DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar
Belakang...................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. Demografi............................................................................................. 3
B. Sejarah................................................................................................... 5
C. Seni....................................................................................................... 7
D. Wisata
Nagan Raya............................................................................. 11
E. Budaya................................................................................................ 16
F. Permainan
Masyarakat........................................................................ 20
G. Makanan.............................................................................................. 23
H. Kue
Khas Nagan Raya:....................................................................... 29
I. Kegiatan
Masyarakat.......................................................................... 32
J. Budaya
dalam Kesehatan................................................................... 32
BAB III PENUTUP............................................................................................. 35
A. Kesimpulan......................................................................................... 35
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 36
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Tenaga kerja merupakan sumber daya
manusia yang memiliki peranan sangat penting dalam pembangunan nasional oleh
karena itu upaya perlindungan terhadap
potensi bahaya yang dapat timbul, pencapaian keselamatan dan
kesehatan kerja merupakan kebutuhan yang
sangat mendasar. Salah satu upaya ke arah tersebut adalah memberikan perhatian
terhadap keselamatan dan kesehatan tenaga kerja melalui implementasi program
K3.
Kondisi
keselamatan dan kesehatan kerja (K3) perusahaan di Indonesia secara umum
diperkirakan termasuk rendah. Pada tahun 2005 Indonesia menempati posisi yang
buruk jauh di bawah Singapura, Malaysia, Filipina dan Thailand. Kondisi tersebut mencerminkan kesiapan daya saing
perusahaan Indonesia di dunia internasional masih sangat rendah. Indonesia akan
sulit menghadapi pasar global karena mengalami ketidakefisienan pemanfaatan
tenaga kerja (produktivitas kerja yang rendah). Padahal kemajuan perusahaan
sangat ditentukan peranan mutu tenaga kerjanya. Karena itu disamping perhatian
perusahaan, pemerintah juga perlu memfasilitasi dengan peraturan atau aturan
perlindungan Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Nuansanya harus bersifat
manusiawi atau bermartabat.
Keselamatan kerja telah menjadi
perhatian di kalangan pemerintah dan bisnis sejak lama. Faktor keselamatan kerja menjadi penting
karena sangat terkait dengan kinerja karyawan dan pada gilirannya pada kinerja
perusahaan. Semakin tersedianya fasilitas keselamatan kerja semakin sedikit
kemungkinan terjadinya kecelakaan kerja.
Pelaksanaan Kesehatan dan Keselamatan
Kerja (K3) adalah salah satu bentuk upaya untuk menciptakan tempat kerja yang
aman, sehat, bebas dari pencemaran lingkungan, sehingga dapat mengurangi dan
atau bebas dari kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja yang pada akhirnya
dapat meningkatkan efisiensi dan produktivitas kerja.
Penyakit Akibat Kerja (PAK) dan Kecelakaan
Kerja (KK) di kalangan petugas kesehatan dan non kesehatan kesehatan di
Indonesia belum terekam dengan baik. Jika kita pelajari angka kecelakaan dan
penyakit akibat kerja di beberapa negara maju (dari beberapa pengamatan)
menunjukan kecenderungan peningkatan prevalensi. Sebagai faktor penyebab,
sering terjadi karena kurangnya kesadaran pekerja dan kualitas serta
keterampilan pekerja yang kurang memadai. Banyak pekerja yang meremehkan risiko
kerja, sehingga tidak menggunakan alat-alat pengaman walaupun sudah tersedia.
Dalam penjelasan undang-undang nomor 23 tahun 1992 tentang Kesehatan telah
mengamanatkan antara lain, setiap tempat kerja harus melaksanakan upaya
kesehatan kerja, agar tidak terjadi gangguan kesehatan pada pekerja, keluarga,
masyarakat dan lingkungan disekitarnya.
Setiap orang membutuhkan pekerjaan untuk
memenuhi kebutuan hidupnya. Dalam bekerja Keselamatan dan kesehatan kerja (K3)
merupakan faktor yang sangat penting untuk diperhatikan karena seseorang yang
mengalami sakit atau kecelakaan dalam bekerja akan berdampak pada diri,
keluarga dan lingkungannya. Salah satu komponen yang dapat meminimalisir
Kecelakaan dalam kerja adalah tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan mempunyai
kemampuan untuk menangani korban dalam kecelakaan kerja dan dapat memberikan
penyuluhan kepada masyarakat untuk menyadari pentingnya keselamatan dan
kesehatan kerja.
BAB II LANDASAN TEORI
A. Tinjauan
Pustaka
1. Kecelakaan Kerja
a. Pengertian
Kecelakaan Kerja
Kecelakaan kerja adalah suatu kejadian
yang jelas tidak dikehendaki dan sering kali tidak terduga semula yang
menimbulkan kerugian baik waktu, harta benda atau properti maupun korban jiwa
yang terjadi di dalam suatu proses kerja industri atau yang berkaitan
dengannya. Dengan demikian kecelakaan kerja mengandung unsur-unsur sebagai
berikut :
a) Tidak
diduga semula, oleh karena dibelakang peristiwa kecelakaan tidak terdapat unsur
kesengajaan dan perencanaan.
b) Tidak
diinginkan atau diharapkan karena setiap peristiwa kecelakaan akan selalu
disertai kerugian fisik maupun mental
c) Selalu menimbulkan kerugian dan kerusakan yang sekurang-kurangnya
menyebabkan gangguan proses kerja.
Lebih lanjut pada pelaksanaannya
kecelakaan kerja di industri dapat dibagi menjadi 2 (dua) kategori utama yaitu
:
a) Kecelakaan
industri (Industrial Accident) yaitu suatu kecelakaan yang terjadi di tempat
kerja karena adanya potensi bahaya yang tidak terkendali,
b) Kecelakaan
di dalam perjalanan (Community
Accident) yaitu kecelakaan
yang terjadi di luar tempat kerja dalam kaitannya dengan adanya hubungan
kerja. Kejadian kecelakaan merupakan
suatu rentetan kejadian yang disebabkan oleh
adanya faktor-faktor atau potensi bahaya
yang satu sama lain saling berkaitan. (Tarwaka, 2008).
b. Klasifikasi
Bahaya
Bahaya adalah suatu bahan yang
kemungkinan dalam keadaan tertentu dapat mengakibatkan kerugian pada makhluk
hidup. (Bird, Jr. germain, 1990).
Dalam proses pencegahan kecelakaan di
tempat kerja perlu sekali dianalisa mengenai potensi bahaya dan factor bahaya
yang ada di tempat kerja bahkan merupakan hal yang sangat penting untuk
memperkirakan pula tindakan pencegahannya. Adapun bahaya di tempat kerja di
klasifikasikan oleh Bird, Jr. Germain, 1990 sebagai berikut :
a. Bahaya
kelas A
Bahaya kelas A adalah suatu keadaan atau
tindakan yang dapat menyebabkan terjadinya cidera tetap, meninggal, atau
kehilangan bagian anggota badan dan atau kerugian besar terhadap asset
perusahaan baik berupa peralatan, gedung dan material.
b. Bahaya
kelas B
Bahaya kelas B adalah keadaan atau
tindakan yang dapat menyebabkan terjadinya cidera atau sakit yang bersifat
sementara, atau kerusakan harta benda yang kurang parah disbanding kelas A.
b. Bahaya Kelas C
Bahaya kelas C adalah keadaan atau
tindakan yang dapat menyebabkan terjadinya cidera ringan atau sakit ringan atau
kerusakan harta benda yang skalanya lebih kecil dari pada kelas B dan dapat
ditanggulangi dengan segera karena tidak perlu mengeluarkan biaya yang banyak.
Di PT. Jorong Barutama Greston
mengklasifikasikan bahaya menjadi beberapa golongan, yaitu sebagai berikut :
a. Insignificant
Suatu keadaan dimana suatu resiko hanya
memerlukan tindakan P3K dan tidak terjadi kehilangan hari kerja.
b. Minor
Suatu keadaan dimana suatu resiko
memerlukan tindakan Medis, tetapi tidak terjadi terjadi kehilangan hari kerja.
c. Moderate
Suatu keadaan dimana suatu resiko
memerlukan tindakan Medis dan memungkinkan adanya kehilangan hari kerja.
d. Major
Suatu keadaan dimana suatu resiko dapat
mengakibatkan cacat tetap dan fatal.
e. Catastrophic
Suatu keadaan dimana suatu resiko sangat
mungkin mengakibatkan fatal dan atau kerugian yang sangat besar.
Klasifikasi potensi bahaya diatas itulah
yang akan dipakai oleh manajemen untuk
menggolongkan bahaya jika dalam pengawasan mendapatkan potensi bahaya kemudian
untuk selanjutnya ditindak lanjuti dengan perbaikan oleh jajaran manajemen.
Dalam pekerjaan penambangan tindakan
berbahaya merupakan awal dari
kecelakaan yang berakibat fatal
apabila tidak segera mendapat perhatian khusus dari foreman
ataupun dari departemen safety sendiri dan apabila tindakan itu
berlanjut maka tidak
menutup kemungkinan mendatangkan
kerugian dan gagal target produksi akibat adanya hilang waktu kerja.
c. Penggolongan Kecelakaan Kerja
Dari adanya bahaya yang terbagi
berdasarkan klasifikasinya bahaya tersebut dapat mengakibatkan kecelakaan kerja
di suatu perusahaan. Adapun penggolongan kecelakaan kerja berdasarkan
kejadiannya (Anton, 1989) adalah sebagai berikut :
1. Struck
by
Kecelakaan ini disebabkan karena pekerja
secara tidak terduga tertabrak oleh suatu benda yang bergerak. Misalnya
tertabrak oleh kendaraan (fork lift), terkena pukulan palu atau adanya potongan
benda asing atau material yang masuk ke mata.
2. Struck
against
Kecelakaan ini dikarenakan pekerja yang
sedang bergerak menabrak sebuah benda. Contohnya seperti terkena ujung yang
tajam dari sebuah benda, membentur pipa panas, berjalan atau berlari menuju
kendaraan yang sedang bergerak atau
berjalan atau berlari menabrak
orang atau pekerja lain.
3. Caught
in, on, or between
Terdapat tiga tipe kecelakaan termasuk
disini. Untukj kecelakaan jenis caught in ini terjadi jika kaki dari pekerja
tersangkut diantara papan lantai yang rusak. Kemudian untuk kecelakan jenis
caught on terjadi dikarenakan lengan baju pekerja tersangkut dengan pagar
kawat. Sedangkan kecelakaan caught between adalah kecelakaan yang
terjadi dikarenakan paha atau lengan
pekerja terjepit diantara roda gigi atau bagian mesin bergerak.
4. Fall
from above
Kecelakaan yang dimaksud adalah pekerja
yang jatuh dari tempat yang tinggi ke tempat yang lebih rendah. Seperti jatuh
dari tangga dan lain-lain.
5. Fall
at ground level
Kecelakaan ini terjadi pada level
ketinggian yang sama, contohnya seperti tergelincir, tersandung atau jatuh ke
lantai
6. Strain
or overexertion
Kecelakaan ini terjadi jika pekerja
melakukan pekerjaan seperti mengangkut, mendorong atau menarik material diluar
batas kemampuan mereka.
7. Electrical
contact
Kondisi ini terjadi ketika pekerja
kontak dengan arus listrik atau dengan peralatan listrik lainnya
8. Burn
Burn adalah luka yang disebabkan ketika
bagian dari tubuh pekerja mengalami kontak dengan bunga api, nyala api atau
permukaan atau zat panas.
d. Sebab
dan Akibat Kecelakaan
Pada dasarnya kecelakaan disebabkan oleh
dua hal yaitu tindakan yang tidak aman (unsafe act), kondisi yang tidak aman
(Unsafe Condition) dan faktor alam. Dari
hasil data kecelakaan didapatkan bahwa 88 % sebab kecelakaan adalah faktor
manusia, 10 % faktor lingkungan dan 2 % faktor alam. Maka dari itu sumber
daya manusia dalam hal ini memegang peranan sangat penting dalam penciptaan
keselamatan daan kesehatan kerja. Tenaga kerja yang mau membiasakan dirinya
dalam posisi aman dan menggunakan peralatan yang telah dicek keamanannya serta
melakukan pekerjaannya dengan aman maka akan sangat membantu dalam memperkecil
angka kecelakaan kerja (Suma’mur, 1996)
Dalam kasus kecelakaan pasti ditemukan
adanya antara sebab dan akibat kecelakaan tersebut, semua kejadian tadi dapat
kita ungkap dengan teori yang diperkenalkan oleh International Loss Control
Institute (ILCI), teori ini mampu menyingkap keterlibatan kasus kecelakaan
mulai dari manajemen sampai kerugian yang diakibatkan oleh kecelakaan yang
terjadi.
Kerugian yang diakibatkan oleh
kecelakaan yang terjadi bagi perusahaan antara lain :
1. Lost
Time Accident (LTA)
Adalah kecelakaan yang menyebabkan
korban tidak dapat kembali bekerja pada shift berikutnya yang dijadwalkan
untuknya sebagai akibat luka-luka yang diderita.
2. Restricted
Activity Case (RAC)
Adalah kecelakaan dimana korban dapat
kembali bekerja pada shift berikutnya yang telah dijadwalkan untuknya, namun
dia tidak bisa melakukan semua atau sebagian
dari tugas rutinnya, karena adanya pembatasan gerakan fisik yang telah
ditentukan oleh dokter perusahaan atau bagian klinik perusahaan.
3. No
Days Lost (NDL)
Adalah kecelakaan dimana korban dapat
kembali bekerja pada shift berikutnya yang telah dijadwalkan untuknya tanpa
adanya pembatasan gerakan fisik. Kecelakaan ini bukan LTA dan bukan RAC namun
memerlukan perawatan professional dari dokter. Perawatan dari dokter tidak
menyebabkan NDL jika dokter hanya memberikan perawatan P3K atau melakukan
prosedur diagnose (seperti : Pemeriksaan laboratorium, X-rays, dan sebagainya)
atau mengopname korban untuk keperluan observasi.
4. Reportable
Injury
Semua kecelakaa fatal, LTA, RAC, dan NDL
harus diadakan prosedur pelaporan yang benar.
5. First
Aid Case (FAC)
Perawatan sekali atau lanjutan dari luka
gores ringan, luka iris ringan, luka bakar ringan, luka serpih ringan dan
sebagainya yang tidak membutuhkan perawatan professional dari dokter.
6. Work
Days Lost (WDL)
Hari kerja yang hilang selama karyawan
tidak dapat bekerja karena kecelakaan, tidak termasuk hari terjadinya
kecelakaan atau hari-hari dimana karyawan tidak ada jadwal untuk bekerja.
Jadi kerugian tidak hanya berupa
timbulnya kerusakan terhadap harta benda tetapi juga dapat menimbulkan
penderitaan terhadap manusia dan lingkungan serta kerugian pada produksi yang
ini merupakan pengaruh dari kecelakaan yang terjadi.
Kecelakaan menurut suma’mur (1996)
menyebabkan 5 jenis kerugian, yaitu :
1. Kerusakan
2. Kekacauan
organisasi
3. Keluhan
dan kesedihan
4. Kelainan
dan cacat
5. Kematian
Menurut Bird dan Germain Jr. (1990)
kecelakaan dapat menyebabkan kerugian terselibung. Kerugian terselubung akibat
kecelakaan tersebut, meliputi :
1. Kerugian
akibat hilangnya waktu kerja karyawan yang luka.
2. Kerugian
akibat hilangnya waktu kerja karyawan lain yang tidak mengalami kecelakaan
karena :
a. Rasa
ingin tahu
b. Rasa
simpati
c. Membantu
karyawan yang luka.
3. Kerugian
akibat hilangnya waktu bagi para mandor, penyelia atau para pimpinan lain
sebagai berikut :
a. Membantu
karyawan yang luka
b. Menyelidiki
penyebab dari kecelakaan
c. Menyiapkan
laporan peristiwa kecelakaan
d. Menyiapkan
tindakan perbaikan yang akan diambil untuk memperbaiki kerusakan yang diderita.
4. Kerugian
akibat rusaknya mesin, perkakas atau peralatan lainnya atau rusaknya lingkungan
yang diakibatkan dari kecelakaan tersebut.
5. Kerugian
insidental akibat terganggunya pekerjaan, pesanan yang tidak tepat waktu,
pembayaran denda.
6. Kerugian
akibat hilangnya memperoleh laba dari produktivitas karyawan yang luka dan
akibat dari mesin yang menganggur.
7. Kerugian
yang timbul menurunnya moral kerja karena kecelakaan tersebut.
e. Analisa
Kecelakaan
Dalam analisa kecelakaan harus dapat
memberikan gambaran-gambaran mengenai penyebab-penyebab kecelakaan dalam bentuk
sebab dan akibat. Kegiatan analisa kecelakaan ini tentunya tidak lepas dari
hasil kumpulan informasi yang didapat kemudian baru kita dapat mengambil
beberapa penyebab-penyebab yang paling
nyata. Hal ini biasanya menghasilkan beberapa tindakan-tindakan dan
kondisi-kondisi yang tidak aman namun
itu bukan inti dari permasalahan yang ada. Sebab-sebab kecelakaan harus
diteliti dan ditemukan, agar didapat usaha-usaha koreksi untuk mencegah agar
kecelakaan tidak terulang kembali.
Untuk analisa sebab-sebab kecelakaan
hanya ada dua golongan penyebab, antara lain :
1. Faktor
mekanis dan lingkungan, yang meliputi segala sesuatu selain manusia.
2. Faktor
manusia itu sendiri yang merupakan sebab kecelakaan.
Analisa ini dilakukan dengan
penyelidikan atau pemeriksaan terhadap kecelakaan. Analisa kecelakaan tidak
mudah oleh karena penentuan sebab-sebab kecelakaan secara tepat adalah
pekerjaan sulit. Kecelakaan harus secara tepat dan jelas di investigasi dengan
tujuan :
1. Menemukan
penyebab dasar dari kecelakaan
2. Mencegah
peristiwa serupa terulang kembali
Menemukan penyebab dasar dari kecelakaan
adalah hal yang paling pokok dalam
pengungkapan setiap kasus kecelakaan yang terjadi karena hanya dengan menemukan
penyebab dasarlah yang digunakan sebagai acuan untuk melakukan tindakan
pencegahan guna menghindari terjadinya kecelakaan yang sama.
Setiap kecelakaan kerja yang terjadi di
lingkungan kerja bisa dicegah dengan syarat semua elemen perusahaan komitmen
khusus untuk mencegah potensi-potensi ataupun faktor-faktor bahaya yang timbul.
f. Biaya
Kecelakaan
Menurut Frank E. bird Jr and George L.
Germain, (1990) mengklasifikasikan biaya kecelakaan yang diakibatkan dari
kecelakaan menjadi 2 (Dua) yaitu :
1. Insured
Cost atau Direct Cost
Insured cost atau direct cost (biaya
terasuransi atau biaya langsung) adalah pembayaran berdasarkan peraturan ganti
kerugian atau asuransi dan biaya pengobatan. Biasanya biaya ini dalam bentuk
perawatan dokter, biaya kompensasi dan sebagainya.
2. Uninsured
Cost atau Indirect Cost
Uninsured cost atau indirect cost (biaya
tidak terasuransi atau biaya tidak langsung) adalah biaya tidak tampak dalam
perhitungan secara matematis, biaya tersebut antara lain :
a. Biaya
untuk upah yang dikeluarkan tanpa kerja bagi pekerja yang tidak cidera.
b. Biaya
memperbaiki, mengganti atau menguatkan kembali peralatan yang
rusak sewaktu terjadi kecelakaan.
c. Biaya
untuk pekerja yang cidera selama tidak bekerja, selain dari biaya terasuransi.
d. Biaya
kerja lembur sehubungan dengan penaggulangan kecelakaan.
e. Biaya
upah yang dibayar untuk para pengawas dimana waktunya disita disebabkan
kecelakaan.
f. Biaya
upah sehubungan dengan berkurangnya hasil kerja setelah korban dapat kembali
bekerja.
g. Biaya
latihan pekerja baru.
h. Biaya
yang tidak terasuransi yang ditanggung oleh perusahaan.
i. Biaya
oleh pengawas yang lebih tinggi dan biaya administrasi sewaktu melakukan
penyelidikan kecelakaan dan pembuatan laporan.
Biaya yang timbul sebagai akibat
kecelakaan biasanya disebut “biaya gunung
es” artinya biaya langsung yaitu bongkahan gunung es yang terlihat
diatas permukaan laut, sedang biaya
tidak langsung yaitu bongkahan gunung es yang berada dibawah permukaan laut
yang jauh lebih besar.
Selain teori domino yang dikemukakan
diatas terdapat teori yang disebut
“Accident ratio” teori ini
menggunakan ratio perbandingan 1: 10 : 30 : 600 yang dapat dijelaskan sebagai
berikut :
1. Rasio
perbandingan 1 adalah untuk kecelakaan berat atau fatal artinya bahwa
setiap satu kali kecelakaan berat atau
fatal terjadi, sebelumnya ada sepuluh kali kejadian yang berakibat luka ringan.
2. Rasio
perbandingan 10 adalah untuk kecelakaan dengan luka ringan artinya bahwa
sepuluh kali kecelakaan luka ringan terjadi, sebelumnya ada tiga puluh kali
kejadian yang berakibat kerusakan harta benda.
3. Rasio
perbandingan 30 adalah untuk kecelakaan yang
berakibat kerusakan harta benda, artinya bahwa setiap tiga puluh
kali kejadian berakibat kerusakan harta benda yang timbul, sebelumnya ada enam
ratus kali kejadian-kejadian yang tidak berakibat luka atau cidera maupun
kerusakan harta benda (nyaris celaka).
4. Rasio
perbandingan 600 adalah untuk kecelakaan yang tidak berakibat luka atau
kerusakan (nyaris celaka), artinya bahwa setiap enam ratus kali
kejadian-kejadian yang tidak berakibat orang luka maupun kerusakan harta benda
yang terjadi, kejadian seperti inilah yang perlu kita kendalikan agar tidak
terjadi yang rasio perbandingan kecelakaan 30, 10 maupun 1.
g. Pencegahan Kecelakaan
Program pencegahan kecelakaan kerja yang
diterapkan guna menghindari kecelakaan yang serupa merupakan hal sangat perlu
ketelitian dalam hal ini tentunya tidak lepas dari manajemen kontrol untuk
mempermudah pencegahan kecelakaan.
Manajemen kontrol dapat dibagi dalam 3
(tiga) bagian tingkat yang besar, antara lain :
a. Kontrol
sebelum kontak (pre-contact control)
Hal ini merupakan tingkatan yang
termasuk segala sesuatu yang kita lakukan untuk mengembangkan dan melaksanakan
suatu program untuk menghindari resiko-resiko, mencegah kecelakaan atau
kerugian yang terjadi dan rencana tindakan untuk mengurangi kerugian jika dan sewaktu
kontak terjadi. Kontrol sebelum kontak adalah tingkatan yang paling bermanfaat
karena bisa mengembangkan suatu program yang
optimal, membuat standart yang optimal,
memelihara prestasi umpan balik yang berhasil guna dan mengelola pelaksanaan
dengan prestasi yang standart. Sasaran utama dari tindakan pre contact control
adalah pencegahan.
b. Kontrol
sewaktu kontak (contact control)
Kecelakaan biasanya adalah kontak dengan
suatu sumber energi atau bahan diatas ambang batas yang ada di lingkungan kerja.
Pengendalian pada waktu kontak tidak untuk mencegah kecelakaan akan tetapi
untuk mengurangi sejumlah tenaga yang berpotensi besar terjadinya kontak.
c. Kontrol
setelah kontak (post-contact control)
Kontrol setelah kontak tidak juga
mencegah atau mengurangi kecelakaan, akan tetapi mampu memperkecil kerugian
yang diderita.
Setelah kecelakaan atau kontak tingkat
kerugian dapat pula dikendalikan dengan beberapa cara, antara lain :
1) Pelaksanaan
rencana emergency (emergency respon plan)
2) Pertolongan
dan perawatan korban
3) Pengendalian
kebakaran
4) Pemindahan
peralatan dan bahan-bahan yang rusak.
5) Pembersihan bekas tempat
terjadinya kecelakaan dan lingkungan sekitar kejadian kecelakaan.
6) Melakukan
rehabilitasi karyawan yang cidera agar bisa segera melakukan kerja.
Kecelakaan kerja dapat diminimalisir
dengan cara :
1. Pematuhan
peraturan perundangan yang telah diberlakukan oleh pemerintah
2. Penetapan
standart-standart resmi mengenai keselamatan dan kesehatan kerja.
3. Pengawasan
terhadap pelaksanaan peraturan perundangan yang telah diterapkan.
4. Riset
medis, yang meliputi terutama penelitian tentang efek-efek fisiologis dan
patologis, faktor-faktor lingkungan dan teknologis dan keadaan fisik yang
mengakibatkan kecelakaan.
5. Latihan-latihan
dalam keselamatan kerja yaitu praktek kerja khususnya bagi tenaga kerja baru.
6. Peningkatan
kesadaran mengenai pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja diterapkan
(safety awareness)
2. Pendekatan
Penerapan Prinsip K3
Prinsip-prinsip K3 adalah sebagai berikut
:
1. Setiap
pekerjaan pasti dapat dilakukan dengan aman dan selamat
2. Setiap
kecelakaan pasti ada penyebabnya
3. Semua
kecelakaan kerja dan Penyakit akibat kerja (PAK) dapat dicegah
4. Keselamatan
kerja adalah tanggung jawab semua elemen perusahaan
5. Manajemen
bertanggung jawab langsung dalam menurunkan tingkat kecelakaan kerja dan
penyakit akibat kerja dengan melaksanakan berbagai macam pencegahan.
6. Adanya
pelatihan tentang keselamatan kerja sebagai dasar untuk menciptakan tempat
kerja yang aman.
7. Keterbukaan
manajemen atas masukan dari karyawan mengenai keselamatan dan kesehatan kerja
demi kesuksesan program K3.
Dalam usaha menerapkan prinsip K3 PT
Jorong Barutama Greston mengadakan upaya pendekatan-pendekatan berupa :
1. Safety
talk adalah pembicaraan mengenai K3 oleh pengawas ataupun orang yang memahami
tentang bahasan K3 yang dihadiri oleh semua atau sebagian karyawan
agar karyawan dalam melakukan kerja bekerja sesuai dengan prosedur kerja
yang aman.
2. Toolbox
meeting adalah Rapat keselamatan kerja yang dilakukan sebelum pekerjaan dimulai
dengan topik yang bervariasi yang berkaitan dengan pengamanan peralatan kerja
dan keselamatan tenaga kerja.
3. Manajemen
K3 adalah Suatu ilmu perilaku yang mencakup aspek sosial dan eksak tidak terlepas dari tanggung jawab,
kesehatan dan keselamatan kerja, baik dari segi perencanaan maupun pengambilan
keputusan dan organisasi. Namun tidak semua manajemen mempunyai pikiran yang
sama, hal tersebut dikarenakan biaya yang dikeluarkan untuk bahaya pencegahan
bahaya kerja dapat dihitung sedangkan keuntungan yang diperoleh tidak dapat
dihitung (Silalahi, 1995)
4. Kampanye
K3 adalah Pengenalan mengenai pentingnya keselamatan dan kesehatan kerja kepada
seluruh karyawan melalui sebuah semboyan ataupun slogan lewat
poster, stiker, baliho maupun peringatan bulan K3.
5. Training
K3 adalah Kegiatan terstruktur terhadap kondisi
fisik tertentu pada konstruksi bangunan, peralatan kerja,
alat pencegah bahaya, bahan dan material serta keadaan lingkungan.
3. Kegagalan
Penyebab Potensi dan Faktor Bahaya
1. Kegagalan
Metode
Metode yang dimaksud adalah Metode dalam
pencegahan terhadap kecelakaan kerja.
Adapun tahapan yang harus dipahami dan dilalui adalah :
a. Identifikasi
masalah dan kondisi tidak aman
Kesadaran akan adanya potensi bahaya di
suatu tempat kerja merupakan langkah pertama dan utama didalam upaya
pencegahan kecelakaan kerja secara efektif dan efisien. Data yang diperoleh
dari hasil identifikasi akan sangat bermanfaat dalam merencanakan dan melaksanakan
suatu upaya pencegahan berikutnya. identifikasi masalah antara lain :
Pengenalan jenis pekerjaan yang mengandung resiko terjadinya kecelakaan,
pengenalan komponen peralatan dan bahan-bahan berbahaya yang digunakan dalam
proses kerja, lokasi pelaksanaan pekerjaan, sifat dan kondisi tenaga kerja yang
menangani, perhatian manajemen terhadap kecelakaan, sarana dan peralatan
pencegahan dan pengendalian yang tersedia, dll.
b. Model
kecelakaan
Model kecelakaan yang menunjukkan
bagaimana suatu kecelakaan bisa terjadi. Untuk menemukan sebab-sebab kecelakaan
dikenal berbagai model kecelakaan seperti :
1) Model kecelakaan biasa, yang secara sederhana menggambarkan
kemungkinan sebab terjadinya kecelakaan yaitu misalnya hadirnya
seseorang di suatu tempat yang mengandung potensi bahaya.
2) Model
analisa pohon kesalahan (Foult-Tree Analisys-FTA) yaitu suatu metode untuk mengidentifikasi suatu
kombinasi antara kegagalan peralatan dan kesalahan manusia dengan memakai
prosedure ”Top Down” yang dimulai dari kecelakaan.
3) Model
analisa pohon kejaadian (Event-Tree
Analisys-ETA) yaitu suatu teknik untuk mengidetidikasi dan
mengevaluasi potensi kecelakaan yang mungkin terjadi sebagai akibat kegagalan
atau gangguan atau biasa disebut awal mulai kejadian.
4) Model
hazops (Hazard and Operation Study) yaitu suatu metode yang digunakan untuk
mengetahui, mengenal dan mengidentifikasi semua potensi bahaya yang terdapat
dalam suatu pelaksanaan operasi proses produksi.
c. Penyelidikan
kecelakaan (Analisa kecelakaan)
yaitu suatu upaya yang dilakukan untuk
secara lebih teliti mengetahui sebab- sebab dan proses terjadinya kecelakaan.
Analisa ini dapat mempergunakan berbagai metode.
d. Azas-azas
pencegahan kecelakaan
Yaitu prinsip-prinsip tentang sebab
kecelakaan yang harus dikenal dan diketahui untuk menentukan sebab-sebab
terjadi kecelakaan, dimana dikenal 3 (tiga) azas itu yaitu :
1) Azas
rumit (kompleks)yaitu adanya beberapa sebab yang mandiri atau tidak berhubungan
satu dengan yang lain yang bila digabung akan menyebabkan suatu kecelakaan.
2) Azas
arti (Penting) yaitu faktor enyebab utama (palaing penting) dalam terjadi
kecelakaan.
3) Azas
urutan yaitu rangkaian dari berbagai sebab yang menyebabkan terjadinya
kecelakaan.
e. Perencanaan
dan pelaksanaan
Upaya pencegahan kecelakaan harus segera
dilakukan setelah melalui tahapan- tahapan identifikasi masalah, penentuan
model dan metode analisis kecelakaan serta pemahaman azas manfaat pencegahan
kecelakaan.
Sehingga Metode dalam pencegahan potensi
dan faktor resiko harus direncanakan dan dilaksanakan dengan baik sehingga
tidak terjadi kegagalan yang mengakibatkan terjadinya potensi dan faktor bahaya
yang menyebabkan kecelakaan.
2. Kegagalan
Perencanaan
Seperti yang sudah dijelaskan di atas
perencanaan meliputi : melalui tahapan- tahapan identifikasi masalah, penentuan
model dan metode analisis kecelakaan serta pemahaman azas manfaat pencegahan
kecelakaan. Apabila perencanaan tidak di
buat dan dilaksanakan dengan baik sehingga terjadi kegagalan yang mengakibatkan
terjadinya potensi dan faktor bahaya yang menyebabkan kecelakaan.
3. Kegagalan
Kepemimpinan
Pemimpin merupakan pengawas yang bisa
dijadikan panutan dalam aktivitas kerja yang aman namun bila pengawas tersebut
melakukan atau tidak bekerja dengan menerapkan prinsip K3 maka akan menimbulkan
tenaga kerja lain terutama yayng mempunyai posisi dibawahnya akan terpengaruh
oleh sikap pengawas tersebut maka hal ini akan menjadikan kegagalan kepemimpinan
yang dapat menimbulkan potensi ataupun faktor bahaya yang mengakibatka
kecelakaan kerja.
4. Kegagalan
Pengendalian Bahaya
Prinsip pengendalian potensi
bahayameliputi tahapan-tahapan sebagai berikut :
a. Pengendalian
potensi yang ada maupun resiko yang mungkin (Hazard Identification).
b. Penilaian
tingkat resiko yang mungkin timbul (Risk Assesment)
c. Penentuan
dan pemilihan tindakan pencegahan dan pengendalian yang tepat dengan
menggunakan metode hierarki pengendalian (Risk control)
d. Penunjukan
atau penugasan kepada siapa yang akan diberi tugas dan tanggug jawab untuk
melakukan tindakan pencegahan dan pengendalian.
e. Tinjauan
ulang untuk mengukur efektifitas penerapan sarana pengendalian telah diterapkan
(Review of control)
Secara prinsip pengendalian potensi
bahaya ada 2 (dua) metode yaitu : Pengendalian permanen dan pengendalian
sementara dan pengendalian potensi bahaya dalam keselamatan sistem kerja adalah
sebagai berikut :
a. Eliminasi
atau meniadakan potensi bahaya
Sistem pengendalian ini merupakan
program pengendalian potensi bahaya yang utama untuk pengendalian jangka panjang dan bersifat permanen.
pengendalian ini merupakan pengendalian
dengan metode menghilangkan atau meniadakan potensi pada sumbernya.
Beberapa kegagalan yang mungkin terjadi,
misalnya
1) Rekayasa
teknik dan desain didasarkan pada pertimbangan biaya
janga pendek daripada
pertimbangan pencegahan kecelakaan untuk jangka panjang.
2) Peralatan
dimodofikasi selama masa pakai dan potensi bahaya baru akan muncul.
3) Pada
saat proses kerja dimodifikasi dan potensi bahaya baru juga muncul.
b. Mengurangi
potensi bahaya ada sumbernya
Mengurangi potensi bahaya pada sumbernya
termasuk meminimalkan jumlah pelepasan energi yang tidak terkendali.
Beberapa kegagalan yang mungkin terjadi,
misalnya
1) Penilaian
potensi bahaya tidak dipertimbangkan pada tahap desain.
2) Modifikasi
merupakan hal yang sangat mahal setelah instalasi
3) Ketidaktersediaan
data statistik untuk operai awal penilaian
potensi bahaya
4) Penilaian
potensi bahaya yang tida dilakukan
c. Menutup
sumber bahaya
Menutup sumber bahaya merupakan cara
untuk mencegah pelepasan energi yang tidak terkendali dari sumbernya sehingga
cidera atau kerusakan tidak terjadi.
Beberapa kegagalan yang mungkin terjadi,
misalnya
1) Energi
pada kontainer terbuka
2) Seseorang
dapat menjangkau kontainer
3) Sumber
energi melebihi kapasitas kontainer
4) Sumber
energi dimasukkan pada kontainer yang salah
d. Memindahkan
tenaga kerja dari sumber bahaya
Pengendalian potensi bahaya ini sangat
tergantung pada pemindahan tenaga kerja dari sumber bahaya.
Beberapa kegagalan yang mungkin terjadi,
misalnya
Seseorang mungkin tidak mengetahui bahwa
mereka memasuki daerah berbahaya
1) Pengendali
keamanan mngkin sedang rusak
2) Alat
komunikasi mengenai waktu-waktu berbahaya mungkin rusak
3) Peringatan
tanda berbahaya mungkin tidak tersedia
4) Peringatan
mungkin disalah mengertikan
e. Mengurangi
pemaparan tenaga kerja dari sumber bahaya
Sarana pengendali ini didesain untuk
meminimalkan waktu bai tenaga kerja terpapar potensi bahaya atau mengurangi
jumlah potensi bahaya yang memapari tenaga kerja.
Beberapa kegagalan yang mungkin terjadi,
misalnya
1) Pengawasan
tidak berfungsi dengan baik
2) Prosedur
kerja diabaikan
3) Catatan
pemaparan terhadap sumber bahaya tidak dirawat dengan baik.
f. Penggunaan
Alat Pelindung Diri
Seluruh alat pelindung diri didesain
untuk memisahkan atau memberi penghalang antara tubuh manusia dengan potensi
sumber energi yang membahayakan.
Beberapa kegagalan yang mungkin terjadi,
misalnya
1) Jenis
dan ukuran alat pelindung diri tidak tepat
2) Alat
pelindung diri tidak digunakan atau tidak digunakan dengan baik
3) Tenaga
kerja merasa tidak nyaman menggunakan
4) Alat
pelindung diri rusak dan belum ada penggantinya. (Tarwaka, 2008)
Langkah-langkah pengendalian diatas
harus diterapkan dengan baik dan rutin sehingga tidak terjadi kegagalan yang
dapat mengakibatkan terjadinya kecelakaan kerja.
4. Hazard Card
Dalam pengendalian bahaya perlu adanya
pencegahan dengan metode observasi terhadap penerapan K3 di perusahaan. Di PT.
Jorong Barutama Greston metode tersebut dilakukan dengan cara inspeksi
menggunakan form yang telah disesuaikan keperluan inspeksi. Dan penulis
mengambil judul tentang penggunaan Hazard card untuk inspeksi, ternyata
membutuhkan teknik atau metode dalam pengisiannya dan tidak asal dalam
pengisiannya.
Hazard card adalah suatu form yang
berisi tentang pelaporan bahaya dan rincian kejadian insident atau accident
beserta tindakan perbaikan yang sudah dilakukan. Metode ini dilaksanakan oleh
pihak pengawas tempat kerja setempat dengan dukungan dari pihak manajemen dan
tenaga kerja. Metode dalam pengisian hazard card akan dibahas detail dalam bab
pembahasan.
Dengan demikian untuk mengurangi tingkat
kecelakaan kerja yang dapat menimbulkan kerugian maka perlu adanya penerapan
prinsip K3 kepada karyawan salah satunya dengan teknik pencegahan terhadap
kecelakaan kerja melalui metode program observasi terhadap penerapan
keselamatan kerja dengan meggunakan ”Hazard Card”.
DAFTAR PUSTAKA
Agung, Sahid, 2004. Implementasi Metode
STOP dengan Green Card sebagai upaya pencegahan kecelakaan kerja di PT.
PamaPersada Nusantara Jobsite Indominco Mandiri Kalimantan Timur. Laporan
peneltian program D III Hiperkes dan Keselamatan Kerja. Surakarta. Universitas
Sebelas Maret.
Anton,1989. Penggolongan Kecelakaan
Kerja. www.google.com. (12 April 2009).
Bennett N.B. Silalahi dan Rumondang B.
Silalahi, 1995. Manajemen Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta: PT. Pustaka
Binaman Pressindo.
Bird, E. Frank, Jr and Germain, L.G.,
1990. Practical Loss Control and Leadership.
Georgia : Loganvile.
Departemen Pertambangan dan Energi
RI,1995. Keputusan Menteri No. 555. K/26/MPE/1995 Tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja di Pertambangan Umum. Jakarta: departemen Pertambangan dan
Energi RI.
Mine Office QSE Departement, 1998. PT.
Jorong Barutama Greston. Jakarta: PT. Jorong Barutama Greston
Suriyasa, Putu, 2008. Materi Kuliah
tentang Metodologi Penelitian dan Biostatistika.
Surakarta : Universitas Sebelas Maret.
Suma’mur,1996. Keselamatan Kerja dan
Pencegahan Kecelakaan. Jakarta: PT. Toko Agung Gunung agung.
Tarwaka, 2008. Keselamatan dan Kesehatan
Kerja Manajemen dan Implementasi K3 di Tempat Kerja. Surakarta : PT. Harapan
Press.
Undang-undang No. 01 Tahun 1970.
Keselamatan dan Kesehatan Kerja. Jakarta : Departemen Tenaga Kerja RI.
No comments:
Post a Comment