BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Urolitiasis atau dikenal
dengan penyakit batu saluran kemih yang selanjutnya disingkat BSK adalah
terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat
dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang
mempengaruhi daya larut substansi. BSK sudah diderita manusia sejak zaman
dahulu, hal ini dibuktikan dengan diketahui adanya batu saluran kemih pada
mummi Mesir yang berasal dari 4800 tahun sebelum Masehi. Hippocrates yang
merupakan bapak ilmu Kedokteran menulis 4 abad sebelum Masehi tentang penyakit
batu ginjal disertai abses ginjal.
Urolithiasis merupakan penyakit tersering ketiga di bidang urologi di
samping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna. Angka kejadian
urolithiasis berbeda pada setiap negara. Di negara-negara berkembang banyak
dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai
batu saluran kemih atas. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh status
gizi dan aktivitas pasien sehari-hari.
Angka kejadian BSK di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang
dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah 37.636 kasus baru,
dengan jumlah kunjungan 58.959 penderita. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat
adalah 19.018 penderita, dengan jumlah kematian 378 penderita. Menurut DepKes RI
(2006), jumlah pasien rawat inap penderita BSK di Rumah Sakit seluruh Indonesia
yaitu 16.251 penderita dengan CFR 0,94% .
Di Amerika Serikat, sekitar 250.000 sampai 750.000 penduduknya menderita
BSK setiap tahun, di seluruh dunia rata-rata terdapat 1 sampai 12%. Kejadian
pada pria empat kali lebih tinggi daripada wanita, kecuali untuk batu amonium
magnesium fosfat (struvit), lebih sering terdapat di wanita. Usia rata-rata BSK
terjadi pada usia 30 sampai 50 tahun.
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan
aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan
keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis
terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada
seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal
dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan di sekitarnya.
1.2 Tujuan
1) Mengetahui anatomi sistem
saluran kemih
2) Mengetahui definisi
urolithiasis
3) Mengetahui etiologi
urolithiasis
4) Mengetahui klasifikasi
urolithiasis
5) Mengetahui patofisiologi urolithiasis
6) Mengetahui diagnosis
urolithiasis
7) Mengetahui penatalaksanaan
urolithiasis
8) Mengetahui pencegahan
urolithiasis
9) Mengetahui komplikasi urolithiasis
10) Mengetahui prognosis
urolithiasis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
a. Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat
sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya
retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm)
dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal
sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12),
sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun
kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5
cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan
vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan
posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.
Gambar 2.1
Anatomi Ginjal
Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:
·
Korteks, yaitu bagian ginjal di
mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul
Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.
·
Medula, yang terdiri dari 9-14
pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus
pengumpul (ductus colligent).
·
Columna renalis, yaitu bagian
korteks di antara pyramid ginjal
·
Processus renalis, yaitu bagian
pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks
·
Hilus renalis, yaitu suatu
bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus
memasuki/meninggalkan ginjal.
·
Papilla renalis, yaitu bagian yang
menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor
·
Calix minor, yaitu percabangan dari
calix major.
·
Calix major, yaitu percabangan dari
pelvis renalis.
·
Pelvis renalis, disebut juga piala
ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter.
·
Ureter, yaitu saluran yang membawa
urine menuju vesica urinaria.
b. Ureter
Ureter merupakan saluran sepanjang
25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi)
dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang
terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal. Ureter
setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major,
lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan
secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara
ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical
mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih.
Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu
peralihan pelvis renalisureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam
vesica urinaria. Tempattempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus.
Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca
communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan
persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis,
pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.
c. Vesica urinaria
Vesica urinaria, sering juga disebut
kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk menampung urine yang
berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan
lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica
urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ
lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta
pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf. Dalam keadaan kosong vesica
urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis
dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra
dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan
sinistra).
Gambar 2.2 Anatomi Vesica
Urinaria
Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral,
longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior
dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk
mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae,
bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan
kosong. Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior.
Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis.
Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan
parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus
imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui
n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.
d. Uretra
Uretra merupakan saluran yang membawa
urine keluar dari vesica urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa
perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang
sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan
kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm.
selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot
polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa
(di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya
memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat
volunter).
Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars
prostatika, pars membranosa dan pars spongiosa.
·
Pa rs pre-prostatika (1-1.5 cm),
merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek superior kelenjar prostat. Pars
pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut
dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.
·
Pars prostatika (3-4 cm), merupakan
bagian yang melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat
berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.
·
Pars membranosa (12-19 mm),
merupakan bagian yang terpendek dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari
prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos
dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali
volunter (somatis).
·
Pars spongiosa (15 cm), merupakan
bagian uretra paling panjang, membentang dari pars membranosa sampai orifisium
di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian
luarnya.
Gambar 2.3 Anatomi Vesica Urinaria – Uretra
Laki-laki
Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm)
dibanding uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan
bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening).
Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis,
namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi
reproduktif.
Gambar 2.4
Anatomi Vesica Urinaria – Uretra Peremuan
2.2 Definisi Urolitiasis
Urolitiasis atau dikenal dengan penyakit batu saluran kemih yang
selanjutnya disingkat BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh
pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan
atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi.
2.3 Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan
gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan
keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis
terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada
seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal
dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari
lingkungan sekitarnya.
a)
Faktor intrinsik itu antara lain adalah :
1.
Herediter (keturunan)
Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2.
Umur
Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.
3.
Jenis kelamin
Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan
dengan pasien perempuan.
b)
Faktor ekstrinsik diantaranya adalah:
1.
Geografi
Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu
saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi
daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir
tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.
2.
Iklim dan temperatur
3.
Asupan air
Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium
pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.
4.
Diet
Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah
terjadinya penyakit batu saluran kemih.
5.
Pekerjaan
Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang
pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.
2.4 Klasifikasi
Urolithiasis dapat di klasifikasikan
berdasarkan lokasi batu, karakteristik x- ray, etiologi proses pembuatan batu
dan komposisi batu. Klasifikasi ini penting dalam menatalakasanakan pasien
karena daoat mempengaruhi terapi dan juga prognosis.15
Lokasi batu
·
Nefrolithiasis : Batu yang terbentuk pada
pielum, tubuli
hingga calyx ginjal.
·
Ureterolithiasis :
Batu yang terdapat pada ureter.
·
Cystolithiasis : Batu yang terdapat
pada vasika
urinaria.
·
Urethrolithiasis :
Batu pada saluran uretra
Karakteristik
radiologi
§
Radiopaque : kalsium oksalat dihidrat, kalsium
oksalat monohidrat, kalsium fosfat.
§
Poor radiopaque : magnesium ammonium fosfat,
apatit, sistein.
§
Radiolucent : usam urat,
ammonium urat, xantin, 2,8
dihidroxy-adenine.
Etiologi
Ø |
Non-infeksi |
: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat. |
Ø |
Infeksi |
: magnesium ammonium
fosfat, apatit, ammonium urat. |
Ø |
Genetik |
: sistein, xantin, 2,8 dihidroksiadenin. |
Komposisi
Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium
oksalat atau kalsium fosfat 75%, asam urat %, magnesium-amonium-fosfat 15%,
sistin, silikat dan senyawa lain 1%.
Gambaran bentuk batu kalsium oksalat
Gambaran
bentuk batu struvit
Gambaran bentuk batu asam urat
Gambaran bentuk batu sistin
2.5 Patofisiologi
Terdapat 2 mekanisme pembentukan batu yaitu supersaturasi atau
infeksi. Batu yang dihasilkannyapun dapat berbeda, pada supersaturasi (free
stone formation) batu yang terbentuk biasanya adalah batu asam urat dan
sistein. Pada infeksi batu yang terbentuk adalah hasil dari metabolisme
bakteri. Sedangkan formasi batu yang frekuensinya paling banyak, kalkulus yang
mengandung kalsium, lebih kompleks masih belum dapat jelas dimengerti. Batu terdiri
dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin.
Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable dalam urin jika
tidak ada keadaan keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi
kristal.
Kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu yang
kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan lain sehingga menjadi
Kristal yang lebih besar. Kristal tersebut bersifat rapuh dan belum cukup
membuntukan saluran kemih. Maka dari itu agregat Kristal menempel pada epitel
saluran kemih dan membentuk retensi kristal. dengan mekanisme inilah bahan
bahan lain diendapkan pada agregat tersebut hingga membentuk batu yang cukup
besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastable dapat dipengaruhi oleh suhu,
pH larutan, adanya koloid di dalam urin, konsentrasi solute di dalam urin, laju
aliran urin di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran
kemih yang bertindak sebagai inti batu. Batu asam urat lebih mudah terbentuk
dalam suasana asam, sedangkan magnesium ammonium fosfat cenderung terformasi
dalam keadaan basa. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu
kalsium. Kalsium dapat berikatan dengan oksalat, fosfat membentuk batu kalsium
fosfat dan kalsium oksalat.
Ada beberapa zat yang dapat bertindak sebagai inhibitor pembentukan
batu. Ion magnesium dapat menghambat pembentukan batu kalsium oksalat dengan
cara berikatan dengan oksalat. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan ion
kalsium akan membentuk garam kalsium sitrat sehingga dapat mengurangi formasi
batu yang berkomponen kalsium. Beberapa proteinpun dapat bertindak sebagai
inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi
kristal maupu menghambat retensi kristal. senyawa itu antara lain adalah: glikosaminoglikan,
protein Tamm Horsfall, nefrokalsin dan osteopontin.
Gejala
klinis
Gejala
klinis pada batu ginjal berbeda tergantung lokasi batu, ukuran dan penyulit
yang telah terjadi:
·
Nefrolithiasis
: Nyeri pinggang non kolik akibat peregangan kapsul ginjal
karena hidronefrosis ataupun infeksi pada ginjal. Pemeriksaan ketuk CVA
positif. Jika ginjal telah mengalami hidronefrosis maka ginjal akan teraba pada
pemeriksaan ballottement. Jika ginjal mengalami infeksi pasien, demam dapat
ditemukan.
·
Ureterolithiasis
: Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu. Nyeri kolik
ini disebabkan karena peningkatan tekanan intralumen karena usaha gerakan
peristaltik ureter ataupun sistem kalises. Dapat terjadi hematuria karena
trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.
·
Cystolithiasis
: Kesulitan memulai BAK jika batu menutupi sphincter, BAK yang
tersendat dan lancar jika mengubah posisi badan, dapat terjadi hematuria.
Penderita juga dapat merasakan sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Pasien
juga dapat merasakan perasaan tidak enak saat BAK, frekuensi BAK yang meningkat
karena pengecilan ruangan vesika, pada anak dapat ditemukan enuresis nokturna,
dan sering menarik penis ataupun menggosok vulva.
2.6 Diagnosis
Anamnesis
Pasien dengan BSK
mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari tanpa keluhan, sakit pinggang
ringan sampai dengan kolik, disuria, hematuria,retensio urine, anuria. Keluhan
ini dapat disertai dengan penyulit seperti demam, dan tanda-tanda gagal ginjal.
Setalah itu, menggali penyakit terdahulu yang dapat menjadi faktor pencetus
terbentuknya batu seperti riwayat ISK dengan batu saluran kemih, kelainan
anatomi, renal insuffciency,dll.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai dari
tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat, tergantung pada letak batu
dan penyulit yang ditimbulkan. Pada pemeriksaan fiisk khusus urologi dapat
dijumpai :
·
Sudut kosto vertebra : Nyeri tekan,
nyeri ketok dan pembesaran ginjal
·
Supra simfisis : nyeria tekan,
teraba batu, buli-buli penuh
·
Genitalia eksterna : teraba batu di
uretra
·
Colok dubur : teraba batu pada
buli-buli pada saan melakukan palpasi bimanual
Pemeriksaan Laboratorium
Dilakukannya pemeriksaan urin rutin untuk melihat adanya
eritrosuria, leukosituria, bakteriuria, pH urin dan kultur urin. Pada
pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat hemoglobin, leukosit, ureum dan
kreatinin. Pada hasil urinalisis bila pH >7,5 : lithiasis disebabkan oleh
infeksi dan bila pH.
Pencitraan
Diagnosis klinis sebaiknya didukung dengan prosedur pencitraan yang
tepat. Pemeriksaan rutin yang dilakukan yaitu foto polos perut dengan
pemeriksaan ultrasonografi atau dengan intavenous pyelography atau spiral CT.
Pada pemeriksaan
IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut ini:
·
Dengan alergi kontras
·
Dengan level kreatinin serum
>200 mmol/L atau >2 mg/dl
·
Dengan pengobatan metformin
·
Dengan myelomatosis
Temuan Radiologi Pada Nefrolitiasis
2.7 Penatalaksanaan
Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya
harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit lebih parah. Batu dapat
dikeluarkan dengan cara medikamentosa dan non medikamentosa:
Medikamentosa
·
Terapi ini ditujukan untuk batu
yang ukurannya kurang dari 5 mm diharapkan dapat keluar dengan spontan dengan
tujuan untuk mengurangi nyeri saat proses pengeluaran batu dengan cara miksi.
Pemberian diuretik dapat digunakan untuk memperlancar aliran urin. Edukasi
pasien untuk minum banyak juga dapat dilakukan untuk memperlancar aliran urin.
·
Oral alkanizing agents seperti
natrium atau kalium bikarbonat dapat mendisolusikan batu yang bersifat asam.
Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan riwayat gagal jantung atau gagal
ginjal.
Non Medikamentosa
·
ESWL
(Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) : alat ini
dapat memecah batu ginjal, ureter proksimal atau buli buli tanpa melalui
tindakan invasive dan tanpa pembiusan. Menggunakan shockwave batu dapat
dipecahkan. Pasien dapat merasa nyeri kolik pada proses pemecahan batu.
Kontraindikasi pemecahan batu menggunakan ESWL adalah pasien hamil, infeksi
saluran kemih dan batu sistein.
·
PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy):
menggunakan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu
kemudian dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil.
·
Litotripsi: menggunakan alat litotriptor
dengan akses dari uretra, batu dapat dipecahkan menjadi fragmen kecil. Pecahan
batu dapat dikeluarkan dengan evakuator Ellik.
·
Ureteroskopi: dengan memasukkan alat
ureteroskopi per uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks
ginjal.
·
Bedah laparoskopi: cara ini banyak
dipakai untuk mengambil batu ureter
·
Bedah terbuka : terbagi atas :
o Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di dalam ginjal
o Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di ureter
o Vesikolitomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di vesica urinaria
o Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang
berada di uretra.
2.8 Pencegahan
Pencegahan urolithiasis dapat dilakukan dan dibedakan bergantung
pada komposisi batu:
·
Batu asam urat: pengaturan diet
rendah purin dan pemberian allopurinol sebagai pengontrol kadar asam urat dalam
darah
·
Batu kalsium fosfat: melakukan
pemeriksaan ekskresi kalsium dalam urin dan nilai kalsium darah. Nilai yang
melebihi normal dapat menandakan etiologi primer seperti hiperparatiroidisme
·
Batu kalsium oksalat: sumbernya
dapat berasal dari eksogen maupun endogen. Makanan yang banyak mengandung
oksalat adalah bayam, teh, kopi dan coklat. Selain itu, hiperkalsemia dan
hiperkalsiuria dapat disebabkan penyakit lain, seperti hiperparatiroidisme dan
kelebihan vitamin D.
2.9 Komplikasi
Batu yang menyumbat pada saluran kemih dapat menyebabkan komplikasi
terhadap organ superior terhadap penyumbatan. Beberapa komplikasi urolithiasis
adalah obstruksi ureter yang dapat menyebabkan hidroureter hingga
hidronefrosis. Urin yang statis karena penyumbatan ginjalpun dapat menjadi
media yang baik untuk berkembangnya bakteri hingga dapat menyebabkan infeksi
hingga urosepsis. Pada keadaan tertentu pyonefrosis juga dapat terjadi pada
batu saluran kemih bagian atas. Perjalan pengeluaran batu juga dapat
menimbulkan trauma pada ureter hingga dapat membetuk striktur ureter.Dalam
jangka waktu yang lama batu dapat mengiritasi mukosa vesika urinaria secara
kronis, hingga dapat menyebabkan komplikasi karsinoma sel skuamosa.
2.10 Prognosis
Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu,
letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu,
makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat
mempermudah terjadinya infeksi. Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan
ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang
karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang
ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik
ditentukan pula oleh pengalaman operator.
BAB III
KESIMPULAN
Urolithiasis adalah keadaan dimana
adanya batu pada saluran kemih dimulai dari ginjal, ureter, vesika urinaria
hingga uretra. Penyakit batu saluran kemih menempati posisi ke dua paling
sering ditemukan pada urologi dengan seiringnya waktu karena perubahan pola hidup
dan diet masyarakat. Ada beberapa jenis batu yang dapat terakumulasi pada
saluran kemih, batu kalsium oksalat, kalsium fosfat, batu urat, batu struvit
dan batu campuran. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini bergantung pada
lokasi ataupun obstruksi yang ditimbulkan oleh batu tersebut. Komplikasi batu
saluran kemih yang sering tejadi adalah penyumbatan total dari saluran sehingga
menyebabkan flow back pada urin.
Efek dari flow back dari urin adalah dapat terjadinya hidroureter
hingga hidronefrosis. Pada kasus tertentu urosepsis dapat terjadi pada pasien.
Gejala yang terdapat pada urolithiasis adalah antara lain Obstructive Lower
Urinary Track Syndrome, mual muntah, demam, nyeri kolik pada pinggang,
hematuria dan sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Penatalaksanaan
urolithiasis antara lain adalah dengan medika mentosa ataupun intervensi bedah.
Tindakan bedah yang dilakukan dapat bersifat invasive dan non invasiv. Tindakan
invasiv seperti litotripsi, PNL, bedah laparoskopi. Tindakan non-invasiv antara
lain ESWL. Pasien dapat mencegah terjadinya batu dengan cara mengatasi infeksi
saluran kemih yang dialaminya, mengontrol kadar zat dalam darahnya dan hidrasi
yang cukup.
DAFTAR PUSTAKA
1.
Rasyid N, Wirya Kusuma G. Admoko W. Panduan Penatalaksanaan
Klinis Batu Saluran Kemih. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2018
2.
Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta :
Sagung Satu, 2014. Hal : 87-101.
3.
Tanagho E, McAninch J. Smith’s General
Urology. 19th edition. The McGraw-Hill
companies; 2017.
4.
Tiselius, Hans-Göran & Ackermann, D & Alken, P &
Buck, C & Conort, P & Gallucci, M. (2001). EAU Guidelines on
Urolithiasis. European urology. 40. 362-71. 10.1159/000049803.
No comments:
Post a Comment