DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i
DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii
RAGAM BUDAYA DI KABUPATEN BIREUEN............................................................. 1
A. Demografi....................................................................................................................... 1
B. Budaya............................................................................................................................ 4
C. Wisata Kabupaten Bireuen .......................................................................................... 16
D. Permainan Di Kabupaten Bireuen................................................................................. 22
E. Makanan Di Kabupaten Bireun ................................................................................... 23
F. Kebiasaan Masyarakat Bireuen..................................................................................... 28
RAGAM
BUDAYA DI KABUPATEN BIREUEN
A.
Demografi
1. Profil Kabupaten
Bireuen
Kabupaten
Bireuen
adalah salah satu kabupaten di Aceh, Indonesia. Kabupaten ini
beribukotakan di Bireuen Kabupaten ini menjadi
wilayah otonom sejak 12 Oktober tahun 1999 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten
Aceh Utara. Kabupaten ini terkenal dengan julukan kota juangnya, dan
sempat menjadi salah satu basis utama Gerakan
Aceh Merdeka (GAM). Semenjak diberlakukannya darurat militer sejak bulan Mei 2003, situasi di kabupaten ini
berangsur-angsur mulai kembali normal setelah perjanjian damai MOU Helsinki.
Kabupaten Bireuen termasuk salah satu kabupaten yang bersejarah bagi bangsa ini
karena pernah ditetapkan sebagai ibukota Republik Indonesia kedua pada tanggal
18 Juni 1948 yakni tepat pada saat Agresi Militer Belanda II (1947-1948).
Akibatnya, PDRI yang semula menetap di Kota Bukittinggi berpindah lokasi ke
Kabupaten Bireuen (a.k.a. Kota Juang). Kabupaten Bireuen juga terkenal di
bidang kulinernya diantaranya Mie Kocok Geurugok (Gandapura), Rujak Manis dan
Bakso Gatok (Kuta Blang), Sate Matang (Peusangan) Bu Sie Itek dan Nagasari
(Kota Juang/Bireuen). Secara geografis Kabupaten Bireuen terletak diantara 04°
54' 00” - 05° 21' 00” LU dan 96° 20' 00” - 97° 21' 00” BT yang merupakan
pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara pada tanggal 12 Oktober 1999 (berdasarkan
Undang-undang No. 48 Tahun 1999). Luas wilayah Kabupaten Bireun adalah 1.796,32
Km² (179.632 Ha), dengan ketinggian 0 - 2.637 mdpl (meter di atas permukaan
laut). Terbagi dalam 17 kecamatan, dimana Kecamatan Peudada merupakan kecamatan
terluas dengan luas wilayah 312,84 km2 atau sebesar 17,42 persen dari luas
Kabupaten Bireuen. Sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Kota Juang
dengan luas hanya 16,91 km².
2. Peta dan Lambang Kabupaten
Bireuen
MOTTO : Gemilang Datang Padamu Bila Tekad Kukuh Berpadu
3. Geografi Kabupaten
Bireuen
Kabupaten Bireuen Memiliki
Batas Wilayah Sebagai Berikut :
4. Pemerintahan Kabupaten
Bireuen
Bupati
Kabupaten Bireuen
No |
Foto |
Nama |
Awal
Menjabat |
Akhir
Menjabat |
Wakil
Bupati |
Keterangan |
. |
1 |
Drs. H.
Ramdhani Raden |
1999 |
2002 |
Pejabat
Bupati |
|||
2 |
Drs. H.
Mustafa A. Glanggang |
2002 |
2007 |
Drs.
Amiruddin Idris, SE, M.Si |
|||
3 |
Drs. H.
Nurdin Abdurrahman, M.Si |
2007 |
2012 |
Drs. H.
Busmadar Ismail |
|||
4 |
2012 |
2017 |
Ir. H.
Mukhtar, M.Si |
||||
5 |
22 Mei
2017 |
19
Januari 2020 |
Dr. H.
Muzakkar A. Gani, SH, M.Si |
||||
19
Januari 2020 |
20 Juni
2020 |
Pelaksana
Tugas Bupati |
|||||
6 |
20 Juni
2020 |
Sekretaris Daerah
No |
Nama |
Awal
Menjabat |
Akhir
Menjabat |
Keterangan |
Ref. |
|
1 |
Drs.
Hasan Basri Djalil, M.Si |
1999 |
2007 |
|||
2 |
Dr. Ir.
Nasrullah Muhammad, M.Si, MT |
2007 |
2011 |
|||
3 |
Ir.
Razuardi, MT |
2011 |
2012 |
|||
4 |
Dr.
Muzakkar A.Gani, SH, M.Si |
2012 |
2012 |
Plt. |
||
5 |
Ir.
Zulkifli, Sp |
2012 |
sekarang |
Kecamatan
Daftar
kecamatan dan gampong di Kabupaten Bireuen
Kabupaten Bireuen memiliki 17 kecamatan dan 609 gampong dengan kode pos
24251-24357 (dari total 289 kecamatan dan 6.497 gampong di seluruh Aceh). Pada
tahun 2010, jumlah penduduk di wilayah ini adalah 389.024 (dari penduduk
seluruh provinsi Aceh yang berjumlah 4.486.570) yang terdiri atas 191.006 pria
dan 198.018 wanita (rasio 96,46). Dengan luas daerah 1.796,31 km² (dibanding
luas seluruh provinsi Aceh 56.770,81 km²), tingkat kepadatan penduduk di
wilayah ini adalah 200 jiwa/km² (dibanding kepadatan provinsi 78 jiwa/km²).[1][4]
Menjelang
tahun 2005 terjadi pemekaran kecamatan dari 10 Kecamatan menjadi 17 kecamatan
dan pembentukan 17 Kecamatan ini diperbaharui dengan UU No.5 Tahun 2008.
- Kecamatan Gandapura
- Kecamatan Jangka
- Kecamatan Jeunieb
- Kecamatan Jeumpa
- Kecamatan Juli
- Kecamatan Kota Juang dengan dasar UU No.40 tahun 2004.
- Kecamatan Kuala dengan dasar UU No.41 tahun 2004.
- Kecamatan Kuta Blang dengan dasar Pembentukan UU no.44 tahun 2004.
- Kecamatan Pandrah
- Kecamatan Peudada
- Kecamatan Peulimbang dengan dasar UU No.43 tahun 2004 yang
dimekarkan dari Kecamatan Jeunieb.
- Kecamatan Peusangan
- Kecamatan Peusangan
Selatan
dengan dasar UU No. 42 tahun 2004.
- Kecamatan
Peusangan Siblah Krueng dengan dasar Pembentukan UU No. 46 tahun
2004.
- Kecamatan Makmur
- Kecamatan Samalanga
- Kecamatan Simpang Mamplam dengan dasar UU No.45 tahun 2004 yang
dimekarkan dari kecamatan Samalanga.
B.
Budaya
1. Sejarah
Kabupaten
Bireuen dalam catatan sejarah dikenal sebagai daerah Jeumpa. Dahulu Jeumpa
merupakan sebuah kerajaan kecil di Aceh. Menurut Ibrahim Abduh dalam Ikhtisar
Radja Jeumpa, Kerajaan Jeumpa terletak di Desa Blang Seupeung, Kecamatan
Jeumpa, Kabupaten Bireuen.
Kerajaan-kerjaan
kecil di Aceh tempo dulu termasuk Jeumpa mengalami pasang surut. Apalagi
setelah kehadiran Portugis ke Malaka pada tahun 1511 M yang disusul dengan
kedatangan Belanda. Secara de facto Belanda menguasai Aceh pada tahun 1904,
yaitu ketika Belanda dapat menduduki benteng Kuta Glee di Batee Iliek, di
bagian barat Kabupaten Bireuen. Kemudian dengan Surat Keputusan Vander
Guevernement General Van Nederland Indie tanggal 7 September 1934, Aceh dibagi
menjadi enam Afdeeling (kabupaten) yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen.
Salah satunya adalah Afdeeling Noord Kust van Aceh (Kabupaten Aceh Utara) yang
dibagi dalam tiga Onder Afdeeling (kewedanan).
Kewedanan
dikepalai oleh seorang Countroleur (wedana) yaitu: Onder Afdeeling Bireuen
(kini Kabupaten Bireuen), Onder Afdeeling Lhokseumawe (Kini Kota Lhokseumawe)
dan Onder Afdeeling Lhoksukon (Kini jadi Ibu Kota Aceh Utara). Selain Onder
Afdeeling tersebut, terdapat juga beberapa daerah Ulee Balang (Zelf Bestuur)
yang dapat memerintah sendiri terhadap daerah dan rakyatnya, yaitu Ulee Balang
Keureutoe, Geureugok, Jeumpa dan Peusangan yang diketuai oleh Ampon Chik. Pada
masa pendudukan Jepang istilah Afdeeling diganti dengan Bun, Onder Afdeeling
diganti dengan Gun, Zelf Bestuur disebut Sun. Sedangkan mukim disebut Kun dan
gampong disebut Kumi.
Setelah
Indonesia merdeka pada tahun 1945, Aceh Utara disebut Luhak, yang dikepalai
oleh Kepala Luhak sampai tahun 1949. Kemudian, setelah Belanda mengakui
kedaulatan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar pada 27 Desember 1949,
dibentuklah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan beberapa negara
bagian. Salah satunya adalah Negara Bagian Sumatra Timur, Aceh dan Sumatra
Utara tergabung didalamnya dalam Provinsi Sumatra Utara. Kemudian melalui
Undang-Undang Darurat nomor 7 tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom
setingkat kabupaten di Provinsi Sumatra Utara, maka dibentuklah Daerah Tingkat
II Aceh Utara. Keberadaan Aceh dibawah Provinsi Sumatra Utara menimbulkan rasa
tidak puas masyarakat Aceh. Para tokoh Aceh menuntut agar Aceh berdiri sendiri
sebagai sebuah provinsi. Hal ini juga yang kemudian memicu terjadinya
pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pada tahun 1953.
Pemberontakan
ini baru padam setelah keluarnya Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia
Nomor 1/Missi/1957 tentang pembentukan Provinsi daerah Istimewa Aceh dan Aceh
Utara sebagai salah satu daerah Tingkat dua, Bireuen masuk dalam wilayah
Kabupaten Aceh Utara. Baru pada tahun 1999 Bireuen menjadi Kabupaten tersendiri
setelah lepas dari Aceh Utara selaku Kabupaten induk, pada 12 Oktober 1999,
melalui Undang Undang Nomor 48 tahun 1999. Kabupaten Bireuen terletak pada
jalur Banda Aceh – Medan yang di apit oleh tiga (3) kabupaten, yaitu Kabupaten
Bener Meriah, Kabupaten Pidiy Jaya dan Kabupaten Aceh Utara yang membuat
Bireuen sebagai daerah transit yang maju. Daerah tingkat dua pecahan Aceh Utara
ini termasuk Wilayah agraris. Sebanyak 52,2 persen wilayah Bireuen adalah
wilayah pertanian. Kondisi itu pula yang membuat 33,05 persen penduduknya
bekerja di sektor agraris. Sisanya tersebar di berbagai lapangan usaha seperti
jasa perdagangan dan industri. Dari lima kegiatan pada lapangan usaha
pertanian, tanaman pangan memberi kontribusi terbesar untuk pendapatan
Kabupaten Bireuen. Produk andalan bidang ini adalah padi dan kedelai dengan
luas tanaman sekitar 29.814 hektar. Sentra produksi padi terdapat di Kecamatan
Samalangan, Peusangan, dan Gandapura. Untuk pengairan sawah, kabupaten ini
memanfaatkan tujuh sungai yang semua bermuara ke Selat Malaka. Salah satunya, irigasi
Pante Lhong, yang memanfaatkan air Krueng Peusangan. Padi dan kedelai merupakan
komoditas utama di kabupaten ini.
Bireuen
juga dikenal sebagai daerah penghasil pisang. Paling banyak terdapat di
Kecamatan Jeumpa. Pisang itu diolah jadi keripik. Karena itu pula Bireuen
dikenal sebagai daerah penghasil keripik pisang. Komoditas khas lainnya adalah
giri matang, sejenis jeruk bali. Buah ini hanya terdapat di Matang
Geulumpangdua. Potensi kelautan juga sangat menjanjikan. Untuk menopang hal itu
di Kecamatan Peudada dibangun Pusat Pendaratan Ikan (PPI). Selain itu ada juga
budi daya udang windu. Sementara untuk pengembangan industri, Pemerintah
Kabupaten Bireuen menggunakan kawasan Gle Geulungku sebagai areal pengembangan.
Untuk kawasan rekreasi, Bireuen menawarkan pesona Krueng Simpo dan Batee Iliek.
Dua sungai yang menyajikan panorama indah. Daerah pecahan Aceh Utara ini juga
dikenal sebagai kota juang. Beragam kisah heroik terekam dalam catatan sejarah.
Benteng pertahanan di Batee Iliek merupakan daerah terakhir yang diserang
Belanda yang menyisakan kisah kepahlawan pejuang Aceh dalam menghadapi Belanda.
Kisah heroik lainnya, ada di kubu syahid lapan di Kecamatan Simpang Mamplam.
Pelintas jalan Medan-Banda Aceh, sering menyinggahi tempat ini untuk ziarah. Di
kuburan itu, delapan syuhada dikuburkan. Mereka wafat pada tahun 1902 saat
melawan pasukan Marsose, Belanda. Kala itu delapan syuhada tersebut berhasil
menewaskan pasukan Marsose yang berjumlah 24 orang. Namun, ketika mereka
mengumpulkan senjata dari tentara Belanda yang tewas itu, mereka diserang oleh
pasukan Belanda lainnya yang datang dari arah Jeunieb. Kedelapan pejuang itu
pun syahid. Mereka adalah : Tgk Panglima Prang Rayeuk Djurong Bindje, Tgk
Muda Lem Mamplam, Tgk Nyak Bale Ishak Blang Mane, Tgk Meureudu Tambue, Tgk
Balee Tambue, Apa Sjech Lantjok Mamplam, Muhammad Sabi Blang Mane, serta Nyak
Ben Matang Salem Blang Teumeuleuk. Makan delapan syuhada ini terletak di
pinggir jalan Medan – Banda Aceh, kawasan Tambue, Kecamatan Simpang Mamplam.
Makam itu dikenal sebagai kubu syuhada lapan.
Bireuen—Julukan
Kota Juang yang ditabalkan untuk Kabupaten Bireuen menarik untuk ditelusuri
asal usulnya. Terlebih masih banyak orang yang tidak mengetahuinya. Bahkan
mereka yang mengaku orang Bireuen sekali pun. Tgk Sarong Sulaiman, seorang
pelaku sejarah dan pejuang yang sekarang berusia 110 tahun, yang berdomisili di
Desa Keude Pucok Aleu Rheng, Peudada Bireuen, saat ditemui Narit di rumahnya,
kelihatan masih sehat dan ingatannya pun masih kuat. Menurut Kepala Badan
Statistik (BPS) Aceh, Syeh Suhaimi kepada Narit, Tgk Sarong merupakan salah
seorang pelaku sejarah yang masih hidup. “Beliau merupakan seorang pejuang
kemerdekaan negara ini, bahkan terlibat langsung dalam masa pergerakan melawan
penjajahan Belanda dulu,” kata Syeh Suheimi saat melakukan sensus penduduk di
Bireuen beberapa bulan lalu. Bireuen itu berasal dari Bahasa Arab yaitu asal
katanya Birrun, artinya kebajikan, dan yang memberikan nama itu juga orang Arab
pada saat Belanda masih berada di Aceh Ditemui di kediamannya beberapa waktu
lalu, Kakek Sarong yang terlihat masih bugar dengan lancar menceritakan sejarah
Aceh pada umumnya dan Bireuen khususnya. Tgk Sarong pernah menjadi komandan
pertempuran Medan Area tahun 1946, yang saat itu diberi gelar Kowera (Komandan
Perang Medan Area). Ayah tiga anak dan sejumlah cucu ini, pernah
ditawarkan menjadi guru ngaji di Arab Saudi, ketika dirinya bersama istri
menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci pada tahun 60-an. Namun, tawaran itu
ditolaknya karena sayang pada sang istri yang harus pulang ke Aceh tanpa
pendamping. “Itu romansa masa lalu. Tapi, di sini (Aceh-red) saya juga menjadi
guru ngaji he he he…,” katanya sambil terkekeh
Menurut
pelaku sejarah yang lancar berbahasa Arab dan Inggis ini, “Bireuen itu berasal
dari Bahasa Arab yaitu asal katanya Birrun, artinya kebajikan, dan yang
memberikan nama itu juga orang Arab pada saat Belanda masih berada di Aceh.
Kala itu, orang Arab yang berada di Aceh mengadakan kenduri di Meuligoe Bupati
sekarang. Saat itu, orang Arab pindahan dari Desa Pante Gajah, Peusangan, lalu
mereka mengadakan kenduri. Kenduri itu merupakan kebajikan saat menjamu pasukan
Belanda. Orang Arab menyebut kenduri itu Birrun. Sejak saat itulah nama Bireuen
mulai dikenal,” kata pria berkulit sawo matang yang mengaku pernah jadi guru
Bahasa Arab di sebuah sekolah di Aceh tempoe doeloe. Dengan penuh semangat, Tgk
Sarong Sulaiman menceritakan, sebelum Bireuen jadi nama Kota Bireuen yang
sekarang ini, dulu namanya Cot Hagu. Setelah peristiwa itulah, nama Cot Hagu
menjadi nama Bireuen. “Jadi Bireuen itu bukan asal katanya dari bi reuweueng
(memberi ruang/ lowong atau celah), tetapi, Birrun itulah asal kata nama Kota
Bireuen sekarang,” kata pria yang mengaku pernah berhasil memukul mundur
pasukan Kolonial Belanda, saat bertempur melawan penjajahan dulu.
Peninggalan Situs Sejarah (Istana Tun Sri Lanang (Rumoh Krueng)
Istana
Tun Sri Lanang atau yang dikenal dengan nama Rumoh Krueng adalah sebuah
bangunan tempat tinggal Tun Sri Lanang tahun 1613-1659. Yang terletak di Mukim
Kuta Blang Kecamatan Samalanga. Istana Tun Sri Lanang terbuat dari kayu
beratap rumbia yang menghadap ke arah selatan dengan denah persegi
panjang yang berukuran 18 x 12,17 meter. Istana ini memilki bentuk atau ciri
khas bangunan tradisional Aceh : berbentuk rumah panggung, mempunyai atap
tampung lima, memunyai dua serambi atau seramoe keue dan seramo likoet yang
berfungsi seramoe keue (serambi depan) untuk tempat bertamu kaum laki-laki dan
seramoe likoet atau serambi belakang untuk tamu-tamu kaum perempuan. Kemudian
pada bagian tengah ada kamar tidur dalam bahasa Aceh disebut Juree. Secara umum
bangunan atau Istana Tun Sri lanang ini didominasi oleh warna putih dengn
pemakaian warna hijau sebagai penegasan bentuk elemen bangunan.
Makam Tun Sri Lanang (Raja pertama samalanga)
Di daerah
Samalanga terdapat makam Tun Sri Lanang, Makam Tun Seri Lanang masih dapat
dijumpai di Desa Meunasah Lueng, Kec. Samalanga, Kabupaten Bireuen. Tidak jauh
dari kawasan makam terdapat masjid dan dayah Kota Blang yang telah menjana
ramai tokoh alim-ulama. Apa yang menarik, bentuk masjid tidak sama dengan
masjid-masjid yang ada di Aceh. Dengan kata lain, sangat kental dengan nuansa
Melayu. Tun Sri Lanang adalah raja pertama kerajaan Samalanga. Sebenarnya dia
seorang Bendahara di Kerajaan Johor. Nama aslinya adalah Tun Muhammad. Dia
diangkat menjadi raja Samalanga pada tahun 1615.
Bireuen,
kota yang dijuluki sebagai kota juang ini, terletak di pesisir Utara Provinsi
Aceh. Bireuen dikenal semasa agresi Belanda pertama dan kedua (1947-1948) dalam
upaya mempertahankan Republik Indonesia (RI) dari penjajah.
Agus
Irwanto, pemerhati budaya dan dosen di STIE Kebangsaan Bireuen, mengungkapkan
bahwa Kota Bireuen dikenal sebagai pusat kemiliteran Aceh. Divisi X Komandemen
Sumatra Langkat dan Tanah Karo di bawah pimpinan Kolonel Hussein Joesoef
berkedudukan di Bireuen (Pendapa Bupati) sekarang. “Bahkan Bireuen pernah
menjadi ibu kota RI ketiga ketika jatuhnya Yogyakarta pada 1948. Sebagai
referensi saya temukan, Presiden Soekarno hijrah dari ibu kota RI kedua, yakni
Yogyakarta ke Bireuen pada 18 Juni 1948. Selama seminggu Bireuen menjadi
wilayahnya (Soekarno) mengendalikan Republik Indonesia dalam keadaan darurat,”
jelas Agus (Kompas, 2013). Julukan Kota Juang Bireuen dikukuhkan kembali
oleh Letjen Purn Bustanil Arifin pada 1987. Acara itu dihadiri sejumlah tokoh,
termasuk gubernur Aceh saat itu, Ibrahim Hasan. Beberapa tokoh pejuang dan alim
ulama pun menjadi saksi pengukuhan kembali tersebut.
Kedatangan Soekarno
Sekilas, tidak ada yang terlalu istimewa di Pendapa Bupati Kabupaten
Bireuen tersebut. Hanya sebuah bangunan semi permanen yang berarsitektur rumah
adat Aceh. Namun siapa sangka, dibalik bangunan tua itu tersimpan sejarah
perjuangan kemerdekaan RI yang tidak boleh dilupakan begitu saja. Malah, di
sana pernah menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno. Kedatangan presiden
pertama Republik Indonesia (RI) itu ke Bireuen memang sangat fenomenal. Waktu
itu, tahun 1948, Belanda melancarkan agresi keduanya terhadap Yogyakarta. Dalam
waktu sekejap ibukota RI kedua itu jatuh dan dikuasai Belanda. Presiden pertama
Soekarno yang ketika itu berdomisili dan mengendalikan pemerintahan di sana pun
harus kalang kabut. Tidak ada pilihan lain, presiden Soekarno terpaksa
mengasingkan diri ke Aceh. Tepatnya di Bireuen, yang relatif aman.
Soekarno hijrah ke Bireuen dengan menumpang pesawat udara Dakota hingga
mendarat di lapangan terbang sipil Cot Gapu pada Juni 1948. Kedatangan
rombongan presiden di sambut Gubernur Militer Aceh, Teungku Daud Beureu’eh,
atau yang akrab disapa Abu Daud Beureueh, Panglima Divisi X, Kolonel Hussein
Joesoef, para perwira militer Divisi X, alim ulama dan para tokoh masyarakat.
Tidak ketinggalan anak-anak Sekolah Rakyat (SR) juga ikut menyambut kedatangan
presiden sekaligus PanglimaTertinggi Militer itu. Malam harinya di lapangan
terbang Cot Gapu diselenggarakan Leising (rapat umum) akbar. Presiden Soekarno
dengan ciri khasnya, berpidato berapi-api, membakar semangat juang rakyat di
Keresidenan Bireuen yang membludak, tepatnya di lapangan terbang Cot Gapu.
Masyarakat Bireuen sangat bangga dan berbahagia sekali dapat bertemu muka dan
mendengar langsung pidato presiden Soekarno tentang agresi Belanda 1947-1948
yang telah menguasai kembali Sumatra Timur (Sumatra Utara) sekarang.
Selama
seminggu Presiden Soekarno berada di Bireuen aktivitas Republik dipusatkan di
Bireuen. Dia menginap dan mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman
Kolonel Hussein Joesoef, Panglima Divisi X Komandemen Sumatra, Langkat dan
tanah Karo, di Kantor Divisi X (Pendopo Bupati Bireuen sekarang). Jelasnya,
dalam keadaan darurat, Bireuen pernah menjadi ibukota RI ketiga, setelah
jatuhnya Yogyakarta ke dalam kekuasaan Belanda. Sayangnya, catatan sejarah ini
tidak pernah tersurat dalam sejarah kemerdekaan RI. Memang diakui atau tidak,
peran dan pengorbanan rakyat Aceh atau Bireuen pada khususnya dalam rangka
mempertahankan kemerdekaan Republik ini tidak boleh dipandang sebelah mata.
Perjalanan sejarah membuktikannya.
- JANGAN
LUPAKAN SEJARAH
“Jangan
Sekali-kali Meninggalkan Sejarah ,” Soekarno (17 Agustus 1966).
Kalimat
yang disampaikan oleh Presiden Soekarno di atas memiliki makna yang sangat
“dalam”. Pesan itu menunjukkan bahwa sejarah adalah bagian penting dari
Republik ini yang senantiasa harus diingat dan dikenang selalu oleh setiap
generasi Indonesia. Setiap Generasi muda bangsa Indonesia mesti mengetahui
bagaimana kemerdekaan bangsa Indonesia diraih. Banyak pengorbanan yang telah
dilakukan oleh pejuang kemerdekaan dahulu. Baik itu pengorbanan harta hingga
nyawa yang harus ditebus untuk menggapai cita-cita kemerdekaan. Kita bangsa
Indonesia tidak seperti Negara-negara tetangga, sebagaimana Malaysia,
Singapura, Filipina, Brunei, yang merdeka dengan “belas kasih” atau “hadiah”
dari pihak asing, tanpa perjuangan yang berarti, seperti yang telah bangsa
Indonesia alami selama diduduki oleh penjajah. Sastrawan sekaligus jurnalis
terkemuka Inggris, George Orwell, menyebutkan bahwa sejarah sangat penting bagi
suatu bangsa. Sebab menurut-nya, untuk menghancurkan suatu generasi, cukup
dengan mengingkari serta menghapuskan pemahaman mereka atas sejarah-nya
sendiri. Inilah bunyi kalimat yang disampaikan oleh George Orwell: “Cara
paling efektif untuk menghancurkan orang banyak adalah dengan mengingkari serta
menghapuskan pemahaman mereka atas sejarahnya sendiri.”
BIREUEN
BENAHI TEMPAT SEJARAH
Dalam rangka menyambut visit year Bireuen 2018, Pemerintah Kabupaten
(Pemkab) Bireuen akan melakukan berbagai pembenahan dan terobosan pada
tempat-tempat bersejarah dan cagar budaya yang bernilai tinggi untuk menarik
kunjungan para wisatawan. “Banyak
objek wisata yang menarik di Bireuen, selain tempat bersejarah, juga ada
kawasan kota santri di Samalanga,” jelas Wakil Bupati Bireuen, Mukhtar Abda.
Asal usul
Julukan Kota Juang
Adapun
mengenai Bireuen dijuluki sebagai Kota Juang, menurut keterangan para orang
tua-tua di Bireuen, Bireuen pernah menjadi ibukota RI yang ketiga selama
seminggu, setelah Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah dalam agresi
Belanda. “Meuligoe Bupati Bireuen yang sekarang ini pernah menjadi tempat
pengasingan presiden Soekarno,” kata almarhum purnawirawan Letnan Yusuf Ahmad
(80), atau yang lebih dikenal dengan panggilan Letnan Yusuf Tank,
yang berdomisili di Desa Juli Keude Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen.
Narit berkunjung ke kediamannya sebelum almarhum dipanggil Yang Maha Kuasa.
Bahkan
katanya, peran dan pengorbanan rakyat Aceh atau Bireuen khususnya, dalam
mempertahankan kemerdekaan Republik ini, begitu besar jasanya. “Perjalanan
sejarah telah membuktikannya. Di zaman Revolusi 1945, kemiliteran Aceh
pernah dipusatkan di Bireuen,” paparnya bersemangat. Saat itu, katanya, dibawah
Divisi X Komandemen Sumatra Langkat dan Tanah Karo dibawah pimpinan Panglima
Kolonel Hussein Joesoef yang berkedudukan di Meuligoe Bupati yang sekarang,
pernah menjadi kantor Divisi X dan rumah kediaman Panglima Kolonel Hussein
Joesoef. “Waktu itu Bireuen dijadikan sebagai pusat perjuangan dalam
menghadapi setiap serangan musuh. Karena itu pula sampai sekarang, Bireuen
mendapat julukan sebagai Kota Juang,” katanya.
Presiden
Soekarno, lanjut Yusuf Tank, juga pernah mengendalikan pemerintahan RI di rumah
kediaman Kolonel Hussein Joesoef, yang bermarkas di Kantor Divisi X di Meuligo
Bupati Bireuen yang sekarang. “Bireuen pernah menjadi ibukota RI ketiga,
setelah jatuhnya Yogyakarta Ibukota RI yang kedua, kembali dikuasai Belanda.
Kebetulan Presiden Soekarno juga berada di sana saat itu,menjadi kalang kabut.
Akhirnya Soekarno memutuskan mengasingkan diri ke Bireuen pada Juni 1948,
dengan pesawat udara khusus Dakota.yang dipiloti Teuku Iskandar. Pesawat itu
turun di lapangan Cot Gapu,” kisahnya sambil menerawang. Saat itu Soekarno
disambut para tokoh Aceh diantaranya, Gubernur Militer Aceh, Teungku Daud
Beureu’eh, Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef, para perwira
militer Divisi X, alim ulama dan para tokoh masyarakat bahkan ratusan pelajar
Sekolah Rakyat (SR) dan malam harinya diselenggarakan leising (rapat umum)
akbar.
Dalam
rapat itu Soekarno yang dikenal singa podium Asia dalam pidatonya membakar
semangat juang rakyat di Keresidenan Bireuen apalagi pada saat itu mengatakan
bahwa Belanda telah menguasai kembali Sumatra Timur (Sumatra Utara). Setelah
itu Kemiliteran Aceh, dari Banda Aceh dipindahkan ke Juli Keude Dua di bawah
Komando Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef dengan membawahi Komandemen
Sumatra, Langkat dan Tanah Karo. “Dipilihnya Bireuen sebagai pusat kemiliteran
Aceh, lantaran Bireuen letaknya sangat strategis dalam mengatur strategi
militer untuk memblokade serangan Belanda di Medan Area yang telah
menguasai Sumatra Timur (sekarang Sumut-red),” kisah Yusuf Tank. Lalu Pasukan
tempur Divisi X Komandemen Sumatra silih berganti dikirim ke Medan Area.
Termasuk diantaranya pasukan tank di bawah pimpinan dirinya, yang memiliki
puluhan unit mobil tank hasil rampasan dari tentara Jepang. Dengan tank-tank
itulah pasukan Divisi X mempertahankan Republik ini di Medan Area dan juga di
zaman Revolusi 1945, Pendidikan Perwira Militer (Vandrecht), pernah
dipusatkan di Juli Keude Dua sekarang ini. “Aceh yang tak pernah mampu dikuasai
Belanda dan Aceh juga adalah daerah modal Indonesia,” katanya penuh emosi.
Setelah
seminggu berada di Bireuen, kemudian Soekarno bersama Gubernur Militer Aceh Abu
Daud Beureueh berangkat ke Kutaradja (Banda Aceh) untuk mengadakan pertemuan
dengan para saudagar Aceh di Hotel Atjeh, di sebelah selatan masjid Raya
Baiturrahman. Dalam pertemuan itu Soekarno ‘merengek’ kepada masyarakat Aceh
untuk menyumbang dua pesawat terbang untuk negara. Siang itu Presiden Soekarno
sempat tidak mau makan sebelum menadapat jawaban dari Tgk Daud Beureu’eh.
Setelah berembug lagi para saudagar Aceh lalu diputuskan bersedia menyumbang
dua pesawat terbang sebagaimana diminta Soekarno, lalu masyarakat Aceh dengan
cepat mengumpulkan uang yang akhirnya mampu dibeli dua peswat yaitu Seulawah I
dan Seulawah II. Dua pesawat itu juga merupakan cikal bakal lahirnya pesawat
Garuda Indonesia Airways dan Radio Rimba Raya di Kawasan Kabupaten Bener
Meriah. Radio Rimba Raya yang mengudara ke seluruh penjuru dunia, dengan
menggunakan beberapa bahasa asing juga merupakan cikal bakal RRI sekarang ini.
“Dan itu juga bagian dari radio perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan
Indonesia,” pungkas mantan pejuang Letnan Yusuf Tank.
2.
SENI DI
KABUPATEN BIREUEN
1.Tari
RABBANI WAHED
Tari Rabbani Wahed adalah
sebuah seni tari sufi yang berasal dari Samalanga, Bireuen, Aceh, Indonesia. Tarian yang mengajarkan tentang tauhid, agama, serta kekompakan
melalui gerakan energik ini diciptakan oleh T. Muhammad Daud Gade.
Tarian Sufi yang dimulai dengan mengikuti syair dari tarian Meugrob dan
memiliki lebih dari 30 gerakan yang diawali dengan melakukan Rateb du'ek
("duduk") dan Ratep deng ("berdiri") ini merupakan
pengembangan dari tarian Meugrob yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu
di Aceh.[1]
Asal-muasal
tari Rabbani Wahed yaitu berasal dari tarian Meugrob (meloncat) dimana tarian
itu, dimainkan pada malam hari raya idul Fitri, yang melantunkan syair-syair
Allah. Namun pada kemudian hari tarian Meugrob berubah menjadi sebuah tarian
untuk menyambut tamu atau pengantin (laki-laki) yang baru menikah dan pulang
ketempat istrinya, biasanya di sebut dengan Peugrob Linto. Tarian ini dimainkan
di mushola-mushola dan dipertunjukkan ke khalayak ramai pada hari besar Islam,
seperti hari raya Idul Fitri, pembagian zakat fitrah, Maulid
Nabi, bulan Ramadhan, acara panen dan hajatan lainnya, yang dibawakan oleh murid-murid
Muhammad Saman.[2]
Kini
tarian hanya dimainkan sebagai warisan budaya, yang dihidupkan kembali oleh
Daud Gade pada tahun 1990, setelah hampir hilang tergerus zaman pada masa
kolonial Belanda dan pascakemerdekaan Indonesia. Saya mempopelerkan kembali
pada tahun 1990 Pada tahun itu, Gubernur Aceh Ibrahim
Hasan mengeluarkan sebuah surat
edaran menyerukan agar kesenian Aceh yang semakin memudar untuk dilestarikan
kembali. Tidak berapa lama kemudian, Dawod Gade langsung merespon surat edaran tersebut.
Kala itu ia adalah seorang kepala desa (keuchik) Sangso, Samalanga. Dia kemudian mengumpulkan beberapa pemuda yang ada di gampongnya. Ditempat itu, ia kemudian mengemukakan ide spontan yang ada dalam
pikirannya. Dalam 14 hari, semua gerakan Rabbani Wahid selesai disusun.
2. TARI
RATOH BRUEK
TA Malik
Budiman tidak bisa dibilang muda, ia tetap berusaha melahirkan karya-karya baru
di bidang seni.
Salah
satu karyanya adalah Tari Ratoh Bruek atau Tari Batok Kelapa. Tarian ini
berkembang di Kabupaten Bireuen dan ikut dipentaskan dalam Festival Seni Budaya
Tradisi Bireuen yang diselenggarakan Dewan Kesenian Bireuen awal November 2018.
Adalah TA Malik Budiman, lahir 1 Maret 1943, menemukan ide penciptaan tari
tersebut berdasarkan tradisi persiapan pesta perkawinan.
"Menjelang
pesta kawin, para perempuan Bireuen menyiapkan segala sesuatunya dengan bergotong royong, seperti memarut
kelapa, menyiapkan bumbu masakan dan sebagainya."Aktivitas itulah yang
saya angkat dalam bentuk tarian," kata TA Malil Budiman dalam percakapan
dengan Serambinews.com, di Bireuen beberapa waktu lalu.
Disebut
Ratoh Bruek, karena salah satu properti tari itu adalah batok kelapa, dimainkan
dalam gerakan-gerakan tertentu. Tarian ini dibawakan oleh 10-15 remaja putri.Awalnya tarian tersebut dimainkan
oleh remaja pria. Diciptakan pada 1992, pertama sekali berkembang di Balai
Pengajian Baitussabri, pimpinan Tgk M Thahir dan TA Malik Budiman. Mereka
membentuk sanggar seni Jeumpa Keubiru, terletak di Desa Juli Mee Teungoh Keude
Trieng, Kemukiman Juli Barat, Kecamatan Juli Bireuen.Sebagaiman tari Aceh umumnya, Ratih Bruek juga memiliki gerak-gerak
dinamis dan diiringi vokal. Membentuk berbagai pola tertentu.
3. RAPA’I
PULOT GERIMPHENG
Rapai
Gerimpheng adalah suatu kesenian yang
menggabungkan antara permainan alat musik rapai
dan kemampuan bersyair.
Rapai merupakan alat musik tradisional yang mirip dengan rebana
namun memiliki ukuran besar. Saat dimainkan, rapai diletakkan di kaki karena
sangat berat untuk diangkat. Penyairan dipimpin oleh syeh dan
dinyanyikan ulang oleh pemain lainnya. Diperlukan 12 orang untuk memainkan alat
musik ini. 8 orang yang disebut aneuk pulot berfungsi sebagai penabuh
dan penari, 3 orang sebagai pengiring dan satu orang sebagai penyair yang
disebut syahi atau syeh. Rapai gerimpheng merupakan
keselarasan antara tabuhan musik rapai dengan gerakan tarian yang penuh energi.
Rapai gerimpheng memiliki beberapa babakan.
Babak pertama diawali dengan mengangkat tangan serentak kepada penonton sebagai
tanda memberi salam yang disebut saleum aneuk syahi. Babak kedua dan
ketiga adalah saleum rakan yang diiringi oleh cakrum (saman).
Babak keempat berupa tabuhan rapai diiringi gerakkan serentak yang dinamis dan
heroik yang dinamakan tingkah. Babak kelima adalah bersyair yang isinya tentang
amanat sesuai dengan acara yang digelar. Babak keenam atau terakhir disebut.
5. Tari
top padee
Berbagai tarian
kemasan tim kesenian seni dan budaya ‘Sanggar Meuligoe’ Kabupaten Bireuen,
khususnya tarian Top Padee (Tumbuk Padi) tampil sebagai duta Kesenian Aceh,
pada Minggu – Rabu (17-20/9/2017) di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.
Kepala Bidang Kebudayaan, Disdikpora Bireuen, Mustafa Amin, mengatakan, tarian
Top Padee telah dipersiapkan Sanggar Meuligoe. Sanggar ini dipimpin oleh isteri
Bupati Bireuen, Hj Fauziah Daud.
“Sebelumnya, ibu Hj Fauziah Daud meminta para pengurus sanggar mempersiapkan
tarian khas yang merupakan tarian binaan Sanggar Meuligo dan Disdikpora Bireuen
untuk tampil di TMII,” kata Mustafa kepada SpiritNews, Senin (18/9/2017).
Dikatakan, tarian Top Padee ini dapat mengundang reaksi penonton, saat
menyaksikan tarian khas Aceh tersebut.
“Penonton tampak ceria dan mengapresiasi, bahkan mereka sangat antusias dan
memukau dengan penampilan dara-dara Bireuen yang kreatif dan agresif,”
jelasnya.
Menurutnya, tarian Top Padee ini merupakan kreasi baru dengan kemasan tarian
khas Aceh yang telah dikembangkan hingga budaya nasional. Sehingga perlu
ditampilkan dalam festival di TMII Jakarta menuju “Bireuen Visit Year 2018
C. Wisata
Kabupaten Bireuen
1. air terjun ceuraceu
Tebing
batu yang ada di air terjun ini cukup tinggi dan mempesona. Ditambah dengan
gemericik air dari sungai yang mengalir. Tentu akan menambah nilai eksotis yang
sangat menggoda. Mandi di kolam air terjun juga dapat membuat tubuh terasa
lebih segar.
Sayangnya, tempat yang
indah ini banyak sampah dan kurang terawat. Mungkin karena jarakanya yang hanya
8 Km saja dari pusat kota membuat sampah ini tidak terkontrol. Para pengunjung
yang datang juga tidak mengindahkan kebersihan sehingga semua menjadi tidak
peduli. Apabila ada pengurus aktif dan pengunjung juga sadar akan kebersihan
tentu akan tercipta lingkungan yang bersih.
Lokasi:
SamaGadeng Kec. Pandrah, Kab. Bireuen.
2. Pantai Peuneulet Baroh
Salah
satu wisata pantai paling indah di Kota Bireuen ini memiliki pesona alam yang
sangat luar biasa. Sebuah pantai dengan pesona air yang jernih, pasir putih
yang menghampar luas dan daun hijau yang melambai. Bak surga dunia yang banyak
dicari oleh semua orang di dunia.
Pada
bagian bibir pantai sebagian dibangun sebuah pembatas sehingga pengunjung bisa
menyelupkan ujung kaki sambil duduk santai di tepi pantai. Terutama saat pasang
datang karena air bisa sampai di atas. Nuansa yang hadir sungguh sangat luar
biasa. Sayangnya, pantai yang indah ini cukup jauh dari arah kota yakni sekitar
38 Km.
Lokasi:
Desa Peuneulet Baroh, Kec. Simpang Mamplam, Kab. Bireuen.
3. Pemandian Batee Iliek
Destinasi
wisata yang satu ini sebenarnya sebuah sungai yang cukup besar dengan debit air
yang cukup bersahabat. Meski hanya berupa sebuah sungai saja, namun penataan
dan fasilitas cukup modern. Ada tempat parkir yang luas, toilet, ruang ganti
dan beragam kuliner ada di wisata pemandian ini. Tentu saja fasilitas dan
layanan sesuai dengan harga yang Anda keluarkan.
Banyak
pengunjung yang memanfaatkan wisata pemandian untuk melakukan aktivitas seru
dan menyenangkan seperti bermain air atau berenang. Sebagian lagi memilih untuk
duduk santai sambil berfoto atau merekam video.
Lokasi: Desa Krueng Simpo, Kec. Juli, Kab. Bireuen.
4. Pantai Jangka
Berikutnya
Pantai Jangka yang memiliki fasilitas berupa tempat duduk dan payung teduh.
Sebagai sebuah pantai yang ditata secara modern, fasilitas di tempat ini cukup
baik. Meski pasir yang ada di pantai ini agak coklat namun panorama alam dan
gemuruh ombaknya tetap manis.
Biasanya
pengunjung memilih untuk duduk santai sambil menikmati ombak dan sejuknya
angin. Tiket masuk hanya Rp. 5.000,- saja. Harga ini cukup murah dan sangat
standar untuk wisata pantai di Daerah Aceh.
Lokasi: Jangka Mesjid, Kec. Jangka, Kab. Bireuen.
5. Rumah Tengku di Awe Geutah
Menurut
sejarah, rumah ini merupakan peninggalan salah seorang ulama besar di daerah
Bireun yang bernama Tengku Chik Abdurrahim. Rumah tua ini diperkirakan memiliki
usia sekitar 500 tahun tepatnya pada abad ke 13. Dengan usia bangunan yang
sangat tua, tentu saja rumah ini memiliki cerita sejarah yang sangat luar
biasa. Banyak benda unik dan menarik yang ada di rumah ini.
Lokasi: Desa Awe Geutah, Kec. Peusangan Siblah Krueng, Kab. Bireun.
6. Air Terjun Piramida
Berikutnya ada
sebuah air terjun dengan bentuk mirip piramida. Namun bentuk ini bukan untuk
aliran airnya, melainkan tebing batu yang berupa segitiga. Adanya abrasi dan
kondisi alam secara tidak langsung membuat tebing batu ini menjadi sebuah
segitiga. Mungkin inilah yang disebut dengan keajaiban alam. Sebuah pemandangan
langka yang tidak bisa Anda dapatkan saat berada di tempat lain.
Lokasi:
Alue, Kec. Samalanga Kab. Bireuen.
7. Cot Panglima
Destinasi
wisata ini berupa puncak bukit dari Panglima. Pengunjung yang datang ke lokasi
ini sering dijadikan rute trekking mini bagi mereka para pemula. Karena rute di
bukit ini cukup mudah dan bisa ditempuh hanya dalam waktu 2 jam saja. Meski
jaraknya agak jauh dari pusat kota namun view di bukit ini sangat indah.
Cocok
bagi mereka yang ingin mencari tempat lembut dan damai. Jauh dari keramain kota
seperti Jakarta. Anda tidak akan menemukan jalan macet dan suara klakson. Yang
ada hanya suara burung liar dan udara yang sejuk semilir.
Lokasi: Suka Tani, Kec. Juli, Kab. Bireuen.
8. Wisata Air Krueng
Meski namanya
agak sama namun destinasi wisata yang satu ini hanya berupa aliran sungai
jernih dengan view indah dan memesona. Banyak pemandangan hijau yang akan
memanjakan mata. Ditambah dengan deretan batu kali yang tersusun dengan alami
membuat pesona sungai ini semakin memukau. Meski belum banyak yang tahu akan
destinasi satu ini namun beberapa pengunjung sudah mulai upload di media sosial
sehingga lambat laun menjadi wisata yang cukup populer.
Lokasi: Krueng Simpo, Kec. Juli,
Kab. Bireuen.
9. Pantai Reuleung Manyan
Sebuah pantai indah dengan
view yang sangat eksotis ini menjadi incaran para pengunjung karena ciri khas
berupa lapisan tebing batu. Batuan yang ada di pantai ini cukup unik karena
memiliki lapisan warna tertentu. Tentu saja tiap lapisan warna tersebut
memiliki makna dan usia berbeda sehingga para pelajar banyak yang datang untuk
meneliti. Biasanya para pelajar yang sedang kerja di lapangan akan meneliti
lapisan batu ini.
Bagi pengunjung yang ingin
duduk santai sambil menikmati senja di Pantai Reuleung Manyang, tentu akan
menjadi moment tersendiri yang sangat berharga.
Lokasi: Reuleung Manyang, Kec. Pandrah, Kab. Bireuen.
10.Makam syahid lapan
Makam para Teungku Delapan atau yang lebih
dikenal di Aceh dengan nama 'Kubu Teungku Di Lapan/ Kubu Syahid Lapan' telah di
pugar dan terletak di tepi jalan raya Medan-Banda Aceh, tepatnya di Desa
Tambue, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireun, Provinsi Aceh. Provinsi
Aceh yang kental dengan nuansa Islam, memang cocok untuk destinasi wisata
religi di Bulan Ramadan. Di Kabupaten Bireun, Aceh ada makam Syahid Lapan, 8
ulama sekaligus pejuang yang melawan penjajah Belanda.Makam dan musala ini
terletak di Desa Tambue, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireun, Aceh.
Wisatawan bisa salat di musala Makam Syahid,
makam Ulama besar Aceh, sambil mengenang perlawanan Aceh terhadap Belanda pada
tahun 1902. 8 Ulama pejuang itu adalah Teungku Pahlawan Prang Rayeuk Djurong
Binjei, Teungku Muda Lem Mamplam, Teungku Nyak Bale Ishak Blang Mane, Teungku
Meureudue Tambeu, Teungku Bale Tambeu, Tgk Apa Sjech Laot Jok Mamplam, Teungku
Muhammad Sabi Blang Mane dan Teungku Nyak Ben Matang Salem Blang Teumuleh.
D.
Permainan Di Kabupaten
Bireuen
1.Geulayang
Tunang
Geulayang Tunang terdiri atas dua kata,
yaitu geulayang yang berarti layang-layang dan tunang berarti
pertandingan. Dari namanya jelas mempertegas bahwa geulayang tunang merupakan
pertandingan layang-layang atau adu layang yang diselenggarakan pada waktu tertentu.
Permainan ini sangat digemari masyarakat di berbagai daerah di Aceh. Mengenai
nama permainan jenis ini, ada pula yang menyebutnya adu geulayang.
Kedua istilah yang disebutkan terakhir memiliki maksud dan arti yang sama.Pada
zaman dahulu, permainan ini diselenggarakan sebagai pengisi waktu setelah
masyarakat suatu tempat panen padi. Sebagai pengisi waktu, permainan ini sangat
bersifat rekreatif.
1.
Simbang
Anak-anak perempuan bermain simbang. Alat
permaianan berupa batu-batu kecil sebesar jempol. Cara bermainnya sangat
sederhana, tapi butuh kecepatan tangan. Saat batu dilempar ke udara, tumpukan
batu yang lain di lantai harus bisa diambil dengan satu gerakan, dan harus
menangkap batu yang dilempar dengan tangan yang sama.
2.
Pet-pet
Permainan ini cukup sederhana yaitu dengan
dua orang atau lebih dengan satu orang yang bertugas menjaga pong dan yang lain
bersembunyi kemudian pada saat yang sudah ditentukan yang jaga pong akan keluar
untuk mencari yang lain biasanya permainan ini dimainkan dimalam hari.
3.
Bruk catoe
Permainan juga sangat mudah dimainkan dengan
modal tanah atau papan yang sudah dilubangi kemudian diisi dengan batu atau
kelereng dan dimainkan dengan cara mengisi setiap lubang jika lubang yang diisi
kosong maka pemain mati dan bergantian dengan lawannya.
4.
Meen kendang
Permainan ini biasanya dimainkan oleh yang
sudah ahli pemain dibagi menjadi 2 tim nah pada masing-masing tim biasa terdiri
dariu 5 orang atau lebih kemudian diperlukan galah yg berukuran Panjang dan
pendek galah pendek tancap ke tanah dan dipukul oleh galah Panjang.
5.
Picah pireng
Permainan legend ini biasanyan dimainkan
disekolah sama seperti sebelumnya pemain dibagi menjadi 2 tim dan kemudian
diperlukan bola karet dan pecahan keramik yang disusun kemudian pemain berusaha
menghancurkan susunan keramik jika berhasil pemain harus menghindari serangan
bola dari lawan sambal berusaha menyusun kembali susunan keramik tersebut.
E.
Makanan Di Kabupaten
Bireun
1.Mie Kocok Bireun
Mie Kocok
merupakan Makanan Khas Bireun Aceh yang wajib kamu coba. Salah satu rumah makan
yang menyediakan Mie Kocok adalah Keude Geurugok di Jalan Lintas Medan – Banda
Aceh. Cara membuat Mie Kocok ini pun sangat mudah, yakni Mie
direbus bersama tauge, kemudian mie ditambah dengan kuah kaldu ayam serta
suwiran ayam kampung.
Untuk
kamu yang ingin menikmati lezatnya Mie Kocok di Keude Geurogok yang terletak di
Jalan Lintas Medan- Banda Aceh Kabupaten Bireun, dan kamu hanya merogoh
kocok sekitar Rp 15.000
2. Sate Apaleh Khas Bireun Aceh
Sate
Apalaeh ini juga terletak di Kuede Guerugok Bireun, dan Sate Apelah
ini memiliki cita rasa yang khas karena sate ini menggunakan daging lembu,
serta menggunakan saus kacang untuk bumbu satenya.
Untuk
kamu yang ingin menikmati lezatnya sate lembu di Sate Apelah di Kuede Guerugok,
kamu hanya merogoh kocek sekitar Rp 20.000. Selain mendapat sate lembu, kamu
juga akan mendapat kuah sop tulang sapi yang rasanya sangat nikmat.
3. Bakso Gatok Kutablang
Bakso
Gatok Kutablang merupakan tempat kuliner terkenal di Kutablang Kabupaten
Bireun dan tempat kuliner ini menawakan kuliner bakso dengan tulang sumsum yang
sangat nikmat. Daging yang digunakan oleh Bakso Gato Kutablang adalah
daging lembu, kemudian daging lembu tersebut digiling dan diolah hingga menjadi
bakso.
Bakso
Gatok Kutablang dapat kamu nikmati dengan harga Rp 25.000, dan setelah
itu kamu akan mendapat teh manis yang dapat yang dapat menyegarkan dahaga kamu
setelah makan bakso gatok.
4. Mie Lampak, Makanan Khas Bireun Aceh yang Lezat
Mie Tiaw
Bireun atau yang dikenal dengan Mie Lampak merupakan kuliner khas Bireun yang
wajib kamu coba. Mie Lampak ini mirip dengan Chinese Food Kwetiaw, karena
mienya terbuat dari beras. Toping yang biasa ditambahkan di Mie Lampak
adalah udang, telur, sayur sayuran dan juga tauge.
Dibanderol
dengan harga Rp. 15.000, kamu dapat menikmati lezatnya Mie Lampak khas Bireun
Aceh ini. Selain harganya yang murah dan rasanya yang lezat, letak warung Mie
Lampak juga sangat mudah diakses oleh kendaraan pribadi.
5. Rujak Manis Kutablang
Rujak
Manis Kutablang juga salah satu makanan khas Bireun Aceh yang sangat
terkenal. Rujak khas Bireun yang sangat nikmat karena buah buahan yang
digunakan adalah buah buahan yang dipetik langsung dari pohonnya, dan kemudian
buah buahan yang dipetik dari pohon tersebut ditambah dengan sambal rujak pedas
manis. Jika kamu ingin menikmati lezat nya Rujak Manis Kutablang Khas Kabupaten
Bireun, kamu dapat menemui tokonya di Jalan Kutablang Bireun, dan dengan harga
Rp 10.000, kamu dapat menikmati segarnya Rujak Manis Kutablang.
6. Pulot Hijau
Pulot
Hijau (Ketan Hijau) adalah makanan khas Bireun Aceh yang sangat terkenal,
karena Pulot Hijau disajikan dengan cara dipanggang. Kopi adalah salah
satu teman yang cocok saat kamu menyantap Pulot Hijau.
Untuk
kamu yang ingin menikmati Pulot Hijau khas Kabupaten Bireun yang sangat lezat
ini, kamu dapat berkunjung ke kawasan Geulungku Bireun, dan hanya dengan
membayar Rp 1.000 per potongnya, kamu bisa menyantap Pulot Hijau Khas Kabupaten
Bireun yang nikmat ini.
7.Nagasari
Nagasari sudah identik dengan Bireuen,
ibukota Kabupaten Bireuen. Walau tak jelas siapa yang membawa nagasari untuk
pertama kali ke Kota Juang, kudapan khas Indramayu, Jawa Barat, sudah
diceritakan turun-temurun di kota ini.
Ciri khas nagasari Bireuen adalah dibungkus
dengan daun pisang yang sudah berwarna hijau gelap, dibungkus menyerupai
bungkusan nasi, dalam wujud sangat kecil. Serta nagasarinya berwarna hijau. Di
dalam nagasari ditaruh pisang raja yang sudah matang buah.Bila Anda ke Bireuen,
begitu memasuki kota, penganan ini dijejer di depan kios keripik maupun di toko
kue. Tempat paling lazim adalah di dekat terminal, atau persis di dalam kota,
tempat bus umum berbadan sedang dan kecil sering berhenti menaik- turunkan
penumpang.
8. Keripik Pisang
Keripik pisang produksi Bireuen ini juga
sudah dikenal di luar Aceh bahkan sampai ke Pulau Jawa karena banyak pendatang
ke Kabupaten Bireuen yang membelinya sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ke
daerah masing-masing. Produksi keripik pisang khas Bireuen yang laris manis ini
telah menjadi ikon bagi Bireuen sehingga dijuluki“Kota Keripik” di samping
terkenal dengan julukan “Kota Juang”. Julukan yang terakhir ini muncul, karena
Bireuen pada masa revolusi pernah menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia
selama satu minggu ketika Presiden Soekarno yang sedang berada di Sumatra
mengendalikan pemerintahan dari Bireuen.Banyak warga di Bireuen bahkan luar
Bireuen membeli keripik pisang ini untuk dikirim sebagai oleh-oleh kepada
keluarga dan sahabat-sahabatnya di luar Aceh, bahkan di luar Sumatra. Keripik
pisang Bireuen juga dijadikan oleh-oleh kepada tamu-tamu yang datang ke
Bireuen, baik tamu-tamu pemerintahan maupun kerabat-kerabat dari luar Aceh.
Juga ramai orang luar Aceh yang memesan keripik pisang sebagai camilan kepada
sahabat-sahabatnya yang ada di Bireuen.
F.
Kebiasaan Masyarakat
Bireuen
1.Upacara Troen U Blang
Upacara Troen U Blang atau juga disebut
Kenduri Blang (blang = sawah) merupakan sebuah upacara hajat yang dilakukan
saat memulai musim padi di Bireuen. Upacara tersebut dilakukan dengan tujuan
agar tanaman padi dapat panen dan menghasilkan padi yang berlimpah. Sehingga
dapat menambah penghasilan ekonomi penduduknya.
2.Upacara Tulak Bala
Di dalam kehidupan pastinya akan selalu bala
atau musibah yang sebisa mungkin dapat dihindari oleh manusia. salah satunya
cara yang unik di Aceh untuk menolak bala adalah dengan melakukan Upacara Tulak
Bala atau Tolak Bala. Upacara ini biasanya dilakukan pada bulan Shafar tahun
Hijriyah yang merupakan bulan panas dan biasanya membawa banyak bahaya.
3.Peutron Aneuk
Upacara Peutron Aneuk biasanya akan
dilakukan oleh masyarakat Aceh untuk menyambut kelahiran anak bayi di dunia.
Sedangkan waktu pelasanaan Upacara Peutron Aneuk dilakukan dalam beberapa waktu
seperti hari ke tujuh setelah kelahiran, dan ada juuga pada hari ke 44 dari
usia si bagi. Dalam upacara Peutron lebih banyak menggunakan ritual-ritual yang
simbolik, seperti merentangkan kain di atas kepala bayi dan membelah kelapa di
atas kain. Kemudian kelapa akan diberikan kepada kedua orang tua yang
melambangkan agar terus rukun. Ada juga yang megatakan buah kelapa yang dibelah
bertujuan agar bayi tidak takut dengan suara petir.
4.Samadiyah
Samadiyah merupakan tradisi adat dan budaya
Aceh untuk berdoa secara bersama-sama untuk menghormati orang yang baru
meninggal dunia. Samadiyah biasanya dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam
secara berturut-turut setelah meninggal dunia. Masyarakat sekitar akan datang
ke rumah keluarga untuk menghibur dan berdoa bersama dengan pembacaan zikir dan
surat Yasin. Ada pula di beberap daerah lainnya, samadiyah dilakukan di
Meunasah, atau surau kampung.
G.
Kesehatan
1.
Jeulabah
Budaya pada daerah saya yaitu
tentang sarang laba-laba biasa sarang laba-laba sering kita temukan pada sudut
rumah atau sudut tempat yg jarang kita jangkau pada saat dibersihkan nah
biasanya sarang laba-laba ini dianggap merepotkan oleh sebagian orang tapi di
daerah saya bisa sangat dibutuhkan pada saat-saat tertentu contohnya pada saat
seorang ibu pada saat memasak tangan nya terkena pisau nah untuk menghentikan
pendarahannya biasanya digunakan sarang laba-laba tersebut pada area yang
terluka tadi.
2.
Peh boh
pala
Penggunaan buah pala, buah pala
biasanya hanyaa digunakan pada saat memasak atau lebih dikenal bumbu dapur
namun budaya di daerah saya sering mengguanakan buah pala untuk berbagai
masalah kesehatan contohnya saja pada lebam akibat terkena sesuatu atau pada
saat pusing dan sakit kepala bahkan sebagian orang menggunakan buah pala pada
saat pilaek penggunaannya sendiri terbilang cukup mudah hanya perlu batu atau
permukaan yang kasar kemudian gesekkan buah pala tersebut dengan sedikit
ditambahkan air, nah ketika sudah halus oleskan pada arean tubuh ayng
dibuttuhkan contoh pada orang yang sakit kepala dapat dioles di kepalanya.
3.
Putiek u
teutot
Kebiasaan unik lainnya yang
dilakukan masyarakat bireuen dalam segi kesehatan yaitu memanaskan kelapa yg
masih muda dan berukuran kecil pada arang kemudian dijadikan obat alami untuk
orang yg mengalami masalah ambien nah cara nya sendiri cukup sederhana yaitu
dengan meminta orang tersebut untuk duduk diatas kelapa panas yang sudah
dilapisi kain sampai kelapa tersebut dingin.
4.
Geulaseu
Ada yang unik di Bireuen ketika
seseorang menderita gatal-gatal itu biasanya digunakan daun kelor dan abu dari
kayu bakar penggunaannya cukup mudah yaitu dengan mencampurkan daun kelor
dengan abu tersebut kemudian dioleskan ke seluruh badan yang terdapat
gatal-gatal tersebut.
5.
Ubat
sesak
Nah untuk penderita sesak nafas
adapun cara tradisional di Bireuen yaitu dengan memberika penderita daun pegaga
untuk dimakan.
No comments:
Post a Comment