Friday, 22 October 2021

MAKALAH KOMUNIKASI KEPERAWATAN

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.   Latar Belakang

Komunikasi merupakan proses yang sangat khusus dan berarti dalam hubungan antar manusia. Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi lebih bermakna karena merupakan metoda utama dalam mengimplementasikan proses keperawatan. Pengalaman ilmu untuk menolong sesama memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang besar (Abdalati, 1989).

Untuk itu perawat memerlukan kemampuan khusus dan kepedulian sosial yang mencakup ketrampilan intelektual, tehnical dan interpersonal yang tercermin dalam perilaku “caring” atau kasih sayang / cinta (Johnson, 1989) dalam berkomunikasi dengan orang lain.

Perawat yang memiliki ketrampilan berkomunikasi secara terapeutik tidak saja akan mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan klien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan keperawatan dan meningkatkan citra profesi keperawatan serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting adalah mengamalkan ilmunya untuk memberikan pertolongan terhadap sesama manusia.


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.        HELPING RELATIONSHIP

Menurut Taylor, Lillis, dan LeMone dalam Anjaswarni (2016:16) ,Komunikasi terapeutik dalam konteks hubungan saling membantu (the helping relationship) adalah hubungan saling membantu antara perawat-klien yang berfokus pada hubungan untuk memberikan bantuan yang dilakukan oleh perawat kepada klien yang membutuhkan pencapaian tujuan.

 

B.        JENIS KOMUNIKASI TERAPEUTIK

Menurut Potter dan Perry (1993), Swansburg (1990), Szilagyi (1984), dan Tappen (1995) dalam Purba (2003) ada tiga jenis komunikasi yaitu verbal, tertulis dan non-verbal yang dimanifestasikan secara terapeutik.

 

1.         Komunikasi Verbal

Jenis komunikasi yang paling lazim digunakan dalam pelayanan keperawatan di rumah sakit adalah pertukaran informasi secara verbal terutama pembicaraan dengan tatap muka. Komunikasi verbal biasanya lebih akurat dan tepat waktu. Kata-kata adalah alat atau simbol yang dipakai untuk mengekspresikan ide atau perasaan, membangkitkan respon emosional, atau menguraikan obyek, observasi dan ingatan. Sering juga untuk menyampaikan arti yang tersembunyi, dan menguji minat seseorang. Keuntungan komunikasi verbal dalam tatap muka yaitu memungkinkan tiap individu untuk berespon secara langsung.

 

           Komunikasi Verbal yang efektif harus:

 

1)         Jelas dan ringkas

 

Komunikasi yang efektif harus sederhana, pendek dan langsung. Makin sedikit kata-kata yang digunakan makin kecil keniungkinan teijadinya kerancuan. Kejelasan dapat dicapai dengan berbicara secara lambat dan mengucapkannya dengan jelas. Penggunaan contoh bisa membuat penjelasan lebih mudah untuk dipahami. Ulang bagian yang penting dari pesan yang disampaikan. Penerimaan pesan perlu mengetahui apa, mengapa, bagaimana, kapan, siapa dan dimana. Ringkas, dengan menggunakan kata-kata yang mengekspresikan ide secara sederhana.

 

2)         Perbendaharaan Kata (Mudah dipahami)

Komunikasi tidak akan berhasil, jika pengirim pesan tidak mampu menerjemahkan kata dan ucapan. Banyak istilah teknis yang digunakan dalam keperawatan dan kedokteran, dan jika ini digunakan oleh perawat, klien dapat menjadi bingung dan tidak mampu mengikuti petunjuk atau mempelajari informasi penting. Ucapkan pesan dengan istilah yang dimengerti klien. Daripada mengatakan “Duduk, sementara saya akan mengauskultasi paru paru anda” akan lebih baik jika dikatakan “Duduklah sementara saya mendengarkan paru-paru anda”.

 

3)         Arti denotatif dan konotatif

Arti denotatif memberikan pengertian yang sama terhadap kata yang digunakan, sedangkan arti konotatif merupakan pikiran, perasaan atau ide yang terdapat dalam suatu kata. Kata serius dipahami klien sebagai suatu kondisi mendekati kematian, tetapi perawat akan menggunakan kata kritis untuk menjelaskan keadaan yang mendekati kematian. Ketika berkomunikasi dengan keperawat harus hati-hati memilih kata-kata sehingga tidak mudah untuk disalah tafsirkan, terutama sangat penting ketika menjelaskan tujuan terapi, terapi dan kondisi klien.

 

4)         Selaan dan kesempatan berbicara

Kecepatan dan tempo bicara yang tepat turut menentukan keberhasilan komunikasi verbal. Selaan yang lama dan pengalihan yang cepat pada pokok pembicaraan lain mungkin akan menimbulkan kesan bahwa perawat sedang menyembunyikan sesuatu terhadap klien. Perawat sebaiknya tidak berbicara dengan cepat sehingga kata-kata tidak jelas. Selaan perlu digunakan untuk menekankan pada hal tertentu, memberi waktu kepada pendengar untuk mendengarkan dan memahami arti kata. Selaan yang tepat dapat dilakukan dengan memikirkan apa yang akan dikatakan sebelum mengucapkannya, menyimak isyarat nonverbal dari pendengar yang mungkin menunjukkan. Perawat juga bisa menanyakan kepada pendengar apakah ia berbicara terlalu lambat atau terlalu cepat dan perlu untuk diulang.

 

5)         Waktu dan Relevansi

Waktu yang tepat sangat penting untuk menangkap pesan. Bila klien sedang menangis kesakitan, tidak waktunya untuk menjelaskan resiko operasi. Kendatipun pesan diucapkan secara jelas dan singkat, tetapi waktu tidak tepat dapat menghalangi penerimaan pesan secara akurat. Oleh karena itu, perawat harus peka terhadap ketepatan waktu untuk berkomunikasi. Begitu pula komunikasi verbal akan lebih bermakna jika pesan yang disampaikan berkaitan dengan minat dan kebutuhan klien.

 

6)         Humor

Dugan (1989) dalam Purba (2003) mengatakan bahwa tertawa membantu pengurangi ketegangan dan rasa sakit yang disebabkan oleh stres, dan meningkatkan keberhasilan perawat dalam memberikan dukungan emosional terhadap klien. Sullivan dan Deane (1988) dalam Purba (2006) melaporkan bahwa humor merangsang produksi catecholamines dan hormon yang menimbulkan perasaan sehat, meningkatkan toleransi terhadap rasa sakit, mengurangi ansietas, memfasilitasi relaksasi pernapasan dan menggunakan humor untuk menutupi rasa takut dan tidak enak atau menutupi ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dengan klien.

 

2.         Komunikasi Tertulis

Komunikasi tertulis merupakan salah satu bentuk komunikasi yang sering digunakan dalam bisnis, seperti komunikasi melalui surat menyurat, pembuatan memo, laporan, iklan di surat kabar dan lain- lain.

 

 

         Prinsip-prinsip komunikasi tertulis terdiri dari :

1)         Lengkap

2)         Ringkas

3)         Pertimbangan

4)         Konkrit

5)         Jelas

6)         Sopan

7)         Benar

 

C.        FUNGSI DAN PRINSIP KOMUNIKASI TERAPEUTIK

         Funsi komunikasi terapeutik

Fungsi komunikasi terapeutik adalah untuk mendorong dan menganjurkan kerjasama antar perawat dan pasien melalui hubungan perawat dan pasien. Perawat berusaha mengungkapkan perasaan, mengidentifikasi dan mengkaji masalah serta mengevaluasi tindakan yang dilakukan dalam perawatan. Proses komunikasi yang baik dapat memberikan pengertian tingkah laku pasien dan membantu pasien dalam rangka mengatasi persoalan yang dihadapi pada tahap perawatan. Sedangkan pada preventif kegunaannya adalah mencegah adanya 23 tindakan yang negative terhadap pertahanan diri pasien -(Muslihah dan Fatmawati, 2010:26).

         Prinsip komunikasi terapeutik

komunikasi terdiri dari beberapa,yaitu:

a)         Hubungan perawat dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan;

b)         Keterbukaan, empati, sifat mendukung, sikap positif, dan kesetaraan;

c)         Kualitas hubungan perawat dengan klien ditentukan oleh bagaimana perawat mendefinisikan dirinya sebagai manusia (human);

d)         Perawat menggunakan dirinya dengan teknik pendekatan yang khusus untuk memberi pengertian dan mengubah perilaku klien;

e)         Perawat harus menghargai keunikan klien karena perawat memahami perasaan dan perilaku klien dengan melihat latar belakang;

f)         Komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan;

g)         Trustharus dicapai terlebih dahulu sebelum identifikasi masalah dan alternative problem solving;

h)         Trust adalah kunci dari komunikasi terapeutik.

 

(Nurhasanah (2010))

 

D.        Tujuan komunikasi terapeutik

Adalah Pelaksanaan komunikasi terapeutik bertujuan membantu pasien memperjelas penyakit yang dialami, juga mengurangi beban pikiran dan perasaan untuk dasar tindakan guna mengubah ke dalam situasi yang lebih baik. komunikasi terapeutik diharapkan dapat mengurangi keraguan serta membantu dilakukannya tindakan efektif, memperat interaksi kedua pihak, yakni antara pasien dan perawat secara profesional dan proporsional dalam rangka membantu penyelesaian masalah pasien (Panduan Lab UMP, 2010).

1.         Cara menerapkan sikap empati pada pasien e

2.         Cara implementasi sikap ekspresif pada pasien

3.         Bagaimana kita menerapkan rasa sensitifitas pada pasien

4.         Tujuan meningkatkan koping pasien

 

1.         Menurut (syafina radzi 2017 ) Berikut 5 tips yang bisa membantu perawat menunjukkan empati ke pasien mereka.

1. Berusaha mengenal pasien

Berusaha mengenal pasien bukan berarti perawat hanya memeriksa kondisi medis, tetapi juga memberi efek positif dalam perawatan dan komunikasi dengan pasien. Dengan melakukan ini, perawat bisa lebih mengetahui masalah kesehatan pasien. Ini sebenarnya merupakan dasar perawatan pasien - Ketika perawat menginisiasikan pembicaraan untuk lebih mengenal kebiasaan, kegemaran, apa yang dia suka dan tidak suka, pasien akan merasa lebih nyaman dan dihargai. Perawat juga bisa menunjukkan perasaan tulus untuk lebih mengenal pasien dan membuat catatan mental untuk membantu mereka mengingat detail yang telah pasien ceritakan.

 

2. Menunjukkan antusiasme dan empati

Antusiasme dan empati harus selalu diterapkan dalam perawatan pasien. Agar perawat bisa memahami pasien mereka, penting bagi perawat untuk menunjukkan ketertarikan ke kehidupan pasien  melalui kontak mata, bahasa tubuh, intonasi dan ekspresi wajah. Perawat juga bisa menyetujui masalah dan emosi pasien untuk menunjukkan bahwa mereka memahami pasien, bisa juga dengan menunjukkan empati dalam kata-kata mereka, misalnya menggunakan "Saya mengerti, dan saya yakin kondisi ini membuat Anda frustasi. Mari kita lihat apa yang bisa kita lakukan untuk mengatasinya." Pasien seringkali menggambarkan situasi tertentu secara berbeda ketika mereka mengetahui ada antusiasme dan empati yang ditunjukkan perawat dari kebutuhan dan masalah mereka.

 

3. Tulus ketika berbicara ke pasien

Pasien akan merasa lebih berterimakasih ketika perawat secara tulus menunjukkan rasa iba. Untuk itu, perawat tidak boleh melebih-lebihkan emosi saat melakukan interaksi, karena tentu saja pasien bisa mengetahui bahwa perawat tidak benar-benar tulus menanganinya, dan kemudian bisa menyebabkan pasien merasa tidak nyaman. Selain itu, penting juga bagi perawat untuk mengetahui kebutuhan pasien mereka, dan secara tulus mau memeriksa serta membantu pasien.

 

4. Membagikan pengetahuan dan pengalaman yang berhubungan dengan kondisi pasien

Perawat harus selalu menemukan topik ketika berbicara dengan pasien; topik ini bisa jadi berbasis pengalaman profesional dan personal mereka. Ketika pasien merasa mereka tidak bisa memahami perawat dan sebaliknya, mereka cenderung kehilangan ketertarikan untuk melanjutkan pembicaraan. Dari pengalaman, perawat harus memahami pengalaman yang pernah mereka hadapi. Pembicaraan merupakan kesempatan baik bagi perawat untuk mengedukasi mereka.

 

5. Menahan diri sebelum menghakimi pasien

Perawat perlu menghindari pernyataan yang menghakimi atau diskriminasi mengenai pasien. Karena kondisi ini bisa membuat mereka merasa bersalah dan tidak nyaman sehingga pasien akan menolak berkomunikasi dengan perawat. Penting juga bagi perawat untuk memilih kata-kata mereka secara berhati-hati dan menghindari komentar yang membuat canggung. Kunci utama adalah dengan memprioritaskan rasa iba dan memahami masalah pasien dan menawarkan saran Ketika telah tercapai.

 

Perawat bisa berhasil mengadakan pendekatan ketika mereka menemukan topik utama  untuk melakukan diskusi dan membagikan informasi mengenai hal ini. Bagi pasien, mengetahui apa yang bisa berhubungan dengan perawat mereka bisa membantu mereka merasa lebih terbuka dalam situasi tertentu, saat dimana mereka menolak kooperasi atau komunikasi. Situasi ini juga bisa membuat nyaman karena ada rasa kedekatan tersendiri antara pasien dan perawat.

2.         - mengungkapkan perasaan

-mengungkapkan emosi

- memberikan informasi dalam bentuk selain ferbal

- mencari makna dari perasaan orang lain

-membuat sikap saling mengerti

-mengambarkan sikap dan sifat seseorang

-meningkatkan kreativitas

-memeberikan pengaruh tertentu

(menurut pakar komunikasi)

 

Dengan cara caring yang merupakan perilaku manusia berupa kepedulian fisik, emosi, spiritual dan moral( menurut hater 2016)

 

3.         Sensitifitas adalah peka terhadap rangsangan jadi yang harus dilakukan adalah memposisikan perasaan emosional kita sama seperti pasien paham waktu dan kondisi dan mampu menjadi elemen aplikasi dari hal yang pasien rasakan

 

4.         Koping merupakan suatu proses kognitif dan tingkah laku bertujuan untuk mengurangi perasaan tertekan yang muncul ketika menghadapi situasi stres (Rubbyana, 2012). Mutoharoh, (2010) mendefinisikan coping sebagai upaya untuk mengatur, memenuhi kebutuhan dan mengatasi masalah yang bersifat menantang, mengancam, membahayakan, merugikan, atau menguntungkan seseorang.

 

 Koping adalah mekanisme untuk mengatasi perubahan yang dihadapi atau beban yang diterima tubuh dan beban tersebut menimbulkan respon tubuh yang sifatnya nonspesifik yaitu stres. Apabila mekanisme koping ini berhasil, seseorang akan dapat beradaptasi terhadap perubahan atau beban tersebut (Ahyar, 2010).

Mekanisme koping diartikan sebagai proses atau cara untuk mengelola dan mengolah tekanan psikis (baik secara eksternal maupun internal) yang terdiri atas usaha baik tindakan nyata maupun tindakan dalam bentuk intrapsikis seperti peredaman emosi, pengolahan input dalam kognitif (Hasan & Rufaidah, 2013).

 Mekanisme koping juga didefinisikan sebagai suatu proses tertentu yang disertai dengan suatu usaha dalam rangka merubah domain kognitif dan atau perilaku secara konstan untuk mengatur dan mengendalikan tuntutan dan tekanan eksternal maupun internal yang diprediksi akan dapat membebani dan melampaui kemampuan dan ketahanan individu bersangkutan (Rubbyana, 2012).

 Mekanisme koping melibatkan kemampuan-kemampuan khas manusia seperti pikiran, perasaan, pemrosesan informasi, proses belajar, mengingat dan 2 sebagainya. Strategi koping tujuannya untuk menyesuaikan diri terhadap tuntutan atau tekanan baik dari dalam maupun dari luar (Hasan & Rufaidah, 2013)

Tujuan meningkatkan koping pasien menurut kiliat (1999) membantu pasien untuk beradaptasi menempati stressor, perubahan, atau pengobatan yang menganggu kebutuhan hidup dan peran.

 

Self awareness atau kesadaran diri adalah kemampuan seseorang dalam memahami kesadaran pikiran, perasaan, dan evaluasi diri sehingga dapat mengetahui kekuatan, kelemahan, dorongan, dan nilai yang terjadi pada dirinya dan orang lain. Individu dengan self awareness yang baik bisa membaca situasi sosial, memahami orang lain, dan mengerti harapan orang lain terhadap dirinya sehingga dapat merefleksi diri, mengamati dan menggali pengalaman, termasuk mengendalikan emosi.

Ahli psikologi menyebut istilah lain dari kesadaran diri dengan nama metakognisi dan metamood, yaitu kesadaran orang akan proses berpikir dan kesadaran emosinya sendiri. Proses metakognisi menyebabkan individu dapat mengontrol aktivitas kognitifnya, sehingga dapat mengarahkannya untuk memilih situasi dan strategi yang tepat bagi dirinya di masa yang akan datang.

Self awareness atau kesadaran diri merupakan fondasi hampir semua unsur kecerdasan emosional, langkah awal yang penting untuk memahami diri sendiri dan untuk berubah. Kesadaran diri adalah salah satu ciri yang unik dan mendasar pada manusia, yang membedakan manusia dari makhluk lainnya.

           Menurut Listyowati (2008), self awareness adalah keadaan dimana individu dapat memahami diri sendiri dengan setepat-tepatnya, yaitu kesadaran mengenai pikiran, perasaan, dan evaluasi diri. Individu yang memiliki self-awareness yang baik maka memiliki kemampuan mengontrol diri, yakni mampu membaca situasi sosial dalam memahami orang lain dan mengerti harapan orang lain terhadap dirinya.

           Menurut Koeswara (1987), self awareness adalah sebagai kapasitas yang memungkinkan manusia mampu mengamati dirinya sendiri maupun membedakan dirinya dari dunia (orang lain), serta kapasitas yang memungkinkan manusia mampu menempatkan diri di dalam waktu (masa kini, masa lampau, dan masa depan).

           Menurut Goleman (1996), self awareness adalah kemampuan seseorang untuk mengetahui kekuatan, kelemahan, dorongan, nilai, dan dampaknya pada orang lain serta perhatian terus menerus terhadap batin seseorang, merefleksi diri, pikiran mengamati dan menggali pengalaman, termasuk emosi.

           Menurut Solso dkk (2007), self awareness adalah kesiapan (awareness) terhadap peristiwa yang di lingkungan sekitarnya dan peristiwa kognitif yang terdiri dari memori, pikiran, perasaan dan sensasi fisik.

Aspek-aspek Self Awareness

Menurut Ahmad (2008), kesadaran diri atau self awareness pada individu terdiri dari beberapa aspek, yaitu sebagai berikut:

1.         Konsep diri (self-concept). Konsep diri adalah gambaran yang dimiliki orang tentang dirinya. Konsep diri merupakan gabungan dari keyakinan yang dimiliki individu tentang diri mereka sendiri (karakteristik fisik, psikologis, sosial dan emosional).

2.         Proses menghargai diri sendiri (self-esteem). Harga diri adalah dasar untuk membangun hubungan antar manusia yang positif, proses belajar, kreativitas serta rasa tanggung jawab pribadi. Harga diri merupakan semen yang merekat kepribadian individu menjadi satu struktur yang positif, utuh, dan efektif. Pada tiap tahapan kehidupan individu, harga diri inilah yang menentukan tingkat kemampuan mengolah sumber daya atau potensi yang dibawanya sejak lahir.

3.         Identitas diri individu yang berbeda-beda (mutiple selves). Identitas berbeda atau multiple selves adalah ketika individu melakukan berbagai aktivitas, kepentingan, dan hubungan sosial. Ketika individu tersebut terlibat dalam suatu hubungan inter-personal, maka ia memiliki dua konsep diri. Pertama, persepsi mengenai diri sendiri, dan persepsi tentang orang lain terhadap diri individu itu sendiri. Kedua, identitas berbeda juga dapat dilihat dari bagaimana individu memandang diri ideal-nya. Yaitu saat bagian konsep diri memperlihatkan siapa diri individu yang sebenarnya dan bagian lain memperlihatkan ingin menjadi apa (idealisasi diri). Identitas ini disebut juga dengan kesadaran diri pribadi dan kesadaran diri publik.

Sedangkan menurut Goleman (1996), terdapat tiga aspek dalam kesadaran diri (self awareness) yaitu:

1.         Kemampuan dalam mengenali emosi serta pengaruh dari emosi tersebut. Individu dengan kecakapan ini akan mengetahui makna dari emosi yang mereka rasakan serta mengapa emosi tersebut terjadi, menyadari keterkaitan antara emosi yang dirasakan dengan apa yang dipikirkan, mengetahui pengaruh emosi mereka terhadap kinerja, serta mempunyai kesadaran yang dapat dijadikan pedoman untuk nilai-nilai dan tujuan-tujuan individu.

2.         Kemampuan pengakuan diri yang akurat meliputi pengetahuan akan sumber daya batiniah, kemampuan dan keterbatasan diri. Individu dengan kecakapan ini menyadari kelebihan dan kelemahan dirinya, menyediakan waktu untuk introspeksi diri, belajar dari pengalaman, dapat menerima umpan balik maupun perspektif baru, serta mau terus belajar dan mengembangkan diri. Selain itu individu juga menunjukkan rasa humor serta bersedia memandang diri dari banyak perspektif.

3.         Kemampuan mempercayai diri sendiri dalam arti memiliki kepercayaan diri dan kesadaran yang kuat terkait harga diri serta kemampuan dirinya. Individu dengan kecakapan ini berani untuk menyuarakan keyakinan dirinya sebagai cara untuk mengungkapkan eksistensi atau keberadaan dirinya, berani mengutarakan pandangan yang berbeda atau tidak umum dan bersedia berkorban untuk kebenaran, serta tegas dan mampu membuat keputusan yang tepat walaupun dalam keadaan yang tidak pasti.

Indikator Self Awareness

Menurut Goleman (1996), kesadaran diri atau self awareness pada individu dapat diketahui melalui beberapa indikator, antara lain yaitu sebagai berikut:

1.         Mengenali perasaan dan perilaku diri sendiri. Individu mampu mengenali perasaan apa yang sedang dirasakannya, mengapa perasaan itu muncul, perilaku apa yang dilakukan, serta dampaknya pada orang lain.

2.         Mengenali kelebihan dan kekurangan diri sendiri. Individu mampu mengenali atau mengidentifikasi kelebihan dan kekurangan dirinya.

3.         Mempunyai sikap mandiri. Individu mempunyai sikap mandiri atau tidak bergantung pada orang lain yang menunjukkan adanya dorongan atau motivasi untuk melakukan sesuatu yang didasarkan pada keyakinan akan kemampuan diri sendiri.

4.         Dapat membuat keputusan dengan tepat. Individu mampu membuat atau mengambil keputusan dengan tepat khususnya yang berkenaan dengan perencanaan karier.

5.         Terampil dalam mengungkapkan pikiran, perasaan, pendapat, dan keyakinan. Individu memiliki keberanian dan kesadaran untuk mengungkapkan pikiran, perasaan, pendapat, maupun keyakinan dirinya sendiri yang mencerminkan nilai-nilainya sendiri.

6.         Dapat mengevaluasi diri. Individu mampu memeriksa, menilai atau mengoreksi dirinya, belajar dari pengalaman, serta menerima umpan balik terkait dirinya dari orang lain.

Sedangkan menurut Adams (2008), ciri-ciri individu yang mempunyai self awareness atau kesadaran diri yang baik adalah sebagai berikut:

1.         Memahami diri sendiri. Individu dapat memahami keadaan dirinya, apa yang menjadi keinginannya ke arah yang baik. Misalnya, ia dapat mengambil keputusan terbaik bagi kehidupannya, apa pun yang dilakukannya merupakan gambaran dirinya sendiri, sehingga ia pun dapat bertanggungjawab pada dirinya sendiri.

2.         Menyusun tujuan hidup dan karier dengan tepat. Individu dapat melakukan perencanaan mengenai tujuan hidup dan karier di masa depan sesuai dengan bakat dan minat yang ia miliki.

3.         Membangun relasi dengan orang lain. Individu dapat membangun dan mengembangkan hubungan inter-personal secara lebih baik.

4.         Membangun nilai-nilai keberagamaan. Individu menjadikan agama sebagai salah satu pedoman yang akan menuntun hidupnya lebih bermakna, menyadari tujuan ia diciptakan oleh Yang Maha Kuasa.

5.         Mampu menyeimbangkan antara tuntutan kebutuhan diri dengan kebutuhan komunitas. Individu tidak melulu dikuasai oleh egoisitas pribadi, tetapi juga dapat memahami kepentingan orang lain.

6.         Mengembangkan kontrol diri terhadap stimulus dengan tepat. Individu mampu mengontrol dirinya sendiri terhadap stimulus dengan kesadaran penuh mengenai baik dan buruknya stimulus tersebut terhadap dirinya.

Kerangka Pembentukan Self Awareness

Menurut Schafer (1996), dalam membentuk self awarenes atau kesadaran diri dalam diri seseorang dibutuhkan sebuah kerangka kerja yang terdiri dari lima elemen utama, yaitu sebagai berikut:

1.         Attention (atensi perhatian), adalah pemusatan sumber daya mental ke hal-hal eksternal maupun ienternal. Kita dapat mengarahkan atensi kita ke peristiwa-peristiwa eksteral maupun internal, dan oleh sebab itu, kesadaran pun dapat kita arahkan ke peristiwa eksternal dan internal.

2.         Wakefulness (kesiagaan/kesadaran), adalah kontinum dari tidur hingga terjaga. Kesadaran, sebagai suatau kondisi kesiagaan memiliki komponen arousal. Dalam bagian kerangka kerja awareness ini, kesadaran adalah suatu kondisi mental yang dialami seseorang sepanjang kehidupannya. Kesadaran terdiri berbagai level awareness dan akseptasi yang berbeda, dan kita bisa mengubah kondisi kesadaran kita menggunakan berbagai hal.

3.         Architecture (Arsitektur), adalah lokasi fisik struktur fisiologis dan proses-proses yang berhubungan dengan struktur tersebut yang menyokong kesadaran. Sebuah konsep dari definitif dari kesadaran adalah bahwa kesadaran memiliki sejumlah struktur fisiologis (suatu struktur arsitektural). Diasumsikan bahwa kesadaran berpusat di otak dan dapat di definisikan melalui penyelidikan terhadap korelasi naural kesadaran di otak dan dapat diidentifikasikan melalui penyelidikan terhadap korelasi neural kesadaran.

4.         Recall of knowledge (mengingat pengetahuan), adalah proses pengambilan informasi tentang pribadi yang bersangkutan dengan dunia sekelilingnya.

5.         Self knowledge (pengetahuan diri), adalah pemahaman tentang informasi jati diri pribadi seseorang. Pertama, terdapat pengetahuan fundamental bahwa anda adalah anda.

Tahapan Pembentukan Self Awareness

Menurut Sastrowardoyo (1991), untuk mencapai kesadaran diri yang baik, terdapat beberapa tahapan yang harus dilalui, yaitu:

1.         Tahap ketidaktahuan. Tahap ini terjadi pada seorang bayi yang belum memiliki kesadaran diri, atau disebut juga dengan tahap kepolosan.

2.         Tahap berontak. Tahap ini identik memperlihatkan permusuhan dan pemberontakan untuk memperoleh kebebasan dalam usaha membangun inner strength. Pemberontakan ini adalah wajar sebagai masa transisi yang perlu dialami dalam pertumbuhan, menghentikan ikatan-ikatan lama untuk masuk ke situasi yang baru dengan keterikatan yang baru pula.

3.         Tahap kesadaran normal akan diri. Dalam tahap ini seseorang dapat melihat kesalahan-kesalahannya untuk kemudian membuat dan mengambil tindakan yang bertanggung jawab. Belajar dari pengalaman-pengalaman sadar akan diri disini dimaksudkan satu kepercayaan yang positif terhadap kemampuan diri. Kesadaran diri ini memperluas pengendalian manusia atas hidupnya dan tahu bagaimana harus mengambil keputusan dalam hidupnya.

4.         Tahap kesadaran diri yang kreatif. Dalam tahapan ini seseorang mencapai kesadaran diri yang kreatif mampu melihat kebenaran secara objektif tanpa disimpangkan oleh perasaan-perasaan dan keinginan-keinginan subjektifnya. Tahapan ini bisa diperoleh antara lain melalui aktivitas religius, ilmiah atau dari kegiatan-kegiatan lain di luar kegiatan-kegiatan yang rutin. Melalui tahapan ini seseorang mampu melihat hidupnya dari perspektif yang lebih luas, bisa memperoleh inspirasi-inspirasi dan membuat peta mental yang menunjukkan langkah dan tindakan yang akan diambilnya

1. Pengertian self awareness

Teori self menunjukkan usaha yang sungguh-sungguh untuk menyelidiki gejala-gejala dan membuat konsepsi dari hasil penyilidikan mengenai tingkah laku itu. Jadi, didalam menunjukkan self sebagai proses, itu yang dimaksud tidak lain dari pada nama bagi sekelompok proses.

Sedangkan Awareness adalah kesadaran, keadaan, kesiagaan, kesediaan, atau mengetahui sesuatu kedalam pengenalan atau pemahaman peristiwa- peristiwa lingkungan atau kejadian-kejadian internal. Secara istilah kesadaran mencakup pengertian persepsi, pemikiran atau perasaan, dan ingatan seseorang yang aktif pada saat tertentu. Dalam pengertian ini Awareness (kesadaran) sama artinya dengan mawas diri. Namun seperti apa yang kita lihat, kesadaran juga mencakup persepsi dan pemikiran yang secara samar-samar disadari oleh individu hingga akhirnya perhatian terpusat.

 Oleh sebab itu, ada tingkatan mawas diri Jika digabungkan, Self Awareness (kesadaran diri) adalah wawasan kedalam atau wawasan mengenai alasan-alasan dari tingkah laku sendiri,  pemahaman diri sendiri. Self Awareness pada umumnya dimaknai sebagai kondisi tahu atau sadar pada diri sendiri dalam pengertian yang mempunyai obyek secara relatif tetapi membuka dan menerima penilaian dari kebenaran sifat individu

 Dalam memahami Self Awareness atau kesadaran intrapersonal dalam hubungan interpersonal perawat dituntut mampu menjadi role model, berdasarkan  panggilan jiwa, dan mengerti akan etika dan tanggung jawab sehingga dapat menciptakan kondisi yang dapat mempermudah perkembangan individu untuk aktualsasi diri.

2.Kemampuan Menjadi Model

Perawat merupakan bagian dari tenaga kesehatan yang ada di lingkungan masyarakat. Tidak hanya itu perawat bahkan dapat dijumpai sampai pelosok tanah air. Oleh karena itu perawat hidup ditengah masyarakat haruslah menjadi  panutan/contoh (Role Model) dalam berkehidupan di masyarakat. Karena perawat merupakan publik figure yang ada di tengah masyarakat Indonesia, maka semua  perilaku atau kebiasaan perawat akan menjadi contoh di masyarakat. Terlebih lagi kebiasaan dalam bidang kesehatan, misal perilaku hidup bersih dan sehat, ini akan menjadi sorotan masyarakat. Oleh karena perawat dituntut menjadi Role Model / contoh di tengah masyarakat maka perawat harus terlebih dahulu mengenali diri sendiri sebelum menjadi contoh untuk masyarakat. Maka sebelum menjadi Role Model ada  beberapa hal yang perlu diperhatikan oleh seorang perawat.

Perawat yang mempunyai masalah pribadi, seperti ketergantungan obat, hubungan interpersonal yang terganggu, akan mempengaruhi hubungannya dengan klien (Stuart dan Sundeen, 1987, h.102). Perawat mungkin menolak dan mengatakan ia dapat memisahkan hubungan professional dengan kehidupan  pribadi. Hal ini tidak mungkin pada asuhan kesehatan jiwa karena perawat memakai dirinya secara terapeutik dalam menolong klien. Perawat yang efektif adalah perawat yang dapat memenuhi dan memuaskan kehidupan pribadi serta tidak didominasi oleh konflik, distres atau pengingkaran dan memperlihatkan perkembangan serta adaptasi yang sehat. Perawat diharapkan  bertanggung jawab atas perilakunya, sadar akan kelemahan dan kekurangannya.

 Ciri perawat yang dapat menjadi role model :

1. Puas akan hidupnya

2. Tidak didominasi oleh stress

3. Mampu mengembangkan kemampuan

4. Adaptif

 

3.Panggilan Jiwa (Altruisme)

Perawat harus dapat menjawab, mengapa kamu ingin menolong orang lain? Helper yang baik harus interes dengan orang lain dan siap menolong dengan cara mencintai dari manusia tersebut. Secara benar bahwa seseorang selama hidupnya membutuhkan kepuasan dan penyelesaian dari kerja yang dilakukan. Tujuannya mempertahankan keseimbangan antara kedua kebutuhan tersebut. Altruisme adalah perhatian terhadap kesejahteraan orang lain tanpa memperhatikan diri sendiri. Altruisme lebih menitikkan pada kesejahteraan orang lain. Tidakdiartikan secara altruistik diri juga tidak menampilkan kompensasi yang adekuat dan pengulangan atau pengingkaran secara praktis atau pengorbanan diri. Akhirnya, altruisme juga dapat diasumsikan sebagai bentuk perubahan sosial yang dibuat untuk manusia dalam bentuk kebutuhan akan kesejahteraan. Salah satu tujuannya adalah semua profesional harus dapat membantu orang lain dalam  pemberian pelayanan dan mengembangkan kemampuan sosial. Secara legitimasi diperlukan peran perawat dalam melakukan pekerjaannya untuk mengadakan  perubahan struktur yang besar dan proses perubahan sosial dalam meningkatkan kesehatan individu dan kemampuan dirinya.

4. Etika dan Tanggung Jawab

 Etika adalah peraturan atau norma yang dapat digunakan sebagai acuan  bagi perilaku seseorang yang berkaitan dengan tindakan yang baik dan buruk yang dilakukan oleh seseorang dan merupakan suatu kewajiban dan tanggung  jawab moral. Dari konsep pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu:

a.         Baik dan buruk 

b.         Kewajiban dan tanggung jawab.

Tujuan etika profesi keperawatan adalah mampu:

1.         Mengenal dan mengidentifikasi unsur moral dalam praktik keperawatan.

2.         Membentuk strategi / cara dan menganalisis masalah moral yang terjadi dalam praktik keperawatan.

3.         Menghubungkan prinsip moral / pelajaran yang baik dan dapat dipertanggung jawabkan pada diri sendiri, keluarga, masyarakat, dan kepada Tuhan, sesuai dengan kepercayaannya.

Tanggung jawab menunjukkan kewajiban. Ini mengarah kepada kewajiban yang harus dilakukan untuk menyelesaikan pekerjaan secara professional. Manajer dan para staf harus memahami dengan jelas tentang fungsi tugas yang menjadi tanggung jawab masing-masing perawat serta hasil yang ingin dicapai dan bagaimana mengukur kualitas kinerja stafnya. Perawat yang professional akan bertanggung jawab atas semua bentuk tindakan klinis keperawatan atau kebidanan yang dilakukan dalam lingkup tugasnya.

Keyakinan diri pada seseorang dan masyarakat dapat memberikan berupa kesadaranakan petunjuk untuk melakukan tindakan. Kode untuk perawat umumnya menampilkan penguatan nilai hubungan perawat-klien dan tanggung  jawab dan pemberian pelayanan yang merupakan rujukan untuk semua perawat dalam memberikan penguatan untuk kesejahteraan pasien dan tanggung jawab sosial. Pilihan etik bertanggung jawab dalam menentukan pertanggung jawaban, risiko, komitmen dan keadilan. Hubungan perawat dengan etik adalah kebutuhan akan tanggung jawab untuk merubah perilaku. Dimana harus diketahui batasan dan kekuatan dan kemampuan yang dimiliki. Juga dilakukan oleh anggota tim kesehatan, perawat yang setiap waktu siap untuk menggali pengetahuan dan kemampuan dalam menolong orang lain; sumber-sumber yang digunakan guna dipertanggung jawabkan.

Empat phase hubungan perawat pasien yang berkatian dengan tanggung jawab dan tugas perawat kesehatan terhadap pasien adalah :

1.         Orientasi (orientation), pada phase ini seorang perawat harus mampu menangkap bahwa pasien ingin mencari kesembuhan penyakitnya dan dia mempercayakan dirinya dirawat oleh perawat dengan pengenalan.

2.         Indetifikasi (identification), interaksi perawat – pasien hendaknya berbasis  pada kepercayaan, penerimaan, pengertian, relasi yang saling membantu.

3.         Eksploitasi( exploitation), interrrelasi perawat – pasien, akan menumbuhkan  pengertian pasien terhadap proses system asuhan, sehingga pasien mempunyai keterlibatan aktif yang muncul dari dirinya karena ingin cepat sembuh dari sakitnya. Aspek lain pasien dapat ditimbulkan pengertian, dan kesadaran self –  care, sehingga peran perawat dan pasien dalam proses keperawatan untuk mencapai penyembuhan terjadi dengan baik ( kolaborasi ).

4.         Resolusi( resolution). Harapan, kebutuhan pasien dapat diketahui melalui hubungan kesetaraan perawat – pasien dengan menggunakan komunikasi efektif. Harapan, kebutuhan pasien merupakan data yang menjadi arah tindakan apa yang perlu dilakukan terhadap pasiennya Phase yang keempat ini sering kali disebut dengan phase terminasi.

Dalam melakukan proses komunikasi interpersonal dipengaruhi oleh beberapa hal terhadap isi pesan dan sikap penyampaian pesan antara lain:

1.         Perkembangan Pada prinsipnya dalam berkomunikasi yang perlu diperhatikan adalah siapa yang diajak berkomunikasi. Maka dalam berkomunikasi isi pesan dan sikap menyampaikan pesan harus disesuaikan apakah yang kita ajak bicara adalah anak-anak, remaja, dewasa atau usia lanjut. Pasti akan berbeda dalam  berkomunikasi

2.         Persepsi Persepsi adalah pandangan personal terhadap suatu kejadian. Persepsi dibentuk oleh harapan dan pengalaman. Kadangkala persepsi merupakan suatu hambatan kita dalam berkomunikasi. Karena apa yang kita persepsikan belum tentu sama dengan yang dipersepsikan oleh orang lain.Nilai. Nilai adalah standar yang mempengaruhi perilaku sehingga sangat penting bagi pemberi  pelayanan kesehatan untuk menyadari nilai seseorang.

3.         Latar belakang budaya Gaya berkomunikasi sangat dipengaruhi oleh faktor budaya. Budaya inilah yang akan membatasi cara bertindak dan berkomunikasi.

4.         Emosi Emosi adalah perasaan subjektif tentang suatu peristiwa. Dalam  berkomunikasi kita harus tahu emosi dari orang yang akan kita ajak  berkomunikasi. Karena emosi ini dapat menyebabkan salah tafsir atau pesan tidak sampai.

5.         Pengetahuan Komunikasi akan sulit dilakukan jika orang yang kitan ajak berkomunikasi memiliki tingkat pengetahuan yang berbeda. Untuk itu maka kita harus bisa menempatkan diri sesuai dengan tingkat pengetahuan yang kita ajak bicara

6.         Peran Gaya komunikasi harus di sesuaikan dengan peran yang sedang kita lakukan. Misalnya ketika kita berperan membantu pasien akan berbeda ketika kita  berperan atau berkomunikasi dengan tenaga kesehatan yang lain

7.         Tatanan interaksi Komunikasi interpersonal akan lebih efektif jika dilakukan dalam lingkungan yang menunjang. Kalau tempatnya bising, ruangan sempti, tidak leluasa untuk  berkomunikasi dapat mengakibatkan ketegangan dan tidak nyaman.

 

5.         Eksplorasi perasaan

Eksplorasi adalah tehnik untuk menggali perasaan ,pikiran dan pengalaman klien. Hal ini penting dilakukan karena banyak klien menyimpan rahasia batin, menutup diri atau tidak  mampu mengemukakan pendapatnya. Dengan tehnik ini memungkinkan klien untuk bebas berbicara tanpa rasa takut, tertekan dan terancam.

Eksplorasi bertujuan untuk mencari atau menggali lebih jauh atau lebih dalam masalah yang dialami klien ( Antai-Otong dalam Suriyani, 2005 ) tehnik ini bermamfaat pada tahap kerja untuk mendapatkan gambaran yang detail tentang masalah yang dialami klien.terdapat 3 jenis tehnik eksplorasi yaitu :

1.         Eksplorasi perasaan, yaitu tehnik untuk menggali perasaan klien yang tersimpan. Contoh “Bisakah anda menjelaskan apa perasaan bingung yang dimaksudkan…”

2.         Eksplorasi pikiran, yaitu tehnik untuk menggali ide, pikiran, dan pendapat klien. Contoh : “ saya yakin anda dapat menjelaskan lebih lanjut ide anda tentang sekolah sambil bekerja”

3.         Eksplorasi pengalaman, yaitu keterampilan atau tehnik untuk menggali pengalaman-pengalaman klien. Contoh : “ saya terkesan dengan pengalaman yang anda lalui, namun saya ingin memahami lebih jauh tentang pengalaman tersebut dan pengaruhnya terhadap pendidikan anda”.

EKSPLORASI PERASAAN

Agar perawat dapat berperan efektif dan therapeutic, ia harus menganalisa dirinya melalui eksplorasi perasaan. Seluruh prilaku dan pesan yang disampaikan perawat ( verbal dan non verbal ) hendaknya bertujuan therapeutic untuk klien.dengan mengenal dan menerima diri sendiri, perawat akan mampu mengenal dan menerima keunikan klien.analisa hubungan intim yang therapeutic antara perawat klien perlu dilakukan untuk evaluasi perkembangan huibungan dan menentukan tehnik dan keterampilan yang tepat dalam setiap tahap untuk mengatasi masalah klien dengan prinsip disini dan saat ini ( here and now )

Eksplorasi perasaan yaitu mengkaji atau menggali perasaan-perasaan yang muncul sebelum dan sesudah berinteraksi dengan orang lain , dimana eksplorasi perasaan membantu seseorang untuk mempersiapkan objektif secara komplit dan sikap yang sangat berpengaruh.ini menggambarkan tentang ketidakbenaran. Objektif yang komplit dan sikap yang sangat berpengaruh dijabarkan sebagai seseorang adalah tidak responsif, kesalahan, mudah ditemui, tidak mengenai orang tertentu dimana mutu hubungan therapeutic perawat sangat terbuka, sadar dan kontrol diri, akal, perasaan dimana dapat membantu pasien.

Sebagai perawat, kita perlu terbuka dan sadar terhadap perasaan kita dan mengontrolnya agar kita dapat menggunakan diri kita secara therapeutic. Jika perawat terbuka pada perasaannya maka ia akan mendapatkan dua informasi penting, yaitu bagaimana responnya pada klien dan bagaimana penampilannya pada klien sehingga pada saat berbicara dengan klien, perawat harus menyadari responnya dan mengontrol penampilannya.bagaimana perasaan perawat terhadap proses interaksi berpengaruh terhadap respon dan penampilannya yang pada akhirnya akan berpengaruh terhadap perasaan klien ( Stuart, GW, 1998 )

Seorang perawat yang merasa cemas pada saat interaksi akan tampak pada ekspresi wajah dan prilakunya. Kecemasan perawat ini akan membuat klien merasa tidak nyaman dan karena adanya untuk pemindahan perasaan ( transfer feeling ) mungkin klien juga akan menjadi cemas dan hal ini akan mempengaruhi interaksi secara keseluruhan.

Perasaan perawat merupakan tujuan penting dalam membantu pasien.perasaan merupakan tolak ukur untuk umpan balik dan hubungan dengan orang lain,membantu orang lain.perawat akan menggunakan perasaan-perasaanya, kurang memperhatikan kebutuhan pasien, tidak menepati janji sehingga pasien mengalami kemunduran, distress sehingga pasien tidak mau menemui, marah karena pasien banyak permintaan atau manipulasi dan kekuatan karena pasien terlalu tergantung pada perawat.

Perawat harus terbuka akan perasaan pasien dan bagaimana perawat mengerti akan pasien serta bagaimana pendekatan dengan pasien. Perasaan perawat adalah petunjuk tentang kemungkinan nilai dari masalah pasien.

 

No comments:

Post a Comment