BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Sebagai negara beriklim tropis,
Indonesia merupakan salah satu negara yang penduduknya rentan terhadap gangguan
kesehatan yang diakibatkan oleh penyakit-penyakit tropis diantaranya demam
thypoid. Ditambah dengan buruknya perilaku masyarakat Indonesia yang tidak
peduli terhadap keseimbangan ekosistem, terutama lingkungan yang merupakan
faktor pencetus meningkatnya intensitas angka kejadian penyakit tropis yang
berakibat pada ketidakstabilan derajat kesehatan masyarakat Indonesia. Salah
satu penyakit menjadi momok bagi masyarakat Indonesia karena banyaknya kasus
dan sering mengakibatkan kematian adalah penyakit Demam Thypoid yang sering
menyerang anak-anak.
Penyakit deman thypoid adalah
penyakit infeksi akut yang mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam,
sakit kepala, mual, muntah, tidak nafsu makan. Masalah-masalah yang diakibatkan
dari penyakit ini akan lebih kopleks apabila terjadi pada anak seperti gangguan
pemenuhan istirahat tidur, gangguan pemenuhan nutrisi, juga anak tidak bisa
bermain dengan teman sebayanya. Sedangkan bermain merupakan suatu kegiatan yang
tidak bisa dipisahkan dari kehidupan anak sekalipun anak dalam keadaan sakit
dan dirawat. Sehingga sangat perlu kiranya jenis penyakit ini untuk dibahas dan
dipahami oleh setiap tenaga kesehatan agar mampu memberikan asuhan guna
memperbaiki dan meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.
Typhus Abdominalis ialah penyakit
infeksi akut yang biasanya mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam yang
lebih dari satu minggu, gangguan pada pencernaan dan gangguan kesadaran.
Penyakit typhus abdominallis atau
demam thypod merupakan problem atau masalah yang serius bagi kesehatan
masyarakat di Negara-negara yang berkembang seperti halnya Indonesia yang
memiliki iklim tropis banyak di temukan penyakit infeksi salah satuhnya Typhus
Abdominalis yang di temukan sepanjang tahun. Typhus abdominalis di sebabkan
oleh salmonella tyhpi . Bila salmonella tyhpi berjalan bersama makanan atau
terkontaminasi, ia berserang dijaringan limfoid pada dinding usus. Aliran limfe
membawa organ ini kedalam hati dan empedu.
Gejala demam tipoid atau Typhus
abdominalis adalah suhu tubuh meningkat hingga 40c dengan frekuensi nadi
relative lambat. Sering ada nyeri tekan di perut.
Insiden infeksi Typhus abdominalis
tertinggi terjadi pada usia 1- 4 tahun. Kenyataannya sekarang penderita
penyakit typhus di RS Roemani masih tinggi khususnya pada tahun 2008-2009
tercatat penderita typhus mencapai 70%, terdiri dari 50% penderita laki-laki ,
20% penderita perempuan dan pada tahun 2009 , sampai april mencapai 414
penderita untuk kasus ini masuk dalam kategori 10 jenis penyakit terbesar Typhus abdominalis adalah penyakit infeksi
akut pada usus halus yang biasanya lebih ringan dan menunjukkan manifestasi
klinis yang sama dengan enteritis akut, oleh karena itu penyakit ini disebut
juga penyakit demam enterik.
Penyebabnya adalah kuman Salmonella
typhi atau Salmonella paratyphi A, B dan C, selain demam enterik kuman ini
dapat juga menyebabkan gastroenteritis (keracunan makanan) dan septikemia
(tidak menyerang usus).
Penyakit ini banyak diderita oleh
anak-anak, namun tidak tertutup kemungkinan untuk orang muda/dewasa. Kuman ini
terdapat didalam kotoran, urine manusia, dan juga pada makanan dan minuman yang
tercemar kuman yang dibawa oleh lalat. Dalam masyarakat penyakit ini dikenal
dengan nama thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut Tyfoid fever atau
thypus abdominalis, karena pada umumnya kuman menyerang usus, maka usus bisa
jadi luka, dan menyebabkan perdarahan, serta bisa pula terjadi kebocoran usus.
Di Indonesia, diperkirakan insiden
demam enterik adalah 300 – 810 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Menurut
hasil SKRT tahun 1986 bahwa 3 % dari seluruh kematian (50.000 kematian)
disebabkan oleh demam enterik. Penyakit ini meskipun sudah dinyatakan sembuh,
namun penderita belum dikatakan sembuh total karena mereka masih dapat
menularkan penyakitnya kepada orang lain (bersifat carrier). Pada perempuan
kemungkinan untuk menjadi carrier 3 kali lebih besar dibandingkan pada
laki-laki. Sumber penularan utama ialah penderita demam enterik itu sendiri dan
carrier, yang mana mereka dapat mengeluarkan berjuta-juta kuman Salmonella
typhi dalam tinja dan tinja inilah yang merupakan sumber pencemaran.
Kuman tersebut masuk melalui saluran
pencernaan, setelah berkembang biak kemudian menembus dinding usus menuju
saluran limfa, masuk ke dalam pembuluh darah dalam waktu 24-72 jam. Kemudian
dapat terjadi pembiakan di sistem retikuloendothelial dan menyebar kembali ke
pembuluh darah yang kemudian menimbulkan berbagai gejala klinis.
Dalam masyarakat penyakit ini
dikenal dengan nama Tipes atau thypus, tetapi dalam dunia kedokteran disebut
TYPHOID FEVER atau Thypus abdominalis, karena berhubungan dengan usus pada
perut.
B.
Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Untuk memahami teoritis dan asuhan
keperawatan dari typus abdominalis.
2. Tujuan Khusus
a) Untuk memahami teoritis dari typus
abdominalis (definisi, anatomi fisiologi, etiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, komplikasi, penatalaksanaan, obat-obatan, pencegahan).
b) Untuk memahami dan mengetahui konsep
dasar asuhan keperawatan untuk penderita typus abdominalis.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Konsep
Dasar Teori Thypus Abdominali
1. Pengertian Thypus Abdominalis
Demam tifoid atau thypoid fever atau thypus
abdominalis merupakan penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang disebabkan
oleh kuman Salmonella
typhii, ditandai gejala demam
satu minggu atau lebih disertai gangguan pada saluran pencernaan dan dengan
atau tanpa gangguan kesadaran (T.H. Rampengan dan I.R. Laurentz, 1995).
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang
disebabkan infeksi salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan
minuman yang sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang
terinfeksi kuman salmonella (Bruner and Sudart, 199). Typhoid adalah
penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh kuman salmonella Thypi
(Arief Maeyer, 1999).
Typus abdominalis adalah penyakit infeksi akut yang biasanya
mengenai saluran pencernaan dengan gejala demam lebih dari 7 hari, gangguan
pada saluran cerna, gangguan kesadaran, dan lebih banyak menyerang pada anak
usia 12 – 13 tahun (70%-80%), pada usia 30-40 tahun (10%-20%) dan diatas usia pada
anak 12-13 tahun sebanyak (5%-10%). (Mansjoer, Arif 1999).
Tifoid merupakan penyakit infeksi yang terjadi pada usus
halus yangdisebabkan oleh salmonella thypii, penyakit ini dapat ditularkan
melaluimakan, mulut atau minuman yang terkontaminasi oleh kuman
salmonellathypii (Hidayat Alimul Azis.A, 2006).
2. Anatomi dan Fisiologi Sistem
Pencernaan
Usus Halus
Usus halus atau intestinium minor adalah bagian dari sistem
pencernaan makanan yang berpangkal pada pilorus dan berakhir pada sekum
panjangnya kurang lebih 6m, merupakian saluran paling panjang tempat proses
pencernaan dan absorpsi hasil pencernaan yang terdiri dari lapisan usus halus
(lapisan mukosa sebelah dalam, lapisan otot melingkar (muskular sirkuler),
lapisan otot memanjang (muskular longitudinal) dan lapisan serosa (sebelah
luar). Fungsi usus halus adalah diantaranya secara selektif mengabsorpsi produk
digesti, usus halus juga mengakhiri proses pencernaan makanan yang dimulai di
mulut dan lambung. Proses ini diselesaikan oleh enzim usus dan enzim pancreas
serta dibantu empedu dalam hati.
Makanan masuk ke dalam duodenum melalui sfingter pilorus
dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus. Jika penuh, duodenum akan
megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti mengalirkan makanan. Dinding
usus kaya akan pembuluh darah yang mengangkut zat-zat yang diserap ke hati
melalui vena porta. Dinding usus melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan
air (yang membantu melarutkan pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding
usus juga melepaskan sejumlah kecil enzim yang mencerna protein, gula dan
lemak. Bagian dari usus halus terdiri dari :
Duodenum
Duodenum disebut juga usus 12 jari, berbentuk sepatu kuda
melengkung ke kiri, pada lengkungan ini terdapat pankreas. Pada bagian kanan
duodenum ini terdapat selaput lendir, yang membukit disebuit papilla vateri.
Pada papilla vateri ini bermuara saluran empedu (duktus koledukus) dan saluran
poankreas (duktus wirngus/duktus pankreatikus).
Empedu dibuat dihati untuk dikeluarkan ke duodenum melalui
duktus koledokus yang fungsinya mengemulsikan lemak, dengan bantuan lipase.
Pankreas juga menghasilkan amilase yang berfungsi mencerna hidrat
arang menjadi disakarida, dan tripsin yang berfungsi mencerna protein menjadi
asam amino atau albumin dan polipeptida.
Dinding duodenum mempunyai lapisan mukosa yang banyak
mengandung kelenjar, kelenjar ini disebut kelenjar-kelenjar Brunner, berfungsi
untuk memproduksi getah intestinum.
Jejenum
dan Ileum.
Jejenum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 meter. Bagian
atas adalah jejenum dengan panjang 23 meter dan ileum dengan panjang 4-5 meter.
Lekukan jejenum dan ileum melekat pada dinding abdomen
posteior dengan perantara lipatan peritonium yang berbentukkipas dikenal
sebagai mesenterium. Sambungan antara jejenum dan ileum tiak mempunyai batas
tegas. Ujung bawah ileum berhubungan dengan sekum dan perantaraan lubang yang
bernama orifisium ileosekalis.
Fungsi Usus Halus meliputi
:
- Menerima
zat-zat makanan yang sudah dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler
darah dan saluran-saluran limfe.
- Menyerap
protein dalam bentuk asam amino.
- Karbohidrat
diserap dalam bentuk monosakarida
Di dalam usus halus terdapat
kelenjar yang menghasilkan getah usus yang menyempurnakan makanan :
ü Enterokinase mengaktifkan enzim
proteolitik.
ü Eripsin menyempurnakan pencernaan
protein menjadi asam amino.
ü Laktase menguabah laktosa menjadi
monosakarida.
ü Maltose mengubah maltosa menjadi
monosakarida.
ü Sukrose mengubah sukrosa menjadi
monosakarida.
3. Etiologi
Etiologi
typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan C. ada dua
sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam typhoid dan pasien
dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam typhoid dan masih
terus mengekresi salmonella Penyakit ini disebabkan oleh infeksi kuman
salmonella typhosa yang merupakan basil negatif, bergerak dan rambut getar, tidak
berspora. Kuman ini mempunyai 3 macam antigen yaitu :
·
Antigen
O (Somatik) tidak menyebar
·
Antigen
H (menyebar) terdapat pada flagella
·
Antigen
V1
Ketiga jenis antigen tersebut dalam tubuh manusia akan
menimbulkan pembentukan tiga macam antibody disebut antigen. Kuman ini dapat
masuk melalui makanan / minuman yang terkontaminasi (Rampengan, 2007: 47) typhi
dalam tinja dan air kemih selama lebih dari 1 tahun.
Penyebab terjadinya penyakit Typus abdominalis itu
disebabkan karena kuman Salmonella typhi (basil gram-negatif) yang memasuki
tubuh melalui mulut dengan perantara makanan dan minuman yang telah
terkontaminasi oleh kuman Salmonella typhi dan kuman ini terdapat dalam tinja,
kemih, atau darah dan masa inkubasinya sekitar 10 hari.
4. Patofisiologi
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai
cara, yang dikenal dengan 5F yaitu Food (makanan), Fingers (jari tangan/kuku),
Fomitus (muntah), Fly (lalat), dan melalui Feses. Feses dan muntah pada
penderita typhoid dapat menularkan kuman salmonella thypi kepada orang lain.
Kuman tersebut dapat ditularkan melalui perantara lalat, dimana lalat akan
hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh orang yang sehat. Apabila orang
tersebut kurang memperhatikan kebersihan dirinya seperti mencuci tangan dan
makanan yang tercemar kuman salmonella thypi masuk ke tubuh orang yang sehat
melalui mulut. Kemudian kuman masuk ke dalam lambung, sebagian kuman akan
dimusnahkan oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus halus bagian
distal dan mencapai jaringan limpoid. Di dalam jaringan limpoid ini kuman
berkembang biak, lalu masuk ke aliran darah dan mencapai sel-sel
retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini kemudian melepaskan kuman ke
dalam sirkulasi darah dan menimbulkan bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa,
usus halus dan kandung empedu.
Kuman salmonella masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke usus
halus yang melepaskan zat pirogen dan menimbulkan infeksi.
Infeksi ini bisa merangsang pusat mual dan muntah di medulla oblongata dan akan
mensekresi asam lambung berlebih sehingga mengakibatkan mual dan timbul nafsu
makan berkurang. Apabila nafsu makan berkurang maka terjadi intake nutrisi
tidak adekuat dan terjadi perubahan nutrisi. Selain itu juga
kuman yang masih hidup akan masuk ke jaringan limfoid dan berkembang biak
menyerang vili usus halus kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia
primer), dan menuju sel-sel retikuloendotelial, hati, limfa dan organ-organ
lainnya (Suriadi, 2006 : 254).
Infeksi terjadi pada saluran
pencernaan. Basil diserap diusus halus melalui pembuluh limfe lalu masuk
kedalam peredaran darah sampai diorgan-organ lain, terutama hati dan limfa.
Basil yang tidak dihancurkan berkembang biak dalam hati dan limfe sehingga
organ-organ tersebut akan membesar (hipertropi) disertai nyeri pada perabaan,
kemudian basil masuk kembali kedalam darah (bakteremia) dan menyebar keseluruh
tubuh terutama kedalam kelenjar limfoid usus halus, sehingga menimbulkan tukak
berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyeri. Tukak tersebut dapat
menimbulkan perdarahan dan perforasi usus. Gejala demam disebabkan oleh
endotoksin, sedangkan gejala pada saluran pencernaan disebabkan oleh kelainan
pada usus. (Ngastiyah,
2005)
5. Manifestasi Klinis
Masa
tunas demam tifoid berlansung 10 sampai 14 hari. Gejala-gejalay ang timbul
amat bervariasi, perbedaan ini tidak saja antara berbagai bagian dunia,
tetapi juga di daerah yang sama dari waktu ke waktu. Selain itu, gambaran
penyakit bervariasi dari penyakit ringan yang tidak terdiagnosa, sampai
gambaran penyakit yang khas dengan komplikasi dan kematian. Hal ini
menyebabkan bahwa seorang ahli yang sudah sangat berpengalaman pundapat
mengalami kesulitan untuk membuat diagnosa klinis tifoid.
a) Demam, penyebab demam tifoid
atau demam enterik ini adalah kuman/bakteri yang disebut dengan Salmonella typhi. Demam pada tifoid disebabkan
karena salmonella typi dan endotoksinnya merangsang sintesis dan penglepasan
zat pirogen oleh zat leukosit pada jaringan yang meradang.
b) Pusing
c) Mual dan muntah, terjadi karena
infeksi yang bisa merangsang pusat mual dan muntah di medulla oblongata dan
akan mensekresi asam lambung berlebih sehingga mengakibatkan mual.
d) Nyeri tekan pada
abdomen, dikarenakan adanya pembengkakan pada hati dan limfa, akibat
bakteri yang terus berkembang biak.
e) Lidah terlihat kotor.
6. Komplikasi
Kantong empedu dapat meradang dan membesar. Kuman
dapat berkumpul dan menetap pada penderita. Orang ini disebut mengenai daerah
hati bahkan bisa berefek pada kejiwaan. Yang paling berbahaya dari penyakit ini
adalah apabila terjadi kebocoran usus. Apabila terjadi maka yang harus
dilakukan adalah mengoperasinya.
a)
Komplikasi
intestinal
-
Perdarahan
usus
-
Perporasi
usus
-
Ilius
paralitik
b) Komplikasi extra intestinal
-
Komplikasi
kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis), miokarditis, trombosis,
tromboplebitis.
-
Komplikasi
darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma uremia hemolitik.
-
Komplikasi
paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
-
Komplikasi
pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
-
Komplikasi
ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
-
Komplikasi
pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan arthritis.
-
Komplikasi
neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis, polineuritis perifer,
sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
7. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
Obat-obat pilihan pertama adalah
kloramfenikol, ampisilin/amoksisilin dan kotrimoksasol. Obat pilihan kedua
adalah sefalosporin generasi III. Obat-obat pilihan ketiga adalah meropenem,
azithromisin dan fluorokuinolon.
b) Penatalaksanaan Keperawatan
Tirah baring, dilaksanakan untuk
mencegah terjadinya komplikasi.
Diet harus mengandung
a.
Makanan
yang cukup cairan, kalori, vitamin & protein.
b.
Tidak
mengandung banyak serat.
c.
Tidak
merangsang dan tidak menimbulkan banyak gas.
d.
Makanan
lunak diberikan selama istirahat.
Tujuan
dari perawatan dan pengobatan adalah untuk menghentikan infasi kuman, mencegah
terjadinya komplikasi dan memperpendek perjalanan penyakit. Pengobatan yang
dilakukan dengan isolasi penderita dan melakukan desinfeksi pakaian, feses,
urine, untuk mencegah penularan.
Selama 3 hari pasien harus di tempat tidur hingga panas turun, kemudian lakukan
mobilisasi bertahap diantaranya, duduk, berdiri, dan berjalan
8 Obat-obatan
Obat-obatan yang sering
digunakan dalam pengobatan typus abdominalis :
a. Kloramfenikol
Belum ada
obat anti mikroba yang dapat menurunkan demam lebih cepat dibandingkan
dengan kloramfenikol. Dosis untuk orang dewasa 4x.500 mg sehari
oral atau intravena sampai 7 hari bebas demam. Dengan
penggunan kloramfenikol, demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5
hari.
b. Tiamfenikol
Dosis dan
efektivitas tiamfenikol pada demam tipid sama dengan kloramfenikol komplikasi
pada hematologis pada penggunan tiamfenikol lebih jarang dari pada
kloramfenikol. Dengan tiamfemikol demam pada demam tifoid turun
setelah rata-rata 5-6 hari.
c. ko-trimoksazol
(kombinasi dan sulfamitoksasol)
Dosis itu
orang dewasa, 2 kali 2 tablet sehari, digunakan sampai 7 hari bebas demam (1
tablet mengandung 80 mg trimitropin dan 400 mg sulfametoksazol). Dengan
kontrimoksazol demam pada demam tifoid turun rata-rata setelah 5-6 hari.
d. Ampicillin
dan Amoksisilin
Indikasi
mutlak pengunaannya adalah pasien demam tifoid dengan leokopenia. Dosis yang
dianjurkan berkisar antara 75-150 mg/kg berat badan sehari, digunakan sampai 7
hari bebas demam. Dengan ampicillin dan amoksisilin demam pada demam
tifoid turun rata-rata setelah 7-9 hari.
e. Sefalosforin
generasi ketiga
Beberapa uji
klinis menunjukan sefalosporin generasi ketiga amtara lain sefiperazon,
seftriakson dan cefotaksim efektif untuk demam typid, tatapi dan lama pemberian
yang oktimal belum diketahui dengan pasti.
f. Fluorokinolon
Fluorokinolon
efektif untuk untuk demam typoid, tetapi
dosis dan lama pemberian yang optimal belum diketahui dengan pasti.
9. Pencegahan
Cara
pencegahan yang dilakukan pada demam typhoid adalah cuci tangan setelah dari
toilet dan khususnya sebelum makan atau mempersiapkan makanan, hindari minum
susu mentah (yang belum dipsteurisasi), hindari minum air mentah, rebus air
sampai mendidih dan hindari makanan pedas.
B.
Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian Keperawatan
a) Identitas pasien
Mencakup identitas pasien yaitu
nama, umur, jenis kelamin, suku bangsa, agama, pendidikan, pekerjaan, status
perkawinan, alamat, dan tanggal masuk rumah sakit. Identitas penanggung jawab
yaitu nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, pekerjaan, agama, alamat, suku
bangsa, hubungan dengan penderita/pasien.
b) Keluhan utama
Keluhan demam 4 hari yang lalu,
demam pada sore hari, suhu tubuh 40°C, disertai mual, muntah, dan tidak nafsu
makan.
c) Riwayat kesehatan
Riwayat kesehatan dahulu. Biasanya
klien suka memakan makanan dan minuman yang tidak terjaga kebersihan.
d) Riwayat kesehatan Sekarang
Pasien mengeluh badannya demam,
terutama pada sore sampai malam, perasaan tidak enak, lesu, nyeri kepala,
pusing, tidak bersemangat, bibir kering dan pecah -pecah, lidah kotor, perut
kembung, BAB keras / diare.
e) Riwayat Kesehatan keluarga
Kemungkinan ada anggota keluarga
yang menderita penyakit seperti diderita klien.
f) Riwayat kesehatan lingkungan
Biasanya lingkungan tempat tinggal
klien tidak terjaga, yang dapat menimbulkan kuman ada dimakanan / minuman.
g) Pemeriksaan fisik
Tanda yang diketahui selama
pemeriksaan fisik mencakup nyeri tekan abdomen, identifikasi lamanya waktu
dimana gejala hilang, identifikasi metode yang digunakan untuk mengatasi
gejala, dehidrasi (akibat dari mual dan muntah), dan bukti adanya gangguan
sistemik yang menyebabkan gejala typus abdominalis.
h) Psikologis
Kaji apakah
penyakit ini berdampak pada psikologis pasien.
i)
Pemenuhan kebutuhan dasar
· Pola nutrisi
· Pola tidur
· Pola
eliminasi
j) Pemeriksaan
Diagnostik
1) Pemeriksaan
darah
- Pemeriksaan darah untuk kultur
Salmonella
typhosa dapat ditemukan dalam darah penderita pada minggu pertama sakit, lebih
sering ditemukan dalam urine dan feces dalam waktu yang lama.
- Pemeriksaan widal
Pemeriksaan
widal merupakan pemeriksaan yang dapat menentukan diagnosis thypoid abdominalis
secara pasti. Pemeriksaan ini perlu dikerjakan pada waktu masuk dan setiap
minggu berikutnya. (diperlukan darah vena sebanyak 5 cc untuk kultur dan widal)
2) Pemeriksaan
sumsum tulang belakang
Terdapat
gambaran sumsum tulang belakang berupa hiperaktif Reticulum Endotel System (RES)
dengan adanya sel makrofag.
- Diagnosa
Keperawatan
Diagnosa yang mungkin muncul menurut
Brunner & Suddarth :
a.
Ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit berhubungan
dengan hipertermi dan muntah.
b.
Resiko
tinggi gangguan pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake yang tidak adekuat
c.
Hipertermi
berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi.
d.
Ketidakmampuan
memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik.
e.
Resiko
tinggi infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasif
f.
Kurangnya
pengetahuan tentang penyakitnya berhubungan dengan kurang informasi atau
informasi yang tidak adekuat.
g.
Gangguan rasa nyaman berhubungan
dengan infeksi virus salmonella thyposa di tandai dengan nyeri abdomen.
- Perencanaan
a) Diagnosa 1
Gangguan ketidak seimbangan volume
cairan dan elektrolit, kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hipertermia dan
muntah.
Tujuan : Ketidak seimbangan volume cairan
tidak terjadi
Kriteria hasil : Membran mukosa bibir lembab,
tanda-tanda vital (TD, S, N dan RR) dalam batas normal, tanda-tanda dehidrasi
tidak ada.
b)
Diagnosa
2
Resiko
tinggi pemenuhan nutrisi : kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat.
Tujuan :
Resiko nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh tidak terjadi.
Kriteria
hasil :Nafsu makan bertambah, menunjukkan berat badan stabil/ideal, nilai
bising usus/peristaltik usus normal (6-12 kali per menit) nilai laboratorium
normal, konjungtiva dan membran mukosa bibir tidak pucat.
c)
Diagnosa
3
Hipertermia
berhubungan dengan proses infeksi salmonella thypi
Tujuan : Hipertermi
teratasi
Kriteria
hasil : Suhu, nadi dan pernafasan dalam batas normal bebas dari
kedinginan dan tidak terjadi komplikasi yang berhubungan dengan masalah
typhoid.
d)
Diagnosa
4
Ketidak
mampuan memenuhi kebutuhan sehari-hari berhubungan dengan kelemahan fisik
Tujuan : Kebutuhan
sehari-hari terpenuhi
Kriteria
hasil : Mampu melakukan aktivitas, bergerak dan menunjukkan peningkatan
kekuatan otot.
e) Diagnosa 5
Resti
infeksi sekunder berhubungan dengan tindakan invasive
Tujuan: Infeksi
tidak terjadi
Kriteria
hasil : Bebas dari eritema, bengkak, tanda-tanda infeksi dan bebas
dari sekresi purulen/drainase serta febris.
f)
Diagnosa 6
Kurang pengetahuan tentang penyakit
berhubungan dengan kurang informasi yang tidak adekuat
Tujuan : pengetahuan keluarga
meningkat
Kriteria Hasil : menunjukkan
pemahaman tentang penyakitnya melalui perubahan gaya hidup dan ikut serta dalam
pengobatan.
g)
Diagnosa 7
Gangguan
rasa nyaman berhubungan dengan infeksi salmonella
typhosa
ditandai dengan nyeri abdomen.
Tujuan :
nyeri berkurang
Kriteria
hasil : tidak terdapatnya nyeri dengan melakukan teknik
relaksasi
yang telah di ajarkan.
Dx
|
Intervensi
|
Rasional
|
Dx.
1
|
1. Kaji
tanda-tanda dehidrasi seperti mukosa bibir kering, turgor kulit tidak elastis
dan peningkatan suhu tubuh.
2. Pantau
intake dan output cairan dalam 24 jam.
3. Ukur
BB tiap hari pada waktu dan jam yang sama, catat laporan atau hal-hal seperti
mual, muntah nyeri dan distorsi lambung.
4. Anjurkan
klien minum banyak kira-kira 2000-2500 cc per hari.
5. Kolaborasi
dalam pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht, K, Na, Cl) dan kolaborasi dengan
dokter dalam pemberian cairan tambahan melalui parenteral sesuai
indikasi.
|
1. Mencegah
ketidaknyamanan karena mulut kering.
2. Terpenuhinya
cairan dan elektolit dalam 24 jam.
3. Mengidentifikasi
kebutuhan diet.
4. Terpenuhinya
cairan dan elektrolit.
5. Terpenuhinya
kebutuhan pasien.
|
Dx.
2
|
1. Kaji
pola nutrisi klien, kaji makan yang di sukai dan tidak disukai klien.
2. Anjurkan
berbaring/pembatasan aktivitas selama fase akut, timbang berat badan tiap
hari.
3. Anjurkan
klien makan sedikit tapi sering, catat laporan atau hal-hal seperti mual,
muntah, nyeri dan distensi lambung.
|
1. Membantu
pasien dalam memenuhi kebutuhan makanan dan protein.
2. Membantu
pasien dalam melakukan aktivitas selama di tempat tidur.
3. Memberikan
informasi tentang keadekuatan masukan nutrisi dan masukan diet.
|
Dx.
3
|
1. Observasi
suhu tubuh klien.
2. Anjurkan
keluarga untuk membatasi aktivitas klien.
|
1. Suhu
dapat kembali normal.
2. Memberikan
informasi kepada keluarga pasien tentang membatasi aktivitas pasien.
|
Dx.
4
|
1. Bantu
kebutuhan sehari-hari klien seperti mandi, BAB dan BAK.
2. Bantu
pasien mobilisasi secara bertahap.
|
1. Membantu
pasien dalam melakukan aktivitasnya selama dalam masa penyembuhan.
2. Membantu
pasien dalam mobilisasi bertahap.
|
Dx.
5
|
1. Observasi
tanda-tanda vital (S, N, RR dan RR).
2. Observasi
kelancaran tetesan infus, monitor tanda-tanda infeksi dan antiseptik sesuai
dengan kondisi balutan infus.
|
1. Melakukan
tanda-tanda vital.
2. Mengobservasi
cairan yang masuk kedalam tubuh pasien.
|
Dx. 6
|
1. kaji
sejauh mana tingkat pengetahuan keluarga klien tentang penyakit anaknya.
2. Beri
pendidikan kesehatan tentang penyakit dan perawatannya.
3. Beri
kesempatan keluarga untuk bertanya bila ada yang belum di mengerti.
4. Evaluasi
kembali tentang pendidikan kesehatan.
|
1. untuk
memberi informasi pada klien atau keluarga mengetahui sejauh mana
informasi atau pengetahuan yang diketahui oleh klien.
2. orang
tua klien mengetahui penyebab, tanda gejala dan pencegahan penyakit.
3. Untuk
mengurangi kecemasan dan motivasi agar klien atau keluarga kooperatif selama
masa perawatan atau penyembuhan.
4. mengetahui
tingkat pengetahuan atau respon dari pendidikan kesehatan.
|
Dx. 7
|
1. Ciptakan posisi yang nyaman bagi pasien
2. Identifikasi penyebab terjadinyagangguan rasa nyaman
3. Kolaborasi dengan keluarga dalamaktivitas pasien
4. Membatasi pengunjung
|
1. Agar nyeri yang dialami dapat diatasi
2. Gangguan rasa nyaman yang dialami dapat ditanggulangi
3. Memonitor dan membatasi kegiatan pasien
4. Agar pasien dapat mengontrolemosi dalam suasana yang sepi
|
4. Pelaksanaan
Perawat
telah melaksanakan asuhan keperawatan sesuai dengan kasus yang telah di
susun. Dalam melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan
penyakit thypoid yang harus diperhatikan adalah cairan, hipertermi, nutrisi,
kelemahan fisik, cemas, dan kurang pengetahuan. Setiap tindakan yang telah
dilakukan dicatat dalam keperawatan, tidak ada tanda-tanda infeksi, tidak ada
perdarahan yang hebat, nafsu makan klien meningkat dan tidak lemas.
5. Evaluasi
a) Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan, pasien menjadi terpenuhi kebutuhan cairan dan elektrolit nya.
b) Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan, pasien menjadi terpenuhi kebutuhan nutrisi nya.
c) Setelah dilakukan tindakan asuhan
keperawatan, pasien menjadi berkurang nyeri pada bagian abdomen nya.
d) Setelah di
lakukan tindakan asuhan keperawatan, demam pasien menurunkan.
e) Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan, pasien mengerti tentang penyakit yang di
derita pasien.
f) Setelah
dilakukan tindakan asuhan keperawatan, pasien tidak mengalami infeksi apapun
pada saat di rawat.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Dari
beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut, Typhoid adalah suatu
penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh salmonella type A. B dan C
yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan minuman yang
terkontaminasi. Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para
typhi A. B dan C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan
demam typhoid dan pasien dengan carier.
B.
Saran
Penulis
berharap mudah-mudahan makalahini dapat bermanfaat bagi yang membacanya dan
dapat di aplikasikan dalam asuhan keperawatan,seta dapat menjadi referensi
pembuatan makalah selanjutnya.
DAFTAR
PUSTAKA
Brunner dan Suddarth, 2001,
Keperawatan Medikal Bedah Ed. 8 Vol. 2, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.
Mansjoer, Arif. 2000. Kapita Selekta
Kedokteran, Edisi 3, Jilid 2. MediaAesculapius: Jakarta
Hidayat Alimul Azis.A, 2006, Edisi
I, Pengantar Ilmu Keperawatan Anak, Jakarta, Salemba Medika
No comments:
Post a Comment