Wednesday, 27 March 2019

MAKALAH KEDUDUKAN AKAL DAN WAHYU DALAM ISLAM


BAB I
PENDAHULUAN
A.            Latar Belakang
Kedudukan akal dan wahyu dalam Islam menempati posisi yang sangat terhormat, melebihi agama-agama lain. karena Akal dan wahyu adalah suatu yang sangat urgen untuk manusia, dialah yang memberikan perbedaan manusia untuk mencapai derajat ketaqwaan kepada sang kholiq, akal pun harus dibina dengan ilmu-ilmu sehingga mnghasilkan budi pekrti yang sangat mulia yang menjadi dasar sumber kehidupan dan juga tujuan dari baginda rasulullah SAW. Tidak hanaya itu  dengan akal juga manusia bisa menjadi ciptaan pilihan yang allah amanatkan untuk menjadi pemimpin di muka bumi ini, begitu juga dengan wahyu yang dimana wahyu adalah pemberian allah yang sangat luar biasa untuk membimbing manusia pada jalan yang lurus.
Namun dalam menggunakan akal terbatas akan hal-hal bersifat tauhid, karena ketauhitan sang pencipta tak akan terukur dalam menemukan titik ahir, begitu pula dengan wahyu sang Esa, karena wahyu diberikan kepada orang-orang terpilih dan semata-mata untuk menunjukkan kebesaran Allah. Maka dalam menangani anatara wahyu dana akal harus slalu mengingat bahwa semua itu karna allah semata. Dan tidak akan terjadi jika allah tak mengijinkannya. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah kemusyrikan terhadap allah karena kesombongannya.
B.            Rumusan Masalah
1.      Apa pengertian wahyu dan akal?
2.      Bagaimana kedudukan wahyu dan akal dalam Islam?

BAB II
PEMBAHASAN
A.            Wahyu
1.             Pengertian Wahyu
Kata wahyu berasal dari kata arab الوحي, dan al-wahy adalah kata asli Arab dan bukan pinjaman dari bahasa asing, yang berarti suara, api, dan kecepatan. Dan ketika Al-Wahyu berbentuk masdar memiliki dua arti yaitu tersembunyi dan cepat. oleh sebab itu wahyu sering disebut sebuah pemberitahuan tersembunyi dan cepat kepada seseorang yang terpilih tanpa seorangpun yang mengetahuinya. Sedangkan ketika berbentuk maf’ul wahyu Allah terhada Nabi-Nabi-Nya ini sering disebut Kalam Allah yang diberikan kepada Nabi.[1]
Menurut Muhammad Abduh dalam Risalatut Tauhid berpendapat bahwa wahyu adalah pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara. Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya.
2.             Fungsi wahyu
Wahyu berfungsi memberi informasi bagi manusia. Yang dimaksud memberi informasi disini yaitu wahyu memberi tahu manusia, bagaimana cara berterima kasih kepada tuhan, menyempurnakan akal tentang mana yang baik dan yang buruk, serta menjelaskan perincian upah dan hukuman yang akan di terima manusia di akhirat.
Sebenarnya wahyu secara tidak langsung adalah senjata yang diberikan allah kepada nabi-nabiNYA untuk melindungi diri dan pengikutnya dari ancaman orang-orang yang tak menyukai keberadaanya. Dan sebagai bukti bahwa beliau adalah utusan sang pencipta yaitu Allah SWT.
3.             Kekuatan wahyu
Memang sulit saat ini membuktikan jika wahyu memiliki kekuatan, tetapi kita tidak mampu mengelak sejarah wahyu ada, oleh karna itu wahyu diyakini memiliki kekuatan karena beberapa faktor antara lain:
a.             Wahyu ada karena ijin dari Allah, atau wahyu ada karena pemberian Allah.
b.            Wahyu lebih condong melalui dua mukjizat yaitu Al-Qur’an dan As-Sunnah.
c.             Membuat suatu keyakinan pada diri manusia.
d.            Untuk memberi keyakinan yang penuh pada hati tentang adanya alam ghaib.
e.             Wahyu turun melalui para ucapan nabi-nabi.[2]

B.            Akal
1.             Pengertian Akal
Kata akal sudah menjadi kata Indonesia, berasal dari kata Arab al-‘Aql (العـقـل), yang dalam bentuk kata benda. Al-Qur’an hanya membawa bentuk kata kerjanya ‘aqaluuh(عـقـلوه) dalam 1 ayat, ta’qiluun (تعـقـلون) 24 ayat, na’qil (نعـقـل) 1 ayat, ya’qiluha (يعـقـلها) 1 ayat dan ya’qiluun (يعـقـلون) 22 ayat, kata-kata itu datang dalam arti faham dan mengerti. Maka dapat diambil arti bahwa akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.
Dalam pemahaman Prof. Izutzu, kata ‘aql di zaman jahiliyyah dipakai dalam arti kecerdasan praktis (practical intelligence) yang dalam istilah psikologi modern disebut kecakapan memecahkan masalah (problem-solving capacity). Orang berakal, menurut pendapatnya adalah orang yang mempunyai kecakapan untuk menyelesaikan masalah. Bagaimana pun kata ‘aqala mengandung arti mengerti, memahami dan berfikir. Sedangkan Muhammad Abduh berpendapat bahwa akal adalah: sutu daya yang hanya dimiliki manusia dan oleh karena itu dialah yang memperbedakan manusia dari mahluk lain.[3]
2.             Fungsi Akal
Akal banyak memiliki fungsi dalam kehidupan, antara lain:
1.             Sebagai tolak ukur akan kebenaran dan kebatilan.
2.             Sebagai alat untuk menemukan solusi ketika permasalahan datang.
3.             Sebagai alat untuk mencerna berbagai hal dan cara tingkah laku yang benar.
Dan masih banyak lagi fungsi akal, karena hakikat dari akal adalah sebagai mesin penggerak dalam tubuh yang mengatur dalam berbagai hal yang akan dilakukan setiap manusia yang akan meninjau baik, buruk dan akibatnya dari hal yang akan dikerjakan tersebut. Dan  Akal adalah jalan untuk memperoleh iman sejati, iman tidaklah sempurna kalau tidak didasarkan akal iman harus berdasar pada keyakinan, bukan pada pendapat dan akalah yang menjadi sumber keyakinan pada tuhan.
3.             Kekuatan Akal
Tak seperti wahyu, kekuatan akal lebih terlihat jelas dan mudah dimengerti, seperti contoh:
a.             Mengetahui tuhan dan sifat-sifatnya.
b.            Mengetahui adanya hidup akhirat.
c.             Mengetahui bahwa kebahagian jiwa di akhirat bergantung pada mengenal tuhan dan berbuat baik, sedang kesngsaran tergantung pada tidak mengenal tuhan dan pada perbuatan jahat.
d.            Mengetahui wajibnya manusia mengenal tuhan.
e.             Mengetahui wajibnya manusia berbuat baik dan wajibnya ia mnjauhi perbuatan jahat untuk kebahagiannya di akhirat.
f.             Membuat hukum-hukum mengenai kewajiban-kewajiban itu.

C.            Kedudukan Wahyu Dan Akal Dalam Islam
Kedudukan antara wahyu dalam Islam sama-sama penting. Karena Islam tak akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal dalam Islam. Dapat dilihat dalam hukum Islam, antar wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum Islam berbicara yang identik dengan wahyu, maka akal akan segerah menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut.karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahu, dan akal adalah hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.
Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski demikian bukan berartiakal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama. Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya. Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalucocok dengan syariat Islam dalam permasalahan apapun. Dan Wahyu baik berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari Allah SWT, pribadi Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu mmerupakan perintah yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpamengenal ruang dan waktu, baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum ataukhusus.Apa yang dibawa oleh wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan prinsip-prinsip akal. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak terpisah-pisah.Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia. baik perintah maupun larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-qur’an dan as-sunnah turun secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Namun tidak selalu mendukung antara wahyu dan akal, karena seiring perkembangan zaman akal yang semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah anugrah dari Allah terhadap orang yang terpilih, terkadang mempertanyakan keaslian wahyu tersebut. Apakah wahyu itu benar dari Allah ataukah hanya pemikiran seseorang yang beranggapan smua itu wahyu. Seperti pendapat Abu Jabbar bahwa akal tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik lebih besar dari pada upah yang ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain, demikian pula akal tak mengetahui bahwa hkuman untuk suatu perbuatan buruk lebih besar dari hukuman untuk suatu perbuatan buruk yang lain. Semua itu hanya dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai berkata wahyulah yang menjelaskan perincian hukuman dan upah yang akan diperoleh manusia di akhirat.
Karena Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam sering dibicarakan dalam konteks, yang manakah diantara kedua akal dan wahyu itu yang menjadi sumbr pengetahuan manusia tentang tuhan, tentang kewajiban manusia berterima kasih kepada tuhan, tentang apa yang baik dan yang buruk, serta tentang kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari yang buruk. Maka para aliran Islam memiliki pendapat sendiri-sendiri antra lain:[4]
1.             Aliran Mu’tazilah sebagai penganut pemikiran kalam tradisional, berpendapat bahwa akal mmpunyai kemampuan mengetahui empat konsep tersebut.
2.             Sementara itu aliran Maturidiyah Samarkand yang juga termasuk pemikiran kalam tradisional, mengatakan juga kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan yang buruk akan mempunyai kemampuan mengetahui ketiga hal tersebut.
3.             Sebaliknya aliran Asy’ariyah, sebagai penganut pemikiran kalam tradisional juga berpendapat bahwa akal hanya mampu mengetahui tuhan sedangkan tiga hal lainnya, yakni kewajiban berterima kasih kepada tuhan, baik dan buruk serta kewajiban melaksanakan yang baik dan menghindari yang jahat diketahui manusia berdasarkan wahyu.
4.             Sementara itu aliran maturidiah Bukhara yang juga digolongkan kedalam pemikiran kalam tradisional berpendapat bahwa dua dari keempat hal tersebut yakni mengetahui tuhan dan mengetahui yang baik dan buruk dapat diketahui dngan akal, sedangkan dua hal lainnya yakni kewajiaban berterima kasih kepada tuhan serta kewajiban melaksanakan yang baik serta meninggalkan yang buruk hanya dapat diketahui dengan wahyu.
Adapun ayat-ayat yang dijadikan dalil oleh paham Maturidiyah Samarkand dan mu’tazilah, dan terlebih lagi untuk menguatkan pendapat mereka adalah surat as-sajdah, surat al-ghosiyah ayat 17 dan surat al-a’rof ayat 185. Di samping itu, buku ushul fiqih berbicara tentang siapa yang menjadi hakim atau pembuat hukum sebelum bi’sah atau nabi diutus, menjelaskan bahwa Mu’tazilah berpendapat pembuat hukum adalah akal manusia sendiri. dan untuk memperkuat pendapat mereka dipergunakan dalil al-Qur’an surat Hud ayat 24.Sementara itu aliran kalam tradisional mngambil beberapa ayat Al-qur’an sebagai dalil dalam rangka memperkuat pendapat yang mereka bawa . ayat-ayat tersebut adalah ayat 15 surat al-isro, ayat 134 surat Taha, ayat 164 surat An-Nisa dan ayat 18 surat Al-Mulk.
Dalam menangani hal tersebut banyak beberapa tokoh dengan pendapatnya memaparkan hal-hal yang berhubungan antara wahyu dan akal. Seperti  Harun Nasution menggugat masalah dalam berfikir yang dinilainya sebagai kemunduran umat Islam dalam sejarah. Menurut beliau yang diperlukan adalah suatu upaya untuk merasionalisasi pemahaman umat Islam yang dinilai dogmatis tersebut, yang menyebabkan kemunduran umat Islam karena kurang mengoptimalkan  potensi akal yang dimiliki. bagi Harun Nasution agama dan wahyu pada hakikatnya hanya dasar saja dan tugas akal yang akan menjelaskan dan memahami agama tersebut.










BAB III
PENUTUP

Simpulan:
Wahyu adalah pengetahuan yang di dapatkan oleh seseorang dalam dirinya sendiri disertai keyakinan bahwa semua itu datang dari Allah SWT, baik melalui pelantara maupun tanpa pelantara. Baik menjelma seperti suara yang masuk dalam telinga ataupun lainya. Sedangkan akal adalah peralatan manusia yang memiliki fungsi untuk membedakan yang salah dan yang benar serta menganalisis sesuatu yang kemampuanya sangat luas.
Kedudukan antara wahyu dalam Islam sama-sama penting. Karena Islam tak akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal ini sangat berpengaruh dalam segala hal dalam Islam. Dapat dilihat dalam hukum Islam, antar wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum Islam berbicara yang identik dengan wahyu, maka akal akan segerah menerima dan mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena hukum tersebut.karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang diberikan Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkanya tanpa seorangpun yang mengetahu, dan akal adalah hadiah terindah bagi setiap manusia yang diberikan Allah.



DAFTAR PUSTAKA

Atang, Metodologi Study Islam, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, tt.
Nasution, Harun Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), Jakarta: UI Press,1986.
www.google.com// pengertian akal dan wahyu.ic.id diakses selasa, tanggal 3 Desember 2013.


[1]Nasution, Harun Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perbandingan), (Jakarta: UI Press,1986), h. 34
[2] ibid
[3] www.google.com// pengertian akal dan wahyu.ic.id diakses selasa, tanggal 3 Desember 2013, jam 16:40 Wita.
[4] Atang, Metodologi Study Islam, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, tt), h. 47-48








KLASIFIKASI DAN KARAKTERISTIK ILMU DALAM ISLAM

BAB I
PENDAHULUAN


A.  Latar Belakang

Islam adalah agama yang disampaikan malaikat Jibril kepada Nabi Muhammad sebagai Rasul-Nya mula-mula di Mekkah kemudian di Madinah kurang lebih selama 23 tahun. Sebagai agama wahyu, seperti telah disebutkan berulang-ulang, komponen agama Islam adalah akidah, syari’ah dan akhlaq yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist. Selain komponen utama agama islam, di dalam Al-Qur’an perkataan ilmu ( pengetahuan tentang sesuatu ) dalam berbagai bentuk disebut sebanyak 854 kali. Karena banyak dan seringnya perkataan itu disebut dalam berbagai hubungan atau konteks, dapatlah disimpulkan bahwa kedudukan ilmu sangat penting dalam agama Islam. Perkataan ilmu dilihat dari sudut kebahasaan bermakna penjelasan. Menurut Al-Qur’an, ilmu adalah suatu keistimewaan pada manusia yang menyebabkan manusia unggul terhadap makhluk-makhluk lain. Ini tercermin, seperti dalam kisah nabi Adam sewaktu ditanya oleh Allah tentang nama-nama benda. Adam dapat menjawab semua nama benda yang Allah tanyakan kepadanya. Dalam surat Al-Baqarah (2):38. Allah berfirman sambil memerintahkan: “Hai Adam, beritahukan kepada mereka ( Iblis ) nama-nama benda”. Berdasarkan keterangan Al-Qur’an itu, manusia telah mempunyai potensi berilmu dan mengembangkan ilmunya dengan izin Allah (Quraish Shihab, 1996 : 445).
Pandangan Al-Quran tentang ilmu dan teknologi juga dapat diketahui prinsip - prinsipnya dari analisis wahyu pertama yang diterima oleh Nabi Muhammad SAW. “Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah mencipta. Menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhan engkau adalah Maha Mulia. Dia yang mengajarkan denganqalam. Mengajari manusia apa-apa yang tidak tahu. (QS Al-’Alaq [96]: 1-5).



BAB II
PEMBAHASAN

A. KLASIFIKASI DAN KARAKTERISTIK ILMU DALAM ISLAM
Akal menghasilkan ilmu, dan ilmu berkembang dalam masa keemasan sejarah Islam. Agar dapat dipelajari dengan baik dan benar. Sebagian klasifikasi ilmu itu asli dan berpengaruh, tetapi sebagian lagi hanyalah pengulangan klasifikasi sebelumnya yang kemudian dilupakan orang. Pada massa Al-Farabi, Al-Gazali, Qutubuddin telah berhasil mengklasifikasikan ilmu Islam menjadi beberapa bagian. Ketiga tokoh tersebut adalah orang- orang pendiri terkemuka aliran intelektual dan mereka tumbuh dan berkembang dalam periode-periode penting sejarah Islam. Adapun mereka telah mengklasifikasikan menjadi beberapa bagian, yakni :
1.      Menurut Al-Farabi, perincian klasifikasinya yakni sebagai berikut :
a. Ilmu Bahasa
b. Ilmu Logika
c. Ilmu Matematis
d. Metafisika
e. Ilmu Politik, Ilmu Fiqih dan Ilmu Kalam
Karakteristik klasifikasi Ilmu Al-Farabi adalah sebagai berikut:
1)  Para pengkaji dapat memilih subjek-subjek yang benar-benar membawa manfaat bagi dirinya.
2)  Memungkinkan seseorang belajar tentang hierarki
3)  Memberikan sarana yang bermanfaat dalam menentukan sejauh mana spesialisasi dapat ditentukan secara benar.
4) Memberikan informasi kepada para pengkaji tentang apa yang seharusnya dipelajari sebelum seseorang dapat mengklaim diri ahli dalam suatu ilmu tertentu.
2.      Menurut Al-Gazali, perincian klasifikasinya yakni sebagai berikut :
a.       Ilmu teoritis dan ilmu praktis
Ilmu teoritis adalah ilmu yang menjadikan keadaan-keadaan yang wujud diketahui sebagaimana adanya.
Ilmu praktis berkenaan dengan tindakan-tindakan manusia untuk memperoleh kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
b.      Ilmu yang dihadirkan dan ilmu yang dicapai
Ilmu yang dihadirkan adalah bersifat langsung, serta merta, suprarasional ( diatas atau diluar jangkauan akal ), intuitif ( berdasar bisikan hati ), dan kontemplatif ( bersifat renungan ). Dia biasa menyebut dengan ilmu ladunni
Ilmu yang dicapai adalah ilmu yang dicapai oleh akal pikiran manusia (ilmu insani)
c.        Ilmu keagamaan dan ilmu intelektual
Ilmu keagamaan adalah ilmu-ilmu yang diperoleh dari para nabi, tidak hadir dari akal pikiran manusia biasa.
Ilmu intelektual adalah berbagai ilmu yang dicapai atau diperolek melalui kemampuan intelek ( daya atau kecerdasan berpikir ).
d.      Ilmu fardu ‘ain dan ilmu fardu kifayah
Ilmu fardu ‘ain merujuk pada kewajiban agama yang mengikat setiap muslim dan muslimah.
Ilmu fardu kifayah  lebih kepada hal-hal yang merupakan perintah ilahi yang bersifat mengikat komunitas ( kelompok orang ) muslim dan muslimat menjadi satu kesatuan.



3.      Menurut Qutubuddin Al-Syirazi, perincian klasifikasinya yakni sebagai berikut :
a. Ilmu – ilmu filosofis ( kefilsafatan )
b. Ilmu-ilmu nonfilosofi adalah ilmu-ilmu religius atau termasuk dalam ajaran wahyu.    
Klasifikasi dari ke-3 tokoh tersebut terhadap ilmu pengetahuan, berpengaruh sampai kini. Di tanah air kita sering mendengar klasifikasi ilmu dengan : ilmu agama dan ilmu umum.
Menurut Al-Qur’an ilmu dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Ilmu ladunni, yakni ilmu yang diperoleh tanpa upaya manusia.
b. Ilmu insani, yakni ilmu yang diperoleh karena usaha manusia.
Pembagian ilmu kedalam 2 golongan ini dilakukan karena menurut Al-Qur’an ada hal-hal yang ada tetapi tidak diketahui manusia, ada pula yang wujud yang tidak
tampak. Ditegaskan dalam Al-Quran antara lain dalam firmanNya pada surat Al-Haqqah ayat 38-39 yang artinya:
“ Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat dan dengan yang tidak kamu lihat.”
Dari kalimat terakhir jelas bahwa obyek Ilmu ada 2 yakni : materi dan nonmateri, fenomena dan nonfenomena, bahkan ada yang wujud yang jangankan dilihat diketahui manusia saja tidak.  Dari kutipan-kutipan ayat-ayat diatas jelas bahwa pengetahuan manusia hanyalah sedikit, dan telah diregaskan oleh Allah dalam firmanNya:“ kamu tidak diberi ilmu ( pengetahuan ) kecuali sedikit.”( Q.S 17 : 85 ). Walaupun sedikit namun manusia harus memanfaatkannya untuk kemaslahatan manusia.
Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk terus berupaya meningkatkan kemampuan ilmiahnya. Disamping itu perlu dikemukakan bahwa manusia memiliki naluri haus pengetahuan, sebagaimana telah dikemukan Rasulullah dalam sebuah hadistnya :
“ Ada 2 keinginan yang tidak pernah terpuaskan yaitu keinginan menuntut ilmu dan keinginan mencari harta”
Yang perlu diusahakan adalah mengarahkan perkembangan ilmu pengetahuan dan tekhnologi untuk kemaslahatan hidup, bukan untuk merusak dan membahayakan umat manusia. Pengarahnya adalah agama dan moral yang selaras dengan ajaran agama. Disinilah letak hubungan antara agama Islam yang bersumber dari Al-Qur’an dan Al-Hadist dengan ilmu pengetahuan dan teknologi ( iptek ) yang bersumber dari akal dan penalaran manusia.
B. KLASIFIKASI DAN KARAKTERISTIK ILMU KEPERAWATAN DALAM ISLAM
Profesi perawat merupakan pekerjaan yang mulia. Menurut handerson, tugas unik perawat ialah membantu individu baik dalam keadaan sehat maupun sakit melalui berbagai upayanya melaksanakan berbagai aktivitas guna mendukung kesehatan dan penyembuhan individu atau proses meninggal dengan damai. Keperawatan juga merupakan manifestasi dari ibadah yang berbentuk pelayanan profesional dan merupakan bagian integral dari pelayanan kesehatan yang didasarkan pada keimanan, keilmuan, dan amal serta kiat keperawatanm berbentuk pelayanan bio-psiko-sosial-kultural-spiritual yang komprehensif. Di dalam islam keperawatan tidak dapat dipisahkan dari ajaran islam secara keseluruhan.
Seiring perkembangan kekhalifahan Islam, klasifikasi perkembangan dunia keperawatan dalam dunia Islam terbagi dalam:
1.        Masa penyebaran Islam (The Islamic Period) 570 – 632 M
Pada masa ini keperawatan sejalan dengan perang kaum Muslimin/jihad (holy wars), pada masa ini Rufaidah binti Sa’ad memberikan kontribusinya kepada dunia keperawatan.
2.        Masa setelah Nabi (Post Prophetic Era) 632 – 1000 M.
Masa ini setelah nabi wafat. Pada masa ini lebih didominasi oleh kedokteran dan mulai muncul tokoh-tokoh Islam dalam dunia kedokteran seperti Ibnu Sina (Avicenna), dan Abu Bakar Ibnu Zakariya Ar-Razi (Ar-Razi).


3.        Masa pertengahan 1000 – 1500 M
Pada masa ini negara-negara di Jazirah Arab membangun rumah sakit dengan baik dan memperkenalkan metode perawatan orang sakit. Di masa ini mulai ada pemisahan antara kamar perawatan laki-laki dan perempuan dan sampai sekarang banyak diikuti semua rumah sakit di seluruh dunia.
4.        Masa Modern ( 1500 – sekarang )
Pada masa inilah perawat-perawat asing dari dunia barat mulai berkembang. Saat itu, seorang perawat/bidan Muslimah pada tahun 1960 yang bernama Lutfiyyah Al-Khateeb mendapatkan Diploma Keperawatan di Kairo.
C. KEWAJIBAN MENUNTUT ILMU
Al-Gazali menyebut dalam klasifikasinya, ilmu fardu ‘ain dan ilmu fardu kifayah. Istilah fardu ‘ain merujuk pada kewajiban agama yang mengikat setiap muslim dan muslimah. Ilmu fardu kifayah merujuk pada hal-hal yang merupakan perintah Ilahi yang mengikat komunitas muslim dan muslimat sebagai satu kesatuan, tidak mengikat setiap anggota komunitas.
Kalau klasifikasi Al-Gazali tersebut diatas dihubungkan dengan ilmu, maka menuntut ilmu merupakan kewajiban semua umat manusia tidak memandang umur, jenis kelamin ataupun derajatnya. Sesuai dengan keadaan, bakat, dan kemampuan. Bahwa mencari ilmu adalah kewajiban bagi setiap manusia dasarnya baik dalam Al-Qur’an maupun di dalam al-Hadist.
Salah satu sifat Allah yang disebut dalam Al-Qur’an adalah ‘Alim yang berarti yang memiliki pengetahuan. Oleh karena itu pula memiliki pengetahuan merupakan sifat Ilahi dan mencari pengetahuan merupakan kewajiban bagi setiap orang beriman. Dan apabila orang yang beriman diwajibkan mewujudkan sifat-sifat Allah dalam diri mereka sendiri seperti dikatakan dalam sebuah hadist maka setiap orang berkewajiban untuk beriman kepada Allah yang menjadi sumber segala sesuatu, meneladani sifat-sifat
-Nya dan pengetahuan, sehingga wawasan tentang Allah akan mendarah daging bagi umat manusia. Namun tidak semua sifat Allah dapat kita teladani karena keterbatasan kita menjadi umat yang telah diciptakanNya.
Pentingnya kita mempelajari dan memahami ilmu, yaitu :
a. Perbedaan yang jelas antara orang yang berilmu dengan orang yan g tidak berilmu.
b. Hanya orang –orang yang berakal yang dapat menerima pelajaran ( Q.S 39 : 9 )
c. Hanya orang yang berilmu yang mempu memahami hakikat sesuatu yang disampaikan         Allah melalui perumpamaan-perumpamaan ( Q.S 29 : 43 )
d. Allah memerintahkan agar manusia berdo’a agar ilmunya bertambah.
e. Orang yang mencari ilmu berjalan dijalan Allah, telah melakukan ibadah.
Pentingnya ilmu menurut agama Islam, dorongan serta kewajiban mencari dan menuntut ilmu seperti disebutkan diatas, telah menjadikan dunia Islam pada suatu masa di zaman lampau menjadi pusat pengembangan ilmu dan kebudayaan. Di masa yang akan datang kejayaan yang telah ada itu, Insyaallah akan datang kembali kalau pemeluk agama Islam menyadari makna firman allah “kalian adalah umat terbaik yang yang dilahirkan untuk manusia, mempelajari dan mengamalkan agama Islam secara menyeluruh”.
              Manfaat mempelajari ilmu bagi kehidupan kita, yaitu :
a.       Akan mendapatkan pahala secara terus menerus bagi yang mengajarkannya.
b.      Ilmu memberikan kepada yang memiliki pengetahuan untuk membedakan apa yang terlarang dan yang tidak, menerangi jalan kesurga, kawan diwaktu sepi dan teman ketika kita kehilangan sahabat.
c.       Ilmu memimpin kita kepada kebahagiaan, menghibur kita dalam duka, perhiasan dalam pergaulan, perisai terhadap musuh.






D. ILMU ADALAH PEMIMPIN AMAL
1. Mu’adz bin Jabal –radhiyallahu ‘anhu- mengatakan,
;العِلْمُ إِمَامُ العَمَلِ وَالعَمَلُ تَابِعُهُ
       “Ilmu adalah pemimpin amal dan amalan itu berada di belakang setelah adanya ilmu.”
2. Allah ta’ala berfirman
فَاعْلَمْ أَنَّهُ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَاسْتَغْفِرْ لِذَنْبِكَ
“Maka ilmuilah (ketahuilah)! Bahwasanya tiada sesembahan yang berhak disembah selainAllah dan mohonlah ampunan bagi dosamu.” (QS. Muhammad [47]: 19)
3.      Al Muhallab rahimahullah mengatakan,
 “Amalan yang bermanfaat adalah amalan yang terlebih dahulu didahului dengan ilmu. Amalan yang di dalamnya tidak terdapat niat, ingin mengharap-harap ganjaran, dan merasa telah berbuat ikhlas, maka ini bukanlah amalan. Sesungguhnya yang dilakukan hanyalah seperti amalannya orang gila yang pena diangkat dari dirinya.”
4.      Allah Ta’ala berfirman,
يَرْفَعِ اللَّهُ الَّذِينَ آَمَنُوا مِنْكُمْ وَالَّذِينَ أُوتُوا الْعِلْمَ دَرَجَاتٍ
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (QS Al Mujadalah: 11)
5.    Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
إِنَّ الأَنْبِيَاءَ لَمْ يُوَرِّثُوا دِينَارًا وَلاَ دِرْهَمًا إِنَّمَا وَرَّثُوا الْعِلْمَ فَمَنْ أَخَذَ بِهِ أَخَذَ بِحَظٍّ وَافِرٍ
“Sesungguhnya para Nabi tidak mewariskan dinar dan dirham, mereka hanyalah mewariskan ilmu. Barangsiapa yang mengambilnya, maka dia telah memperoleh keberuntungan yang banyak.”



BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN         
Setiap muslim wajib menuntut ilmu. Rasulullah saw bersabda: “Menuntut ilmu adalah kewajiban bagi setiap muslim laki-laki dan perempuan”. Allah memberikan keutamaan dan kemuliaan bagi orang-orang yang berilmu dalam firman-Nya dalam Al-Qur`an surat Al-Mujaadilah ayat 11 : “Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat”. Orang-orang yang berilmu akan pula dimudahkan jalannya ke syurga oleh Allah dan senantiasa didoakan oleh para malaikat.
     Sabda Rasullullah SAW :“Seorang alim (berilmu)dengan ilmunya dan amal perbuatannya akan berada di dalam syurga, maka apabila seseorang yang berilmu tidak mengamalkan ilmunya maka ilmu dan amalnya akan berada di dalam syurga, sedangkan dirinya akan berada dalam neraka” (HR. Daiylami)
Keutamaan manusia dari makhluk Allah lainnya terletak pada ilmunya. Allah bahkan menyuruh para malaikat agar sujud kepada Nabi Adam as karena kelebihan ilmu yang dimilikinya. Cara kita bersyukur atas keutamaan yang Allah berikan kepada kita adalah dengan menggunakan segala potensi yang ada pada diri kita untuk Allah atau di jalan Allah.








DAFTAR PUSTAKA
                                                        
Asmadi, 2008. KONSEP DASAR KEPERAWATAN. Jakarta : Penerbit buku kedokteran EGC
Salim, Muhammad Ibrahim.2002. Perempuan-Perempuan Mulia Di Sekitar Rasulullah Saw.Jak
arta: Gema insane















Kewajiban Menuntut Ilmu

Nah, tahukah Anda bahwa di dalam Islam, menuntut ilmu itu wajib hukumnya, sebagaimana Nabi bersabda. “Menuntut ilmu adalah wajib atas setiap muslim.” (HR.Bukhari).
Ditambah lagi dalam firman Allah “Ilmu membuat seseorang jadi mulia, baik di hadapan manusia juga di hadapan-Nya”.Selain itu Allah juga menegaskan bahwa akan mengangkat derajat orang yang mempunyai ilmu pengetahuan. Seperti di bawah ini
” ….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan, Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Mujaadilah [58] : 11)
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. Az-Zumar [39]: 9).
Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui? (Az-Zumar:9)
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah:11).
Menuntut ilmu itu pahalanya begitu besar:
“Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut ilmu, maka Allah mudahkan jalan menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat meletakkan sayap-sayapnya bagi penunutu ilmu tanda ridha dengan yang dia perbuat. (Dari hadits yang panjang riwayat Muslim)
“Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari ilmu), maka dia berada dalam sabilillah hingga kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan)
“Barangsiap menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim)
“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka Allah akan pahamkan dia dalam (masalah) dien (agama).” (HR.Bukhari)
Dalam hadits lainnya dijelaskan bahwa ilmu yang wajib dituntut adalah ilmu yang bermanfaat. Yang bukan hanya benar, tapi juga dapat mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita, keluarga, dan masyarakat baik di dunia mau pun di akhirat.
Rasulullah saw bersabda: “Apabila anak cucu adam itu wafat, maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan orangtuanya.” (HR.Muslim, dari Abu Hurairah ra)
Allah berfirman, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah (kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu dan hikmah) Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS Lukman [31] : 27)
Bagaimana dengan orang yang selalu mengamalkan ilmunya?
“Sesungguhnya Allah SWT dan para malaikat-Nya, serta penghuni langit dan bumi, hingga semut yang ada pada lubangnya, dan ikan hiu yang ada di lautan akan membacakan shalawat atas orang yang mengajarkan kebaikan kepada manusia.” (Merupakan bagian dari hadits Abu Umamah di atas.).
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mengajar orang lain kepada suatu petunjuk, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang yang melaksanakan petunjuk itu, tanpa mengurangi pahala mereka sama sekali.”
Nabi bersabda, ”Barangsiapa mengamalkan apa-apa yang ia ketahui, maka Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya, dan Allah akan menolong dia dalam amalan nya sehingga ia mendapatkan surga. Dan barangsiapa yang tidak mengamalkan ilmunya maka ia tersesat oleh ilmunya itu. Dan Allah tidak menolong dia dalam amalannya sehingga ia akan mendapatkan neraka“.
Banyak to keutamaan mencari ilmu dengan manfaat mengamalkan ilmu. Terus bagaimana selengekan pada awal notes ini? Bagaimana seharusnya niat yang ada didalam hati dalam mencari ilmu?
Dalam Kitab Bidayatul Hidayah, Imam Al Ghazali menulis sebagai berikut : “Wahai, hamba Allah yang rajin menuntut ilmu.Jika kalian menuntut ilmu, hendaknya dengan niat yang ikhlas karena Allah semata-mata. Di samping itu, juga dengan niat karena melaksanakan kewajiban karena menuntut ilmu wajib hukumnya, sebagaimana Rasulullah SAW bersabda, “Menuntut ilmu itu wajib bagi setiap orang Islam laki-laki maupun perempuan” [HR Ibnu Abdul barr]
Janganlah sekali-kali engkau menuntut ilmu dengan maksud untuk bermegah-megahan, sombong, berbantah-bantahan, menandingi dan mengalahkan orang lain (lawan bicara), atau supaya orang mengagumimu. Jangan pula engkau menuntut ilmu untuk dijadikan sarana mengumpulkan harta benda kekayaan duniawi. Yang demikian itu berarti merusak agama dan mudah membinasakan dirimu sendiri.
Nabi SAW mencegah hal seperti itu dengan sabdanya. “Barangsiapa menuntut ilmu yang biasanya ditujukan untuk mencari keridhaan Allah, tiba-tiba ia tidak mempelajarinya, kecuali hanya untuk Mendapatkan harta benda keduniaan, maka ia tidak akan memperoleh bau harumnya surga pada hari kiamat. ” [HR Abu Dawud]
Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian menuntut ilmu untuk membanggakannya terhadap para ulama dan untuk diperdebatkan di kalangan orang-orang bodoh dan buruk perangainya. Jangan pula menuntut ilmu untuk penampilan dalam majelis (pertemuan atau rapat) dan untuk menarik perhatian orang-orang kepadamu. Barangsiapa seperti itu, maka baginya neraka…neraka.” [HR Tirmidzi & Ibnu Majah]
Terkait dengan harta bagaimana?
Jawaban-jawaban dari Imam Ali bin Abi Thalib ketika ditanya tentang mana yang lebih utama antara Ilmu dengan harta :
” Ilmu lebih utama daripada harta, Ilmu adalah pusaka para Nabi, sedang harta adalah pusaka Karun, Sadad, Fir’aun, dan lain-lain.”
” Ilmu lebih utama daripada harta, karena ilmu itu menjagamu sedangkan harta malah engkau yang harus menjaganya.”
” Harta itu bila engkau tasarrufkan (berikan) menjadi berkurang, sebaliknya ilmu jika engkau tasarrufkan malahan bertambah.”
” Pemilik harta disebut dengan nama bakhil (kikir) dan buruk, tetapi pemilik ilmu disebut dengan nama keagungan dan kemuliaan.
” Pemilik harta itu musuhnya banyak, sedangkan pemilik ilmu temannya banyak.”
” Ilmu lebih utama daripada harta, karena diakhirat nanti pemilik harta akan dihisab, sedangkan orang berilmu akan memperoleh safa’at.”
” Harta akan hancur berantakan karena lama ditimbun zaman, tetapi ilmu tidak akan rusak dan musnah walau ditimbun zaman.”
” Harta membuat hati seseorang menjadi keras, sedang ilmu malah membuat hati menjadi bercahaya.”
” Ilmu lebih utama daripada harta, karena pemilik harta bisa mengaku menjadi Tuhan akibat harta yang dimilikinya, sedang orang yang berilmu justru mengaku sebagai hamba karena ilmunya.”
Lalu, apakah semua ilmu akan mendapatkan balasan luar biasa seperti diatas? Tidak. Hanyalah ilmu yang bermanfaatlah yang mendapatkan ini semua. Apa sih ilmu yang bermanfaat?
“Ya, Rabbi. apakah ilmu yang bermanfaat itu ? ” tanya Nabi Daud.
“Ialah ilmu yang bertujuan untuk mengetahui keluhuran, keagungan, kebesaran, dan kesempurnaan kekuasaan-Ku atas segala sesuatu.Inilah yang mendekatkan engkau kepada-Ku.”
Dalam sebuah Hadits yang diriwayatkan oleh Ar Rabi-i’, Rasulullah SAW bersabda, “Tuntutlah ilmu. Sesungguhnya, menuntut ilmu adalah pendekatan diri kepada Allah Azza wa Jalla, sedangkan Mengajarkannya kepada orang yang tidak mengetahuinya adalah shadaqah. Sesungguhnya ilmu pengetahuan adalah keindahan bagi ahlinya didunia dan akhirat.”
Oleh karena itu, Rasulullah SAW pernah memohon dalam doanya, “Allaahumma inni a’uudzubika min ‘ilmin laa yanfa’u”.‘Ya, Allah, aku berlindung kepada-Mu dari ilmu yang tidak bermanfaat.’
Dalam sebuah riwayat disebutkan bahwa Allah SWT Memberi wahyu kepada Nabi Dawud a.s. Firman-Nya, “Wahai, Dawud. Pelajarilah olehmu ilmu yang bermanfaat.”
Itulah sedikit hal yang perlu diperhatikan dalam menjadi pencari ilmu. Baik sebagai penyemangat dan menjadi ilmu buat kedepan. Ilmu yang bermanfaat itu adalah ilmu yang menyebabkan kita semakin dapat mengenal Allah, yang dapat kita amalkan, yang membuat kita rendah hati serta terhindar dari sifat takabur.  Semoga kita dapat menjadi pribadi yang haus akan ilmu yang bermanfaat yang akan berguna bagi kita di dunia dan di akhirat. Amin..



















SUMBER ILMU PENGETAHUAN DALAM ISLAM

Ditulis pada 15/05/2011 oleh hajiakbar2546
Setelah kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin untuk belajar dan terus belajar, maka Islampun telah mengatur dan menggariskan kepada ummatnya agar mereka menjadi ummat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan dan dalam segala hal) dan agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan memberikan bingkai sumber pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai berikut.
1. Al-Qur’an dan Sunnah:
Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan keduanya adalah langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasannya, sehingga terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala vested interest apapun, karena ia diturunkan dari Yang Maha Berilmu dan Yang Maha Adil. Sehingga tentang kewajiban mengambil ilmu dari keduanya, disampaikan Allah SWT melalui berbagai perintah untuk memikirkan ayat-ayat-Nya (QS 12/1-3) dan menjadikan Nabi SAW sebagai pemimpin dalam segala hal (QS 33/21).
2. Alam semesta:
Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk memikirkan alam semesta (QS 3/190-192) dan mengambil berbagai hukum serta manfaat darinya, diantara ayat2 yang telah dibuktikan oleh pengetahuan modern seperti[1] :
o    Ayat tentang asal mula alam semesta dari kabut/nebula (QS 41/11).
o    Ayat tentang urutan penciptaan (QS 79/28-30):
Kegelapan (nebula dari kumpulan H dan He yang bergerak pelan), adanya sumber cahaya akibat medan magnetik yang menghasilkan panas radiasi termonuklir (bintang dan matahari) → pembakaran atom H menjadi He lalu menjadi C lalu menjadi O baru terbentuknya benda padat dan logam seperti planet (bumi) panas turun menimbulkan kondensasi baru membentuk air baru mengakibatkan adanya kehidupan (tumbuhan).
o    Ayat bahwa bintang2 merupakan sumber panas yang tinggi (QS 86/3),
matahari sebagai contoh tingkat panasnya mencapai 6000 derajat C.
o    Ayat tentang teori ekspansi kosmos (QS 51/47).
o    Ayat bahwa planet berada pada sistem tata surya terdekat (sama ad-dunya) (QS 37/6).
o    Ayat yang membedakan antara planet sebagai pemantul cahaya
(nur/kaukab) dengan matahari sebagai sumber cahaya (siraj) (QS 71/16).
o    Ayat tentang gaya tarik antar planet (QS 55/7).
o    Ayat tentang revolusi bumi mengedari matahari (QS 27/88).
o    Ayat bahwa matahari dan bulan memiliki waktu orbit yang berbeda2 (QS
55/5) dan garis edar sendiri2 yang tetap (QS 36/40).
o    Ayat bahwa bumi ini bulat (kawwara-yukawwiru) dan melakukan rotasi (QS
39/5).
o    Ayat tentang tekanan udara rendah di angkasa (QS 6/125).
o    Ayat tentang akan sampainya manusia (astronaut) ke ruang angkasa dengan ilmu pengetahuan (QS 55/33).
o    Ayat tentang jenis-jenis awan, proses penciptaan hujan es dan salju
(QS 24/43).
o    Ayat tentang bahwa awal kehidupan dari air (QS 21/30).
o    Ayat bahwa angin sebagai mediasi dalam proses penyerbukan (pollen)
tumbuhan (QS 15/22).
o    Ayat bahwa pada tumbuhan terdapat pasangan bunga jantan (etamine) dan
bunga betina (ovules) yang menghasilkan perkawinan (QS 13/3).
o    Ayat tentang proses terjadinya air susu yang bermula dari makanan
(farts) lalu diserap oleh darah (dam) lalu ke kelenjar air susu (QS 16/66),
perlu dicatat bahwa peredaran darah baru ditemukan oleh Harvey 10 abad setelah wafatnya nabi Muhammad SAW.
o    Ayat tentang penciptaan manusia dari air mani yang merupakan campuran
(QS 76/2), mani merupakan campuran dari 4 kelenjar, testicules (membuat
spermatozoid), vesicules seminates (membuat cairan yang bersama mani), prostrate
(pemberi warna dan bau), Cooper & Mary (pemberi cairan yang melekat dan lendir).
o    Ayat bahwa zyangote dikokohkan tempatnya dalam rahim (QS 22/5), dengan
tumbuhnya villis yang seperti akar yang menempel dpada rahim.
o    Ayat tentang proses penciptaan manusia melalui mani (nuthfah) zygote yang melekat (’alaqah) segumpal daging/embryo (mudhghah) dibungkus oleh tulang dalam misenhyme (’izhama) tulang tersebut dibalut
oleh otot dan daging (lahma) (QS 23/14).
3. Diri manusia:
Allah SWT memerintahkan agar manusia memperhatikan tentang proses penciptaannya, baik secara fisiologis/fisik (QS 86/5) maupun psikologis/jiwa manusia tersebut (QS 91/7-10).
4. Sejarah:
Allah SWT memerintahkan manusia agar melihat kebenaran wahyu-Nya melalui lembar sejarah (QS 12/111). Jika manusia masih ragu akan kebenaran wahyu-Nya dan akan datangnya hari pembalasan, maka perhatikanlah kaum Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun, dan sebagainya, yang kesemuanya keberadaannya dibenarkan dalam sejarah hingga
saat ini.


No comments:

Post a Comment