsi sebagai variabel pendorong timbulnya kemajuan ekonomi titik terlebih lagi tatkala perekonomian nasional yang terseret ke dalam pusaran globalisasi, makin terasa urgensi daya dukung politik. Melalui visi industrial yang kompetitif, politik memberi arah pada perekonomian agar bergerak di jalur yang semestinya. Pola tuan-hamba yang mendistorsi rentang relasi penguasa pengusaha telah mengondisikan timbulnya kemajuan-kemajuan semu dalam perekonomian nasional. Bukan saja demoralisasi mewarnai sepak terjang kalangan pengusaha, lebih dari itu tercipta situasi non-creating value.

Ada dua contoh soal yang menggambarkan adanya pergeseran relasi penguasa pengusaha. Pertama terkuatnya tindakan seorang pengusaha bernama anggodo Widjojo dalam sebuah proses peradilan di mahkamah konstitusi. Realitas yang terungkap di sini adalah determinasi yang dirancang oleh seorang pengusaha secara faktual justru menentukan arah dan opsi keputusan para pejabat negara dalam bidang hukum. Dengan kekuatan uang, pengusaha ke benar-benar digdaya mendikte penguasa. Pada titik ini muncul gejala yang membahayakan proses tata kelola negara: penguasa telah menghamba kepada pengusaha.

Kedua, pengusaha tampil sebagai kekuatan koreksi terhadap penguasa. Dalam konteks perseteruan Aburizal Bakrie versus Sri Mulyani Indrawati, misalnya, berkenaan dengan skandal Bank Century, kita menyaksikan timbulnya perubahan pola relasi penguasa-pengusaha. Melalui upaya koreksi, pengusaha membangun kekuatan kritis terhadap penguasa. Namun, inilah upaya koreksi yang diwamai oleh begitu banyak pamrih. Kekuatan politik yang berada di bawah pengaruh Aburizal Bakrie didayagunakan sedemikian rupa untuk mempertontonkan keterlibatan Sri Mulyani Indrawati dalam skandal Bank Century. Mau tak mau, Sri Mulyani Indrawati goyah posisinya sebagai Menteri Keuangan.

 Latar Belakang Munculnya Hubungan Bisnis dan Politik di Indonesia

Demokrasi dalam satu dasawarsa terakhir turut mewarnai sejarah dalam sistem politik di Indonesia. Hal ini ditandai dengan kebebasan seseorang untuk mengemukakan pendapat melalui media cetak maupun elektronik yang dianggap dapat menyalurkan ide dan suara mereka. Perkembangan dunia jurnalistik yang dalam era sebelum reformasi seolah dikekang oleh Pemerintah juga turut berperan dalam mengawal transisi sistem perpolitikan di Indonesia. Setelah era reformasi bergulir, kegiatan pemerintahan yang tadinya bersifat sentralis berubah menjadi desentralisasi dalam wujud otonomi yang luas, nyata dan bertanggung jawab. Kewenangan otonomi luas adalah keleluasaan Daerah untuk menyelenggarakan pemerintahan yang mencakup kewenangan semua bidang pemerintahan, kecuali kewenangan di bidang politik luar negeri, pertahanan keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang lainnya yang akan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Selain demokrasi, yang meluas dilingkungan Indonesia terdapat kapitalisme yang mulai menjamur dikalangan pebisnis di Indonesia. "kapitalisme" dapat mempunyai arti yang netral, yaitu dibolehkannya orang per orang memiliki modal, dan dibolehkannya pemilik yang orang per orang itu menggunakan modalnya guna berbisns dengan motif mencari laba. Yang diartikan berbisnis ialah ikut serta dalam produksi dan distribusi barang dan jasa untuk memenuhi kebutuhan manusia dalam kehidupannya sehari-hari.

Akan tetapi, kata "kapitalisme" juga digunakan sebagai kandungan ideologi, yaitu bahwa kapital atau modal yang dimiliki oleh orang per orang selalu akan memperbesar dirinya dengan pemiliknya yang keserakahannya tidak mengenal batas. Dengan kapital yang dimilikinya dan keserakahannya yang tidak mengenal batas dan tidak mengenal etika, kapital dipakai sebagai kekuatan yang dahsyat untuk melakukan pemerasan terhadap manusia lainnya. Kapital juga dipakai sebagai kekuatan untuk melakukan pemerasan dan penghisapan kekayaan bangsa mangsa oleh bangsa yang memiliki kapital yang lebih besar. Sebagai contoh yakni Vereenigde Oost Indische Compagnie atau VOC mengerahkan kapitalnya guna melakukan exploitation d'lhomme par l'homme terhadap manusia Indonesia, dan melakukan penghisapan terhadap kekayaan bangsa Indonesia. VOC bahkan tidak sekedar berdagang, tetapi mempunyai armada militer sendiri dalam memaksakan kehendaknya.

Sejatinya, politik dan bisnis mempunyai pola hubungan yang saling terkait. Layaknya hubungan timbal balik antar individu, aktifitas politik seharusnya dapat menunjang kegiatan bisnis dalam sebuah lingkup Negara. Hal yang sama terjadi dengan bisnis yang dapat mendukung kegiatan politik untuk mempertahankan kedaulatan Negara. Tidak heran, jika kita lihat para pelaku bisnis sangat dekat dengan dunia politik. Bahkan, beberapa di antaranya juga merupakan figur politik yang sangat dikenal oleh masyarakat. Keterlibatan mereka dapat kita rasakan saat pemilihan kepala daerah maupun pemilihan anggota legislative baik di tingkat nasional maupun tingkat daerah. Mereka menyadari bahwa para elit politik ini memegang peranan penting dalam membuat kebijakan yang nantinya akan menentukan iklim perekonomian di daerah tersebut.

 

B.     Pekembangan Hubungan Bisnis dan Politik di Indonesia

 Dunia usaha dan politik pada akhimya tidak bisa dipisahkan lagi. Karena begitu banyak pengusaha yang kini berkiprah di jalur politik. Sebaliknya banyak juga politisi yang menjadi pengusaha. Sistem pemilu dengan suara terbanyak juga telah menjadikan rekrutmen politik lebih berpihak kepada pemilik kapital dalam hal ini pengusaha. Banyaknya anggota DPR yang terlibat korupsi dinilai karena sejumlah anggota DPR mengedepankan kepentingan ekonominnya.

Masuknya kalangan pebisnis ke dalam partai politik bukanlah fenomena baru. Namun para pengusaha atau saudagar itu biasanya tidak menjadi aktor utama di struktur partai politik. Sebelumnya pengusaha bergabung di partai politik tidak berambisi untuk duduk di pucuk pimpinan. Pengusaha di zaman orde baru menjadikan partai politik untuk berhubungan dengan kekuasaan demi kelanggengan bisnisnya. Pengusaha di zaman itu diistilahkan dengan pengusaha-klien (Muhaimin, 1990: 7). kalau pada zaman Orde Baru, patron para pengusaha adalah para birokrat. Dan saat itu pilihan para pengusaha untuk berpolitik adalah Partai Golkar sebagai satu-satunya partai penguasa. Selain itu, pada zaman Orde Baru, kekuasaan sangat tersentral di pusat dan eksekutif memegang peranan yang sangat dominan. Sementara legislatif hanya menjadi tukang stempel.

Salah satu contoh kasus pebisnis yang terjun ke dunia politik adalah Rusli Zainal, gubemur Riau. Dia terpilih sebagai gubernur Riau selama dua periode, yakni pada 2003-2008 dan 2008-2013. Tokoh masyarakat Riau itu memulai karir bisnisnya sebagai Pimpinan Cabang PT Mohairson Pekanbaru pada 1982, ketika masih berstatus mahasiswa Fakultas Ekonomi Universitas Riau. Saat duduk di bangku kuliah, dia menyandang profesi sebagai guru mengaji di sejumlah masjid di Pekanbaru. Ia menekuni sebagai guru mengaji sampai meraih gelar sarjana ekonomi. Rusli termasuk orang yang gigih dan tak mudah menyerah pada keadaan. Berkat kerja kerasnya itu, akhirnya pada tahun 1982 sampai tahun 1990, Rusli menjadi Pimpinan Cabang PT Mohairson Pekanbaru yang berkantor pusat di Jakarta. Di tahun 1990, ia kemudian menjadi Direktur Utama PT Kemuning Muda Pekanbaru.

Namun sayang, dalam perjalanan karir politiknya, pada Agustus 2012 Rusli tersandung kasus korupsi PON XVII Riau. Lalu pada Januari 2013, Rusli diperiksa dalam kasus suap itu selama delapan jam. Pada kasus tersebut, Rusli memerintahkan Lukman menyuap anggota DPRD Riau. Dia juga diduga menerima uang sebesar Rp 500 juta dari rekanan proyek. Terungkap juga kucuran dana sebesar Rp 9 miliar kepada politikus di Senayan. Gubemur Riau, Rusli Zainal memenuhi panggilan penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagai tersangka, Rusli akan diperiksa untuk dua kasus yang menjeratnya.

Rusli Zainal ditetapkan sebagai tersangka kasus tindak pidana korupsi terkait perubahan Perda No.6 tahun 2010 tentang penambahan anggaran pembangunan venue untuk pelaksaanaan Pekan Olahraga Nasional ke-18 di Pekanbaru, Riau. Rusli Zainal diduga menerima suap dan diduga kuat serta memberikan persetujuan dalam pemberian suap terhadap sejumlah anggota DPRD Provinsi Riau. Rusli disebutkan menerima 500 juta rupiah di rumah dinasnya. Selain dijadikan tersangka dalam kasus korupsi PON XVIII, Rusli Zainal juga dijadikan tersangka dalam dua kasus korupsi lainnya yaitu kasus yang juga berkaitan dengan peraturan daerah akan tetapi perannya yang berbeda yaitu Rusli Zainal diduga memberikan sesuatu kepada anggota DPRD Riau. Sedangkan kasus korupsi lainnya yang menjerat Rusli Zainal yaitu kasus korupsi penerbitan Izin Usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Kayu Hutan Tanaman (IUPHHK-HT) di Kabupaten Pelalawan. Riau. Rusli diduga menyalahgunakan kewenangannya dan perbuatan melawan hukum sebagai Gubernur Riau.

 

C.    Dampak Hubungan Bisnis dan Politik

Hubunngan antara politik dan bisnis salah satu contohnya dapat dilihat melalui hubungan antara pengusaha dan penguasa.

Dampak positif pengusaha menjadi penguasa berpotensi mensejahterakan rakyat

Segala sesuatu hal yang terjadi di dunia ini pasti memilki dampak positif maupun negatif nya begitupun dengan fenomena meraknya pengusaha yang menjadi penguasa.bila kita analisis dari dampak positif yang muncul dengan adanya fenomena ini,maka menurut penulis kondisi ini akan menghasilkan kedewasaan,dan kemerdekaan dalam politik yang dapat mengwujudkan kesejahteraan bagi masyarakat.

Pernyataan ini bukanlah tanpa sebab, mengingat kondisi demokrasi liberal hari ini yang dipraktikan bangsa indonesia merupakan politik yang memakan biaya ekonomi tinggi. Sehingga hanya yang bermodal lah yang bisa menjadi penguasa di negeri ini. Dan yang bermodal di negeri ini hanyalah pengusaha, sehingga menyebabkan banyak para calon pejabat yang bukan berasal dari dunia usaha mencari sponsor dan berafiliasi dengan pengusaha pengusaha. Kondisi ini menyebabkan para calon tersebut menjadi bisa di "setir" atau di kendalikan oleh para pemilik modal yang mendanai mereka. Sehingga para calon pejabat tersebut tidak bersikap merdeka dalam memperjuangkan kesejahteraan rakyat. Melainkan lebih memperjuangkan kepentingan dari para pemilik modal yang telah berafiliasi dengannya.

Lain hal nya dengan pengusaha yang memiliki modal sendiri dan telah mengalami kemerdekaan ekonomi. Dirinya merupakan sosok yang merdeka yang tidak dapat dikendalikan oleh orang lain dengan hanya diiming-imingi harta semata. Karena dirinya telah mencapai titik kesejahteraan secara individu. Sehingga perjuangannya pun dalam mewujudkan kesejahteraan rakyat tidak lah mudah untuk dipengaruhi oleh pihak-pihak lain. Dengan demikian kedewasaan dan kemerdekaan dalam ber politik merupakan jaminan dari pengusaha yang menjadi penguasa. Sehingga kesejahteraan masyarakat bukanlah suatu yang utopis belaka

 

D.    Dampak negatif pengusaha menjadi penguasa berpotensi mengakibatkan kehancuran

 

Kedudukan pengusaha dan penguasa menurut penulis merupakan suatu hal yang saling bertentangan dan bertolak belakang. Hal ini dapat kita lihat dari orientasi keduanya. Pengusaha sebagai pemburu rente memiliki kecenderungan memiliki mindset profit oriented dan hal ini justru bertolak belakang dengan mindset yang seharusnya dimiliki penguasa atau pejabat dalam pemerintahan, yaitu mindset pengabdian dan pelayanan.

Sehingga apabila pengusaha yang memiliki mindset profit oriented tersebut berada dalam posisi sebagai pejabat pemerintah yang memiliki kuasa (penguasa), maka dikhawatirkan akan terjadinya penyalahgunaan wewenang dengan hanya membuat kebijakan yang menguntungkan bagi usaha dirinya saja. Dan kondisi inilah yang justru merugikan masyarakat.

Kebijakan yang lahir dari pengusaha yang berkuasa ini bisa mengalami komplikasi dan mengalami disorientasi tujuan untuk melakukan efisiensi dalam ekonomi. Pengusaha yang berkuasa ini dan birokrasi yang dipengaruhinya cenderung menjadi proteksionis, oligopoli monopoli, antipersaingan dan antiteknologi sehingga akan menghambat pertumbuhan ekonomi dan mengacaukan dinamika sistem internal dalam pemerintahan.

Kondisi ini menyebabkan aspek efisiensi hancur, keadilan tertindas, sampai akhirnya memukul ekonomi rakyat karena digantikan ekonomi konglomerasi. Di sini aspek keadilan ekonomi tak terwujud karena tertutup ekonomi konglomerasi. Ketika kondisi ini terus berlanjut, beban proteksi, beban inefisiensi, dan beban rente ekonomi jadi semakin besar. Inilah yang kemudian jadi sebab kemandekan pertumbuhan ekonomi dan kehancuran bangsa, yang dimulai dari kehancuran ekonomi kemudian menjalar pada kehancuran sosial dan politiknya


BAB III

PENUTUP

 

A.    Kesimpulan

Hubungan antara bisnis dan politik dewasa ini merupakan sebuah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan lagi,meraknya pengusaha untuk beralih profesi sebagai penguasa bukan menjadi sebagai sebuah fenomena yang asing lagi. Jika pada masa orde baru pengusaha berhubungan dengan penguasa sebagai actor yang bertindak untuk mempengaruhi kebijakan yang dibuat oleh pemerintah,maka pada saat ini keadaan berubah dimana mulai banyak pengusaha yang mulai terjun untuk menjadi penguasa.

Hal tersebut sesungguhnya bukan satu masalah yang besar,mengingat negara Indonesia merupakan negara demokratis,sehingga siapa saja memiliki hak yang sama untuk berpartisipasi dalam aktifitas pemerintahan.yang harus menjadi perhatian Bersama adalah bagaimana kapabilitas orang-orang yang menjalankan aktifitas pemerintahan di Indonesia,termasuk orang-orang dari kalangan pengusaha.banyak pandangan negative yang menganggap fenomena pengusaha menjadi penguasa memilki motif pribadi untuk semakin menambah keuntungan usaha nya serta menyelenggarakan kejayaan bisnisnya. Selama ini hal tersebut tidak terbukti,tidak ada salahnya apabila pengusaha pada akhirnya terjun untuk menjadi penguasa,bertanggung jawab atas seluruh rakyat Indonesia.

 

B.     Saran

Dengan maraknya para pengusaha yang berbondong-bondong masuk keranah politik maka diperlukan ada persyaratan penting untuk menekan pengusaha menimbang terlbih dahulu sebelum ia masuk dalam berupa peraturan(aturan hukum) yang dikeluarkan oleh pemerintah,partai politik maupun oleh pihak terkait dalam partai politik.


DAFTAR PUSTAKA

 

Budiardjo, Miriam, 1982, Dasar-dasar Ilmu Politik, PT Gramedia, Jakarta

Griffin, Ricky W. dan Ronald J. Ebert, 2007, Bisnis (diterjemahkan oleh Sita Wardhani), Penerbit Erlangga, Jakarta

Mubyarto, Ekonomi Pancasila, LP3ES, Jakarta,1993

Samuelson, Paul A & William D. Nordhaus, 1994, Ekonomi ( diterjemahkan oleh A. Jaka Wasana M)., Penerbit Erlangga, Jakarta

No comments:

Post a Comment