Saturday, 16 October 2021

MAKALAH UROLITHIASIS

 


BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Urolitiasis atau dikenal dengan penyakit batu saluran kemih yang selanjutnya disingkat BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi. BSK sudah diderita manusia sejak zaman dahulu, hal ini dibuktikan dengan diketahui adanya batu saluran kemih pada mummi Mesir yang berasal dari 4800 tahun sebelum Masehi. Hippocrates yang merupakan bapak ilmu Kedokteran menulis 4 abad sebelum Masehi tentang penyakit batu ginjal disertai abses ginjal.  Urolithiasis merupakan penyakit tersering ketiga di bidang urologi di samping infeksi saluran kemih dan pembesaran prostat benigna. Angka kejadian urolithiasis berbeda pada setiap negara. Di negara-negara berkembang banyak dijumpai pasien batu buli-buli sedangkan di negara maju lebih banyak dijumpai batu saluran kemih atas. Hal ini dapat terjadi karena adanya pengaruh status gizi dan aktivitas pasien sehari-hari.

Angka kejadian BSK di Indonesia tahun 2002 berdasarkan data yang dikumpulkan dari rumah sakit di seluruh Indonesia adalah 37.636 kasus baru, dengan jumlah kunjungan 58.959 penderita. Sedangkan jumlah pasien yang dirawat adalah 19.018 penderita, dengan jumlah kematian 378 penderita. Menurut DepKes RI (2006), jumlah pasien rawat inap penderita BSK di Rumah Sakit seluruh Indonesia yaitu 16.251 penderita dengan CFR 0,94% .  Di Amerika Serikat, sekitar 250.000 sampai 750.000 penduduknya menderita BSK setiap tahun, di seluruh dunia rata-rata terdapat 1 sampai 12%. Kejadian pada pria empat kali lebih tinggi daripada wanita, kecuali untuk batu amonium magnesium fosfat (struvit), lebih sering terdapat di wanita. Usia rata-rata BSK terjadi pada usia 30 sampai 50 tahun.  Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urine, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi dan keadaan keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.

1.2 Tujuan

1)      Mengetahui anatomi sistem saluran kemih

2)      Mengetahui definisi urolithiasis

3)      Mengetahui etiologi urolithiasis

4)      Mengetahui klasifikasi urolithiasis

5)      Mengetahui  patofisiologi urolithiasis

6)      Mengetahui diagnosis urolithiasis

7)      Mengetahui penatalaksanaan urolithiasis

8)      Mengetahui pencegahan urolithiasis

9)      Mengetahui komplikasi urolithiasis

10)  Mengetahui prognosis urolithiasis


 

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi

a. Ginjal

Ginjal merupakan organ yang berbentuk seperti kacang, terdapat sepasang (masing-masing satu di sebelah kanan dan kiri vertebra) dan posisinya retroperitoneal. Ginjal kanan terletak sedikit lebih rendah (kurang lebih 1 cm) dibanding ginjal kiri, hal ini disebabkan adanya hati yang mendesak ginjal sebelah kanan. Kutub atas ginjal kiri adalah tepi atas iga 11 (vertebra T12), sedangkan kutub atas ginjal kanan adalah tepi bawah iga 11 atau iga 12. Adapun kutub bawah ginjal kiri adalah processus transversus vertebra L2 (kira-kira 5 cm dari krista iliaka) sedangkan kutub bawah ginjal kanan adalah pertengahan vertebra L3. Dari batas-batas tersebut dapat terlihat bahwa ginjal kanan posisinya lebih rendah dibandingkan ginjal kiri.

Gambar 2.1 Anatomi Ginjal

 

 

Secara umum, ginjal terdiri dari beberapa bagian:

·         Korteks, yaitu bagian ginjal di mana di dalamnya terdapat/terdiri dari korpus renalis/Malpighi (glomerulus dan kapsul Bowman), tubulus kontortus proksimal dan tubulus kontortus distalis.

·         Medula, yang terdiri dari 9-14 pyiramid. Di dalamnya terdiri dari tubulus rektus, lengkung Henle dan tubukus pengumpul (ductus colligent).

·         Columna renalis, yaitu bagian korteks di antara pyramid ginjal

·         Processus renalis, yaitu bagian pyramid/medula yang menonjol ke arah korteks

·         Hilus renalis, yaitu suatu bagian/area di mana pembuluh darah, serabut saraf atau duktus memasuki/meninggalkan ginjal.

·         Papilla renalis, yaitu bagian yang menghubungkan antara duktus pengumpul dan calix minor

·         Calix minor, yaitu percabangan dari calix major.

·         Calix major, yaitu percabangan dari pelvis renalis.

·         Pelvis renalis, disebut juga piala ginjal, yaitu bagian yang menghubungkan antara calix major dan ureter.

·         Ureter, yaitu saluran yang membawa urine menuju vesica urinaria.

 

b. Ureter

Ureter merupakan saluran sepanjang 25-30 cm yang membawa hasil penyaringan ginjal (filtrasi, reabsorpsi, sekresi) dari pelvis renalis menuju vesica urinaria. Terdapat sepasang ureter yang terletak retroperitoneal, masing-masing satu untuk setiap ginjal. Ureter setelah keluar dari ginjal (melalui pelvis) akan turun di depan m.psoas major, lalu menyilangi pintu atas panggul dengan a.iliaca communis. Ureter berjalan secara postero-inferior di dinding lateral pelvis, lalu melengkung secara ventro-medial untuk mencapai vesica urinaria. Adanya katup uretero-vesical mencegah aliran balik urine setelah memasuki kandung kemih.

Terdapat beberapa tempat di mana ureter mengalami penyempitan yaitu peralihan pelvis renalisureter, fleksura marginalis serta muara ureter ke dalam vesica urinaria. Tempattempat seperti ini sering terbentuk batu/kalkulus. Ureter diperdarahi oleh cabang dari a.renalis, aorta abdominalis, a.iliaca communis, a.testicularis/ovarica serta a.vesicalis inferior. Sedangkan persarafan ureter melalui segmen T10-L1 atau L2 melalui pleksus renalis, pleksus aorticus, serta pleksus hipogastricus superior dan inferior.

c. Vesica urinaria

Vesica urinaria, sering juga disebut kandung kemih atau buli-buli, merupakan tempat untuk menampung urine yang berasal dari ginjal melalui ureter, untuk selanjutnya diteruskan ke uretra dan lingkungan eksternal tubuh melalui mekanisme relaksasi sphincter. Vesica urinaria terletak di lantai pelvis (pelvic floor), bersama-sama dengan organ lain seperti rektum, organ reproduksi, bagian usus halus, serta pembuluh-pembuluh darah, limfatik dan saraf. Dalam keadaan kosong vesica urinaria berbentuk tetrahedral yang terdiri atas tiga bagian yaitu apex, fundus/basis dan collum. Serta mempunyai tiga permukaan (superior dan inferolateral dextra dan sinistra) serta empat tepi (anterior, posterior, dan lateral dextra dan sinistra).

Gambar 2.2 Anatomi Vesica Urinaria

Dinding vesica urinaria terdiri dari otot m.detrusor (otot spiral, longitudinal, sirkular). Terdapat trigonum vesicae pada bagian posteroinferior dan collum vesicae. Trigonum vesicae merupakan suatu bagian berbentuk mirip-segitiga yang terdiri dari orifisium kedua ureter dan collum vesicae, bagian ini berwarna lebih pucat dan tidak memiliki rugae walaupun dalam keadaan kosong. Vesicae urinaria diperdarahi oleh a.vesicalis superior dan inferior. Namun pada perempuan, a.vesicalis inferior digantikan oleh a.vaginalis. Sedangkan persarafan pada vesica urinaria terdiri atas persarafan simpatis dan parasimpatis. Persarafan simpatis melalui n.splanchnicus minor, n.splanchnicus imus, dan n.splanchnicus lumbalis L1-L2. Adapun persarafan parasimpatis melalui n.splanchnicus pelvicus S2-S4, yang berperan sebagai sensorik dan motorik.

d. Uretra

Uretra merupakan saluran yang membawa urine keluar dari vesica urinaria menuju lingkungan luar. Terdapat beberapa perbedaan uretra pada pria dan wanita. Uretra pada pria memiliki panjang sekitar 20 cm dan juga berfungsi sebagai organ seksual (berhubungan dengan kelenjar prostat), sedangkan uretra pada wanita panjangnya sekitar 3.5 cm. selain itu, Pria memiliki dua otot sphincter yaitu m.sphincter interna (otot polos terusan dari m.detrusor dan bersifat involunter) dan m.sphincter externa (di uretra pars membranosa, bersifat volunter), sedangkan pada wanita hanya memiliki m.sphincter externa (distal inferior dari kandung kemih dan bersifat volunter).

Pada pria, uretra dapat dibagi atas pars pre-prostatika, pars prostatika, pars membranosa dan pars spongiosa.           

·         Pa rs pre-prostatika (1-1.5 cm), merupakan bagian dari collum vesicae dan aspek superior kelenjar prostat. Pars pre-prostatika dikelilingi otot m. sphincter urethrae internal yang berlanjut dengan kapsul kelenjar prostat. Bagian ini disuplai oleh persarafan simpatis.

·         Pars prostatika (3-4 cm), merupakan bagian yang melewati/menembus kelenjar prostat. Bagian ini dapat lebih dapat berdilatasi/melebar dibanding bagian lainnya.

·         Pars membranosa (12-19 mm), merupakan bagian yang terpendek dan tersempit. Bagian ini menghubungkan dari prostat menuju bulbus penis melintasi diafragma urogenital. Diliputi otot polos dan di luarnya oleh m.sphincter urethrae eksternal yang berada di bawah kendali volunter (somatis).

·         Pars spongiosa (15 cm), merupakan bagian uretra paling panjang, membentang dari pars membranosa sampai orifisium di ujung kelenjar penis. Bagian ini dilapisi oleh korpus spongiosum di bagian luarnya.

Gambar 2.3 Anatomi Vesica Urinaria – Uretra Laki-laki

Sedangkan uretra pada wanita berukuran lebih pendek (3.5 cm) dibanding uretra pada pria. Setelah melewati diafragma urogenital, uretra akan bermuara pada orifisiumnya di antara klitoris dan vagina (vagina opening). Terdapat m. spchinter urethrae yang bersifat volunter di bawah kendali somatis, namun tidak seperti uretra pria, uretra pada wanita tidak memiliki fungsi reproduktif.

Gambar 2.4 Anatomi Vesica Urinaria – Uretra Peremuan

2.2 Definisi Urolitiasis

Urolitiasis atau dikenal dengan penyakit batu saluran kemih yang selanjutnya disingkat BSK adalah terbentuknya batu yang disebabkan oleh pengendapan substansi yang terdapat dalam air kemih yang jumlahnya berlebihan atau karena faktor lain yang mempengaruhi daya larut substansi.

2.3 Etiologi

Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaankeadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologis terdapat beberapa faktor yang mempermudah terjadinya batu saluran kemih pada seseorang. Faktor-faktor itu adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh seseorang dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan sekitarnya.

a)        Faktor intrinsik itu antara lain adalah :

1.                 Herediter (keturunan)

Penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.

2.                Umur

Penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun.

3.                Jenis kelamin

Jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan.

b)       Faktor ekstrinsik diantaranya adalah:

1.                 Geografi

Pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi daripada daerah lain sehingga dikenal sebagi daerah stone belt (sabuk batu), sedangkan daerah Bantu di Afrika Selatan hampir tidak dijumpai penyakit batu saluran kemih.

2.                Iklim dan temperatur

3.                Asupan air

Kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi, dapat meningkatkan insiden batu saluran kemih.

4.                 Diet

Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya penyakit batu saluran kemih.

5.                  Pekerjaan

Penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktivitas atau sedentary life.

2.4 Klasifikasi

Urolithiasis dapat di klasifikasikan berdasarkan lokasi batu, karakteristik x- ray, etiologi proses pembuatan batu dan komposisi batu. Klasifikasi ini penting dalam menatalakasanakan pasien karena daoat mempengaruhi terapi dan juga prognosis.15

Lokasi batu

·         Nefrolithiasis   :           Batu    yang    terbentuk         pada

pielum, tubuli hingga calyx ginjal.

·         Ureterolithiasis : Batu yang terdapat pada ureter.

·         Cystolithiasis   : Batu yang terdapat pada vasika

urinaria.

·         Urethrolithiasis            : Batu pada saluran uretra

 

Karakteristik radiologi

§                Radiopaque      : kalsium oksalat dihidrat, kalsium

oksalat monohidrat, kalsium fosfat.

§                Poor radiopaque : magnesium ammonium fosfat,

apatit, sistein.

§                Radiolucent : usam urat, ammonium urat, xantin, 2,8

dihidroxy-adenine.

Etiologi

Ø

Non-infeksi

: kalsium oksalat, kalsium fosfat, asam urat.

Ø

Infeksi

: magnesium ammonium fosfat, apatit, ammonium urat.

Ø

Genetik

: sistein, xantin, 2,8 dihidroksiadenin.

Komposisi

Batu saluran kemih pada umumnya mengandung unsur kalsium oksalat atau kalsium fosfat 75%, asam urat %, magnesium-amonium-fosfat 15%, sistin, silikat dan senyawa lain 1%.


Gambaran bentuk batu kalsium oksalat

Gambaran bentuk batu struvit

Gambaran bentuk batu asam urat

Gambaran bentuk batu sistin

 

2.5 Patofisiologi

Terdapat 2 mekanisme pembentukan batu yaitu supersaturasi atau infeksi. Batu yang dihasilkannyapun dapat berbeda, pada supersaturasi (free stone formation) batu yang terbentuk biasanya adalah batu asam urat dan sistein. Pada infeksi batu yang terbentuk adalah hasil dari metabolisme bakteri. Sedangkan formasi batu yang frekuensinya paling banyak, kalkulus yang mengandung kalsium, lebih kompleks masih belum dapat jelas dimengerti. Batu terdiri dari bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut dalam urin. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable dalam urin jika tidak ada keadaan keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal.

Kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu yang kemudian akan mengadakan agregasi dan menarik bahan bahan lain sehingga menjadi Kristal yang lebih besar. Kristal tersebut bersifat rapuh dan belum cukup membuntukan saluran kemih. Maka dari itu agregat Kristal menempel pada epitel saluran kemih dan membentuk retensi kristal. dengan mekanisme inilah bahan bahan lain diendapkan pada agregat tersebut hingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastable dapat dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di dalam urin, konsentrasi solute di dalam urin, laju aliran urin di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu. Batu asam urat lebih mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan magnesium ammonium fosfat cenderung terformasi dalam keadaan basa. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas batu kalsium. Kalsium dapat berikatan dengan oksalat, fosfat membentuk batu kalsium fosfat dan kalsium oksalat.

Ada beberapa zat yang dapat bertindak sebagai inhibitor pembentukan batu. Ion magnesium dapat menghambat pembentukan batu kalsium oksalat dengan cara berikatan dengan oksalat. Demikian pula sitrat jika berikatan dengan ion kalsium akan membentuk garam kalsium sitrat sehingga dapat mengurangi formasi batu yang berkomponen kalsium. Beberapa proteinpun dapat bertindak sebagai inhibitor dengan cara menghambat pertumbuhan kristal, menghambat agregasi kristal maupu menghambat retensi kristal. senyawa itu antara lain adalah: glikosaminoglikan, protein Tamm Horsfall, nefrokalsin dan osteopontin.

Gejala klinis

Gejala klinis pada batu ginjal berbeda tergantung lokasi batu, ukuran dan penyulit yang telah terjadi:

·         Nefrolithiasis : Nyeri pinggang non kolik akibat peregangan kapsul ginjal karena hidronefrosis ataupun infeksi pada ginjal. Pemeriksaan ketuk CVA positif. Jika ginjal telah mengalami hidronefrosis maka ginjal akan teraba pada pemeriksaan ballottement. Jika ginjal mengalami infeksi pasien, demam dapat ditemukan.

·         Ureterolithiasis : Nyeri kolik pada pinggang yang dilewati batu. Nyeri kolik ini disebabkan karena peningkatan tekanan intralumen karena usaha gerakan peristaltik ureter ataupun sistem kalises. Dapat terjadi hematuria karena trauma pada mukosa saluran kemih yang disebabkan oleh batu.

·        Cystolithiasis : Kesulitan memulai BAK jika batu menutupi sphincter, BAK yang tersendat dan lancar jika mengubah posisi badan, dapat terjadi hematuria. Penderita juga dapat merasakan sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Pasien juga dapat merasakan perasaan tidak enak saat BAK, frekuensi BAK yang meningkat karena pengecilan ruangan vesika, pada anak dapat ditemukan enuresis nokturna, dan sering menarik penis ataupun menggosok vulva.

2.6 Diagnosis

Anamnesis

Pasien dengan BSK mempunyai keluhan yang bervariasi mulai dari tanpa keluhan, sakit pinggang ringan sampai dengan kolik, disuria, hematuria,retensio urine, anuria. Keluhan ini dapat disertai dengan penyulit seperti demam, dan tanda-tanda gagal ginjal. Setalah itu, menggali penyakit terdahulu yang dapat menjadi faktor pencetus terbentuknya batu seperti riwayat ISK dengan batu saluran kemih, kelainan anatomi, renal insuffciency,dll.

Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan fisik pasien dengan BSK dapat bervariasi mulai dari tanpa kelainan fisik sampai tanda-tanda sakit berat, tergantung pada letak batu dan penyulit yang ditimbulkan. Pada pemeriksaan fiisk khusus urologi dapat dijumpai :

·         Sudut kosto vertebra : Nyeri tekan, nyeri ketok dan pembesaran ginjal

·         Supra simfisis : nyeria tekan, teraba batu, buli-buli penuh

·         Genitalia eksterna : teraba batu di uretra

·         Colok dubur : teraba batu pada buli-buli pada saan melakukan palpasi bimanual

Pemeriksaan Laboratorium

Dilakukannya pemeriksaan urin rutin untuk melihat adanya eritrosuria, leukosituria, bakteriuria, pH urin dan kultur urin. Pada pemeriksaan darah dilakukan untuk melihat hemoglobin, leukosit, ureum dan kreatinin. Pada hasil urinalisis bila pH >7,5 : lithiasis disebabkan oleh infeksi dan bila pH.

Pencitraan

Diagnosis klinis sebaiknya didukung dengan prosedur pencitraan yang tepat. Pemeriksaan rutin yang dilakukan yaitu foto polos perut dengan pemeriksaan ultrasonografi atau dengan intavenous pyelography atau spiral CT.

Pada pemeriksaan IVP tidak boleh dilakukan pada pasien-pasien berikut ini:

·         Dengan alergi kontras

·         Dengan level kreatinin serum >200 mmol/L atau >2 mg/dl

·         Dengan pengobatan metformin

·         Dengan myelomatosis

Temuan Radiologi Pada Nefrolitiasis

2.7 Penatalaksanaan

Batu yang sudah menimbulkan masalah pada saluran kemih secepatnya harus dikeluarkan agar tidak menimbulkan penyakit lebih parah. Batu dapat dikeluarkan dengan cara medikamentosa dan non medikamentosa:

Medikamentosa

·         Terapi ini ditujukan untuk batu yang ukurannya kurang dari 5 mm diharapkan dapat keluar dengan spontan dengan tujuan untuk mengurangi nyeri saat proses pengeluaran batu dengan cara miksi. Pemberian diuretik dapat digunakan untuk memperlancar aliran urin. Edukasi pasien untuk minum banyak juga dapat dilakukan untuk memperlancar aliran urin.

·         Oral alkanizing agents seperti natrium atau kalium bikarbonat dapat mendisolusikan batu yang bersifat asam. Kontraindikasi obat ini adalah pasien dengan riwayat gagal jantung atau gagal ginjal.

Non Medikamentosa

·         ESWL (Extracorporeal Shockwave Lithotripsy) : alat ini dapat memecah batu ginjal, ureter proksimal atau buli buli tanpa melalui tindakan invasive dan tanpa pembiusan. Menggunakan shockwave batu dapat dipecahkan. Pasien dapat merasa nyeri kolik pada proses pemecahan batu. Kontraindikasi pemecahan batu menggunakan ESWL adalah pasien hamil, infeksi saluran kemih dan batu sistein.

·         PNL (Percutaneus Nephro Litholapaxy): menggunakan alat endoskopi ke sistem kalises melalui insisi pada kulit. Batu kemudian dipecah menjadi ukuran yang lebih kecil.

·         Litotripsi: menggunakan alat litotriptor dengan akses dari uretra, batu dapat dipecahkan menjadi fragmen kecil. Pecahan batu dapat dikeluarkan dengan evakuator Ellik.

·         Ureteroskopi: dengan memasukkan alat ureteroskopi per uretram guna melihat keadaan ureter atau sistem pielokaliks ginjal.

·         Bedah laparoskopi: cara ini banyak dipakai untuk mengambil batu ureter

·         Bedah terbuka : terbagi atas :

o   Nefrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di dalam ginjal

o   Ureterolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di ureter

o   Vesikolitomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di vesica urinaria

o   Uretrolitotomi merupakan operasi terbuka untuk mengambil batu yang berada di uretra.

2.8 Pencegahan

Pencegahan urolithiasis dapat dilakukan dan dibedakan bergantung pada komposisi batu:

·         Batu asam urat: pengaturan diet rendah purin dan pemberian allopurinol sebagai pengontrol kadar asam urat dalam darah

·         Batu kalsium fosfat: melakukan pemeriksaan ekskresi kalsium dalam urin dan nilai kalsium darah. Nilai yang melebihi normal dapat menandakan etiologi primer seperti hiperparatiroidisme

·         Batu kalsium oksalat: sumbernya dapat berasal dari eksogen maupun endogen. Makanan yang banyak mengandung oksalat adalah bayam, teh, kopi dan coklat. Selain itu, hiperkalsemia dan hiperkalsiuria dapat disebabkan penyakit lain, seperti hiperparatiroidisme dan kelebihan vitamin D.

2.9 Komplikasi

Batu yang menyumbat pada saluran kemih dapat menyebabkan komplikasi terhadap organ superior terhadap penyumbatan. Beberapa komplikasi urolithiasis adalah obstruksi ureter yang dapat menyebabkan hidroureter hingga hidronefrosis. Urin yang statis karena penyumbatan ginjalpun dapat menjadi media yang baik untuk berkembangnya bakteri hingga dapat menyebabkan infeksi hingga urosepsis. Pada keadaan tertentu pyonefrosis juga dapat terjadi pada batu saluran kemih bagian atas. Perjalan pengeluaran batu juga dapat menimbulkan trauma pada ureter hingga dapat membetuk striktur ureter.Dalam jangka waktu yang lama batu dapat mengiritasi mukosa vesika urinaria secara kronis, hingga dapat menyebabkan komplikasi karsinoma sel skuamosa.

2.10 Prognosis

Prognosis batu ginjal tergantung dari faktor-faktor ukuran batu, letak batu, dan adanya infeksi serta obstruksi. Makin besar ukuran suatu batu, makin buruk prognosisnya. Letak batu yang dapat menyebabkan obstruksi dapat mempermudah terjadinya infeksi. Pada pasien dengan batu yang ditangani dengan ESWL, 60% dinyatakan bebas dari batu, sisanya masih memerlukan perawatan ulang karena masih ada sisa fragmen batu dalam saluran kemihnya. Pada pasien yang ditangani dengan PNL, 80% dinyatakan bebas dari batu, namun hasil yang baik ditentukan pula oleh pengalaman operator.


 

BAB III

KESIMPULAN

Urolithiasis adalah keadaan dimana adanya batu pada saluran kemih dimulai dari ginjal, ureter, vesika urinaria hingga uretra. Penyakit batu saluran kemih menempati posisi ke dua paling sering ditemukan pada urologi dengan seiringnya waktu karena perubahan pola hidup dan diet masyarakat. Ada beberapa jenis batu yang dapat terakumulasi pada saluran kemih, batu kalsium oksalat, kalsium fosfat, batu urat, batu struvit dan batu campuran. Gejala yang ditimbulkan pada penyakit ini bergantung pada lokasi ataupun obstruksi yang ditimbulkan oleh batu tersebut. Komplikasi batu saluran kemih yang sering tejadi adalah penyumbatan total dari saluran sehingga menyebabkan flow back pada urin.

Efek dari flow back dari urin adalah dapat terjadinya hidroureter hingga hidronefrosis. Pada kasus tertentu urosepsis dapat terjadi pada pasien. Gejala yang terdapat pada urolithiasis adalah antara lain Obstructive Lower Urinary Track Syndrome, mual muntah, demam, nyeri kolik pada pinggang, hematuria dan sensasi keluarnya pasir saat berkemih. Penatalaksanaan urolithiasis antara lain adalah dengan medika mentosa ataupun intervensi bedah. Tindakan bedah yang dilakukan dapat bersifat invasive dan non invasiv. Tindakan invasiv seperti litotripsi, PNL, bedah laparoskopi. Tindakan non-invasiv antara lain ESWL. Pasien dapat mencegah terjadinya batu dengan cara mengatasi infeksi saluran kemih yang dialaminya, mengontrol kadar zat dalam darahnya dan hidrasi yang cukup.


 

DAFTAR PUSTAKA

1.              Rasyid N, Wirya Kusuma G. Admoko W. Panduan Penatalaksanaan Klinis Batu Saluran Kemih. Ikatan Ahli Urologi Indonesia. 2018

2.              Purnomo B. Dasar-dasar Urologi. Edisi Ketiga. Jakarta : Sagung Satu, 2014. Hal : 87-101.

3.              Tanagho E, McAninch J. Smith’s General Urology. 19th edition. The McGraw-Hill companies; 2017.

4.              Tiselius, Hans-Göran & Ackermann, D & Alken, P & Buck, C & Conort, P & Gallucci, M. (2001). EAU Guidelines on Urolithiasis. European urology. 40. 362-71. 10.1159/000049803.

 

No comments:

Post a Comment