KATA PENGANTAR
Dengan
menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami panjatkan
puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat,dan hidayah -Nya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah tentang KONSEP
KEBUTUHAN AMAN DAN NYAMAN
Terlepas
dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari
segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan
terbuka kami menerima segala saran dan
kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Aceh Besar, April 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar
Belakang............................................................................................. 1
B.
Rumusan
Masalah........................................................................................ 2
C.
Tujuan........................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.
Konsep
Kebutuhan Aman dan Nyaman...................................................... 3
B.
Definisi
berduka, kehilangan dan kematian................................................. 3
C.
Jenis-jenis
Kehilangan.................................................................................. 8
D.
Dampak
Kehilangan .................................................................................... 9
BAB III PENUTUP............................................................................................. 11
A.
Kesimpulan................................................................................................. 11
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 12
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahir,
kehilangan, dan kematian adalah kejadian yang unuiversal dan kejadian yang
sifatnya unik bagi setiap individual dalam pengalaman hidup seseorang.
Kehilangan
dan berduka merupakan istilah yang dalam pandangan umum berarti sesuatu kurang
enak atau nyaman untuk dibicarakan. Hal ini dapat disebabkan karena kondisi ini
lebih banyak melibatkan emosi dari yang bersangkutan atau disekitarnya.
Dalam
perkembangan masyarakat dewasa ini, proses kehilangan dan berduka sedikit demi
sedikit mulai maju. Dimana individu yang mengalami proses ini ada keinginan
untuk mencari bentuan kepada orang lain.
Pandangan-pandangan
tersebut dapat menjadi dasar bagi seorang perawat apabila menghadapi kondisi yang
demikian. Pemahaman dan persepsi diri
tentang pandangan diperlukan dalam memberikan asuhan keperawatan yang
komprehensif. Kurang memperhatikan perbedaan persepsi menjurus pada informasi
yang salah, sehingga intervensi perawatan yang tidak tetap (Suseno, 2004).
Perawat
berkerja sama dengan klien yang mengalami berbagai tipe kehilangan. Mekanisme
koping mempengaruhi kemampuan seseorang untuk menghadapi dan menerima
kehilangan. Perawat membantu klien untuk memahami dan menerima kehilangan dalam
konteks kultur mereka sehingga kehidupan mereka dapat berlanjut. Dalam kultur
Barat, ketika klien tidak berupaya melewati duka cita setelah mengalami
kehilangan yang sangat besar artinya, maka akan terjadi masalah emosi, mental
dan sosial yang serius.
Kehilangan
dan kematian adalah realitas yang sering terjadi dalam lingkungan asuhan
keperawatan. Sebagian besar perawat berinteraksi dengan klien dan keluarga yang
mengalami kehilangan dan dukacita. Penting bagi perawat memahami kehilangan dan
dukacita. Ketika merawat klien dan keluarga, parawat juga mengalami kehilangan
pribadi ketika hubungan klien-kelurga-perawat berakhir karena perpindahan,
pemulangan, penyembuhan atau kematian. Perasaan pribadi, nilai dan pengalaman
pribadi mempengaruhi seberapa jauh perawat dapat mendukung klien dan
keluarganya selama kehilangan dan kematian (Potter & Perry, 2005).
B. Rumusan masalah
1.
apakah definisi aman dan nyaman?
2.
Tahap berduka
3.
Penyakit Kronis
4.
Terminal (Tahap akhir)
5.
Kecemasan
C. Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui definisi aman dan nyaman
2.
Untuk mengetahui pengertian Berduka,
kehilangan dan kematian
3.
Untuk mengetahui jenis-jenis kehilangan
4.
Untuk mengetahui dampak kehilangan
5.
Untuk mengetahui dampak kehilangan
menurut usia
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep Kebutuhan Aman dan Nyaman
Kolcaba
(1992, dalam Potter & Perry, 2006) megungkapkan kenyamanan/rasa nyaman
adalah suatu keadaan telah terpenuhinya kebutuhan dasar manusia yaitu kebutuhan
akan ketentraman (suatu kepuasan yang meningkatkan penampilan sehari-hari),
kelegaan (kebutuhan telah terpenuhi), dan transenden (keadaan tentang sesuatu
yang melebihi masalah dan nyeri). Kenyamanan mesti dipandang secara holistik
yang mencakup empat aspek yaitu:
1.
Fisik, berhubungan dengan sensasi tubuh.
2.
Sosial, berhubungan dengan hubungan
interpersonal, keluarga, dan sosial.
3.
Psikospiritual, berhubungan dengan
kewaspadaan internal dalam diri sendiri yang meliputi harga diri, seksualitas,
dan makna kehidupan).
4.
Lingkungan, berhubungan dengan latar
belakang pengalaman eksternal manusia seperti cahaya, bunyi, temperatur, warna,
dan unsur alamiah lainnya.
Meningkatkan
kebutuhan rasa nyaman diartikan perawat telah memberikan kekuatan, harapan,
hiburan, dukungan, dorongan, dan bantuan. Secara umum dalam aplikasinya
pemenuhan kebutuhan rasa nyaman adalah kebutuhan rasa nyaman bebas dari rasa
nyeri, dan hipo/hipertermia. Hal ini disebabkan karena kondisi nyeri dan
hipo/hipertermia merupakan kondisi yang mempengaruhi perasaan tidak nyaman
pasien yang ditunjukan dengan timbulnya gejala dan tanda pada pasien.
B. Definisi berduka, kehilangan dan
kematian
1.
Pengertian Kehilangan
Kehilangan
dan berduka merupakan bagian integral dari kehidupan. Kehilangan adalah suatu
kondisi yang terputus atau terpisah atau memulai sesuatu tanpa hal yang berarti
sejak kejadian tersebut. Kehilangan mungkin terjadi secara bertahap atau
mendadak, bisa tanpa kekerasan atau traumatik, diantisispasi atau tidak
diharapkan/diduga, sebagian atau total dan bisa kembali atau tidak dapat
kembali.
Kehilangan
adalah suatu keadaan individu yang berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada,
kemudian menjadi tidak ada, baik terjadi sebagian atau keseluruhan (Lambert dan
Lambert,1985,h.35). Kehilangan merupakan pengalaman yang pernah dialami oleh
setiap individu dalam rentang kehidupannya. Sejak lahir individu sudah
mengalami kehilangan dan cenderung akan mengalaminya kembali walaupun dalam
bentuk yang berbeda.
Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi reaksi kehilangan, tergantung:
a.
Arti dari kehilangan
b.
Sosial budaya
c.
kepercayaan / spiritual
d.
Peran seks
e.
Status social ekonomi
f.
kondisi fisik dan psikologi individu
2.
Tipe Kehilangan
Kehilangan
dibagi dalam 2 tipe yaitu:
a.
Aktual atau nyata
Mudah
dikenal atau diidentifikasi oleh orang lain, misalnya amputasi, kematian orang
yang sangat berarti / di cintai.
b.
Persepsi
Hanya
dialami oleh seseorang dan sulit untuk dapat dibuktikan, misalnya; seseorang
yang berhenti bekerja / PHK, menyebabkan perasaan kemandirian dan kebebasannya
menjadi menurun.
3.
Berduka
Berduka
adalah respon emosi yang diekspresikan terhadap kehilangan yang
dimanifestasikan adanya perasaan sedih, gelisah, cemas, sesak nafas, susah
tidur, dan lain-lain.
Berduka
merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka
diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka
disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini
kadang-kadang menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
4.
Teori dari Proses Berduka
Tidak
ada cara yang paling tepat dan cepat untuk menjalani proses berduka. Konsep dan
teori berduka hanyalah alat yang hanya dapat digunakan untuk mengantisipasi
kebutuhan emosional klien dan keluarganya dan juga rencana intervensi untuk
membantu mereka memahami kesedihan mereka dan mengatasinya. Peran perawat
adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali pengaruh
berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
a.
Teori Engels
Menurut
Engel (1964) proses berduka mempunyai beberapa fase yang dapat diaplokasikan
pada seseorang yang sedang berduka maupun menjelang ajal.
1)
Fase I (shock dan tidak percaya)
Seseorang
menolak kenyataan atau kehilangan dan mungkin menarik diri, duduk malas, atau
pergi tanpa tujuan. Reaksi secara fisik termasuk pingsan, diaporesis, mual,
diare, detak jantung cepat, tidak bisa istirahat, insomnia dan kelelahan.
2)
Fase II (berkembangnya kesadaran)
Seseoarang
mulai merasakan kehilangan secara nyata/akut dan mungkin mengalami putus asa.
Kemarahan, perasaan bersalah, frustasi, depresi, dan kekosongan jiwa tiba-tiba
terjadi.
3)
Fase III (restitusi)
Berusaha
mencoba untuk sepakat/damai dengan perasaan yang hampa/kosong, karena
kehilangan masih tetap tidak dapat menerima perhatian yang baru dari seseorang
yang bertujuan untuk mengalihkan kehilangan seseorang.
4)
Fase IV
Menekan
seluruh perasaan yang negatif dan bermusuhan terhadap almarhum. Bisa merasa
bersalah dan sangat menyesal tentang kurang perhatiannya di masa lalu terhadap
almarhum.
5)
Fase V
Kehilangan
yang tak dapat dihindari harus mulai diketahui/disadari. Sehingga pada fase ini
diharapkan seseorang sudah dapat menerima kondisinya. Kesadaran baru telah
berkembang.
6)
Teori Kubler-Ross
Kerangka
kerja yang ditawarkan oleh Kubler-Ross (1969) adalah berorientasi pada perilaku
dan menyangkut 5 tahap, yaitu sebagai berikut:
a)
Penyangkalan (Denial)
Individu
bertindak seperti seolah tidak terjadi apa-apa dan dapat menolak untuk mempercayai
bahwa telah terjadi kehilangan. Pernyataan seperti “Tidak, tidak mungkin
seperti itu,” atau “Tidak akan terjadi pada saya!” umum dilontarkan klien.
b)
Kemarahan (Anger)
Individu
mempertahankan kehilangan dan mungkin “bertindak lebih” pada setiap orang dan
segala sesuatu yang berhubungan dengan lingkungan. Pada fase ini orang akan
lebih sensitif sehingga mudah sekali tersinggung dan marah. Hal ini merupakan
koping individu untuk menutupi rasa kecewa dan merupakan menifestasi dari
kecemasannya menghadapi kehilangan.
c)
Penawaran (Bargaining)
Individu
berupaya untuk membuat perjanjian dengan cara yang halus atau jelas untuk
mencegah kehilangan. Pada tahap ini, klien sering kali mencari pendapat orang
lain.
d)
Depresi (Depression)
Terjadi
ketika kehilangan disadari dan timbul dampak nyata dari makna kehilangan
tersebut. Tahap depresi ini memberi kesempatan untuk berupaya melewati
kehilangan dan mulai memecahkan masalah.
e)
Penerimaan (Acceptance)
Reaksi
fisiologi menurun dan interaksi sosial berlanjut. Kubler-Ross mendefinisikan
sikap penerimaan ada bila seseorang mampu menghadapi kenyataan dari pada hanya
menyerah pada pengunduran diri atau berputus asa.
b.
Teori Martocchio
Martocchio
(1985) menggambarkan 5 fase kesedihan yang mempunyai lingkup yang tumpang
tindih dan tidak dapat diharapkan. Durasi kesedihan bervariasi dan bergantung
pada faktor yang mempengaruhi respon kesedihan itu sendiri. Reaksi yang terus
menerus dari kesedihan biasanya reda dalam 6-12 bulan dan berduka yang mendalam
mungkin berlanjut sampai 3-5 tahun.
c.
Teori Rando
Rando
(1993) mendefinisikan respon berduka menjadi 3 katagori:
1)
Penghindaran
Pada
tahap ini terjadi shock, menyangkal dan tidak percaya.
2)
Konfrontasi
Pada
tahap ini terjadi luapan emosi yang sangat tinggi ketika klien secara
berulang-ulang melawan kehilangan mereka dan kedukaan mereka paling dalam dan
dirasakan paling akut.
3)
Akomodasi
Pada
tahap ini terjadi secara bertahap penurunan kedukaan akut dan mulai memasuki
kembali secara emosional dan sosial dunia sehari-hari dimana klien belajar
untuk menjalani hidup dengan kehidupan mereka.
C. Jenis-jenis Kehilangan
Terdapat
5 katagori kehilangan, yaitu:
a.
Kehilangan seseorang seseorang yang dicintai
Kehilangan
seseorang yang dicintai dan sangat bermakna atau orang yang berarti adalah
salah satu yang paling membuat stress dan mengganggu dari tipe-tioe kehilangan,
yang mana harus ditanggung oleh seseorang.
Kematian
juga membawa dampak kehilangan bagi orang yang dicintai. Karena keintiman,
intensitas dan ketergantungan dari ikatan atau jalinan yang ada, kematian
pasangan suami/istri atau anak biasanya membawa dampak emosional yang luar
biasa dan tidak dapat ditutupi.
b.
Kehilangan yang ada pada diri sendiri
(loss of self)
Bentuk
lain dari kehilangan adalah kehilangan diri atau anggapan tentang mental
seseorang. Anggapan ini meliputi perasaan terhadap keatraktifan, diri sendiri,
kemampuan fisik dan mental, peran dalam kehidupan, dan dampaknya. Kehilangan
dari aspek diri mungkin sementara atau menetap, sebagian atau komplit. Beberapa
aspek lain yang dapat hilang dari seseorang misalnya kehilangan pendengaran,
ingatan, usia muda, fungsi tubuh.
c.
Kehilangan objek eksternal
Kehilangan
objek eksternal misalnya kehilangan milik sendiri atau bersama-sama, perhiasan,
uang atau pekerjaan. Kedalaman berduka yang dirasakan seseorang terhadap benda
yang hilang tergantung pada arti dan kegunaan benda tersebut.
d.
Kehilangan lingkungan yang sangat
dikenal
Kehilangan
diartikan dengan terpisahnya dari lingkungan yang sangat dikenal termasuk dari
kehidupan latar belakang keluarga dalam waktu satu periode atau bergantian
secara permanen. Misalnya pindah kekota lain, maka akan memiliki tetangga yang
baru dan proses penyesuaian baru.
e.
Kehilangan kehidupan/ meninggal
Seseorang
dapat mengalami mati baik secara perasaan, pikiran dan respon pada kegiatan dan
orang disekitarnya, sampai pada kematian yang sesungguhnya. Sebagian orang
berespon berbeda tentang kematian.
D. Dampak Kehilangan
1.
Pada masa anak-anak,
Kehilangan
dapat mengancam kemampuan untuk
berkembang, kadang akan timbul regresi serta rasa takut untuk ditinggalkan atau
dibiarkan kesepian.“Lahir sampai usia 2 tahun” Tidak punya konsep tentang
kematian. dapat mengalami rasa kehilangan dan dukacita. Pengalaman ini menjadi
dasar untuk berkembangnya konsep tentang kehilangan dan dukacita.”2 sampai 5
tahun”Menyangkal kematian sebagai suatu proses yang normal. Melihat kematian
sebagai sesuatu dapat hidup kembali. Mempunyai kepercayaan tidak terbatas dalam
kemampuannya untuk membuat suatu hal terjadi.“5 sampai 8 tahun”Melihat kematian
sebagai akhir, tidak melihat bahwa kematian akan terjadi pada dirinya. Melihat
kematian sebagai hal yang menakutkan. Mencari penyebab kematian. “8 sampai 12
tahun”Memandang kematian sebagai akhir hayat dan tidak dapat dihindari. Mungkin
tak mampu menerima sifat akhir dari kehilangan. Dapat mengalami rasa takut akan
kematian sendiri.
2.
Pada masa remaja atau dewas muda,
kehilangan
dapat menyebabkan disintegrasi dalam keluarga.Remaja Memahami seputar kematian,
serupa dengan orang dewasa. Harus menghadapi implikasi personel tentang
kematian. menunjukkan perilaku berisiko. Dengan serius mencari makna tentang
hidup lebih sadar dan tentang masa depan. 3. Pada masa dewasa tua, kehilangan
khususnya kematian pasangan hidup dapat menjadi pukulan yang sangat berat dan
menghilangkan semangat hidup orang yang ditinggalkan
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Kehilangan
merupakan suatu kondisi dimana seseorang mengalami suatu kekurangan atau tidak
ada dari sesuatu yang dulunya pernah ada atau pernah dimiliki. Kehilangan
merupakan suatu keadaan individu berpisah dengan sesuatu yang sebelumnya ada
menjadi tidak ada, baik sebagian atau seluruhnya.
Berduka
merupakan respon normal pada semua kejadian kehilangan. NANDA merumuskan ada
dua tipe dari berduka yaitu berduka diantisipasi dan berduka disfungsional.
Berduka
diantisipasi adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu dalam
merespon kehilangan yang aktual ataupun yang dirasakan seseorang,
hubungan/kedekatan, objek atau ketidakmampuan fungsional sebelum terjadinya
kehilangan. Tipe ini masih dalam batas normal.
Berduka
disfungsional adalah suatu status yang merupakan pengalaman individu yang
responnya dibesar-besarkan saat individu kehilangan secara aktual maupun
potensial, hubungan, objek dan ketidakmampuan fungsional. Tipe ini kadang-kadang
menjurus ke tipikal, abnormal, atau kesalahan/kekacauan.
Peran
perawat adalah untuk mendapatkan gambaran tentang perilaku berduka, mengenali
pengaruh berduka terhadap perilaku dan memberikan dukungan dalam bentuk empati.
Kehilangan
dibagi dalam 2 tipe yaitu: Aktual atau nyata dan persepsi. Terdapat 5 katagori
kehilangan, yaitu:Kehilangan seseorang
seseorang yang dicintai, kehilangan lingkungan yang sangat dikenal,
kehilangan objek eksternal, kehilangan yang ada pada diri sendiri/aspek diri,
dan kehilangan kehidupan/meninggal.
Elizabeth
Kubler-rose,1969.h.51, membagi respon berduka dalam lima fase, yaitu :
pengikaran, marah, tawar-menawar, depresi dan penerimaan.
DAFTAR PUSTAKA
Asmadi.2005.Konsep dasar Keperawatan.
Jakarta : EGC
Potter & Perry. 2005. Fundamental
Keperawatan volume 1. Jakarta: EGC.
Potter&Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan : Konsep, Proses, danPraktik, Vol.1,E/4.Jakarta : EGC
Smeltzer C. Suzanne, Brunner &
Suddarth. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. EGC : Jakarta
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku
Keperawatan Jiwa, ed.3. Jakarta: ECG.
Suseno, Tutu April. 2004. Pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia: Kehilangan, Kematian dan Berduka dan Proses
keperawatan. Jakarta: Sagung Seto.
Taarwoto dan Wartonah.2010.Kebutuhan
Dasar Manusia dan Proses Keperawatan.Jakarta:Salemba Medika
Townsend, Mary C. 1998. Diagnosa
Keperawatan pada Keperawatn Psikiatri, Pedoman Untuk Pembuatan Rencana
Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.
No comments:
Post a Comment