KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan saya kemudahan, sehingga saya dapat
menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa pertolongan-Nya
tentunya saya tidak akan sanggup
untuk menyelesaikan makalah ini dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah
curahkan kepada baginda
tercinta kita yaitu Nabi Muhammad SAW yang kita nanti-
nantikan syafa’atnya di akhirat nanti.
Saya mengucapkan syukur kepada Allah SWT atas limpahkan
nikmat sehat, baik berupa sehat fisik maupun
akal pikiran, sehingga saya mampu untuk menyelesaikan pembuatan makalah ini sebagai tugas dari mata kuliah dengan judul “ Kepuasan
Kerja ”.
Saya tentu menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata
sempurna dan masih banyak terdapat
kesalahan serta kekurangan di dalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta
saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini nantinya dapat
menjadi makalah yang lebih baik lagi.
Kemudian apabila terdapat banyak kesalahan pada makalah ini kami mohon maaf yang sebesar-besarnya.
Aceh Besar, Agustus 2021 Penyusun
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang Masalah....................................................................................... 1
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................... 48
Dalam era globalisasi ini, setiap perusahaan berusaha meningkatkan serta mengembangkan
perusahaan dengan mengadakan berbagai cara yang tersusun dalam program untuk meningkat kinerja para karyawan. Banyak faktor yang
terkait dalam perbaikan kinerja perusahaan. Perusahaan kurang menerapkan
sistem promosi jabatan dengan benar.
Promosi jabatan merupakan salah satu faktor yang perlu dipertimbangkan untuk dapat meningkatkan prestasi kerja karyawan sehingga
karyawan bisa bekerja
mencapai target perusahaan, yang akhirnya akan memampukan perusahaan mampu bersaing dengan
perusahaan lainnya. Bagi setiap perusahaan, karyawan bagian produksi merupakan sumber daya yang tidak kalah
pentingnya dengan sumber daya perusahaan yang lainnya.
B. Rumusan Masalah
1.
Bagaimana masalah kepuasan
kerja?
2.
Bagaimanakah pembahasan
mengenai disiplin?
3. Bagaimana permasalahan produktivitas kerja?
4. Bagaimanakah maksud motivasi?
5. Bagaimanakah tentang
prestasi kerja?
6. Bagaimakah maksud
kompensasi?
7. Bagaimakah maksud
kompetensi?
8. Bagaimakah permasalahan kepemimpinan?
9. Bagaimakah permasalahan tentang komunikasi?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui masalah kepuasan kerja
2. Untuk mengetaui
bagaimana masalah disiplin
3. Untuk mengetahui permasalahan produktivitas kerja
4. Untuk mengetahui tentang motivasi
5. Untuk mengetahui maksud tentang prestasi kerja
6. Untuk mengetahui maksud kompensasi
7. Untuk mengetahui maksud kompetensi
8. Untuk mengetahui permasalahan kepemimpinan
9. Untuk mengetahui permasalahan tentang komunikasi
BAB II PEMBAHASAN
A. Kepuasan Kerja
a.
Pengertian Kepuasan Kerja
Kepuasan keja adalah ukuran proses pembangunan iklim
manusia yang berkelanjutan dan
suatu organisasi.Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan tentang
menyenangkan atau tidaknya
pekerjaan mereka. Ada perbedaan yang penting antara perasaan ini dengan dua unsur lainnyadari sikap pegawai.
Kepuasan kerja adalah bagian dari kepuasan hidup. Sifat lingkunganseseorang di luar pekerjaan mempengaruhi
perasaan di dalam pekerjaan. Demikian
jugahalnya, karena pekerjaan merupakan bagian penting kehidupan, kepuasan kerja mempengaruhikepuasan hidup
seseorang.Kepuasan kerja merupakan respon afektif atau emosional dari sebuah pekerjaan (Krieter &Kinicki, 2004). Salah seorang bisa merasakan
kepuasan di satu aspek dan di aspek yang lain.Robbins dan Judge (2007) menyatakan bahwa kepuasan kerja merupakan
perasaan positiftentang suatu pekerjaan yang merupakan
hasil evaluasi dari beberapa
karakteristik.Dari pengertian tersebut
di atas, perasaan positif maupun negatif yang
dialami karyawan menyebabkan seorang dapat mengalami
kepuasan maupun ketidakpuasan kerja merupakanmasalah yang kompleks, karena berasal dari berbagai elemen kerja,
misalnya terhadap pekerjaan mereka sendiri, gaji/upah, promosi,
supervisi, rekan kerja, ataupun secarakeseluruhan.Dari berbagai
penelitian yang telah banyak dilakukan, ketika karyawan ditanya tentangrespon dari pekerjaan
yang telah mereka lakukan, hasilnya bervariasi untuk berbagai elemenkerja, Dari hasil penelitian, secara umum karyawan
merasakan kepuasan secara keseluruhan(Robbins & Judge, 2007). Dalam
pekerjaan, banyak sekali elemen yang berpengaruh terhadapkepuasan dan ketidakpuasan. Seseorang dapat
mengalami kepuasan untuk satu
elemen pekerjaan, tetapi tidak untuk elemen pekerjaan yang lain. Elemen- elemen pekerjaan itu adalah: pekerjaan
mereka sendiri, gaji/upah, promosi, supervisi,
rekan kerja, dan pekerjaan secara
keseluruhan.
Definisi kepuasan kerja diambil dari pendapat Wexley dan Yulk (1977) yang menjelaskankepuasan
kerja sebagai perasaan seseorang terhadap pekerjaannya. Seperti dikemukakan olehTiffin (dalam As’ad,
2003) kepuasan kerja
berhubungan erat dengan
sikap dari karyawan
Terhadap pekerjaannya sendiri,
situasi kerja, kerjasama
antara pimpinan dengan
sesama karyawan.
b.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan
Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi kepuasan
kerja adalah:
v Kondisi
kerja, artinya jika seluruh kebutuhan seseorang untuk bekerja terpenuhi baik itu dari bahan yang dibutuhkan
ataupun dari lingkungan yang menunjang maka
kepuasan kerja akan terjadi.
v Peraturan, budaya serta karakteristik yang ada dalam organisasi tersebut, yang jika peraturan dalam menjalankan pekerjaannya dapat mendukung terhadap
pekerjaannya maka karyawan
atau para pekerja akan merasakan kepuasan
kerja.
v Kompensasi
dari pekerjaannya yang seimbang dengan pekerjaan yang telah ia lakukan.
v Efisiensi
kerja, dalam hal ini dikaitkan
dengan kemampuan seseorang dalam pekerjaannya, sehingga apabila
kepuasan kerja itu ada salah satunya adalah
dengan bekerja sesuai dengan
kemampuan masing-masing.
v Peluang promosi,
yaitu di mana adanya suatu peluang untuk mendapatkan penghargaan atas prestasi kerja seseorang dimana
diberikan jabatan dan tugas yang lebih
tinggi dan disertai dengan kenaikan gaji. Promosi ini sangat mempengaruhi kepuasan kerja dapat dihargai dengan
dinaikan posisinya disertai gaji yang akan diterimanya.
v Rekan
kerja atau partner kerja, kepuasan kerja akan muncul apabila dalam suatu organisasi terdapat hubungan yang baik.
Misalnya anggota kerja mempunyai cara atau
sudut pandang atau kebiasaan yang sama dalam melakukan suatu pekerjaan sehingga dalam bekerja juga tidak ada
hambatan karena terjalin hubungan yang baik.
Sedangkan dalam pandangan
Islam kepuasan kerja itu terjadi apabila suatu
pekerjaan yang dilakukan
dapat membantu orang lain dalam meringankan pekerjaannya, karena“sebaik-baiknya
manusia adalah yang berguna bagi orang lain”.
c.
Dampak Kepuasan dan Ketidakpuasan Kerja
v
Produktifitas atau kinerja
(Unjuk Kerja)
Lawler dan Porter mengharapkan produktivitas yang tinggi
menyebabkan peningkatan dari kepuasan
kerja hanya jika tenaga kerja mempersepsikan bahwa ganjaran instrinsik dan ganjaran ekstrinsik yang diterima
kedua-duanya adil dan wajar dan
diasosiasikan dengan unjuk kerja yang unggul. Jika tenaga kerja tidak mempersepsikan ganjaran intrinsik dan
ekstrinsik yang berasosiasi dengan unjuk kerja,
maka kenaikan dalam unjuk kerja tidak akan berkorelasi dengan kenaikan dalam kepuasan kerja (Asad 2004, p. 113).
v Ketidakhadiran dan Turn Over
Porter & Steers mengatakan bahwa ketidakhadiran dan
berhenti bekerja merupakan jenis
jawaban yang secara kualitatif berbeda. Ketidakhadiran lebih bersifat spontan sifatnya dan dengan
demikian kurang mungkin mencerminkan ketidakpuasan
kerja (dalam Asad (2004, p.115). Lain halnya dengan berhenti bekerja atau keluar dari pekerjaan, lebih besar kemungkinannya berhubungan dengan ketidakpuaan kerja. Menurut Robbins
(1996) ketidakpuasan kerja pada tenaga
kerja atau karyawan dapat diungkapkan ke dalam berbagai macam cara. Misalnya,
selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh,
membangkang, mencuri barang milik organisasi, menghindari sebagian dari tanggung
jawab pekerjaan mereka. Model meninggalkan pekerjaan dari Mobley, Horner dan Hollingworth, mereka menemukan
bukti yang menunjukan bahwa tingkat dari kepuasan kerja berkolerasi dengan pemikiran-pemikiran untuk meninggalkan
pekerjaan, dan bahwa niat untuk meninggalkan kerja berkolerasi dengan meninggalkan pekerjaan secara
aktual. Ketidakpuasan diungkapkan ke dalam berbagai
macam cara selain meninggalkan pekerjaan, karyawan dapat mengeluh, membangkang,menghidar dari tanggung jawab dan lain-lain.
v Kesehatan
Salah satu temuan yang penting
dari kajian yang dilakukan oleh Kornhauser
tentang kesehatan mental dan kepuasan kerja. Meskipun jelas bahwa kepuasan berhubungan dengan kesehatan ,
hubungan kausal masih tidak jelas. Diduga bahwa kepuasan kerja menunjang tingkat
dari fungsi fisik dan mental
dan
B.
Disiplin
kepuasan sendiri merupakan tanda dari kesehatan. Tingkat dari kepuasan kerja dan kesehatan saling berkesinambungan peningkatan dari yang satu dapat mempengaruhi yang lain, begitupun
sebaliknya jika terjadi
penurunan.
a.
Pengertian Disiplin Pegawai
Istilah kata disiplin
berasal dari bahasa
Latin yaitu “dicipline” yang berartiLatihan atau pendidikan
kesopanan dan kerohanian serta pengembangan
tabiat. Beberapa persepsi memberikan pengertian
masing-masing tentang disiplin. Disiplin merupakan pelatihan, khususnya pelatihan fikiran untuk
menaati Peraturan
yang berlaku (Saydam,
2000:208).
Lebih singkat lagi Tohari berpendapat bahwa disiplin merupakan
perilaku seseorang yang sesuai
dengan prosedur kerja yang berlaku (Tohari, 2002:393). Dari pengertian tersebut maka yang dimaksud
dengan kedisiplinan adalah suatu bentuk pelatihan yang berusaha memperbaiki dan membentuk pengetahuan, sikap dan perilaku pegawai tersebut secara suka rela
berusaha bekerja secara kooperatif dengan para karyawan
yang lain serta meningkatkan prestasi kerja (Siagian, 2005:305). Hasibuan
(2006:193) mengatakan kedisiplinan adalah kesadaran dan kesediaan seseorang menaati semua peraturan pada perusahaaan dan norma- norma yang berlaku.
Artinya kesadaran seorang
pegawai terhadap suatu peraturan
yang berlaku baik dalam suatu instansi swasta ataupun pemerintah. Kesadaran adalah sikap sesorang yang sukarela
menaati semua peraturan dan sadar akan tugas dan tanggung jawabnya.
Disiplin adalah suatu bentuk ketaatan terhadap aturan, baik
tertulis maupun tidak tertulis, yang
telah ditetapkan. Ketaatan terhadap aturan tertulis sudah cukup jelas, karena semua aturan tertulis pada dasarnya
adalah terbuka agar diketahui oleh semua orang
yang berkepentingan. Berlainan dengan hal aturan tidak tertulis. Misalnya, kebiasaaan, adat istiadat dan norma.
Gordon S. Dalam bukunya Moenir (2010:94) disiplin
dalam pengertian yang utuh adalah suatu kondisi dan sikap yang ada pada semua anggota
organisasi yang tunduk dan
taat pada aturan organisasi. Disiplin menurut Moenir adalah suatu bentuk
ketaatan terhadap aturan, baik tertulis maupun
tidak tertulis, yang telah ditetapkan (Moenir, 2010:94). Moenir
berpendapat bahwa :
“Dalam pelaksanaan tugas/pekerjaan disiplin terdiri atas dua jenis
disiplin, yaitu disiplin waktu dan
disiplin perbuatan. Kedua jenis disiplin tersebut merupakan kesatuan yang tak dapat dipisahkan Serta
saling Mempengaruhi. Disiplin waktu tanpa disertai
disiplin kerja tidak ada artinya,
dengan kata lain tidak ada hasil sesuai
dengan ketentuan organisasi. Sebaliknya disiplin kerja tanpa didasari dengan disiplin waktu tidak ada manfaatnya. Oleh karena itu usaha
pendisiplinan tidak dapat dilakukan
separuh-separuh melainkan harus serentak kedua-duanya” (Moenir, 2010:95-96).
Salah satu syarat agar dapat ditumbuhkan disiplin dalam
lingkungan kerja ialah adanya
pembagian kerja yang tuntas sampai kepada pegawai yang paling bawah, sehingga setiap orang tahu dengan radar apa tugasnya,
bagaimana melakukannya, kapan
pekerjaan dimulai dan kapan selesai, seperti apa kerja yang disyaratkan, dan kepada siapa ia mempertanggungiawabkan hasil pekerjaan itu.
Mangkunegara (2001:129) mengatakan disiplin kerja adalah
pelaksanaan manajemen untuk memperteguh pedoman-pedoman organisasi. Disiplin merupakan suatu keharusan dalam
melaksanakan suatu pekerjaan terutama bagi pegawai
Negeri Sipil yang telah diatur. Karena melalui disiplin adalah salah satu cara agar
tercapai suatu hasil kerja yang, baik dan harmonis. Dalam rangka pencapaian tujuan nasional sebagaimana yang dijelaskan pada latar belakang masalah,
bahwa diperlukan adanya kecintaan pegawai
negeri tersebut dalam melaksanakan
pekerjaan seperti, penuh kecintaan pada pancasila, Undang-undang Dasar 1945, serta Peraturan Pemerintah RI 53 Tahun 2010.
Membina Pegawai Negeri Sipil diperlukan adanya peraturan
disiplin yang memuat pokok-pokok
kewajiban, larangan, dan sanksi-sanksi. Dalam peraturan pemerintah diatur dengan
jelas kewajiban dan larangan yang tidak boleh
dilanggar oleh setiap Pegawai
Negeri Sipil. Dalam rangka membina pegawai diperlukan sorang pemimpin yang tegas dalam menegakkan peraturan disiplin
yang telah ditetapkan. Semakin tinggi
tingkat absensi, maka semakin tinggi tingkat kerugian yang diderita suatu organisasi. Kerugian tersebut timbul karena jadwal kerja terpaksa tertunda
dan pada akhirnya
harus melakukan kerja lembur, sedangkan
jaminan-jaminan
atau tunjangan pada pegawai terus diberikan.
b.
Pentingnya Disiplin Kerja
Pentingnya disiplin kerja pada sebuah manajemen sangat
menentukan. Keteraturan adalah ciri utama organisasi
dan disiplin adalah salah satu metode untuk memelihara keteraturan tersebut. Menurut Sutrisno (2010)
tujuan utama disiplin adalah untuk
meningkatkan efisiensi semaksimal mungkin dengan cara mencegah pemborosan waktu dan energi.
Disiplin dibutuhkan untuk tujuan organisasi yang lebih jauh, guna menjaga efisiensi dengan mencegah dan
mengoreksi tindakan-tindakan individu dalam itikad tidak baiknya
terhadap kelompok. Lebih lanjut Tohardi dalam Sutrisno mengatakan disiplin berusaha
untuk melindungi perilaku
yang baik dengan menetapkan respon yang dikehendaki.
Disiplin kerja sangat diperlukan untuk menunjang kelancaran segala aktivitas organisasi agar tujuan organisasi dapat dicapai secara maksimal. Kedisiplinan dan ketidakdisiplinan dapat menjadi panutan
orang lain. Jika lingkungan
kerja semuanya disiplin, maka seorang pegawai akan ikut disiplin, tetapi jika lingkungan kerja organisasi
tidak disiplin, maka seorang pegawai juga akan
ikut tidak disiplin. Untuk itu sangat sulit bagi lingkungan kerja yang tidak disiplin tetapi ingin menerapkan kedisiplinan pegawai, karena lingkungan kerja akan menjadi panutan
bagi para pegawai.
Dari beberapa pendapat
di atas dapat disimpulkan bahwa disiplin
pegawai adalah perilaku
seseorang yang sesuai dengan peraturan, prosedur kerja yang ada atau disiplin pegawai
adalah sikap, tingkah laku, dan perbuatan yang sesuai peraturan organisasi baik tertulis maupun
tidak tertulis.
Guru yang memiliki
disiplin kerja yang tinggi dengan
loyalitas terhadap sekolah
merasa berkewajiban dengan
apa yang seharusnya ia berikan kepada sekolah. Oleh karena itu, tingkah laku guru didasari
pada adanya peraturan, prosedur kerja sebagai bagian
dari warga sekolah berkaitan dengan masalah moral, sikap yang sesuai peraturan
dari organisasi baik tertulis maupun
yang tidak tertulis.
c.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi
Disiplin Kerja
v
Tujuan dan kemampuan
Tujuan dan kemampuan ikut mempengaruhi tingkat kedisiplinan
pegawai. Tujuan yang akan dicapai
harus jelas dan ditetapkan secara ideal
serta cukup menantang bagi kemampuan
pegawai. Tujuan (pekerja) yang dibebankan kepada setiap pegawai harus sesuai dengan kemampuan masing-masing
pegawai, jika pekerja di luar
kemampuan pegawai tersebut atau jauh di bawah kemampuan pegawai maka kesungguhan kedisiplinan pegawai rendah.
v Teladan pemimpin
Teladan pimpinan sangat berperan dalam menentukan kedisiplinan pegawai karena pimpinan dijadikan teladan dan panutan oleh para
bawahannya atau para
karyawan/karyawati. Dengan teladan pimpinan yang baik, kedisiplinan pegawai pun akan ikut baik tetapi jika
teladan pimpinan kurang baik (kurang disiplin), pegawai
pun akan kurang disiplin atau tidak disiplin.
v Balas jasa
Balas jasa berperan
penting untuk menciptakan kedisiplinan pegawai yang artinya
semakin besar balas jasa semakin baik kedisiplinan pegawai
dan sebaliknya jika balas jasa kecil kedisiplinan pegawai menjadi rendah.
v
Keadilan
Keadilan ikut mendorong terwujudnya kedisiplinan pegawai,
karena ego dan sifat manusia yang selalu merasa
dirinya penting dan minta diperlakukan sama dengan manusia
lainnya. Dengan keadilan
yang baik akan menciptakan kedisiplinan yang baik pula.
v Kepengawasan Melekat (Waskat)
Waskat merupakan tindakan nyata dan efektif untuk mencegah/mengetahui kesalahan, membetulkan kesalahan, memelihara kedisiplinan, meningkatkan prestasi kerja dalam mendukung
terrwujudnya tujuan perusahaan, pegawai dan masyarakat.
v Sanksi hukuman
Sanksi hukuman
berperan penting
dalam
memelihara kedisiplinan
pegawai, dengan sanksi hukuman yang semakin berat pegawai dan akan
semakin takut melanggar peraturan
perusahaan dan sikap, perilaku indisipliner atau tidak disiplin pegawai akan berkurang.
v
Ketegasan
Ketegasan pimpinan untuk menegur dan menghukum setiap
pegawai yang indisipliner atau
tidak disiplin akan mewujudkan kedisiplinan yang baik pada instansi tersebut. Sikap tegas dari
seorang pimpinan sangat dibutuhkan dalam setiap instansi
yang ada.
v Hubungan kemanusiaan
Terciptanya human relationship yang serasi akan mewujudkan
lingkungan dan suasana
kerja yang nyaman.
Kedisiplinan pegawaiakan tercapai
apabila hubungan kemanusiaan dalam perusahaan tersebut
baik (Malayu Hasibuan,
2000).
d.
Pelaksanaan Disiplin Kerja
Pelaksanaan disiplin kerja seharusnya diterapkan diseluruh
manajemen. Disiplin yang paling baik
adalah disiplin diri. Kecenderungan orang normal adalah melakukan apa yang menjadi kewajibannya dan
menempati aturan permainan. Organisasi yang baik
harus berupaya menciptakan peraturan atau tata tertib yang akan menjadi rambu- rambu
yang harus dipenuhi
oleh seluruh pegawai
dalam organisasi.
Menurut Singodimedjo peraturan-peraturan yang berkaitan dengan disiplin itu antara lain:
v Peraturan jam masuk, pulang,
dan jam istirahat
v Peraturan dasar tentang berpakaian, dan bertingkah laku dalam pekerjaan
v Peraturan cara-cara
melakukan pekerjaan dan berhubungan dengan
unit kerja
v
Peraturan tentang apa yang
boleh dan apa yang tidak boleh dilakukan oleh para pegawai
selama dalam organisasi dan sebagainya.
Selanjutnya Ranupandoyo dan Masnan (dalam Sutrisno, 2010)
mengemukakan hendaknya peraturan
juga dikomunikasikan sehingga para karyawan tahu apa yang menjadi larangan dan apa yang tidak.
Pendidikan lebih baik daripada hukuman dan koreksi konstruktif lebih baik daripada
celaan, merupakan kunci dari keseluruhan program peningkatan individu yang harus menjadi tekanan
dalam pelaksanaan
disiplin. Sesuai dengan pengertian disiplin kerja sebagai
suatu sikap terhadap
peraturan organisasi dalam rangka pelaksanaan kerjanya, maka disiplin kerja dikatakan baik bila pegawai mengikuti dengan
sukarela aturan atasannya dan berbagai peraturan
organisasi. Dan sebaliknya,
dikatakan buruk bila pegawai mengikuti
perintah atasan dengan
terpaksa dan tidak tunduk
pada aturan organisasi.
e.
Hubungan Disiplin Dengan Produktivitas Kerja
Untuk dapat bertahan
dan memenangkan persaingan dalam dunia pelayaran
dituntut adanya daya saing, kinerja dan mutu yang bagus dari semua
sumber yang dimiliki oleh negara,
khususnya sumber daya manusia (SDM) yang bermutu dan berfikir modern. Dalam perusahaan pelayaran, manusia sebagai karyawan
laut merupakan suatu asset
yang sangat berharga. Karena manusia merupakan makhluk ciptaan Tuhan yang paling sempurna di dunia. Manusia mempunyai daya pikir, analisa
dan kreativitas untuk merencanakan, mengorganisasikan,
mengaktualisasikan, dan mengontrol
segala sesuatu sesuai dengan fungsinya dalam
manajemen. Sehingga perusahaan dapat berkembang dengan optimal
yang selalu melakukan perbaikan dan pengembangan
secara efektif dan efesisien dalam segala hal untuk mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan pada era persaingan bebas. Menggerakkan dan mengendalikan
manusia agar mau bekerja sesuai dengan harapan perusahaan tidaklah pekerjaan yang mudah karena manusia
adalah mahluk yang bermartabat, mempunyai perasaan,
cita – cita, keinginan dan harapan. Jalan yang ditempuh perusahaan untuk mengatur manusia agar mau bekerja dengan harapan perusahaan yaitu melalui disiplin
karyawan.
Adapun disiplin pada hakikatnya mencerminkan besarnya tanggung jawab seseorang
terhadap tugas – tugas yang diberikan kepadanya. Disiplin kerja diartikan jika karyawan selalu datang dan pulang
tepat pada waktunya, mengerjakan semua pekerjaannya dengan baik dan tepat waktu, melaksanakan perintah
atasan, dan mematuhi semua peraturan perusahaan dan
norma – norma yang berlaku. Disiplin kerja yang tinggi akan meningkatkan produktivitas kerja seorang karyawan
khususnya karyawan laut. Jika perusahaan
pelayaran memiliki karyawan
laut yang mempunyai
disiplin tinggi tetapi tidak menunjukkan kinerja yang baik maka
teknologi maju yang dimiliki
perusahaan tidak akan menghasilkan produk yang bermutu secara optimal. Perusahaan menginginkan tenaga kerja yang berkualitas dan produktiv sehingga
perusahaan dapat maju dengan pesat dan mampu bersaing pada era persaingan bebas.
Perusahaan melakukan beberapa
langkah untuk meningkatkan produktivitas kerja, salah satu langkah yang diambil
perusahaan yaitu dengan program pelatihan karyawan laut secara berkesinambungan seperti In House
Training Program dan On Board Trainning program.
Program yang bertujuan
untuk meningkatkan teknis,
teoritis konseptual dan moral karyawan
laut agar produktivitas kerja menjadi baik dan mencapai hasil yang optimal. Untuk menindaklanjuti program pelatihan
tersebut, perusahaan mengadakan penilaian terhadap kinerja
karyawan laut apakah produktivitas kerja yang dicapai oleh seorang karyawan memenuhi
standar perusahaan dengan adanya Shipboard Appraisal Report
dari kapal ke kantor secara berkala setiap
enam bulan. Dengan adanya penilaian kerja tersebut, tidak menutup
kemungkinan karyawan tersebut
akan dipromosikan atau atas balas jasanya dinaikkan
atau diberhentikan yang
tujuannya untuk mendorong karyawan lebih giat dalam bekerja sehingga dapat memenuhi kebutuhannya.
Untuk menghadapi persaingan bebas yang semakin
ketat dituntut disiplin
karyawan untuk meningkatkan produktivitas secara optimal, maksudnya setiap
sumber daya manusia
dituntut untuk dapat melaksanakan semua tugas dan tanggung jawabnya
sebaik mungkin, bekerja dengan
cepat, tepat pada harapan
yang dituju dan bermanfaat bagi perkembangan perusahaan. Sehingga
menghasilkan kinerja karyawan yang baik dan
mempercepat pencapaian tujuan perusahaan secara efektif dan efisien.
C. Produktivitas Kerja
a.
Pengertian Produktivitas Kerja
Menurut Hasibuan (1996:126) Produktivitas adalah
perbandingan antara output (hasil)
dengan input (masukan). Jika Produktivitas naik ini hanya dimungkinkan oleh adanya
peningkatan efisiensi (waktu-bahan-tenaga) dan sisitem kerja,
teknik produksi dan adanya peningkatan keterampilan dari tenaga kerjanya.
Produktivitas kerja
adalah
kemampuan karyawan dalam
berproduksi
dibandingkan dengan input yang digunakan, seorang karyawan dapt
dikatakan produktif apabila mampu
menghasilkan barang atau jasa sesuai dengan diharapkan dalam waktu yang singkat atau tepat.Produktivitas kerja adalah
ukuran perbandingan kualitas dan kuantitas dari seorang tenaga
kerja dalam satuan
waktu untuk mencapai
hasil atau prestasi
kerja secara efektif dan efisien
dengan sumber daya yang digunakan.
Dilansir dari Chron, produktivitas pada dasarnya adalah
hubungan antara masukan
(input) dan keluaran (output). Hal ini tergambar melalui berapa banyak
bahan dan waktu dalam proses
kerja untuk mencapai kuantitas
dan kualitas dari hasil kerja (output).
b.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Produktivitas Kerja
Dari bukunya yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia
(2003), Ambar Teguh Sulistiyani dan Rosidah menyatakan ada faktor-faktor yang memengaruhi produktivitas, di antaranya adalah:
v
Pengetahuan (knowledge)
Pengetahuan merupakan akumulasi hasil proses pendidikan
baik yang diperoleh secara formal
maupun nonformal. Pengetahuan memberikan kontribusi pada seseorang di dalam pemecahan
masalah, daya cipta, termasuk dalam melakukan
atau menyelesaikan pekerjaan. Dengan pengetahuan yang luas dan pendidikan yang tinggi, seorang pegawai diharapkan mampu melakukan pekerjaan dengan baik dan produktif.
v
Keterampilan (skill)
Keterampilan merupakan kemampuan dan penguasaan teknis
operasional mengenai bidang tertentu
yang bersifat kekayaan. Skill diperoleh melalui proses belajar dan berlatih
serta berkaitan dengan kemampuan seseorang
untuk melakukan atau menyelesaikan pekerjaan-pekerjaan bersifat teknis. Dengan keterampilan
yang dimiliki seorang pegawai, diharapkan mampu menyelesaikan pekerjaan
secara produktif.
v Kemampuan (abilities)
Salah satu faktor yang mempengaruhi produktivitas kerja adalah kemampuan.
Abilities atau kemampuan terbentuk dari sejumlah kompetensi yang dimiliki oleh seorang pegawai.
Konsep ini jauh lebih luas, karena dapat
mencakup sejumlah kompetensi. Pengetahuan dan keterampilan termasuk faktor pembentuk
kemampuan. Dengan demikian, apabila seseorang mempunyai pengetahuan dan keterampilan yang tinggi, diharapkan memiliki
kemampuan yang tinggi pula.
v
Sikap (attitude)
Attitude merupakan suatu kebiasaan yang memiliki pola.
Apabila pegawai memiliki kebiasaan
baik, hal tersebut dapat menjamin perilaku kerja yang baik pula. Sebagai contoh, seorang pegawai yang
memiliki kebiasaan tepat waktu, disiplin, akan berbanding lurus juga dengan perilakunya.
v Perilaku (behaviors)
Sesuai yang sudah dijelaskan sebelumnya, perilaku berasal
dari attitude atau sikap seseorang.
Sikap yang baik akan menghasilkan perilaku yang baik juga. Dengan perilaku yang baik, produktivitas kerja akan tercipta dengan efisien. Sedangkan menurut Tarwaka, Solichul, & Sudiajeng (2004)
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi produktivitas kerja karyawab
adalah :
v Motivasi.
Merupakan kekuatan atau motor pendorong kegiatan sesorang kearah tujuan tertentu dan melibatkan segala kemampuan yang dimiliki untuk mencapainya.
v Kedisiplinan.
Merupakan sikap mental yang tercermib dalam perbuatan tungkah laku seseorang kelompok,
atau masyarakat berupa kepatuhan atau ketaatan terhadap peraturan, ketentuan, etikam norma dan kaidah yang
berlaku.
v Etos
kerja. Merupakan salah satu faktor penentu produktivitas, karena etos kerja merupakan pandangan yang menilai sejauh
mana kita melakukan suati pekerjaan dan
teus berupaya mencapai hasil yang terbaik dalam setiap pekerjaan yang kita lakukan.
v Keterampilan.
Faktor keterampilan baik keterampilan teknik maupun menejerial sangat menentukan tingkat pencapaian produktivitas. Dengan demikian setiap
c.
Indikator Produktivitas Kerja
v
Kuantitas Kerja
Kuantitas kerja atau jumlah kerja yang dihasilkan oleh karyawan perusahaan menjadi indikator penilaian pertama bagi
perusahaan. Bagaimana cara menilai kuantitas kerja yang berhasil
atau tidak?
Caranya adalah dengan membandingkan dengan target kuantitas
kerja yang menjadi standar perusahaan apakah sudah
tercapai atau belum. Jika karyawan bekerja
dengan kuantitas yang melebihi dari target perusahaan maka bisa dinilai
indikator ini sudah berhasil. Namun,
jika didapatkan nilai perbandingan yang rendah, perusahaan harus melakukan pembenahan mengapa
karyawan menghasilkan kerja yang rendah dibandingkan dengan
target perusahaan. Bisa jadi
faktor-faktor produktivitas individu
belum terpenuhi dengan baik sehingga karyawan tidak nyaman bekerja dan
hasilnya menjadi tidak maksimal.
v
Kualitas Kerja
Bila kuantitas adalah jumlah, maka indikator selanjutnya
adalah kualitas yang menyangkut mutu produk yang dihasilkan oleh karyawan. Kemampuan
terbaik seorang karyawan dalam
menyelesaikan tugasnya secara teknis itulah yang dikatakan kualitas. Semakin bagus kualitas kerja
seorang karyawan maka produktivitas akan semakin bagus.Kualitas mungkin saja tidak
diperoleh atau capaiannya rendah jika dari sisi
pengembangan SDM karyawan, pihak perusahaan sedikit andil dalam proses Mengembangkan nya. Promosi dan pengembangan SDM perusahaan harus
sebanding dengan
perkembangan dari perusahaan terkait sehingga karyawan merasa senang dan bisa bekerja secara
lebih produktif. Kualitas
kerja yang rendah
walaupun kuantitasnya tinggi
capaian hasilnya tetap akan kecil. Jadi, kuantitas
yang sudah baik harus didukung
dengan kualitas kerja yang terbaik sehingga produktivitas akan unggul.
v
Ketepatan Waktu
Ketepatan waktu terkait hasil kerja merupakan persepsi
seorang karyawan yang diharapkan ada
sejak dari awal waktu menyelesaikan pekerjaan. Memaksimalkan waktu pengerjaan untuk mendapatkan output
kerja yang lebih baik dibutuhkan dari seorang karyawan.
Memaksimalkan waktu pengerjaan ini akan dikaitkan dengan
aktivitas lainnya yang dilakukan oleh
karyawan. Jika capaian ketepatan waktu yang dihasilkan dari kinerja seorang karyawan sudah cukup
bagus, maka pengaruh produktivitas kerja perusahaan juga akan lebih baik.
d.
Upaya Peningkatan Produktivitas Kerja
v
Lakukan Perencanaan Kerja
Perencanaan yang baik akan memudahkan Anda untuk menentukan
langkah- langkah yang strategis untuk
mencapai suatu tujuan. Dalam perencanaan, ada
perkiraan waktu pengerjaan pekerjaan, metode terbaik yang seharusnya digunakan, modal yang dibutuhkan, dan target yang akan didapatkan. Dengan mengikuti perencanaan yang telah
disusun secara matang,
Anda bisa mendapatkan hasil yang tidak jauh meleset. Langkah-langkah yang dilakukan biasanya
tak terarah jika tidak memiliki perencanaan kerja.
Akibatnya, hasil pekerjaan
pun belum seoptimal
yang diharapkan.
v
Fokus Pada Prioritas
Dalam perencanaan kerja, ada yang disebut dengan skala
prioritas. Tiap orang memiliki
prioritas yang berbeda-beda tergantung pada kebutuhannya. Namun, prioritas biasanya ditentukan berdasarkan
target yang paling penting dan paling urgen.
Jadikan target-target yang masuk dalam kategori tersebut
sebagai pekerjaan pertama
yang harus dilakukan.
Ada banyak pekerjaan atau target yang sebenarnya bisa
ditunda karena bisa dikerjakan pada
saat lain atau ketika tidak mendesak. Anda dapat menempatkan jenis pekerjaan ini pada skala prioritas selanjutnya setelah target utama selesai.
Di sini, Anda harus cermat
untuk menentukan mana pekerjaan yang menjadi prioritas
dan mana yang bukan.
v
Hindari Potensi Gangguan
Saat mengerjakan suatu pekerjaan, pasti ada saja gangguan yang mungkin terjadi.
Gangguan bisa disebabkan oleh faktor eksternal, tetapi juga bisa berasal dari faktor internal. Faktor eksternal misalnya
situasi yang tidak mendukung untuk bekerja secara
optimal. Faktor internal misalnya keinginan untuk melakukan sesuatu di luar tanggung jawab kita. Kita harus bisa mengidentifikasi jenis
gangguan ini agar bisa menentukan langkah-langkah yang tepat untuk
mengatasinya. Jika berasal
dari luar, Anda bisa
menghindarinya dengan berbagai cara. Jika berasal dari dalam, Anda pun harus
berlatih untuk tidak mengikutinya. Lakukan
tindakan-tindakan
preventif agar gangguan tersebut tidak menurunkan
produktivitas kerja.
v
Mulai dengan Target
Kecil
Sering kali, penyebab
produktivitas kerja menurun
adalah keinginan untuk mencapai target yang besar dalam waktu yang singkat.
Kebanyakan orang, terutama yang belum expert, dapat
kesulitan untuk melakukan hal ini. Akhirnya,
proses pengerjaan pun mandek karena terjebak pada harapan untuk
memperoleh pencapaian besar.
Untuk menghindari hal itu, langkah
yang perlu dilakukan
adalah dengan menetapkan target-target
kecil. Ketika setiap target berhasil diselesaikan, Anda bisa memberikan reward sederhana kepada diri sendiri,
misalnya beristirahat sebentar. Selanjutnya, selesaikan setiap
target pada waktu yang telah ditentukan. Ini merupakan
cara meningkatkan produktivitas kerja dengan mudah dan efektif.
v Lakukan Evaluasi
Jangan lupa melakukan evaluasi setelah menyelesaikan suatu pekerjaan.
Evaluasi berguna untuk mengetahui efektivitas strategi yang dilakukan, mengetahui masalah-masalah yang mungkin terjadi, dan membuat perencanaan yang lebih baik pada
periode selanjutnya.
D. Motivasi
a.
Pengertian Motivasi
Motivasi berasal dari kata movere yang berarti dorongan
atau menggerakkan. Motivasi
(motivation) dalam manajemen hanya ditujukan pada sumber daya manusia umumnya
dan bawahan khususnya. Motivasi
mempersoalkan bagaimana caranya mengarahkan daya dan potensi bawahan, agar
mau bekerja sama secara produktif berhasil mencapai
dan mewujudkan tujuan yang telah ditentukan.
Menurut Malayu S.P. Hasibuan (2005:143). ”Motivasi adalah
pemberian daya penggerak yang
menciptakan kegairahan kerja seseorang agar mereka mau bekerja sama, bekerja efektif dan terintegrasi
dengan segala daya upayanya untuk mencapai kepuasan”. Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2007:93). “Motivasi adalah
kondisi yang menggerakan pegawai agar mampu mencapai tujuan
dari motifnya”.
Pada dasarnya motivasi
itu hanya dua, yaitu untuk meraih kenikmatan atau menghindari dari rasa sakit atau kesulitan. Uang bisa menjadi
motivasi kenikmatan
maupun motivasi menghindari rasa sakit. Jika kita memikirkan uang supaya kita tidak hidup sengsara, maka disini alasan
seseorang mencari uang untuk menghindari rasa
sakit. Sebaliknya ada orangyang mengejar uang karena ingin menikmati
hidup, maka uang sebagai
alasan seseorang untuk meraih kenikmatan.
Dapat disimpulkan bahwa motivasi adalah suatu alasan atau
dorongan yang bisa berupa kata-kata,
motivation training, keyakinan dari dalam diri sendiri, pengaturan mindset, dan atau keadaan yang mendesak
untuk dapat melakukan atau menghasilkan sesuatu, dan untuk memperoleh semangat untuk tetap terus bekerja.
b.
Ciri-ciri Motivasi
Menurut Sardiman
A.M (2005:83), motivasi yang ada pada diri setiap orang itu memiliki
ciri-ciri sebagai berikut:
v Tekun
menghadapi tugas (dapat bekerja terus-menerus dalam waktu yang lama, tidak pernah berhenti
sebelum selesai).
v Ulet
menghadapi kesulitan (tidak lekas putus asa). Tidak memerlukan dorongan dari luar untuk berprestasi sebaik mungkin
(tidak cepat puas dengan prestasi yang telah dicapainya).
v Menunjukkan
minat terhadap bermacam-macam masalah “untuk orang dewasa (misalnya
masalah pembangunan agama, politik, ekonomi,
keadilan, pemberantasan
korupsi, penentangan terhadap setiap tindak criminal, amoral, dan sebagainya).
v Lebih senang
bekerja mandiri.
v Cepat bosan
pada tugas-tugas yang rutin (hal-hal
yang bersifat mekanis, berulang- ulang begitu saja, sehingga
kurang kreatif).
v Dapat mempertahankan pendapatnya (kalau sudah yakin akan sesuatu).
v
Tidak mudah melepaskan hal yang diyakini
itu.
v
Senang mencari dan memecahkan masalah
soal-soal.
c.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Motivasi
Ada banyak faktor yang dapat menimbulkan motivasi dalam diri seseorang. Berikut
adalah faktor-faktor yang yang menyebabkan timbulnya
motivasi:
v
Faktor Internal (Intern)
Faktor internal merupakan faktor motivasi yang bersumber
dari dalam diri seseorang. Motivasi internal ini muncul akibat adanya
keinginan individu untuk mendapatkan prestasi dan tanggungjawab di dalam hidupnya.
Ada beberapa hal yang bisa termasuk ke dalam faktor
internal, diantaranya adalah:
Ø Harga
diri dan Prestasi, yaitu sebab
timbulnya motivasi di dalam diri seseorang bisa dikarenakan ingin mencapai
prestasi tertentu atau ingin membuktikan dan meningkatkan harga dirinya.
Ø Kebutuhan,
motivasi juga dapat timbul karena adanya kebutuhan akan sesuatu di dalam hidupnya sehingga ia termotivasi untuk bisa
memenuhi kebutuhan hidupnya.
Ø Harapan, adanya
suatu harapan yang ingin dicapai seseorang di masa
yang akan datang dapat berpengaruh pada tindakan orang yang
bersangkutan.
Ø Tanggungjawab, motivasi
yang berasal di dalam diri
seseorang untuk bekerja
dengan baik dan hati-hati dalam menghasilkan sesuatu
yang berkualitas. Kepuasan
kerja, adanya kepuasan kerja juga bisa menimbulkan motivasi dalam diri seseorang
v
Faktor Eksternal (Ekstern)
Faktor eksternal merupakan faktor motivasi yang bersumber dari luar
diri seseorang. Banyak faktor yang dapat menjadi
faktor eksternal timbulnya motivasi
diantaranya adalah:
Ø Jenis dan sifat pekerjaan, faktor jenis dan sifat pekerjaan
menjadi dorongan seseorang untuk bekerja dan dipengaruhi oleh besar imbalan
yang didapatkan.
Ø Kelompok
kerja, ialah kelompok kerja dimana seseorang bekerja untuk mendapatkan pendapatan bagi kebutuhan hidupnya.
Ø Kondisi
kerja, ialah keadaan dimana seseorang bekerja
sesuai dengan harapannya.
Ø Keamanan dan keselamatan kerja, ialah motivasi
yang timbul karena adanya jaminan keamanan dan keslamatan seseorang dalam bekerja.
Ø Hubungan interpersonal, ialah hubungan
antara teman, atau dengan atasan,
hubungan dengan bawahan
d.
Teori-Teori Motivasi
v
Teori Insentif
Yaitu teori yang mengatakan bahwa seseorang akan bergerak atau mengambil tindakan karena ada insentif yang akan
dia dapatkan. Misalnya, Anda mau bekerja dari pada sampai sore karena Anda tahu bahwa Anda akan mendapatkan intensif berupa gaji. Jika Anda tahu akan mendapatkan penghargaan, maka Anda pun akan bekerja
lebih giat lagi. Yang dimaksud insentif bisa tangible atau intangible. Seringkali sebuah pengakuan dan penghargaan, menjadi
sebuah motivasi yang besar.
v Dorongan Bilogis
Dalam hal ini yang dimaksud bukan hanya masalah seksual
saja. Termasuk di dalamnya dorongan
makan dan minum. Saat ada sebuah pemicu atau rangsangan, tubuh kita akan bereaksi.
Sebagai contoh, saat kita sedang haus, kita akan lebih haus lagi saat melihat
segelas sirup dingin kesukaan Anda. Perut kita akan menjadi lapar saat mencipum bau masakan
favorit Anda. Bisa dikatakan ini adalah dorongan
fitrah atau bawaan kita sejak lahir untuk mempertahankan hidup dan keberlangsungan hidup.
v Teori Hirarki
Kebutuhan
Teori ini dikenalkan oleh Maslow sehingga kita mengenal
hirarki kebutuhan Maslow. Teori ini
menyajikan alasan lebih lengkap dan bertingkat. Mulai dari kebutuhan fisiologis, kebutuhan akan
kemanan, kebutuhan akan pengakuan sosial, kebutuhan
penghargaan, sampai kebutuhan akan aktualisasi diri.
v
Takut Kehilangan vs Kepuasan
Teori ini mengatakan bahwa apda dasarnya ada dua faktor
yang memotivasi manusia, yaitu takut kehilangan dan demi kempuasan
(terpenuhinya kebutuhan).
Takut kehilangan adalah adalah ketakutan akan kehilangan yang sudah dimiliki. Misalnya seseorang yang
termotivasi berangkat kerja karena takut kehilangan gaji. Ada juga orang yang giat bekerja
demi menjawab sebuah
tantangan, dan ini termasuk faktor kepuasan. Konon, faktor takut
kehilangan lebih kuat dibanding
meraih kepuasan, meskipun pada sebagian orang terjadi sebaliknya.
v
Kejelasan Tujuan
Teori ini mengatakan bahwa kita akan bergerak jika kita
memiliki tujuan yang jelas dan pasti. Dari teori ini muncul bahwa seseorang akan memiliki motivasi yang tinggi
jika dia memiliki tujuan yang jelas. Sehingga muncullah apa yang disebut
dengan Goal Setting
(penetapan tujuan)
e.
Hal- Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Pemberian
Motivasi
Menurut Gozali 2000 : 268 pemberian motivasi kepada para
karyawan merupakan kewajiban
pimpinan, agar para karyawan tersebut
dapat lebih meningkatkan volume dan mutu pekerjaan yang menjadi
tanggung jawabnya untuk
itu pimpinan perlu memperhatikan hal-hal berikut agar pemberian motivasi
dapat berhasil seperti yang diharapkan
yaitu :
v Memahami perilaku
bawahan Pimpinan harus dapat memahami
perilaku bawahan, artinya
seorang pimpinan dalam tugas keseluruhannya hendaknya dapat memperhatikan mengamati perilaku masing-masing bawahan.
Dengan memahami perilaku mereka akan
lebih memudahkan tugas yang bersangkutan untuk memberikan motivasi kerja. Dalam kondisi itu, seorang pimpinan
dituntut mengenal orang, karena tidak ada orang yang memiliki perilaku
yang sama.
v Pemberian
motivasi harus mengacu pada orang Pemberian Motivasi adalah untuk orang atau karyawan secara pribadi
dan bukan untuk pimpinan sendiri. Seorang
pimpinan harus memperilakukan seorang bawahan sebagai bawahan, bukan sebagai dirinya sendiri yang sudah
mempunyai kesadaran yang tinggi untuk
melaksanakan pekerjaan dengan baik. Oleh sebab itu motivasi harus dapat mendorong setiap karyawan untuk berperilaku dan berbuat sesuai
dengan apa yang diinginkan oleh pimpinan sendiri.
v Tingkat kebutuhan
setiap orang pasti berubah Tingkat
kebutuhan setiap orang tidak
ada yang sama. Hal ini disebabkan adanya kecenderungan, keinginan, perasaan dan harapan yang berbeda antara satu orang dengan yang lainnya pada
saat yang sama.
v Harus
dapat memberikan keteladanan Orang tidak menaruh rasa hormat dan simpatik
kepada pimpinan yang janya pandai
berkata. Tetapi tidak dapat
berbuat seperti apa yang dikatakannya. Keteladanan merupakan contoh
nyata yang dapat dilihat dilakukan
oleh seorang bawahan. Dengan itu keteladanan
seorang pimpinan, bawahan
akan dapat termotivasi bagaimana cara kerja yang baik itu. Jangan harap bawahan akan
termotivasi, apabila seorang pimpinan selalu
melakukan hal – hal yang bertentangan dengan nasihat yang sudah dibicarakan oleh bawahan. Oleh karena itu dalam memotivasi bawahan, keteladanan ini amat sangat memegang peranan yang sangat penting.
v Mampu menggunakan keahlian Seorang
pemimpin dikehendaki dapat menjadi pelopor dala setiap hal ia tidak saja
diharapkan lebih menguasai seluk beluk pekerjaan,
tetapi juga mempunyai kiat sendiri dalam memecahkan masalah, apalagi
masalah yang dihadapi
bawahan dalam melaksanakan tugas. Untuk itu ia
dituntut dapat keahliannya dalam :
Ø
Menciptakan iklim atau suasana kerja yang menyenagkan
Ø Memberikan penghargaan dan pujian bagi yang berprestasi dan membimbibg yang belum berprestasi
Ø
Membagi tugas sesuai
dengan kemampuan para bawahan
Ø Memberikan umpan balik
tentang hasil pekerjaan
Ø Memberikan kesempatan bawahan untuk maju dan berkreativitas
v Harus
berbuat dan berperilaku realistis Seorang pimpinan mengetahui bahwa bawahan tidak sama. Karena itu perlu
memberikan tugas yang kira-kira sama dengan kemampuan
mereka masing-masing. Jangan
sekali-kali menyampaikan bawahan itu dapat melakukan tugas apa
saja. Dalam memberikan motivasi bawahan
haruslah menggunakan pertimbangan-pertimbangan yang logis dan dapat dilaksanakan oleh bawahan.
E.
Prestasi Kerja
a.
Pengertian Prestasi
Kerja
Ada beberapa pendapat mengenai
definisi prestasi kerja, adalah : Menurut Anwar Prabu Mangkunegara (2002:67), prestasi kerja adalah :
“Hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang karyawan
dalam melaksanakan tugasnya
sesuai dengan tanggung
jawab yang diberikan
kepadanya.”
Menurut Suyadi Prawiro
Sentono (1999:2), kinerja
atau prestasi kerja adalah : “Performance
(kinerja) adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi, sesuai
dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing
dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi yang bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan
moral maupun etika”.
Menurut Moenir (2005:148),
prestasi kerja adalah “Suatu hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas yang dibebankan kepadanya, yang didasarkan atas kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan’.
Berdasarkan pendapat para ahli di atas, penulis
menyimpulkan bahwa prestasi kerja
adalah hasil kerja yang dicapai seorang karyawan, melalui totalitas kemampuan yang dimilikinya untuk mencapai tujuan
perusahaan.
b.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Prestasi
Kerja
Faktor-faktor yang mempengaruhi prestasi
kerja adalah sebagai
berikut :
v
Faktor Kemampuan.
Secara psikologis, kemampuan
(ability) karyawan terdiri dari
kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan
realiti (knowledge + skill). Artinya, karyawan yang memiliki IQ di atas rata-rata (IQ 110 – 120) dengan pendidikan
yang memadai untuk jabatannya dan
terampil dalam mengerjakan pekerjaan sehari-hari, maka ia akan lebih mudah mencapai prestasi kerja
yang diharapkan. Oleh karena itu, karyawan
perlu ditempatkan pada pekerjaan yang sesuai dengan keahliannya (the right man on the
right place, the right man on the
right job
v
Faktor Motivasi
Motivasi terbentuk dari sikap (attitude) seorang karyawan
dalam menghadapi situasi (situation)
kerja. Motivasi merupakan kondisi yang menggerakkan
diri karyawan yang terarah untuk mencapai tujuan
organisasi (tujuan kerja).
Sikap mental merupakan kondisi mental yang mendorong diri
karyawan untuk berusaha mencapai
prestasi kerja secara maksimal. Sikap mental seorang karyawan harus sikap mental yang siap secara psikofisik (siap
secara mental, fisik,
tujuan, dan situasi). Artinya, seorang karyawan harus siap mental, mampu
secara fisik, memahami tujuan utama dan target kerja yang akan dicapai,
mampu
memanfaatkan dan menciptakan situasi
kerja aman dan nyaman sesama
karyawan.
Menurut Moenir (2005:9) terdapat beberapa faktor yang dapat dijadikan
standar prestasi kerja, yaitu:
v Kualitas kerja yang meliputi
ketepatan, ketelitian, keterampilan serta kebersihan.
v Kuantitas kerja yang meliputi
output rutin serta output non rutin (ekstra).
v Keandalan
atau dapat tidaknya diandalkan yakni dapat tidaknya mengikuti instruksi, kemampuan inisiatif, kehati-hatian serta kerajinan.
v Sikap yang
meliputi sikap terhadap perusahaan, karyawan
lain, pekerjaan serta kerjasama
c.
Arti Pentingnya dan Tujuan Penilaian Prestasi
Kerja
Penilaian Prestasi Kerja dapat memberikan kesempatan kepada
karyawan untuk mengambil
tindakan-tindakan perbaikan dengan tujuan untuk meningkatkan kinerja melalui feedback yang diberikan oleh perusahaan.Hasil dari penilaian kinerja
nantinya dapat digunakan
sebagai informasi dalam menentukan kompensasi secara layak sehingga karyawan dapat memotivasi
pegawai.Hasil dari penilaian kinerja tersebut
tentunya dapat digunakan untuk menentukan program pelatihan dan
pengembangan yang lebih efektif.
Membantu pegawai mengatasi masalah eksternal dengan
penilaian kinerja, maka atasan akan
mengetahui apa yang menyebabkan terjadinya unjuk kerja yang jelek sehingga atasan dapat membantu mengatasinya. Dengan melakukan Umpan balik pada pelaksanaan
fungsi manajemen sumber daya manusia, yaitu dengan diketahuinya untuk kerja karyawan
secara keseluruhan dapat menjadi informasi
sejauh mana fungsi
sumber daya manusia berjalan baik atau buruk.
Adapun tujuan dari penilaian
prestasi kinerja karyawan
menurut Rivai “2005:52”
antara lain yaitu:
v Menjalankan peninjauan ulang atas kinerja
karyawan di masa lalu.
v
Memperoleh data yang sinkron
dengan fakta dan sistematis dalam
menentukan nilai suatu pekerjaan.
v Melakukan identifikasi kemampuan organisasi.
v
Melakukan analisa kemampuan karyawan secara individual.
v
Menyusun sasaran pada masa yang akan datang.
v
Melihat prestasi kinerja
karyawan secara nyata.
v Memperoleh keadilan dalam
sistem pemberian upah dan gaji yang diterapkan pada organisasi.
v Memperoleh
data untuk penentuan struktur pemberian upah dan gaji yang sesuai dengan pemberlakukan secara
umum.
v Membantu
pihak manajemen dalam menjalankan pengukuran dan pengawasan yang lebih akurat atas biaya yang dipakai
oleh perusahaan.
v Memungkinkan manajemen
menjalan negosiasi secara rasional dan obyektif dengan serikat pekerja ataupun dengan langsung kepada karyawan.
v Merancang
kerangka berpikir dan standar dalam menjalankan peninjauan yang dilakukan
secara berkala pada sistem
pemberian upah dan gaji.
v Mengarahkan
pihak manajemen supaya bersikap obyektif dalam memperlakukan karyawan
sesuai dengan prinsip
organisasi.
v Menjadi panduan organisasi dalam melakukan promosi,
mutasi, memindahkan dan peningkatan kualita
karyawan.
v Memperjelas tugas utama, fungsi,
wewenang dan tanggung
jawab dan juga satuan kerja
pada organisasi. Hal ini apabila
dijalankan sesuai dengan
aturan dan berjalan
baik akan memberikan manfaat untuk organisasi khususnya untuk
menghindari overlapin pada pemberian tugas/program/kegiatan dalam organisasi.
v Melakukan
minimalisir karyawan mengeluh yang berakibat karyawan menjadi resign. Dengan adanya penilaian kerja
karyawan maka karyawan akan merasa diperhatikan dan dihargai dalam
setiap kinerjanya.
v Melakukan penyelerasakan penilaian kinerja dengan keberjalanan bisnis menjadikan pergerakan dalam organisasi khususnya
organisasi nirlaba selalu sesuai dengan
tujuan usaha.
v Melakukan identifikasi pelatihan apa yang dibutuhkan oleh karyawan.
F.
Kompensasi
a.
Pengertian Kompensasi
Kompensasi merupakan balas jasa yang diberikan oleh
organisasi / perusahaan kepada
karyawan, yang dapat bersifat finansial maupun nonfinansial, pada periode yang tetap. Sistem kompensasi yang baik
akan mampumemberikan kepuasan bagi karyawan dan memungkinkan perusahaanmemperoleh, mempekerjakan, dan mempertahankan
karyawan. Bagi organisasi/ perusahaan, kompensasi memiliki arti penting karena kompensasimencerminkan
upaya organisasi dalam mempertahankan dan meningkatkankesejahteraan karyawannya. Pengalaman menunjukkan bahwa kompensasiyang
tidak memadai dapat menurunkan
prestasi kerja, motivasi kerja, dankepuasan kerja karyawan, bahkan dapat
menyebabkan karyawan yang potensial keluar dari perusahaan
b.
Tujuan Kompensasi
Menurut Notoatmodjo, tujuan dari kebijakan
pemberian sebuah kompensasi meliputi:
v Penghargaan terhadap prestasi karyawan.
v Menjamin keadilan gaji karyawan.
v Mempertahankan karyawan
atau mengurangi turnover
karyawan.
v Memperoleh karyawan
yang bermutu.
v
Pengendalian biaya.
v
Memenuhi peraturan-peraturan.
Bisa dikatakan, pemberian benefit karyawan ini merupakan suatu
bentuk apresiasi perusahaan kepada karyawannya atas
loyalitas dalam bekerja. Hal ini tentu dapat
memberikan semangat lebih kepada karyawan dalam mencapai target yang
diberikan perusahaan ke depannya.
c.
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Besarnya
Kompensasi
Menurut Prof. DR. H. Edy Sutrisno, M.Si dalam bukunya
yang berjudul Manajemen Sumber Daya Manusia (2016:199)
mengemukakan bahwa besar kecilnya kompensasi dipengaruhi oleh beberapa faktor.
Faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya kompensasi tersebut di
antaranya adalah sebagai berikut:
v Tingkat biaya
hidup.
v Tingkat Kompensasi yang berlaku di perusahaan lain.
v Tingkat Kemampuan perusahaan.
v Jenis pekerjaan
dan besar kecilnya
tanggung jawab.
v Peraturan perundang-undangan yang berlaku.
v
Peranan Serikat Buruh.
Untuk dapat memberikan sebuah tingkat kompensasi yang baik kepada
karyawan, bagian manajemen
keuangan harus memiliki pengelolaan keuangan dan akuntansi yang baik.
d.
Sistem Kompensasi
Menurut Hasibuan (2011: 124) sistem pemberian kompensasi pada umumnya
adalah sebagai berikut:
v Sistem Waktu
Dalam sistem waktu besarnya kompensasi (gaji dan upah) ditetapkan berdasarkan standar waktu seperti jam,
minggu, bulan. Kelebihan sistem waktu adalah
administrasi upah menjadi mudah dan besarnya kompensasi yang akan dibayarkan tetap. Kelemahannya adalah
pekerja yang malas pun mendapatkan kompensasi yang dibayarkan sebesar
perjanjian.
v Sistem Hasil (Output)
Dalam sistem hasil kompensasi yang dibayar selalu berdasarkan pada banyaknya
hasil yang diselesaikan bukan pada lamanya waktu pengerjaan. Sistem
ini tidak bisa diterapkan pada karyawan tetap (sistem waktu) dan jenis
pekerjaan yang tidak memiliki standar
fisik seperti bagi karyawan dan administrasi. Kelebihan
sistem ini dapat memberikan kesempatan untuk karyawan yang bekerja sunguh-sungguh serta berprestasi baik
akan mendapatkan balas jasa yang lebih besar.
v
Sistem Borongan
Sistem borongan merupakan suatu cara memberik upah dengan menetapkan besarnya jasa berdasarkan atas volume
pekerjaan dan lama pengerjaannya. Penetapan besarnya
kompensasi berdasarkan sistem
borongan yang cukup
rumit lama mengerjakannya, serta banyak alat yang dipaai untuk menyelesaikannya.
Sehingga dalam sistem borongan pekerjaan bisa mendapatkan
kompensasi besar atau kecil tergantung atas kecermatan kalkulasi mereka.
G. Kompetensi
a.
Pengertian Kompetensi
Kompetensi adalah karakteristik dasar dari seseorang yang memungkinkan mereka mengeluarkan kinerja superior dalam
pekerjaannya. Menurut Trotter dalam Saifuddin
“2004” mendefinisikan bahwa seorang yang berkompeten ialah orang yang
dengan keterampilannya mengerjakan
pekerjaan dengan mudah, cepat, intuitif dan sangat jarang atau tidak pernaj membuat
kesalahan.Adapun beberapa para ahli mendefinisikan mengenai kompetensi yang diantaranya yaitu:
Menurut Boyatzis Dalam Hutapea Dan Nurianna Thoha “2008” Kompetensi
adalah kapasitas yang ada pada seseorang yang bisa membuat
orang tersebut mampu memenuhi
apa yang disyaratkan oleh pekerjaan
dalam suatu organisasi sehingga organisasi tersebut
mampu mencapai hasil
yang diharapkan.
Webster’s Ninth New Collegiate Dictionary Dalam Sri Lastanti
“2005”Mendefinisikan kompetensi ialah ketrampilan dari seorang ahli,
dimana ahli didefinisikan sebagai
seseorang yang memiliki tingkat keterampilan
tertentu atau pengetahuan yang tinggi
dalam subyek tertentu yang diperoleh dari pelatihan dan pengalaman.
Menurut Byars Dan Rue “1997” Kompetensi didefinisikan sebagai suatu sifat
atau karakteristik yang dibutuhkan oleh seorang pemegang
jabatan agar dapat melaksanakan jabatan
dengan baik, atau juga dapat berarti karakteristik/ciri-ciri seseorang yang mudah dilihat termasuk
pengetahuan, keahlian dan perilaku yang memungkinkan untuk berkinerja.
b.
Karakteristik Kompetensi
Menurut Spencer and Spencer (1993 : 10) kompetensi
terdiri dari 5 (Lima) Karakteristik yaitu :
v
Motives
Adalah sesuatu dimana sesorang secara konsisten berfikir
sehingga ia melakukan
tindakan. Spencer (1993)
menambahkan bahwa motives
adalah “drive, direct and select behavior toward
certain actions or goals and away from others “. Misalnya seseorang yang memiliki motivasi
berprestasi secara konsisten
mengembangkan tujuan – tujuan yang memberi
suatu tantangan pada dirinya sendiri dan bertanggung jawab penuh untuk mencapai tujuan tersebut serta mengharapkan semacam
“ feedback “ untuk memperbaiki dirinya.
v
Traits
Adalah watak yang membuat orang untuk berperilaku atau bagaimana seseorang merespon sesuatu dengan cara
tertentu. Sebagai contoh seperti percaya diri, kontrol
diri, ketabahan atau daya tahan.
v
Self Concept
Adalah sikap dan nilai – nilai yang dimiliki seseorang.
Sikap dan nilai diukur melalui tes
kepada responden untuk mengetahui nilai yang dimiliki seseorang dan apa yang menarik
bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.
v
Knowledge
Adalah informasi yang dimiliki seseorang untuk bidang tertentu.
Pengetahuan merupakan kompetensi yang
kompleks. Tes pengetahuan mengukur kemampuan
peserta untuk memilih
jawaban yang paling
benar tetapi tidak bias melihat
apakah sesorang dapat melakukan pekerjaan berdasarkan pengetahuan yang dimilikinya.
v
Skills
Adalah kemampuan untuk melaksanakan suatu tugas tertentu
baik secara fisik maupun mental.
Dengan mengetahui tingkat kompetensi maka perencanaan sumber daya
manusia akan lebih baik hasilnya.
c.
Manfaat Kegunaan Kompotensi
Berikut adalah beberapa
manfaat dari adanya kompetensi menurut
Ruky dalam Sutrisno
(2010), yaitu:
v Memperjelas standar
kerja dan harapan
yang ingin dicapai
Arti manfaat ini adalah dengan adanya kompetensi akan mampu
menjawab keterampilan dan pengetahuan sehingga
akan diketahui karakteristik orang tersebut dalam bekerja yang didukung oleh bukti perilaku yang berpengaruh langsung dalam kinerja. Kedua hal tersebut
akan membantu dalam mengurangi pengambilan keputusan
secara subjektif dalam bidang SDM.
v Sebagai Alat Seleksi Karyawan
Arti manfaat ini adalah komptensi dijadikan alat seleksi yang dapat membantu organisasi untuk memilih calon karyawan
terbaik. Kejelasan perilaku efektif yang diharapkan karyawan
dapat mengarahkan pada sasaran yang selektif dan mengurangi biaya
rekrutmen yang tidak perlu.
Hal tersebut bisa dilakukan dengan
cara mengembangkan suatu perilaku yang dibutuhkan untuk setiap fungsi
jabatan serta memfokuskan pada wawancara
seleksi pada perilaku yang dicari.
v Dapat Memaksimalkan Produktivitas
Arti manfaat ini adalah tuntutan
dalam kompetensi menjadikan suatu organisasi mencari karyawan yang dapat dikembangkan secara terarah untuk menutupi kesenjangan dalam keterampilannya sehingga
mampu untuk dimobilisasi.
v
Sebagai Dasar
untuk Pengembangan Sistem
Remunerasi
Arti manfaat ini adalah kompetensi digunakan untuk
mengembangkan sistem remunerasi yang
akan dianggap lebih adil. Kebijakan ini akan lebih terarah dan transparan dengan mengaitkan sebanyak
mungkin keputusan (dengan
bukti berupa perilaku yang ditampilkan karyawan).
v
Dapat Memudahkan Adaptasi
terhadap Perubahan
Arti manfaat ini adalah kompetensi memberikan sarana untuk
menetapkan keterampilan apa saja yang
harus dibutuhkan dalam memenuhi kebutuhan yang
selalu berubah atau dinamis.
v Dapat Menyelaraskan Perilaku Kerja dengan Nilai-nilai Organisasi
Arti manfaat ini adalah kompetensi merupakan cara yang paling mudah dalam mengkomunikasikan nilai-nilai dan
hal-hal apa saja yang harus menjadi fokus unjuk karyawan.
Menurut Prihadi (2004),
manfaat kompetensi antara lain:
v Prediktor kesuksesan kerja.
v Merekrut karyawan yang andal.
v Menjadi dasar dalam penilaian dan pengembangan
karyawan.
d.
Hubungan Kompetensi Dengan Prestasi
Kerja
Kompetensi merupakan faktor kunci penentu bagi seseorang
dalam menghasilkan kinerja
yang sangat baik. Serta memberikan isyarat, bahwa organisasi dikelola
dengan baik dan secara fundamental akan menghasilkan
perilaku manajemen yang efektif.
Sehingga dapat mengindentifikasi
kompetensi-kompetensi apa saja yang dibutuhkan pada semua pekerjaan dalam organisasi maupun
kompetensi-kompetensi pada pekerjaan-pekerjaan
tertentu, kompetensi tahap terpenting berikutnya adalah
mengindentifikasi dengan akurat tingkat kompetensi yang dimiliki oleh para karyawan
maupun calon karyawan. Penentuan tingkat
kompetensi dibutuhkan agar dapat mengetahui tingkat kinerja yang diharapkan untuk kategori baik atau rata-rata.
Penetuan kompetensi yang dibutuhkan tentunya akan dapat dijadikan dasar bagi evaluasi kinerja. Dalam rumusan
standar kompetensi tentang kemampuan dan kinerja
Yang harus dicapai, diantaranya meliputi
:
v Apa yang diharapkan dapat dikerjakan oleh seseorang.
v
Seberapa jauh kinerja yang diharapkan tersebut
dapat dicapai seseorang.
v Bagaimana
mengukur/membuktikan bahwa seseorang telah mencapai kinerja yang diharapkan.
Kompetensi dapat juga digunakan sebagai
kreteria untuk menentukan penempatan kerja karyawan.
Karyawan yang ditempatkan pada tugas tertentu
akan mengetahui kompetensi apa yang diperlukan, serta
jalan yang harus ditempuh untuk mencapainya dengan
mengevaluasi kompetensi-kompetensi yang sesuai dengan tolak ukur penilaian kinerja.
Sehingga sistem pengelolaan Sumber Daya Manusia
(SDM) lebih terarah,
karyawan dapat dikembangkan untuk meningkatkan pengetahuan, ketrampilan,
keahlian, tingkat kompetensi dan
kinerjanya. Pentingnya kompetensi dalam meningkatkan kinerja karyawan mempunyai hubungan yang sangat
kuat, peningkatan kinerja ini tergantung dengan
kompetensi yang dimiliki satu individu. Kompetensi Sumber Daya Manusia seperti
pengetahuan dan kemampuan
modal utama bagi karyawan untuk mencapai tujuan
dan harapan yang dikehandaki tujuan karyawan.
H.
Kepemimpinan
a.
Pengertian Kepemimpinan
Kepemimpinan adalah adalah proses mempengaruhi
aktivitas-aktivitas sebuah kelompok yang diorganisasi ke arah pencapaian tujuan[1]. Dalam pengertian lain kepemimpinan
adalah kemampuan dan keterampilan seseorang yang menduduki jabatan sebagai pimpinan satuan kerja untuk
mempengaruhi orang lain, terutama bawahannya,
untuk berfikir dan bertindak sedemikian rupa sehingga melalui perilaku
yang positif ia memberikan sumbangan
nyata dalam pencapaian tujuan
organisasi.
Menurut kamus besar Bahasa
Indonesia, kepemimpinan adalah
perihal memimpin; cara memimpin. Kepemimpinan bisa dirumuskan sebagai kiat mempengaruhi orang banyak agar mau bekerjasama memperjuangkan tujuan-tujuan yang ingin mereka capai.Rebecca kemudian menambahkan bahwa
seoarng pemimpin adalah penggerak ke arah
usaha bersama yang terorganisasi. Ia merupakan agen atau pelaksana dari suatu kekuasaan
yang menggunakan dirinya.
Kusnadi mengemukakan bahwa kepemimpinan tidak saja berarti
pemimpin dan mempengaruhi orang-orang, tetapi juga pemimpin
terhadap perubahan dan sumber aspirasi
serta motivasi bawahan.
Winardi mengartikan bahwa kepemimpinan merupakan suatu
kemampuan yang melekat
pada diri seseorang yang memimpin,
yang tergantung dari macam-macam, faktor- faktor intern maupun ekstern, diantaranya meliputi orang-orang; bekerja
dari sebuah posisi
organisatoris; dan timbul dalam sebuah situasi yang spesifik. Sehingga
kepemimpinan timbul, apabila
ketiga faktor tersebut saling mempengaruhi satu sama lain yaitu situasi
dan posisi ada, orang-orangnya juga ada.
Dari definisi ini, nampak bahwa
kepemimpinan adalah suatu
proses, bahwa orang yang
meliputi faktor pemimpin pengikut dan faktor situasi untuk menghasilkan
prestasi dan kepuasan. Maka kepemimpinan adalah sebagai tindakan
atau upaya untuk memotivasi atau
mempengaruhi orang lain agar mau bekerja atau bertindak ke arah pencapaian tujuan organisasi yang telah ditetapkan atau kepemimpinan merupakan
tindakan membuat sesuatu
menjadi kenyataan
b.
Fungsi dan Peran Pemimpin
Dalam Organisasi
Adapun
fungsi pemimpin dalam organisasi sebagai berikut:
v Fungsi
perencanaan : seorang pemimpin perlu membuat perencanaan yang menyeluruh bagi organisasi dan diri sendiri
selaku penanggungjawab tercapainya tujuan organisasi.
v Memandang
ke depan : seorang pemimpin yang
senantiasa memandang ke depan berarti
akan mampu meneropong apa yang akan terjadi serta selalu waspada terhadap segala kemungkinan.
v Pengembangan
loyalitas : pengembangan kesetiaan
ini tidak saja diantara pengikut,
tetapi juga untuk para pemimpin tingkat rencdah dan menengah dalam organisasi, agar suatu organisai
bia berkembang luas.
v Fungsi pengawasan : pengawasan merupakan
fungsi pemimpin untuk senantiasa
meneliti kemajuan pelaksanaan rencana, agar mencegah terjadinya sesuatu
yang tidak diingankan seperti ketidak jujuran
bawahan dalam menjalankan tanggung jawab tugas yang di pegang.
v Pengambilan keputusan: pengambilan keputusan merupakan
fungsi kepemimpinan yang tidak mudah dilakukan. Karena jika saja seorang pemimpin
salah dalam pengambilan keputusan itu akan bisa merugikan semua pihak. Oleh
sebab itu banyak pemimpin yang menunda untuk melakukan pengambilan keputusan. Bahkan ada pemimpin yang tidak berani
mengambil keputusan.
v Fungsi pemeliharaan : fungsi ini mengupayakan kepuasan
bathin bagi pemeliharaan dan pengembangan kelompok
untuk kelangsungannya. Seorang pemimpin perlu selalu bersikap
penuh perhatian terhadap
anak buahnya. Pemimpin harus dapat memberi semangat,
membesarkan hati, mempengaruhi anak
buahnya agar rajin bekerja dan menunjukkan prestasi
yang baik terhadap
organisasi. Pemimpin juga perlu memberikan penghargaan, pujian, hadiah
dan semacamnya kepada anak buah yang berprestasi, untuk menjalankan fungsi
ini.
v Dan yang terakhir itu adalah fungsi dalam menjalankan tugas : pemimpin harus
konsisten menjalankan tugas dan tanggungjawabnya untuk mencapai tujuan yang ditetapkan.
Seorang pemimpin tidak cukup hanya memiliki hati atau karakter
semata, tapi juga harus memiliki
serangkaian metode kepemimpinan agar dapat menjadi
pemimpin yang efektif. Banyak sekali pemimpin memiliki
kualitas dari aspek yang pertama yaitu karakter dan integritas
seorang pemimpin, tetapi ketika menjadi pimpinan
formal, justru tidak efektif sama sekali karena tidak memiliki metode kepemimpinan yang baik. Contoh adalah para
pemimpin yang diperlukan untuk mengelola
mereka yang dipimpinnya. Tidak banyak pemimpin yang memiliki metode kepemimpinan ini. Karena hal ini
tidak pernah diajarkan di sekolah – sekolah formal.
Keterampilan seperti ini disebut dengan Softskill atau Personalskill. Dalam salah satu artikel di economist.com ada sebuah ulasan berjudul
Can Leadership Be Taught, dibahas bahwa kepemimpinan (dalam hal ini metode
kepemimpinan) dapat diajarkan
sehingga melengkapi mereka yang memiliki
karakter kepemimpinan. Ada beberapa hal penting dalam metode kepemimpinan, yaitu : Kepemimpinan yang efektif dimulai
dengan visi yang jelas, pemimpin
yang responsive dalam mengamati segala sesuatu, dan seorang pemimpin yang menjadi pendamping bagi bawahan atau staffnya.
Untuk menjadi seorang pemimpin yang baik dalam suatu
organisasi perlunya kerja sama yang
baik di dalam sebuah tim, bersikap baik yang selalu mencontohkan kedisiplinan akan ketepatan waktu, dan menjadi
pemimpin yang konsisten dan tegas
dalam sebuah peraturan yang telah di buat, itu semua adalah sedikit dari banyaknya tugas pemimpin agar
dapat tercapainya kelancaran tujuan yang efektif.
Budaya organisasi dapat terlaksana dengan baik, apabila
pemimpin mampu menjalankan
fungsinya sesuai dengan peranannya, artinya bahwa peranan pemimpin dapat mempengaruhi,
menggerakkan dan mengarahkan bawahannya supaya perilaku
bawahan sesuai dengan aturan yang telah ditetapkan akan membantu terbentuknya budaya organisasi. Dalam mengembangkan budaya organisasi
seorang pemimpin harus mempunyai nilai dan kepercayaan yang jelas dan kuat tentang
organisasi yang diinginkan. Pemimpin memiliki kontribusi sebagai pencipta dan membentuk budaya organisasi, karena memiliki kemampuan
dan kekuasaan untukmelakukannya. Selain itu, pemimpin memiliki visi dan
misi, kemudian memberikan contoh dan
menyebarkannya yang kemudian diikuti oleh bawahannya.
Hubungan yang saling terbuka dan percaya merupakan hal yang mendukung penyebaran nilai-nilai dan norma
yang ada dalam budaya organisasi. Peranan pemimpin
dalam mengembangkan budaya organisasi
tercermin pada integrasi satu sama lain dengan menggunakan bahasa dan tata cara
yang berlaku, adanya norma-norma yang berlaku seperti
standar dan ketentuan
perilaku, termasuk petunjuk
tentang pekerjaan yang harus dilaksanakan, nilai-nilai penting yang hendak ditanamkan, dibangun, dan diresapi bersama
oleh segenap anggota.
c.
Teori Gaya Kepemimpinan
v
Teori Orang
Hebat (Great-Man Theory).
Mungkin sebelumnya rekan-rekan pembaca mendengar pernyataan
bahwa seorang pemimpin
yang hebat adalah mereka yang memang terlahir
sebagai pemimpin hebat, bukan mereka yang dibentuk
menjadi pemimpin hebat. Pernyataan
ini menggunakan “Teori Orang Hebat atau Great-Man Theory”, yang mana usaha orang-orang di zaman dahulu
kala dalam pencarian sifat-sifat umum terhadap
kepemimpinan membawa mereka kepada kesimpulan bahwa pemimpin yang hebat adalah
orang-orang hebat yang dilahirkan ke dunia, bukan orang-orang hebat yang dibentuk
menjadi pemimpin hebat.
Pada tahun 1847, Thomas Carlyle
menyatakan bahwa sejarah
adalah sesuatu yang universal,
sejarah merupakan apa yang telah dicapai manusia di dunia ini dan sejarah berada di dasar orang-orang hebat yang telah bekerja keras di dunia.
Dalam pernyataannya ini,
Carlyle setuju bahwa pemimpin hebat adalah mereka yang sudah diberkahi potensi heroik,
kecerdasan dan mental yang lebih kuat dari Tuhan. Akan tetapi, teori kepemimpinan ini
sempat terbantahkan setelah manusia melihat
peristiwa kehebatan Adolf Hitler. Hitler bukanlah seorang pemimpin yang
sudah kentara jiwa kepemimpinannya
dia kecil. Hitler harus memiliki banyak cobaan
dalam hidupnya, penolakan, pengasingan dan semacamnya. Sampai akhirnya
dia bisa menjadi seorang pemimpin
besar bagi rakyat Jerman, itu semua hasil pembentukan karakter kepemimpinannya, bukan anugerah langsung
dari Tuhan.
v
Teori Sifat
(Trait Theory).
Pada Teori Sifat atau Trait Theory ini, para ahli mengemukakan bahwa
setiap pemimpin memiliki mental,
fisik dan kepribadian tertentu yang sangat berbeda dengan mereka yang bukan pemimpin. Tidak seperti teori
kepemimpinan yang sebelumnya, yaitu
Teori Great-Man, yang mana banyak para ahli berpendapat seorang pemimpin adalah mereka yang terlahir dengan genetik
kepemimpinan di dalam dirinya
masing-masing, sehingga semua karakteristik kepemimpinan sudah melekat semenjak lahir. Nah, teori sifat
atau trait theory ini mengabaikan faktor genetik
kepemimpinan tersebut. Tidak hanya itu, teori sifat ini juga tidak begitu yakin bahwa seorang
pemimpin dapat dibentuk atau dilatih.
Lantas, bagaimana dengan pandangan umum terhadap pemimpin
yang dikatakan oleh teori sifat
ini? Seorang ahli bernama Jenkins mengidentifikasikan sifat-sifat kepemimpinan dari teori ini. Beberapa
sifat yang secara garis keturunan menurun kepada orang tersebut seperti,
kecerdasan, tinggi badan, ketampanan dan kecantikan
(daya tarik), kepribadian dan juga karisma. Bahkan, seorang filsuf terkenal bernama Max Weber mengatakan
bahwa karisma adalah suatu kekuatan revolusioner terbesar
yang mampu mengajak
orang lain untuk melakukan pengabdian dan mengikuti arahan
pemimpin berkarismatik tersebut.
v
Teori Kepemimpinan Situasional (Situational Theories).
Teori Kepemimpinan Situasional ini merekomendasikan kepada kita bahwa
tidak ada gaya kepemimpinan yang
paling tepat dalam kehidupan ini. Dalam hal ini, gaya kepemimpinan yang perlu kita terapkan tergantung dengan
suatu keadaan tertentu. Lantas,
situasi seperti apa yang dimaksud
dalam teori ini? Teori Kepemimpinan Situasional menyampaikan kepada kita bahwa gaya kepemimpinan yang tepat itu bergantung pada faktor-faktor tertentu
seperti, kualitas dan situasi para pengikut kita (anggota tim).
Teori kepemimpinan ini pertama kali diperkenalkan pada tahun 1969 yang mengungkapkan bahwa tidak ada cara yang
paling tepat untuk memimpin, yang ada
hanyalah para pemimpin harus mampu beradaptasi dengan segala situasi dan mengubah
gaya kepemimpinan berdasarkan situasi yang dirinya hadapi.
Jadi, setiap gaya kepemimpinan seorang pemimpin akan
berbeda-beda, karena semuanya tergantung dari tingkat kesiapan para pengikut atau anggota timnya.
v
Teori Gaya dan Perilaku
(Style and Behavior Theory).
Dalam teori gaya dan perilaku ini, kita bisa melihat bahwa kesuksesan dan keberhasilan yang diraih oleh seorang pemimpin
semuanya tergantung dengan perilaku,
sikap, dan karakteristik yang dirinya miliki. Dengan kata lain, keberhasilan kepemimpinan tergantung pada sikap dan perilaku pemimpin
dalam memenuhi fungsi-
fungsi kepemimpinannya.
Seperti apa saja contohnya? Misalnya, kita perlu melihat bagaimana
cara seorang pemimpin mengambil
keputusan dengan tepat, bagaimana cara seorang pemimpin memotivasi karyawannya, bagaimana cara pemimpin tersebut
memberikan perintah atau instruksi, berkomunikasi dengan sesama pemimpin
maupun dengan seluruh
anggota timnya.
v Teori Transaksional (Transactional Theory).
Ini adalah teori kepemimpinan yang hadir pada akhir tahun
1970-an dan awal 1980-an. Dalam teori kepemimpinan ini, baik seorang
pemimpin dan pengikut terlibat dalam praktik yang memungkinkan adanya
pertukaran antara pengikut
dan pemimpin. Dengan
kata lain, teori ini
digambarkan sebagai suatu asosiasi yang melibatkan pemimpin dan pengikut terjadi
karena adanya serangkaian perjanjian antara pemimpin
tersebut dengan para pengikutnya.
v
Teori Transformasional (Transformational Theory).
Kepemimpinan transformasional adalah sebuah teori yang relevan
dengan kehidupan modern saat ini. Dalam hal ini, teori kepemimpinan transformasional mencakup dua elemen yang sangat penting.
Apa sajakah elemen tersebut? Kedua elemen yang dimaksud
adalah relasional dan hal-hal yang berurusan dengan
perubahan riil. Teori kepemimpinan ini terjadi ketika satu orang atau sekelompok orang berhubungan dengan orang banyak dengan upaya untuk mengangkat posisi atau pencapaian
para pemimpin dan pengikut (anggota
tim). Dengan kata lain, antara pemimpin dan pengikut saling
mengangkat pencapaian mereka
sampai kepada tingkat
motivasi dan moralitas
(semangat) yang lebih tinggi.
d.
Beberapa Pendekatan Teori Kepemimpinan
v Pendekatan Sifat
Dalam pendekatan sifat timbul pemikiran
bahwa pemimpin iti dilahirkan, pemimpin bukan dibuat. Pemikiran semacam
itu dinamakan pemikiran “Hereditary” (turun temurun).
Pendekatan secara turun temurun
bahwa pemimpin dilahirkan bukan dibuat,
pemimpin tidak dapat memperoleh kemampuan dengan belajar/latihan tetapi dari menerima warisan,
sehingga menjamin kepemimpinan dalam
garis turun temurun
dilakukan antar anggota keluarga. Dengan demikian kekuasaan dan
kesejahteraan dapat dilangsungkan
pada generasi berikutnya yang termasuk dalam garis keturunan keluarga
yang saat itu berkuasa.
Kemudian timbul teori baru yaitu “Physical Characteristic
Theory” (teori dari Fisik).
Kemudian timbul lagibahwa pemimpin itu dapat diciptakan melalui latihan sehingga
setiap orang mempunyai
potensi untuk menjadi
pemimpin. Para ahli umumnya
memiliki pandangan perlunya seorang pemimpin mempunyai sifat-sifat yang baik. Pandangan semacam ini dinamakan
pendekatan sifat. Adapun sifat-sifat yang baik yang harus dimiliki seorang
pemimpin yaitu:
Ø Bertaqwa kepada
Tuhan Yang Maha Esa
Ø Cakap, cerdik
dan jujur
Ø Sehat jasmani dan rohani
Ø Tegas, berani,
disiplin dan efisien
Ø Bijaksana dan manusiawi
Ø Berilmu
Ø Bersemangat tinggi
Ø Berjiwa matang
dan berkemauan keras
Ø Mempunyai motivasi
kerja tinggi
Ø Mampu berbuat adil
Ø Mampu membuat rencana dan keputusan
Ø Memiliki rasa tanggung
jawab yang besar
Ø Mendahulukan kepentingan orang lain.
v
Pendekatan Perilaku
Pendekatan perilaku adalah
keberhasilan dan kegagalan
seorang pemimpin itu dilakukan oleh gaya bersikap dan bertindak pemimpin yang bersangkutan. Gaya bersikap
dan bertindak akan tampak dari cara memberi perintah, memberi tugas, cara berkomunikasi, cara membuat
keputusan, cara mendorong semangat kerja bawahan, cara menegakkan disiplin, cara pengawasan dan lain-lain.
v
Pendekatan Kontingensi
Dalam pandangan ini dikenal dengan sebutan “One Best Way”
(Satu yang terbaik), artinya untuk
mengurus suatu organisasi dapat dilakukan dengan paralek tunggal untuk segala situasi. Padahal kenyataannya tiap-tiap
organisasi memiliki cirri khusus
bahkan organisasi yang sejenis akan menghadapi masalah berbeda lingkungan yang berbeda, pejabat dengan
watak dan perilaku yang berbeda. Oleh karena
itu tidak dapat dipimpin dengan perilaku tunggal untuk segala situasi. Situasi
yang berbeda harus
dihadapi dengan perilaku
kepepimpinan yang berbeda.
Fromont E. Kast, mengatakan bahwa organisasi adalah suatu system yang
terdiri dari sub sisteem dengan batas
lingkungan supra system. Pandangan kontingensi
menunjukkan pendekatan dalam organisasi adanya natar hubungan dalam sub system yang terdiri daari sub sistem
maupun organisasi dengan lingkungannya. Kontingensi
berpandangan bahwa azas-azsa organisasi bersifat universal. Apabila dikaitkan dengan kepemimpinan maka dapat
dikatakan bahwa tiap-tiap organisasi adalah unik dan
tiap situsi harus dihadapi dengan
gaya kepemimpinan tersendiri.
v Pendekatan Terpadu
Sersley dan Blanchard, memadukan berbagai teori ke dalam
pendekatan kepemimpinan situasional dengan maksud menunjukkan kesamaan dari pada perbedaan diantara
teori-teori tersebut.
e.
Tugas-Tugas Kepemimpinan
Berdasarkan pengertian bahwa kepemimpinan adalah proses mempengaruhi tingkah laku yang mengandung indikasi
serangkaian tugas penting
seorang pemimpin yaitu:
v Mendefinisikan
misi dan peranan organisasi : Misi dan peranan organisasi dapat dirumuskan dengan baik apabila seorang
pemimpin lebih dulu memahami asumsi struktural sebuah
organisasi.
v Pemimpin merupakan
pengejawantahan tujuan organisasi : Dalam tugas ini pemimpin harus menciptakan kebijaksanaan
ke dalam tatanan atau keputusan terhadap
sarana untuk mencapai tujuan yang direncanakan.
v Mempertahankan keutuhan
organisasi : Pemimpin
bertugas untuk mempertahankan keutuhan organisasi dengan
melakukan koordinasi dan kontrol melalui
dua cara, yaitu melalui otoritas, peraturan, literally, melalui pertemuan, dan koordinasi khusus terhadap berbagai peraturan.
v
Mengendalikan konflik internal
yang terjadi di dalam organisasi.
I.
Komunikasi
a. Pengertian Komunikasi
Komunikasi adalah hubungan kontak antar dan antara manusia
baik individu maupun kelompok. Dalam kehidupan sehari-hari disadari atau tidak
komunikasi adalah bagian
dari kehidupan manusia
itu sendiri. Manusia
sejak dilahirkan sudah berkomunikasi dengan lingkungannya.Widjaja (2008: 1)
Menurut Ruslan (2008:83) bahwa:“Komunikasi
merupakan alat yang penting dalam fungsi public relations.”
Publik menaungi dan menghargai suatu kinerja yang baik dalam kegiatan komunikas secara efektif dan sekaligus kinerja yang baik tersebut untuk menarik perhatian
publik serta tujuan
penting yang lainnya dari fungsi public
relations.
Menurut Suprapto (2011:6)
komunikasi adalah:“Suatu proses interaksi yang mempunyai
arti antara sesama manusia.”Menurut Keith Davis dalam bukunya “Human relation
at work”adalah :“Komunikasi adalah proses
jalur informasi dan pengertian dari seorang
ke orang lain”
Berdasarkan kutipan-kutipan di atas, komunikasi dapat
disimpulkan merupakan kegiatan interaksi yang dilakukan dari satu orang
ke orang lain, sehingga akan tercipta persamaan makna dan tercapai
satu tujuan.
b.
Aspek Komunikasi
v Kejelasan
(Clarity) : bahasa maupun informasi yang disampaikan harus jelas. Dalam kehidupan kita sehari-hari, seringkali kita mendengar ucapan-ucapan seperti ini : ”Masalahnya ininya belum dianu” Apa yang di
maksudkan dengan ini dan anu? Akan
lebih mudah dipahami maknanya bila, misalnya, kata ini diganti dengan buku dan kata anu diganti dengan
beri. Jadi kalimatnya akan berbunyi: ”Masalahnya
bukunya belum diberika.”
v Ketepatan
(accuracy) : bahasa dan informasi yang disampaikan harus betul-betul akurat atau tepat. Bahasa yang digunakan
harus sesuai dengan informasi yang disampaikan
harus benar. Benar disini artinya bahwa sesuai dengan apa yang sesungguhnya ingin disampaikan. Bisa saja
informasi yang disampaikan belum pasti
kebenarannya, tetapi apa yang kita sampaikan adalah benar-benar apa yang kita ketahui. Itulah yang dimaksud
dengan akurasi disini.
v Konteks
(contex) : bahasa dan informasi yang disampaikan harus sesuai dengan keadaan
danlingkungan dimana komunikasi itu terjadi. Bisa saja kita menggunakan
bahasa dan akurasi yang tepat tetapi karena konteksnya tidak tepat, reaksi yang kita dapatkan tidak sesuai
dengan yang di harapkan. Contohnya, sepulang dari kantor seorang
suami berkata pada istrinya: ”Dindaku, tolong kanda diberikan
segelas air nan jernih, kanda haus
sekali.” Dari segi kejelasan dan keakuratan bahasa dan informasi
tidak ada masalah.
Tetapi konteksnya tidak tepat, sehingga reaksinya sang istri mungkin
tidak segera mengambilkan air melainkan bertanya
tentang keadaan suami.
v Alur
(Flow) : keruntutan alur bahasa dan informasi akan sangat berarti dalam menjalin komunikasi yang efektif. Sewaktu
kita meminjam uang, misalnya, kita cenderung
mengemukakan kesulitan-kesulitan kita terlebih dahulu sebelum kita menyampaikan maksud kita untuk meminjam uang. Mungkin begitu
juga pada saat kita
pertama kali menyampaikan perasaan
jatuh cinta pada seseorang.
v Budaya
(culture) : aspek ini tidak hanya menyangkut bahasa dan informasi, tetapi juga tata karama atau etika. Bersalaman
dengan satu tangan bagi orang Sunda mungkin
terkesan kurang sopan, tetapi bagi etnis lain mungkin suatu hal yang biasa
c.
Proses Komunikasi
Proses komunikasi adalah bagaimana komunikator menyampaikan pesan kepada komunikannya, sehingga dapat
menciptakan suatu persamaan makna antara komunikan dengan komunikatornya. Proses komunikasi ini bertujuan untuk menciptakan komunikasi yang efektif (sesuai
dengan tujuan komunikasi pada umumnya). Proses komunikasi, banyak melalui perkembangan.
Proses komunikasi dapat terjadi apabila ada interaksi antar
manusia dan ada penyampaian pesan untuk mewujudkan motif komunikasi. Tahapan
proses komunikasi adalah sebagai berikut :
v
Penginterpretasian.
v
Penyandian.
v Pengiriman.
v Perjalanan.
v Penerimaan.
v Penyandian balik.
v Penginterpretasian
d.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi
v Pengetahuan
Tingkat pengetahuan seseorang
menjadi faktor utama dalam komunikasi. Seseorang dapat menyampaikan pesan dengan mudah apabila ia memiliki pengetahuan yang luas. Seorang komunikator yang memiliki tingkat
pengetahuan tinggi, ia akan lebih
mudah memilih kata-kata (diksi) untuk menyampaikan informasi baik verbal maupun non verbal kepada komunikan. Hal ini berlaku
juga untuk seorang
komunikan. Seorang komunikan
dapat merespon atau menginterpretasikan informasi
yang diberikan komunikator dengan baik apabila
ia memiliki pengetahuan. Misalnya seorang
akademisi tidak mungkin menggunakan kata-kata yang intelektual apabila ia menghadapi seorang yang pendidikannya
lebih rendah darinya. Hal tersebut justru menjadi penghambat dalam proses komunikasi. (Baca juga: Hambatan-hambatan Komunikasi)
v
Perkembangan
Perkembangan memiliki dua aspek, yaitu:
Ø
Pertumbuhan manusia
Pertumbuhan dapat mempengaruhi pola pikir manusia.
Bagaimana komunikan menyikapi
informasi yang diberikan
komunikator dan bagaimana
komunikator menyampaikan informasi kepada komunikan. Setiap orang
memiliki cara masing-masing untuk
menyampaikan informasi agar dapat mencapai tujuan yang diinginkan. Misalnya
cara menyampaikan informasi kepada anak balita dengan remaja tentu saja berbeda.
Ada cara-cara tersendiri yang dapat kita sesuaikan dengan pola
pikir yang sesuai dengan pertumbuhannya.
Ø
Keterampilan menguasai bahasa
Keterampilan dalam berbahasa ini merupakan salah satu faktor yang sangat terkait dengan pertumbuhan. Misalnya
jika kita menghadapi remaja maka kita lebih
baik mengetahui bahasa-bahasa yang digunakan dalam kesehariannya atau disebut dengan bahasa gaul. Dengan
demikian kita dapat menjalin komunikasi dengan
baik. Begitu pula dengan bayi, bayi memiliki keterampilan bahasa hanya dengan isyarat (non verbal) seperti
menangis jika sakit, haus, atau lapar
v
Persepsi
Persepsi adalah suatu cara seseorang
dalam menggambarkan atau menafsirkan informasi yang diolah menjadi sebuah
pandangan. Pembentukan persepsi
ini terjadi berdasarkan pengalaman, harapan, dan perhatian. Proses pemahaman
manusia terhadap suatu rangsangan atau stimulus ini dapat memiliki padangan yang berbeda-beda. Selain dapat
menjadi pengaruh baik, persepsi juga dapat menjadi
penghambat untuk komunikasi.
Misalnya ada dua orang yang sedang berbicara mengenai “behel”. Seorang
berprofesi sebagai dokter gigi dan seorang lagi berprofesi sebagai
pekerja bangunan. Maka mereka memiliki persepsi yang berbeda tentang
“behel”. Si dokter gigi berpersepsi bahwa “behel” adalah alat yang digunakan untuk
merapikan struktur gigi, sedangkan si pekerja bangunan memiliki
persepsi bahwa “behel” adalah besi yang digunakan
untuk membuat bangunan.
v
Peran dan hubungan
Peran dan hubungan memiliki
pengaruh dari proses
komunikasi tergantung dari materi
atau permasalahan yang ingin dibicarakan termasuk cara menyampaikan informasi atau teknik komunikasi.
Komunikator yang belum menjalin hubungan dekat dengan komunikan maka akan
terjadi komunikasi secara formal.
Misalnya, dua orang yang bertemu di sekolah baru. Maka
mereka melakukan komunikasi secara formal baik dalam materi maupun teknik bicaranya. Jika komunikator
telah menjalin hubungan dekat dengan komunikan maka materi dan teknik bicara dalam komunikasi dilakukan secara non formal.
Misalnya ketika kita
berbicara kepada sahabat atau keluarga. Biasanya kita lebih terbuka dan
tidak formal bahkan lebih memiliki
keragaman dalam berbicara.
v
Lingkungan
Lingkungan interaksi memiliki pengaruh dalam komunikasi. Lingkungan yang nyaman dan kondusif biasanya
dapat berpengaruh baik terhadap proses komunikasi. Adapun faktor yang mempengaruhi lingkungan adalah sebagai berikut.
Ø
Nilai dan budaya/ adat
Nilai dan budaya/ adat menjadi kacamata yang dijadikan
tolak ukur untuk komunikasi (pantas
atau tidak pantas) agar komunikasi terjalin
dengan baik. Sebelum berbicara dengan orang lain, lebih
baik kita mengetahui bagaimana latar belakang
budaya/ adat yang mereka anut. Misalnya orang batak yang terbiasa dengan suara keras dan intonasi yang
tinggi. Sedangkan orang jawa terbiasa dengan bahasa yang halus
dengan intonasi yang rendah.
Ø
Stimulus Eksternal
Stimulus eksternal adalah faktor-faktor yang mempengaruhi
komunikasi dari luar. Misalnya
kebisingan suara dapat mempengaruhi respon
yang kurang baik
karena adanya penurunan indera pendengaran, sehingga dapat menjadi penghambat dalam proses komunikasi.
Ø Jarak
Jarak antara komunikator dan komunikan mempengaruhi komunikasi. Jika komunikator
dan komunikan berjarak cukup jauh maka komunikator akan sulit menciptakan komunikasi yang baik kepada
komunikan. Namun di zaman yang sudah
modern ini memiliki alternatif lain untuk menciptakan komunikasi yang baik, yaitu komunikator dan komunikan
dapat menggunakan komunikasi secara lisan, tulisan,
atau media lainnya. Tetapi masih ada beberapa gangguan atau hambatan yang terjadi ketika memiliki komunkasi
jarak jauh.
v
Emosi
Emosi adalah reaksi seseorang dalam menghadapi suatu
kejadian tertentu. Emosi terkadang
tidak dapat dikendalikan oleh diri sendiri. Sehingga emosi juga mempengaruhi proses komunikasi itu sendiri bahkan emosi dapat menjadi hambatan.
v
Kondisi fisik
Kondisi fisik mempunyai peranan yang penting untuk berkomunikasi. Semua indera memiliki
fungsi-fungsi yang digunakan
dalam kelangsungan komunikasi.
v
Jenis kelamin
Laki-laki dan perempuan memiliki perbedaan dalam
berkomunikasi dapat dilihat dari gaya
berbicara dan interpretasi. Menurut Tannen, kaum perempuan menggunakan teknik komunikasi untuk mencari konfirmasi, meminimalkan keintiman.
Sementara kaum laki-laki lebih menunjukkan independensi dan status dalam kelompoknya.
e.
Rintangan Dalam Komunikasi
Komunikasi bisa berjalan secara efektif
jika tidak terdapat
faktor-faktor atau unsur-
unsur yang menghambat. Banyak faktor yang mempunyai hubungan fungsional
untuk mencapai efektivitas komunikasi. Unsur-unsur komunikasi yang terdiri
dari komunikator, pesan, dan komunikan menjadi bagian
penting dalam efektivitas komunikasi. Faktor penting dalam komunikasi adalah sejauhmana
ketika sedang berlangsungnya komunikasi dapat
menghindari apa yang disebut noise. Gangguan (noise) dapat didefinisikan setiap rangsangan tambahan dan tidak dikehendaki
yang dapat mengganggu kecermatan pesan yang disampaikan. Gangguan ini bisa berupa inferensi statis atau suatu
panggilan telepon, musik yang hingar bingar disebuah pesta,
atau sirene di luar rumah. Sementara Cangara
mencatat tujuh hal yang dapat mengganggu proses komunikasi, yaitu:
v Gangguan teknis,
terjadi jika salah
satu alat yang digunakan dalam berkomunikasi mengalami gangguan, sehingga informasi
yang ditransmisi melalui
saluran mengalami kerusakan. Misalnya gangguan pada stasiun televisi
atau radio, gangguan
jaringan telepon, dan sebagainya.
v Gangguan semantik,
yakni gangguan komunikasi yang disebabkan karena kesalahan
bahasa yang digunakan. Misalnya: (1) kata-kata yang digunakan terlalu banyak memakai jargon bahasa asing
sehingga sulit dimengerti oleh khalayak tertentu, (2) bahasa yang digunakan
pembicara berbeda dengan bahasa yang digunakan oleh
penerima, (3) struktur bahasa yang digunakan tidak sebagaimana mestinya, sehingga membingungkan penerima,
(4) latar belakang budaya yang menyebabkan salah
persepsi terhadap
simbol-simbol bahasa yang digunakan.
v Gangguan psikologis, terjadi karena adanya gangguan yang disebabkan oleh persoalan-persoalan
dalam diri individu. Misalnya, rasa curiga penerima kepada sumber,
situasi berduka atau karena gangguan
kejiwaan sehingga dalam penerimaan dan pemberian informasi
tidak sempurna.
v Rintangan
fisik atau organik, yaitu rintangan yang disebabkan karena kondisi geografis, misalnya jarak yang jauh sehingga
sulit dicapai, tidak ada sarana
kantor pos, kantor
telepon, jalur transfortasi, dan sebagainya. Dalam komunikasi antar
manusia, rintangan fisik juga bisa diartikan karena adanya gangguan
organik, yakni tidak berfungsinya
salah satu panca indera pada
penerima.
v Rintangan
status, yaitu rintangan yang disebabkan karena jarak sosial di antara perserta komunikasi. Misalnya, adanya
jarak antara senior dan junior, atasan atau bawahan.
Perbedaan ini pada gilirannya menuntut perilaku komunikasi yang selalu memperhatikan kondisi dan etika yang sudah membudaya dalam masyarakat, yakni bawahan cenderung hormat kepada atasannya, mahasiswa cenderung manut kepada dosennya, dan seterusnya.
v Rintangan
kerangka berpikir, yaitu rintangan yang disebabkan adanya perbedaan persepi antara komunikator dan khalayak
terhadap pesan yang digunakan dalam berkomunikasi. Hal ini disebabkan karena latar belakang
pengalaman dan pendidikan antara peserta komunikasi berbeda. Semakin jarak
perbedaan ini lebar,
maka komunikasi yang dibangun semakin kurang bagus atau lancar.
Sebaliknya semakin perbedaan diantara
pesrta komunikasi ini kecil atau bahkan tidak ada, maka komunikasi semakin lancar dan efektif. Schramm, menyatakan
bahwa field of experience atau bidang
pengalaman merupakan faktor
yang amat penting
untuk terjadinya kominikasi.
v Rintangan budaya,
ialah rintangan yang terjadi disebabkan karena adanya perbedaan norma, kebiasaan dan nilai-nilai
yang dianut oleh pihak-pihak yang terlibat dalam komunikasi. Di negara-negara sedang berkembang masyarakat cenderung menerima
informasi dari sumber yang
banyak memiliki kesamaan dengan
dirinya, seperti bahasa,
agama dan kebiasaan-kebiasaan
lainnya.
BAB III PENUTUP
A.
Kesimpulan
Kepuasan kerja adalah seperangkat perasaan tentang
menyenangkan atau tidaknya
pekerjaanmereka. Ada perbedaan yang penting antara perasaan ini dengan
dua unsur lainnya
dari sikap pegawai.
Kepuasan kerja adalah
bagian dari kepuasan hidup. Sifat lingkungan
seseorang di luar pekerjaan mempengaruhi perasaan
di dalam pekerjaan. Demikian juga halnya,
karena pekerjaanmerupakan bagian
penting kehidupan, kepuasan
kerja mempengaruhi kepuasan
hidup seseorang.Setiap
pekerjaan menuntut interaksi dengan rekan kerja an atasan- atasan,
mengikuti peraturan dan kebijaksanaan-kebijaksanaan operasional, memenuhi standar-standar kinerja,menerima kondisi-kondisi kerja
yang acap kali kurang ideal, dan lain-lain.
Ini berarti bahwa penilaian seorang karyawan
tentang seberapa ia merasa puas atau tidak puas dengan
pekerjaanmerupakan penyajian yang rumit dari sejumah elemen pekerjaan yang berlainan.Iklim organisasi sebagai pendukung juga ikut menentukan komitmen organisasi melaluikepuasan kerja dengan indikasi
kenyamanan kerja dengan dukungan rekanrekan
kerja, sistemkompensasi yang baik, kesesuaian pekerjaan, kualitas supervise dan kesempatan promosi.
B.
Saran
Demikianlah makalah ini diselesaikan, semoga makalah ini dapat
bermanfaat baik bagi para para pembaca khususnya
bagi saya selaku penulis.
Kelebihan dan kesempurnaan adalah hanya milik Allah semata. Jika ada kekurangan dan kesalahan itu
dikarenakan kekhilafan penyusun makalah ini. Untuk itu kiranya memberikan saran dan kritikan
yang membangun. Serta arahan
dan bimbingan dari semua pihak, terutama dari
dosen pembimbing.
DAFTAR PUTAKA
Davis, Keith & Newstrom, John. 1985. Perilaku Organisasi:Edisi Ketujuh. Jakarta: Erlangga.Fraser
T.M. 1992.Stres dan Kepuasan Kerja. Jakarta:
Pustaka Binaman Pressindo Sinungan, M. (2003). Manajemen Sumber Daya Manusia. Jakarta: Bumi Aksara.
Sardiman AM. (2005). Interaksi dan Motifasi Belajar Mengajar. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada
Winardi, J. 2002. Motivasi dan Pemotivasian Dalam Manajemen. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada
Harbani. 2010.
Kepemimpinan Birokrasi. Bandyng: Alfabeta
Hunsaker, Philip L. & Alessandra, Anthony J., The art of Managing People,
Simon & Schuster
Inc., New York, 1980.
No comments:
Post a Comment