Wednesday, 27 March 2019

MAKALAH PARASIT

BAB I
PENDAHULUAN

1.1   Latar Belakang
Parasit merupakan hal yang sangat merugikan bagi tubuh yang di tempatinya, mereka hidup dengan memakan nutrisi pada tubuh yang di tempatinya, dan dapat memberikan efek negative bagi hospes.
Parasit di bagi beberapa kelompok yaitu mikologi, entologi, protozologi, dan helmintologi. Pada makalah ini akan di bahas tentang kelompok helmintologi atau cacing, cacing sangat merugikan jika terdapat dalam tubuh manusia, cacing ada beberapa jenis salah satunya trematoda.
Trematoda adalah cacing yang secara morfologi berbentuk pipih seperti daun. Pada umumnya cacing ini bersifat hermaprodit, kecuali genus Schistosoma. Pada dasarnya daur hidup trematoda ini melampui beberapa beberapa fase kehidupan dimana dalam fase tersebut memerlukan hospes intermedier untuk perkembangannya. Menurut lokasi berparasitnya cacing trematoda dikelompokkan sbagai berikut:
1.      Trematoda pembuluh darah: Schistosoma haematobium, S. mansoni, S. Japonicum
2.      Trematoda paru: Paragonimus westermani
3.      Trematoda usus: Fasciolopsis buski, Echinostoma revolutum, E. Ilocanum
4.      Trematoda hati: Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. Gigantic

1.2.  Rumusan Masalah
       Dari latar belakang diatas, dapat dirumuskan beberapa masalah yaitu:
1.            Apakah definisi trematoda dan Morfologi umum
2.            Bagaimana siklus hidup trematoda dan jenis-jenisnya
3.            Apakah penyakit-penyakit yang ditimbulkan oleh cacing Trematoda

1.3.    Tujuan
       1.      Mengetahui definisi dan morfologi umum dari trematoda
       2.      Megetahui siklus hidu dan jenis-jenis trematoda
       3.      Megeetahui penyakit yang di timbulkan oleh cacing trematoda
1.4.    Manfaat
1.      Untuk menambah ilmu pengetahuan
2.      Untuk bisa mengenal lebih jauh tentang cacing trematoda dan seluk beluknya


BAB II
PEMBAHASAN

2.1     Definisi Trematoda
Trematoda berasal dari bahasa yunani Trematodaes yang berarti punya lobang,  bentuk tubuh pipih dorso ventral seperti daun.Umumnya semua organ tubuh tak punya ronggat tubuh dan mempunyai Sucker atau kait untuk menempel pada parasit ini di luar atau di organ dalam induk siput. Saluran pencernaaan mempunyai mulut, pharink, usus bercabang cabang. tapi tak punya anus.
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun, filum PLATYHELMINTHES dan hidup sebagai parasit. Mereka dilengkapi dengan alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai batil isap kepala (mulut) di bagian anterior tubuh dan batil isap perut di bagian posterior tubuh (asetabulum). Dalam siklus hidupnya Trematoda pada umumnya memerlukan keong sebagai hospes perantara I dan hewan lain (Ikan, Crustacea , keong) ataupun tumbuh-tumbuhan air sebagai hospes perantara kedua. Manusia atau hewan Vertebrata dapat menjadi hospes definitifnya. Habitat Trematoda dalam tubuh hospes definitif bermacam-macam, ada yang di usus, hati, paru-paru, dan darah.
Trematoda dewasa pada umumnya hidup di dalam hati, usus, paru-paru, ginjal, dan pembuluh darah vertebrata .Ternak , Ikan , Manusia Trematoda berlindung di dalam tubuh inangnya dengan melapisi permukaan tubuhnya dengan kutikula Permukaan tubuhnya tidak memiliki silia.
Cacing trematoda banyak ditemukan di RRC, Korea, Jepang, Filipina, Thailand, Vietnam, Taiwan, India, dan Afrika. Beberapa spesies ditemukan di Indonesia seperti Fasciolopsis buski di Kalimantan, Echinostoma di Jawa  dan Sulawesi, Heterophyidae di Jakarta dan Schistosoma japonicum di Sulawesi Tengah.

2.2      Morfologi Umum
1.      Ciri-ciri Umum
·         Tubuh Dorsoventra
·         Hidup sebagai parasit pada vertebrata
·         Tidak punya epidermis, kutikula berkembang dengan baik
·         Terdapat 2 buah batil isap (batil isap mulut dan batil isap perut)
·         Ukuran panjang cacing dewasa sangat beraneka ragam dari 1 mm sampai kurang lebih 75 mm
·         Alat pencernaan tidak sempurna, terdiri dari mulut, faring dan usus
·         Tubuh tidak terdiri dari segmen
·         Tidak punya silia dan rhabdoid
·         Bersifat triploblastic
·         Berkembang biak dengan bertelur
2.      Taksonomi
·         Ordo Monogenea
·         Ordo Aspidocotylea
·         Ordo Digenea
3.      Morfologi
·         Mulut terdapat diujung depan, terletak pada cakram otot yang disebut alat pelekat depan. Agak ke belakang dipermukaan ventral terdapat alat pelekat ventral. Antara mulut dan alat pelekat ventral terdapat pori genital. Pori ekskresi terdapat pada ujung posterior badan.
·         Alat pencernaan makanan terdiri dari mulut, faring, esophagus, usus yang terdiri dari 2 cabang. Banyak cabang-cabang yang keluar dari usus. Saluran pencernaan menyerupai huruf Y terbalik yang dimulai dengan mulut dan berakhir buntu pada sekum.
·         Alat sekresi terdiri dari sebuah pori ekskresi.
·         System saraf mirip planaria. Susunan saraf dimulai dengan gangliondi bagian dorsal esofagus, kemudian terdapat saraf yang memanjang dibagian dorsal, ventral dan lateral badan.
·         Alat perekat dilengkapi otot, sehingga mampu untuk melekat
·         Dinding tubuh diseliputi kutikula yang terdiri dari 3 lapis otot di bawah epidermis ialah :
1.    Lapis luar adalah otot sirkuler
2.    Tengah adalah lapisan longitudinal
3.    Bagian dalam adalah otot diagonal
·          Hewan ini tripoblastik, epidermis diseliputi kutikula, mengandung kelenjar uniseluler, mesoderm membentuk otot, endoderm membentuk usus.
·         Pada umumnya Trematoda tidak mempunyai alat pernafasan khusus, karena hidupnya secara anaerob.
4.    Fisiologi
Cacing tidak mempunyai alat gerak. Alat indera tidak berkembang. Tubuh diselubungi kutikula. Memiliki alat penghisap yang dilengkapi dengan kait-kait untuk melekatkan diri pada inangnya

2.3     Siklus Hidup
Telur  meracidium sporocyst  redia  cercaria  metacercaria  cacing dewasa. Cacing dewasa hidup di dalam tubuh hospes definitive. Telur diletakkan disaluran hati, rongga usus, paru, pembuluh darah atau di jaringan tempat cacing hidup dan telur biasanya keluar bersama tinja, dahak atau urin. Pada umumnya telur berisi sel telur, hanya pada beberapa spesies telur sudah mengandung mirasidium ( M ) yang mempunyai bulu getar. Didalam air telur menetas bila sudah mengandung mirasidium ( telur matang ). Pada spesies trematoda yang mengeluarkan telur berisi sel telur, telur akan menjadi matang dalam waktu kurang lebih 2-3 minggu. Pada beberapa spesies tremotoda telur matang menetas bila ditelan keong ( hospes peramtara ) dan keluarlah mirasidium yang masuk ke dalam keong; atau telur dapat langsung menetas dan mirasidium berenang dalam air; dalam waktu 24 jam mirasidium harus sudah menemukan keong air agar dapat melanjutkan perkembangannya. Keong air di sini berfungsi sebagai hospes perantara pertama ( HP 1 ). Dalam keong air tersebut mirasidium berkembang menjadi sebuah kantung yang berisi embrio, yang di sebut sporokista ( S ). Spoprokista ini dapat mengandung sporokista lain atau redia ( R );bentuknya berupa kantung yang sudah mempunyai mulut, faring dan sekum. Didalam dompet sporokista II atau redia ( R ), larva berkembang menjadi serkaria ( SK ).
Serkaria kemudian keluar dari keong air dan mencari hospes perantara II yang berupa ikan, tumbuh-tumbuhan air, ketam, udang batu dan keong air lainnya, atau dapat menginfeksi hospes definitive secara langsung seperti pada Schitosoma. Dalam hospes perantara II serkaria berubah menjadi metaserkaria yang berbebtuk kista. Hospes definitive mendapat infeksi bila makan hospes perantara II yang mengandung metaserkaria yang tidak dimasak dengan baik. Infeksi cacing Schistosoma terjadi dengan cara serkaria menembus kulit hospes  definitive yang kemudian berubah menjadi skistosomula, lalu berkembang menjadi cacing dewasa dalam tubuh hospes.
        Host intermediet 1 : siput
        Host intermediet 2 : semut

Telur dimakan H.I → menetas→ mirasidium→ migrasi ke glandula mesenterika→ sporosiste→ sporosiste anak → serkaria→ bergerombol, satu sama lain dilekat kan oleh subtansi gelatinous yang disebut “SLIME BALLS”→ mengandung 200-400 serkaria→ dikeluarkan dari siput→ melekat di tumbuh-tumbuhan.
Slime balls dimakan semut. Metaserkaria di cavum abdominalis semut ± 128 per semut. Dapat juga memasuki otak semut. Induk sapi definitif terinfeksi karena makan semut→ duktus biliverus
Cacing yang kecil masuk kecabang duktus biliverus→menempel dengan perubahan patologi tidak begitu tampak untuk memproduksi telur yang di butuhkan sekitar 11 minggu setelah hewan memakan metaserkaria (dibanding Fasciola hepatica) kecuali ada infeksi berat. Pada infeksi lanjut→ Cirrhosis hepatica dan terbentuk pada permukaan hati, duktus biliverus melebar terisi cacing.
2.4     Jenis-jenis Trematoda
1.      Trematoda Hati (Clonorchis sinensis)
Cacing ini pertama kali ditemukan oleh Mc Connell tahun 1874 disaluran empedu pada seorang cina di kalkuta.hospes dari parasit ini adalah manusia, kucing, anjing, beruang kutub dan babi. Penyakit yang disebabkan oleh cacing ini adalah klonorkiasis. Yang termasuk pada kelompok ini yaitu : Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantica.
2.      Trematoda Paru (Paragonimus westermani)
Manusia dan binatang yang memakan ketam/udang batu, seperti kucing, luak, anjing, harimau, srigala dan lain-lain merupakan hospes cacing ini. Pada manusia parasit Paragonimus westermani ini menyebabkan penyakit paragonimiasis.
3.      Trematoda Usus
Macam-macam spesies Trematoda usus adalah: Fasciolopsisbuski, H. heterophyes, M. yokagawai, Echinostoma revolutum, Hypoderaeum dan Gastrodiscus. F. buski adalah suatu trematoda yang didapat pada manusia atau hewan yang mempunyai ukuran terbesar diantara trematoda lainnya. Cacing Hypoderaeum  adalah cacing trematoda kecil hanya kurang lebih beberapa millimeter.
4.      Trematoda Darah
Pada manusia ditemukan 3 spesies penting: Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni dan Schistosoma haematobium. Selain spesies yang ditemukan pada manusia, masih banyak spesies yang hidup pada binatang dan kadang-kadang dapat menghinggapi manusia. Hospes definitifnya adalah manusia. Berbagai macam binatang dapat berperan sebagai hospes reservoir. Pada manusia, cacing ini menyebabkan penyakit skitosomiasis atau bilharziasis.

2.5         Jenis penyakit yang paling umum
1.      Schistosomiasis
a.       Definisi   
Schistosomiasis (juga dikenal sebagai bilharzia, bilharziosis atau demam siput) adalah penyakit parasit yang disebabkan oleh beberapa spesies kebetulan dari genus Schistosoma.
Pada manusia ditemukan 3 spesies penting : Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni dan Schistosoma haematobium. Di Indonesia hanya di temukan 1 spesies yaitu Schistosoma japonicum
Meskipun memiliki tingkat kematian rendah, schistosomiasis sering adalah penyakit kronis yang dapat merusak organ-organ internal dan, pada anak-anak, mengganggu pertumbuhan dan perkembangan kognitif.
Schistosomiasis  (bilharziasis) adalah infeksi yang disebabkan oleh cacing pipih (cacing pita). Ini seringkali menyebabkan ruam, demam, panas-dingin, dan nyeri otot dan kadangkala menyebabkan nyeri perut dan diare atau nyeri berkemih dan pendarahan.
•         Schistosoma japonicum
Hospes definitif              : Manusia dan berbagai binatang (anjing, kucing, rusa, babi, sapi,kuda, kerbau, tikus sawah, dll)
Hospes perantara             : Keong Oncomelania
Habitat                            : Vena mesenterica superior
Penyakit                          :  Skistosomiasis japonika, oriental schistosomiasis, penyakit Katayama,  penyakit demam keong
b.      Etiologi
Schistosomiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh parasit schistosoma, yaitu sejenis parasit berbentuk cacing yang menghuni pembuluh darah usus atau kandung empedu orang yang dijangkiti.
Tidak seperti proses cacingan yang sering dijumpai, cacing Schistosoma masuk ke tubuh inang bukan dari mulut, tapi langsung menembus pori-pori kulit  menuju aliran darah menyerbu jantung dan paru-paru untuk selanjutnya menuju hati.
Schistosomiasis diperoleh dari berenang, menyeberangi, atau mandi di air bersih yang terkontaminasi dengan parasit yang bebas berenang. Schistosomes berkembang biak di dalam keong jenis khusus yang menetap di air, dimana mereka dilepaskan untuk berenang bebas di dalam air. Jika mereka mengenai kulit seseorang, mereka masuk ke dalam dan bergerak melalui aliran darah menuju paru-paru, dimana mereka menjadi dewasa menjadi cacing pita dewasa. Cacing pita dewasa tersebut masuk melalui aliran darah menuju tempat terakhir di dalam pembuluh darah kecil di kandung kemih atau usus, dimana mereka tinggal untuk beberapa tahun. Cacing pita dewasa tersebut meletakkan telur-telur dalam jumlah besar pada dinding kandung kemih atau usus. Telur-telur tersebut menyebabkan jaringan setempat rusak dan meradang, yang menyebabkan borok, pendarahan, dan pembentukan jaringan luka parut. Beberapa telur masuk ke dalam kotoran(tinja)atau kemih. Jika kemih atau kotoran pada orang yang terinfeksi memasuki air bersih, telur-telur tersebut menetas, dan parasit memasuki keong untuk mulai siklusnya kembali.
c.       Siklus Hidup
1.      telur cacing akan keluar bersama tinja hewan saat defekasi.
2.      Pada kondisi menunjang (kelembaban suhu yang sesuai), telur akan berkembang dan menetas mengeluarkan larva mirasidium didalam air dan berenang aktif di dalam air, mencari keong perantara.
3.      Mirasidium menembus masuk ke tubuh keong perantara dan akan berkembang menjadi sekaria di dalam tubuh keong.
4.      Sekaria sebagai bentuk yang infektif keluar dari keong, berenang aktif di dalam air, Sekaria akan keluar menembus kulit manusia yang kontak dengan air. Dalam tubuh manusia sekaria berkembang menjadi skistosomula yang dapat merusak paru.
5.      Skistosomula dalam tubuh manusia berkembang dan  hidup di pembuluh darah , serta menjadi cacing dewasa di pembuluh darah di dalam hati
6.      Setelah dewasa cacing kembali ke peredaran darah besar dan vena kecil dekat dengan selaput lender atau usus. Cacing dewasa betina bertelur setelah bersatu dengan cacing jantan dan dapat mencapai jumpalh ratusan ribu telur.

d.      Manifestasi Klinik
1.      Gejala klinis
Ketika Schistosoma pertama kali memasuki kulit, ruam yang gatal bisa terjadi (gatal perenang). Sekitar 4 sampai 8 minggu kemudian (ketika cacing pita dewasa mulai meletakkan telur), demam, panas-dingin, nyeri otot, lelah, rasa tidak nyaman yang samar (malaise), mual, dan nyeri perut bisa terjadi. Kelenjar getah bening bisa membesar untuk sementara waktu, kemudian kembali normal. kelompok gejala-gejala terakhir ini disebut demam katayama.
Gejala-gejala lain bergantung pada organ-organ yang terkena :
a.       Jika pembuluh darah pada usus terinfeksi secara kronis : perut tidak nyaman, nyeri, dan pendarahan (terlihat pada kotoran), yang bisa mengakibatkan anemia.
b.      Jika hati terkena dan tekanan pada pembuluh darah adalah tinggi : pembesaran hati dan limpa atau muntah darah dalam jumlah banyak.
c.       Jika kandung kemih terinfeksi secara kronis : sangat nyeri, sering berkemih, kemih berdarah, dan meningkatnya resiko kanker kandung kemih.
d.      Jika saluran kemih terinfeksi dengan kronis : peradangan dan akhirnya luka parut yang bisa menyumbat saluran kencing.
e.       Jika otak atau tulang belakang terinfeksi secara kronis (jarang terjadi) : Kejang atau kelemahan otot.

2.        Tanda klinis
1)      Masa tunas biologic
Waktu antara serkaria menembus kulit sampai menjadi dewasa disebut masa tunas biologic. Perubahan kulit yang timbul berupa eritema dan vapula yang disertai perasaan gatal dan panas. Bila banyak jumlah serkaria menembus kulit, maka akan terjadi dermatitis. Biasanya kelainan kulit hilang dalam waktu 2 atau 3 hari
2)      Stadium akut
Stadium ini dimulai sejak cacing betina bertelur. Telur yang diletakan di dalam pembuluh darah dapat keluar dari pembuluh darah, masuk ke dalam jaringan sekitarnya dan akhirnya dapat mencapai lumen dengan cara menembus mukosa, biasanya mukosa usus. Efek patologis maupun gejala klinis yang disebabkan telur tergantung dari jumlah telur yang dikeluarkan, yang berhubungan langsung dengan jumlah cacing betina.
3)      Stadium Menahun
Kelainan atau tanda klinis  yang ditemukan adalah kerusakan hati atau sirosis hati dan limfa, biasanya penderita menjadi lemah. Bila tidak diberi pengobatan dapat meninggal dunia.

3.        Terapi Schistosomiasis
Pengobatan schistosomiasis pada dasarnya adalah :mengurangi dan mencegah kesakitan dan mengurangi sumber penular. Sebelum ditemukan obat yang efektif,berbagai jenis obat telah dipakai untuk mengobati penderita schistosomiasis, misalnya, hycanthone,niridazole, antimonials, amocanate dsb. Obat-obat tersebut tidak efektif dan beberapa sangat toksik. Pada saat ini obat yang dipakai adalah Praziquantel. (Sudomo M. 2008)
          Praziquantel sangat efektif terhadap semua bentuk schistosomiasis, baik dalam fase akut, kronik maupun yang sudah mengalami splenomegali atau bahkan yang mengalami komplikasi lain. Obat tersebut sangat manjur, efek samping ringan dan hanya diperlukan satu dosis yaitu 60 mg/kg BB yang dibagi dua dan diminum dalam tenggang waktu 4-6 jam. (Tjay, Tan Hoan & Rahardja, Kirana.2007)

Berikut profil obat Praziquantel:
•         Praziquantel merupakn derivate pirazino-isokuinolin.
•         Obat ini merupakan antelmintik berspektrum lebar,
•         Efektif terhadap cestoda dan termatoda pada hewan dan manusia
•         Praziquantel berbentuk Kristal tidak berwarna dan rasanya pahit

Efek Anthelmintik
           In vitro, Praziquantel diambil secara cepat dan reversible oleh cacing tapi tidak di metabolisme. Kerjanya cepat melalui 2 cara :
1.        Pada kadar efektif terendah menimbulkan peningkatan aktivitas otot cacing, karena hilangnya Ca2+ intrasel sehingga tumbul kontraksi dan paralisis spastik yang sifat reversible, yang mungkin mengakibatkan terlepasnya cacing dari tempatnya yang normal dari hospes.
2.        Pada dosis terapi yang lebih tinggi Praziquantel mengakibatkan vakuolisasi dan vesikulasi tegument cacing sehingga isi cacing keluar, mekanisme pertahanan hospes dipacu dan terjadi kehancuran cacing.

Farmakokinetik
•         Pada pemberian oral absorpsinya baik
•         Kadar maksimal dalam darah tercapai dalam 1-3 jam
•         Metabolisme obat berlangsung cepat di hati
•         Waktu paro obat 0,8-1,5 jam
•         Ekskresi sebagian besar melalui urin dan sisanya melalui empedu.

4.        Pencengahan
Cara-cara pencegahan :
1.       Memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara cara penularan dan cara pemberantasan penyakit ini.
2.       Buang air besar dan buang air kecil dijamban yang saniter agar telur cacing tidak mencapai badan-badan air tawar yang mengandung keong sebagai inang antara.
3.       Memperbaiki cara-cara irigasi dan pertanian; mengurangi habitat keong dengan membersihkan badan-badan air dari vegetasi atau dengan mengeringkan dan mengalirkan air
4.       Memberantas tempat perindukan keong dengan moluskisida
5.       Untuk mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh : gunakan sepatu bot karet). Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan dengan air yang terkontaminsai dalam waktu singkat atau secara tidak sengaja yaitu kulit yang basah dengan air yang diduga terinfeksi dikeringkan segera dengan handuk. Bisa juga dengan mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk membunuh serkaria.
6.       dari sumber yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk membunuh serkariannya. Cara yang efektif untuk membunuh serkaria yaitu air diberi iodine atau chlorine atau dengan menggunakan kertas saring. Membiarkan air selama 48 ?72 jam sebelum digunakan juga dianggap efektif.
7.       Obati penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah penyakit berlanjut dan mengurangi penularan dengan mengurangi pelepasan telur oleh cacing.
8.       Para wisatawan yang mengunjungi daerah endemis harus diberitahu akan risiko penularan dan cara pencegahan.


5.        Fasciolopsiasis
a.       Etiologi
Penyakit ini disebabkan oleh  trematoda usus fasciolopsis buski, di temukan di RRC, Taiwan, Vietnam, Thailand, dan Indonesia. Cacing trematoda fasciolopsis buski adalah suatu trematoda yang di dapatkan pada manusia atu hewan. Trematoda tersebut mempunyai ukuran terbesar di antara treramatoda lain yang di temukan pada manusia.
Cacing ini pertama kali di temukan oleh Busk (1843) pada autopsi seorang pelaut yang meninggal di London.
Hospes definitif                     :    Manusia, babi, anjing, kucing
Hospes perantara pertama      :    Keong air tawar (Segmentina, Hippeutis)
Hospes perantara kedua         : Tumbuh-tumbuhan air (Morning glory, Elichoris Eichornia grassipes, Trapa natans, Trapa bicornis, tuberosa, Zizania)
Habitat                                   :    Usus halus
Penyakit                                 :    Fasciolopsiasis
Distribusi geografik                :    China, Taiwan, Thailand, Malaysia, Laos, India, Vietnam dan Indonesi

b.      Siklus Hidup
Cacing dewasa hidup dalam usus halus memproduksi telur sampai 25000 butir/ekor/hari yang keluar melalui feses. Telur menetas pada suhu optimum (27-32oC) selama sekitar 7 minggu. Meracidium keluar dan masuk kedalam hospes intermedier siput yang termasuk dalam genus segmentia dan hippeutis (planorbidae) untuk membentuk sporocyst. Sporocyst berada dalam jantung dan hati siput, kemudian mengeluarkan redia induk, kemudian redia induk memproduksi redia anak. Redia berubah menjadi cercaria keluar dari tubuh siput dan berenang dalam air, kemudian menempel pada tanaman/sayuran/rumput dimana cercaria berubah menjadi metacercaria. Bila tanaman tersebut dimakan/termakan manusia/babi maka cercaria menginfeksi hospes definitif.


c.       Manifestasi Klinik
1.      Gejala Klinis
Gejala klinis lebih banyak disebabkan oleh cacing dewasa. Cacing dewasa melekat pada dinding usus sehingga menimbulkan lesi iritasi, reaksi radang, intoksikasi umum, dan kolik usus. Infeksi ringan umumnya tanpa gejala.
Infeksi berat  :
•         Diare
•         Nyeri epigastrium
•         Kad. Konstipasi
•         Tinja kuning berbau busuk & berisi sisa-sisa makanan
•         Napsu makan baik / berlebihan

2.      Tanda klinis
Diagnosis dapat  di tetapkan dengan melihat gejala klinis yang terjadi pada penderita yang berada di daerah endemis dan dipastikan menemukan telur dalam feses pada penderita.

d.      Pengobatan
Praziquantel (drug of choice) -15 mg/kg BB dosis tunggal
Niclosamide 150 mg/kg/hari dosis tunggal selama 1-2 hari
Tetrachloroethylene : 0,1 mg/kg

e.       Pencengahan
1.      Memberi penyuluhan kepada masyarakat di daerah endemis tentang cara cara menularan dan cara pemberantasan penyakit ini.
2.      Buang air besar dan buang air kecil dijamban yang saniter agar telur cacing tidak mencapai badan-badan air tawar yang mengandung keong sebagai inang antara.
3.      Memperbaiki cara-cara irigasi dan pertanian; mengurangi habitat keong dengan
4.      mengalirkan air
5.      Memberantas tempat perindukan keong dengan moluskisida
6.      Untuk mencegah pemajanan dengan air yang terkontaminasi (contoh : gunakan sepatu bot karet). Untuk mengurangi penetrasi serkaria setelah terpajan dengan air yang terkontaminsai dalam waktu singkat atau secara tidak sengaja yaitu kulit yang basah dengan air yang diduga terinfeksi dikeringkan segera dengan handuk. Bisa juga dengan mengoleskan alkohol 70% segera pada kulit untuk membunuh serkaria.
7.      Persediaan air minum, air untuk mandi dan mencuci pakaian hendaknya diambil dari sumber yang bebas serkaria atau air yang sudah diberi obat untuk membunuh serkariannya. Cara yang efektif untuk membunuh serkaria yaitu air diberi iodine atau chlorine atau dengan menggunakan kertas saring. Membiarkan air selama 48 ?72 jam sebelum digunakan juga dianggap efektif.
8.      Obati penderita di daerah endemis dengan praziquantel untuk mencegah penyakit berlanjut dan mengurangi penularan dengan mengurangi pelepasan telur oleh cacing.
9.      Mengurangi sumber infeksi dengan mengobati penderita. Untuk selanjutnya ditujukan pada tuan rumah perantara dengan memusnahkan keong air atau juka dimakan, memakannya harus dimasak terlebih dahulu.


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Trematoda berasal dari bahasa yunani Trematodaes yang berarti punya lobang,  bentuk tubuh pipih dorso ventral seperti daun.Umumnya semua organ tubuh tak punya ronggat tubuh dan mempunyai Sucker atau kait untuk menempel pada parasit ini di luar atau di organ dalam induk semang. Saluran pencernaaan mempunyai mulut, pharink, usus bercabang cabang. tapi tak punya anus.
Trematoda merupakan cacing pipih yang berbentuk seperti daun, filum PLATYHELMINTHES dan hidup sebagai parasit. Mereka dilengkapi dengan alat-alat ekskresi, alat pencernaan, alat reproduksi jantan dan betina yang menjadi satu (hermafrodit) kecuali pada Trematoda darah (Schistosoma). Mempunyai batil isap kepala (mulut) di bagian anterior tubuh dan batil isap perut di bagian posterior tubuh (asetabulum).
Trematoda terbagi atas beberapa jenis :
1.      Trematoda Hati (Clonorchis sinensis)
Clonorchis sinensis, Fasciola hepatica, F. gigantica.
2.      Trematoda Paru (Paragonimus westermani)
Paragonimus westermani ini menyebabkan penyakit paragonimiasis.
3.      Trematoda Usus
Macam-macam spesies Trematoda usus adalah: Fasciolopsis buski, H. heterophyes, M. yokagawai, Echinostoma revolutum, Hypoderaeum dan Gastrodiscus.
4.      F. Trematoda Darah
Pada manusia ditemukan 3 spesies penting: Schistosoma japonicum, Schistosoma mansoni dan Schistosoma haematobium.

3.2 Saran
Saran kami kepada pembaca agar sebaiknya isi dalam makalah ini yakni tentang parasit yang tergolong pada kelas Trematoda agar tidak hanya dibaca tetapi juga di pahami, agar nantinya isi makalah ini bisa di jadikan pengetahuan baru dan berguna bagi kehidupan diri dan orang lain.
Dan agar nantinya bisa mecengah dan mengimplementasikan dalam masyarakat tentang ilmu yang di dapat dalam makalah ini.



DAFTAR PUSTAKA


Gandahusada, srisasi Prof.dr. dkk (ed). Parasitologi Kedokteran. Edisi ketiga, 2002. balai Penerbit FKUI. Jakarta
           



No comments:

Post a Comment