BAB
I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Ilmu pengetahuan merupakan hal yang
tidak dapat dipisahkan dari ajaran agama Islam, sebab kata islam itu sendiri,
dari kata dasar aslama yang artinya “tunduk patuh”, mempunyai makna “tunduk
patuh kepada kehendak atau ketentuan Allah”.
Ilmu bukan sekedar pengetahuan
(knowledge), tetapi merangkum sekumpulan pengetahuan berdasarkan teori-teori
yang disepakati dan dapat secara sistematik diuji dengan seperangkat metode
yang diakui dalam bidang ilmu tertentu. Dipandang dari sudut filsafat, ilmu
terbentuk karena manusia berusaha berfikir lebih jauh mengenai pengetahuan yang
dimilikinya. Ilmu pengetahuan adalah produk dari epistemologi.
B.
Rumusan
Masalah
Dari
uraian tersebut, dapat ditarik rumusan masalah sebagai berikut:
1. Apakah pengertian dari Ilmu?
2. Apakah klasifikasi dan karakter ilmu
dalam islam?
3. Kewajiban menuntut ilmu?
4. Apakah sumber ilmu pengetahuan dalam
islam?
C. Tujuan
Adapun tujuan dari
makalah ini adalah sebagai syarat penilaian mata kuliah Agama dan untuk
mengetahui seberapa pentingnya ilmu pengetahuan dalam Islam, serta diharapkan
dapat memberi manfaat dan dapat dipahami oleh pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Ilmu dan Ilmu Pengetahuan
Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia (KBBI), Ilmu adalah pengetahuan tentang sesuatu bidang yang
disusun secara bersistem menurut metode-metode tertentu yang dapat digunakan
untuk menerangkan gejala-gejala tertentu dibidang pengetahuan. Sedangkan
menurut And English Reader’s Dictionary,
Science is knowledge arranged in a
system, especially obtained by observation and testing of fact yang artinya
ilmu adalah pengetahuan yang disusun dalam sebuah sistem khususnya didapat dari
observasi dan pemeriksaan fakta, dan menurut Webster’s Super New School and Office Dictionary, dikatakan bahwa Science is a systematized knowledge obtained
by study, observation, experiment yang memiliki arti kurang lebih sama
dengan pengertian ilmu yang dijabarkan di buku And English Reader’s Dictionary.
Pengertian Ilmu Pengetahuan dalam
Al-Qur’an, ada dalam surat:
QS.
Al-Mujadalah, 58 : 11.
يَاَيُّهاَالَّذِيْنَ
أَمَنُوْا إِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّخُوْا فِيْ الْمَجَالِسِ فَافْسَخُوْا
يَفْسَخِ اللهُ لَكُمْ، وَإِذَا قِيْلَ انْشُزُوا فَانْشُزُوا يَرْفَعِ اللهُ
الَّذِيْنَ أَمَنُوْا مِنْكُمْ، وَالَّذِيْنَ أُتُواالْعِلْمَ دَرَجَاتٍ، وَاللهُ
بِمَا تَعءمَلُوْنَ خَبِيْرٌ(المجادله:١١)
Artinya: Hai orang-orang yang beriman,
apabila dikatakan keoadamu:”berlapang-lapanglah kamu dalam majelis”, maka
lapangkanlah. Niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Dan apabila
dikatakan:”berdirilah kamu”, maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan
orang-orang yang beriman diantaramu dan orang-orang yang diberi ilmu
pengetahuan beberapa derajat. Dan Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.
(QS. Al-Mujadalah, 58:11)
·
QS. Al-Fathir, 35:27-28.
اَلَمْ تَرَ
أَنَّ اللهَ اَنْزَلَ مِنَ السَّمَاءِ مَاءً، فَأَخْرَجْنَا بِهِ ثَمَرَاتٍ
مُّخْتَلِفًا اَلْوَانُهَا، وَمِنَ الْجِبَالِ جُدَدٌ بِيْضٌ وَحُمْرٌ مُّخْتَلِفٌ
اَلْوَنُهَا وَ غَرَابِيْبُ سُوْدٌ (٢٧) وَمِنَ النَّاسِ وَالدَّوَابِ
وَالْأَنْعَامِ مُخْتَلِفٌ اَلْوَانُهُ كَذَلِكَ، إِنَّمَا يَخْشَى اللهَ مِنْ
عِبَادِهِ الْعُلَمَائُوْا، إِنَّ اللهَ عَزِيْزٌ غَفُوْرٌ(٢٨)
Artinya: Tidaklah kamu melihat
bahwasannya Allah menurunkan hujan dari langit lalu kami hasilkan dengan hujan
itu buah-buahan yang beraneka ragam jenisnya. Dan diantara gunung-gunung itu
ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula)
yang hitam pekat. Dan demikian (pula) diantara manusia, binatang-binatang
melata dan binatang-binatang ternak ada yang bermacam-macam warnanya (dan
jenisnya). Sesungguhnya yang takut kepada Allah Maha Perkasa lagi Maha
Pengampun. (Al-Fathir, 35:27-28)
B. Kedudukan
akal dan Wahyu dalam Islam
Kedudukan antara wahyu dalam Islam sama-sama penting. Karena
Islam tak akan terlihat sempurna jika tak ada wahyu maupun akal. Dan kedua hal
ini sangat berpengaruh dalam segala hal dalam Islam. Dapat dilihat dalam hukum
Islam, antar wahyu dan akal ibarat penyeimbang. Andai ketika hukum Islam
berbicara yang identik dengan wahyu, maka akal akan segerah menerima dan
mengambil kesimpulan bahwa hal tersebut sesuai akan suatu tindakan yang terkena
hukum tersebut.karena sesungguhnya akal dan wahyu itu memiliki kesamaan yang
diberikan Allah namun kalau wahyu hanya orang-orang tertentu yang mendapatkanya
tanpa seorangpun yang mengetahu, dan akal adalah hadiah terindah bagi setiap
manusia yang diberikan Allah.
Dalam Islam, akal memiliki posisi yang sangat mulia. Meski
demikian bukan berartiakal diberi kebebasan tanpa batas dalam memahami agama.
Islam memiliki aturan untuk menempatkan akal sebagaimana mestinya.
Bagaimanapun, akal yang sehat akan selalucocok dengan syariat Islam dalam
permasalahan apapun. Dan Wahyu baik berupa Al-qur’an dan Hadits bersumber dari
Allah SWT, pribadi Nabi Muhammad SAW yang menyampaikan wahyu ini, memainkan
peranan yang sangat penting dalam turunnya wahyu. Wahyu mmerupakan perintah
yang berlaku umum atas seluruh umat manusia, tanpamengenal ruang dan waktu,
baik perintah itu disampaikan dalam bentuk umum ataukhusus.Apa yang dibawa oleh
wahyu tidak ada yang bertentangan dengan akal, bahkan ia sejalan dengan
prinsip-prinsip akal. Wahyu itu merupakan satu kesatuan yang lengkap, tidak
terpisah-pisah.Wahyu itu menegakkan hukum menurut kategori perbuatan manusia.
baik perintah maupun larangan. Sesungguhnya wahyu yang berupa al-qur’an dan
as-sunnah turun secara berangsur-angsur dalam rentang waktu yang cukup panjang.
Namun tidak selalu mendukung antara wahyu dan akal, karena
seiring perkembangan zaman akal yang semestinya mempercayai wahyu adalah sebuah
anugrah dari Allah terhadap orang yang terpilih, terkadang mempertanyakan
keaslian wahyu tersebut. Apakah wahyu itu benar dari Allah ataukah hanya
pemikiran seseorang yang beranggapan smua itu wahyu. Seperti pendapat Abu
Jabbar bahwa akal tak dapat mengetahui bahwa upah untuk suatu perbuatan baik
lebih besar dari pada upah yang ditentukan untuk suatu perbuatan baik lain,
demikian pula akal tak mengetahui bahwa hkuman untuk suatu perbuatan buruk
lebih besar dari hukuman untuk suatu perbuatan buruk yang lain. Semua itu hanya
dapat diketahui dengan perantaraan wahyu. Al-Jubbai berkata wahyulah yang
menjelaskan perincian hukuman dan upah yang akan diperoleh manusia di akhirat.
Karena Masalah akal dan wahyu dalam pemikiran kalam sering
dibicarakan dalam konteks, yang manakah diantara kedua akal dan wahyu itu yang
menjadi sumbr pengetahuan manusia tentang tuhan, tentang kewajiban manusia
berterima kasih kepada tuhan, tentang apa yang baik dan yang buruk, serta
tentang kewajiban menjalankan yang baik dan menghindari yang buruk. Maka para
aliran Islam memiliki pendapat sendiri-sendiri antra lain:[4]
1. Aliran Mu’tazilah sebagai penganut
pemikiran kalam tradisional, berpendapat bahwa akal mmpunyai kemampuan
mengetahui empat konsep tersebut.
2. Sementara itu aliran Maturidiyah
Samarkand yang juga termasuk pemikiran kalam tradisional, mengatakan juga
kecuali kewajiban menjalankan yang baik dan yang buruk akan mempunyai kemampuan
mengetahui ketiga hal tersebut.
3. Sebaliknya aliran Asy’ariyah,
sebagai penganut pemikiran kalam tradisional juga berpendapat bahwa akal hanya
mampu mengetahui tuhan sedangkan tiga hal lainnya, yakni kewajiban berterima
kasih kepada tuhan, baik dan buruk serta kewajiban melaksanakan yang baik dan
menghindari yang jahat diketahui manusia berdasarkan wahyu.
4. Sementara itu aliran maturidiah
Bukhara yang juga digolongkan kedalam pemikiran kalam tradisional berpendapat
bahwa dua dari keempat hal tersebut yakni mengetahui tuhan dan mengetahui yang
baik dan buruk dapat diketahui dngan akal, sedangkan dua hal lainnya yakni
kewajiaban berterima kasih kepada tuhan serta kewajiban melaksanakan yang baik
serta meninggalkan yang buruk hanya dapat diketahui dengan wahyu.
Adapun ayat-ayat yang dijadikan dalil oleh paham Maturidiyah
Samarkand dan mu’tazilah, dan terlebih lagi untuk menguatkan pendapat mereka
adalah surat as-sajdah, surat al-ghosiyah ayat 17 dan surat al-a’rof ayat 185.
Di samping itu, buku ushul fiqih berbicara tentang siapa yang menjadi hakim
atau pembuat hukum sebelum bi’sah atau nabi diutus, menjelaskan bahwa
Mu’tazilah berpendapat pembuat hukum adalah akal manusia sendiri. dan untuk
memperkuat pendapat mereka dipergunakan dalil al-Qur’an surat Hud ayat
24.Sementara itu aliran kalam tradisional mngambil beberapa ayat Al-qur’an
sebagai dalil dalam rangka memperkuat pendapat yang mereka bawa . ayat-ayat
tersebut adalah ayat 15 surat al-isro, ayat 134 surat Taha, ayat 164 surat
An-Nisa dan ayat 18 surat Al-Mulk.
Dalam menangani hal tersebut banyak beberapa tokoh dengan
pendapatnya memaparkan hal-hal yang berhubungan antara wahyu dan akal.
Seperti Harun Nasution menggugat masalah
dalam berfikir yang dinilainya sebagai kemunduran umat Islam dalam sejarah.
Menurut beliau yang diperlukan adalah suatu upaya untuk merasionalisasi
pemahaman umat Islam yang dinilai dogmatis tersebut, yang menyebabkan
kemunduran umat Islam karena kurang mengoptimalkan potensi akal yang dimiliki. bagi Harun
Nasution agama dan wahyu pada hakikatnya hanya dasar saja dan tugas akal yang
akan menjelaskan dan memahami agama tersebut.
C.
Klasifikasi dan Karakter Ilmu dalam
Islam
Akal menghasilkan ilmu, dan ilmu
berkembang dalam masa keemasan sejarah Islam. Agar dapat dipelajari dengan baik
dan benar. Sebagian klasifikasi ilmu itu asli dan berpengaruh, tetapi sebagian
lagi hanyalah pengulangan klasifikasi sebelumnya yang kemudian dilupakan orang.
Pada massa Al-Farabi, Al-Gazali, Qutubuddin telah berhasil mengklasifikasikan
ilmu Islam menjadi beberapa bagian. Ketiga tokoh tersebut adalah orang- orang
pendiri terkemuka aliran intelektual dan mereka tumbuh dan berkembang dalam
periode-periode penting sejarah Islam. Adapun mereka telah mengklasifikasikan
menjadi beberapa bagian, yakni :
1.
Menurut
Al-Farabi, perincian klasifikasinya yakni sebagai berikut :
·
Ilmu
Bahasa
·
Ilmu
Logika
·
Ilmu
Matematis
·
Metafisika
·
Ilmu
Politik, Ilmu Fiqih dan Ilmu Kalam
Karakteristik klasifikasi Ilmu Al-Farabi adalah sebagai
berikut:
1) Para pengkaji dapat memilih
subjek-subjek yang benar-benar membawa manfaat bagi dirinya.
2) Memungkinkan seseorang belajar
tentang hierarki
3) Memberikan sarana yang bermanfaat
dalam menentukan sejauh mana spesialisasi dapat ditentukan secara benar.
4) Memberikan informasi kepada para
pengkaji tentang apa yang seharusnya dipelajari sebelum seseorang dapat
mengklaim diri ahli dalam suatu ilmu tertentu.
2. Menurut Al-Gazali, perincian
klasifikasinya yakni sebagai berikut :
·
Ilmu
teoritis dan ilmu praktis
Ilmu
teoritis adalah
ilmu yang menjadikan keadaan-keadaan yang wujud diketahui sebagaimana adanya.
Ilmu
praktis berkenaan
dengan tindakan-tindakan manusia untuk memperoleh kesejahteraan di dunia dan di
akhirat.
b. Ilmu yang dihadirkan dan ilmu yang
dicapai
Ilmu yang
dihadirkan adalah
bersifat langsung, serta merta, suprarasional ( diatas atau diluar jangkauan
akal ), intuitif ( berdasar bisikan hati ), dan kontemplatif ( bersifat
renungan ). Dia biasa menyebut dengan ilmu ladunni
Ilmu yang dicapai adalah ilmu yang dicapai oleh akal pikiran manusia (ilmu insani)
Ilmu yang dicapai adalah ilmu yang dicapai oleh akal pikiran manusia (ilmu insani)
c. Ilmu keagamaan dan ilmu intelektual
Ilmu
keagamaan adalah
ilmu-ilmu yang diperoleh dari para nabi, tidak hadir dari akal pikiran manusia
biasa.
Ilmu
intelektual adalah
berbagai ilmu yang dicapai atau diperolek melalui kemampuan intelek ( daya atau
kecerdasan berpikir ).
d. Ilmu fardu ‘ain dan ilmu fardu
kifayah
Ilmu fardu
‘ain merujuk pada kewajiban agama
yang mengikat setiap muslim dan muslimah.
Ilmu fardu
kifayah lebih
kepada hal-hal yang merupakan perintah ilahi yang bersifat mengikat komunitas (
kelompok orang ) muslim dan muslimat menjadi satu kesatuan.
3. Menurut Qutubuddin Al-Syirazi,
perincian klasifikasinya yakni sebagai berikut :
·
Ilmu
– ilmu filosofis ( kefilsafatan )
·
Ilmu-ilmu
nonfilosofi adalah ilmu-ilmu religius atau termasuk dalam ajaran
wahyu.
Klasifikasi dari ke-3 tokoh tersebut
terhadap ilmu pengetahuan, berpengaruh sampai kini. Di tanah air kita sering
mendengar klasifikasi ilmu dengan : ilmu agama dan ilmu umum.
Menurut Al-Qur’an ilmu dibagi
menjadi 2, yaitu :
a. Ilmu ladunni, yakni ilmu yang
diperoleh tanpa upaya manusia.
b. Ilmu insani, yakni ilmu yang
diperoleh karena usaha manusia.
D. Kewajiban
Menuntut Ilmu
Nah, tahukah Anda bahwa di dalam Islam, menuntut ilmu itu
wajib hukumnya, sebagaimana Nabi bersabda. “Menuntut ilmu adalah wajib atas
setiap muslim.” (HR.Bukhari).
Ditambah lagi dalam firman Allah “Ilmu membuat seseorang
jadi mulia, baik di hadapan manusia juga di hadapan-Nya”.Selain itu Allah juga
menegaskan bahwa akan mengangkat derajat orang yang mempunyai ilmu pengetahuan.
Seperti di bawah ini
” ….Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di
antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat. Dan,
Allah Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS Al Mujaadilah [58] : 11)
Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang
dapat menerima pelajaran. Az-Zumar [39]: 9).
Adakah sama antara orang-orang yang mengetahui dengan
orang-orang yang tidak mengetahui? (Az-Zumar:9)
“Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman diantaramu
dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.” (Al-Mujadilah:11).
Menuntut ilmu itu pahalanya begitu besar:
“Barangsiapa berjalan di satu jalan dalam rangka menuntut
ilmu, maka Allah mudahkan jalan menuju surga. Dan sesungguhnya malaikat
meletakkan sayap-sayapnya bagi penunutu ilmu tanda ridha dengan yang dia
perbuat. (Dari hadits yang panjang riwayat Muslim)
“Barangsiapa keluar dalam rangka thalabul ilmu (mencari
ilmu), maka dia berada dalam sabilillah hingga kembali.” (HR. Tirmidzi, hasan)
“Barangsiap menempuh jalan untuk mencari ilmu, maka Allah
mudahkan baginya jalan menuju surga.” (HR.Muslim)
“Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan maka
Allah akan pahamkan dia dalam (masalah) dien (agama).” (HR.Bukhari)
Dalam hadits lainnya dijelaskan bahwa ilmu yang wajib
dituntut adalah ilmu yang bermanfaat. Yang bukan hanya benar, tapi juga dapat
mendekatkan diri kita kepada Allah SWT dan dapat memberi kebahagiaan bagi kita,
keluarga, dan masyarakat baik di dunia mau pun di akhirat.
Rasulullah saw bersabda: “Apabila anak cucu adam itu wafat,
maka terputuslah amalannya kecuali tiga perkara: sedekah jariyah, ilmu yang
bermanfaat dan anak sholih yang mendoakan orangtuanya.” (HR.Muslim, dari Abu
Hurairah ra)
Allah berfirman, “Dan seandainya pohon-pohon di bumi menjadi
pena dan laut (menjadi tinta), ditambahkan kepadanya tujuh laut (lagi) sesudah
(kering) nya, niscaya tidak akan habis-habisnya (dituliskan) kalimat (ilmu dan
hikmah) Allah. Sesungguhnya Allah Maha perkasa lagi Maha bijaksana.” (QS Lukman
[31] : 27)
Bagaimana dengan orang yang selalu mengamalkan ilmunya?
“Sesungguhnya Allah SWT dan para malaikat-Nya, serta
penghuni langit dan bumi, hingga semut yang ada pada lubangnya, dan ikan hiu
yang ada di lautan akan membacakan shalawat atas orang yang mengajarkan
kebaikan kepada manusia.” (Merupakan bagian dari hadits Abu Umamah di atas.).
Rasulullah saw bersabda, “Barangsiapa mengajar orang lain
kepada suatu petunjuk, maka dia akan mendapatkan pahala seperti pahala orang
yang melaksanakan petunjuk itu, tanpa mengurangi pahala mereka sama sekali.”
Nabi bersabda, ”Barangsiapa mengamalkan apa-apa yang ia
ketahui, maka Allah akan mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya, dan
Allah akan menolong dia dalam amalan nya sehingga ia mendapatkan surga. Dan
barangsiapa yang tidak mengamalkan ilmunya maka ia tersesat oleh ilmunya itu.
Dan Allah tidak menolong dia dalam amalannya sehingga ia akan mendapatkan
neraka“.
E. Sumber
Ilmu Pengetahuan
Melihat dari pyramid di atas, ilmu pegetahuan diperoleh dari
berbagai sumber. Perkara ini menjelaskan tiada kekangan atau sempada untuk
mendapatkan ilmu pengetahuan. Sebuah hadist telah diriwayatkan oleh Ibnu Abdil
Bar: “Tuntutlah ilmu walaupun di negeri
Cina, karena sesungguhnya menuntut ilmu itu wajib bagi setiap muslim.
Sesungguhnya para malaikat meletakkan sayap-sayap mereka kepada para penuntut
ilmu karena senang (rela) dengan yang ia tuntut.”
Oleh demikian, sumber ilmu telah di klasifikasikan kepada
beberapa jenis agar manusia faham akan sumber dan konsep ilmu pengetahuan.
Wahyu diturunkan oleh Allah melalui malaikat Jibril kepada pesuruhNya. Ia
merupakan teras kepada segala ilmu, dimana ia telah diturunkan dan dikumpulkan
di dalam Al-Qur’an. Wahyu yang diturunkan mengandungi segala ilmu pengetahuan
yang diperlukan oleh manusia untuk kemaslahatan hidup serta perkara ghaib yang
tidak terjangkau oleh akal manusia.
Dengan akal manusia dapat menimbang dan membedakan antara
yang baik dan buruk walaupun mungkin ianya tidak bersifat kebenaran mutlak
namun memadai untuk mengatasi masalah kehidupan seharian. Semua makhluk ciptaan
Allah dikaruniakan otak, namun hanya manusia yang dikaruniakan akal supaya
dapat berpikir dan menerpakan sifat perikemanusiaan di dalam diri.
Allah telah menciptakan manusia dengan lima pancaindra yang
digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk beribadah kepada Allah SWT.
Pancaindra juga merupakan sumber untuk mendapatkan ilmu pengetahuan. Ia
digunakan melalui beberapa percobaan dalam proses mendapatkan ilmu pengetahuan.
Setelah kita mengetahui betapa tinggi perhatian Islam
terhadap ilmu pengetahuan dan betapa Allah SWT mewajibkan kepada kaum muslimin
untuk belajar dan terus belajar, maka Islampun telah mengatur dan menggariskan
kepada ummatnya agar mereka menjadi ummat yang terbaik (dalam ilmu pengetahuan
dan dalam segala hal) dan agar mereka tidak salah dan tersesat, dengan
memberikan bingkai sumber pengetahuan berdasarkan urutan kebenarannya sebagai
berikut.
1.
Al-Qur’an dan Sunnah:
Allah SWT telah memerintahkan hamba-Nya untuk menjadikan
al-Qur’an dan Sunnah sebagai sumber pertama ilmu pengetahuan. Hal ini dikarenakan
keduanya adalah langsung dari sisi Allah SWT dan dalam pengawasannya, sehingga
terjaga dari kesalahan, dan terbebas dari segala vested interest apapun, karena
ia diturunkan dari Yang Maha Berilmu dan Yang Maha Adil. Sehingga tentang
kewajiban mengambil ilmu dari keduanya, disampaikan Allah SWT melalui berbagai
perintah untuk memikirkan ayat-ayat-Nya (QS 12/1-3) dan menjadikan Nabi SAW
sebagai pemimpin dalam segala hal (QS 33/21).
2. Alam semesta:
Allah SWT telah memerintahkan manusia untuk memikirkan alam
semesta (QS 3/190-192) dan mengambil berbagai hukum serta manfaat darinya,
diantara ayat2 yang telah dibuktikan oleh pengetahuan modern seperti[1] :
·
Ayat
tentang asal mula alam semesta dari kabut/nebula (QS 41/11).
·
Ayat
tentang urutan penciptaan (QS 79/28-30):
Kegelapan (nebula dari kumpulan H dan He yang bergerak
pelan), adanya sumber cahaya akibat medan magnetik yang menghasilkan panas
radiasi termonuklir (bintang dan matahari) → pembakaran atom H menjadi He
lalu menjadi C lalu menjadi O baru terbentuknya benda padat dan logam seperti
planet (bumi) panas turun menimbulkan kondensasi baru membentuk air baru
mengakibatkan adanya kehidupan (tumbuhan).
·
Ayat
bahwa bintang2 merupakan sumber panas yang tinggi (QS 86/3), matahari sebagai
contoh tingkat panasnya mencapai 6000 derajat C.
·
Ayat
tentang teori ekspansi kosmos (QS 51/47).
·
Ayat
bahwa planet berada pada sistem tata surya terdekat (sama ad-dunya) (QS 37/6).
·
Ayat
yang membedakan antara planet sebagai pemantul cahaya (nur/kaukab) dengan
matahari sebagai sumber cahaya (siraj) (QS 71/16).
·
Ayat
tentang gaya tarik antar planet (QS 55/7).
·
Ayat
tentang revolusi bumi mengedari matahari (QS 27/88).
·
Ayat
bahwa matahari dan bulan memiliki waktu orbit yang berbeda2 (QS 55/5) dan garis
edar sendiri2 yang tetap (QS 36/40).
·
Ayat
bahwa bumi ini bulat (kawwara-yukawwiru) dan melakukan rotasi (QS 39/5).
·
Ayat
tentang tekanan udara rendah di angkasa (QS 6/125).
·
Ayat
tentang akan sampainya manusia (astronaut) ke ruang angkasa dengan ilmu
pengetahuan (QS 55/33).
·
Ayat
tentang jenis-jenis awan, proses penciptaan hujan es dan salju (QS 24/43).
·
Ayat
tentang bahwa awal kehidupan dari air (QS 21/30).
·
Ayat
bahwa angin sebagai mediasi dalam proses penyerbukan (pollen) tumbuhan (QS
15/22).
·
Ayat
bahwa pada tumbuhan terdapat pasangan bunga jantan (etamine) dan bunga betina
(ovules) yang menghasilkan perkawinan (QS 13/3).
·
Ayat
tentang proses terjadinya air susu yang bermula dari makanan (farts) lalu
diserap oleh darah (dam) lalu ke kelenjar air susu (QS 16/66), perlu dicatat
bahwa peredaran darah baru ditemukan oleh Harvey 10 abad setelah wafatnya nabi
Muhammad SAW.
·
Ayat
tentang penciptaan manusia dari air mani yang merupakan campuran (QS 76/2),
mani merupakan campuran dari 4 kelenjar, testicules (membuat spermatozoid),
vesicules seminates (membuat cairan yang bersama mani), prostrate (pemberi
warna dan bau), Cooper & Mary (pemberi cairan yang melekat dan lendir).
·
Ayat
bahwa zyangote dikokohkan tempatnya dalam rahim (QS 22/5), dengan tumbuhnya
villis yang seperti akar yang menempel dpada rahim.
·
Ayat
tentang proses penciptaan manusia melalui mani (nuthfah) zygote yang melekat
(’alaqah) segumpal daging/embryo (mudhghah) dibungkus oleh tulang dalam
misenhyme (’izhama) tulang tersebut dibalut
oleh otot dan daging (lahma) (QS 23/14).
3. Diri manusia:
Allah SWT memerintahkan agar manusia memperhatikan tentang
proses penciptaannya, baik secara fisiologis/fisik (QS 86/5) maupun
psikologis/jiwa manusia tersebut (QS 91/7-10).
4. Sejarah:
Allah SWT memerintahkan manusia agar melihat kebenaran
wahyu-Nya melalui lembar sejarah (QS 12/111). Jika manusia masih ragu akan
kebenaran wahyu-Nya dan akan datangnya hari pembalasan, maka perhatikanlah kaum
Nuh, Hud, Shalih, Fir’aun, dan sebagainya, yang kesemuanya keberadaannya dibenarkan
dalam sejarah hingga saat ini.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kesimpulannya ilmu boleh diperolehi
dari berbagai sumber dan berbagai cara. Sebagaimana yang telah dinyatakan
sumber-sumber ilmu menurut Islam. Walaubagaimanapun, konsep budaya ilmu di
dalam Islam menitikberakan soal amalan membaca. Melalui pembacaan, kita
memeroleh informasi-informasi yang tidak diterima melalui ceramah atau kuliah.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi, 2008. KONSEP DASAR KEPERAWATAN. Jakarta : Penerbit
buku kedokteran EGC
Atang, Metodologi Study Islam, Bandung: PT Remaja
Rosdakarya, tt.
http://iffah-althafunnisa.blogspot.com/2013/02/kedudukan-ilmu-dalam-islam_9765.html
Nasution, Harun Teologi Islam (Aliran-Aliran Sejarah Analisa
Perbandingan), Jakarta: UI Press,1986.
Salim, Muhammad Ibrahim.2002. Perempuan-Perempuan Mulia Di
Sekitar Rasulullah Saw.Jakarta: Gema insane
www.google.com// pengertian akal dan wahyu.ic.id diakses
selasa, tanggal 3 Desember 2013.
No comments:
Post a Comment