DAFTAR ISI
2.3. Komponen penting dalam bencana
2.4.1. Asas dan prinsip penanggulangan bencana
2.4.2. Tujuan penganggulangan bencana
2.4.3. Tahap penanggulangan bencana
2.4.4. Upaya penanggulangan bencana
2.6. Peran dan manfaat surveilans bencana
2.7. Masalah epidemiologi dalam surveilans
bencana
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar belakang
Indonesia merupakan negara rawan bencana,
baik bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial. Hal ini dimungkinkan
karena secara geografis Indonesia terletak pada pertemuan tiga lempeng tektonik
dunia, memiliki lebih dari 128 gunung berapi aktif, dan sekitar 150 sungai,
baik besar maupun kecil, yang melintasi wilayah padat penduduk. Hampir setiap
kejadian bencana menimbulkan permasalahan kesehatan seperti korban meninggal,
menderita sakit, luka – luka, pengungsi dan masalah gizinya, serta masalah air
bersih dan sanitasi lingkungan yang menurun (Depkes RI, 2011).
Epidemi atau wabah penyakit merupakan salah
satu faktor penyebab terbesar kematian penduduk. Penyebab berjangkitnya wabah
yang menimbulkan kematian bisa disebabkan faktor alamnya, faktor manusianya
maupun dari faktor penyakitnya. Faktor alam dapat berupa gunung meletus,
banjir, kekeringan, sedangkan faktor manusia berkaitan dengan kegiatan
sehari-harinya seperti pembuangan limbah rumah tangga dan cara mengeksploitasi
sumber daya alam. Timbulnya epidemi dapat memberi gambaran buruknya kondisi
kesehatan penduduk. Berbagai faktor yang mempengaruhi kondisi masyarakat
meliputi nutrisi yang tidak baik, kurangnya kebersihan air, kebersihan
lingkungan maupun pelayanan kesehatan.
Bencana alam adalah konsekuensi dari
kombinasi aktivitas alami dan aktivitas manusia, seperti letusan gunung, gempa
bumi dan tanah longsor. Karena ketidak berdayaan manusia, akibat kurang baiknya
manajemen keadaan darurat, sehingga menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan
dan struktural, bahkan sampai kematian. Kerugian yang dihasilkan tergantung
pada kemampuan untuk mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka.
Pemahaman ini berhubungan dengan pernyataan: “bencana muncul bila ancaman
bahaya bertemu dengan ketidakberdayaan”.
Dengan demikian, aktivitas alam yang
berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di daerah tanpa ketidakberdayaan
manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak berpenghuni. Konsekuensinya,
pemakaian istilah “alam” juga ditentang karena peristiwa tersebut bukan hanya
bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya potensi kerugian
juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran, yang
mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang
berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.
Namun demikian pada daerah yang memiliki
tingkat bahaya tinggi (hazard) serta memiliki kerentanan / kerawanan
(vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi dampak yang hebat / luas
jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap bencana (disaster
resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan evaluasi kemampuan sistem dan
infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani
tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut
rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan
ketetahanan terhadap bencana yang cukup.
Terjadinya
bencana alam tidak dapat di prediksi. Oleh karena itu, dibutuhkan surveilans
untuk meminimalisir kerusakan dan korban. Surveilans bencana dilakukan sebelum
bencana terjadi, saat bencana dan sesudah terjadinya bencana.
1.2. Rumusan Masalah
Rumusan
masalah yang bisa disimpulkan dari pemaparan latar belakang diatas adalah
sebagai berikut :
- Apa yang dimaksud dengan
bencana dan bencana alam?
- Bagaimana
pengklasifikasian bencana?
- Bagaimana
penanggulangan bencana?
- Bagaimana
peranan surveilans dalam epidemiologi bencana?
- Permasalahan
apa saja dalam epidemiologi bencana?
1.3. Tujuan Penulisan
Tujuan
penulisan makalah ini adalah sebagai berikut :
- Mengetahui apa yang dimaksud
dengan bencana dan bencana alam
- Mengetahui
bagaimana pengklasifikasian bencana
- Mengetahui
bagaimana penanggulangan bencana
- Mengetahui
bagaimana peranan surveilans dalam epidemiologi bencana
- Mengetahui
permasalahan apa saja dalam epidemiologi bencana
- Memberikan informasi kepada pembaca
tentang epidemiologi bencana.
1.4. Manfaat Penulisan
Makalah
ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada pembaca mengenai bencana,
bencana alam, pengklasifikasian bencana, upaya penanggulangan bencana dan peran
surveilans dalam epidemiologi bencana.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Definisi Bencana
Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam
dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian
harta benda dan dampak psikologis dan di luar kemampuan masyarakat dengan
segala sumber dayanya.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, bencana mempunyai arti
sesuatuyang menyebabkan atau menimbulkan kesusahan, kerugian atau
penderitaan.Sedangkan bencana alam artinya adalah bencana yang disebabkan oleh
alam. (Purwadarminta, 2006)
Menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, bencana adalah
peristiwa ataurangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
danpenghidupanmasyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan atau faktor
non alam maupunfaktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakanlingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Bencana merupakanpertemuan dari tiga unsur, yaitu ancaman bencana, kerentanan,
dan kemampuan yangdipicu oleh suatu kejadian.
Sumber lain juga mendefinisikan bencana sebagai suatu
kejadian alam, buatan manusia, atau perpaduan antara keduanya yang terjadi
secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak negatif yang dahsyat bagi
kelangsungan kehidupan.
Menurut Undang-undang Nomor 24 Tahun 2007 bencana alam adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain
berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan,
dan tanah longsor.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atauserangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala alam yang
dapatmengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun korban manusia
(Kamadhis UGM, 2007).
2.2. Klasifikasi bencana
Bencana
dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
- Menurut Penyebab :
a) Alam : gempa bumi dan erupsi
vulkanik, keadaan cuaca yang berat kekeringan, banjir dan angin topan.
b) Perbuatan manusia : kecelakaan kimia
atau perang.
- Menurut Perkiraan :
a) Dapat diprediksi sebelumnya :
banjir, angin topan,
b) Tidak dapat diprediksi : gempa
bumi.
- Menurut Waktu Berlangsungnya :
a) Singkat saja : angin tornado, gempa
bumi
b) Jangka waktu lama : kekeringan,
kecelakaan radiasi.
- Menurut Frekuensi :
a) Sering : angin tornado dan taufan,
b) Jarang : mencairnya reaktor-reaktor
nuklir.
- Menurut Dampak :
a) Terhadap jutaan orang : kelaparan,
gempa bumi
b) Relatif sedikit jumlah orang :
runtuhnya jembatan.
Sedangkan
jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain:
1. Bencana alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam
antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan,
angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana non alam adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa non alam yang antara lain
berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,epidemi dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang
diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh
manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar komunitas
masyarakat, dan teror (UU RI, 2007).
Menurut Badan Nasional Penanggulangan Bencana (2010),
jenis-jenisbencana antara lain:
- Gempa bumi
Gempa Bumi merupakan peristiwa pelepasan energi yang
menyebabkan dislokasi (pergeseran) pada bagian dalam bumi secara tiba-tiba.
Mekanisme perusakan terjadi karena energi getaran gempa dirambatkan ke seluruh
bagian bumi. Dipermukaan bumi, getaran tersebut dapat menyebabkan kerusakan dan
runtuhnya bangunan sehingga dapat menimbulkan korban jiwa. Getaran gempa juga
dapat memicu terjadinya tanah longsor, runtuhan batuan, dan kerusakan tanah
lainnya yang merusak permukiman penduduk. Gempa bumi juga menyebabkan
bencanaikutan berupa, kecelakaan industri dan transportasi serta banjir akibat
runtuhnya bendungan maupun tanggul penahan lainnya.
- Tsunami
Tsunami diartikan sebagai gelombang laut dengan periode
panjang yang ditimbulkan oleh gangguan impulsif dari dasar laut. Gangguan
impulsif tersebutbisa berupa gempa bumi tektonik, erupsi vulkanik atau
longsoran. Kecepatan tsunami yang naik ke daratan (run-up) berkurang menjadi
sekitar 25-100 Km/jam dan ketinggian air.
- Letusan Gunung Berapi
Letusan Gunung Berapi adalah merupakan bagian dari aktivitas
vulkanik yang dikenal dengan istilah “erupsi”. Hampir semua kegiatan gunung api
berkaitan dengan zona kegempaan aktif sebab berhubungan dengan batas lempeng.
Pada batas lempeng inilah terjadi perubahan tekanan dan suhu yang sangat
tinggisehingga mampu melelehkan material sekitarnya yang merupakan cairan pijar
(magma). Magma akan mengintrusi batuan atau tanah di sekitarnya melalui rekahan-rekahan
mendekati permukaan bumi. Setiap gunung api memiliki karakteristik tersendiri
jika ditinjau dari jenis muntahan atau produk yang dihasilkannya. Akan tetapi
apapun jenis produk tersebut kegiatan letusan gunung api tetap membawa bencana
bagi kehidupan. Bahaya letusan gunung api memiliki resiko merusak dan
mematikan.
- Tanah Longsor
Tanah Longsor merupakan salah satu jenis gerakan massa tanah
atau batuan, ataupun percampuran keduanya, menuruni atau keluar lereng akibat dari
terganggunya kestabilan tanah atau batuan penyusun lereng tersebut. Tanah longsor
terjadi karena ada gangguan kestabilan pada tanah/batuan penyusun lereng.
- Banjir
Banjir dimana suatu daerah dalam keadaan tergenang oleh air
dalam jumlah yang begitu besar. Sedangkan banjir bandang adalah banjir yang
datang secara tiba-tiba yang disebabkan oleh karena tersumbatnya sungai maupun
karena pengundulan hutan disepanjang sungai sehingga merusak rumah-rumah
penduduk maupun menimbulkan korban jiwa.
- Kekeringan
Kekeringan adalah hubungan antara ketersediaan air yang jauh
dibawah kebutuhan air baik untuk kebutuhan hidup, pertanian, kegiatan ekonomi
dan lingkungan.
- Angin Topan
Angin Topan adalah pusaran angin kencang dengan kecepatan
angin 120 km/jam atau lebih yang sering terjadi di wilayah tropis diantara
garis balik utara dan selatan, kecuali di daerah-daerah yang sangat berdekatan
dengan khatulistiwa. Angin topan disebabkan oleh perbedaan tekanan dalam suatu
sistem cuaca. Angin paling kencang yang terjadi di daerah tropis ini umumnya
berpusar dengan radius ratusan kilometer di sekitar daerah sistem tekanan
rendah yang ekstrem dengan kecepatan sekitar 20 Km/jam. Di Indonesia dikenal
dengan sebutan angin badai.
- Gelombang Pasang
Gelombang Pasang adalah gelombang air laut yang melebihi
batas normal dan dapat menimbulkan bahaya baik di lautan, maupun di darat
terutama daerah pinggir pantai. Umumnya gelombang pasang terjadi karena adanya
angin kencang atau topan, perubahan cuaca yang sangat cepat, dan karena ada
pengaruh dari gravitasi bulan maupun matahari. Kecepatan gelombang pasang
sekitar 10-100Km/jam. Gelombang pasang sangat berbahaya bagi kapal-kapal yang
sedang berlayar pada suatu wilayah yang dapat menenggelamkan kapal-kapal
tersebut. Jika terjadi gelombang pasang di laut akan menyebabkan tersapunya
daerah pinggir pantai atau disebut dengan abrasi.
- Kegagalan Teknologi
Kegagalan teknologi adalah semua kejadian bencana yang
diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan
manusia dalam penggunaan teknologi atau industri.
- Kebakaran
Kebakaran adalah situasi dimana suatu tempat atau lahan atau
bangunan dilanda api serta hasilnya menimbulkan kerugian.
Rentetan waktu terjadinya bencana merupakan dasar dalam
penentuan dan pemilihan upaya penaggulangan bencana secara efektif dan efisien,
rentetan waktu tersebut adalah :
- Pre-event : sebelum terjadinya
bencana
- Event : pada saat terjadi
bencana
- Post
event : setelah bencana terjadi
2.3. Komponen
penting dalam bencana
- Rehabilitasi adalah perbaikan dan pemulihan
semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai tingkat yang memadai
pada wilayah pasca bencana dengan sasaran utama untuk normalisasi atau
berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan kehidupan masyarakat
pada wilayah pasca bencana
- Rekonstruksi adalah pembangunan kembali
semua prasarana dan sarana, kelembagaan pada wilayah pasca bencana, baik
pada tingkat pemerintahan maupun masyarakat dengan sasaran utama tumbuh
dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial dan budaya, tegaknya hukum
dan ketertiban, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala aspek
kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca bencana
- Rawan
bencana
adalah kondisi baik berupa karakteristik geologis, biologis, hidrologis,
klimatologis, geografis, sosial, budaya, politik, ekonomi, dan teknologi
pada suatu wilayah untuk jangka waktu tertentu yang mengurangi kemampuan
mencegah, meredam, mencapai kesiapan dan mengurangi kemampuan untuk
menanggapi dampak buruk suatu bencana
- Pencegahan
bencana
adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi atau
menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan ancaman bencana
maupun kerentanan pihak yang terancam bencana.
- Pemulihan adalah serangkaian kegiatan
untuk mengembalikan kondisi masyarakat dan lingkungan hidup yang terkena
bencana dengan memfungsikan kembali kelembagaan, prasarana, dan sarana
dengan melakukan upaya rehabilitasi.
- Pengungsi adalah orang atau kelompok orang
yang terpaksa atau dipaksa keluar dari tempat tinggalnya untuk jangka
waktu yang belum pasti sebagai akibat dari dampak buruk bencana.
- Risiko
bencana
adalah kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan
kurun waktu tertentu yang dapat berupa kematian, luka, sakit, jiwa
terancam, hilangnya rasa aman, mengungsi, kerusakan atau kehilangan harta,
dan gangguna kegiatan masyarakat.
- Ancaman
bencana
adalah suatu kejadian atau peristiwa yang bisa menimbulkan bencana
- Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan
yang dilakukan untuk mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta
melalui langkah yang tepat guna dan berdaya guna.
- Peringatan
dini
adalah serangkaian kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada
masyarakat tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh
lembaga yang berwenang.
- Mitigasi adalah serangkaian upaya untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembanguna fisik maupun penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
- Status
keadaan darurat bencana adalah suatu keadaan yang di tetapkan oleh pemerintah
untuk jangka waktu tertentu atas dasar rekomendasi badan yang diberi tugas
untuk menanggulangi bencana.
- Tanggap
darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan
segera pada saat kejadian bencana untuk menangani dampak buruk yang di
timbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan dan evakuasi korban, hrta
benda, pemenuhan kebutuhan dasar, perlindungan, pengurusan pengungsi,
penyelamatan, serta pemulihan sarana dan prasarana.
- Penyelenggaraan
penanggulangan bencana adalah serangkaian upaya yang meliputi penetapan
kebijakan pembangunan yang berisiko timbulnya bencana, kegiatan pencegahan
bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi
2.4. Penanggulangan bencana
2.4.1. Asas dan prinsip penanggulangan bencana
Dalam melakukan upaya penanggulangan
bencana, terdapat dua hal pokok yang harus diperhatikan, yaitu azas dan
prinsip.
- Asas penanggulangan bencana
- Kemanusiaan
- Keadilan
- Kesamaan
kedudukan dalam hukum dan pemerintahan
- Keseimbangan,
keselarasan, dan keserasian
- Ketertiban
dan kepastian hukum
- Kebersamaan
- Kelestarian
lingkungan hidup, dan
- Ilmu
pengetahuan dan teknologi
- Prinsip
penanggulangan bencana
- Cepat
dan tepat, adalah bahwa dalam penanggulangan bencana harus dilaksanakan
secara cepat dan tepat sesuai tuntutan keadaan.
- Prioritas,
bahwa terjadi bencana, kegiatan penanggulangan harus mendapat prioritas
dan diutamakan pada penyelamatan jiwa.
- Koordinasi
bahwa dalam penanggulangan ada kerjasama yang saling mendukung dan terpadu
: melibatkan banyak sektor yang bekerjasama secara baik dan saling
mendukung
- Berdaya
guna : memberi manfaat yang baik dalam perubahan derajat kesehatan
masyarakat
- Transparansi
dan akuntabilitas : dilaksanakan secara terbuka dan dapat dipertanggung jawabkan
secara etika dan hukum.
- Nonproletisi
: dilarang menyebarkan agama atau keyakinan pada saat keadaan darurat
bencana.
2.4.2. Tujuan
penganggulangan bencana
Adapun
tujuan dari penanggulangan bencana adalah sebagai berikut :
- Memberikan
perlindungan kepada masyarakay dari ancaman bencana
- Menyelaraskan
peraturan perundang-undangan yang sudah ada
- Menjamin
terselenggaranya penanggulangan bencana secara terencana, terpadu,
terkoordinasi dan menyeluruh
- Menghargai
budaya lokal
- Membangun
partisipasi dan kemitraan publik serta swasta
- Mendorong
semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan kedermawanan
- Menciptakan
perdamain dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.
2.4.3. Tahap penanggulangan bencana
1) Tahap pencegahan : dilakukan untuk
meminimalkan dampak buruk dari bencana.
Jenis kegiatan :
a.
Pembuatatan waduk mencegah banjir dan kekeringan
b. Penanaman pohon bakau/mangrove
disepanjang pantai untuk menghambat gelombang tsunami
c. Pembuatan taggul untuk menghindari
banjir
d. Reboisasi mencegah kekeringan dan
banjir
e. Tahap tanggap darurat
2) Penyelamatan
korban sebagai hal pokok dan Membantu masyarakat secara langsung yang terkena
becana.
Jenis
kegiatan yang dilakukan :
a. Penanganan korban bencana termasuk
mengubur dan mengobati luka
b. Penanganan pengungsi
c. Pemberian bantuan darurat
d. Pelayanan kesehatan, sanitasi dan
air bersih
e. Penyiapan penampungan sementara
f. Pembangunan fasilitas sosial dan
umum sementara
g. Tahap rehabilitasi.
3) Perbaikan
fisik dan non fisik, Pemberdayaan, Pengembalian harkat korban.
Tujuannya
adalah untuk mengembalikan dan memulihkan fungsi bangunan dan infrastruktur
yang mendesak untuk dilakukan. Sasaran utama dari rehabilitasi adalah
memperbaiki pelayanan publik sampai pada tingkat yang memadai dan penanganan
utama
4) Tahap
rekonstruksi
Normalisasi
melalui pembangunan kembali sarana dan prasarana serta fasilitas umum yang
rusak. Sasaran utama : terbangunnya kembali masyarakat dan kawasan dengan
melibatkan masyarakat dan lintas sektoral.
2.4.4. Upaya penanggulangan bencana
Upaya
penanggulangan bencana meliputi :
a) Pra-bencana
·
Kelembagaan/ koordinasi yg solid
·
SDM/ petugas kesehatan yg terampil secara medik dan sosial
(dapat bekerjasama dengan siapapun)
·
Ketersediaan logistik (bahan, alat, dan obat)
·
Ketersediaan informasi tentang bencana (daerah rawan,
beresiko terkena dampak)
·
Jaringan kerja lintas program/ sector
b) Ketika bencana RHA (Rapid
Health Assessment) dilakukan hari H hingga H+3. Rapid Health Assessment (penilaian
kesehatan secara cepat) dilakukan untuk mengatur besarnya suatu masalah yang
berkaitan dengan kesehatan akibat bencana, yaitu dampak yang terjadi maupun
yang kemungkinan dapat terjadi terhadap kesehatan, sebarapa besar kerusakan terhadap
sarana permukiman yang berpotensi menimbulkan masalah kesehatan dan merupakan
dasar bagi upaya kesehatan yang tepat dalam penanggulangan
selanjutnya.Assessment terhadap kondisi darurat merupakan suatu proses
yang berkelanjutan. Artinya seiring dengan perkembangan kondisi darurat
diperlukan suatu penilaian yang lebih rinci.
Tujuan dari
dilakukannya assessment awal secara cepat adalah :
·
Mendapatan informasi yang memadai tentang perubahan keadaan
darurat
·
Menjadi dasar bagi perencanaan program
·
Mengidentifikasi dan membangun dukungan berbasis self-help serta
aktivitas-aktivitas berbasis masyarakat
·
Mengidentifikasi kesenjangan, guna :
1.
Menggambarkan secara tepat dan jelas jenis bencana, keadaan,
dampak, dan kemungkinan terjadinya perubahan keadaan darurat,
2.
Mengukur dampak kesehatan yang telah terjadi dan akan
terjadi,
3.
Menilai kapasitas sumber daya yang ada dalam pengelolaan
tanggap darurat dan kebutuhan yang perlu direspon secepatnya, dan
4.
Merekomendasikan tindakan yang menjadi prioritas bagi aksi
tanggap darurat.
c) Pascabencana : berdasarkan dari RHA
untuk menentukan langkah selanjutnya yaitu :
·
Pengendalian penyakit menular (ISPA,
diare,DBD,chikungunya, tifoid,dll)
·
Pelayanan kesehatan dasar
·
Surveilans penyakit
·
Memperbaiki kesehatan lingkungan (air bersih, MCK, pengelolaan
sampah, sanitasi makanan, dll).
2.5. Surveilans bencana
Devinisi surveilans
menurut WHO adalah kegiatan pemantauan secara cermat dan terus menerus terhadap
berbagai faktor yang menentukan kejadian dan penyebaran penyakit atau gangguan
kesehatan, yang meliputi pengumpulan, analisis, interpretasi dan penyebarluasan
data sebagai bahan untuk penganggulangan dan pencegahan. Dalam devinisi ini,
surveilans mempunyai arti seperti sistem informasi kesehatan rutin.
Menurut CDC (Center of Disease Control), surveilans
adalah pengumpulan, analisis dan interpretasi data kesehatan secara sistematis
dan terus menerus yang diperlukan untuk perencanaan, implementasi dan evaluasi
upaya kesehatan masyarakat. Selain itu, kegiatan ini dipadukan dengan
diseminasi data secara tepat waktu kepada pihak/pihak yang perlu mengetahuinya.
Dari devinisi di atas, dapat disimpulkan bahwa
surveilans adalah pengamatan secara teratur dan terus menerus terhadap semua
aspek penyakit tertentu, baik keadaan maupun penyebarannya dalam suatu masyarakat
tertentu untuk kepentingan pencegahan dan penganggulangannya.
Tujuan Surveilans :
a.
Mengurangi jumlah kesakitan, resiko kecacatan dan
kematian saat terjadi bencana.
b.
Mencegah atau mengurangi resiko munculnya penyakit
menular dan penyebarannya.
c.
Mencegah atau Mengurangi resiko dan mengatasi dampak
kesehatan lingkungan akibat bencana (misalnya perbaikan sanitasi).
Surveilans mempunyai manfaat/kegunaan sebagai berikut :
a) Dapat menjelaskan pola penyakit yang
sedang berlangsung, dikaitkan dengan tindakan/intervensi kesehatan masyarakat.
b) Dapat melakukan monitoring
kecenderungan penyakit endemis dan mengestimasi dampak penyakit di masa
mendatang.
c) Dapat mempelajari riwayat alamiah
penyakit dan epidemiologi penyakit, khususnya untuk mengidentivikasi adanya KB
atau wabah.
d) Memberikan informasi dan data dasar
untuk penentuan prioritas, pengambilan kebijakan, perencanaan, implementasi dan
alokasi sumber daya kesehatan.
e) Dapat memantau pelaksanaan dan daya
guna program pengendalian khusus dengan membandingkan besarnya masalah sebelum
dan sesudah pelaksanaan program.
f) Membantu menentapkan prioritas
masalah kesehatan dan prioritas sasaran program pada tahap perencanaan program.
g) Dapat mengidentivikasi kelompok
risiko tinggi menurut usia, pekerjaan, wilayah dan variasi terjadinya dari
waktu ke waktu, menambah pemahaman mengenai vektor penyakit, reservoir binatang
dan dinamika penularan penyakit menular.
Surveilans bencana meliputi :
1) Surveilans penyakit-penyakit terkait
bencana, terutama penyakit menular.
Di lokasi pengungsian korban bencana, sangat perlu dilakukan
survey penyakit-penyakit yang ada, terutama penyakit menular. Dengan ini
diharapkan nantinya ada tindakan penanganan yang cepat agar tidak terjadi
transmisi penyakit tersebut.Ada 13 besar penyakit menular dan penyakit terkait
bencana : Campak, Demam Berdarah Dengue (DBD), diare berdarah, diare biasa,
hepatitis, ISPA, keracunan makanan, malaria, penyakit kulit, pneumonia, tetanus,
trauma (fisik), dan thypoid.
Adapun Penyakit Menular Prioritas (dalam pengamatan dan
pengendalian) : Penyakit yang rentan epidemic (kondisi padat), Kolera, Diare berdarah,
Thypoid fever, Hepatitis, Penyakit dalam program pengendalian nasional, Campak,
Tetanus, Penyakit endemis yang dapat meningkat paska bencana, Malaria, dan Demam
Berdarah Dengue (DBD). Penyebab Utama Kesakitan & Kematian : Pnemonia, Diare,
Malaria, Campak, Malnutrisi dan Keracunan pangan.
Mudahnya penyebaran penyakit pasca bencana dikarenakan oleh
adanya penyakit sebelum bencana, adanya perubahan ekologi karena bencana,
pengungsian, kepadatan penduduk di tempat pengungsian, dan rusaknya fasilitas
publik. Pengungsi yang termasuk kategori kelompok rentan yaitu bayi dan anak
balita, orang tua atau lansia, keluarga dengan kepala keluarga wanita, ibu
hamil.
2) Surveilans data pengungsi
Data pengungsi meliputi data jumlah total pengungsi dan
kepadatan di tempat pengungsian, data pengungsi menurut lokasi, golongan umur,
dan jenis kelamin. Data dikumpulkan setiap minggu atau bulanan.
3) Surveilans kematian
Yang
tercantum dalam data kematian meliputi nama, tempat atau barak, umur, jenis
kelamin, tanggal meninggal, diagnosis, gejala, identitas pelapor.
4) Surveilans rawat jalan
5) Surveilans air dan sanitasi
6) Surveilans gizi dan pangan
7) Surveilans epidemiologi pengungsi.
2.6. Peran dan manfaat surveilans bencana
1. Surveilans berperan dalam :
a) Saat Bencana : Rapid Health
Assesment (RHA), melihat dampak-dampak apa saja yang ditimbulkan oleh
bencana, seperti berapa jumlah korban, barang-barang apa saja yang dibutuhkan,
peralatan apa yang harus disediakan, berapa banyak jumlah pengungsi lansia, anak-anak,
seberapa parah tingkat kerusakan dan kondisi sanitasi lingkungan.
b) Setelah Bencana : Data-data yang
akan diperoleh dari kejadian bencana harus dapat dianalisis, dan dibuat
kesimpulan berupa bencana kerja atau kebijakan, misalnya apa saja yang harus
dilakukan masyarakatuntuk kembali dari pengungsian,rekonstruksi dan
rehabilitasi seperti apa yang harus diberikan.
c) Menentukan arah
respon/penanggulangan dan menilai keberhasilan respon/evaluasi. Manajemen
penanggulangan bencana meliputi fase I untuk tanggap darurat, fase II untuk
fase akut, fase III untuk recovery (rehabilitasi dan rekonstruksi). Prinsip
dasar penaggunglangan bencana adalah pada tahap preparedness atau
kesiapsiagaan sebelum terjadi bencana.
2. Manfaat Surveilans bencana
Surveilans bencana sangat penting,
secara garis besar manfaatnya adalah:
a) Mencari faktor resiko ditempat
pengungsian seperti air, sanitasi, kepadatan, kualitas tempat penampungan.
b) Mengidentifikasi Penyebab utama kesakitan
dan kematian sehingga dapat diupayakan pencegahan.
c) Mengidentifikasi pengungsi kelompok
rentan seperti anak-anak, lansia, wanita hamil, sehingga lebih memperhatikan
kesehatannya.
d) Pendataan pengungsi di wilayah, jumlah
kepadatan, golongan umur menurut jenis kelamin.
e) Mengidentifikasi kebutuhan seperti
gizi, perlengkapan, dan lain-lain
f) Survei Epidemiologi.
2.7. Masalah epidemiologi dalam surveilans bencana
1) Pertolongan terhadap kelaparan
Para ahli epidemiologi telah mengembangkan survei baru dan metode
untuk secara cepat menilai status nutrisi penduduk yang mengungsi, dan usaha
pertolongannya sebagai prioritas utama. Selanjutnya memonitor status nutrisi
populasi sbg respon atas kualitas dan tipe makanan yang dibagikan. Perkiraaan
epidemiologi secara cepat membuktikan ketidak tersediaan secara optimal dari
distribusi makanan sementara kondisi kesehatan terus-menerus berubah. Sejak
itulah, pengawasan nutrisi dan distribusi makanan menjadi bagian dari usaha
pertolongan penanggulangan kelaparan, terhadap penduduk yang mengungsi.
2) Kontrol Epidemik : Kantor Pengaduan
Para epidemiologis selanjutnya harus terlibat dalam
aspek lain kondisi pasca bencana, yaitu antisipasi berkembangnya desas-desus
tentang penyebaran atau mewabahnya penyakit kolera ataupun typus. Untuk itulah
sebuah kantor pengaduan dapat memberikan fungsi yang amat penting dalam
memonitor berkembangnya issu-issu yakni dengan menyelidiki yang benar-benar
bermanfaat serta kemudian menginformasikan kepada khalayak umum akan bahaya
yang mungkin terjadi. Konsep ini amat bermanfaat tidak hanya untuk
penduduk terkena musibah dinegara-negara berkembang tetapi juga terhadap
lingkungan kota, negara-negara industri.
3) Surveilans Pencegahan Kematian,
Sakit dan Cedera
Masalah kesehatan yang berkaitan dengan bencana besar
biasanya lebih luas, tidak hanya ketakutan terhadap penyakit-penyakit wabah
yang mungkin terjadi, namun sering diukur berapa jumlah orang yang meninggal,
terluka parah atau berapa banyak yang jatuh sakit.
Para ahli epidemiologi mesti mengidentifikasi konsekuensi
terhadap kesehatan yang paling berat dan bencana yang masih bisa
dicegah dengan suatu tindakan aktif, intervensi yang terarah baik, dan
penyusunan kerangka prioritas untuk kemudian melaporkannya pada pengambil
keputusan. Proritas-prioritas mungkin berbeda pada masing-masing bencana, para
epidemiologis dengan cepat namun tepat membuat suatu perencanaan.
Contoh ; kebanyakan kematian akibat gempa bumi terjadi
sebagai dampak langsung, maka kebanyakan tindakan pencegahan terhadap kematian
lebih lanjut adalah berupa perawatan segera mereka yang terluka ataupun segera
membebaskan mereka yang terperangkap pada bangunan yang runtuh. Pada saat yang
bersamaan, perhatian yang sama harus pula diberikan pada dampak gempa bumi
tersebut terhadap kerusakan penampungan makanan dan suplai air, jaringan
transportasi dan telekomunikasi serta masalah lain yang berkaitan dengan akses
pada layanan kesehatan bagi mereka yang selamat hingga terhindarkan dari
kondisi yang buruk.
4) Surveilans Kebutuhan Perawatan
Kesehatan
Pada bencana yang terkait dengan jumlah korban yang cukup
banyak dengan cedera yang berat (contoh : ledakan, tornado) ataupun penyakit
yang parah (kecelakaan nuklir, epidemi), maka kemampuan untuk mencegah kematian
dan menurunkan kesakitan yang berat akan sangat tergantung pada perawatan medis
yang tepat dan adekuat (memadai) atau tergantung pada pengiriman korban pada
pusat-pusat layanan yang menyediakan perawatan medis yang tepat.
Survei yang cepat dengan jumlah korban yang falid
membutuhkan perhatian khusus berdasarkan perjalanan kondisi penyakit atau
cederanya akan memberikan dampak langsung terhadap respon sehingga dapat
ditingkatkan lebih baik, sekali lagi mengidentifikasi kebutuhan dan memonitor
efek dari intervensi adalah merupakan fungsi epidemiologi yang sangat penting.
5) Penelitian untuk menghindari
tindakan tidak perlu
Setelah bencana banyak lembaga dan donor yang menawarkan
bantuan peralatan dan tenaga untuk usaha-usaha pertolongan yang tidak selalu
sesuai dengan kebutuhan. Sebagai contoh : pengiriman obat-obatan yang tidak
penting, kadarluarsa ataupun yang tidak berlabel pada daerah-daerah terkena
bencana, seringkali justru mengganggu usaha pertolongan sebab menyebabkan
beberapa personil terpaksa harus mengidentifikasi bantuan yang relevan dari
sekumpulan material yang tidak diperlukan. Vaksin untuk kolera dan demam typus
tidak pernah dipakai sesudah bencana, namun selalu saja ditawarkan, hal ini
menurut para politisi dan personil lokal berada dalam posisi yang kurang
nyaman, namun tepat untuk berkata “tidak“.
6) Analisis Epidemiologi : Konsekuensi
Pencegahan Kesehatan pada Bencana Yang Akan Datang
Pada beberapa bencana seperti ; gempa bumi, tornado ataupun
angin ribut jumlah kematian atau terluka parah terutama terjadi akibat kejadian
bencana itu sendiri. Pada masing-masing pencegahan ini strategi-strategi
pencegahan sering direkomendasikan, padahal belum melalui suatu penelitian
epidemiologi yang mendalam. Sekarang ini, para ahli epidemiologi telah memfokuskan
pada penilaian strategi apa yang terbaik untuk mencegah kesakitan terkait
bencana ini.
Suatu pertanyaan timbul menurut suatu model kasus-kontrol ;
mengapa beberapa orang meninggal (kasus) sementara tetangga, anggota
keluarga ataupun lainnya selamat(kontrol), faktor-faktor risiko dari
kemampuan untuk bertahan (selamat) tergantung pada pengetahuan dan perhatian
pada peringatan bencana seperti : peringatan terjadi tornado. Pengambil
tindakan yang bersifat menghindari dan ketersediaan perawatan medis, hingga
pada masalah-masalah struktural seperti bahan bangunan yang dipakai diarea
sering terjadi bencana tersebut. Analisis-analisis seperti ini setelah
terjadinya gempa bumi dan tornado telah menghasilkan informasi-informasi baru
yang telah merubah pola pikir tradisional kita tentang pencegahan kematian
terkait bencana.
7) Analisis Peringatan dari Usaha
Pertolongan
Konsekuensi bencana jangka panjang tidak cukup diperkirakan.
Tidak ada evaluasi dibuat 5 atau 10 tahun sesudah bencana untuk menentukan
apakah perubahan dalam epidemiologi atau praktik pertolongan, pengarahan ulang
dana untuk tujuan jangka panjang atau perubahan dari pola dan kebiasaan membuat
bangunan, memiliki pengaruh jangka panjang terhadap respon masyarakat terhadap
bencana. Meskipun demikian, kebanyakan masyarakat yang mengalami bencana, lebih
peduli terhadap usaha-usaha persiapan dimasa yang akan datang.
2.8. Contoh bencana alam
Salah satu
kejadian bencana alam yang paling sering terjadi di negara kita adalah banjir
akibat dari perubahan iklim yang terjadi dari pemanasan gobal. Akibat pemanasan
global terjadi pencairan es dikutup dan meningkatnya permukaan air laut, musim
hujan yang berkepanjangan dan angin topan. Disamping itu banjir juga di picu
oleh perilaku masyarakat yang buruk seperti membuang sampah ke sungai sehingga
merusak badan sungai, berkurangnya daerah resapan air hujan akibat pembangunan
dan tata ruang yang tidak terencana ditambah lagi dengan perilaku penebangan
hutan secara liar (Notoatmodjo,2007).
Menurut berita
yang ditulis Subiantoro di Antara News. Com, Tanggal 17 Januari 2013, banjir di
samping menimbulkan korban jiwa, harta benda, kerusakan lingkungan dan
fasilitas pembangunan, banjir juga menimbulkan berbagai masalah kesehatan.
Banjir merupakan penyebab tersebarnya agent penyakit dan wabah penyakit menular
seperti diare, cholera, typoid dan leptospirosis. Diantara 1.254 korban banjir
di Kampung Melayu, Jakarta Timur ada 231 korban banjir yang terserang penyakit
diare atau sekitar 18,4%. Dimana 78 orang yang mengungsi di Posko Sudin
Kesehatan Jakarta Timur dan 153 orang yang di Masjid At-Tawabin. “Kebanyakan
warga mengidap diare terutama anak-anak," ujar Kasudin Kesehatan Jakarta
Timur, Safarudin, Jumat (18/01/2013). Hal ini terjadi akibat perubahan pada
tiga faktor segitiga epidemiologi yaitu agent (kuman penyakit), host (daya
tahan tubuh menurun) dan environment (sanitasi yang buruk).
Berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan oleh
Perhimpunan Ahli Penyakit Dalam Indonesia Medical Relief di 51 titik banjir di
Jakarta dengan 3.000 pasien korban banjir menunjukkan bahwa 4 penyakit yang
terbanyak diderita korban bencana banjir adalah diare, ISPA, leptospirosis dan
penyakit kulit (Yunizar, 2013). Sedangkan menurut data dari Departemen
Kesehatan menunjukkan diare menjadi penyakit pembunuh kedua pada balita
Indonesia setelah radang paru atau peneumonia (Depkes RI, 2011).
Saat terjadi bencana banjir dengan atau tanpa
pengungsian terjadi kerusakan lingkungan yang menyebabkan rendahnya kualitas
sanitasi, kurangnya persediaan air bersih, kebersihan diri dan kebersihan
makanan yang dikonsumsi tidak memadai dan ada yang menggunakan sumber air
bersih yang telah tercemar banjir. Mengkonsumsi kualitas air minum yang buruk
dapat menyebabkan wabah diare bila tidak di ambil tindakan yang cepat dan tepat
(Metrotvnews.com,2013).
Menurut data dari WHO penyakit diare membunuh satu
anak di dunia setiap 15 detik, karena akses terhadap sanitasi yang sangat
rendah terutama dalam keadaan kedaruratan pasca bencana seperti banjir. Hal ini
memberi efek yang sangat luas hingga dapat mengganggu pertumbuhan ekonomi dan
potensi sumber daya manusia pada skala nasional. Di Amerika lebih dari 2 juta
kasus diare akut infeksius terjadi disetiap tahunnya, yang merupakan penyebab
kedua dari morbiditas dan mortalitas di seluruh dunia.
WHO juga memperkirakan ada sekitar 4 milliyar kasus
diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta kasus pertahun di dunia.
Bila angka ini diterapkan di Indonesia setiap tahun sekitar 100 juta episode
kejadian diare akut terjadi pada orang dewasa (Zein, 2011). Kemudian Kurnia
Fitri Jamil, pakar tropik infeksi dari Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh,
dalam 13th Jakarta Antimicrobial Update 2012, menyampaikan bahwa bencana alam
merupakan faktor risiko yang penting bagi kejadian luar biasa (outbreak). Jamil
menyebutkan transmisi penyakit infeksi sesungguhnya bukan terjadi secara
langsung akibat bencana alamnya melainkan terjadi secara sekunder.
Hal itu disebabkan eksaserbasi dari faktor risiko
penyakit yang sudah ada sebelumnya. Bencana alam hanya menjadi faktor
presipitasi. Diare juga merupakan masalah yang sudah dipastikan ada pada
populasi pengungsi. Hal ini disebabkan kondisi air dan sanitasi yang sangat
jauh dari kebersihan pada populasi pengungsi. Dengan kepadatan penduduk yang
sangat besar, mereka menuntut sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi yang
memadai. Secara lugas, diare merupakan penyebab mayor kematian terkait bencana
yang bukan merupakan dampak trauma langsung saat bencana terjadi. Kematian
terkait diare ini mencapai 40% (Jamil,2012).
Kebanyakan diare disebabkan oleh virus rotavirus,
bakteri E. Coli sebagai penyebab lansung diare akut yang terjadi hampir pada
85% dari seluruh kejadian diare, dengan angka kematian sekitar 8 dari 1.000
penderita, dan kebanyakan disebabkan oleh dehidrasi.
Sebagai tenaga kesehatan, kita harus menyiapkan
antibiotik, obat anti-diare, serta cairan infus untuk mengurangi morbiditas dan
mortalitas terkait diare. (Sofwan, 2010). Akan tetapi yang tidak kalah penting
adalah upaya – upaya penanggulangan dan pencegahan diare pada masyarakat rawan
bencana banjir terutama kepada ibu-ibu rumah tangga dengan memberikan
pendidikan kesehatan sebagai upaya mitigasi yang berkelanjutan untuk mengurangi
dampak dari bencana. Ibu rumah tangga adalah orang yang sangat berpengaruh
dalam menjaga kesehatan seluruh anggota keluarganya karena aktivitasnya dalam
menyiapkan makanan, mengajarkan anak-anak pola hidup bersih dan sehat seperti
mencuci tangan sebelum makan, menggunakan jamban, membuang sampah, dan
lain-lain (Haryanto, 2010).
Oleh karena itu perlu suatu upaya terpadu dan
menyeluruh dari semua pihak untuk upaya pencegahan diare pasca banjir melalui
perencanaan yang matang melalui upaya peningkatan pengetahuan dan keterampilan
ibu – ibu rumah tangga melalui program pendidikan kesehatan yang tepat,
berkesinambungan dengan menggerakkan semua sumber karena salah satu tujuan
khusus upaya kesehatan adalah menghindarkan manusia dan lingkungannya dari
dampak bencana yang terjadi baik akibat ulah manusia maupun alam, melalui
upaya-upaya surveilans epidemiologi, pencegahan dan penanggulangan bencana yang
dilakukan secara terpadu dengan peran masyarakat secara aktif melalui
penyadaran dan peningkatan kemampuan masyarakat menghadapi ancaman bencana
termasuk resiko wabah diare pasca banjir (Rahmat, 2004).
Menurut Leavel dan Clark dalam Ali (2010), salah
satu upaya pencegahan primer untuk meningkatkan derajat kesehatan masyarakat
dapat dilakukan dengan pendidikan kesehatan dengan mengolah pola pikir orang
agar ia dapat berpikir rasional, objektif, mampu secara sadar mewujudkan
pengetahuan tentang kesehatan dalam kehidup an sehari–harinya. Bahkan
diharapkan orang tersebut mampu menularkan pengetahuannya kepada orang lain.
Untuk mencapai tujuan pendidikan kesehatan perlu
alih pengetahuan dan alih tehnologi tentang cara kerja, penggunaan alat bantu
dalam melaksanakan pendidikan kesehatan kepada masyarakat, cara pendekatan ke
masyarakat merupakan hal-hal yang memegang peranan penting mencapai
keberhasilan. Cara bekerja sambil belajar (learning by doing), pemahaman dan
penghayatan tentang pendidikan kesehatan kepada masyarakat dan peran pendidik
kesehatan (tenaga penyuluh) sebagai anggota dari tim kesehatan masyarakat desa
dapat lansung diterapkan. Karena pendidikan kesehatan yang berjalan sendiri tidaklah
ada artinya.
Pendidikan kesehatan baru ada artinya jika
dilaksanakan bersama program kesehatan dan yang terbaik adalah jika pendidikan
kesehatan dilaksanakan bersama program kesehatan dan masyarakat (Ali,2010).
Menurut Wijayanti (2008), sebagai staf Pusat Penelitian dan Pengembangan
Kebijakan Kesehatan, penyuluhan/pendidikan kesehatan yang diberikan dalam
rangka pencegahan penyakit diare pasca bencana banjir meliputi : menjaga
kebersihan diri dan lingkungan, mencuci tangan dengan sabun, meminum air minum
yang telah diolah, menggu nakan air yang tidak terkontaminasi, pengelolaan
sampah yang baik dan membuang air besar pada tempatnya akan mengurangi
penularan diare.
Dalam keadaan bencana inisiatif rakyat untuk
menolong diri dan keluarganya terutama untuk pemeliharaan kesehatan dan
pencegahan penyakit dapat dibangun dengan upaya pendidikan kesehatan untuk
sadar dan siaga bencana dengan perilaku-perilaku yang menunjang kesehatan dalam
kedaaan tidak bencana/pra bencana (Depkes RI, 2011).
Hal ini terbukti saat WHO (2010), melakukan sebuah
survey dibeberapa negara berkembang yang rawan bencana tahun2007,dari hasil
studinya menunjukkan angka kejadian diare menurun 32% dengan meningkatkan akses
masyarakat terhadap sanitasi dasar, 45% dengan perilaku mencuci tangan pakai
sabun, 39% dengan pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan
dengan mengintegrasikan ketiga perilaku intervensi tersebut, kejadian diare
menurun 94%.
Pendidikan kesehatan juga merupakan suatu upaya yang
strategis untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan kepada kelompok
sasaran dan salah satu hal yang sangat mempengaruhi pencapaian tujuan dari
pendidikan kesehatan tersebut adalah metode pembelajaran yang digunakan,
disamping media dan alat bantu. Hal ini terbukti dengan penelitian yang
dilakukan oleh Rahfiluddin tentang model KIE untuk meningkatkan pengetahuan dan
praktek kebersihan diri anak sekolah dasar sebagai upaya penunjang pencegahan
penyakit cacingan di Kota Madya Semarang tahun 2009 dengan hasil setelah
dilakukan pemberian buku saku pengetahuan siswa meningkat.
Siswa berpengetahuan rendah turun dari 88,2% menjadi
13.1%, berpengetahuan sedang dari 11,8% menjadi 65,8% dan berpengetahuan baik
dari 0% menjadi 21,1% sedangkan pada SD kontrol tingkat pengetahuan siswa tetap
tidak mengalami perubahan.Sedangka n penelitian Rust iawan (2010), tentang
faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas lingkungan serta hubungan dengan
kejadian diare dan status gizi anak balita yang dilakukan di 16 Kecamatan di
Kabupaten Purworejo Jawa Tengah tahun 2010, dari analisis data disimpulkan
bahwa kualitas lingkungan dan sumber air bersih sangat menentukan kejadian
diare, dan kualitas lingkungan sangat dipengaruhi oleh jumlah anggota keluarga
dan pendidikan orang tua.
Kemudian penelitian yang dilakukan oleh Dewi,
tentang pengembangan mode l ceramah pada penyuluhan kesehatan gigi dan mulut
oleh kader kepada ibu-ibu pengunjung posyandu agar menjaga kesehatan gigi anak
balitanya di KecamatanMedan Amplas Medan tahun 2012. Dapat disimpulkan bahwa
metode pengembangan yang disertai dengan demonstrasi dan simulasi lebih baik
daripada metode ceramah untuk meningkatkan pengetahuan ibu balita dan
menurunkan skor plak anak balita.
Berdasarkan data dari Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia: Ditjen Bina Upaya Kesehatan, Badan PPSDMK, Pusat Data dan Informasi;
Profil Kesehatan Provinsi Aceh Tahun 2011, Provinsi Aceh terletak di ujung
barat negara Indonesia yang terdiri dari 18 Kabupaten dan 5 Kotamadya, 286
Kecamatan, 6.429 Desa/Kelurahan dengan luas wilayah 58.044.39 km2 dan jumlah
penduduk laki-laki 2.300.442 jiwa dan perempuan 2.296.866 jiwa. Jumlah
fasilitas kesehatan yang dimiliki provinsi ini adalah 144 puskesmas perawatan
dan 186 puskesmas non perawatan, dengan jumlah rumah sakit pemerintah dan
swasta sebanyak 59 buah dan berbagai jenis Sumber daya manusia kesehatan dengan
jumlah UKBM Posyandu 7.384 buah dan poskesdes 2002 buah.
Data yang diperoleh dari Ditjen Bina Upaya Kesehatan
Kemenkes RI tahun 2012, urutan 10 penyakit terbesar yang diderita masyarakat
Aceh adalah diare dan gastroenteritis masih berada diurutan pertama dengan
proporsi kasus laki-laki 51,86%, perempuan 48,14% dengan Case Fatality Rate (
CFR) 1,79%. Sedangkan angka Kejadian Luar Biasa (KLB) Diare dari tahun ke tahun
cenderung meningkat dengan CFR tahun 2010 yaitu 2,48% dan CFR tahun 2011
menjadi 5%. Hal ini juga diduga ada hubungan dengan sanitasi lingkungan dan
perilaku masyarakat yang belum menunjang kesehatan apalagi pasca bencana banjir
yang terjadi di beberapa wilayah Kabupaten seperti Aceh Utara, Bireuen, Pidie
Jaya, Sigli, Singkil, Aceh Selatan, Aceh Barat dan Aceh Tenggara. Dimana
penderita diare yang paling rawan adalah kelompok anak- anak dan bayi.
Sedangkan Kabupaten Aceh Utara sebagai salah satu
Kabupaten di Aceh yang rawan terjadi banjir. Ada beberapa wilayah yang hampir
setiap tahunnya terjadi banjir. Berdasarkan data laporan Badan Penanggulangan
Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Aceh Utara periode Januari sampai Desember
Tahun 2012 telah terjadi banjir dibeberapa Kecamatan di Wilayah Kabupaten Aceh
Utara yaitu Kecamatan Matangkuli menggenangi 20 (dua puluh) Gampong dengan
ketinggian air 30-80 Cm dengan jumlah korban 853 KK atau 4.334 jiwa,Kecamatan
Tanah Luas menggenangi 18 (delapan belas) Gampong, 3 (tiga) kemukiman akibat meluapnya
Krueng Keureto dengan ketinggian air mencapai 1 meter, dan yang menjadi korban
1.631 KK atau 7.455 jiwa, Kecamatan Simpang Keuramat, Kuta makmur, Pirak Timu,
Lhoksukon, Muara Batu dan Sawang, bahkan diantara Kecamatan tersebut terjadi
banjir 2 sampai 3 kali banjir dalam setahun, seperti Kecamatan Matangkuli, dan
Pirak Timu.Berdasarkan studi awal yang dilakukan peneliti ke Puskesmas
Matangkuli Kecamatan Matangkuli Kabupaten Aceh Utara yang merupakan salah satu
puskesmas dengan wilayah kerja yang rawan banjir, didapatkan data telah terjadi
peningkatan frekuensi beberapa penyakit pasca bencana banjir salah satunya
adalah penyakit diare, dimana puncak frekuensinya terjadi pada 2 hari sampai
seminggu pasca bencana banjir.
2.9. Resiko KLB Pasca Bencana
Bencana alam dapat memperbesar risiko penyakit yang dapat
dicegah akibat perubahan yang merugikan pada bidang/bidang berikut :
a) Kepadatan penduduk
Kontak yang dekat antar manusia berpotensi meningkatkan
penyebaran penyakit bawaan udara (airborne disease). Kondisi tersebut ikut menyebabkan
sebagian peningkatan kasus infeksi pernapasan akut yang dilaporkan pasca
bencana.
b) Perpindahan penduduk
Pemindahan korban bencana dapat menyebabkan masuknya penyakit
menular baik pada penduduk migran maupun pada penduduk asli yang rentan.
c) Kerusakan dan pencemaran layanan
sanitasi dan penyediaan air.
Air minum sangat rentan terhadap kontaminasi yang disebabkan
oleh kebocoran saluran air kotor dan adanya bangkai binatang di sumber air.
d) Terganggunya program kesehatan masyarakat.
Setelah bencana, tenaga dan dana biasanya dialihkan untuk
kegiatan pemulihan. Jika program kesehatan masyarakat (misalnya program
pengendalian vector atau program vaksinasi) tidak dipelihara atau dipulihkan
sesegera mungkin, penyebaran penyakit menular dapat meningkat pada populasi
yang tidak terlindung.
e) Perubahan ekologi yang mendukung
perkembangbiakan vector.
Musim hujan yang disertai atau yang tidak disertai banjir,
kemungkinan dapat memengaruhi kepadatan populasi vector. Salah satu dampaknya
adalah pertambahan tempat perkembangbiakan nyamuk atau masuknya hewan pengerat
di daerah banjir.
f) Perpindahan hewan peliharaan dan hewan
liar.
Seperti halnya populasi manusia, populasi hewan sering
berpindah akibat bencana alam, sehingga zoonoses yang ada pada tubuh hewan
tersebut dapat ditularkan pada manusia dan juga pada hewan lain.
g) Persediaan makanan, air dan
penampungan darurat dalam situasi bencana.
Kebutuhan dasar penduduk sering disediakan dari sumber baru
atau sumber yang berbeda. Sangat penting untuk memastikan bahwa makanan dari
sumber baru tersebut tidak merupakan sumber penyakit menular.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Epidemi atau wabah penyakit merupakan salah
satu faktor penyebab terbesar kematian penduduk. Penyebab berjangkitnya wabah
yang menimbulkan kematian bisa disebabkan faktor alamnya, faktor manusianya
maupun dari faktor penyakitnya. Faktor alam dapat berupa gunung meletus,
banjir, kekeringan, sedangkan faktor manusia berkaitan dengan kegiatan
sehari-harinya seperti pembuangan limbah rumah tangga dan cara mengeksploitasi
sumber daya alam. Timbulnya epidemi dapat memberi gambaran buruknya kondisi
kesehatan penduduk. Berbagai faktor yang mempengaruhi kondisi masyarakat
meliputi nutrisi yang tidak baik, kurangnya kebersihan air, kebersihan
lingkungan maupun pelayanan kesehatan.
Bencana adalah peristiwa/rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor
manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis dan di luar kemampuan
masyarakat dengan segala sumber dayanya.
Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan
oleh peristiwa atauserangkaian peristiwa yang disebabkan oleh gejala-gejala
alam yang dapatmengakibatkan kerusakan lingkungan, kerugian materi, maupun
korban manusia.
Kegiatan surveilans dalam epidemiologi
bencana sangat berperan dalam penanggulangan bencana itu sendiri. Metode
epidemiologi yang beraneka ragam telah mendemostrasikan pentingnya hal-hal
tertentu, sebelum, selama dan sesudah bencana. Sebelum bencana, energi
difokuskan dalam menggambarkan risiko-risiko yang dihadapai penduduk, dan
perkiraan persiapan darurat sesuai derajat bencana, fleksibilitas dan
pengawasan yang telah ada dan pada pelatihan personil.
Selama kejadian, perawatan kesehatan perlu
bagi populasi yang terkena dan kebutuhan akan layanan darurat perlu
diperkirakan sebelumnya secara cepat dengan tujuan untuk mencegah kematian,
cedera ataupun sakit. Pada fase sesudah bencana, monitoring berkelanjutan
dan pengawasan terhadap masalah kesehatan yang dihadapi populasi harus
dilakukan, demikian pula dengan informasi mengenai keefektifan informasi yang
telah dilakukan, biasa diminta.
Paska bencana, metode-metode epidemiologi dapat digunakan untuk
mengevaluasi keefektifan dari masing-masing program intervensi. Kerjasama
pengawasan epidemiologi dengan manajemen bencana telah mengurangi secara
dramatis, efek bencana ini pada populasi yang terkena.
Kegiatan yang dilakukan pada sebelum bencana
terjadi adalah pengorganisasian dan koordinasi dengan lembaga terkait. Kegiatan
yang dilakukan pada saat terjadinya bencana adalah melakukan RHA (Rapid Health
Assessment)/penilaian kesehatan secara cepat. Kegiatan yang dilakukan pada
setelah terjadinya bencana adalah melakukan intervensi dari RHA yang sudah
dibuat. Misalnya dengan memberikan bantuan makanan, dll.
3.2. Saran
Surveilans
bencana dilakukan secara berkesinambungan mulai dari pra bencana, saat
bencana dan pasca bencana. Jadi perlu koordinasi dan kerjasama yang baik antara
pihak-pihak terkait agar persiapan mengahadapi bencana dan intervensi setelah
bencana dapat terlaksana dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
https://aepnurulhidayat.wordpress.com/2014/06/20/bencana-alam/
https://www.academia.edu/19683522/Epidemoilogi_bencana_dan_dampak
No comments:
Post a Comment