DAFTAR ISI
Halaman
2.2
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan............................................. 5
2.3
Pancasila Sebagai Paradigma Reformasi................................................... 8
2.4
Pancasila Sebagai Paradigma Pembangunan Politik................................. 9
2.5
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Sosial
Budaya................... 11
2.6
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Ekonomi............................ 13
2.7
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Hukum.............................. 16
2.8
Pancasila Sebagai Paradigma Kehidupan Kampus................................. 19
ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Istilah
paradigma pada mulanya
dipakai dalam bidang filsafat ilmu pengetahuan.
Menurut Thomas Kuhn, orang yang pertama kali mengemukakan istilah tersebut menyatakan bahwa ilmu
pada waktu tertentu didominasi oleh suatu paradigma.
Paradigma adalah pandangan mendasar dari para ilmuwan tentang apa yang menjadi
pokok persoalan suatu cabang ilmu
pengetahuan.
Dengan
demikian, paradigma sebagai
alat bantu para illmuwan dalam
merumuskan apa yang harus dipelajari, apa yang harus dijawab, bagaimana
seharusnya dalam menjawab
dan aturan-aturan yang bagaimana yang harus dijalankan dalam mengetahui persoalan
tersebut. Suatu paradigma mengandung sudut pandang,
kerangka acuan yang harus dijalankan oleh ilmuwan yang mengikuti paradigma tersebut.
Dengan suatu paradigma atau sudut
pandang dan kerangka acuan tertentu, seorang
ilmuwan dapat menjelaskan sekaligus menjawab suatu masalah dalam ilmu pengetahuan. Istilah paradigma makin
lama makin berkembang tidak hanya di
bidang ilmu pengetahuan, tetapi pada bidang lain seperti bidang politik, hukum, sosial dan ekonomi. Paradigma kemudian
berkembang dalam pengertian sebagai kerangka pikir,
kerangka bertindak, acuan, orientasi, sumber,
tolok ukur, parameter, arah dan tujuan.
Istilah paradigma makin lama makin
berkembang dan biasa dipergunakan dalam berbagai
bidang kehidupan dan ilmu pengetahuan. Misalnya politik,
1
hukum, ekonomi, budaya. Dalam kehidupan sehari-hari,
paradigma berkembang menjadi
terminology yang mengandung pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar, sumber asas, tolak ukur, parameter, serta arah dan tujuan dari suatu perkembangan, perubahan, dan proses dalam bidang tertentu,
termasuk dalam pembangunan.
1.2
Rumusan Masalah
1. Apa pengertian paradigm
2.
Bagaimana Pancasila sebagai
paradigma reformasi?
3.
Bagaimana Pancasila sebagai
paradigma pembangunan?
4.
Bagaimana Pancasila sebagai
paradigma pembangunan politik?
5.
Bagaimana Pancasila sebagai
paradigma pembangunan sosial
budaya?
6.
Bagaimana Pancasila sebagai
paradigma pembangunan ekonomi?
7.
Bagaimana Pancasila sebagai
paradigma pembangunan hukum?
8.
Bagaimana Pancasila sebagai
paradigma kehidupan kampus?
1.3
Tujuan
1.
Untuk mengetahui dan memahami pengertian paradigma.
2.
Untuk mengetahui dan memahami Pancasila
sebagai paradigma reformasi.
3. Untuk mengetahui dan memahami Pancasila sebagai paradigma pembangunan.
4. Untuk mengetahui dan memahami Pancasila sebagai paradigma pembangunan politik.
5. Untuk mengetahui dan memahami Pancasila sebagai paradigma pembangunan sosial budaya.
6. Untuk mengetahui dan memahami Pancasila sebagai paradigma pembangunan ekonomi.
7. Untuk mengetahui dan memahami Pancasila sebagai paradigma pembangunan hukum.
8. Untuk mengetahui dan memahami Pancasila
sebagai paradigma kehidupan kampus.
1.4
Manfaat
Makalah ini diharapkan dapat memudahkan
para mahasiswa maupun yang lainnya
memahami Pancasila sebagai paradigma pembangunan bangsa dan juga dapat merealisasikannya dalam kehidupan nyata.
BAB II PEMBAHASAN
2.1
Pengertian Paradigma
Nomenklatur Paradigma berasal dari
bahasa Latin, yakni kata para dan deigma.
Para berarti disamping, disebelah, dan dikenal sedangkan deigma berarti suatu model, teladan, arketif dan ideal.
Dalam masalah populer, istilah paradigma berkembang
menjadi terminologi yang mengandung konotasi pengertian sumber nilai, kerangka pikir, orientasi dasar,
sumber asas sera arah dalam suatu bidang tertentu.[1]
Paradigma seringkali diartikan sebagai
suatu asumsi-asumsi dasar dan teoritis yang
umum (merupakan suatu sumber nilai)
sehingga merupakan suatu sumber hukum, metode,
serta penerapan dalam ilmu pengetahuan sehingga sangat menentukan sifat, ciri serta karakter
ilmu pengetahuan itu sendiri.
Pada pidato pengukuhan Guru Besarnya,
Erlyn Indarti (2010) menguraikan bahwa paradigma
sejatinya merupakan suatu sistem filosofis
payung yang meliputi
ontologi, epistemologi, dan metodologi tertentu
yang masing-masing terdiri dari serangkaian “beliefe
dasar” atau worldview yang tidak dapat begitu saja diperukarkan. Makna paradigma
meliputi keseluruhan koleksi, kombinasi, gabungan, atau campuran komitmen
yang dianut oleh anggota-anggota suatu komunitas ilmu pengetahuan secara bersama-sama yang untuk waktu tertentu menawarkan model permassalahan berikut
pemecahannya kepada komunitas
dimaksud.
4
Heddy
Shary Ahimasa Putra (2009) mendefinisikan paradigma sebagai perangkat konsep yang berhubungan satu
sama lain secara logis sebuah kerangka pemikiran yang berfungsi untuk memahami, menafsirkan dan menjelaskan kenyataan
dan/atau masalah yang dihadapi.
Paradigma juga didefinisikan sebagai
paradigma adalah salah satu set asumsi- asumsi penyederhanaan dan teori informal
yang menggambarkan bagaimana
dunia bekerja, dan yang menyediakan kerangka acuan bagi manusia untuk memandang kehidupan
dunia di sekelilingnya. Pada pengertian paradigma
tersebut, menempatkan Pancasila
sebagi paradigma, berarti
menempatkan Pancasila sebagia
sistem nilai acuan, kerangka acuan berpikir, pola acuan berpikir, atau jelasnya sebgai sistem nilai yang
dijadikan kerangka landasan, kerangka cara,
dan sekaligus kerangka arah/tujuan bagi yang menyandangnya.[2]
2.2
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan
Pembangunan Nasional dilaksanakan dalam
rangka mencapai masyarakat adil dan
makmur. Pembangunan Nasional merupakan perwujudan nyata dalam meningkatkan harkat dan martabat manusia
Indonesia sesuai dengan nilai-nilai kemanusiaan dan tujuan negara yang tercantum
dalam pembukaan Undang-
Undang Dasar 1945 dengan
rincian sebagai berikut:
1.
Tujuan negara hukum formal,
adalah melindungi segenap
bangsa dan seluruh
tumpah darah Indonesia.
2.
Tujuan negara hukum materiil dalam
hal ini merupakan tujuan khusus atau nasional,
adalah memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa.
3.
Tujuan Internasional, adalah ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan
sosial. Yang perwujudannya terletak pada tatanan
pergaulan masyarakat internasional.
4.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan Nasional mengandung suatu konsekuensi
bahwa dalam segala aspek pembangunan nasional kita harus berdasar pada hakikat
nilai-nilai Pancasila yang didasari oleh ontologis manusia
sebagai subjek pendukung pokok
negara.
Kedudukan Pancasila sebagai
paradigma pembangunan nasional
harus memperlihatkan konsep berikut
ini:
1) Pancasila
harus menjadi kerangka kognitif dalam identifikasi diri sebagai bangsa
2) Pancasila sebagai
landasan pembangunan nasional
3) Pancasila merupakan arah pembangunan nasional
4) Pancasila merupakan etos pembangunan
5) Pancasila
merupakan moral pembangunan masyarakat Indonesia yang sedang mengalami
perkembangan yang amat besar karena dampak pembangunan nasional maupun rangsangan globalisasi, memerlukan pedoman
bersama dalam menanggapi tantangan demi keutuhan
bangsa.
Oleh sebab itu, pembangunan nasional
harus dapat memperlihatkan prinsip- prinsip
sebagai berikut: Hormat terhadap keyakinan relegius setiap
orang dan hormat terhadap
martabat manusia sebagai
pribadi atau subjek (manusia seutuhnya). Sebagai upaya meningkatkan
harkat dan martabat maka pembangunan nasional harus meliputi aspek jiwa, seperti
akal, rasa dan kehendak, raga
(jasmani), pribadi, sosial dan aspek ketuhanan yang
terkristalisasi dalam nilai-nilai Pancasila. Selanjutnya dijabarkan dalam berbagai bidang pembangunan antara lain: politik,
ekonomi, hukum, pendidikan, sosial budaya, ilmu pengetahuan dan teknologi, serta bidang kehidupan agama.
Pancasila sebagai paradigma pembangunan
dapat diartikan sebagai kerangka berfikir, sumber nilai, orientasi
dasar, sumber asa serta arah tujuan dari pembangunan.[3]
Oleh karena itu, penggalian terhadap
nilai-nilai Pancasila menjadi dasar syarat utama dalam
perencanaan progam-program pembangunan yang dilakukan.
Pasca
reformasi tahun 1998 dan amandemen
UUDNRI 1945, Garis-Garis Besar Haluan Negara (GBHN) dicabut
melalui Ketetapan MPR No. IX/MPR/1998 dan tidak lagi digunakan sebagai
acuan utama pembangunan bangsa Indonesia. Untuk selanjutnya pembangunan Indonesia
mengacu kepada perencanaan pembangunan sebagaimana diatur pada UU No. 25 Tahun 2004 tentang
Sistem Rencana Pembangunan
Nasional.
Selanjutnya UU ini mengatur bahwa
perencanaan pembangunan nasional dan daerah terdiri
dari Rencana Pembangunan Jangka Panjang (RPJP),
Rencana Pembangunan Jangka Menengah (RPJM),
dan Rencana Kerja Pemerintah (RKP).
RPJP Nasional diatur melalui Undang
Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional
Tahun 2005-2025. Pada angka
4.1 lampiran UU ini dijelaskan bahwa Pancasila adalah landasan idiil RPJP Nasional dan UUDNRI tahun 1945 sebagai
landasan konstitusional sedangkan peraturan perundang-undangan merupakan landasan operasional.
Visi Pembangunan Nasional tahun 2005-2025 adalah “Indonesia
yang Mandiri, Maju, Adil, dan
Makmur”. Sedangkan misinya sebagai
berikut:
Mewujudkan masyarakat berakhlak
mulia, bermoral, beretika,
berbudaya, dan beradab
berdasarkan falsafah Pancasila:
1. Mewujudkan bangsa
yang berdaya saing
2. Mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum
3. Mewujudkan Indonesia aman, damai, dan bersatu
4. Mewujudkan pemerataan pembangunan dan berkeadilan
5. Mewujudkan Indonesia asri dan lestari
6.
Mewujudkan Indonesia menjadi negara kepulauan yang mandiri, maju,
kuat, dan berbasis
kepentingan nasional
7.
Mewujudkan Indonesia berperan penting dalam pergaulan dunia internasional.
2.3
Pancasila Sebagai
Paradigma Reformasi
Esensinya gerakan reformasi dilakukan ke
arah suatu perubahan menuju kondisi
serta keadaan yang lebih baik. Secara etimologis reformasi berasal dari kata reformation
dari akar kata reform, sedangkan
secara terminologi reformasi mempunyai pengertian suatu gerakan yang bertujuan mengatur ulang, menata ulang,
menata kembali hal-hal yang menyimpang, untuk dikembalikan kepada format atau bentuk semula yang sesuai
dengan nilai-nilai ideal yang dicita-citakan
rakyat. Reformasi juga diartikan sebagai pembaruan dari paradigma, pola lama ke
paradigma pola baru untuk menuju ke kondisi yang lebih baik
sesuai dengan harapan.
Reformasi di Indonesia pada prinsipnya
merupakan suatu gerakan untuk mengembalikan bangsa ini kepada dasar nilai-nilai sebagaimana yang dicita-
citakan oleh bangsa Indonesia. Gerakan
reformasi akan mengembalikan pada dasar serta
sistem negara demokrasi, bahwa kedaulatan adalah di tangan rakyat, sebagaimana terkandung dalam
pasal 1 ayat (2) UUD 1945.
Negara Indonesia ingin mengadakan suatu
perubahan, yaitu menata kembali kehidupan
berbangsa dan bernegara demi terwujudnya masyarakat madani yang sejahtera, masyarakat yang bermartabat
kemanusiaan yang menghargai hak-hak asasi manusia,
masyarakat yang demokratis yang bermoral religius
serta masyarakat yang bermoral kemanusiaan yang beradab. Reformasi
adalah mengembalikan tatanan
kenegaraan ke arah sumber nilai yang merupakan
platform kehidupan bersama bangsa Indonesia. Proses reformasi walaupun
dalam lingkup pengertian reformasi
total harus memiliki platform dan
sumber nilai yang jelas dan merupakan
arah, tujuan, serta cita-cita yaitu nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila.
2.4
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Politik
Kaelan menyatakan bahwa landasan
aksiologis (sumber nilai) bagi sistem politik Indonesia
terkandung dalam deklarasi
bangsa Indonesia melalui
pembukaan UUDNRI tahun 1945 alinea ke empat. Konsepsi ini menunjukkan bahwa dasar politik Indonesia terdiri dari
keterjalinan bentuk bangunan kehidupan masyarakat yang bersatu (sila III), demokrasi
(sila IV), berkeadilan dan
berkemakmuran (sila V) serta negara yang memiliki dasar
moral Ketuhanan dan kemanusiaan.[4]
Selaras dengan Pancasila sebagai
Paradigma Pembangunan, menempatkan Pancasila sebagai
Paradigma Pembangunan Politik
dapat diartikan sebagai
menjadikan Pancasila sebagai
kerangka pikir, sumber nilai, orientasi
dasar, sumber asas serta arah
tujuan dari sistem perpolitikan negara Indonesia. Konsepsi ini mengukuhkan prinsip demokrasi yang di anut oleh Pancasila yakni rakyat pemegang kedaulatan tertinggi pada sistem
kenegaraan sedangkan pemerintah, parlemen
(MPR, DPD, DPR) dan Lembaga-lembaga lainnya adalah perpanjangan tangan yang menerima
pelimpahan kekuasaan dari
rakyat.
Relasi antara rakyat dengan negara
kemudian menempatkan rakyat sebagai asal mula kekuasaan negara,
oleh karenanya paradigma
pembangunan politik yang berlandaskan Pancasila
harus menempatkan kepentingan terbaik rakyat sebagai
titik sentral dan dasar berpijak
dalaam kerangka bernegara. Arah kebijakan politik
negara, tidak boleh sampai mengabaikan kepentingan rakyat sebagai pemegang
kedaulatan tertinggi.
Pada arah pembangunan yang berkaitan dengan pembangunan politik
sebagai penjabaran dari misi mewujudkan masyarakat demokratis
berlandaskan hukum dan berkeadilan
dinyatakan bahwa demokratis yang berlandaskan hukum merupakan landasan penting untuk mewujudkan pembangunan
Indonesia yang maju, mandiri dan
adil. Demokrasi dapat meningkatkan partisipasi masyarakat dalam berbagai kegiatan pembangunan, dan
memaksimalkan potensi masyarakat, serta meningkatakan akuntabilitas dan transparansi dalam penyelenggaraan
negara. Hukum pada dasarnya bertujuan untuk memastikan
munculnya aspek- aspek positif
dan menghambat aspek negatif kemanusiaan serta memastikan terlaksananya keadilan untuk semua warga negara tanpa memandang
dan membedakan kelas sosial,
ras, etnis, agama, maupun gender. Hukum yang ditaati dan diikuti akan menciptakan ketertiban dan keterjaminan hak-hak
dasar masyarakat secara
maksimal.
2.5
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Sosial
Budaya
Pembangunan sosial budaya harus mampu meningkatkan harkat dan martabat
manusia, yaitu menjadi
manusia yang berbudaya
dan beradab. Baik dalam
lingkungan sosial yang paling sederhana sampai pada tataran interaksinya dalam bernegara. Jika pembangunan sosial
budaya mengesampingkan Pancasila sebagai
dasar nilainya sehingga menghasilkan manusia-manusia biadab, kejam, brutal, dan bersifat anarkis jelas
bertentangan dengan cita-cita menjadi manusia
adil dan beradab.
Berdasarkan sila persatuan Indonesia, pembangunan sosial budaya dikembangkan
atas dasar penghargaan terhadap nilai sosial dan budaya-budaya yang beragam di seluruh wilayah
Nusantara menuju pada tercapainya rasa persatuan
sebagai bangsa. Hal ini terjadi
karena Indonesia lahir dan merdeka
bukan dikarenakan oleh satu budaya saja tetapi merupakan manifestasi dari beragam budaya yang ada di Republik
Indonesia ini yang membentuk satu konsep
unitaris.
Pembangunan sosial budaya tidak
menciptakan berbagai persoalan seperti kesenjangan, kecemburuan, diskriminasi, dan ketidakadilan sosial. Tetapi akan
melahirkan rasa adil dan merata dari semua tingkatan atau
lapisan masyarakat yang sesuai dengan penerjemahan sila kelima dari Pancasila.
Menurut Budimansyah dan Suryadi (2008),
seorang secara otomatis akan melakukan
apa yang telah dikarakterisasi dalam kehidupannya. Orang diarahkan untuk berpikir dan berperilaku seperti
yang dipikirkan dan dilakukan oleh orang lain. Dari
perspektif ini
orang memiliki kecenderungan ke arah etnocentrisme sebagai hasil dari keeratan
hubungannya dan kebudayaannya.
Maka oleh karena itu paradigma
baru dalam pembangunan nasional haruslah
berupa paradigma pembangunan berkelanjutan, yang dalam perencanaan dan pelaksanaannya perlu diselenggarakan dengan menghormati hak budaya kelompok-kelompok yang terlibat, disamping
hak negara untuk mengatur kehidupan berbangsa dan hak asasi
individu secara berimbang (kemaknaan dari sila kedua).
Pancasila pada hakikatnya bersifat
humanistik karena memang Pancasila bertolak dari hakikat dan kedudukan kodrat manusia itu sendiri. Hal ini sebagaimana tertuang dalam sila
kemanusiaan yang adil dan beradab. Apabila dicermati, sesungguhnya nilai-nilai Pancasila itu memenuhi kriteria
sebagai puncak-puncak
kebudayaan, sebagai kerangka-acuan bersama, bagi kebudayaan- kebudayaan di daerah : (1) Sila pertama,
menunjukan tidak satu pun suku bangsa ataupun
golongan sosial dan komuniti setempat di Indonesia yang tidak mengenal kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa;
(2) Sila kedua, merupakan nilai budaya yang dijunjung tinggi oleh segenap
warga negara Indonesia
tanpa membedakan asal-usul kesukubangsaan, kedaerahan, maupun
golongannya; (3)
Sila ketiga, mencerminkan nilai budaya yang menjadi
kebulatan tekad masyarakat majemuk
di kepulauan Nusantara untuk mempersatukan diri sebagai satu bangsa yang berdaulat; (4) Sila keempat,
merupakan nilai budaya yang luas persebarannya dikalangan masyarakat majemuk Indonesia
untuk melakukan kesepakatan melalui musyawarah. Sila ini
sangat relevan untuk mengendalikan nilai-nilai
budaya yang mendahulukan kepentingan perorangan; (5) Sila kelima, betapa nilai-nilai keadilan
sosial itu menjadi
landasan yang membangkitkan semangat perjuangan bangsa Indonesia dalam memajukan
kesejahteraan umum, mencerdaskan
kehidupan bangsa, dan ikutserta melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi, dan keadilan sosial.
2.6
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Ekonomi
Menurut
Kansil (2006) setiap negara yang ingin kokoh berdiri dan mengetahui denga jelas kearah mana tujuan yang ingin dicapai haruslah
mempunyai pandangan hidup (paradigma). Dengan memilliki pandangan hidup bangsa yang jelas , suatu bangsa akan memiliki pegangan
dan pedoman bagaimana
memecahkan dan membangun
masalah ekonomi, politik,
sosial budaya, hukum dan hankam yang muncul sebagai
akibat dari gerak masyarakat yang dinamis dan makin maju.[5]
Jika kita melihat sedikit ke belakang ,
tepatnya pada masa Orde Baru , menurut Kaelan (2002) sistem ekonomi indonesia
pada masa itu bersifat “birokratik otoritarium” yang ditandai
dengan pemusatan kekuasaan
dan partisipasi dalam membuat keputusan-keputusan nasional hampir sepenuhnya
berada ditangan penguasa
bekerja sama dengan kelompok militer
dan kaum teknorat.[6]
Menurut Syarbaini (2010) pembangunan
bidang ekonnomi pasca reformasi berorientasi pada dua hal berikut:
1. Sistem
ekonomi kerakyatan, yang meliputi pengembangan sistem ekonomi kerakyatan, pengentasan kemiskinan, peningkatan pemerataan, dan pemberdayaan usaha kecil, menengah
dan koperasi.
2. Mempercepat proses pemulihan ekonomi,
melalui program pengelolaan kebijaksanaan ekonomi makro dan mikro, peningkatan aktivitas
pengelolaan keuangan negara, penuntasan restrukturisasi perbankan dan lembaga keuangan
, pengembangan ketenagakerjaan dan lain-lain.
Oleh karena itu, sesuai dengan paradigma Pancasila
dalam pembangunan ekonomi maka model dan sistem dalam
pembangunan ekonomi haruslah berpijak pada nilai moral yang terkandung didalam
Pancasila. Secara khusus,
sistem ekonomi harus
mendasarkan pada dasar moralitas ketuhanan (sila 1 pancasila), kemanusiaan (sila II pancasila), persatuan
(sila III pancasila), kerakyatan (sila IV pancasila), dan keadilan (sila V pancasila).
Model pembangunan yang menggunakan
sistem ekonnomi yang mendasarkan pada moralitas, humanistis, persatuan, kerakyatan, dan sistem keadilan
akan menghasilkan sistem ekonomi yang berperikemanusiaan dan membawa pada muara kesejahteraan dan keadilan. Yaitu sistem ekonomi
yang menghargai hakikat
dan harkat martabat
manusia, baik selaku makhluk individu,
sosial, makhluk pribadi maupun sebagai makhluk Tuhan.
Penerapan model dan sistem ekonomi yang berdasarkan pada nilai-nila Pancasila tentu saja berbeda dengan sistem
ekonomi liberal yang mengedepankan prinsip
persaingan bebas, dengan para pemilik modal (kapital) memainkan peran dominan,
meminnimalkan peran negara dalam masalah
ekonomi hanya menguntungkan individu-individu, korporasi-korporasi maupun pemilik modal
kuat saja tanpa memedulikan kondisi masyarakat non-modal secara umum.
Model dalam sistem ekonomi sosialis yang tidak
mengakui kepemilikan individu .
Sistem ekonomi yang menjadikan pancasila
sebagai pijakan dan dasarnya adalah sistem ekonomi kerakyatan yang berasaskan moralitas, kemanusiaan, kekeluargaan,
kesetaraan, dan keadilan. Sistem ekonnomi Indonesia juga tidak dapat dipisahkan dari niai-nilai moral
kemanusiaan tersebut, hal inilah kemudian yang
membedakan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain yang berhaluan liberalis (kapitalis) maupun sosialis.
Disamping itu, pembangunan ekonomi di Indonesia
juga harus mampu menghindarkan diri dari berbagai bentuk persaingan yang tidak sehat (unfair competition) dan
dari bentuk-bentuk persaingan bebas, monopoli, dan bentuk lainnya
yang hanya akan menimbulkan penindasan, ketidakadilan, penderitaan,
dan kesengsaraan warga negara.
Sementara itu, ideologi Pancasila
sebagai sebuah cita-cita dan pandangan hidup
(paradigma) pengembangan ekonomi juga harus engacu pada Sila Keempat Pancasila, yaiu prinsip kerakyatan dengan asas musyawarah. Hal ini mutlak diperlukan
dalam menentukan arah dan tujuan kebijakan ekonomi Indonesia baik ekonomi mikro maupun makro, agar segenap
elemen bangsa ini menikmati dan merasakan dampak dari pertumbuhan ekonomi dalam hidupnya.
Dengan
demikian, kajian pada tema Pancasila
dan pembangunan ekonomi
ini jelas berorientasi dan menunjuk pada pembangunan Ekonomi
Kerakyatan atau pembangunan Demokrasi Ekonomi atau
pembangunan Sistem Ekonomi Indonesia dengan Pancasila sebagai paradigmanya.
Menurut
Syamsuddin (2009) sesuai dengan paradigma dan hk-hak asasi
rakyat, pemerintah telah menetapkan bahwa pengelolaan ekonomi
Indonesia diserahkan pada 3
bentuk badan usaha, yaitu:
1.
Koperasi sebagai
“sokguru” Indonesia yang merupakan bentuk usaha bersama
yang bedasarkan asas
kekeluargaan.
2.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) atau Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) adalah badan usaha yang sebagian
besar atau keseluruhan kepemilikan oleh
negara.
3.
Badan usaha swasta sebagai badan
usaha profit milik
pribadi/perseorangan, kelompok swasta yang mengelola sektor ekonomi.
Jika ketiga badan usaha yang bergerak di
bidang perekonomian tersebut berjalan
sesuai dengan ketentuannya maka tidak menjadi mustahil perekonomian Indonesia akan jauh lebih maju dari hari
ini. Oleh sebab itu sistem perekonomian haruslah disusun
sebagai usaha bersama yang berdasarkan atas asas kekeluargaan.
2.7
Pancasila Sebagai
Paradigma Pembangunan Hukum
Salah satu tujuan bernegara Indonesia
adalah melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia. Perlindungan yang dimaksud
tetntu saja bersifat
kedalam dan keluar secara menyeluruh. Pemahaman tersebut
juga mengandung makna bahwa tugas dan tanggung
jawab tidak hanya oleh penyelenggara negara saja, tetapi juga
rakyat Indonesia secara keseluruhan. Atas dasar
tersebut, sistem pertahann dan keamanan adalah mengikut sertakan seluruh komponen
bangsa. Maka sistem pembangunan pertahanan dan keamanan Indonesia
disebut sistem pertahanan dan keamanan rakyat semesta (sishankamrata).
Sistem pertahanan yang bersifat semesta
adalah dengan melibatkan seluruh warga
negara, wilayah, dan sumber daya nasional lainnya yang dimiliki Indonesia, dan harus dipersiapkan sedini mungkin
oleh pemerintah baik eksekutif, legislatif maupun
yudikatif sebagai penentu dan pengambil kebijakan dan diselenggarakan secara total terpadu, terarah, dan
berlanjut untuk menegakkan kedaulatan negara,
keutuhan wilayah, dan keselamatan segenap bangsa dari segala ancaman
baik dari dalam maupun ancaman yang
datang dari luar. Selain itu, penyelenggaraan sistem pertahanan semesta juga didasarkan pada kesadaran atas hak dan
kewajiban warga negara serta keyakinan pada kekuatan sendirinya sendiri tanpa perlu banyak berharap
pada bantuan bangsa lain.[7]
Ditetapkannya UUD 1945 sebagai
landasan konstitusi negara Indonesia bermakna
bahwa NKRI (Negara
Kesatuan Republik Idonesia)
telah memiliki sebuah konstitusi, yang didalamnya terdapat pengaturan tiga
kelompok materi muatan konstitusi, yaitu:
1.
Adanya jaminan terhadap perlindungan terhadap HAM (Hak Asasi Manusia)
2.
Adanya susunan ketatanegaraan negara yang jelas dan mendasar.
3.
Adanya pembagian dan pembatasan
tugas-tugas ketatanegaraan yang juga jelas dan mendasar.
Oleh karena itu, semua produk hukum tertulis
seperti UUD termasuk
perubahannya, maupun hukum tak tertulis,
dan semua bentuk produk hukum
lainnya haruslah sejalan dan
sesuai dengan konstitusi. Artinya, tidak boleh
ada satu produk hukum yang lahir di
Indonesia yang bertentangan dengan nilai-nilai
Pancasila dan UUD 1945 karena sifatnya
akan menjadi Inkonstitusional (tidak sesuai dengan
konstitusi).
Kaitannya Pancasila sebagai paradigma
pengembangan hukum adalah, bahwa semua
produk hukum yang lahir di Indonesia (baik yang tertulis maupun yang tidak tertulis) seperti konstitusi dasar
UUD 1945, konvensi dan semua produk hukum
lainnya, baik yang sudah dibentuk maupun yang akan dibentuk tidak dapat dan tidak boleh bertentangan dengan
sila-sila yang ada dalam Pancasila, yaitu:
1.
Sila ke
I, Ketuhanan Yang Maha Esa
2.
Sila ke
II, Kemanusiaan yang adil dan beradab
3.
Sila ke III, Persatuan Indonesia
4.
Sila ke IV, Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan
5.
Sila V, Keadilan
sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia
Oleh sebab itu, substansi hukum yang
dikembangkan di Indonesia tentu saja harus
menggabarkan dan harus merupakan perwujudan atau penjabaran sila-sila yang terkandung dalam Pancasila. Artinya,
substansi produk hukum merupakan
karakter produk hukum yang bertujuan untuk kepentingan rakyat dan merupakan
perwujudan aspirasi rakyat Indonesia.
Sesungguhnya menurut Syarbaini
(2010) konsep awal pembangunan nasional
di bidang hukum meliputi:
1.
Penataan sistem dan kelembagaan hukum dengan program
pembangunannya adalah:
a.
Program perencanaan dan pengembangan sistem
hukum nasional
b.
Program pembentukan dan penyusunan hukum
c.
Program pembinaan
kelembagaan hukum
2.
Penegakan Hukum, dengan
programnya adalah:
a.
Penegakan dan pelayanan
hukum
b.
Pembinaan peradilan
3.
Peningkatan kualitas aparat penegak
hukum, sarana dan prasarana hukum
dengan programnya adalah:
a.
Peningkatan kualitas aparatur
hukum
b.
Sarana dan prasarana hokum
2.8
Pancasila Sebagai
Paradigma Kehidupan Kampus
Dalam kehidupan masyarakat kampus,
Pancasila hendaknya dijadikan dasar dan
modal bagi pengembangan kehidupan bermasyarakat di perguruan tinggi. Implementasi Pancasila sebagai paradigma
kehidupan kampus adalah tidak jauh berbeda dengan
kehidupan tatanan negara
Jadi kampus juga harus memerlukan
tatanan pumbangunan seperti
tatanan negara yaitu politik, ekonomi,
budaya, hukum dan antarumat beragama.
Pada dasarnya aktualisasi nilai Pancasila dalam setiap pribadi
sangatlah penting, terutama
aktualisasi Pancasila secara subjektif dalam diri mahasiswa. Menurut
Notonegoro (1971) aktualisasi Pancasila secara subjektif
adalah pelaksanaan dan pengamalan nilai-nilai Pancasila dalam setiap pribadi, perseorangan, setiap warga negara,
setiap individu, setiap penduduk, setiap penguasa, dan setiap warga negara Indonesia. Aktualisasi Pancasila Secara Subjektif
menurut Notonegoro lebih penting daripada aktualisasi Pancasila secara objektif,
karena aktualisasi secara
subjektif ini yang menentukan keberhasilan aktualisasi nilai Pancasila secara objektif.[8]
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK)
pada hakikatnya merupakan suatu hasil kreativitas rohani manusia. Unsur
jiwa manusia meliputi aspek akal, rasa, dan
keinginan. Sebagai mahasiswa yang mempunyai rasa intelektual yang besar mahasiswa dapat memanfaatkan fasilitas
kampus untuk mencapai tujuan bersama. Dunia
akademis kampus harus dimaksimalkan oleh mahasiswa Indonesia dalam memainkan peran strategisnya sebagai
"the agent of change" yang
akan menjadi pemimpin Indonesia
di masa yang akan datang.
Torehan sejarah pergerakan mahasiswa dan kaum intelektual tahun 1998 yang berujung pada "reformasi Indonesia" menjadi bukti bahwa mahasiswa tidak hanya sekumpulan pemuda yang akan
membawa perubahan, namun juga sebagai pelopor (moral force) di Indonesia.
Secara
praktis, pembangunan Indonesia
ke depan bisa dimulai dan direalisasikan
dari dalam kampus, oleh karena itu untuk mencapai tujuan tersebut maka seluruh civitas
akademika di dalam kampus terutama
mahasiswa harus mendasarkan cara pandangnya pada hakikat
dirinya sebagai manusia dan sebagai subjek pelaksana
sekaligus tujuan pembangunan. Oleh karena itu, hakikat mahasiswa adalah sebagai manusia yang
menjadi sumber nilai bagi pembangunan dan pengembangan kampus itu sendiri.
Sebagai subjek karena mahasiswa merupakan sosok ideal sekaligus
intelektual yang akan menentukan masa depan Indonesia.
Sebagai Tujuan pembangunan, karena pada setiap peradaban sebuah bangsa pasti ada pemuda di dalamnya yang menjadi pioner atau tokoh sejarah yang mempelopori
kemajuan dan perubahan tersebut.
Seperti yang diungkapkan bahwasanya
aktualisasi Pancasila secara obiektif terwujud
dalam bidang kehidupan kenegaraan yang meliputi kelembagaan negara antara lain legislatif, eksekutif, dan
yudikatif juga bidang pragmatis yaitu politik,
ekonomi, sosial budaya,
hukum (penjabaran ke dalam undang-undang), pendidikan dan hankam. Aktualisasi Pancasila secara subjektif
adalah perwujudan kesadaran inidvidu
antara manusia Indonesia
sebagai warga negara Indonesia yang taat dan patuh, baik aparat
penyelenggara negara, penguasa negara maupun
elite politik dalam melaksanakan kegiatan-kegiatan politiknya yang selalu berlandaskan
moral Ketuhanan dan Kemanusiaan sesuai dengan yang terkandung dalam Pancasila.
Kaelan (2010) mengatakan bahwa perguruan
tinggi sebagai suatu institusi dalam masyarakat memiliki ciri khas tersendiri di samping lapisan
masyarakat
lainnya. Warga dari suatu perguruan
tinggi adalah insan-insan yang memiliki wawasan integritas ilmiah.
Oleh karena itu masyarakat akademika
harus senantiasa
mengembangkan budaya ilmiah yang
merupakan esensi pokok dari perguruan tinggi,
minimal dengan melaksanakan tri dharma perguruan
tinggi, yaitu; pendidikan
dan pengajaran, pelatihan dan melakukan kegiatan pengabdian kepada masyarakat.[9] Menurut Suhadi
(1998) ciri-ciri masyarakat ilmiah sebagai budaya
akademik adalah kritis, kreatif, analitis, objektif, konstruktif, dinamik, dialogis, menghargai prestasi
ilmiah/akademik, bebas dari prasangka, menghargai waktu, menghargai dan menjunjung tinggi tradisi ilmiah,
berorientasi ke masa depan, menerima
kritik dan kemitraan.[10]
Pembangunan di Bidang Pendidikan yang
dilaksanakan atas falsafah Negara Pancasila diarahkan
untuk membentuk manusia-manusia pembangunan yang berjiwa Pancasila, membentuk
manusia-manusia Indonesia yang sehat
jasmani dan rohaninya, memiliki
pengetahuan dan keterampilan, dapat mengembangkan kecerdasan yang tinggi disertai budi pekerti yang luhur,
mencintai bangsa dan negara dan
mencintai sesama manusia. Peranan perguruan tinggi dalam usaha pembangunan mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pendidikan dan pegajaran di
atas perguruan tingkat menengah berdasarkan kebudayaan bangsa Indonesia
dengan cara ilmiah yang meliputi:
pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengabdian kepada masyarakat, yang disebut Tri
Darma Perguruan Tinggi.
Peningkatan peranan Perguruan Tinggi sebagai satuan pendidikan yang menyelenggarakan pendidikan tinggi dalam usaha pembangunan selain diarahkan
untuk menjadikan Perguruan Tinggi sebagai
pusat pemeliharaan dan pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, juga mendidik mahasiswa untuk berjiwa penuh pengabdian
serta memiliki tanggung jawab yang besar pada masa depan bangsa dan negara, serta menggiatkan mahasiswa, sehingga bermanfaat bagi usaha pembangunan nasional dan pengembangan daerah. Setidaknya dunia kampus atau perguruan
tinggi memiliki tugas melaksanakan pendidikan dalam rangka mempersiapkan membentuk dan menghasilkan sumber daya yang berkualitas.
BAB III
PENUTUP
3.1
Kesimpulan
Pancasila sebagai paradigma pembangunan dapat diartikan sebagai
Pancasila sebagai kerangka pikir, sumber nilai, orientasi dasar, sumber
asas serta arah tujuan dari
pembangunan. Oleh karena itu, penggalian terhadap nilai-nilai Pancasila
menjadi dasar syarat utama dalam perencanaan program-program pembangunan yang
dilakukan. Kaelan menyatakan bahwa landasan aksiologis (sumber nilai) bagi sistem politik
Indonesia terkandung dalam deklarasi bangsa Indonesia melalui
pembukaan UUD NRI tahun 1945 alinea ke empat. Konsepsi
ini menunjukkan bahwa dasar politik Indonesia terdiri dari keterjalinan
bentuk bangunan kehidupan masyarakat
yang bersatu (sila ke-lll), demokrasi (sila ke-IV), berkadilan dan berkemakmuran (sila ke-V) serta negara yang memiliki dasar
moral ketuhanan dan
kemanusiaan.
Pada arah pembangunan yang berkaitan
dengan pembangunan politik sebagai penjabaran dari misi mewujudkan masyarakat demokratis berlandaskan hukum dan berkeadilan dinyatakan bahwa demokratis yang berlandaskan hukum merupakan
landasan penting untuk mewujudkan pembangunan Indonesia yang maju, mandiri dan adil. Demokrasi dapat
meningkatkan partisipasi masyarakat dalam
berbagai kegiatan pembangunan, dan memaksimalkan potensi masyarakat, serta meningkatkan akuntabilitas dan
transparansi dalam penyelenggaraan negara. Hukum pada dasarnya bertujuan
untuk memastikan munculnya
aspek-aspek positif dan menghambat aspek negatif kemanusiaan serta memastikan
24
terlaksananya keadilan
untuk semua warga
negara tanpa memandang
dan membedakan kelas sosial, ras, etnis, agama, maupun gender.
3.2
Saran
Pembaca
dapat melaksanakan atau menerapkan Pancasila
dalam segala aspek pembangunan di Indonesia. Dan kami mengharapkan dengan adanya makalah ini, dapat menjadi wacana yang
membuka pola pikir pembaca tentang Pancasila sebagai paradigma pembangunan bangsa.
DAFTAR PUSTAKA
Amran,
Ali.2016.Pendidikan Pancasila di
Perguruan Tinggi.Jakarta : PT. RajaGrafindo Persada.
[1]
Kaelan, 2002
[2]
Pitpit Hanapiah, 2001
[3]
Buha
Simora dkk, 2002
[4]
Kaelan, 2002
[5]
Kansil, 2006
[6]
Kaelan, 2002
[7]
www.empatpilarkebangsaan.web.id
[8]
Notonegoro, 1971
[9]
Kaelan, 2010
[10]
Suhadi, 1998
No comments:
Post a Comment