BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Angka Kematian Bayi (AKB) adalah jumlah
kematian bayi dalam usia 28 hari pertama kehidupan per 1000 kelahiran hidup.
Angka Kematian Bayi menurut WHO (World Health Organization) (2015) pada negara
ASEAN (Association of South East Asia Nations) seperti di Singapura 3 per 1000
kelahiran hidup, Malaysia 5,5 per 1000 kelahiran hidup, Thailan 17 per 1000
kelahiran hidup, Vietnam 18 per 1000 kelahiran hidup, dan Indonesia 27 per 1000
kelahiran hidup. Angka kematian bayi di Indonesia masih tinggi dari negara
ASEAN lainnya, jika dibandingkan dengan target dari MDGs (Millenium Development
Goals) tahun 2015 yaitu 23 per 1000 kelahiran hidup.
Angka
Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi.
Menurut WHO, pada tahun 2013 AKB di dunia 34
per 1.000 kelahiran hidup,AKB di negara berkembang 37 per 1.000 kelahiran hidup
dan AKB di negara maju 5 per 1.000 kelahiran hidup (WHO, 2014). Neonatal dengan
komplikasi adalah neonatal dengan penyakit dan atau kelainan yang dapat
menyebabkan kecacatan dan atau kematian, seperti asfiksia, ikterus, hipotermia,
tetanusneonatorum, infeksi/sepsis, trauma lahir, BBLR, sindroma gangguan
pernafasan, dan kelainan kongenital maupun yang termasuk klasifikasi kuning dan
merah padapemeriksaan dengan manajemen terpadu bayi muda (MTBM).Komplikasi yang
menjadi penyebab kematian terbanyak pada bayi.Komplikasi ini sebetulnya dapat
dicegah dan ditangani, namun terkendala oleh akses ke pelayanan kesehatan,
kemampuan tenaga cakupan targetkesehatan, keadaan sosial ekonomi, sistem
rujukan yang belum berjalan dengan baik,terlambatnya deteksi dini, dan
kesadaran orang tua untuk mencari pertolongan kesehatan(Kemenkes RI, 2016).
Bayi baru lahir normal adalah berat
lahir antara 2500 - 4000 gram, cukup bulan, lahir langsung menangis, dan tidak
ada kelainan kongenital (cacat bawaan) yang berat.Pada waktu kelahiran,
sejumlah adaptasi psikologik mulai terjadi pada tubuh bayi baru lahir, karena
perubahan dramatis ini, bayi memerlukan pemantauan ketat untuk menentukan
bagaimanaia membuat suatu transisi yang baik terhadap kehidupannya diluar
uterus. Bayi baru lahir juga membutuhkan perawatan yang dapat meningkatkan
kesempatan menjalani masa transisi dengan berhasil.Adaptasi neonatal (bayi baru
lahir) merupakan proses penyesuaian fungsional neonatus dari kehidupan di dalam
uterus ke kehidupan di luar uterus (Rahardjo dan Marmi, 2015 ). Upaya kesehatan
anak antara lain diharapkan mampu menurunkan angka kematian anak.Indikator angka
kematian yang berhubungan dengan anak yakni Angka Kematian Neonatal(AKN) dan
Angka Kematian Bayi (AKB).Perhatian terhadap upaya penurunan angka kematian
neonatal (0-28 hari) menjadi penting karena kematianneonatal memberi kontribusi
terhadap 59% kematian bayi.(Kemenkes RI, 2016 ).
Berbagai
upaya yang aman dan efektif untuk mencegah dan mengatasi penyebab utama
kematian bayi baru lahir (BBL) adalah pelayanan antenatal yang berkualitas
asuhan persalinan normal atau dasar pelayanan kesehatan neonatal oleh tenaga
professional. Untuk menurunkan angka kematian bayi baru lahir dengan BBLR,
persalinan harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang memiliki kemampuan dan
keterampilan manajemen bayi baru lahir dengan hipotermia.Kemampuan dan
keterampilan ini digunakan setiap kali menolong persalinan (Depkes RI, 2013).
B.
RUMUSAN
MASALAH
Apa
saja asuhan kebidanan pada neonatus,bayi, balita, dan anak pra-sekolah ?
C.
TUJUAN
1. Untuk mengetahui konsep dasar askeb pada
neonates, bayi, balita,dan anak pra-sekolah
2.
Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita,dan anak pra-sekolah dengan
masalah-masalah yang sering terjadi
3. Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi,
balita,dan pra-sekolah dengan kelainan bawaan
4. Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi,
balita, dan anak pra-sekolah dengan
penyulit resiko tinggi
5. Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi,
balita,dan anak pra-sekolah dengan masalah-masalah tumbuh kembang
6. Untuk mengetahui askeb pada neonatus, bayi, balita,dan
anak pra-sekolah dengan kejadian ikutan pasca imunisasi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Konsep
Dasar Neonatus
1. Pengertian
Neonatus
Bayi baru lahir (Neonatus) adalah bayi yang baru mengalami proses kelahiran,
berusia 0-28 hari. Bayi tersebut memerlukan penyelesuaian fisiologis berupa
maturasi, adaptasi (menyesuaikan diri dari kehidupan intrauterine ke kehidupan
ekstrauterin) dan toleransi bagi bayi baru lahir untuk dapat hidup dengan baik.
(Marmi dan Rahardjo, 2015) Masa neonatal adalah masa sejak lahir sampai dengan
4 minggu (28 hari) sesudah kelahiran. Neonatus adalah bayi baru lahir umur 0-4
minggu sesudah lahir. Neonatus dini adalah bayi berusia 0-7 hari. Neonatus
lanjut adalah bayi berusia 7-28 hari. Terjadi penyesuaian sirkulasi dengan keadaan
lingkungan, mulai bernafas dan fungsi alat tubuh lainnya. Berat badan dapat
turun sampai 10% pada minggu pertama kehidupan yang dicapai lagi pada hari
ke-14. (Muslihatun, 2014).
B.
Lingkup
asuhan neonatus, bayi, balita,dan anak pra-sekolah
1. Bayi
baru lahir normal
Pengertian
Bayi Baru lahir normal adalah bayi yang lahir dalam presentasi belakang kepala
melalui vagina tanpa memakai alat, pada usia kehamilan genap 37 minggu sampai
42 minggu, dengan berat badan lahir 2500 - 4000 gram, dengan nilai apgar > 7
dan tanpa cacat bawaan. Neonatus adalah bayi yang baru mengalami proses
kelahiran dan harus menyesuaikan diri dari kehidupan intra uterin ke kehidupan
ekstra uterin. Tiga faktor yang mempengaruhi perubahan fungsi dan peoses vital
neonatus yaitu maturasi, adaptasi dan toleransi. Empat aspek transisi pada bayi
baru lahir yang paling dramatik dan cepat berlangsung adalah pada sisem
pernafasan, sirkulasi, kemampuan menghasilkan glukosa.
2. Tanda-tanda
bayi baru lahir normal Bayi baru lahir dikatakan normal jika usia kehamilan
aterm antara 37- 42 minggu, BB 2500 gram – 4000 gram, panjang badan 48- 52 cm,
lingkar dada 30- 38 cm, lingkar kepala 33- 35 cm, lingkar lengan 11- 12 cm,
frekuensi DJ 120- 160 x permenit, pernafasan ± 40- 60 x permenit, kulit
kemerahan dan licin karena jaringan subkutan yang cukup, rambut lanugo tidak
terlihat dan rambut kepala biasanya telah sempurna, kuku agak panjang dan
lemas, nilai APGAR > 7, gerakan aktif, bayi langsung menangis kuat, refleks
rooting (mencari putting susu dengan rangsangan taktil pada pipi dan daerah
mulut) sudah terbentuk dengan baik, refleks sucking (isap dan menelan) sudah
terbentuk dengan baik, refleks morro (gerakan memeluk bila dikagetkan) sudah
terbentuk dengan baik, refleks grasping (menggenggam) sudah baik, genetalia
sudah terbentuk sempurna , pada laki- laki testis sudah turun ke skrotum dan
penis berlubang, pada perempuan: Vagina dan uretra yang berlubang, serta labia
mayora sudah menutupi labia minora, eliminasi baik, mekonium dalam 24 jam
pertama, berwarna hitam kecoklatan.
3. Penampilan
bayi baru lahir
a) Kesadaran
dan Reaksi terhadap sekeliling, perlu di kurangi rangsangan terhadap reaksi
terhadap rayuan, rangsangan sakit, atau suara keras yang mengejutkan atau suara
mainan.
b) Keaktifan,
bayi normal melakukan gerakan-gerakan yang simetris pada waktu bangun. adanya
temor pada bibir, kaki dan tangan pada waktu menangis adalah normal, tetapi
bila hal ini terjadi pada waktu tidur, kemungkinan gejala suatu kelainan yang
perlu dilakukan pemeriksaan lebih lanjut.
c) Simetris,
apakah secara keseluruhan badan seimbang; kepala: apakah terlihat simetris,
benjolan seperti tumor yang lunak dibelakang atas yang menyebabkan kepala
tampak lebih panjang ini disebabkan akibat proses kelahiran, benjolan pada
kepala tersebut hanya terdapat dibelahan kiri atau kanan saja, atau di sisi
kiri dan kanan tetapi tidak melampaui garis tengah bujur kepala, pengukuran
lingkar kepala dapat ditunda sampai kondisi benjol (Capput sucsedenaum)
dikepala hilang dan jika terjadi moulase, tunggu hingga kepala bayi kembali
pada bentuknya semula.
d) Muka
wajah: bayi tampak ekspresi;mata: perhatikan antara kesimetrisan antara mata
kanan dan mata kiri, perhatikan adanya tanda-tanda perdarahan berupa bercak
merah yang akan menghilang dalam waktu 6 minggu.
e) Mulut:
penampilannya harus simetris, mulut tidak mencucu seperti mulut ikan, tidak ada
tanda kebiruan pada mulut bayi, saliva tidak terdapat pada bayi normal, bila
terdapat secret yang berlebihan, kemungkinan ada kelainan bawaan saluran cerna.
f) Leher,
dada, abdomen: melihat adanya cedera akibat persalinan; perhatikan ada tidaknya
kelainan pada pernapasan bayi, karena bayi biasanya bayi masih ada pernapasan
perut.
g) Punggung:
adanya benjolan atau tumor atau tulang punggung dengan lekukan yang kurang
sempurna; Bahu, tangan, sendi, tungkai: perlu diperhatikan bentuk, gerakannya,
faktur (bila ekstremitas lunglai/kurang gerak), farices.
h) Kulit
dan kuku: dalam keadaan normal kulit berwarna kemerahan, kadang-kadang
didapatkan kulit yang mengelupas ringan, pengelupasan yang berlebihan harus
dipikirkan kemungkinan adanya kelainan, waspada timbulnya kulit dengan warna
yang tak rata (“cuti Marmorata”) ini dapat disebabkan karena temperature
dingin, telapak tangan, telapak kaki atau kuku yang menjadi biru, kulit menjadi
pucat dan kuning, bercak, bercak besar biru yang sering terdapat disekitar
bokong (Mongolian Spot) akan menghilang pada umur 1 (satu) sampai 5 (lima)
tahun.
i)
Kelancaran menhisap dan
pencernaan: harus diperhatikan: tinja dan kemih: diharapkan keluar dalam 24 jam
pertama. Waspada bila terjadi perut yang tiba-tiba membesar, tanpa keluarnya
tinja, disertai muntah, dan mungkin dengan kulit kebiruan, harap segera
konsultasi untuk pemeriksaan lebih lanjut, untuk kemungkinsn Hirschprung/Congenital
Megacolon.
j)
Refleks yaitu suatu
gerakan yang terjadi secara otomatis dan spontan tanpa disadari pada bayi
normal, refleks pada bayi antara lain Tonik neek refleks , yaitu gerakan
spontan otot kuduk pada bayi normal, bila ditengkurapkan akan secara spontan
memiringkan kepalanya, Rooting refleks yaitu bila jarinya menyentuh daerah
sekitar mulut bayi maka ia akan membuka mulutnya dan memiringkan kepalanya ke
arah datangnya jari , Grasping refleks yaitu bila jari kita menyentuh telapak
tangan bayi maka jari, jarinya akan langsung menggenggam sangat kuat, Moro
refleks yaitu reflek yang timbul diluar kesadaran bayi misalnya bila bayi
diangkat/direnggut secara kasar dari gendongan kemudian seolah-olah bayi
melakukan gerakan yang mengangkat tubuhnya pada orang yang mendekapnya,
Stapping refleks yaitu reflek kaki secara spontan apabila bayi diangkat tegak
dan kakinya satu persatu disentuhkan pada satu dasar maka bayi seolaholah
berjalan, Suckling refleks (menghisap) yaitu areola putting susu tertekan gusi
bayi, lidah, dan langis-langit sehingga sinus laktiferus tertekan dan
memancarkan ASI, Swallowing refleks (menelan) dimana ASI dimulut bayi mendesak
otot didaerah mulut dan faring sehingga mengaktifkan refleks menelan dan
mendorong ASI ke dalam lambung.
k) Berat
badan: sebaiknya tiap hari dipantau penurunan berat badan lebih dari 5% berat
badan waktu lahir, menunjukan kekurangan cairan.
4. Penilaian
bayi
untuk tanda-tanda kegawatan Semua
bayi baru lahir harus dinilai adanya tanda-tanda kegawatan/kelainan yang
menujukan suatu penyakit. Bayi baru lahir dinyatakan sakit apabila mempunyai
salah satu atau beberapa tanda antra lain: Sesak nafas, Frekuensi pernafasan 60
kali/menit, gerak retraksi didada, malas minum, panas atau suhu badan bayi
rendah, kurang aktif, berat lahir rendah (500- 2500gram) dengan kesulitan
minum. Tanda-tanda bayi sakit berat, apabila terdapat salah satu atau lebih
tanda seperti: sulit minum, sianosis setral (lidah biru), perut kembung, priode
apneu, kejang/priode kejang-kejang kecil, merintih, perdarahan, sangat kuning, berat
badan lahir < 1500 gram.
Sebelum menangani bayi baru lahir,
pastikan penolong persalinan telah melakukan upaya pencegahan infeksi seperti berikut:
1. Cuci
tangan sebelum dan sesudah bersentuhan dengan bayi
2. pakai
sarung tangan bersih saat menangani bayi yang belum dimandikan
3. Semua
peralatan dan perlengkapan yang akan digunakan telah di DTT atau steril. Khusus
bola karet penghisap lendir jangan diapakai untuk lebih dari satu bayi
4. Handuk,
pakaian atau kain yang akan digunakan dalam keadaan bersih. (demikian juga
dengan timbangan, pita pengukur, thermometer, stetoskop dll.
5. Dekontaminasi
dan cuci setelah digunakan.
6. Penilaian
Segera setelah lahir letakkan bayi diatas kain bersih dan kering yang disiapkan
di atas perut ibu (bila tidak memungkinkan, letakkan di dekat ibu misalnya
diantara kedua kaki ibu atau I sebelah ibu) pastikan area tersebut bersih dan
kering, keringkan bayi terutama muka dan permukaan tubuh dengan kering, hangat
dan bersih.
7. Kemudian
lakukan penilaian awal sebagai berikut:
a) apakah
menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan?;
b) apakah
bergerak dengan aktif atau lemas?; jika bayi tidak bernafas atau megap-megap
atau lemah maka segera lakukan resusitasi bayi baru lahir.
8.
Nilai APGAR
Tanda |
Nilai
0 |
Nilai 1 |
Nilai 2 |
Appearance (Warna Kulit) |
Pucat / biru seluruh
badan |
Tubuh merah, ekstremitas biru |
Seluruh tubuh kemerahan |
Pulse (Denyut Jantung) |
Tidak ada |
< 100 |
> 100 |
Grimace (Tonus Otot) |
Tidak ada |
Ekstremitas sedikit fleksi |
Gerakan aktif |
Activity (Aktifitas) |
Tidak ada |
Sedikit gerak |
Langsung menangis |
Respiration
(Pernapasan) |
Tidak ada |
Lemah/ tidak teratur |
Menangis |
5. Penanganan
Segera Bayi Baru Lahir
a. Pencegahan
Infeksi
1) Cuci
tangan dengan seksama sebelum dan setelah bersentuhan dengan bayi
2) Pakai
sarung tangan bersih pada saat menangani bayi yang belum dimandikan
3) Pastikan
semua peralatan dan bahan yang digunakan, terutama klem, gunting, penghisap
lendir DeLee dan benang tali pusat telah didesinfeksi tingkat tinggi atau
steril.
4) Pastikan
semua pakaian, handuk, selimut dan kain yang digunakan untuk bayi, sudah dalam
keadaan bersih. Demikin pula dengan timbangan, pita pengukur, termometer,
stetoskop.
b. Melakukan
penilaian
1) Apakah
bayi menangis kuat dan/atau bernafas tanpa kesulitan
2) Apakah
bayi bergerak dengan aktif atau lemas Jika bayi tidak bernapas atau bernapas
megap – megap atau lemah maka segera lakukan tindakan resusitasi bayi baru
lahir.
c. Pencegahan
Kehilangan Panas Mekanisme kehilangan panas
1) Evaporasi
Penguapan cairan ketuban pada permukaan tubuh oleh panas tubuh bayi sendiri
karena setelah lahir, tubuh bayi tidak segera dikeringkan.
2) Konduksi
Kehilangan panas tubuh melalui kontak langsung antara tubuh bayi dengan
permukaan yang dingin, co/ meja, tempat tidur, timbangan yang temperaturnya lebih
rendah dari tubuh bayi akan menyerap panas tubuh bayi bila bayi diletakkan di
atas benda – benda tersebut
3) Konveksi
Kehilangan panas tubuh terjadi saat bayi terpapar udara sekitar yang lebih
dingin, co/ ruangan yang dingin, adanya aliran udara dari kipas angin, hembusan
udara melalui ventilasi, atau pendingin ruangan.
4) Radiasi
Kehilangan panas yang terjadi karena bayi ditempatkan di dekat benda – benda
yang mempunyai suhu tubuh lebih rendah dari suhu tubuh bayi, karena benda –
benda tersebut menyerap radiasi panas tubuh bayi (walaupun tidak bersentuhan
secara langsung)
d. Mencegah
kehilangan panas
1) Keringkan
bayi dengan seksama Mengeringkan dengan cara menyeka tubuh bayi, juga merupakan
rangsangan taktil untuk membantu bayi memulai pernapasannya.
2) Selimuti
bayi dengan selimut atau kain bersih dan hangat Ganti handuk atau kain yang
telah basah oleh cairan ketuban dengan selimut atau kain yang baru (hanngat,
bersih, dan kering)
3) Selimuti
bagian kepala bayi Bagian kepala bayi memiliki luas permukaan yg relative luas
dan bayi akan dengan cepat kehilangan panas jika bagian tersebut tidak
tertutup.
4) Anjurkan
ibu untuk memeluk dan menyusui bayinya Pelukan ibu pada tubuh bayi dapat
menjaga kehangatan tubuh dan mencegah kehilangan panas. Sebaiknya pemberian ASI
harus dimulai dalam waktu satu (1) jam pertama kelahiran
5) Jangan
segera menimbang atau memandikan bayi baru lahir Karena bayi baru lahir cepat
dan mudah kehilangan panas tubuhnya, sebelum melakukan penimbangan, terlebih
dahulu selimuti bayi dengan kain atau selimut bersih dan kering. Berat badan
bayi dapat dinilai dari selisih berat bayi pada saat berpakaian/diselimuti
dikurangi dengan berat pakaian/selimut. Bayi sebaiknya dimandikan sedikitnya
enam (^) jam setelah lahir.
e. IMD
(Inisiasi Menyusu Dini)
1. Pengertian
IMD adalah kontak dengan kulit segera setelah lahir dan menyusu sendiri dalam 1
jam pertama setelah melahirkan. IMD adalah pemberian ASI (Air Susu Ibu) pada 1
jam pertama setelah melahirkan. IMD dengan cara merangkak mencari payudara (the
breast crawl). Dari hasil penelitian dalam dan luar negeri, IMD tidak hanya
mensukseskan pemberian ASI Eksklusif. Lebih dari itu terlihat hasil yang nyata
yaitu menyelamatkan nyawa bayi. Oleh karena itu menyusu di satu jam pertama
bayi baru lahir sangat berperan dalam menurunkan AKB. Faktanya dalam 1 tahun, 4
juta bayi berusia 28 hari meninggal. Jika semua bayi di dunia segera lahir
diberikan kesempatan menyuu sendiri dengn membeiarkan kontak kulit ibu ke kulit
bayi setidaknya selama 1 jam maka 1 nyawa bayi dapat diselamatkan.
2. Manfaat
IMD Kontak kulit dengan kulit segera lahir dan menyusu sendiri 1 jam pertama kehidupan
sangat penting.
a) Bagi
Bayi
1) Makanan
dengan kualitas dan kuantitas yang optimal agar kolostrum segera keluar yang
disesuaikan dengan kebutuhan bayi.
2) Memberikan
kesehatan bayi dengan kekebalan pasif yang segera kepada bayi, kolostrum adalah
imunisasi pertama bagi bayi.
3) Meningkatkan
kecerdasan
4) Membantu
bayi mengkoordinasikan hisap, telan dan nafas
5) Meningkatkan
jalinan kasih sayang ibu dan bayi
6) Mencegah
kehilangan panas
7) Merangsang
kolostrum segera keluar
b) Bagi
Ibu
1) Rangsangan
putting susu ibu, memberikan reflex pengeluaran oksitosin kelenjar hipofisis,
sehingga pelepasan plasenta akan dapat dipercepat.
2) Pemberian
ASI memepercepat involusi uterus menuju keadaan normal.
3) Rangsangan
putting susu ibu mempercepat pengeluaran ASI, karena oksitosin bekerja sama
dengan hormone prolactin
3.
Pelaksanaan Inisiasi Menyusu Dini Inisiasi Menyusus Dini yang Kurang
tepat Saat ini, umumnya praktek inisiasi menyusu dini seperti berikut :
a) Begitu lahir bayi diletakkan
diperut ibu yang sudah diatasi kain kering.
b) Bayi segera dikeringkan dengan
kain kering. Tali pusat dipotong, lalu diikat.
c) Karena takut kedinginan bayi
dibungkus (dibendong) dengan selimut bayi.
d) Dalam keadaan di bendong, bayi
diletakkan di dada ibu (terjadi kontak kulit
dengan ibu). Bayi diletakkan di dada ibu untuk
beberapa lama (10-12 menit) atau sampai tenaga kesehatan selesai menjahit
perineum.
e) Selanjutnya diangkat dan
disusukan pada ibu dengan cara memasukkan putting susu ibu ke mulut bayi.
f)
Setelah itu bayi dibawa ke kamar transisi atau kamar pemulihan (recovery
room) untuk ditimbang, diukur, dicap, diazankan oleh ayah, diberi suntikan
vitamin K, dan kadang diberi tetes mata.
4. Faktor-faktor
pendukung Inisiasi Menyusu Dini
a.
Kesiapan fisik dan psikologi ibu yang sudah dipersiapkan sejak awal kehamilan
b.
Informasi yang diperoleh ibu mengenai Inisiasi menyusu dini
c.
Tempat bersalin dan tenaga kesehatan.
5. Tatalaksana
IMD
a. Dianjurkan suami atau keluarga mendampingi
ibu saat bersalin
b. Disarankan untuk tidak atau
mengurangi penggunaan obat kimiawi saat
persalinan
c.
Biarkan ibu menentukan cara melahirkan yang diinginkan, misalnya normal,
di dalam air atau jongkok.
d. Seluruh badan dan kepala bayi di
keringkan secepatnya kecuali kedua tangan. Vernix yang menyamankan kulit bayi
sebaiknya dibiarkan
e. Bayi ditengkurapkan di dada atau
perut ibu.
f.
Bayi dibiarkan mencari putting susu ibu.
g.
Ayah didukung agar membantu ibu untuk mengenali tanda- tanda atau
perilaku bayi sebelum menyusu. Hal ini dapat berlangsung beberapa menit atau
satu jam, bahkan lebih. Dukungan ayah akan meningkatkan rasa percaya diri ibu.
h. Tunda menimbang, mengukur,
suntik Vit, K dan menetes mata bayi sampai proses menyusu awal selesai
i.
Dianjurkan kontak kulit dengan kulit pada ibu yang melahirkan dengan
tindakan, misalnya operasi SC.
C.
Bayi
Baru Lahir Dengan kelainan bawaan
1. Labioskizis
dan labiopalatoskizis
a. Labioskizis dan labiopalatoskizis Labioskizis
dan labiopalatoskizis adalah anomaly perkembangan 1 dari 1000 kelahiran.
Kelainan bawaan ini berkaitan dengan riwayat keluarga, infeksi virus pada ibu
hamil trimester I. Celah bibir dan celah langit- langit adalah suatu kelainan
bawaan yang terjadi pada bibir bagian atas serta langitlangit lunak dan langit-
langit keras mulut. Celah bibir (labioskizis) adalah suatu ketidaksempurnaan
pada penyambung bibir bagian atas, yang biasanya berlokasi tepat dibawah
hidung. Celah langit- langit (palatoskizis) adalah suatu saluran abnormal yang
melewati langitlangit mulut menuju kesaluran udara di hidung.
b. Etiologi
Celah bibir dan celah
langit- langit (labiopalatoskizis), bisa terjadi secara bersamaan maupun
sendiri- sendiri. Kelainan ini juga bisa terjadi bersamaan dengan kelainan
bawaan lainnya. Penyebabnya adalah mungkin mutasi genetic atau teratogen (zat
yang dapat menyebabkan kelainan pada janin, contohnya virus atau bahan kimia).
Selain tidak sedap dipandang, kelainan ini juga bisa menyebabkan anak mengalami
kesulutan makan, gangguan perkembangan berbicara dan infeksi teliga. Faktor
resiko untuk kelainan ini adalah riwayat celah bibir atau celah langit- langit
pada keluarga serta adanya kelaianan bawaan lainnya. Tanda dan gejala Gejala
dari labiopalatoskizis, antara lain berupa pemisahan bibir, pemisahan langit-
langit, pemisahan bibir dan langitlangit, distorsi hidung, infeksi telinga
berulang, berat badan tidak bertambah, serta regurgitasi nasal ketika menyusu
(air susu keluar dari lubang hidung). Diagnosa ditegakkan berdasarkan hasil
pemeriksaan fisik di daerah wajah. Labioskizis dapat terjadi dalam beberapa
derajat malformasi, mulai dari takik ringan pada tepi bibir dikanan/ kiri garis
tengah, hingga sumbing lengkap menjalar sampai kehidung. Terdapat variasi
lanjutan yang melibatkan sumbing palatum. Labiopalatoskizis merupakan
deformitas yang dibedakan menjadi 4 tingkatan/ derajat, yaitu derajat 1
(sumbing palatum mole), derajat 2 (sumbing palatum durum dan mole), derajat 3
(sumbing unilateral total), derajat 4 (sumbing bilateral total). Bayi yang
mengalami labiopalatoskizis sering mengalami gangguan makan dan bicara.
Regusgitasi makanan dapat menimbulkan masalah pernafasan, iritasi paru, infeksi
pernafasan kronis. Pembedahan umum sebelum anak mulai berbicara, pembedahan
ulang pada usia 15 bulan.
c. Penanganan
dan pengobatan
Pengobatan melibatkan beberapa disiplin ilmu, yaitu
bedah plastic, ortodonis, terapi wicara dan lainnya. Tujuan pengobatan
labioskizis, antara lain memulihkan struktur anatomi, mengoreksi cacat dan
memungkinkan fungsi menelan, bernafas dan berbicara secara normal. Pembedahan
untuk menutup celah bibir biasanya dilakukan pada saat bayi berusia 3- 6 bulan.
2. Atresia
Oesophagus
a. Atresia
esophagus adalah gangguan kontinuitas esophagus dengan atau tanpa hubungan
dengan trachea atau esophagus (kerongkongan) yang tidak terbentuk secara
sempurna. Variasi dari atresia esophagus ini antara lain bagian atas esophagus
berakhir pada kantong buntu, bagian atas esophagus berakhir dalam trachea,
serta bagian atas dan bawah esophagus berhubungan dengan trakhea setinggi
karina (atresia esophagus dengan fistula). Kebanyakan bayi yang menderita
atresia esophagus juga memiliki fistula trakeaesofagus (suatu hubungan abnormal
antara kerongkongan dan trakea/ pipa udara).
b. Etiologi
Sebagian besar penyebabnya tidak diketahui dan
kemungkinan terjadi secara multifactor. Faktor genetic yaitu syndrome trisomi
21, 13, dan 18 kemungkinan dapat meningkatkan kejadian atresia esophagus.
Faktor lain secara sporadic dan rekurens pada saudara kandung (2%). Gejala
Gejala atresia esophagus dapat dideteksi sejak masa prenatal, yaitu adanya
gelembung perut (bubble stomach) pada USG kehamilan 18 minggu serta kejadian
polihidramnion. Gejala yang terlihat pada jam- jam pertama kehidupan dan
didiagnosis sebelum makanan pertama diberikan antara lain, hypersaliva dan
saliva selalu mengalir dalam bentuk buih, setiap pemberian makan, bayi batuk
dan ada sumbatan, sesak nafas dan sianosis, sukar member makan dan cenderung
terjadi aspirasi pneumoni (2-3 hari setelah pemberian), pneumonitis akibat
refluks cairan lambung melalui kantong bagian bawah, perut buncit karena udara
masuk usus melalui fistula trakeaesofagus, bila dimasukkan kateter melalui
mulut, kateter akan terbentur pada ujung esophagus dan melingkar- lingkar.
Pemeriksaan diagnostic dapat pula dilakukan untuk menegakan diagnosis, dengan
cara memasukan cateter radiopag/ larutan kontras lipiodol lewat hidung ke
esophagus.
c. Penanganan dan pengobatan
1) Posisikan
bayi setengah duduk apabila atresia esophagus disertai fistula. Namun apabila
stresia tanpa disertai fistula bayi diposisikan dengan kepala lebih rendah
(trendelenburg) dan seringlah mengubah- ubah posisi
2) Segera
lakukan pemasangan kateter kedalam esophagus dan bila memungkinkan lakukan
penghisapan terusmenerus
3) Berikan
perawatan seperti bayi normal lainnya, seperti pencegahan hipotermi, pemberian
nutrisi adekuat secara parenteral dll
4) Rangsang
bayi untuk menangis dan diberikan oksigen
5) Lakukan
informed consent dan informed choice kepada keluarga untuk melakukan rujukan
pada pelayanan kesehatan lebih tinggi.
6) Pembedahan
pada kasus atresia esophagus berupa torakotomi kanan, yang bertujuan untuk
memisahkan fistula tracheaesophagus, menutup trakea dan menyatukan dua segmen
esophagus. Pembedahan ditunda apabila bayi dengan BBLR, pneumonia dan anomaly
mayor lain. Penundaan dilakukan sampai usia bayi 6 bulan- 1 tahun. Prognosis
bayi yang mengalami atresia esophagus tergantung kondisi bayi baru lahir,
beratnya disfungsi pulmonal dan adanya kelainan kongengital lain.
3. Atresia
rekti dan anus
a. Atresia
anus (anus imperforatus)
adalah suatu keadaan dimana lubang anus tidak
terbentuk. Kebanyakan bayi yang menderita atresia anus juga memiliki fistula
(hubungan abnormal) antara anus dengan uretra, perineum maupun kandung kemih.
Atresia anus adalah kelainan tanpa anus/ dengan anus tidak sempurna akibat
kegagalan penurunan septum anorektal pada masa embrional, termasuk agenesis ani
agenesis rekti da atresia ani.
b. Etiologi
Atresia anus adalah suatu kelainan
bawaan. Keadaan ini terjadi akibat ketidaksempurnaan proses pemisahan septum
anorektal. Insiden dari atresia anus ini adalah 1: 5000 kelahiran, serta
merupakan penyakit tersering dari syndrome VACTERL, yaitu kumpulan dari
beberapa kelainan meliputi vertebral defect, anorectal malformation,
cardiovascular defect, trakeaesofagel defect, renal anomaly, serta limbs
defect. Klasifikasi Menurut Melbourne, atresia anus dibedakan menjadi tiga,
yaitu atresia anus letak tinggi, yaitu rectum berakhir di atas m. levator ani
(m. pubokoksigeus); atresia anus letak intermediet, yaitu rectum berakhir di m.
levator ani; serta atresia anus letak rendah, yaitu rectum berakhir di bawah m.
levator ani.
b. Gejala
1)
Selama 24- 48 jam
pertama kelahiran, bayi menglami muntah- muntah dan tidak ada defekasi
mekonium. Bayi cepat kembung 4- 8 jam setelah lahir
2)
Perut kembung baru
kemudian disususl muntah
3)
Tampak gambaran gerak
usus dan bising usus meningkat (hyperperistaltik) pada auskultasi
4)
Tidak ada lubang anus
5)
Invertogram dilakukan
setelah bayi berusia 12 jam untuk menentukan tingginya atresia.
6)
Terkadang tampak ileus
obstruktif
7)
Dapat terjadi fistula,
bila terjadi fistula tinja keluar dari vagina atau uretra. Pada bayi perempuan
sering terjadi fistula rektovaginal, dan pada laki- laki sering terjadi fistula
rektourinal. Untuk mengetahui kelainan pada bayi baru lahir dengan tidak
keluarnya mekoneum dalam 24 jam sesudah lahir. Diagnosis Pemeriksaan penunjang
dilakukan dengan pemeriksaan radiologis.
4. Hirschprung (megakolon
kongengital)
a. Hirschprung (megakolon
kongengital)
Merupakan keadaan tidak ada
atau kecilnya sel saraf ganglion parasimpatik pada fleksus meinterikus dari kolon ditalis
sehingga peristaltic pada daerah yang terkena tidak ada. Bagian yang terkena
biaanya kecil dan diatasnya mengalami hipertropi dan dilatasi, Ulserasi mukosa
pada nenatus dapat ditemukan, Menimbulkan distensi dan obstruksi abdomen.
b. Patofisiologis
Terjadi karena permasalahan pada
persyarafan usus besar paling bawah, mulai dari anus hingga usus diatasnya.
Syaraf yang berguna untuk membuat usus bergerak melebar menyempit biasanya
tidak ada sama sekali atau kalaupun asa sedikit sekali. Kelaianan ini akan
menbuat BAB bayi tidak normal, bahkan cenderun sembelit terus- menerus. Hal ini
karena tidak adanya syarafyang mendorong kotoran keluar dari anus. Kotoran akan
menumpuk di bagian bawah, sehingga menyebabkan pembesarn pada ususdan juga
kotoran menjadi keras sehingga bayi tidak dapat BAB. Biasanya bayi akan bisa
BAB karena adanya tekanan dari makanan setelah daya tamping diusus penuh.
Keadaan ini tidak baik bagi usus si bayi. Penumpukan kotoran yang berminggu-
minggu mungkin akan menimbulkan pembusukan yang lama kelamaann menyebabkan
adanya radang usus bahkan mungkin kanker usus. Kadang- kadang karena parahnya
radang usus tanpa disadari bayi akan mengeluarkan cairan dari lubang anus dang
sangat berbau. Kotoran penderita ini biasanya berwarna gelap bahkan hitam.
Biasanya apabila usus besar sudah terlalu besar, maka kotorannya pun akan besar
sekali, mungkin melebihi orang dewasa.
b. Klasifikasi
Berdasarkan panjang segmen yang
terkena:
1)
Penyakit hirschprung
segmen pendek : Segmen aganglionsis mulai dari anus s/d sigmoid.
2)
Penyakit hirschprung
segmen panjang : Daerah aganglionsis dapat melebihi sigmoid ke seluruh kolon ke
usus halus.
c. Tanda dan gejala
1) Tidak
ada mekonium sampai 3 hari
2) Abdoment
kembung dan terlihat besar
3) Adanya
peristaltic dan bising usus yang nyata
4) Obstruksi
berlanjut terdapat muntah yang bersemu empedu
5) Diare
berganti- ganti dengan konstipasi (tidak umum)
6) Flatusnya
sangat berbau busuk
7) Komplikasi
enterokolitis anak menyebabkan feses besar mengandung darah dan sangat berbau.
d. Diagnosis
1) Dilakukan
pemeriksaan barium enema melalui anus. Pemeriksaanin akan memperlihatkan sejauh
mana penyempitan usus terjadi dan seberapa panjang kerusakan usus yang terjadi.
2) Untuk
mengetahui gejala awal hirscprung dengan colok anus dengan jari, jika jari
merasakan jepitan dan pada waktu ditarik akan diikuti keluarnya udara dan
mekoneum yang menyemprot.
3) Melakukan
pemeriksaan radiologi (foto polos abdomen)
4) Biopsi
isap mukosa dan submukosa
5) Pemeriksaan
enzim asetilkolin esterase
6) Biopsi
otot rectal
7) Biopsi
usus
e. Manifestasi klinik Pada BBL (minggu
pertama kelahiran)
1) Mekonium
(-) pada 24 jam pertama
2) Muntah
berwarna hijau
3) Distensi
abnormal
4) Konstipasi
5) Diare
6) Anoreksia
Pada anak yang lebih besar
7) Ada
riwayat obstipasi
8) Distensi
abdomen yang progresif
9) Dinding
abdomen yang tipis sehingga vena permukaan terlihat
10) Peristaltic
bisa diamati
11) Konstipasi
12) Feses
seperti pita atau cairan
13) Anak
gagal untuk tumbuh karena kehilangan lemak subkutan seperti anak malnutrisi
f. Penatalaksanaan
Bagian usus yang tidak ada
persyarafan harus dibuang lewat pembedahan atau operasi, pembedahan kasus ini
dilakukan 2 kali. Pertama usus yang tidak ada persyarafan dibuang. Kedua, jika
usus dapat ditarik kebawah, langsung disambung ke dalam anus. Kalau belum bisa
ditarik, maka dilakukan operasi kolostomi. Bila ususnya sudah cukup panjang
dapat dioperasi kembali untuk diturunkan dan disambung langsung ke anus. Namun
terkadang proses ini cukup memakan waktu lebih dari 3 bulan, bahkan mungkin
hingga 6- 12 bulan. Setelah dioperasi biasanya BAB bayi akan normal, kecuali
pada kasus yang parah seperti perforasi. ·
Asuhan pada bayi preoperasi adalah tindakan kolostomi dengan aau tanpa
pembilasan garam fisiologis, konseling pada orang tua (psikososial family
status), perbaikan keadaan umum, pencegahan obstipasi dengan cara spuling
setiap hari, pemberian diit TKTP, serta pencegahan infeksi.
5. Obstruksi dan atresia Biliaris
a. Obstruksi biliaris
Adalah tersumbatnya saluran empedu sehingga cairan
empedu tidak dapat mengalir kedalam usus dan akhirnya dikeluarkan dalam feses
sebagai sterkobilin. Etiologi Etiologi dari obstruksi biliaris adalah saluran
empedu belum terbentuk sempurna, sehingga tersumbat pada saat amnion tertelan
masuk.
b. Gejala
1) Ikerus
pada akhir minggu pertama
2) Feses
putih agak keabu- abuan dan liat seperti dempul
3) Warna
urin lebih tua karena mengandung urbilinogen.
c. Pemeriksaan
diagnostik
Dengan pemeriksaan radiologic dan kadar bilirubin
darah Penatalaksanaan Penanganan pada kasus obstruksi biliaris adalah operasi.
Asuhan pada bayi sebelum menjalani opeasi adalah perbaikan keadaan umum,
menghindari infeksi, memberikn konseling pada orang tua, serta informed consent
dan informed choice untuk tindakan operasi.
6. Atresia biliaris
a. Atresia biliaris
Adalah suatu keadaan dimana saluran empedu tidak
terbentuk atau tidak berkembang secara normal. Fungsi dari system empedu adalah
membuang limbah metabolic dari hati dan mengangkut garam empedu yang diperlukan
untuk mencerna lemak didalam usus halus.
b. Etiologi
Pada atresia bilier terjadi penyumbatan aliran
empedu dari hati ke kantung empedu. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan hati
dan sirosis hati, yang jika tidak diobati akan berakibat fatal. Atresia bilier
terjadi karena adanya perkembangan abnormal dari saluran empedu di dalam maupun
diluar hati. Tetapi penyebab terjadinya gangguan perkembangan saluran empedu
ini tidak diketahui. Atresia bilier ditemukan pada 1 dari 15000 kelahiran.
b. Gejala
Timbul dalam waktu 2 minggu setelah lahir berupa air
kemih bewarna gelap, tinja bewarna pucat, kulit bewarna kuning, berat badan
idak bertambah atau penambahan berat badan berlangsung lambat, hati membesar.
Pada usia 2- 3 bulan akan timbul gejala gangguan pertumbuhan, gatal- gatal,
rewel, tekanan darah tinggi pada vena porta (pembuluh darah yang mengangkut
darah dari lambung, usus dan limpa ke hati)
c. Diagnosa
Ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan
fisik. Pada pemeriksaan perut, hati teraba membesar. Pemeriksaan yang biasa
dilakukan adalah pemeriksaan darah (terdapat peningkatan kadar bilirubin), USG
perut, rontegen perut (hati tampak membesar), kolangiogram, biopsy hati, sera
laparotomi (biasanya dilakukan sebelum bayi 2 bulan)
d.
Penatalaksanaan
Prosedur pengobatan atresia bilier yang terbaik
adalah mengganti saluran empedu dan mengalirkan cairan empedu ke usus. Prosedur
ini hanya mungkin dilakukan pada 5- 10 % penderita. Untuk melompati atresia
bilier dan langsung menghubungkan hati dan usus halus, dilakukan pembedahan
yang disebut prosedur kasai. Pembedahan akan berhasil jika dilakukan sebelum
bayi berusia 8 minggu. Biasanya pembedahan ini hanya merupakan pengobatan
sementara dan pada akhirnya perlu dilakukan pencangkokan hati.
7.
Omfalokel
a. Omfalokel
Adalah penonjolan dari usus atau isi perut lainnya
melalui akar pusar yang hanya dilapisi oleh peritoneum (selaput perut) dan
tidak dilapisi oleh kulit. Usus terlihat dari luar melalui selaput peritoneum
yang tipis dan transparan (tembus pandang). Omfalokel terjadi 1 dari 5000
kelahiran bayi.
b. Etiologi
Pada 20- 40 % bayi yang menderita omfalokel,
kelainan ini disertai oleh kelainan bawaan lainnya, seperti kelainan kromosom,
hernia diagfrahmatika, dan kelainan jantung. Gejala Banyaknya usus dan organ perut
lainnya yang menonjol pada omfalokel bervariasi, tergantung kepada besarnya
lubang di pusar. Jika lubangnya kecil, mungkin hanya usus yang menonjol. Jika
lubangnya besar, hati juga bisa menonjol melalui lubang tersebut.
c. Diagnosis
Omfalokel ditegakkan berdasarkan hasil pemeriksaan
fisik, dimana isi perut terlihat dari luar melalui selaput peritoneum.
Pengobatan Agar tidak terjadi cedera pada usus dan infeksi perut, segera
dilakukan pembedahan untuk menutup omfalokel.
D. Neonatus
Dengan penyulit resiko tinggi
1. (BBLR) Bayi berat badan lahir rendah
(BBLR) merupakan salah satu komplikasi pada bayi
yang bila tidak ditangani secara benar dapat menyebabkan kematian. Penyebab
dari bayi yang lahir dengan berat badan rendah hingga saat ini belum diketahui
namun dari banyak kasus penyakit ibu, aktivitas ibu, dan status soaial ibu
termasuk komplikasi pada saat hamil berhubungan dengan kejadian BBLR. Berat
badan lahir rendah adalah Bayi baru lahir dengan berat badan lahir kurang dari
2500 gram. Menurut beratnya dibedakan menjadi : - Bayi berat lahir rendah
(BBLR) berat lahir 1500 - 2500 gram - Bayi berat lahir sangat rendah (BBLSR)
berat lahir 1000 - 1500 gram - Bayi berat lahir ekstrem rendah (BBLER) berat
lahir < 1000 gram. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) dapat dikelompokkan
menjadi 2 yaitu yang pertama Bayi Prematur (SMK), dalam hal ini terdapat
derajat prematuritas, menurut Usher digolongkan menjadi 3 kelompok : Bayi
sangat prematur (extremely premature): 24-30 minggu, Bayi prematur sedang
(moderately premature) 31-36 minggu, Bordeline premature : 37-38 minggu. Bayi
ini mempunyai sifat premature dan yang kedua mature, Bayi Kecil untuk Masa
Kehamilan (KMK).
2. Ikterus
a. Ikterus
adalah menguningnya sklera, kulit atau jaringan lain
akibat penimbunan bilirubin dalam tubuh atau akumulasi bilirubin dalam darah
lebih dari 5 mg/dl dalam 24 jam, yang menandakan terjadinya gangguan fungsional
dari hepar, sistem biliary atau sistem haematologi. Ikterus dapat terjadi baik
karena peningkatan bilirubin indirek (unconjugated) dan direk (conjugated).
Ikterus fisiologis. Dalam keadaan normal kadar bilirubin indirek dalam serum
tali pusat adalah 1-3 mg/dl dan akan meningkat dengan kecepatan kurang 5
mg/dl/24 jam, dengan demikian ikterus baru terlihat pada hari ke 2-3, biasanya
mencapai puncak antara hari ke 2-4, dengan kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya
menurun sampai kadar 5-6 mg/dl untuk selanjutnya menurun sampai kadarnya lebih
rendah dari 2 mg/dl antara hari ke 5-7 kehidupan. Hiperbilirubin patologis.
Makna hiperbilirubinemia terletak pada insiden kernikterus yang tinggi,
berhubungan dengan kadar bilirubin bebas yang lebih dari 18-20 mg/dl pada bayi
aterm. Pada bayi dengan berat badan lahir rendah akan memperlihatkan
kernikterus pada kadar yang lebih rendah (10-15mg/dl).
3. Perdarahan tali pusat
Perdarahan tali pusat dapat disebabkan oleh trauma,
ikatan tali pusat yang longgar, atau kejanggalan pembentukan thrombus yang
normal. Kemungkinan lain sebab perdarahan adalah penyakit perdarahan pada
neonatus dan infeksi lokal maupun sistemik. Tali pusat harus diawasi terus
menerus pada hari-hari pertama agar perdarahan yang terjadi dapat di
tanggulangi secepatnya. Perdarahan tali pusat dapat disebabkan oleh robekan
umbilikus. Komplikasi persalinan ini masih dijumpai akibat masih terjadinya
partus presipitatus dan tarikan berlebih pada lilitan atau pendeknya tali pusat
pada partus normal.
4. Asfiksia Neonatorum
Asfiksia atau mati lemas Adalah suatu keadaan berupa
berkurangnya kadar oksigen (O2) dan berlebihnya kadar karbon dioksida (CO2)
secara bersamaan dalam darah dan jaringan tubuh akibat gangguan pertukaran
antara oksigen (udara) dalam alveoli paru-paru dengan karbon dioksida dalam darah
kapiler paru-paru. Kekurangan oksigen disebut hipoksia dan kelebihan karbon
dioksida disebut hiperkapnia. Asfiksia berarti hipoksia yang progresif karena
gangguan pertukaran gas serta transport O2 dari ibu ke janin sehingga terdapat
gangguan dalam persediaan O2 dan kesulitan mengeluarkan CO2, saat janin di
uterus hipoksia. . Apgar skor yang rendah sebagai manifestasi hipoksia berat
pada bayi saat lahir akan memperlihatkan angka kematian yang tinggi. Asfiksia
neonatorum adalah keadaan dimana bayi tidak dapat bernafas secara spontan dan
teratur setelah lahir. ( Sarwono, 2007) Asfiksia neonartum ialah suatu keadaan
dimana bayi tidak dapat segera bernafas secara spontan dan teratur setelah
lahir. Hal ini oleh karena hipoksia janin intra uterin dan hipoksia ini
berhubungan dengan faktor-faktor yang timbul di dalam kehamilan, persalinan
atau segera setelah lahir.
5. Sindrom Gangguan Nafas Sindrome gawat
nafas / respiratory distress Syindrome (RDS)
adalah Suatu penyakit paru-paru pada bayi baru lahir
, terutama pada bayi premature, dimana suatu membran yang tersusun atas protein
dan sel-sel mati melapisi alveoli (kantung udara tipis dalam paru-paru)
sehingga membuat kesulitan untuk terjadinya pertukaran gas. Respiratory
Distress Syndrome (RDS) disebut Hyaline Membrane Disease (HMD), merupakan
syndrome gawat nafas yang disebabkan defisiensi surfaktan terutama pada bayi
yang lahir dengan masa gestasi kurang. Respiratory Distress Syndrome (RDS),
didapatkan sekitar 5-10% kurang bulan, 50% pada bayi dengan berat 501- 1500
gram. Angka kejadian berhubungan dengan umur gestasi dan berat badan.
E.
Masalah
Yang Lazim Terjadi
1. Bercak mongol
a. Definisi
Bercak mongol adalah pigmentasi yang datar dan
berwarna gelap di daerah pinggang bawah dan bokong yang ditemukan saat lahir
pada beberapa bayi. Bercak ini akan hilang secara perlahan selama tahun pertama
dan tahun kedua kehidupan. Bercak mongol juga dikenal sebagai lesi makula biru/
hitam/ cokelat/ abu-abu tua yang memiliki batasan beragam.
b. Etiologi
Terletak dalam didalam dermis. Corak aneh ini dari
makula disebabkan oleh lokasi dermal melanin berisi melanosit yang diperkirakan
terperangkap saat migrasinya dari celah neural ke epidermis Secara fisiologis
bercak mongol terdiri dari sel-sel pigmen berbentuk kumparan Bercak mongol bisa
dibilang adalah tanda lahir, kemunculan tanda lahir disebabkan ada hal-hal
tertentu yang terjadi dalam proses jalan lahir semisal trauma lahir atau
terjadi pembuluh darah melebar. secara etiologi ada yang bilang terkait dengan
faktor keturunan tetapi tidak setiap anak punya bercak mongol. Jika terjadi
pada saat dewasa itu bukan bercak mongol.
c.Tanda dan gejala
1) Bercak
mongol ini berwarna biru atau abu-abu seperti batu tulis. Mirip tanda lebam.
2) Bercak
dapat muncul dibagian bokong, bawah bokong, genitalia, punggung, tungkai ataupun
pundak dan dapat meluas bercaknya itu.
3) Bercak
mongol dapat memudar dengan berjalannya waktu.
4) Bercak
ini rata-rata agak samar sedikit sedikit setelah menginjak usia 2 tahun dan
sebagian besar sudah hilang sama sekali diusia kelima, kadang juga ada yang
sampai puber.
5) Hanya
kurang dari 5% anak yang tanda lahirnya bertahan sampai usia dewasa.
d. Komplikasi
Berbahaya atau tidaknya bercak mongol harus dilihat
dulu dari perkembangan tanda lahir ini misalnya ada tanda kemerahan. Bila
karena jalan lahir, biasanya sehari juga akan hilang tetapi kalau setelah
seminggu masih tetap ada maka harus dipantau lagi perkembangannya. “umumnya
tanda lahir ini tidak membahayakan” juga tidak ada kaitannya dengan penyakit
kulit jikapun ada yang bisa menjadi kanker biasanya berupa tahi lalat yang
membesar tapi untuk menentukan kanker tidaknya harus dilakukan biopsi lebih dulu.
2. Hemangioma
a.
Definisi
tumor jinak pembuluh darah yang ditandai dengan
pertumbuhan pembuluh darah yang cepat.tumor ini dapat terjadi di seluruh bagian
tubuh yang mempunyai pembuluh darah. Hemangioma Hemangioma (tanda lahir)
umumnya tidak membahayakan dan tidak ada kaitannya dengan penyakit kulit. Namun
tidak menutup kemungkinan dapat menjadi kanker sehingga perlu dilakukan biopsi
untuk menentukan apakah hemangioma mengarah pada neoplasma jinak atau tidak.
Tanda lahir dapat muncul dalam berbagai bentuk, warna, dan tekstur.
Ada dua tipe hemangioma kutan pada kelopak mata atas
neonatus
1) Hemangioma
telangiektaksi datar atau tipis (flat telangietatic hemangiomas) atau port wine
sains of neves flameus
2) Angioma
yang menonjol (raised angiomas) yang berupa kapiler, kaverna, atau campuran.
Terapi hemangioma , Umumnya hemangioma akan sembuh spontan, akan menghilang
sendiri, tidak menimbulkan gangguan dan tidak perlu pengobatan.
b. Pengobatan
yang dapat dilakukan adalah bedah laser terutama
untuk hemangioma yang letak nya dengan permukaan kulit, kortikosteroid sistemik
bila mengganggu alat vital, interferon alfa bila kotikosteroid tidak berhasil,
bedah beku dengan nitrogen cair atau bedah eksisi, Bedah laser yaitu untuk
mengurangi pendarahan mengingat jika dilakukan operasi akan menimbulkan
pendarahan, maka jika dilakukan operasi maka sebelumnya dilakukan embolisi, Obat-obat
steroid oral bisa menjadi pilihan dengan dosis diturunkan bertahap, atau menyuntikan
steroid intralesi yang harus dilakukan berhati-hati pada organ-organ sensitive
seperti sekitar mata. Terapi yang tergolong baru adalah dengan interferon
alfa-2-a atau pulsed dye laser. Apabila terdapat protosis atau fiksasi bola
mata yang berat tumor tampak membesar, maka dapat dicoba dengan pemberian
prednisone 2-3 mg/kg BB/hari selama 10-14 hari. Bila hemangioma tampak menipis
atau menghilang, dosis prednisone diturunkan secara bertahap sampai dosis
serendahrendahnya.
c. Komplikasi utama adalah:
1) Trombositopenia
: yang diakibatkan oleh terperangkapnya trombosit didalam lesi (sindrom
kasabach- merritt)
2) Obstruksi
jalan nafas ( hemangioma kepala dan leher sering berkaitan dengan hemangioma sublotis)
3) Obstruksi
visual (dengan akibat ambliovia)
4) Dekompensasi
jantung (gagal jantung out put tinggi) pada keadaan ini pengobatan terpilih
adalah prednisone.
3. Ikterus
a. Ikterus adalah diskolorisasi kuning kulit atau
organ lain akibat penumpukan bilirubin. Pada sebagian besar neonatus, ikterus
akan ditemukan dalam minggu pertama kehidupannya, dapat berupa suatu gejala
fisiologis dan dapat merupakan manifestasi bukan penyakit atau keadaan
patologis. misalnya, pada inkompatibilitas Rhesus dan ABO, sepsis, penyumbatan
saluran empedu, dan sebagainya. Ikterus pada bayi baru lahir timbul jika kadar
bilirubin serum ≥7 mg/dl. Jenis ikterus:
1) Ikterus
fisiologis, adalah warna kuning pada kulit dan mata karena peningkatan
bilirubin darah yang terjadi setelah usia 24 jam kelahiran. Ditandai dengan
timbulnya pada hari kedua dan ketiga, kadar bilirubin indirek sesudah 2×24 jam <15
mg% pada neonatus cukup bulan dan <10
mg% pada neonatus kurang bulan, serta tidak mempunyai dasar patologis.
2) Ikterus
patologis, ialah ikterus yang mempunyai dasar patologis. Kadar bilirubinnya mencapai
nilai hiperbilirubinemia.
b. Tindakan
pencegahan
1) Cari
sebab-sebabnya. Jika terjadi karena patologis, harus diteliti oleh dokter lebih
lanjut.
2) Ibu
dianjurkan menyusui ASI sedini mungkin
3) Perhatikan
dan tandai kapan munculnya kuning, Jika sudah menjumpai hal-hal mencurigakan
seperti ini, "Segera bawa ke dokter"!
4) Jangan
memberi sembarang obat-obatan pada bayi.
5) Hindarkan
bayi dari infeksi.
6) Jangan
biarkan bayi "puasa" terlalu lama. Berikan cairan tiap3- 4jam.
4. Muntah
a. definisi
Muntah adalah keluarnya
kembali sebagian besar atau seluruh isi lambung yang terjadi setelah agak lama
makanan masuk ke dalam lambung.
b.
Etiologi
1) Isi
lambung terlalu penuh
2) Adanya
infeksi pada saluran pencernaan
3) Adanya
kelainan pada saluran pencernaan
4) Tekanan
intrakranial yang meninggi. Penggolan menurut derajatnya Muntah ringan Muntah
sedang Muntah berat.
c.
Pengobatan
1) Pertolongan
pada bayi muntah ringan dan sedang.
a) Mengobati
penyebab utamanya
b) Posisi tidur
bayi/ anak sebaiknya miring jangan terlentang supaya bila muntah tidak terjadi
aspirasi.
c) kurangi
pemberian makanan berbentuk cair.
2) Pertolongan
pada bayi muntah berat
a) Obati
penyebab utamanya
b) Bayi/ anak
dipuasakan, berikan IVFD, glukosa, NaCl, 3A Pertolongan pada bayi muntah karena
kelainan bedah
c) Mengobati
penyebab utamanya
d) Bayi/ anak
dipuasakan - Berikan IVFD, glukosa, NaCL, dan BicNat - Di rujuk ke RS..
d. Askeb pada anak yang muntah
1) Anamnesis
tentang waktu terjadinya muntah, sifat muntah (misalnya proyektil atau tidak),
warna, dan bahan yang keluar.
2) Pola makan
anak, makanan yang di makan, serta adanya alergi susu atau makanan tertentu.
3) Riwayat
penyakit dan kemungkinan penyakit yang menyertainya, seperti obstruksi usus
halus, stenosis pilorus, atau gangguan lainnya.
4) Bayi
dengan tanda tanda dehidrasi bila muntahnya menghebat.
5) Hubungan
anak dengan orang tua. Pada kondisi tertentu, faktor psikologis bisa merupakan
faktor pencetus muntah.
6) Pemeriksaan
penunjang. Apabila muntah terjadi terus menerus, maka di perlukan pemeriksaan
USG abdomen dan radiologis. Hal tersebut di maksudkan untuk memastikan letak
gangguan / kelainan.
e.
Komplikasi
1) Kehilangan
cairan tubuh dan elektrolit, sehingga dapat menimbulkan dehidrasi dan
alkalosis.
2)
Bila muntah sering dan hebat, akan timbul ketegangan otot dinding perut,
3) Perdarahan
konjungtiva, rupture esofagus, infeksi medialis, aspirasi muntah dengan akibat
aspirasi pneumonia dan atelektasis, jahitan dapat lepas pada pasien pasca
oprasi dan timbul perdarahan.
5. Gumoh
a. definisi
Keluarnya
kembali susu yang telah ditelan ketika atau beberapa saat setelah minum susu
dan jumlahnya hanya sedikit. Penyebabnya adalah bayi sudah kenyang, posisi bayi
saat menyusui, posisi botol, atau terburu-buru/tergesa-gesa.
b.
Perencanaan
1) Perbaiki
teknik menyusui. Cara menyusui yang benar adalah mulut bayi menempel pada
sebagian areoladan dagu menempel pada payudara ibu.
2) Apabila
menggunakan botol, perbaiki cara meminumnya. Posisi botol dan dot harus masuk
seluruhnya kedalam mulut bayi.
3) Sendawakan
bayi setelah minum. Bayi yang selesai minum jangan langsung di tidurkan, tetapi
perlu disendawakan terlebih dahulu. Sendawa dapat dilakukan dengan cara sebagai
berikut:
a. Bayi
di gendong agak tinggi (posisi berdiri) dengan bersandar pundak ibu. Kemudian,
punggung bayi di tepuk perlahan lahan sampai terdengar suara sendawa.
b. Menelungkupkan
bayi dipangkuan ibu, lalu usap / tepuk punggung bayi sampai terdengar suara
bersendawa.
6. Oral
trush
a. Definisi
Penyakit yang
disebabkan oleh jamur yang menyerang selaput lendir mulut. Oral trush adalah
adanya bercak putih pada lidah, langit-langit, dan pipi bagian dalam. Pada
umumnya disebabkan oleh Candida albicans.
b. Macam-macam
Oral trush
1)
Luka pada sudut mulut (keilitis angularis)
2)
Lidah putih (White Coeted Tongue)
3)
Guam (Thrush)
c. Bahaya
1) Iritasi pada mulut bayi
2) Gangguan Penghisapan untuk bayi
pada saat diberi ASI
3) Timbul mual pada bayi sehingga akan mengakibatkan
gumoh pada bayi
d. Penularan
Oral Thrush
1) dapat terjadi
akibat Koloni candida albicans yang di bawa bayi ketika melalui jalan lahir
2) Didapat di tempat perawatan, misalnya :
ditularkan melalui dot, tangan para petugas yang mengandung candida albicans.
Penyakit merupakan endemis di tempat perawatan bayi baru lahir.
e. Keluhan
Keluhan yang
biasa dialami ketika bayi menderita sariawan atau oral thrush adalah sering
mengeluarkan air liur serta rasa sakit dalam mulut yang menyebabkan bayi tidak
mau menghisap putting susu karena rasa sakitnya.
f. Penanganan
1) Lakukan
pemeriksaan untuk membedakan antara Trush dan bercak putih karena sisa susu
2)
Perawatan mulut bayi
3)
Menjaga kebersihan bayi dan peralatan yang digunakan
4)
Mencuci tangan sebelum dan sesudah merawat bayi
5)
Mengobati ibu yang terinfeksi Candida Alibicans, peringatan Jangan
mencoba mengeruk bagian putih di lidah dan mulut bayi karena dapat menimbulkan
nyeri dan perdarahan
7. Ruam
popok ( diaper rush )
a. Ruam popok (diaper rush) merupakan akibat karena
kontak terusmenerus dengan keadaan lingkungan yang tidak baik. Warna merah
menyeluruh atau ruam atau keduanya pada bokong bayi dari feses. Ruam ini
merupakan reaksi kulit dari amoniak dalam urine dan kombinasi bakteri dengan
benda-benda sekitar anus. (Wahyuni, 2011).
b. Gejala ruam popok ( diaper rush )
1) Pada tahap dini, ruam tersebut berupa kemerahan
di kulit pada daerah popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan
atau luka pada kulit.
2)
Pada derajat sedang berupa kemerahan dengan atau tanpa adanya
bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan lecet-lecet pada
permukaan luas. Biasanya disertai rasa nyeri dan tidak nyaman.
3)
Pada kondisi yang parah ditemukan kemerahan yang disertai bintil-bintil,
bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas. l
Bayi atau anak dengan kelainan itu dapat menjadi rewel akibat adanya rasa
nyeri, terutama pada waktu buang air kecil atau besar.
c. Etiologi
1) Pada tahap dini, ruam tersebut berupa kemerahan
di kulit pada daerah popok yang sifatnya terbatas disertai lecet-lecet ringan
atau luka pada kulit.
2) Pada derajat sedang berupa kemerahan dengan atau
tanpa adanya bintil-bintil yang tersusun seperti satelit, disertai dengan
lecet-lecet pada permukaan luas. Biasanya disertai rasa nyeri dan tidak nyaman.
3) Pada kondisi yang parah ditemukan kemerahan yang
disertai bintil-bintil, bernanah dan meliputi daerah kulit yang luas.
4) Bayi atau anak dengan kelainan itu dapat menjadi
rewel akibat adanya rasa nyeri, terutama pada waktu buang air kecil atau besar.
5) Kulit bayi terpapar cukup lama dengan urin atau
kotoran yang mengandung bahan amonia.
6) Kulitnya terpapar dengan bahan kimia, sabun atau
deterjen yang ada dalam diaper. Diaper yang terbuat dari bahan plastik atau
karet dapat menyebabkan iritasi pada kulit bayi.
7) Diare.
8) Infeksi jamur.
9) Susu formula memungkinkan bayi mengalami ruam
popok lebih besar ketimbang ASI. Ini karena komposisi bahan kimia yang ada di
urin atau kotorannya beda.
10) Punya riwayat alergi.
d.
Pencegahan
1) Bila menggunakan popok kain, sebaiknya dari
bahan katun yang lembut.
2) Jangan terlalu ketat memakakan diaper, agar
kulit bayi tidak tergesek.
3) Perhatikan
daya tampung diaper. Bila sudah menggelembung atau menggantung, segera ganti dengan yang baru.
4) Hindari
pemakaian diaper yang terlalu sering (bahkan saat bepergian).
5) Jangan
ada sisa urine/kotoran saat membersihkan bayi, karena kulit yang tidak bersih
sangat mudah mengalami ruam popok.
6) Jangan
menggunakan sabun bila kulit bayi yang tertutup diaper merah dan kasar.
F.
Masalah-masalah
tumbuh kembang
1. Obesitas
a. Obesitas
Sering terjadi dan mengganggu anak dan orang tua, Kecendrungan
mendapat penambahan berat badan yang lebih saat bayi, batita atau selama usia
sekolah, Susunan makanan mungkin seimbang, Kuantitas melebihi kebutuhan tubuh
b.
Anak obesitas:
1) Memiliki sifat rakus, menyimpan kalori yang berlebihan, sebagian besar
dari karbohidrat.
2) Hampir selalu tinggi untuk usianya, Obesitas yang dikombinasi dengan
TB yang pendek mengesankan adanya penyakit yang mendasari.
c.
Penyebab obesitas
Masukan energi yang melebihi kebutuhan tubuh pada
bayi: Masukan energi yang melebihi kebutuhan tubuh pada bayi:
1)
Bayi yang minum susu botol
2)
Kebiasaan memberikan makanan atau minuman pada anak setiap kali menangis
3) Pemberian makanan tinggi
kalori pada usia dini
d. Diagnosis obesitas
1)
Hitung IMT
2)
Anamnesis
a) keluarga
Identifikasi obesitas pada keluarga
b)
Evaluasi penyulit
3)
Diet
a) Siapa
yang memberikan makanan
b) Jenis
makanan
c) Pola makan
4)
Aktivitas
a) Identifikasi
hambatan beraktifitas
b) Waktu bermain dan istirahat, Gejala lain Komplikasi yang menyertai obesitas
e. Dampak obesitas
1) Hiperlipidemia
(tingginya kadar kolesterol dan lemak dalam darah
2) Gangguan
pernafasan
3) Komplikasi ortopedik (tulang)
f. Penanganan obesitas
1) Menurunkan
berat badan sangat disarankan dengan kolaborasi anak dan keluarga.
a) Pola makanan anak tetap
seimbang
b)
Cemilan anak diganti menjadi buah
c) Diet kalori terbatas
d) Dorongan untuk banyak bergerak (30-60 menit
dlm sehari)
e) Besarnya dukungan moral
f) Obat-obtan dihindari
g) Hindari makanan cepat saji
2)
Diet untuk bayi
a) Terapi tujuan memperlambat kecepatan
kenaikan berat badan
b) Kebutuhan
normal 110 kkal/kgBB/hari utk bayi < 6 bulan, Kebutuhan normal 90 kkal/kgBB/hari
utk bayi > 6 bulan
c) Susu botol dikurangi dengan diselingi
memberikan air tawar
e) Bayi jangan digending saja
f) ASI sampai 2 tahun
2. Marasmus
a.
pengertian marasmus
Marasmus adalah
salah satu bentuk kekurangan gizi yang disebabkan karena tubuh kekurangan
protein dan kalori. penyakit ini banyak ditemukan pada anak berusia 0-2 tahun.
Marasmus akan membuat tubuh menjadi lebih kurus, berat badan yang sangat kurang
dan tidak bisa beraktivitas dengan normal. Marasmus adalah bentuk MEP
(malnutrisi energi protein) berat akibat protein dan energi (kalori) yang tidak
adekuat dalam diet.
Marasmus terjadi
karena energi yang tidak cukup. Pada penderita yang menderita marasmus,
pertumbuhannya akan berkurang atau terhenti, sering terbangun pada waktu malam,
mengalami konstipasi atau diare. Diare pada penderita marasmus akan terlihat
berupa bercak hijau tua yang terdiri dari sedikit lendir dan sedikit tinja.
Gangguan pada kulit adalah turgor kulit akan menghilang dan penderita terlihat
keriput. Apabila gejala bertambah berat, lemak pada bagian pipi akan menghilang
dan penderita terlihat seperti wajah seorang tua. Vena superfisialis akan
terlihat jelas, ubun-ubun besar cekung, tulang pipi dan dagu menonjol dan mata tampak
besar dan dalam. Perut tampak membuncit atau cekung dengan gambaran usus yang
jelas dan tampak atrop.
b. Tanda dan gejala marasmus (pusdatin kemenkes
RI, 2015), adalah sebagai berikut :
1) Ukuran
kepala tidak sebanding dengan ukuran tubuh
2) kulit
menjadi kering dan bersisik
3) Tampak
sangat kurus, hingga seperti tulang terbungkus kulit. berat badan normal sesuai
usianya
4) Wajah
seperti orang tua (old man face)
5) Cengeng,
rewel
6) Kulit
keriput, jaringan lemak subkutan sangat sedikit
7)
Bentuk perut cekung
8) Sering
disertai diare kronik (terus-menerus)
9)
rambut tipis dan mudah rontok
10)
Mudah terkena infeksi.
3. Kwashiorkor
a.
pengertian kwashiorkor
Kwashiorkor adalah bentuk MEP (Malnutrisi Energi
Protein) yang terjadi ketika anak disapih/dengan diet rendah protein, tetapi
jumlah energi dari sumber energi karbohidrat memadai. Kwashiorkor lebih banyak
terdapat pada usia 1-3 tahun yang sering terjadi pada anak yang terlambat
menyapih sehingga komposisi gizi makanan tidak seimbang terutama dalam hal
protein.
Kwashiorkor merupakan penyakit akibat kekurangan
gizi pada bayi dan balita yang disebabkan kekurangan protein akut. Penyakit ini
memang mirip seperti marasmus, namun pada penderita kwashiorkor terdapat edema
pada bagian kaki. Penyakit ini memang pada awalnya dideteksi karena kekurangan
protein tapi sebenarnya penyakit ini juga disebabkan karena kekurangan vitamin
dan mineral. Penderita rentan terkena berbagai penyakit yang disebabkan karena
infeksi bahkan setelah mendapat vaksin tertentu. Pada penderita yang menderita
kwashiorkor, anak akan mengalami gangguan pertumbuhan, perubahan mental yaitu
pada biasanya penderita cengeng dan pada stadium lanjut menjadi apatis dan
sebagian besar penderita ditemukan edema. Selain itu, pederita akan mengalami
gejala gastrointestinal yaitu anoreksia dan diare.
Hal ini mungkin karena gangguan fungsi hati,
pankreas dan usus. Rambut kepala penderita kwashiorkor senang dicabut tanpa
rasa sakit. Pada penderita stadium lanjut, rambut akan terlihat kusam, kering,
halus, jarang dan berwarna putih. Kulit menjadi kering dengan menunjukkan
garis-garis yang lebih mendalam dan lebar. terjadi perubahan kulit yang khas
yaitu crazy pavement dermatosis yang merupakan bercak-bercak putih atau merah
muda dengan tepi hitam dan ditemukan pada bagian tubuh yang sering mendapat
tekanan dan disertai kelembapan. Pada perabaan hati ditemukan hati membesar,
kenyal, permukaan licin, dan pinggiran tajam. Anemia ringan juga ditemukan dan
terjadinya kelainan kimia yaitu kadar albumin serum yang rendah dan kadar
globulin yang normal atau sedikit meninggi.
b.
Tanda dan gejala kwashiorkor (pusdatin kemenkes RI, 2015), adalah
sebagai berikut: 1) mengalami pembengkakan (edema) diseluruh
tubuh, terutama pada punggung kaki (dorsum pedis)
2) wajah anak membulat dan sembab (moon face)
3) otot mengecil menyebabkan lengan atas kurus,
ukuran LiLA
4. Stunting
a. Definisi Stunting
Stunting adalah
masalah kurang gizi kronis yang disebabkan oleh asupan gizi yang kurang dalam
waktu cukup lama akibat pemberian makanan yang tidak sesuai kebutuhan gizi.
Stunting terjadi mulai janin masih dalam kandungan dan baru nampak saat anak
berusia dua tahun. Kekurangan gizi pada usia dini meningkatkan angka kematian
bayi dan anak, menyebabkan penderitanya mudah sakit dan memiliki postur tubuh
tidak maksimal saat dewasa (MCA Indonesia, 2014).
b.
Faktor Risiko Stunting
Stunting pada
balita merupakan konsekuensi dari beberapa faktor yang sering dikaitkan dengan
kemiskinan termasuk gizi, kesehatan, sanitasi dan lingkungan (KemenKes RI,
2013). Faktor utama penyebab stunting yaitu :
1) Asupan makanan Manusia membutuhkan makanan
untuk kelangsungan hidupnya. Makanan merupakan sumber energi untuk menunjang
semua kegiatan atau aktivitas manusia. Seseorang tidak dapat menghasilkan
energi yang melebihi dari apa yang diperoleh dari makanan kecuali jika meminjam
atau menggunakan cadangan energi dalam tubuh. Namun kebiasaan meminjam ini akan
dapat mengakibatkan keadaan yang gawat, yaitu kekurangan gizi khususnya energy.
2) Penyakit Infeksi Rendahnya sanitasi dan
kebersihan lingkungan pun memicu gangguan saluran pencernaan, yang membuat
energi untuk pertumbuhan teralihkan kepada perlawanan tubuh menghadapi infeksi
(Schmidt dan Charles, 2014). (MCA Indonesia, 2015)
3) Pelayanan Kesehatan dan Kesehatan Lingkungan
Keadaan sanitasi lingkungan yang kurang baik memungkinkan terjadinya berbagai
jenis penyakit antara lain diare, kecacingan, dan infeksi saluran pencernaan.
Apabila anak menderita infeksi saluran pencernaan, penyerapan zat- zat gizi
akan terganggu yang menyebabkan terjadinya kekurangan zat gizi. Seseorang yang
kekurangan zat gizi akan mudah terserang penyakit dan mengalami gangguan
pertumbuhan (Supariasa, et.al., 2013).
c. Dampak
Stunting bagi Perkembangan
Stunting adalah
masalah gizi utama yang akan berdampak pada kehidupan sosial dan ekonomi dalam
masyarakat. Selain itu, stunting dapat berpengaruh pada anak balita pada jangka
panjang yaitu mengganggu kesehatan, pendidikan serta produktifitasnya di
kemudian hari. Anak balita stunting cenderung akan sulit mencapai potensi
pertumbuhan dan perkembangan yang optimal baik secara fisik maupun psikomotorik
(Dewey KG dan Begum K, 2011).
G.
Kejadian
ikutan pasca imunisasi
1. Pengertian KIPI
Menurut (Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia, 2018) KIPI merupakan kejadian medik yang berhubungan dengan
imunisasi berupa reaksi suntikan, reaksi vaksin, efek farmakologis, kesalahan
prosedur, koinsiden atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Menurut
Komite Nasional Pengkajian dan Penanggulangan (KomNas-PP) KIPI, KIPI adalah
semua kejadian sakit dan kematian yang terjadi dalam masa 1 bulan setelah
imunisasi.
Umumnya reaksi terhadap obat dan
vaksin merupakan reaksi simpang (adverb events), merupakan kejadian lain yang
bukan terjadi akibat efek langsung vaksin. Efek samping vaksin antara lain
yanng bukan terjadi akibat efek farmakologi, efek samping (side-effects),
interaksi obat, intoleransi, reaksi idiosinkrasi, dan reaksi alergi yang
umumnya secara klinis sulit dibedakan. Efek farmakologi, efek samping, serta
reaksi idiosintrasi umumnya terjadi karena potensial vaksin sendiri, sedangkan
reaksi alergi merupakan kepekaan seseorang terhadap umur vaksin dengan latar
belakang genetik. Kejadian yang bukan disebabkan efek langsung vaksin dapat
terjadi karena kesalahan teknik pembuatan, pengadaan, distribusi dan
penyimpanan vaksin, kesalahan prosedur dan teknik pelaksanaan imunisasi atau
hanya kejadian yang timbul secara kebetulan.
5. Penyebab
KIPI
Vaccine Safety
Comittee, Institute of Medicine (IOM) United State of America menyebutkan bahwa
sebagian besar penyebab KIPI terjadi secara kebetulan saja (koinsidensi).
Etiologi KIPI dikelompokkan menjadi 2 klasifikasi. Komite Nasional Pengkajian
dan Penanggulangan (KomNas-PP) KIPI menjelaskan klasifikasi tersebut yaitu
klasifikasi lapangan dan klasifikasi kausalitas (PERMENKES RI 12, 2017).
a. Klasifikasi
lapangan Komnas PP-KIPI membagi KIPI dalam lima kelompok berikut:
1) Kesalahan
prosedur atau teknik pelaksanaan Kesalahan prosedur tersebut sebagian besar
meliputi kesalahan prosedur penyimpanan, pengelolaan dan tata laksana pemberian
vaksin.
2) Reaksi
suntikan Reaksi KIPI menyangkut semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma
tusuk jarum suntik, baik langsung atau tidak langsung harus dicatat. Reaksi
suntikan langsung, seperti rasa sakit, kemerahan pada tempat suntikan dan
bengkak. Reaksi suntikan tidak langsung seperti rasa takut, mual, pusing.
3) Induksi
vaksin (reaksi vaksin) Reaksi vaksin yang menyebabkan adanya gejala KIPI pada
dasarnya dapat diprediksi terlebih dahulu karena merupakan efek samping.
Induksi vaksin terdiri dari lima jenis, yaitu:
a) Reaksi
local Reaksi ini meliputi adanya rasa nyeri di tempat suntikan, bengkak
disertai kemerahan di tempat suntikan, bengkak pada area suntikan vaksin DPT
dan tetanus, minimal setelah 2 minggu BCG scar terjadi kemudian ulserasi dan sembuh
setelah beberapa bulan.
b) Reaksi
sistemik Reaksi ini meliputi adanya demam (10%), kecuali DPT (hampir 50%),
iritabel, gejala sistemik, malaise. Reaksi sistemik pada MMR dan campak
disebabkan oleh infeksi virus vaksin. Menimbulkan terjadi demam dan ruam, konjungtivitis
(5–15%), dan lebih ringan dari pada infeksi campak, namun berat pada kasus
imunodefisiensi. Pembengkakan kelenjar parotis terjadi pada Mumps, rubela
mengalami rasa nyeri sendi (15%) dan pembengkakan limfe. Vaksin Oral Polio
Vaccine (OPV) diare ( Kejadian ini terjadi apabila masalah yang dilaporkan
belum dapat dikelompokkan dalam salah satu penyebab, maka untuk sementara
dikategorikan ke dalam kelompok ini. Kelengkapan informasi tersebut akan dapat
ditentukan kelompok penyebab KIPI.
b. Klasifikasi kausalitas Klasifikasi kausalitas
mengelompokkan KIPI menjadi 4 (empat) kelompok yaitu:
1) Klasifikasi
konsisten Klasifikasi yang namun bersifat temporal oleh karena bukti tidak
cukup untuk menentukan hubungan kausalitas.
2) Klasifikasi
inderteminate Klasifikasi berbasis bukti yang ada dan dapat diarahkan pada beberapa
kategori definitif.
3) Klasifikasi inkonsisten Suatu kondisi utama atau
kondisi yang disebabkan paparan terhadap sesuatu selain vaksin.
4) Klasifikasi Unclassifiable Kejadian klinis dengan
informasi yang tidak cukup untuk memungkinkan dilakukan penilaian dan
identifikasi penyebab.
3. Penanggulangan KIPI
a. Gejala
KIPI akibat vaksin
1)
Reaksi lokal ringan Dampak yang
dapat timbul seperti nyeri, eritema, bengkak di area bekas suntikan dengan
diamteter kurang dari 1 cm dan timbul kurang dari 48 jam setelah imunisasi.
Penanggulangan yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan kompres hangat pada
bekas lokasi penyuntikan. Nyeri yang dirasakan apabila mengganggu orang tua
bisa memberikan parasetamol 10 mg/kg BB setiap kali pemberian. Anak yang
berumur kurang dari 6 bulan berikan dosis 60 mg/kali setiap pemberian. Anak
yang berumur 6 sampai 12 bulan berikan dosis 90 mg/kali setiap pemberian
(PERMENKES RI 12, 2017).
2)
Reaksi lokal berat Reaksi lokal berat ditandai dengan munculnya eritema
atau indurasi sebesar lebih dari 8 cm, nyeri, bengkak dan manifestasi sistemis.
Penanggulangan yang dapat dilakukan yaitu dengan memberikan kompres hangat pada
lokasi penyuntikan vaksin (PERMENKES RI 12, 2017).
3)
Reaksi arthus Reaksi arthus ditandai dengan munculnya gejala nyeri,
bengkak, indurasi dan edema. Tindakan yang dapat dilakukan yaitu dengan
memberikan kompres air hangat pada bekas lokasi penyuntikan. Nyeri dirasakan
mengganggu orang tua bisa memberikan parasetamol 10 mg/kg BB setiap kali
pemberian. Anak berumur kurang dari 6 bulan berikan dosis 60 mg/kali BB setiap
pemberian. Anak berumur 6 sampai 12 bulan berikan dosis 90 mg/kali BB setiap
pemberian (PERMENKES RI 12, 2017).
4)
Reaksi umum Reaksi umum yang sering terjadi adalah demam, lesu, nyeri
otot, nyeri kepala, dan menggigil. Tindakan yang bisa orang tua lakukan yaitu
dengan memberikan minum berupa ASI atau susu formula dan menyelimuti tubuh anak
(PERMENKES RI 12, 2017).
5)
Reaksi kolaps Reaksi kolaps adalah gejala yang terjadi jika anak masih
dalam keadaan sadar, namun tidak bereaksi terhadap rangsangan. Pemeriksaan
frekuensi, amplitudo nadi serta tekanan darah tetap dalam batas normal.
Penanggulangan yang bisa orang tua lakukan adalah dengan memberikan rangsangan
dengan wewangian yang merangsang anak agar sadar. Apabila belum dapat diatasi
dalam kurun waktu 30 menit, segera rujuk ke fasilitas kesehatan terdekat
(PERMENKES RI 12, 2017)
6)
Reaksi khusus Reaksi khusus apabila terjadi akan mengakibatkan lumpuh
layu yang menjalar ke atas, biasanya dimulai dari tungkai, ataksia, penurunan
refleksi tendon, gangguan menelan dan pernafasan dan dapat terjadi peningkatan
protein dalam cairan serebrospinal tanpa pleositosis. Reaksi ini terjadi antara
hari ke 5 sampai dengan 6 minggu setelah imunisasi. Tindakan yang harus
dilakukan adalah merujuk anak ke rumah sakit untuk perawatan dan pemeriksaan
lebih lanjut (PERMENKES RI 12, 2017).
7)
Reaksi nyeri brakialis (neuropati pleksus brakialis) Gejala yang timbul
dari reaksi nyeri brakialis yaitu nyeri dalam terus menerus pada daerah bahu
dan lengan atas. Reaksi nyeri brakialis biasanya terjadi 7 jam sampai dengan 3
minggu setelah imunisasi. Tindakan yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan
parasetamol sesuai dengan dosis yang tepat. Gejala yang timbul apabila menetap
rujuklah ke rumah sakit untuk fisioterapi (PERMENKES RI 12, 2017).
8)
Reaksi syok anafilatis Gejala reaksi syok anafilatis terjadi secara
mendadak, dengan gejala kemerahan merata, edema, urtikaria, jantung berdebar
kencang, tekanan darah menurun, sembab pada kelopak mata, sesak, nafas
berbunyi, anak pingsan atau tidak sadar, dan dapat terjadi langsung seperti
tekanan darah menurun dan pingsan tanpa didahului oleh gejala lain.
Penanggulangan yang harus dilakukan adalah melakukan rujukan ke rumah sakit
terdekat, lalu diberikan suntikan adrenalin 1:1.000 dosis 0,1 – 0,3 ml melalui
intramuskuler yang harus dilakukan oleh tenaga medis. Setelah pasien membaik
dan stabil dilanjutkan dengan suntikan deksametason (1 ampul) secaraintravena
atau intramuskuler lalu segera pasang infus NaCl 0,9% dan prosedur tersebut
harus dilakukan oleh tenaga medis (PERMENKES RI 12, 2017)
6. Tata
laksana gejala KIPI
a. Pembengkakan Pembengkakan terjadi
di sekitar daerah suntikan karena penyuntikan vaksin kurang dalam. Tindakan
yang dapat dilakukan yaitu memberikan kompres hangat pada bekas lokasi suntikan
(PERMENKES RI 12, 2017).
b. Sepsis
Sepsis mungkin dapat terjadi karena jarum suntik tidak steril. Gejala ini
timbul 1 minggu atau lebih pasca penyuntikan. Tindakan yang bisa dilakukan
yaitu memberikan kompres hangat pada bekas lokasi suntikan dan berikan
parasetamol serta lakukan rujukan ke rumah sakit terdekat (PERMENKES RI 12,
2017)
c. Abses
dingin Gejala yang muncul seperti nyeri pada area bekas suntikan yang terjadi
karena vaksin yang disuntikkan masih dingin serta adanya pembengkakan dan
keras. Tindakan yang bisa dilakukan yaitu dengan memberikan kompres hangat pada
bekas lokasi penyuntikan. Paracetamol dengan dosis yang tepat bisa diberikan
apabila nyeri bertambah (PERMENKES RI 12, 2017)
d. Tetanus
Kejang dan dapat disertai dengan demam merupakan gejala dari tetanus. Tindakan
yang harus dilakukan adalah merujuk ke rumah sakit terdekat (PERMENKES RI 12,
2017)
e. Kelumpuhan
atau kelemahan otot Kelemahan otot ditandai dengan gejala bagian lengan yang
disuntik tidak bisa digerakkan. Kesalahan daerah penyuntikan merupakan salah
satu faktor dari munculnya gejala ini. Tindakan yang bisa dilakukan adalah
dengan melakukan rujukan ke rumah sakit untuk mendapat tindakan fisoterapi
(PERMENKES RI 12, 2017).
H.
Pendokumentasian
SOAP
Hari/tgl
: senin, 22 november 2021
Tempat
: RSPUR
IDENTITAS
a. bayi
Nama :
By. S
Umur : 0
hari
TTL : RSPUR / 22 November 2021
J.
Kelamin : laki-laki
Anak ke :
ketiga (3)
b. orang tua
Nama :
Ny. S / Tn. A
Umur : 32
/ 39
Agama :
islam / islam
Pekerjaan
: IRT / wiraswasta
Alamat : lam ateuk / lam ateuk
S
: Ibu mengatakan bahwa
ini adalah anak yang ketiga dan tidak pernah keguguran,dan ibu tidak memiliki
penyakit menular dan penyakit keturunan, hpht :
O :
1. Keadaan umum bayi buruk, bayi belum bias
bernapas dengan spontan
2. BBL
: 2600 kg
3. PB
: 47 cm
4. TTV
: Frekuensi jantung : 40 kali / m
P
: belum bias bernapas dengan
spontan
S
: 36,5
5. pemeriksaan fisik
·
Kepala : rambut
hitam,tipis,tidak ada benjolan
·
Mata : simetris, screla putih, konjungtiva merah
muda, kelopak mata tidak oedema, tidak ada tanda-tanda infeksi
·
Hidung : gerakan cuping
hidung tidak ada
·
Mulut dan bibir : bibir
tampak pucat dan kering, pucat, terdapat banyak lendir, tidak ada kelainan
bawaan,reflek isap tidak ada
·
Telinga : simetris,
bersih tidak ada secret
·
Leher : tidak ada pembengkakan / benjolan
·
Dada dan perut :
simetris, gerakan dada tidak ada
·
Punggung dan bokong :
tonjolan punggung tidak ada
·
Genetalia : testis
sudah turun
·
Anus : lubang anus ada
·
Ekstremitas : simetris,
julah jari lengkap, tidak ada pergerakan yang aktif, warna biru dan teraba dingin
·
Kulit : verniks
kurang,warna tubuh kebiruan, dan tidak ada tanda lahir
·
Reflek moro : tidak ada
·
Reflek isap : tidak ada
·
Reflek rooting : tidak
ada
A :
Melakukan tindakan segera dan
berkolaborasi dengan dokter
P :
1. mencuci tangan sebelum
dan sesudah memegang bayi, dan memakai sarung tangan steril.
2. potong tali pusat segera setelah lahir
3. menilai usaha nafas,warna kulit, dan frekuensi
denyut jantung
4. selimuti bayi dengan kain bersih
5. atur posisi bayi dengan posisi yang benar (
kepala tengadah / ekstensi dengan meletakkan kain atau handuk bersih di bawah
bahu bayi
6. membersihkan lendir pada hidung dan mulut dengan
mengisap deele
7. mengeringkan bayi dan lakukan rangsangan takstil
8. observasi pemberian O2 sebanyak 1 liter /m
menggunakan nasal kanul
9. lakukan tindakan VTP ( ventilasi tekanan positif
) sebanyak 20 kali dalam detik sampai bayi bernapas spontan
10. memasang infus dextrose 10% 8tpm mikro
11. menginjeksi vit K
12. memberi salap mata
13. mengobservasi TTV tiap 15m
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pengertian IMD adalah kontak dengan
kulit segera setelah lahir dan menyusu sendiri dalam 1 jam pertama setelah
melahirkan. KIPI merupakan kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi
berupa reaksi suntikan, reaksi vaksin, efek farmakologis, kesalahan prosedur,
koinsiden atau hubungan kausal yang tidak dapat ditentukan. Marasmus adalah
salah satu bentuk kekurangan gizi yang disebabkan karena tubuh kekurangan
protein dan kalori. Stunting adalah masalah kurang gizi kronis yang disebabkan
oleh asupan gizi yang kurang dalam waktu cukup lama akibat pemberian makanan
yang tidak sesuai kebutuhan gizi. Sering terjadi dan mengganggu anak dan orang
tua, Kecendrungan mendapat penambahan berat badan yang lebih saat bayi, batita
atau selama usia sekolah, Susunan makanan mungkin seimbang, Kuantitas melebihi
kebutuhan tubuh
B. Saran
1. Bagi
Penulis
Agar
dapat mengaplikasikan teori yang diperoleh selama perkuliahan dalam rangka
menambah wawasan khusunya asuhan kebidanan kompehensif, serta dapat mempelajari
kesenjangan yang terjadi di masyarakat.
2. Bagi Masyarakat/Klien
Terpantaunya
keadaan klien dan bayinya sejak masa kehamilan, persalinan, nifas, dan sampai
pelayanan kontrasepsi, serta menambah wawasan klien melalui KIE yang diberikan.
3. Bagi Nakes/Bidan
Agar
dapat memberikan pengalaman bagi tenaga kesehatan/bidan untuk dapat
mengimplementasikan asuhan kebidanan yang telah dipelajari kepada ibu hamil,
bersalin, nifas, bayi baru lahir, serta pelayanan KB, sehingga dapat menambah
wawasan
4. Bagi institusi
Agar
dapat memberikan pendidikan dan pengalaman bagi mahasiswa dalam melakukan
asuhan kebidanan secara komprehensif mulai dari kehamilan, persalinan, bayi
baru lahir, nifas, neonatus dan pelayanan kontrasepsi serta dapat dijadikan
sebagai bahan referensi dalam mengembangkan asuhan yang diberikan pada masa
nifas.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
ajar Asuhan Kebidanan Pada Neonatus,
Bayi, Balita dan Anak Pra Sekolah, Fakultas Kedokteran dan Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Jakarta.
Lusiana
El Sinta B, Feni Andriani, Yulizawati, Aldina Ayunda Insani, 2019 Buku Ajar Asuhan Kebidanan pada Neonatus,
Bayi dan Balita Edisi Pertama Sidoarjo: Indomedia Pustaka
Peraturan
Mentri Kesehatan No 12 tahun 2017 tentang kejadian
ikutan pasca imunisasi
No comments:
Post a Comment