KATA
PENGANTAR
Segala
puji hanya milik
Allah SWT. Shalawat dan
salam selalu tercurahkan kepada
Rasulullah SAW. Berkat limpahan dan rahmat-Nya saya mampu menyelesaikan
tugas Makalah ini yang berjudul “DIARE DAN KONSTIPASI”
Dalam penyusunan tugas atau materi ini, tidak
sedikit hambatan yang saya hadapi. Namun dengan penuh kesabaran dan terutama
pertolongan dari Allah akhirnya makalah ini dapat terselesaikan. Dan saya
menyadari bahwa kelancaran dalam penyusunan materi ini tidak lain berkat bantuan,
dorongan, dan bimbingan orang tua, sehingga kendala-kendala yang saya hadapi
teratasi.
Makalah ini disusun agar pembaca dapat memperluas
ilmu tentang ‘Gizi Ibu Hamil dan Menyusui
Banda
Aceh, Oktober 2018
Penulis
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI............................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN............................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah................................................................................ 2
1.3 Tujuan................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. Diare....................................................................................................... 3
2.1 Pengertian Diare.............................................................................. 3
2.2 Etiologi............................................................................................ 4
2.3Tanda dan Gejala............................................................................. 6
2.4 Patofisiologi.................................................................................... 8
2.5 Jenis Diare..................................................................................... 10
2.6 Komplikasi.................................................................................... 15
2.7 Penatalaksanaan Diare.................................................................. 15
B. Obstipasi................................................................................................ 16
3.1 Pengertian..................................................................................... 16
3.2 Etiologi.......................................................................................... 17
3.3Tanda dan Gejala........................................................................... 21
3.4 Patofisiologi.................................................................................. 21
3.5 Jenis Obstipasi............................................................................... 22
3.6 Komplikasi.................................................................................... 22
3.7 Penatalaksanaan............................................................................ 23
BAB III PENUTUP............................................................................................. 25
A.
Kesimpulan......................................................................................... 25
B.
Saran................................................................................................... 25
DAFTAR
PUSTAKA.......................................................................................... 27
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diare
merupakan penyakita menular masih menjadi penyebab kematian balita (bayi
dibawah 5 tahun) terbesar didunia. Menurut catatan UNICEF, setiap detik 1
balita meninggal karena diare. Diare sering kali dianggap sebagai penyakit
sepele, padahal di tingkat global dan nasional fakta menunjukkan sebaliknya.
Menurut catatan WHO, diare membunuh 2 juta anak di dunia setiap tahun,
sedangkan di Indonesia, menurut Surkesnas (2001) diare merupakan salah satu
penyebab kematian ke 2 terbesar pada balita. Diare kondisinya dapat merupakan
gejala dari luka, penyakit, alergi (Fructose, Lactose), penyakit dan makanan
atau kelebihan Vitamin C dan biasanya disertai sakit perut dan seringkali enek
dan muntah. Dimana menurut WHO (1980) diare terbagi dua berdasarkan mula dan
lamanya, yaitu diare akut dan diare kronik.
Dewasa
ini banyak ditemukan berbagai macam penyakit gangguan pencernaan seperti
sembelit atau konstipasi, gastritis atau yang biasa dikenal dengan sakit maag
dan berbagai macam penyakit gangguan pencernaan lainnya.
Obstipasi
berasal dari bahasa Latin Ob berarti in the way = perjalanan dan Stipare yang
berarti to compress = menekan Secara istilah obstipasi adalah bentuk konstipasi
parah dimana biasanya disebabkan oleh terhalangnya pergerakan feses dalam usus
(adanya obstruksi usus). Gejala antara obstipasi dan konstipasi sangat mirip
dimana terdapat kesukaran mengeluarkan feses (defekasi). Namun obstipasi
dibedakan dari konstipasi berdasarkan penyebabnya ialah dimana konstipasi
disebabkan selain dari obstruksi intestinal sedangkan obstipasi karena adanya
obstruksi intestinal.
Gejala
obstipasi berupa pengeluaran feses yang keras dalam jangka waktu tiap 3-5 hari,
kadang disertai adanya perasaan perut penuh akibat adanya feses atau gas dalam
perut.
Ada
beberapa variasi pada kebiasaan buang air besar yang normal. Pada bayi baru
lahir biasanya buang air besar 2-3 kali sehari tergantung jenis susu yang
dikonsumsi akan tetapi masih mungkin normal bila buang air besar 36-48 jam
sekali asal konsistensi tinja normal.
Konstipasi
dapat ditemukan dalam bentuk obstipasi yaitu berupa kesulitan defekasi akibat
adanya ostruksi intra atau ekstralumen usus (misalnya karsinoma, kalom sigmoid)
(Staf Pengajar Dept Farmakologi UNSRI 2008).Obstipasi ini sering terjadi pada
bayi dan orang dewasa yang dikarenakan adanya gangguan usus penyakuran makanan
yang kurang baik pada.
1.2 Rumusan Masalah
1.
Apa pengertian dari diare dan obstipasi
?
2.
Bagaimana etiologi dari diare dan
obstipasi ?
3.
Bagaimana tanda dan gejala dari diare
dan obstipasi ?
4.
Bagaimana patofisiologi dari diare dan
obstipasi ?
5.
Apa saja jenis dari obstipasi diare dan
6.
Bagaimana komplikasi dari obstipasi
diare dan ?
7.
Bagaimana penatalaksanaan dari diare dan
obstipasi ?
1.3 Tujuan
1.
Untuk mengetahui pengertian dari diare
dan obstipasi.
2.
Untuk mengetahui etiologi dari diare dan obstipasi.
3.
Untuk mengetahui tanda dan gejala dari
diare dan obstipasi.
4.
Bagaimana patofisiologi dari diare dan
obstipasi.
5.
Untuk mengetahui jenis dari diare dan
obstipasi.
6.
Untuk mengetahui komplikasi dari diare dan obstipasi.
7.
Untuk mengetahui penatalaksanaan dari
diare dan obstipasi.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
DIARE
2.1
Pengertian Diare
Diare
adalah Buang Air Besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah
cair (setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih
dari 200 gram atau 200ml/24jam. Definisi lain memakai kriteria frekuensi, yaitu
buang air besar encer lebih dari 3 kali/hari. Buang air besar encer tersebut
dapat disertai lendir dan darah. Menurut WHO (1990) diare adalah buang air
besar encer atau cair lebih dari tiga kali sehari. Diare akut adalah diare yang
yang awalnya mendadak dan berlangsung singkat, dalam beberapa jam atau hari.
Orang yang mengalami diare akan kehilangan cairan tubuh sehingga
menyebabkan dehidrasi tubuh. Hal ini
membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa,
khususnya pada anak dan orang tua.
Diare
didefinisikan sebagai suatu kondisi dimana terjadi perubahan alami dalam
kepadatan dan karakter fases dan dikeluarkan tiga kali atau lebih per hari
(Raimah, 2007 :13 )
Sedangkan
menurut Suriadi (2006 : 80) menyatakan bahwa diare adalah kehilangan cairan dan
elektrolit secara berlebihan yang terjadi karena frekuensi buang air besar satu
kali atau lebih dengan bentuk cair.
Jika
dilihat definisinya ,diare adalah gejala buang air besar dengan konsistensi
fases lembek atau cair ,bahkan dapat berupa air saja .Frekuensinya bisa terjadi
lebih dari dua kali sehari dan berlangsung dalam jangka waktu lama tapi kurang
dari 14 hari.Seperti diketahui, pada kondisi normal orang biasanya buang air
besar satu atau dua kali sehari dengan konsistens padat atau keras.
Jadi
dapat diartikan diare merupakan suatu kondisi ,buang air besar yang tidak
normal yaitu lebih dari tiga kali sehari dengan konsistensi fases yang encer
atau cair dapat disertai darah atau lendir sebagai akibat inflamasi pada
lambung atau usus.
2.2
Etiologi
a.
Faktor infeksi :
- Infeksi
enteral
Yaitu
infeksi saluran pencernaan sebagai penyebab utama diare pada anak. Infeksi
enteral ini meliputi : Infeksi bakteri;
Vibrio, E.coli, Salmonela, Shigella, Campylobacter, dsb.
Infeksi
virus ; Enterovirus (virus echo, coxsakie), adeno virus, rota virus, dsb
Infeksi
parasit; cacing (ascariasis, trichuris)
Protozoa
(Entamuba hystolitica, Giardia lambia)
Jamur
(Kandida Albican)
- Infeksi
parenteral
Yaitu;
infeksi dibagian tubuh lain di luar alat pencernaan seperti: OMA,
tonsilofaringitis, bronchopneumonia, encefalitis, dsb. Keadaan ini terutama
terdapat pada bayi dan anak berumur dibawah 2 tahun.
Factor
non infeksi :
b. Malabsorbsi karbohidrat
karbohidrat
disakarida (intoleransi, lactosa, maltosa, dan sukrosa), non sakarida (intoleransi glukosa, fruktusa
dan galaktosa). Pada bayi dan anak yang terpenting dan tersering ialah
intoleransi laktosa.
1.
Malabsorbsi lemak : long chain
triglyceride
2.
Malabsorbsi protein : asam amino,
B-laktoglobulin
c. Reaksi Obat
Seperti
antibiotic, obat-obatan, tekanan darah dan antasida mengandung
magnesium.Obat-obat khasiat yang luas sehingga tidak saja kuman penyebab
kloramfenikol yang dimusnahkan, tetapi juga bakteri usus yang berguna turut
dimusnahkan.Penyinaran dengan sinar rontegen terhadap suatu tumor di usus atau
prostat dapat memicu diare.
d. Faktor makanan :
Makanan
basi, magnesium, makanan baracun, alergi terhadap makanan merupakan faktor yang
mempeengaruhi kerja lambung dan dapat mempengeruhi kerja enzim di lambung.
e. Faktor psikologis :
rasa takut, cemas, walaupun jarang dapat
menimbulkan diare terutama pada anak yang lebih
besar.
f. Factor resiko tejadinya diare :
- Umur
Kebanyakan
episode diare terjadi pada dua tahun pertama kehidupan. Insiden paling tinggi
pada golongan umur 6-11 bulan, pada masa diberikan makanan pendamping. Hal ini
karena belum terbentuknya kekebalan alami dari anak pada umur di bawah 24 bulan.
- Jenis
Kelamin
Resiko
kesakitan diare pada golongan perempuan lebih rendah daripada laki-laki karena
aktivitas anak laki-laki dengan lingkungan lebih tinggi.
- Musim
Variasi
pola musim di daerah tropik memperlihatkan bahwa diare terjadi sepanjang tahun,
frekuensinya meningkat pada peralihan musim kemarau ke musim penghujan.
- Status
Gizi
Status
gizi berpengaruh sekali pada diare. Pada anak yang kurang gizi karena pemberian
makanan yang kurang, episode diare akut lebih berat, berakhir lebih lama dan
lebih sering. Kemungkinan terjadinya diare persisten juga lebih sering dan
disentri lebih berat. Resiko meninggal akibat diare persisten atau disentri
sangat meningkat bila anak sudah kurang gizi.
- Lingkungan
Di
daerah kumuh yang padat penduduk, kurang air bersih dengan sanitasi yang jelek
penyakit mudah menular. Pada beberapa tempat shigellosis yaitu salah satu
penyebab diare merupakan penyakit endemik, infeksi berlangsung sepanjang tahun,
terutama pada bayi dan anak-anak yang berumur antara 6 bulan sampai 3 tahun.
- Status
Sosial Ekonomi
Status
sosial ekonomi yang rendah akan mempengaruhi status gizi anggota keluarga. Hal
ini nampak dari ketidakmampuan ekonomi keluarga untuk memenuhi kebutuhan gizi
keluarga khususnya pada anak balita sehingga mereka cenderung memiliki status
gizi kurang bahkan status gizi buruk yang memudahkan balita tersebut terkena
diare. Mereka yang berstatus ekonomi rendah biasanya tinggal di daerah yang
tidak memenuhi syarat kesehatan sehingga memudahkan seseorang untuk terkena
diare.
2.3 Tanda dan Gejala
- Balita
biasanya rewel karena diare menyebabkan kekurangan cairan, sehingga perlu
diberi minum yang banyak.
- Pada
keadaan dehidrasi ringan-sedang, balita akan terlihat gelisah.
- Diare
ditandai disentriform yaitu tinja berlendir, cair dan kadang-kadang
berdarah.
- Diare
disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus yang ditandai dengan suhu tubuh
meningkat.
- Nafsu
makan menurun akibat diare harus diimbangi makan yang cukup supaya kondisi
tubuh membaik.
- Biasanya
akan muntah sebelum atau sesudah makan karenamerupakan gejala dari
beberapa penyakit antara lain keracunan makanan, infeksi appendiks, gula
darah yang sangat rendah, dan lain-lain yang merupakan factor penyebab
diare.
- Dehidrasi
(kekurangan cairan)
Tingkatan dehidrasi ada
tiga, yaitu :
A.
Dehidrasi Ringan
Muka
memerah, rasa haus yang sangat, kulit hangat dan kering, tidak buang air atau
volume urine berkurang atau berwarna lebih gelap, pusing dan lemah, kram pada
otot kaki dan tangan, menangis dengan sedikit atau tidak ada air mata,
mengantuk, mulut dan lidah disertai berkurangnya air liur.
B.
Dehidrasi Sedang
Tekanan
darah menurun, pingsan, kontraksi yang kuat pada otot lengan, kaki, perut dan
punggung, kejang, perut kembung, gagal jantung, dan ubun-ubun cekung, denyut
nadi cepat dan lemah.
C.
Dehidrasi Berat
Gejala-gejala
dehidrasi ringan terlihat semakin jelas dan mengarah pada keadaan yang lebih
berat dengan tanda dan gejala sebagai berikut : Berkurangnya kesadaran, tidak
buang air kecil, tangan teraba dingin dan lembab, denyut nadi yang semakin
cepat dan lemah hingga tidak teraba, tekanan darah yang menurun hingga tidak
terukur, kebiruan pada ujung kuku, mulut, dan lidah. Jika tidak diatasi keadaan
ini dapat mengancam jiwa atau kematian.
Akibat terparah dari
Diare
Akibat dari diare yaitu
tubuh kekurangan cairan dan garam-garaman yang sangat berguna bagi kelangsungan
hidup manusia. Makin lama seseorang terkena penyakit diare makin banyak dan
cepat pula tubuh kehilangan cairan. Akibat kekurangan cairan, kemungkinan besar
akan menyebabkan kematian.
Bila diare terjadi
berulang kali, balita atau anak akan
kehilangan cairan atau
dehidrasi yang ditandai dengan :
1)
Anak menangis tanpa air mata
2)
Mulut dan bibir kering
3)
Selalu merasa haus
4)
Air seni keluar sedikit dan berarna
gelap, ada kalanya tidak keluar sama sekali.
5)
Mata cekung dan terbenam
6)
bayi tanda dehidrasi bias dilihat dari
ubun-ubun yang menjadi cekung
7)
Anak mudah mengantuk
8)
Anak pucat dan turgor tidak baik
2.4
Patofisiologi
Pada
dasarnya diare terjadi oleh karena terdapat gangguan transport terhadap air dan
elektrolit di saluran cerna. Mekanisme gangguan tersebut ada 5 kemungkinan
sebagai berikut:
Diare Osmotik
Diare osmotik dapat
terjadi dalam beberapa keadaan :
- Intoleransi
makanan, baik sementara maupun menetap. Situasi ini timbul bila seseorang
makan berbagai jenis makanan dalam jumlah yang besar sekaligus.
- Waktu
pengosongan lambung yang cepat
Dalam
keadaan fisiologis makanan yang masuk ke lambung selalu dalam keadaan
hipertonis, kemudian oleh lambung di campur dengan cairan lambung dan diaduk
menjadi bahan isotonis atau hipotonis. Pada pasien yang sudah mengalami
gastrektomi atau piroplasti atau gastroenterostomi, makanan yang masih
hipertonik akan masuk ke usus halus akibatnya akan timbul sekresi air dan
elektrolit ke usus. Keadaan ini mengakibatkan volume isi usus halus bertambah
dengan tiba-tiba sehingga menimbulkan distensi usus, yang kemudian
mengakibatkan diare yang berat disertai hipovolumik intravaskuler. Sindrom
malabsorbsi atau kelainan proses absorbsi intestinal.
- Defisiensi
enzim
Contoh
yang terkenal adalah defisiensi enzim laktase. Laktase adalah enzim yang
disekresi oleh intestin untuk mencerna disakarida laktase menjadi monosakarida
glukosa dan galaktosa. Laktase diproduksi dan disekresi oleh sel epitel usus
halus sejak dalam kandungan dan diproduksi maksimum pada waktu lahir sampai
umur masa anak-anak kemudian menurun sejalan dengan usia. Pada orang Eropa dan
Amerika, produksi enzim laktase tetap bertahan sampai usia tua, sedang pada
orang Asia, Yahudi dan Indian, produksi enzim laktase cepat menurun. Hal ini
dapat menerangkan mengapa banyak orang Asia tidak tahan susu, sebaliknya orang
Eropa senang minum susu.
- Laksan
osmotik
Berbagai
laksan bila diminum dapat menarik air dari dinding usus ke lumen. Yang memiliki
sifat ini adalah magnesium sulfat (garam Inggris). Beberapa karakteristik
klinis diare osmotik ini adalah sebagai berikut:
·
Ileum dan kolon masih mampu menyerap
natrium karena natrium diserap secara aktif. Kadar natrium dalam darah
cenderung tinggi, karena itu bila didapatkan pasien dehidrasi akibat laksan
harus diperhatikan keadaan hipernatremia tersebut dengan memberikan dekstrose 5
%.
·
Nilai pH feses menjadi bersifat asam
akibat fermentasi karbohidrat oleh bakteri.
·
Diare berhenti bila pasien puasa. Efek
berlebihan suatu laksan (intoksikasi laksan) dapat diatasi dengan puasa 24-27
jam dan hanya diberikan cairan intravena.
Diare sekretorik
Pada diare jenis ini
terjadi peningkatan sekresi cairan dan elektrolit. Ada 2 kemungkinan timbulnya
diare sekretorik yaitu diare sekretorik aktif dan pasif.
Diare sekretorik aktif
terjadi bila terdapat gangguan aliran (absorpsi) dari lumen usus ke dalam
plasma atau percepatan cairan air dari plasma ke lumen. Sperti diketahui
dinding usus selain mengabsorpsi air juga mengsekresi sebagai pembawa enzim.
Jadi dalam keadaan fisiologi terdapat keseimbangan dimana aliran absorpsi
selalu lebih banyak dari pada aliran sekresi.
Diare sekretorik pasif
disebabkan oleh tekanan hidrostatik dalam jaringan karena terjadi pada ekspansi
air dari jaringan ke lumen usus. Hal ini terjadi pada peninggian tekanan vena
mesenterial, obstruksi sistem limfatik, iskemia usus, bahkan proses peradangan.
Diare akibat gangguan
absorpsi elektrolit
Diare jenis ini
terdapat pada penyakit celiac (gluten enteropathy) dan pada penyakit sprue
tropik. Kedua penyakit ini menimbulkan diare karena adanya kerusakan di atas
vili mukosa usus, sehingga terjadi gangguan absorpsi elektrolit dan air.
Diare akibat
hipermotilitas (hiperperistaltik)
Diare ini sering
terjadi pada sindrom kolon iritabel (iritatif) yang asalnya psikogen dan
hipertiroidisme. Sindrom karsinoid sebagian juga disebabkan oleh
hiperperistaltik.
Diare eksudatif
Pada penyakit kolitif
ulserosa, penyakit Crohn, amebiasis, shigellosis, kampilobacter, yersinia dan
infeksi yang mengenai mukosa menimbulkan peradangan dan eksudasi cairan serta
mukus.
2.5
Jenis Diare
A. Jenis diare
berdasarkan tingkat keparahan
1. Diare akut
Diare
akut merupakan penyebab awal penyakit pada anak dengan umur < 5 tahun,
dehidrasi dapat terjadi dan dapat mengakibatkan kefatalan kira-kira pada 400
anak tiap tahun di Amerika Serikat (Kleinman, 1992 dalam Wholey & Wong's,
1994).Diare akut adalah BAB dengan frekuensi meningkat > 3 kali /hari dengan
konsistensi tinja cair, bersifat mendadak dan berlangsung dalam waktu kurang dari
1 minggu. Diare akut lebih banyak disebabkan oleh agent infectius yang mencakup
virus, bakteri dan patogen parasit.
Diare
akut adalah diare yang kurang dari 14 hari yang sebagian besar disebapkan oleh
Infeksi.
- Biasenye
diare akut disebabkan oleh infeksi/toksin bakteri
- Adanya
riwayat makan makanan tertentu( terutama makan siap santap) dan adanya
keadaan yang sama dengan orang lain, sangat mungkin merupakan keracunan
makanan yang disebabkan oleh toksin bakteri.
- Adanya
riwayat pemakaian antibiotika yang lama/jangka panjang.
- Diare
yang terjadi tanpa kerusakan mukosa usus( non inflamotorik) dan disebabkan
oleh toksin bakteri.bilka muntah sangat mencolok biasanya disebapkan oleh
virus aureus dalam bentuk keracunan makanan.
- Bila
diare dalam bentuk bvercampur darah,lendir dan disertai demam biasanya
karena kerusakan mukosa usur karena invasi shingella,salmonela atau
amdeba,daerah yang terkena adalah kolon.
- Diare
akut bersifat sembuh sendiri dalam 5 hari dengan pengobatan sederhana yang
disertai dengan dehidrasi
2. Diare Kronik
Diare kronik adalah
buang air besar cair lebih dari 3 kali sehari dan berlangsung lebih dari dua
minggu (15 hari).
Banyak sekali penyebab
dari diare kronik ini, diantaranya adalah infeksi (amuba, TBC, malaria),
non-infeksi (IBD = inflamatory bowel disease), gangguan penyerapan makanan,
radiasi, keganasan (kanker usus besar), HIV-AIDS.
Yang menjadi bertambah
sulit baik untuk mencari penyebab dan mengobatinya karena pada kasus diare
kronik sering terdiri lebih dari satu jenis penyebab.
Karena itu, banyak
pemeriksaan yang harus dilakukan pada kasus diare kronik diantaranya
pemeriksaan darah rutin, analisa tinja, fungsi liver, USG abdomen, kolonoskopi
hingga biopsi.
Pengobatan pada kasus
diare kronik menjadi bervariasi dan biasanya memakan waktu yang lama (4 hingga
8 minggu), respon pengobatan pun bervariasi mulai dari sembuh hingga tidak ada
respon sama sekali.
B.
Jenis Diare Berdasarkan Bakteri Penyebabnya
- Kolera
Penyakit
kolera adalah penyakit yang menginfeksi saluran usus bersifat akut yang disebabkan
oleh bakteri vibio cholerae, bakteri ini masuk kedalam tubuh seseorang melalui
makanan atau minuman yang terkontaminasi. Bakteri tersebut mengeluarkan
enterotoksin (racunnya) pada saluran usus sehingga terjadilah diare (diarrhoea)
disertai muntah yang akut dan hebat, akibatnya seseorang dalam waktu hanya
beberapa hari kehilangan banyak cairan tubuh dan masuk pada kondisi dehidrasi.
Karena bakteri sensitif terhadap asam lambung, maka penderita kekurangan asam
lambung cenderung menderita penyakit ini.
Kolera
adalah penyakit diare akut yang dalam bebarapa jam dapat mengakibatkan
dehidrasi progresif yang cepat dan berat serta kematian.Karena itu, kolera
gravis (bentuk kolera yang berat) merupakan bentuk penyakit yang lebih
menakutkan lagi, terutama bila menyebabkan epidemi.Untunglah penggantian,
cairan yang cepat dan tindakan yang suportif dapat menyingkirkan tingginya
angka mortalitas yang diakibatkan penyakit ini. Istilah kolera kadang dipakai
untuk segala penyakit diare sekrotik dengan dehidrasi yang berat entah
disebabkan oleh Vibrio cholerae atau bukan dan, bahkan, apakah etiologinya
infeksi atau bukan ( misalnya diare karena sindrom endokrin seperti tumor yang
mensekresi peptida usus vasoaktif.)
Penyebab
:
Kolera
menyebar melalui air yang diminum, makanan laut atau makanan lainnya yang
tercemar oleh kotoran orang yang terinfeksi.
Penyebab
Kolera adalah bakteri yang dikenal dengan nama Vibrio cholera (atau biasa
disingkat V. cholera). Bakteri ini adalah noda Gram-negatif dan memiliki flagel
(panjang, lonjong, bagian proyeksi) untuk motilitas dan pili (struktur mirip
rambut) digunakan untuk melampirkan jaringan. Meskipun ada banyak serotipe V.
cholerae yang dapat menghasilkan gejala-gejala kolera, penyebab kolera yang
memberi gejala yang paling parah kolera adalah kelompok OO1 dan O139.
Kelompok O terdiri dari struktur
lipopolysaccharides-protein yang berbeda pada permukaan bakteri yang dibedakan
dengan teknik imunologi. Toksin yang dihasilkan oleh serotipe V. cholerae
sebagai penyebab penyakit kolera merupakan enterotoksin terdiri dari dua
subunit, A dan B; informasi genetik untuk sintesis subunit ini dikodekan pada
plasmid (elemen genetik tidak dalam kromosom bakteri). Selain itu, jenis lain
encode plasmid untuk pilus (sebuah struktur mirip rambut hampa yang dapat
meningkatkan lampiran bakteri ke sel manusia dan memfasilitasi pergerakan
toksin dari V. cholerae ke dalam sel manusia).
Penyebab
Kolera yang Dapat Berakibat Fatal :
Enterotoksin
menyebabkan sel manusia untuk mengambil air dan elektrolit dari tubuh (terutama
saluran pencernaan atas) dan pompa ke dalam lumen usus dimana cairan dan
elektrolit yang diekskresikan sebagai cairan diare. Enterotoksin ini mirip
dengan toksin yang dibentuk oleh bakteri yang menyebabkan difteri di kedua
jenis bakteri rahasia racun ke lingkungan sekitarnya di mana racun kemudian
masuk ke sel manusia. Bakteri penyebab kolera biasanya ditularkan oleh
orang-orang minum air yang terkontaminasi, tetapi bakteri juga dapat diperoleh
dalam makanan yang terkontaminasi, terutama makanan laut seperti tiram mentah.
Penyakit
kolera adalah penyakit infeksi akut yang menghasilkan diare tanpa rasa sakit
pada manusia. Beberapa individu memiliki jumlah berlebihan yang terkena diare
dan mengembangkan dehidrasi begitu parah dapat menyebabkan kematian. Kebanyakan
orang yang mendapatkan penyakit ini menelan organisme melalui sumber-sumber
makanan atau air yang terkontaminasi dengan V. cholerae. Meskipun gejala
mungkin ringan, sekitar 5% -10% dari sebelumnya orang yang sehat akan
mengembangkan diare berlebihan dalam waktu sekitar satu sampai lima hari
setelah menelan bakteri. Penyakit berat membutuhkan perawatan medis yang
segera.
Gejala
:
Gejala
dimulai dalam 1 - 3 hari setelah terinfeksi bakteri, bervariasi mulai dari
diare ringan-tanpa komplikasi sampai diare berat-yang bisa berakibat fatal.
Beberapa
orang yang terinfeksi, tidak menunjukkan gejala.
Penyakit
biasanya dimulai dengan diare encer seperti air yang terjadi secara tiba-tiba,
tanpa rasa sakit dan muntah-muntah.
Pada
kasus yang berat, diare menyebabkan kehilangan cairan sampai 1 liter dalam 1
jam. Kehilangan cairan dan garam yang berlebihan menyebabkan dehidrasi disertai
rasa haus yang hebat, kram otot, lemah dan penurunan produksi air kemih.
Banyaknya
cairan yang hilang dari jaringan menyebabkan mata menjadi cekung dan kulit jari-jari
tangan menjadi keriput.
Jika
tidak diobati, ketidakseimbangan volume darah dan peningkatan konsentrasi garam
bisa menyebabkan gagal ginjal, syok dan koma.
Gejala
biasanya menghilang dalam 3-6 hari.
Kebanyakan
penderita akan terbebas dari organisme ini dalam waktu 2 minggu, tetapi
beberapa diantara penderita menjadi pembawa dari bakteri ini.
- Disentri
Disentri
didefinisikan sebagai diare yang disertai darah dalam tinja. Penyebab yang
terpenting dan tersering adalah Shigella, khususnya S. Flexneri dan S.
Dysenteriae tipe 1. Entamoeba histolytica menyebabkan disentri pada anak yang
lebih besar, tetapi jarang pada balita . Disentri amoeba adalah penyakit
infeksi usus besar yang disebabkan oleh parasit usus Entamoeba histolytica .
- Etiologi
Entamoeba
histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai komensal (apatogen)
di usus besar manusia. Apabila kondisi mengijinkan dapat berubah menjadi
patogen (membentuk koloni di dinding usus, menembus dinding usus menimbulkan
ulserasi) dan menyebabkan disentri amoeba.
- Gejala
yang timbul :
·
Rentan waktu gejala disentri dapat
bertahan antara 5-7 hari atau bahkan lebih lama
·
Penderita mengalami kram pada perut
·
Penderita mengalami kram perut ketika
BAB/BAK
·
BAB yang disertai dengan lendir
·
BAB yang dengan tinja yang berdarah
·
Panas tinggi (39,5 0 c - 400 c)
·
Muntah-muntah
·
Anoreksia
·
Terkadang disertai dengan gejala
menyerupai ensipagitis dan sepsis ( kejang, sakit kepala, letargi, kuku kuduk,
halusinasi)
2.6 Komplikasi
- Dehidrasi
(ringan, sedang, berat, hipotonik, isotonik atau hipertonik).
- Renjatan
hipovolemik.
- Hipokalemia
(dengan gejala mekorismus, hiptoni otot, lemah, bradikardi, perubahan pada
elektro kardiagram)
- Hipoglikemia.
- Introleransi
laktosa sekunder, sebagai akibat defisiensi enzim laktase karena kerusakan
vili mukosa, usus halus.
- Kejang
terutama pada dehidrasi hipertonik.
- Malnutrisi
energi, protein, karena selain diare dan muntah, penderita juga mengalami
kelaparan.
Pencegahan Diare
Perhatikan kebersihan
dan gizi yang seimbang.
- Menjaga
kebersihan dengan kebiasaan mencuci tangan dengan sabun sebelum makan dan
kebersihan dari makanan yang kita makan.
- Penggunan
jamban yang benar.
- Imunisasi
campak
2.7 Penatalaksanaan Diare
Penanggulangan
kekurangan cairan merupakan tindakan pertama dalam mengatasi pasien diare. Hal
sederhana seperti meminumkan banyak air putih atau oral rehidration solution
(ORS) seperti oralit harus cepat dilakukan. Pemberian ini segera apabila gejala
diare sudah mulai timbul dan kita dapat melakukannya sendiri di rumah.
Kesalahan yang sering terjadi adalah pemberian ORS baru dilakukan setelah
gejala dehidrasi nampak.
Pada
penderita diare yang disertai muntah, pemberian larutan elektrolit secara
intravena merupakan pilihan utama untuk mengganti cairan tubuh, atau dengan
kata lain perlu diinfus. Masalah dapat timbul karena ada sebagian masyarakat
yang enggan untuk merawat-inapkan penderita, dengan berbagai alasan, mulai dari
biaya, kesulitam dalam menjaga, takut bertambah parah setelah masuk rumah
sakit, dan lain-lain. Pertimbangan yang banyak ini menyebabkan respon time
untuk mengatasi masalah diare semakin lama, dan semakin cepat penurunan kondisi
pasien kearah yang fatal.
Diare
karena virus biasanya tidak memerlukan pengobatan lain selain ORS. Apabila
kondisi stabil, maka pasien dapat sembuh sebab infeksi virus penyebab diare
dapat diatasi sendiri oleh tubuh (self-limited disease).
Diare
karena infeksi bakteri dan parasit seperti Salmonella sp, Giardia lamblia,
Entamoeba coli perlu mendapatkan terapi antibiotik yang rasional, artinya
antibiotik yang diberikan dapat membasmi kuman.
Oleh
karena penyebab diare terbanyak adalah virus yang tidak memerlukan antibiotik,
maka pengenalan gejala dan pemeriksaan laboratorius perlu dilakukan untuk
menentukan penyebab pasti. Pada kasus diare akut dan parah, pengobatan suportif
didahulukan dan terkadang tidak membutuhkan pemeriksaan lebih lanjut kalau
kondisi sudah membaik.
Prinsip menangani diare
adalah:
Rehidrasi: mengganti
cairan yang hilang, dapat melalui mulut (minum) maupun melalui infus (pada
kasus dehidrasi berat).
Pemberian makanan yang adekuat: jangan
memuasakan anak, teruskan memberi ASI dan lanjutkan makanan seperti yang
diberikan sebelum sakit.
Pemberian obat
seminimal mungkin. Sebagian besar diare pada anak akan sembuh tanpa pemberian
antibiotik dan antidiare. Bahkan pemberian antibiotik dapat menyebabkan diare
kronik.
B.
OBSTIPASI
3.1
Pengertian
Konstipasi
merupakan keluhan paling sering dalam praktik klinis. Karena rentang sifat usus
normal lebar, konstipasi selit didefinisikan dengan tepat. Kebanyakan orang
mempunyai sedikitnya tiga gerakan usus per minggu, dan konstipasi didefinisikan
sebagai frekuensi defekasi kurang dari tiga kali per minggu. Namun, frekuensi
feses sendiri bukan merupakan kriteria yang cukup digunakan, karena banyak
pasien konstipasi menunjukkan frekuensi defekasi normal, tetapi keluhan subjektif mengenai feses keras, rasa penuh
bagian abdomen bawah dan rasa evakuasi tak lengkap. Sehingga, kombinasi
kriteria objektif dan subjektif harus digunakan untuk menerangkan konstipasi.
Konstipasi yang tidak ditangani dengan tepat dan berkelanjutan dapat
menyebabkan “Obstipasi”
Obstipasi
adalah penimbunan feses yang keras akibat adanya penyakit atau adanya obstruksi
pada saluran cerna atau bisa di definisikan sebagai tidak adanya pengeluaran tinja
selama 3 hari atau lebih.
Lebih
dari 90 % BBL akan mengeluarkan mekonium dalam 24 jam pertama, sedangkan
sisanya akan mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama kelahiran. Jika hal ini
tidak terjadi, maka harus dipikirkan adanya obstipasi. Tetapi harus diingat
ketidak teraturan defekasi bukanlah suatu obstipasi ada bayi yang menyusu pada
ibunya dapat terjadi keadaan tanpa defekasi selama 5-7 hari dan tidak
menunjukkan ketidak adanya gangguan. Yang kemudian akan mengeluarkan tinja yang
banyak sewaktu defeksasi hal ini masih dikatakan normal. Dengan bertambahnya
usia dan variasi dalam dietnya akan menyebabkan defekasi menjadi lebih jarang
dan tinjanya lebih keras.
3.2
Etiologi
Pada
pasien yang ditemukan dengan gejala konstipasi yang terjadi baru-baru saja,
kemungkinan adanya lesi obstruktif kolon
harus dicari. Selain kemungkinan neoplasma kolon, penyebab obstruksi kolon
lainnya adalah striktur akibat iskemia kolon, penyakit divertikulum penyakit
usus inflamatorik; benda asing atau striktur ani. Spasme sfingter ani akibat
hemorhoid atau fisura yang nyeri juga dapat menghambat keinginan untuk
defekasi.
Pada keadaan tanpa adanya lesi
obstruktif kolon, gangguan motilitas kolon
dapat menyerupai obstruksi kolon. Gangguan inervasi parasimpatik pada
kolon sebaagai akibat dari lesi atau cidera pada vertebra lumbosakral atau
nervus sarkalis dapat menimbulkan konstipasi dengan hipomotilitas, dilatasi
kolon, berkurangnya tonus rektum serta sensibilitasnya, dan gangguan defekasi.
Pada pasien multipel sklerosis, konstipasi dapat berkaitan dengan disfungsi
neurogenik pada orang lain. Demikian pula, konstipasi dapat berkaitan dengan
lesi pada sistem saraf pusat yang disebabkan oleh parkinsonisme atau penyakit
serebrovaskuler. Di Amerika Selatan, infeksi parasit yang berupa penyakit
Chagas dapat mengakibatkan konstipasi akibat kerusakan pada sel-sel ganglion
pleksus mienterikus. Penyakit hirschsprung atau aganglionosis ditandai dengan
tidak terdapatnya neuron mienterikus dalam segmen kolon distal tepat di sebelah
proksimal sfingter ani. Keadaan ini mengakibatkan sebuah segmen usus
berkontraksi yang menimbulkan obstruksi pada segmen tersebut dan dilatasi di
bagian proksimalnya. Di samping itu, tidak adanya refleks inhibisi rektosfingter
mengakibatkan ketidakmampuan sfingter ani interna untuk berelaksasi setelah
terjadinya distensi rektum. Sebagian besar pasien penyakit Hirschsprung
didiagnosis setelah usia 6 bulan, tetapi gejala penyakit ini kadang-kadang
cukup ringan sehingga diagnosisnya baru diketahui setelah pasien mencapai usia
dewasa.
Obat-obat yang dapat menimbulkan
konstipasi mencakupp obat-obat dengan kerja antikilonergik, seperti preparat
antidepresan serta antipsikotik, kodein dan analgesik narkotik lainnya, antasida
yang mengandung aluminium atau kalsium, sukralfat, suplemen zat besi dan
antagonis kalsium. Pada pasien endokrinopati tertentu, seperti hipotiroidisme
dan diabetes melitus, konstipasi umumnya ringan dan responsif terhadap terapi.
Kadang-kadang kelainan megakolon yang dapat membawa kematian terjadi pada
pasien miksedema. Konstipasi sering ditemukan selama kehamilan, dan keadaan ini
mungkin terjadi akibat perubahan kadar progest`eron serta estrogen yang
menurunkan transit intestinal. Penyakit vaskuler kolagen dapat disertai dengan
konstipasi yang mungkin terjadi gambaran yang menonjol pada penyakit sklerosis
sistemik progresif dimana keterlambatan transit intestinal terjadi akibat
atrofi dan fibrosis otot polos kolon.
Sebagian besar pasien dengan
konstipasi berat, tidak ada gejala yang jelas yang dapat diidentifikasi. Pada
konstipasi masa kanak-kanak yang idiopatik, faktor fisiologik dan psikologik
dianggap mempunyai peran penting. Anak-anak yang terserang sering mempunyai
transit kolon lambat yang dilokalisasi ke rektum dan kolon distal, dan
kebiasaan menahan volunter atau fungsi anorektal abnormal telah dianggap
mempunyai peranan dalam gangguan ini. Perempuan usia muda sampai menengah dapat
menderita konstipasi berat yang ditandai khas oleh defekasi yang tidak sering,
mengejan bila defekasi, dan tidak memberikan respon terhadap tambahan serat
atau laksatif ringan. Pada 70 persen kasus ini, transit kolonik lambat (inersia
kolon) dapat ditunjukkan oleh pasase lambat penanda radiopak melalui kolon
proksimal. Pada 30 persen kasus transit kolonik adalah normal, dan gangguan
fungsi motorik dan sensorik anorektal dapat ditunjukkan. Istilah obstruksi
jalan keluar dan anismus telah digunakan
utnuk menerangkan bentuk konstipasi ini, yang tampak diakibatkan oleh kegagalan
relaksasi atau kontraksi yang tidak sesuai dari otot sfingter eksterna dan
puborektalis. Karena relaksasi otot ini mengenai inhibisi korteks refleks
spinal selama defekasi dan dapat dimodifikasi oleh boifeedback, perlu
dipertimbangkan bahwa gangguan fungsi rektosfingterik seperti ini didapat atau
dipelajari lebih baik dibandingkan penyakit neurogenik atau organik. Meregang
kronik pada waktu defekasi dapat menyebabkan turunnya dasar parineal dan
meregangnya saraf pudendus, sehingga menyebabkan sfingter ani inkompeten dan
inkontinensia fekal. Demikian pula, prolaps rektum dapat mengganggu defekasi sebagai hasil
intususepsi rektal dan trauma saraf pudendus. Rektokel merupakan herniasi
rektal anterior yang dapat bercampur dengan defekasi melalui pengisian dengan
feses teristimewa selama usaha defekasi.
Pseudo-obstruksi intestinal
idiopatik kronik merupakan kelainan yang langka dimana serangan obstruksi
intestinal tidak disertai dengan gejala adanya sumbatan mekanis. Kelainan ini dapat
bersifat familial sebagai akibat dari neuropati atau miopati yang mengenai usus
dan pada sebagian kasus, kandung kemih. Penyakit megarektum atau megakolon
idiopatik masing-masing ditandai oleh rektum atau kolon yang berdilatasi,
dengan disertai gejala konstipasi dan kesulitan defekasi yang timbul karena
disfungsi neurogenik.
Pada orang dewasa yang berusia muda
hingga pertengahan, konstipasi paling sering disebabkan oleh sindroma usus
iriatif (irritable bowel syndrome). Berbeda dengan sebagian dari sindroma
konstpasi idiopatik yang disebutkan di atas, sindroma usus iriatif secara khas
disertai dengan nyeri abdomen, kususnya abdomen bagian bawah, di samping
defekasi dengan kotoran yang keras dan kecil-kecil yang disertai perasaan
pengeluaran kotoran yang tidak tuntas serta keluhan mengejan yang berlebihan
saat defekasi. Pasien juga dapat mengeluhkan flatulensi, meteorismus,
heartburn, nausea, disfagia, nyeri punggung dan gejala urogenital. Transit
kolonik biasanya normal pada pasien semacam ini, dan dasar patofisiologi yang
tepat untuk gejala tersebut tidak pasti.
Penyebab lainnya :
- Kebiasaan
makan
Obstipasi
dapat timbul bila tinja terlalu kecil untuk membangkitkan buang air
besar.Keadaan ini terjadi akibat dari kelaparan, dehidrasi, makana kurang
mengandung selulosa.
- Hypothyroidisme
Obstipasi
merupakan gejala dari dua keadaan yaitu kretinisme dan myodem.Dimana tidak
terdapat cukup ekskresi hormon tiroid semua proses metabolisme berkurang.
- Keadaan
mental
Faktor
kejiwaan memegang peranan penting terhadap terjadinya obstipasi terutama
depresi berat sehingga tidak mempedulikan keinginannya untuk buang air besar.
Biasanya terjadi pada anak 1-2 tahun. Jika pada usia 1-2 tahun pernah buang air
besar keras dan terasa nyeri, mereka cenderung tidak mau buang air besar selama
beberapa hari, bahkan beberapa minggu ssampai beberapa bulan karena takut
mengalami kesukaran lagi. Dengan tertahannya feses dalam beberapa
hari/minggu/bulan akan mengakibatkan kotoran menjadi keras dan lebih terasa
nyeri lagi, sehingga anak menjadi semakin malas buang aiar besar. Anak dengan
keterbelakangan mental sulit dilatih untuk buang air besar.
- Penyakit
organis
Obstipasi
bisa terjadi berganti – ganti dengan diare pada kasus carcinoma colon dan
divericulitis. Obstipasi ini terjadi bila buang air besar sakit dan sengaja
dihindari seperti pada fistula ani dan wasir yang mengalami trombosis.
- Kelainan
konjenital
Adanya penyakit seperti atresia, stenosis.
Megakolon aganglionik congenital (penyakit hirscprung). Obstruksi bolos usus
illeus mekonium atau sumbatan mekonium.Hal ini dicurigai terjadi pada neonatus
yang tidak mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama.
- Penyebab
lain
Misalnya,
karena diet yang salah tidak adanya serat selulosa untuk mendorong terjadinya
peristaltik. Atau pada anak setelah sakit atau sedang sakit dimana anak masih
kekurangan cairan.
3.3 Tanda dan Gejala
- Pada
neonatus jika tidak mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama,
- Sakit
dan kejang pada perut.
- pada
pemeriklsaan rectal, jika akan merasa jepitan udara dan mekonium yang menyemprot
- Feses
besar dan tidak dapat digerakan dalam rectum.
- Bising
usus yang janggal.
- Merasa
tidak enak badan, anoreksia dan sakit kepala.
- Terdapat
luka pada anus. Pada neonatus jika tidak mengeluarkan mekonium dalam
36 jam pertama
3.4
Patofisiologi
Pada
keadaan normal sebagian besar rectum dalam keadaan kosong kecuali bila adanya
refleks masa dari kolon yang mendorong feses kedalam rectum yang terjadi sekali
atau duakali sehari. Hal tersebut memberikan stimulus pada arkus aferen dari
refleks defekasi. Dengan dirasakan arkus aferen menyebabkan kontraksi otot
dinding abdomen sehingga terjadilah defekasi. Mekanisme usus yang norrmal
terdiri dari 3 faktor :
- Asupan
cairan yang adekuat.
- Kegiatan
fisik dan mental.
- Jumlah
asupan makanan berserat.
Dalam
keadaan normal, ketika bahan makanan yang kan dicerna memasuki kolon, air dan
elektrolit di absorbsi melewati membrane penyerapan. Penyerapan tersebut
berakibat pada perubahan bentuk feses dari bentuk cair menjadi bentuk yang
lunak dan berbentuk. Ketika feses melewati rectum, feses menekan dinding rectum
dan merangsang untuk defekasi. Apabila anak tidak mengkonsumsi cairan secara
adekuat, produk dari pencernaan lebih kering dan padat, serta tidak dapat
dengan segera digerrakkan oleh gerakan peristaltik menuju rectum, sehingga
penyerapan terjadi terus menerus dan feses menjadi semakin kering, padat dan
sudah dikeluarkan serta menimbulkan rasa sakit. Rasa sakit ini menyebabkan anak
malas atau tidak mau buang air besar yang dapat menyebabkan kemungkinan
berkembangnya luka. Proses dapat terjadi bila anak kurang beraktivitas,
menurunnya peristaltik usus dan lain-lain. Hal tersebut menyebabkan sisa
metabolisme berjalan lambat yang kemungkinan. Penyerapan air yang berlebihan.
Bahan makanan sangat dibutuhkan
untuk merangsang peristaltik usus dan pergerakan normal dari metabolisme dalam
saluran pencernaan menuju ke saluran yang lebih besar. Sumbatan dan usus dapat
juga menyebabkan obstipasi.
3.5
Jenis Obstipasi
- Obstipasi
akut, yaitu rectum tetap mempertahankan tonusnya dan defekasi timbul
secara mudah dengan stimulasi eksativa, supositoria atau enema.
- .Obstipasi
kronik, yaitu rectum tidak kosong dan dindingnya memulai peregangan
berlebihan secar kronik, sehingga tambahan feses yang datang mencapai tempat
ini tanpa meregang rectum lebih lanjut. Reseptor sensorik tidak memberika
respon, dinding rectum faksid dan tidak mampu untuk berkontraksi secara
efektif.
3.6
Komplikasi
Komplikasi konstipasi
mencakup hipertensi arterial, imfaksi fekal, hemoroid dan fisura, serta
megakolon.
- Peningkatan
tekanan arteri dapat terjadi pada defekasi. Mengejan saat defekasi, yang
mengakibatkan manuver valsava (mengeluarkan nafas dengan kuat sambil
glotis tertutup), mempunyai efek pengerutan pada tekanan darah arteri.
Selama mengejan aktif, aliran darah vena di dada untuk sementara dihambat
akibat peningkatan tekanan intratorakal
- Imfaksi
fekal terjadi apabila suatu akumulasi massa feses kering tidak dapat
dikeluarkan. Massa ini dapat diraba pada pemeriksaan manual, dapat menimbulkan
tekanan pada mukosa kolon yang mengakibatkan pembentukan ulkus, dan dapat
menimbulkan rembesan feses cair yang sering.
- Hemoroid
dan fisura anal dapat terjadi sebagai akibat konstipasi. Fisura anal dapat
diakibatkan oleh pasase feses yang keras malalui anus, merobek lapisan
kanal anal. Hemoroid terjadi sebagai akibat kongesti vaskuler perianal
yang disebabkan oleh peregangan.
- Megakolon
adalah dilatasi dan atoni kolon yang disebkan oleh massa fekal yang
menyumbat pasase isi kolon. Gejala meliputi konstipasi, inkontenensia
fekal cair, dan distensi abdomen. Megakolon dapat menimbulkan perforasi
usus.
3.8 Penatalaksanaan
- Mencari
penyebab
- Menegakan
kembali kebisaan defekasi yang normal dengan memperhatikan gizi, penmabhan
cairn dan kondisi fisikis
- Pengosongan
rectum dilakukan jika ada kemajuan setelah dianjurkan untuk menegakan
kembali kebiasaan defekasi. Pengosongan rectum bisa dengan disinfaksi
digital, enema minyak zaitum, laksatifa.
Penatlaksanaan bias
dilakukan dengan cara:
1. Perawatan medis
Meliputi resusitasi
untuk mengoreksi cairan dan elektrolit tubuh, nasograstis decompression pada
obstruksi parah untuk mencegah muntah dan aspirasi, dan pengobatan lain untuk
mencegah semakin parahnya sakit
2. Operasi
Untuk mengatasi
obstruksi sesuai dengan penyebab obstruksi, dan untuk mencegah perforasi usus
akibat tekanan tinggi. Obstipasi obstruksi total bersifat sangat urgent untuk
dilakukan tindakan segera dimana jika terlambat dilakukan dapat mengakiabtkan
perforasi usus karena peningkatan tekanan feses yang besar.
3. Diet
Pada obstruksi total
dianjuran tidak makan apa-apa, pada obstruksi parsial dapat diberikan makanan
cair dan obat-obatan
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Diare
adalah perubahan pola defekasi (buang air besar) yakni pada bentuk atau
frekuensinya dimana bentuk feses (tinja) berubah menjadi lunak atau cair, atau
frekuensinya yang bertambah menjadi lebih dari tiga kali dalam sehari.Bila hal
ini terjadi maka tubuh akan kehilangan cairan tubuh sehingga menyebabkan
dehidrasi.Hal ini membuat tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat
membahayakan jiwa, khususnya pada anak dan orang tua. Diare ini bisa
menyebapkan beberapa komplikasi,yaitu dehidrasi,renjatan hivopolemik, kejang,bakterimia,
malnutrisi, hipoglikemia, intoleransi skunder akibat kerusakan mukosa usus.
Obstipasi
adalah penimbunan feses yang keras akibat adanya penyakit atas adanya obstruksi
pada saluran cerna atau bisa di definisikan sebagai tidak adanya pengeluaran
fases selama 3 hari atau lebih. Lebih dari 90 % BBL akan mengeluarkan mekonium
dalam 24 jam pertama, sedangkan sisanya akan mengeluarkan mekonium dalam 36 jam
pertama kelahiran.
Adapun
penyebab dari obstipasi seperti kebiasaan makan, hypothyroidisme, keadaan
mental, penyakit organis, kelainan congenital, dan sebagainya. Tanda dan gejala dari obstipasi yaitu Pada
neonatus jika tidak mengeluarkan mekonium dalam 36 jam pertama, pada bayi tidak
mengeluarkan 3 hari atau lebih sakit dan kejang pada perut, pada pemeriksaan
rectal, jari akan merasa jepitan udara dan mekonium yang menyemprot, Feses
besar dan tidak dapat digerakan dalam rectum, bising usus yang janggal, merasa
tidak enak badan, anoreksia dan sakit kepala, terdapat luka pada anus.
3.2 Saran :
Dalam
upaya meningkatkan kualitas perawatan pada klien gastroenteritis perlu
ditingkatkan tentang keperawatan pada klien tersebut sehingga asuhan
keperawatan dapat lebih efektif secara komprehensip meliputi
Bio-Psiko-Sosial-Spiritual pada klien melalui pendekatan proses keperawatan
mencakup didalamnya pelayanan promotif,preventif,kuratif,rehabilitative yang
dilandasi oleh ilmu dan kiat keperawatan profeisonal yang sesuai nilai mopral
etika profesi keperawatan sehingga dimasa yang akan datang dapat mengantisipasi
dan menjawab tantangan-tangan dan perubahan sosial yang menitik beratkan pada pemeliharaan dan
peningkatan kesehatan individu, keluarga, masyarakat,serta lingkungannya.
DAFTAR PUSTAKA
Raimah,safitri ,2007.All You Wanted To
Know About Diare.Jakarta : Bhuana Ilmu Popular.
Suriadi,dkk.2006.Asuhan Keperawatan Pada
Anak.Jakarta : Percetakan penebar swadaya.
Ngastiyah, 1997, Perawatan Anak Sakit,
EGC, Jakarta
Price & Wilson 1995,
Patofisologi-Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Buku 1, Ed.4, EGC, Jakarta
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku
Patofisiologi. Jakarta: EGC
H.Asdie,Sp.PD-KE,Prof.Dr.Ahmad,1999.Prinsip-prinsip
Ilmu Penyakit Dalam.Yogyakarta :EGC
Daldiyono. Diare. Dalam : Sulaiman A,
Daldyono. Akbar N (ed). Gastroenterologi Hepatologi. Infomedika Jakarta. 1990:
21-33.
No comments:
Post a Comment