Friday, 22 October 2021

RAGAM BUDAYA KABUPATEN BIREUEN

 

DAFTAR ISI

 

 

KATA PENGANTAR.............................................................................................................. i    

DAFTAR ISI............................................................................................................................. ii

 

RAGAM BUDAYA DI KABUPATEN BIREUEN............................................................. 1

A.    Demografi....................................................................................................................... 1

B.     Budaya............................................................................................................................ 4

C.     Wisata Kabupaten Bireuen .......................................................................................... 16

D.    Permainan Di Kabupaten Bireuen................................................................................. 22                

E.     Makanan Di Kabupaten Bireun ................................................................................... 23

F.      Kebiasaan Masyarakat Bireuen..................................................................................... 28

 

 

 



RAGAM BUDAYA DI KABUPATEN BIREUEN

 

A.    Demografi

1.      Profil Kabupaten Bireuen

Kabupaten Bireuen adalah salah satu kabupaten di Aceh, Indonesia. Kabupaten ini beribukotakan di Bireuen Kabupaten ini menjadi wilayah otonom sejak 12 Oktober tahun 1999 sebagai hasil pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara. Kabupaten ini terkenal dengan julukan kota juangnya, dan sempat menjadi salah satu basis utama Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Semenjak diberlakukannya darurat militer sejak bulan Mei 2003, situasi di kabupaten ini berangsur-angsur mulai kembali normal setelah perjanjian damai MOU Helsinki.
Kabupaten Bireuen termasuk salah satu kabupaten yang bersejarah bagi bangsa ini karena pernah ditetapkan sebagai ibukota Republik Indonesia kedua pada tanggal 18 Juni 1948 yakni tepat pada saat Agresi Militer Belanda II (1947-1948). Akibatnya, PDRI yang semula menetap di Kota Bukittinggi berpindah lokasi ke Kabupaten Bireuen (a.k.a. Kota Juang). Kabupaten Bireuen juga terkenal di bidang kulinernya diantaranya Mie Kocok Geurugok (Gandapura), Rujak Manis dan Bakso Gatok (Kuta Blang), Sate Matang (Peusangan) Bu Sie Itek dan Nagasari (Kota Juang/Bireuen). Secara geografis Kabupaten Bireuen terletak diantara 04° 54' 00” - 05° 21' 00” LU dan 96° 20' 00” - 97° 21' 00” BT yang merupakan pemekaran dari Kabupaten Aceh Utara pada tanggal 12 Oktober 1999 (berdasarkan Undang-undang No. 48 Tahun 1999). Luas wilayah Kabupaten Bireun adalah 1.796,32 Km² (179.632 Ha), dengan ketinggian 0 - 2.637 mdpl (meter di atas permukaan laut). Terbagi dalam 17 kecamatan, dimana Kecamatan Peudada merupakan kecamatan terluas dengan luas wilayah 312,84 km2 atau sebesar 17,42 persen dari luas Kabupaten Bireuen. Sedangkan kecamatan terkecil adalah Kecamatan Kota Juang dengan luas hanya 16,91 km².

 

2.      Peta dan Lambang Kabupaten Bireuen

             

MOTTO : Gemilang Datang Padamu Bila Tekad Kukuh Berpadu

 

3.      Geografi Kabupaten Bireuen

Kabupaten Bireuen Memiliki Batas Wilayah Sebagai Berikut :

Utara

Selat Malaka

Timur

Kabupaten Aceh Utara

Selatan

Kabupaten Pidie dan Kabupaten Bener Meriah

Barat

Kabupaten Pidie Jaya

 

4.      Pemerintahan Kabupaten Bireuen

Bupati Kabupaten Bireuen

No

Foto

Nama

Awal Menjabat

Akhir Menjabat

Wakil Bupati

Keterangan

.

1

Drs. H. Ramdhani Raden

1999

2002

Pejabat Bupati

2

Drs. H. Mustafa A. Glanggang

2002

2007

Drs. Amiruddin Idris, SE, M.Si

3

Drs. H. Nurdin Abdurrahman, M.Si

2007

2012

Drs. H. Busmadar Ismail

4

H. Ruslan M. Daud

2012

2017

Ir. H. Mukhtar, M.Si

5

H. Saifannur, S.Sos.

22 Mei 2017

19 Januari 2020

Dr. H. Muzakkar A. Gani, SH, M.Si

Dr. H. Muzakkar A. Gani, SH, M.Si

19 Januari 2020

20 Juni 2020

Pelaksana Tugas Bupati

6

Dr. H. Muzakkar A. Gani, SH, M.Si

20 Juni 2020

Petahana

 

Sekretaris Daerah

No

Nama

Awal Menjabat

Akhir Menjabat

Keterangan

Ref.

1

Drs. Hasan Basri Djalil, M.Si

1999

2007

2

Dr. Ir. Nasrullah Muhammad, M.Si, MT

2007

2011

3

Ir. Razuardi, MT

2011

2012

4

Dr. Muzakkar A.Gani, SH, M.Si

2012

2012

Plt.

5

Ir. Zulkifli, Sp

2012

sekarang

 

Kecamatan

Daftar kecamatan dan gampong di Kabupaten Bireuen

Kabupaten Bireuen memiliki 17 kecamatan dan 609 gampong dengan kode pos 24251-24357 (dari total 289 kecamatan dan 6.497 gampong di seluruh Aceh). Pada tahun 2010, jumlah penduduk di wilayah ini adalah 389.024 (dari penduduk seluruh provinsi Aceh yang berjumlah 4.486.570) yang terdiri atas 191.006 pria dan 198.018 wanita (rasio 96,46). Dengan luas daerah 1.796,31 km² (dibanding luas seluruh provinsi Aceh 56.770,81 km²), tingkat kepadatan penduduk di wilayah ini adalah 200 jiwa/km² (dibanding kepadatan provinsi 78 jiwa/km²).[1][4]

Menjelang tahun 2005 terjadi pemekaran kecamatan dari 10 Kecamatan menjadi 17 kecamatan dan pembentukan 17 Kecamatan ini diperbaharui dengan UU No.5 Tahun 2008.

  1. Kecamatan Gandapura
  2. Kecamatan Jangka
  3. Kecamatan Jeunieb
  4. Kecamatan Jeumpa
  5. Kecamatan Juli
  6. Kecamatan Kota Juang dengan dasar UU No.40 tahun 2004.
  7. Kecamatan Kuala dengan dasar UU No.41 tahun 2004.
  8. Kecamatan Kuta Blang dengan dasar Pembentukan UU no.44 tahun 2004.
  9. Kecamatan Pandrah
  10. Kecamatan Peudada
  11. Kecamatan Peulimbang dengan dasar UU No.43 tahun 2004 yang dimekarkan dari Kecamatan Jeunieb.
  12. Kecamatan Peusangan
  13. Kecamatan Peusangan Selatan dengan dasar UU No. 42 tahun 2004.
  14. Kecamatan Peusangan Siblah Krueng dengan dasar Pembentukan UU No. 46 tahun 2004.
  15. Kecamatan Makmur
  16. Kecamatan Samalanga
  17. Kecamatan Simpang Mamplam dengan dasar UU No.45 tahun 2004 yang dimekarkan dari kecamatan Samalanga.

 

B.     Budaya

1.      Sejarah

Kabupaten Bireuen dalam catatan sejarah dikenal sebagai daerah Jeumpa. Dahulu Jeumpa merupakan sebuah kerajaan kecil di Aceh. Menurut Ibrahim Abduh dalam Ikhtisar Radja Jeumpa, Kerajaan Jeumpa terletak di Desa Blang Seupeung, Kecamatan Jeumpa, Kabupaten Bireuen.

Kerajaan-kerjaan kecil di Aceh tempo dulu termasuk Jeumpa mengalami pasang surut. Apalagi setelah kehadiran Portugis ke Malaka pada tahun 1511 M yang disusul dengan kedatangan Belanda. Secara de facto Belanda menguasai Aceh pada tahun 1904, yaitu ketika Belanda dapat menduduki benteng Kuta Glee di Batee Iliek, di bagian barat Kabupaten Bireuen. Kemudian dengan Surat Keputusan Vander Guevernement General Van Nederland Indie tanggal 7 September 1934, Aceh dibagi menjadi enam Afdeeling (kabupaten) yang dipimpin oleh seorang Asisten Residen. Salah satunya adalah Afdeeling Noord Kust van Aceh (Kabupaten Aceh Utara) yang dibagi dalam tiga Onder Afdeeling (kewedanan).

Kewedanan dikepalai oleh seorang Countroleur (wedana) yaitu: Onder Afdeeling Bireuen (kini Kabupaten Bireuen), Onder Afdeeling Lhokseumawe (Kini Kota Lhokseumawe) dan Onder Afdeeling Lhoksukon (Kini jadi Ibu Kota Aceh Utara). Selain Onder Afdeeling tersebut, terdapat juga beberapa daerah Ulee Balang (Zelf Bestuur) yang dapat memerintah sendiri terhadap daerah dan rakyatnya, yaitu Ulee Balang Keureutoe, Geureugok, Jeumpa dan Peusangan yang diketuai oleh Ampon Chik. Pada masa pendudukan Jepang istilah Afdeeling diganti dengan Bun, Onder Afdeeling diganti dengan Gun, Zelf Bestuur disebut Sun. Sedangkan mukim disebut Kun dan gampong disebut Kumi.

Setelah Indonesia merdeka pada tahun 1945, Aceh Utara disebut Luhak, yang dikepalai oleh Kepala Luhak sampai tahun 1949. Kemudian, setelah Belanda mengakui kedaulatan Indonesia melalui Konferensi Meja Bundar pada 27 Desember 1949, dibentuklah Negara Republik Indonesia Serikat (RIS) dengan beberapa negara bagian. Salah satunya adalah Negara Bagian Sumatra Timur, Aceh dan Sumatra Utara tergabung didalamnya dalam Provinsi Sumatra Utara. Kemudian melalui Undang-Undang Darurat nomor 7 tahun 1956 tentang pembentukan daerah otonom setingkat kabupaten di Provinsi Sumatra Utara, maka dibentuklah Daerah Tingkat II Aceh Utara. Keberadaan Aceh dibawah Provinsi Sumatra Utara menimbulkan rasa tidak puas masyarakat Aceh. Para tokoh Aceh menuntut agar Aceh berdiri sendiri sebagai sebuah provinsi. Hal ini juga yang kemudian memicu terjadinya pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII) pada tahun 1953.

Pemberontakan ini baru padam setelah keluarnya Keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia Nomor 1/Missi/1957 tentang pembentukan Provinsi daerah Istimewa Aceh dan Aceh Utara sebagai salah satu daerah Tingkat dua, Bireuen masuk dalam wilayah Kabupaten Aceh Utara. Baru pada tahun 1999 Bireuen menjadi Kabupaten tersendiri setelah lepas dari Aceh Utara selaku Kabupaten induk, pada 12 Oktober 1999, melalui Undang Undang Nomor 48 tahun 1999. Kabupaten Bireuen terletak pada jalur Banda Aceh – Medan yang di apit oleh tiga (3) kabupaten, yaitu Kabupaten Bener Meriah, Kabupaten Pidiy Jaya dan Kabupaten Aceh Utara yang membuat Bireuen sebagai daerah transit yang maju. Daerah tingkat dua pecahan Aceh Utara ini termasuk Wilayah agraris. Sebanyak 52,2 persen wilayah Bireuen adalah wilayah pertanian. Kondisi itu pula yang membuat 33,05 persen penduduknya bekerja di sektor agraris. Sisanya tersebar di berbagai lapangan usaha seperti jasa perdagangan dan industri. Dari lima kegiatan pada lapangan usaha pertanian, tanaman pangan memberi kontribusi terbesar untuk pendapatan Kabupaten Bireuen. Produk andalan bidang ini adalah padi dan kedelai dengan luas tanaman sekitar 29.814 hektar. Sentra produksi padi terdapat di Kecamatan Samalangan, Peusangan, dan Gandapura. Untuk pengairan sawah, kabupaten ini memanfaatkan tujuh sungai yang semua bermuara ke Selat Malaka. Salah satunya, irigasi Pante Lhong, yang memanfaatkan air Krueng Peusangan. Padi dan kedelai merupakan komoditas utama di kabupaten ini.

Bireuen juga dikenal sebagai daerah penghasil pisang. Paling banyak terdapat di Kecamatan Jeumpa. Pisang itu diolah jadi keripik. Karena itu pula Bireuen dikenal sebagai daerah penghasil keripik pisang. Komoditas khas lainnya adalah giri matang, sejenis jeruk bali. Buah ini hanya terdapat di Matang Geulumpangdua. Potensi kelautan juga sangat menjanjikan. Untuk menopang hal itu di Kecamatan Peudada dibangun Pusat Pendaratan Ikan (PPI). Selain itu ada juga budi daya udang windu. Sementara untuk pengembangan industri, Pemerintah Kabupaten Bireuen menggunakan kawasan Gle Geulungku sebagai areal pengembangan. Untuk kawasan rekreasi, Bireuen menawarkan pesona Krueng Simpo dan Batee Iliek. Dua sungai yang menyajikan panorama indah. Daerah pecahan Aceh Utara ini juga dikenal sebagai kota juang. Beragam kisah heroik terekam dalam catatan sejarah. Benteng pertahanan di Batee Iliek merupakan daerah terakhir yang diserang Belanda yang menyisakan kisah kepahlawan pejuang Aceh dalam menghadapi Belanda. Kisah heroik lainnya, ada di kubu syahid lapan di Kecamatan Simpang Mamplam. Pelintas jalan Medan-Banda Aceh, sering menyinggahi tempat ini untuk ziarah. Di kuburan itu, delapan syuhada dikuburkan. Mereka wafat pada tahun 1902 saat melawan pasukan Marsose, Belanda. Kala itu delapan syuhada tersebut berhasil menewaskan pasukan Marsose yang berjumlah 24 orang. Namun, ketika mereka mengumpulkan senjata dari tentara Belanda yang tewas itu, mereka diserang oleh pasukan Belanda lainnya yang datang dari arah Jeunieb. Kedelapan pejuang itu pun syahid. Mereka adalah : Tgk Panglima Prang Rayeuk Djurong Bindje, Tgk Muda Lem Mamplam, Tgk Nyak Bale Ishak Blang Mane, Tgk Meureudu Tambue, Tgk Balee Tambue, Apa Sjech Lantjok Mamplam, Muhammad Sabi Blang Mane, serta Nyak Ben Matang Salem Blang Teumeuleuk. Makan delapan syuhada ini terletak di pinggir jalan Medan – Banda Aceh, kawasan Tambue, Kecamatan Simpang Mamplam. Makam itu dikenal sebagai kubu syuhada lapan.

Bireuen—Julukan Kota Juang yang ditabalkan untuk Kabupaten Bireuen menarik untuk ditelusuri asal usulnya. Terlebih masih banyak orang yang tidak mengetahuinya. Bahkan mereka yang mengaku orang Bireuen sekali pun. Tgk Sarong Sulaiman, seorang pelaku sejarah dan pejuang yang sekarang berusia 110 tahun, yang berdomisili di Desa Keude Pucok Aleu Rheng, Peudada Bireuen, saat ditemui Narit di rumahnya, kelihatan masih sehat dan ingatannya pun masih kuat. Menurut Kepala Badan Statistik (BPS) Aceh, Syeh Suhaimi kepada Narit, Tgk Sarong merupakan salah seorang pelaku sejarah yang masih hidup. “Beliau merupakan seorang pejuang kemerdekaan negara ini, bahkan terlibat langsung dalam masa pergerakan melawan penjajahan Belanda dulu,” kata Syeh Suheimi saat melakukan sensus penduduk di Bireuen beberapa bulan lalu. Bireuen itu berasal dari Bahasa Arab yaitu asal katanya Birrun, artinya kebajikan, dan yang memberikan nama itu juga orang Arab pada saat Belanda masih berada di Aceh Ditemui di kediamannya beberapa waktu lalu, Kakek Sarong yang terlihat masih bugar dengan lancar menceritakan sejarah Aceh pada umumnya dan Bireuen khususnya. Tgk Sarong pernah menjadi komandan pertempuran Medan Area tahun 1946, yang saat itu diberi gelar Kowera (Komandan Perang Medan Area). Ayah tiga anak dan sejumlah cucu ini,  pernah ditawarkan menjadi guru ngaji di Arab Saudi, ketika dirinya bersama istri menunaikan ibadah haji ke Tanah Suci pada tahun 60-an. Namun, tawaran itu ditolaknya karena sayang pada sang istri yang harus pulang ke Aceh tanpa pendamping. “Itu romansa masa lalu. Tapi, di sini (Aceh-red) saya juga menjadi guru ngaji he he he…,” katanya sambil terkekeh

Menurut pelaku sejarah yang lancar berbahasa Arab dan Inggis ini, “Bireuen itu berasal dari Bahasa Arab yaitu asal katanya Birrun, artinya kebajikan, dan yang memberikan nama itu juga orang Arab pada saat Belanda masih berada di Aceh. Kala itu, orang Arab yang berada di Aceh mengadakan kenduri di Meuligoe Bupati sekarang. Saat itu, orang Arab pindahan dari Desa Pante Gajah, Peusangan, lalu mereka mengadakan kenduri. Kenduri itu merupakan kebajikan saat menjamu pasukan Belanda. Orang Arab menyebut kenduri itu Birrun. Sejak saat itulah nama Bireuen mulai dikenal,” kata pria berkulit sawo matang yang mengaku pernah jadi guru Bahasa Arab di sebuah sekolah di Aceh tempoe doeloe. Dengan penuh semangat, Tgk Sarong Sulaiman menceritakan, sebelum Bireuen jadi nama Kota Bireuen yang sekarang ini, dulu namanya Cot Hagu. Setelah peristiwa itulah, nama Cot Hagu menjadi nama Bireuen. “Jadi Bireuen itu bukan asal katanya dari bi reuweueng (memberi ruang/ lowong atau celah), tetapi, Birrun itulah asal kata nama Kota Bireuen sekarang,” kata pria yang mengaku pernah berhasil memukul mundur pasukan Kolonial Belanda, saat bertempur melawan penjajahan dulu.

 

Peninggalan Situs Sejarah (Istana Tun Sri Lanang (Rumoh Krueng)

Istana Tun Sri Lanang atau yang dikenal dengan nama Rumoh Krueng adalah sebuah bangunan tempat tinggal Tun Sri Lanang tahun 1613-1659. Yang terletak di Mukim Kuta Blang Kecamatan Samalanga.  Istana Tun Sri Lanang terbuat dari kayu beratap rumbia yang menghadap ke arah  selatan dengan denah persegi panjang yang berukuran 18 x 12,17 meter. Istana ini memilki bentuk atau ciri khas bangunan tradisional Aceh : berbentuk rumah panggung, mempunyai atap tampung lima, memunyai dua serambi atau seramoe keue dan seramo likoet yang berfungsi seramoe keue (serambi depan) untuk tempat bertamu kaum laki-laki dan seramoe likoet atau serambi belakang untuk tamu-tamu kaum perempuan. Kemudian pada bagian tengah ada kamar tidur dalam bahasa Aceh disebut Juree. Secara umum bangunan atau Istana Tun Sri lanang ini didominasi oleh warna putih dengn pemakaian warna hijau sebagai penegasan bentuk elemen bangunan.

Makam Tun Sri Lanang (Raja pertama samalanga)

Di daerah Samalanga terdapat makam Tun Sri Lanang, Makam Tun Seri Lanang masih dapat dijumpai di Desa Meunasah Lueng, Kec. Samalanga, Kabupaten Bireuen. Tidak jauh dari kawasan makam terdapat masjid dan dayah Kota Blang yang telah menjana ramai tokoh alim-ulama. Apa yang menarik, bentuk masjid tidak sama dengan masjid-masjid yang ada di Aceh. Dengan kata lain, sangat kental dengan nuansa Melayu. Tun Sri Lanang adalah raja pertama kerajaan Samalanga. Sebenarnya dia seorang Bendahara di Kerajaan Johor. Nama aslinya adalah Tun Muhammad. Dia diangkat menjadi raja Samalanga pada tahun 1615.

Bireuen, kota yang dijuluki sebagai kota juang ini, terletak di pesisir Utara Provinsi Aceh. Bireuen dikenal semasa agresi Belanda pertama dan kedua (1947-1948) dalam upaya mempertahankan Republik Indonesia (RI) dari penjajah.

Agus Irwanto, pemerhati budaya dan dosen di STIE Kebangsaan Bireuen, mengungkapkan bahwa Kota Bireuen dikenal sebagai pusat kemiliteran Aceh. Divisi X Komandemen Sumatra Langkat dan Tanah Karo di bawah pimpinan Kolonel Hussein Joesoef berkedudukan di Bireuen (Pendapa Bupati) sekarang. “Bahkan Bireuen pernah menjadi ibu kota RI ketiga ketika jatuhnya Yogyakarta pada 1948. Sebagai referensi saya temukan, Presiden Soekarno hijrah dari ibu kota RI kedua, yakni Yogyakarta ke Bireuen pada 18 Juni 1948. Selama seminggu Bireuen menjadi wilayahnya (Soekarno) mengendalikan Republik Indonesia dalam keadaan darurat,” jelas Agus (Kompas, 2013). Julukan Kota Juang Bireuen dikukuhkan kembali oleh Letjen Purn Bustanil Arifin pada 1987. Acara itu dihadiri sejumlah tokoh, termasuk gubernur Aceh saat itu, Ibrahim Hasan. Beberapa tokoh pejuang dan alim ulama pun menjadi saksi pengukuhan kembali tersebut.

Kedatangan Soekarno

Sekilas, tidak ada yang terlalu istimewa di Pendapa Bupati Kabupaten Bireuen tersebut. Hanya sebuah bangunan semi permanen yang berarsitektur rumah adat Aceh. Namun siapa sangka, dibalik bangunan tua itu tersimpan sejarah perjuangan kemerdekaan RI yang tidak boleh dilupakan begitu saja. Malah, di sana pernah menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno. Kedatangan presiden pertama Republik Indonesia (RI) itu ke Bireuen memang sangat fenomenal. Waktu itu, tahun 1948, Belanda melancarkan agresi keduanya terhadap Yogyakarta. Dalam waktu sekejap ibukota RI kedua itu jatuh dan dikuasai Belanda. Presiden pertama Soekarno yang ketika itu berdomisili dan mengendalikan pemerintahan di sana pun harus kalang kabut. Tidak ada pilihan lain, presiden Soekarno terpaksa mengasingkan diri ke Aceh. Tepatnya di Bireuen, yang relatif aman. Soekarno hijrah ke Bireuen dengan menumpang pesawat udara Dakota hingga mendarat di lapangan terbang sipil Cot Gapu pada Juni 1948. Kedatangan rombongan presiden di sambut Gubernur Militer Aceh, Teungku Daud Beureu’eh, atau yang akrab disapa Abu Daud Beureueh, Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef, para perwira militer Divisi X, alim ulama dan para tokoh masyarakat. Tidak ketinggalan anak-anak Sekolah Rakyat (SR) juga ikut menyambut kedatangan presiden sekaligus PanglimaTertinggi Militer itu. Malam harinya di lapangan terbang Cot Gapu diselenggarakan Leising (rapat umum) akbar. Presiden Soekarno dengan ciri khasnya, berpidato berapi-api, membakar semangat juang rakyat di Keresidenan Bireuen yang membludak, tepatnya di lapangan terbang Cot Gapu. Masyarakat Bireuen sangat bangga dan berbahagia sekali dapat bertemu muka dan mendengar langsung pidato presiden Soekarno tentang agresi Belanda 1947-1948 yang telah menguasai kembali Sumatra Timur (Sumatra Utara) sekarang.

Selama seminggu Presiden Soekarno berada di Bireuen aktivitas Republik dipusatkan di Bireuen. Dia menginap dan mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman Kolonel Hussein Joesoef, Panglima Divisi X Komandemen Sumatra, Langkat dan tanah Karo, di Kantor Divisi X (Pendopo Bupati Bireuen sekarang). Jelasnya, dalam keadaan darurat, Bireuen pernah menjadi ibukota RI ketiga, setelah jatuhnya Yogyakarta ke dalam kekuasaan Belanda. Sayangnya, catatan sejarah ini tidak pernah tersurat dalam sejarah kemerdekaan RI. Memang diakui atau tidak, peran dan pengorbanan rakyat Aceh atau Bireuen pada khususnya dalam rangka mempertahankan kemerdekaan Republik ini tidak boleh dipandang sebelah mata. Perjalanan sejarah membuktikannya.

- JANGAN LUPAKAN SEJARAH

“Jangan Sekali-kali Meninggalkan Sejarah ,” Soekarno (17 Agustus 1966).

Kalimat yang disampaikan oleh Presiden Soekarno di atas memiliki makna yang sangat “dalam”. Pesan itu menunjukkan bahwa sejarah adalah bagian penting dari Republik ini yang senantiasa harus diingat dan dikenang selalu oleh setiap generasi Indonesia. Setiap Generasi muda bangsa Indonesia mesti mengetahui bagaimana kemerdekaan bangsa Indonesia diraih. Banyak pengorbanan yang telah dilakukan oleh pejuang kemerdekaan dahulu. Baik itu pengorbanan harta hingga nyawa yang harus ditebus untuk menggapai cita-cita kemerdekaan. Kita bangsa Indonesia tidak seperti Negara-negara tetangga, sebagaimana Malaysia, Singapura, Filipina, Brunei, yang merdeka dengan “belas kasih” atau “hadiah” dari pihak asing, tanpa perjuangan yang berarti, seperti yang telah bangsa Indonesia alami selama diduduki oleh penjajah. Sastrawan sekaligus jurnalis terkemuka Inggris, George Orwell, menyebutkan bahwa sejarah sangat penting bagi suatu bangsa. Sebab menurut-nya, untuk menghancurkan suatu generasi, cukup dengan mengingkari serta menghapuskan pemahaman mereka atas sejarah-nya sendiri. Inilah bunyi kalimat yang disampaikan oleh George Orwell: “Cara paling efektif untuk menghancurkan orang banyak adalah dengan mengingkari serta menghapuskan pemahaman mereka atas sejarahnya sendiri.”

BIREUEN BENAHI TEMPAT SEJARAH

Dalam rangka menyambut visit year Bireuen 2018, Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bireuen akan melakukan berbagai pembenahan dan terobosan pada tempat-tempat bersejarah dan cagar budaya yang bernilai tinggi untuk menarik kunjungan para wisatawan. “Banyak objek wisata yang menarik di Bireuen, selain tempat bersejarah, juga ada kawasan kota santri di Samalanga,” jelas Wakil Bupati Bireuen, Mukhtar Abda.

Asal usul Julukan Kota Juang

Adapun mengenai Bireuen dijuluki sebagai Kota Juang, menurut keterangan para orang tua-tua di Bireuen, Bireuen pernah menjadi  ibukota RI yang ketiga selama seminggu,  setelah Yogyakarta jatuh ke tangan penjajah dalam agresi Belanda. “Meuligoe Bupati Bireuen yang sekarang ini pernah menjadi tempat pengasingan presiden Soekarno,” kata almarhum purnawirawan Letnan Yusuf Ahmad (80), atau yang lebih dikenal dengan  panggilan Letnan Yusuf  Tank, yang berdomisili di Desa Juli Keude Dua, Kecamatan Juli, Kabupaten Bireuen. Narit berkunjung ke kediamannya sebelum almarhum dipanggil Yang Maha Kuasa.

Bahkan katanya, peran dan pengorbanan rakyat Aceh atau Bireuen  khususnya, dalam mempertahankan kemerdekaan Republik ini, begitu besar jasanya. “Perjalanan sejarah telah membuktikannya. Di zaman Revolusi  1945, kemiliteran Aceh pernah dipusatkan di Bireuen,” paparnya bersemangat. Saat itu, katanya, dibawah Divisi X Komandemen Sumatra Langkat dan Tanah Karo dibawah pimpinan Panglima Kolonel Hussein Joesoef yang berkedudukan di Meuligoe Bupati yang sekarang, pernah menjadi kantor Divisi X dan rumah kediaman Panglima Kolonel Hussein Joesoef.  “Waktu itu Bireuen dijadikan sebagai pusat perjuangan dalam menghadapi setiap serangan musuh. Karena itu pula sampai sekarang, Bireuen mendapat julukan sebagai Kota Juang,” katanya.

Presiden Soekarno, lanjut Yusuf Tank, juga pernah mengendalikan pemerintahan RI di rumah kediaman Kolonel Hussein Joesoef, yang bermarkas di Kantor Divisi X di Meuligo Bupati Bireuen yang sekarang. “Bireuen pernah  menjadi ibukota RI ketiga, setelah jatuhnya Yogyakarta Ibukota RI yang kedua, kembali dikuasai Belanda. Kebetulan Presiden Soekarno juga berada di sana saat itu,menjadi kalang kabut. Akhirnya  Soekarno memutuskan mengasingkan diri ke Bireuen pada Juni 1948, dengan pesawat udara khusus Dakota.yang dipiloti Teuku Iskandar. Pesawat itu turun di lapangan Cot Gapu,” kisahnya sambil menerawang. Saat itu Soekarno disambut para tokoh Aceh diantaranya, Gubernur Militer Aceh, Teungku Daud Beureu’eh,  Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef, para perwira militer Divisi X, alim ulama dan para tokoh masyarakat bahkan ratusan pelajar Sekolah Rakyat (SR) dan malam harinya diselenggarakan leising (rapat umum) akbar.

Dalam rapat itu Soekarno yang dikenal singa podium Asia dalam pidatonya membakar semangat juang rakyat di Keresidenan Bireuen apalagi pada saat itu mengatakan bahwa Belanda telah menguasai kembali Sumatra Timur (Sumatra Utara). Setelah itu Kemiliteran Aceh, dari Banda Aceh dipindahkan ke Juli Keude Dua di bawah Komando Panglima Divisi X, Kolonel Hussein Joesoef dengan membawahi Komandemen Sumatra, Langkat dan Tanah Karo. “Dipilihnya Bireuen sebagai pusat kemiliteran Aceh, lantaran Bireuen letaknya sangat strategis dalam mengatur strategi militer untuk memblokade serangan Belanda  di Medan Area yang telah menguasai Sumatra Timur (sekarang Sumut-red),” kisah Yusuf Tank. Lalu Pasukan tempur Divisi X Komandemen Sumatra silih berganti dikirim ke Medan Area. Termasuk diantaranya pasukan tank di bawah pimpinan dirinya, yang memiliki puluhan unit mobil tank hasil rampasan dari tentara Jepang. Dengan tank-tank itulah pasukan Divisi X mempertahankan Republik ini di Medan Area dan juga di zaman Revolusi 1945,  Pendidikan Perwira Militer (Vandrecht),  pernah dipusatkan di Juli Keude Dua sekarang ini. “Aceh yang tak pernah mampu dikuasai Belanda dan Aceh juga adalah daerah modal Indonesia,” katanya penuh emosi.

Setelah seminggu berada di Bireuen, kemudian Soekarno bersama Gubernur Militer Aceh Abu Daud Beureueh berangkat ke Kutaradja (Banda Aceh) untuk mengadakan pertemuan dengan para saudagar Aceh di Hotel Atjeh, di sebelah selatan masjid Raya Baiturrahman. Dalam pertemuan itu Soekarno ‘merengek’ kepada masyarakat Aceh untuk menyumbang dua pesawat terbang untuk negara. Siang itu Presiden Soekarno sempat tidak mau makan sebelum menadapat jawaban dari Tgk Daud Beureu’eh. Setelah berembug lagi para saudagar Aceh lalu diputuskan bersedia menyumbang dua pesawat terbang sebagaimana diminta Soekarno, lalu masyarakat Aceh dengan cepat mengumpulkan uang yang akhirnya mampu dibeli dua peswat yaitu Seulawah I dan Seulawah II. Dua pesawat itu juga merupakan cikal bakal lahirnya pesawat Garuda Indonesia Airways dan Radio Rimba Raya di Kawasan Kabupaten Bener Meriah. Radio Rimba Raya yang mengudara ke seluruh penjuru dunia, dengan menggunakan beberapa bahasa asing juga merupakan cikal bakal RRI sekarang ini. “Dan itu juga bagian dari radio perjuangan dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia,” pungkas mantan pejuang Letnan Yusuf Tank.

 

2.      SENI DI KABUPATEN BIREUEN

1.Tari RABBANI WAHED

Tari Rabbani Wahed adalah sebuah seni tari sufi yang berasal dari Samalanga, Bireuen, Aceh, Indonesia. Tarian yang mengajarkan tentang tauhid, agama, serta kekompakan melalui gerakan energik ini diciptakan oleh T. Muhammad Daud Gade. Tarian Sufi yang dimulai dengan mengikuti syair dari tarian Meugrob dan memiliki lebih dari 30 gerakan yang diawali dengan melakukan Rateb du'ek ("duduk") dan Ratep deng ("berdiri") ini merupakan pengembangan dari tarian Meugrob yang sudah ada sejak ratusan tahun yang lalu di Aceh.[1]

Asal-muasal tari Rabbani Wahed yaitu berasal dari tarian Meugrob (meloncat) dimana tarian itu, dimainkan pada malam hari raya idul Fitri, yang melantunkan syair-syair Allah. Namun pada kemudian hari tarian Meugrob berubah menjadi sebuah tarian untuk menyambut tamu atau pengantin (laki-laki) yang baru menikah dan pulang ketempat istrinya, biasanya di sebut dengan Peugrob Linto. Tarian ini dimainkan di mushola-mushola dan dipertunjukkan ke khalayak ramai pada hari besar Islam, seperti hari raya Idul Fitri, pembagian zakat fitrah, Maulid Nabi, bulan Ramadhan, acara panen dan hajatan lainnya, yang dibawakan oleh murid-murid Muhammad Saman.[2]

Kini tarian hanya dimainkan sebagai warisan budaya, yang dihidupkan kembali oleh Daud Gade pada tahun 1990, setelah hampir hilang tergerus zaman pada masa kolonial Belanda dan pascakemerdekaan Indonesia. Saya mempopelerkan kembali pada tahun 1990 Pada tahun itu, Gubernur Aceh Ibrahim Hasan mengeluarkan sebuah surat edaran menyerukan agar kesenian Aceh yang semakin memudar untuk dilestarikan kembali. Tidak berapa lama kemudian, Dawod Gade langsung merespon surat edaran tersebut. Kala itu ia adalah seorang kepala desa (keuchik) Sangso, Samalanga. Dia kemudian mengumpulkan beberapa pemuda yang ada di gampongnya. Ditempat itu, ia kemudian mengemukakan ide spontan yang ada dalam pikirannya. Dalam 14 hari, semua gerakan Rabbani Wahid selesai disusun.

2. TARI RATOH BRUEK

TA Malik Budiman tidak bisa dibilang muda, ia tetap berusaha melahirkan karya-karya baru di bidang seni.

Salah satu karyanya adalah Tari Ratoh Bruek atau Tari Batok Kelapa. Tarian ini berkembang di Kabupaten Bireuen dan ikut dipentaskan dalam Festival Seni Budaya Tradisi Bireuen yang diselenggarakan Dewan Kesenian Bireuen awal November 2018. Adalah TA Malik Budiman, lahir 1 Maret 1943, menemukan ide penciptaan tari tersebut berdasarkan tradisi persiapan pesta perkawinan.

"Menjelang pesta kawin, para perempuan Bireuen menyiapkan segala sesuatunya dengan bergotong royong, seperti memarut kelapa, menyiapkan bumbu masakan dan sebagainya."Aktivitas itulah yang saya angkat dalam bentuk tarian," kata TA Malil Budiman dalam percakapan dengan Serambinews.com, di Bireuen beberapa waktu lalu.

Disebut Ratoh Bruek, karena salah satu properti tari itu adalah batok kelapa, dimainkan dalam gerakan-gerakan tertentu. Tarian ini dibawakan oleh 10-15 remaja putri.Awalnya tarian tersebut dimainkan oleh remaja pria. Diciptakan pada 1992, pertama sekali berkembang di Balai Pengajian Baitussabri, pimpinan Tgk M Thahir dan TA Malik Budiman. Mereka membentuk sanggar seni Jeumpa Keubiru, terletak di Desa Juli Mee Teungoh Keude Trieng, Kemukiman Juli Barat, Kecamatan Juli Bireuen.Sebagaiman tari Aceh umumnya, Ratih Bruek juga memiliki gerak-gerak dinamis dan diiringi vokal. Membentuk berbagai pola tertentu.

3. RAPA’I PULOT GERIMPHENG

Rapai Gerimpheng adalah suatu kesenian yang menggabungkan antara permainan alat musik rapai dan kemampuan bersyair. Rapai merupakan alat musik tradisional yang mirip dengan rebana namun memiliki ukuran besar. Saat dimainkan, rapai diletakkan di kaki karena sangat berat untuk diangkat. Penyairan dipimpin oleh syeh dan dinyanyikan ulang oleh pemain lainnya. Diperlukan 12 orang untuk memainkan alat musik ini. 8 orang yang disebut aneuk pulot berfungsi sebagai penabuh dan penari, 3 orang sebagai pengiring dan satu orang sebagai penyair yang disebut syahi atau syeh. Rapai gerimpheng merupakan keselarasan antara tabuhan musik rapai dengan gerakan tarian yang penuh energi. Rapai gerimpheng memiliki beberapa babakan. Babak pertama diawali dengan mengangkat tangan serentak kepada penonton sebagai tanda memberi salam yang disebut saleum aneuk syahi. Babak kedua dan ketiga adalah saleum rakan yang diiringi oleh cakrum (saman). Babak keempat berupa tabuhan rapai diiringi gerakkan serentak yang dinamis dan heroik yang dinamakan tingkah. Babak kelima adalah bersyair yang isinya tentang amanat sesuai dengan acara yang digelar. Babak keenam atau terakhir disebut.

 

 

 

 

5.      Tari top padee

Berbagai tarian kemasan tim kesenian seni dan budaya ‘Sanggar Meuligoe’ Kabupaten Bireuen, khususnya tarian Top Padee (Tumbuk Padi) tampil sebagai duta Kesenian Aceh, pada Minggu – Rabu (17-20/9/2017) di Taman Mini Indonesia Indah (TMII) Jakarta.
Kepala Bidang Kebudayaan, Disdikpora Bireuen, Mustafa Amin, mengatakan, tarian Top Padee telah dipersiapkan Sanggar Meuligoe. Sanggar ini dipimpin oleh isteri Bupati Bireuen, Hj Fauziah Daud.
“Sebelumnya, ibu Hj Fauziah Daud meminta para pengurus sanggar mempersiapkan tarian khas yang merupakan tarian binaan Sanggar Meuligo dan Disdikpora Bireuen untuk tampil di TMII,” kata Mustafa kepada SpiritNews, Senin (18/9/2017).
Dikatakan, tarian Top Padee ini dapat mengundang reaksi penonton, saat menyaksikan tarian khas Aceh tersebut.
“Penonton tampak ceria dan mengapresiasi, bahkan mereka sangat antusias dan memukau dengan penampilan dara-dara Bireuen yang kreatif dan agresif,” jelasnya.
Menurutnya, tarian Top Padee ini merupakan kreasi baru dengan kemasan tarian khas Aceh yang telah dikembangkan hingga budaya nasional. Sehingga perlu ditampilkan dalam festival di TMII Jakarta menuju “Bireuen Visit Year 2018

 

 

 

 

 

C.    Wisata Kabupaten Bireuen

1. air terjun ceuraceu

Tebing batu yang ada di air terjun ini cukup tinggi dan mempesona. Ditambah dengan gemericik air dari sungai yang mengalir. Tentu akan menambah nilai eksotis yang sangat menggoda. Mandi di kolam air terjun juga dapat membuat tubuh terasa lebih segar.

Sayangnya, tempat yang indah ini banyak sampah dan kurang terawat. Mungkin karena jarakanya yang hanya 8 Km saja dari pusat kota membuat sampah ini tidak terkontrol. Para pengunjung yang datang juga tidak mengindahkan kebersihan sehingga semua menjadi tidak peduli. Apabila ada pengurus aktif dan pengunjung juga sadar akan kebersihan tentu akan tercipta lingkungan yang bersih.

Lokasi: SamaGadeng Kec. Pandrah, Kab. Bireuen.

2. Pantai Peuneulet Baroh

Salah satu wisata pantai paling indah di Kota Bireuen ini memiliki pesona alam yang sangat luar biasa. Sebuah pantai dengan pesona air yang jernih, pasir putih yang menghampar luas dan daun hijau yang melambai. Bak surga dunia yang banyak dicari oleh semua orang di dunia.

Pada bagian bibir pantai sebagian dibangun sebuah pembatas sehingga pengunjung bisa menyelupkan ujung kaki sambil duduk santai di tepi pantai. Terutama saat pasang datang karena air bisa sampai di atas. Nuansa yang hadir sungguh sangat luar biasa. Sayangnya, pantai yang indah ini cukup jauh dari arah kota yakni sekitar 38 Km.

Lokasi: Desa Peuneulet Baroh, Kec. Simpang Mamplam, Kab. Bireuen.

3. Pemandian Batee Iliek

Destinasi wisata yang satu ini sebenarnya sebuah sungai yang cukup besar dengan debit air yang cukup bersahabat. Meski hanya berupa sebuah sungai saja, namun penataan dan fasilitas cukup modern. Ada tempat parkir yang luas, toilet, ruang ganti dan beragam kuliner ada di wisata pemandian ini. Tentu saja fasilitas dan layanan sesuai dengan harga yang Anda keluarkan.

Banyak pengunjung yang memanfaatkan wisata pemandian untuk melakukan aktivitas seru dan menyenangkan seperti bermain air atau berenang. Sebagian lagi memilih untuk duduk santai sambil berfoto atau merekam video.

Lokasi: Desa Krueng Simpo, Kec. Juli, Kab. Bireuen.

 

 

 

 

 

 

 

 

4. Pantai Jangka

Berikutnya Pantai Jangka yang memiliki fasilitas berupa tempat duduk dan payung teduh. Sebagai sebuah pantai yang ditata secara modern, fasilitas di tempat ini cukup baik. Meski pasir yang ada di pantai ini agak coklat namun panorama alam dan gemuruh ombaknya tetap manis.

Biasanya pengunjung memilih untuk duduk santai sambil menikmati ombak dan sejuknya angin. Tiket masuk hanya Rp. 5.000,- saja. Harga ini cukup murah dan sangat standar untuk wisata pantai di Daerah Aceh.

Lokasi: Jangka Mesjid, Kec. Jangka, Kab. Bireuen.

5. Rumah Tengku di Awe Geutah

Menurut sejarah, rumah ini merupakan peninggalan salah seorang ulama besar di daerah Bireun yang bernama Tengku Chik Abdurrahim. Rumah tua ini diperkirakan memiliki usia sekitar 500 tahun tepatnya pada abad ke 13. Dengan usia bangunan yang sangat tua, tentu saja rumah ini memiliki cerita sejarah yang sangat luar biasa. Banyak benda unik dan menarik yang ada di rumah ini.

Lokasi: Desa Awe Geutah, Kec. Peusangan Siblah Krueng, Kab. Bireun.

6. Air Terjun Piramida

 

                               Berikutnya ada sebuah air terjun dengan bentuk mirip piramida. Namun bentuk ini bukan untuk aliran airnya, melainkan tebing batu yang berupa segitiga. Adanya abrasi dan kondisi alam secara tidak langsung membuat tebing batu ini menjadi sebuah segitiga. Mungkin inilah yang disebut dengan keajaiban alam. Sebuah pemandangan langka yang tidak bisa Anda dapatkan saat berada di tempat lain.

Lokasi: Alue, Kec. Samalanga Kab. Bireuen.

 

 

 

 

 

 

 

7. Cot Panglima

Destinasi wisata ini berupa puncak bukit dari Panglima. Pengunjung yang datang ke lokasi ini sering dijadikan rute trekking mini bagi mereka para pemula. Karena rute di bukit ini cukup mudah dan bisa ditempuh hanya dalam waktu 2 jam saja. Meski jaraknya agak jauh dari pusat kota namun view di bukit ini sangat indah.

Cocok bagi mereka yang ingin mencari tempat lembut dan damai. Jauh dari keramain kota seperti Jakarta. Anda tidak akan menemukan jalan macet dan suara klakson. Yang ada hanya suara burung liar dan udara yang sejuk semilir.

Lokasi: Suka Tani, Kec. Juli, Kab. Bireuen.

8. Wisata Air Krueng

Meski namanya agak sama namun destinasi wisata yang satu ini hanya berupa aliran sungai jernih dengan view indah dan memesona. Banyak pemandangan hijau yang akan memanjakan mata. Ditambah dengan deretan batu kali yang tersusun dengan alami membuat pesona sungai ini semakin memukau. Meski belum banyak yang tahu akan destinasi satu ini namun beberapa pengunjung sudah mulai upload di media sosial sehingga lambat laun menjadi wisata yang cukup populer.

Lokasi: Krueng Simpo, Kec. Juli, Kab. Bireuen.

 

9. Pantai Reuleung Manyan

Sebuah pantai indah dengan view yang sangat eksotis ini menjadi incaran para pengunjung karena ciri khas berupa lapisan tebing batu. Batuan yang ada di pantai ini cukup unik karena memiliki lapisan warna tertentu. Tentu saja tiap lapisan warna tersebut memiliki makna dan usia berbeda sehingga para pelajar banyak yang datang untuk meneliti. Biasanya para pelajar yang sedang kerja di lapangan akan meneliti lapisan batu ini.

Bagi pengunjung yang ingin duduk santai sambil menikmati senja di Pantai Reuleung Manyang, tentu akan menjadi moment tersendiri yang sangat berharga.

Lokasi: Reuleung Manyang, Kec. Pandrah, Kab. Bireuen.

10.Makam syahid lapan

Makam para Teungku Delapan atau yang lebih dikenal di Aceh dengan nama 'Kubu Teungku Di Lapan/ Kubu Syahid Lapan' telah di pugar dan terletak di tepi jalan raya Medan-Banda Aceh, tepatnya di Desa Tambue, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireun, Provinsi Aceh. Provinsi Aceh yang kental dengan nuansa Islam, memang cocok untuk destinasi wisata religi di Bulan Ramadan. Di Kabupaten Bireun, Aceh ada makam Syahid Lapan, 8 ulama sekaligus pejuang yang melawan penjajah Belanda.Makam dan musala ini terletak di Desa Tambue, Kecamatan Simpang Mamplam, Kabupaten Bireun, Aceh.

Wisatawan bisa salat di musala Makam Syahid, makam Ulama besar Aceh, sambil mengenang perlawanan Aceh terhadap Belanda pada tahun 1902. 8 Ulama pejuang itu adalah Teungku Pahlawan Prang Rayeuk Djurong Binjei, Teungku Muda Lem Mamplam, Teungku Nyak Bale Ishak Blang Mane, Teungku Meureudue Tambeu, Teungku Bale Tambeu, Tgk Apa Sjech Laot Jok Mamplam, Teungku Muhammad Sabi Blang Mane dan Teungku Nyak Ben Matang Salem Blang Teumuleh.

 

D.    Permainan Di Kabupaten Bireuen

1.Geulayang Tunang

Geulayang Tunang terdiri atas dua kata, yaitu geulayang yang berarti layang-layang dan tunang berarti pertandingan. Dari namanya jelas mempertegas bahwa geulayang tunang merupakan pertandingan layang-layang atau adu layang yang diselenggarakan pada waktu ter­tentu. Permainan ini sangat digemari masyarakat di berbagai daerah di Aceh. Mengenai nama permainan jenis ini, ada pula yang menyebutnya adu geulayang. Kedua istilah yang disebutkan terakhir memiliki maksud dan arti yang sama.Pada zaman dahulu, permainan ini diselenggarakan sebagai pengisi waktu setelah masyarakat suatu tempat panen padi. Sebagai pengisi waktu, permainan ini sangat bersifat rekreatif.

1.      Simbang

Anak-anak perempuan bermain simbang. Alat permaianan berupa batu-batu kecil sebesar jempol. Cara bermainnya sangat sederhana, tapi butuh kecepatan tangan. Saat batu dilempar ke udara, tumpukan batu yang lain di lantai harus bisa diambil dengan satu gerakan, dan harus menangkap batu yang dilempar dengan tangan yang sama.

2.      Pet-pet

Permainan ini cukup sederhana yaitu dengan dua orang atau lebih dengan satu orang yang bertugas menjaga pong dan yang lain bersembunyi kemudian pada saat yang sudah ditentukan yang jaga pong akan keluar untuk mencari yang lain biasanya permainan ini dimainkan dimalam hari.

3.      Bruk catoe

Permainan juga sangat mudah dimainkan dengan modal tanah atau papan yang sudah dilubangi kemudian diisi dengan batu atau kelereng dan dimainkan dengan cara mengisi setiap lubang jika lubang yang diisi kosong maka pemain mati dan bergantian dengan lawannya.

4.      Meen kendang

Permainan ini biasanya dimainkan oleh yang sudah ahli pemain dibagi menjadi 2 tim nah pada masing-masing tim biasa terdiri dariu 5 orang atau lebih kemudian diperlukan galah yg berukuran Panjang dan pendek galah pendek tancap ke tanah dan dipukul oleh galah Panjang.

5.      Picah pireng

Permainan legend ini biasanyan dimainkan disekolah sama seperti sebelumnya pemain dibagi menjadi 2 tim dan kemudian diperlukan bola karet dan pecahan keramik yang disusun kemudian pemain berusaha menghancurkan susunan keramik jika berhasil pemain harus menghindari serangan bola dari lawan sambal berusaha menyusun kembali susunan keramik tersebut.

 

E.     Makanan Di Kabupaten Bireun

1.Mie Kocok Bireun

 

 

Mie Kocok merupakan Makanan Khas Bireun Aceh yang wajib kamu coba. Salah satu rumah makan yang menyediakan Mie Kocok adalah Keude Geurugok di Jalan Lintas Medan – Banda Aceh. Cara membuat Mie Kocok  ini  pun sangat mudah, yakni Mie direbus bersama tauge, kemudian mie ditambah dengan kuah kaldu ayam serta suwiran ayam kampung.

Untuk kamu yang ingin menikmati lezatnya Mie Kocok di Keude Geurogok yang terletak di Jalan Lintas Medan- Banda Aceh Kabupaten Bireun, dan  kamu hanya merogoh kocok sekitar Rp 15.000

2.  Sate Apaleh Khas Bireun Aceh

Sate Apalaeh ini juga terletak di Kuede Guerugok Bireun,  dan  Sate Apelah ini memiliki cita rasa yang khas karena sate ini menggunakan daging lembu, serta menggunakan saus kacang untuk bumbu satenya.

Untuk kamu yang ingin menikmati lezatnya sate lembu di Sate Apelah di Kuede Guerugok, kamu hanya merogoh kocek sekitar Rp 20.000. Selain mendapat sate lembu, kamu juga  akan mendapat kuah sop tulang sapi yang rasanya sangat nikmat.

3. Bakso Gatok Kutablang

Bakso Gatok Kutablang merupakan tempat kuliner  terkenal di Kutablang Kabupaten Bireun dan tempat kuliner ini menawakan kuliner bakso dengan tulang sumsum yang sangat nikmat. Daging yang digunakan  oleh Bakso Gato Kutablang adalah daging lembu, kemudian daging lembu tersebut digiling dan diolah hingga menjadi bakso.

Bakso Gatok Kutablang  dapat kamu nikmati dengan harga Rp 25.000, dan setelah itu kamu akan mendapat teh manis yang dapat yang dapat menyegarkan dahaga kamu setelah makan bakso gatok.

4. Mie Lampak, Makanan Khas Bireun Aceh yang Lezat

Mie Tiaw Bireun atau yang dikenal dengan Mie Lampak merupakan kuliner khas Bireun yang wajib kamu coba. Mie Lampak ini mirip dengan Chinese Food Kwetiaw, karena mienya terbuat dari beras.  Toping yang biasa ditambahkan di Mie Lampak adalah udang, telur, sayur sayuran dan juga tauge.

Dibanderol dengan harga Rp. 15.000, kamu dapat menikmati lezatnya Mie Lampak khas Bireun Aceh ini. Selain harganya yang murah dan rasanya yang lezat, letak warung Mie Lampak juga sangat mudah diakses oleh kendaraan pribadi.

5. Rujak Manis Kutablang 

Rujak Manis Kutablang juga salah satu makanan khas Bireun Aceh yang sangat terkenal.  Rujak khas Bireun yang sangat nikmat karena buah buahan yang digunakan adalah buah buahan yang dipetik langsung dari pohonnya, dan kemudian buah buahan yang dipetik dari pohon tersebut ditambah dengan sambal rujak pedas manis. Jika kamu ingin menikmati lezat nya Rujak Manis Kutablang Khas Kabupaten Bireun, kamu dapat menemui tokonya di Jalan Kutablang Bireun, dan dengan harga Rp 10.000, kamu dapat menikmati segarnya Rujak Manis Kutablang.

6. Pulot Hijau

Pulot Hijau (Ketan Hijau) adalah makanan khas Bireun Aceh yang sangat terkenal, karena Pulot Hijau disajikan dengan cara  dipanggang. Kopi adalah salah satu teman yang cocok saat kamu menyantap Pulot Hijau.

Untuk kamu yang ingin menikmati Pulot Hijau khas Kabupaten Bireun yang sangat lezat ini, kamu dapat berkunjung ke kawasan Geulungku Bireun, dan hanya dengan membayar Rp 1.000 per potongnya, kamu bisa menyantap Pulot Hijau Khas Kabupaten Bireun yang nikmat ini.

7.Nagasari

Nagasari sudah identik dengan Bireuen, ibukota Kabupaten Bireuen. Walau tak jelas siapa yang membawa nagasari untuk pertama kali ke Kota Juang, kudapan khas Indramayu, Jawa Barat, sudah diceritakan turun-temurun di kota ini.

Ciri khas nagasari Bireuen adalah dibungkus dengan daun pisang yang sudah berwarna hijau gelap, dibungkus menyerupai bungkusan nasi, dalam wujud sangat kecil. Serta nagasarinya berwarna hijau. Di dalam nagasari ditaruh pisang raja yang sudah matang buah.Bila Anda ke Bireuen, begitu memasuki kota, penganan ini dijejer di depan kios keripik maupun di toko kue. Tempat paling lazim adalah di dekat terminal, atau persis di dalam kota, tempat bus umum berbadan sedang dan kecil sering berhenti menaik- turunkan penumpang.

8.     Keripik Pisang

Keripik pisang produksi Bireuen ini juga sudah dikenal di luar Aceh bahkan sampai ke Pulau Jawa karena banyak pendatang ke Kabupaten Bireuen yang membelinya sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ke daerah masing-masing. Produksi keripik pisang khas Bireuen yang laris manis ini telah menjadi ikon bagi Bireuen sehingga dijuluki“Kota Keripik” di samping terkenal dengan julukan “Kota Juang”. Julukan yang terakhir ini muncul, karena Bireuen pada masa revolusi pernah menjadi pusat pemerintahan Republik Indonesia selama satu minggu ketika Presiden Soekarno yang sedang berada di Sumatra mengendalikan pemerintahan dari Bireuen.Banyak warga di Bireuen bahkan luar Bireuen membeli keripik pisang ini untuk dikirim sebagai oleh-oleh kepada keluarga dan sahabat-sahabatnya di luar Aceh, bahkan di luar Sumatra. Keripik pisang Bireuen juga dijadikan oleh-oleh kepada tamu-tamu yang datang ke Bireuen, baik tamu-tamu pemerintahan maupun kerabat-kerabat dari luar Aceh. Juga ramai orang luar Aceh yang memesan keripik pisang sebagai camilan kepada sahabat-sahabatnya yang ada di Bireuen.

 

 

 

F.     Kebiasaan Masyarakat Bireuen

1.Upacara Troen U Blang

Upacara Troen U Blang atau juga disebut Kenduri Blang (blang = sawah) merupakan sebuah upacara hajat yang dilakukan saat memulai musim padi di Bireuen. Upacara tersebut dilakukan dengan tujuan agar tanaman padi dapat panen dan menghasilkan padi yang berlimpah. Sehingga dapat menambah penghasilan ekonomi penduduknya.

2.Upacara Tulak Bala

Di dalam kehidupan pastinya akan selalu bala atau musibah yang sebisa mungkin dapat dihindari oleh manusia. salah satunya cara yang unik di Aceh untuk menolak bala adalah dengan melakukan Upacara Tulak Bala atau Tolak Bala. Upacara ini biasanya dilakukan pada bulan Shafar tahun Hijriyah yang merupakan bulan panas dan biasanya membawa banyak bahaya.

3.Peutron Aneuk

Upacara Peutron Aneuk biasanya akan dilakukan oleh masyarakat Aceh untuk menyambut kelahiran anak bayi di dunia. Sedangkan waktu pelasanaan Upacara Peutron Aneuk dilakukan dalam beberapa waktu seperti hari ke tujuh setelah kelahiran, dan ada juuga pada hari ke 44 dari usia si bagi. Dalam upacara Peutron lebih banyak menggunakan ritual-ritual yang simbolik, seperti merentangkan kain di atas kepala bayi dan membelah kelapa di atas kain. Kemudian kelapa akan diberikan kepada kedua orang tua yang melambangkan agar terus rukun. Ada juga yang megatakan buah kelapa yang dibelah bertujuan agar bayi tidak takut dengan suara petir.

4.Samadiyah

Samadiyah merupakan tradisi adat dan budaya Aceh untuk berdoa secara bersama-sama untuk menghormati orang yang baru meninggal dunia. Samadiyah biasanya dilaksanakan selama tujuh hari tujuh malam secara berturut-turut setelah meninggal dunia. Masyarakat sekitar akan datang ke rumah keluarga untuk menghibur dan berdoa bersama dengan pembacaan zikir dan surat Yasin. Ada pula di beberap daerah lainnya, samadiyah dilakukan di Meunasah, atau surau kampung.

 

G.    Kesehatan

1.      Jeulabah

Budaya pada daerah saya yaitu tentang sarang laba-laba biasa sarang laba-laba sering kita temukan pada sudut rumah atau sudut tempat yg jarang kita jangkau pada saat dibersihkan nah biasanya sarang laba-laba ini dianggap merepotkan oleh sebagian orang tapi di daerah saya bisa sangat dibutuhkan pada saat-saat tertentu contohnya pada saat seorang ibu pada saat memasak tangan nya terkena pisau nah untuk menghentikan pendarahannya biasanya digunakan sarang laba-laba tersebut pada area yang terluka tadi.

2.      Peh boh pala

Penggunaan buah pala, buah pala biasanya hanyaa digunakan pada saat memasak atau lebih dikenal bumbu dapur namun budaya di daerah saya sering mengguanakan buah pala untuk berbagai masalah kesehatan contohnya saja pada lebam akibat terkena sesuatu atau pada saat pusing dan sakit kepala bahkan sebagian orang menggunakan buah pala pada saat pilaek penggunaannya sendiri terbilang cukup mudah hanya perlu batu atau permukaan yang kasar kemudian gesekkan buah pala tersebut dengan sedikit ditambahkan air, nah ketika sudah halus oleskan pada arean tubuh ayng dibuttuhkan contoh pada orang yang sakit kepala dapat dioles di kepalanya.

3.      Putiek u teutot

Kebiasaan unik lainnya yang dilakukan masyarakat bireuen dalam segi kesehatan yaitu memanaskan kelapa yg masih muda dan berukuran kecil pada arang kemudian dijadikan obat alami untuk orang yg mengalami masalah ambien nah cara nya sendiri cukup sederhana yaitu dengan meminta orang tersebut untuk duduk diatas kelapa panas yang sudah dilapisi kain sampai kelapa tersebut dingin.

4.      Geulaseu

Ada yang unik di Bireuen ketika seseorang menderita gatal-gatal itu biasanya digunakan daun kelor dan abu dari kayu bakar penggunaannya cukup mudah yaitu dengan mencampurkan daun kelor dengan abu tersebut kemudian dioleskan ke seluruh badan yang terdapat gatal-gatal tersebut.

5.      Ubat sesak

Nah untuk penderita sesak nafas adapun cara tradisional di Bireuen yaitu dengan memberika penderita daun pegaga untuk dimakan.

 

 

 

No comments:

Post a Comment