I PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Salah satu
tujuan akhir dari pendidikan sarjana (S1) adalah terampil dalam dunia kerja,
khususnya di bidang sesuai dengan apa yang dipelajari mahasiswa selama proses
perkuliahan. Tetapi dalam proses perkuliahan, materi-materi yang dipelajari
kebanyakan masih bersifat teori dan praktek laboratorium. Sehingga mahasiswa
belum mempunyai keterampilan yang sinkronis di dunia kerja. Oleh karena itu,
mahasiswa diwajibkan untuk magang. Magang inilah yang nanti bertujuan untuk
melatih mahasiswa agar terampil di dalam dunia kerja.
Klinik
Kompetisi Bidang (KKB) adalah penerapan seseorang mahasiswa/ mahasiswi pada dunia
kerja nyata yanag sesungguhnya, yang bertujuan untuk mengembangkan keterampilan
dan etika serta untuk mendapatkan kesempatan dalam menerapkan ilmu yang
berkaitan dengan kurikulum pendidikan. Pengertian praktik kerja lapangan atau
magang adalah salah satu program yang bertujuan untuk mendapatkan pengalaman
kerja dalam suatu perusahaan atau intansi pemerintah dan dapat
mengimplementasikan teori yang didapat dalam perkuliahan dan mempraktekan ilmu
tersebut dalam dunia nyata.
Udang vanname (Litopenaeus vannamei) adalah salah satu
spesies udang yang saat ini banyak dikembangkan oleh para pembudidaya udang di
Indonesia (Anjasmara dkk.,
2018).
Udang
vanname merupakan udang yang bersifat euryhaline,
yaitu udang yang mampu menyesuaikan diri pada kisaran salinitas lebar yang
menyebabkan pemeliharaan dapat dilakukan pada media salinitas rendah. Hal
tersebut karena pada saat musim penyakit, salinitas diturunkan untuk
menghindari terserangnya virus pada udang (Maghfiroh dkk.,
2019).
Usaha budidaya
udang vanname baru diperkenalkan pada tahun 2000 di Indonesia, sejak turunnya produksi
udang windu (Manan and Kharisma, 2012). Alasan utama bagi beralihnya komoditas budidaya udang
windu ke udang vanname antara lain adalah performa dan laju pertumbuhan udang
windu yang rendah serta kerentanan yang tinggi terhadap penyakit (Mahasri dkk.,
2017).
Udang vanname merupakan salah satu jenis udang yang sering dibudidayakan. Hal
ini disebabkan udang tersebut memiliki prospek dan profit yang menjanjikan (Arsad dkk., 2017). Udang juga merupakan salah satu komoditas pangan perikanan
unggulan di pasar global dan domestik. Permintaan pasar yang tinggi belum di
imbangi oleh ketersediaan suplai produksi yang ada sekarang. Pada tahun 2013
tercatat bahwa gap antara produksi dengan permintaan udang di dunia sekitar
1.102.631 ton (Afan dkk., 2015). Berdasarkan data sementara statistik Direktorat Jenderal
Perikanan Budidaya bahwa, produksi udang vanname di Indonesia mencapai 284.551
ton. Meskipun tidak signifikan angka produksi udang (SCI) pada tahun 2016
mengalami penurunan menjadi 265.000 ton. Angka tersebut baru mencapai 63,23%
dari target produksi pada tahun 2016 sebesar 450.000 ton (Samuria dkk.,
2018).
Kehadiran varietas udang vanname ini mampu menopang kebangkitan usaha budidaya
udang di Indonesia serta membuat investasi di bidang budidaya udang memiliki
potensi yang baik untuk dikembangkan (Anjasmara dkk.,
2018).
Padat tebar
berperan penting dalam kegiatan budidaya untuk menentukan jumlah benur yang
akan ditebar dan luas tambak yang akan digunakan (Purnamasari dkk.,
2017).
Budidaya intensif udang vanname banyak dilakukan oleh pengusaha, umumnya dengan
padat tebar tinggi mencapai 500 ekor/m3. Oleh karena itu produksi
udang Indonesia dari budidaya terus meningkat setiap tahun dan didominasi oleh
udang vanname (Gunarto dkk.,
2016).
Manajemen budidaya yang berwawasan
lingkungan sangat dibutuhkan untuk saat ini, karena limbah yang dihasilkan oleh
kegiatan budidaya perikanan adalah limbah yang berpotensi merusak lingkungan
dengan kandungan unsur hara yang tinggi. Teknologi budidaya saat ini
memungkinkan pengurangan intensitas pergantian air budidaya atau bahkan tidak
memerlukan pergantian air dan juga pengurangan terhadap biaya operasional yaitu
dengan penerapan teknologi bioflok (Riani dkk., 2012). Teknologi bioflok merupakan teknologi alternatif dalam
budidaya udang yang sedang populer saat ini. Teknik ini mencoba memproses
limbah budidaya secara langsung di dalam petak budidaya dengan mempertahankan
kecukupan oksigen, mikroorganisme, dan rasio C/N dalam tingkat tertentu. Salah
satu probiotik yang dapat membentuk bioflok adalah genera Bacillus sp. (Dahlan dkk.,
2019).
1.2
Tujuan dan Manfaat KKB
1.2.1
Tujuan KKB
Tujuan dari praktik lapang II yang akan
dilaksanakan adalah:
1.
Melaksanakan teknik
pembesaran udang vanname (Litopenaeus
vannamei) sistem bioflok dengan skala rumah tangga
2.
Menganalisis performa
produktivitas kinerja budidaya
3.
Menghitung analisis
finansial pembesaran udang vanname (Litopenaeus
vannamei) sistem bioflok dengan skala rumah tangga
1.2.2
Manfaat
KKB
Hasil dari
klinik kompetisi bidang ini diharapkan dapat menjadi acuan dan sumber informasi
kepada masyarakat mengenai cara pembesaran udang vaname (Litopenaeus
vannamei).
2
II GAMBARAN UMUM
2.1
Sejarah dan perkembangan Berdirinya Instansi
Usaha Mandiri Bioflok Udang Vanname
merupakan usaha milik pribadi yang bergerak di bidang perikanan dengan
spesialis pembesaran udang vanname skala rumah tangga dengan sistem bioflok.
Jarak antara
Usaha Mandiri ini dengan jalan raya kota adalah 2,4 km. Sedangkan jarak antara
Usaha Mandiri dengan jalan raya provinsi adalah 5 km. Jarak Lokasi dengan jalan
raya merupakan hal yang sangat penting dikarenakan dalam melakukan transportasi
pembelian benur, pengadaan sarana dan prasarana maupun penjualan hasil panen
nantinya melalui jalur darat. Berdasarkan kemudahan dalam jarak tempuh, waktu dan
biaya tempuh aksesibilitas Usaha Mandiri Bioflok Udang Vanname ini dikatakan
baik.
Visi dan Misi Instansi
2.1.1
Visi
Perikanan bioflok Alue naga adalah sebagai berikut yaitu sebagai pusat
pengembangan dan informasi dalam dalam menunjang pembangunan perikanan budidaya
ramah lingkungan, berdaya saing, dan berkelanjutan.
2.1.2
Misi
1.
Mengkaji
dan menerapkan teknologi budidaya air payau yang sederhana efesien.
2.
Meningkatkan
peranan sebagai balai pendamping teknologi dimasyarakat dalam rangka proses
alih teknologi.
3.
Meningkatkan
kualitas dan kapasitas sumberdaya manusia Pengembangan jenis-jenis komoditas
ekonomis spesifik lokasi.
4.
Mewujudkan
sentral pengembangan induk udang windu yang unggul.
5.
Mendorong
berkembangnya usaha perikanan budidaya air payau yang berwawasan lingkungan dan
berkelajutan.
2.2
Bidang Kegiatan
Instansi
Setiap jabatan
pada struktur organisasi adalah susunan berbagai komponen atau unit-unit kerja dalam
sebuah organisasi yang dibuat untuk menjalankan tugas dan fungsi masing-masing
jabatan. Setiap posisi yang ada memegang peranan penting untuk berjalannya
kegiatan budidaya maupun manajemen usaha, karena keduanya sangat menentukan
keberhasilan produksi udang vanname.
Owner merupakan
pemilik usaha mandiri yang memiliki tugas untuk melakukan koordinasi di bidang
administrasi keuangan, penyediaan peralatan dan perlengkapan selama produksi
berlangsung. Teknisi merupakan seseorang yang dipercayakan oleh owner untuk
mengatur dan mengelola kegiatan pemeliharaan pada setiap wadah yang juga
membawahi kedua karyawan. Sedangkan karyawan bertugas untuk melakukan kegiatan
selama produksi berlangsung seperti pemberian pakan, pemberian molase dan
probiotik, pengecekan kualitas air, dan yang lainnya setelah dikoordinasi
dengan teknisi
3
III METODE PELAKSANAAN
3.1
Waktu dan Tempat
Pelaksanaan
Praktik kerja
lapangan dilaksanakan mulai tanggal 08 Juni 2021 hingga 08 Juli 2021 yang berlokasi
di Usaha mandiri Bioflok Udang Vanname Alue Naga, Kec. Syiah Kuala, Kab. Banda Aceh, Provinsi Aceh.
3.2
Alat dan Bahan
3.2.1
Alat
Adapun alat dan bahan yang digunakan selama pelaksanaan KKB disajikan pada tabel
berikut.
Table 1. Alat dan Bahan yang akan digunakan selama praktek
No. |
Alat dan
Bahan |
Kegunaan |
1. |
Wadah Pemeliharaan |
Sebagai wadah pemeliharaan |
2. |
Pompa alkon |
Sebagai penyalur media dari sumber air ke wadah
pemeliharaan |
3. |
Pompa aerasi |
Sebagai penyalur
oksigen |
4. |
Genset |
Sebagai pengganti listrik ketika padam |
5. |
Ancho |
Sebagai alat untuk monitoring pertumbuhan, tingkah
laku, morfologi secara visual |
6. |
Timbangan digital |
Untuk menimbang pakan pada ancho, dan sampling |
7. |
Timbangan duduk |
Menimbang pakan dan mengukur
ketelitian berat udang saat sampling |
8. |
Refraktometer |
Untuk mengecek salinitas |
9, |
pH meter |
Untuk mengecek pH |
10. |
DO meter |
Untuk mengecek kandungan DO dan suhu |
11. |
Secchi disk |
Untuk mengukur kecerahan |
12 |
Gelas ukur |
Untuk menakar jumlah probiotik, molase, dan bahan
lainnya serta perhitungan volume flok |
13 |
Benur |
Sebaga biota pemeliharaan |
14 |
Probiotik |
Sebagai penamah bakteri |
15 |
Molase &
Dedak |
Sebagai bahan fermentasi air |
16 |
Ragi |
Sebagai fermentasi air |
17 |
Kapur dolomit |
Menaikkan pH dan membantu biota pada saat pergantian
kulit ( moulting ) |
3.2.2
Prosedur Kegiatan KKB
3.2.3
Persiapan
a.
Persiapan wadah
Pengecekan
konstruksi wadah adalah salah satu langkah awal yang harus dilakukan. Wadah
yang bocor akan menjadi masalah karena udang akan lepas dan wadah dapat
terjangkit oleh penyakit yang dibawa oleh carrier. Kebocoran dapat diantisipasi
dengan cara penambalan, langkah selanjutnya adalah pencucian wadah (Darmawan, 2008). Wadah pemeliharaan dibersihkan terlebih dahulu menggunakan
sabun cuci kemudian dibilas dengan air bersih guna meminimalisir sumber
pathogen dari siklus sebelumnya (Safitrah dkk.,
2020).
b. Pemasangan
Aerasi Microbubble
Aerator yang menghasilkan gelembung
udara berukuran mikro yang disebut microbubble memiliki
keunggulan dibandingkan blower udara konvensional, seperti masa pakai yang lama
dalam media
dan kelarutan gasnya yang tinggi ke dalam media
pemeliharaan (Liu dkk., 2013). Generator
microbubble merupakan salah satu alat
yang dapat meningkatkan oksigen terlarut di dalam air. Prinsip dari generator microbubble adalah tekanan aliran air
dan udara atmosfir ke dalam pompa dan air mengalir keluar dengan gelembung
udara berukuran mikro (Deendarlianto dkk., 2015).
c.
Pengisian air
Pengisian air
dilakukan setelah seluruh persiapan dasar tambak telah rampung dan air
dimasukkan ke dalam tambak secara bertahap. ketinggian air tersebut dibiarkan
dalam tambak selama 10 – 14 jam sampai kondisi air benar – benar siap untuk ditebari benih –
benih udang. Tinggi air di petak pembesaran di upayakan 120 - 140 cm, Pemasukan air ke petakan pemeliharaan berasal dari petakan tandon
yang telah diendapkan dan dilestarikan dari organisme dan hewan pengganggu.
Pemasukan air di lakukan dengan menggunakan pompa yang berukuran 8 inchi,
dengan ketinggian air 120 cm.
d. Persiapan Media Pemeliharaan
Air diambil dari sumber air yang digunakan dan
disalurkan kedalam wadah pemeliharaan dengan ujung inlet yang diberikan waring
untuk mencegah kontaminan makro masuk kedalam media pemeliharaan. Kemudian air
difermentasi menggunakan dedak halus, ragi roti, probiotik (Bacillus sp) dan sumber karbohidrat
sebagai bahan untuk pembentukan flok (Adipu,
2019). Penambahan probiotik
(Bacillus sp) ke dalam media budidaya
dilakukan seminggu sekali untuk mempertahankan jumlah flok yang ada didalam
media pemeliharaan (Dahlan
dkk., 2019).
e.
Pembentukan Flok
Pembentukan flok terjadi pada saat proses fermentasi air
bervolume 78,5 m3 dengan menggunakan bahan-bahan yang mengandung
bakteri pembentuk flok, serta sumber karbon dan nitrogen. Menurut Adipu (2019)
air difermentasi menggunakan dedak halus, ragi roti, probiotik (Bacillus sp.) dan sumber karbohidrat
sebagai bahan untuk pembentukan flok. Perbandingan sumber karbon dan sumber
nitrogen (C/N ratio) pada pembentukan flok pembesaran udang vaname ini adalah
11 : 1. Pada teknologi budidaya udang pola intensif agar dapat terbentuk
bioflok, maka rasio C/N harus ditingkatkan >10:1, kemudian sedikit atau
tidak sama sekali dilakukan penggantian air dan diberi aerasi yang kuat dan
merata (Gunarto dkk., 2012). Dosis dan jumlah pemberian
bahan-bahan fermentasi dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 2.
Dosis bahan-bahan fermentasi
No |
Nama
Bahan |
Satuan |
Dosis |
1 |
Probiotik |
ml/m3 |
6,3 |
2 |
Molase |
ml/m3 |
6,3 |
3 |
Dedak |
g/m3 |
32 |
4 |
Ragi |
g/m3 |
0,3 |
Bahan-bahan yang telah
ditimbang berdasarkan kebutuhan yang telah dihitung dicampurkan dan didiamkan
selama 24 jam. Kemudian ditebar secara merata kedalam media pemeliharaan dengan
ditambahkan air yang ada pada wadah pemeliharaan untuk mempermudah proses
penebaran. Selama proses fermentasi aerasi dihidupkan untuk membantu proses
pembentukan flok melalui fermentasi air ini. Proses pembentukan flok dilakukan
selama 4 hari sebelum benur ditebar. Fermentasi air dapat dilihat pada gambar 4.
4
IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1
Penebaran Benur
Penebaran benur
dilakukan pada saat pagi atau sore hari untuk menghindari suhu yang terlalu
tinggi. Hal ini untuk menghindari stress pada benur. Sebelum ditebar ke media
pemeliharaan, benur diaklimatisasi terlebih dahulu dengan cara meletakkan
plastik berisi benur ke atas permukaan media pemeliharaan. Proses ini
berlangsung sekitar 15 menit. Kemudian masukkan air media kedalam plastik dan
benur secara perlahan dikeluarkan dari plastik (Arsad dkk., 2017).
Sampling jumlah
benur juga dilakukan untuk mengetahui populasi jumlah benur yang akan ditebar
didalam wadah pemeliharaan. Sampling benur dilakukan dengan cara mengambil
beberapa kantong plastik benur secara acak kemudian dihitung (Suriawan dkk.,
2019)
4.2
Pengelolaan Pakan
Pakan merupakan
faktor yang sangat penting dalam budidaya udang vanname karena menyerap 60-70%
dari total biaya operasional. Pemberian pakan yang sesuai kebutuhan akan memacu
pertumbuhan dan perkembangan udang vaname secara optimal sehingga
produktivitasnya bisa ditingkatkan. Efisiensi penggunaan pakan memerlukan suatu
sistem yang dapat membuat pakan tersebut dimanfaatkan seluruhnya oleh udang.
Pemberian pakan buatan berbentuk pelet dapat mulai dilakukan sejak benur
ditebar hingga udang siap panen. Ukuran dan jumlah pakan yang diberikan harus
dilakukan secara cermat dan tepat sehingga udang tidak mengalami kekurangan
pakan (underfeeding) atau kelebihan
pakan (overfeeding). Pemberian pakan
dalam jumlah yang tepat dapat membuat udang tumbuh dan berkembang ke ukuran
yang maksimal. Jumlah pakan harus disesuaikan dengan total biomassa udang (Prawira dkk.,
2014).
Sumber nutrisi
(zat gizi) umumnya diklasifikasikan menjadi lima kategori, yaitu: protein,
lemak, karbohidrat, vitamin dan mineral. Untuk menunjang pertumbuhan dan
kelangsungan hidupnya, udang membutuhkan nutrisi secara kualitatif memenuhi
persyaratan sesuai dengan kebutuhan udang tersebut. Zat-zat tersebut harus
berada dalam makanan yang secara fisiologis berfungsi sebagai sumber zat
pengatur kelangsungan hidup (Dewi, 2014).
Pakan yang
digunakan selama kegiatan berupa pellet komersial udang dengan kandungan
protein 35%. Pemberian pakan dilakukan 4 (empat) kali sehari. Total pakan yang
diberikan berkisar 3-4% dari berat total biomasa benur. Kemudian jumlah sumber
karbon yang ditambahkan sebanyak 25% dari berat total pakan yang diberikan dan
dilakukan pada setiap harinya (Amir dkk., 2018). Kebutuhan nutrisi protein dan lemak untuk udang vanname
dapat dilihat pada tabel 1 dan tabel 2.
Tabel 3.Kebutuhan
nutrisi protein untuk udang vanname (Van Wyk and Institution, 1999)
Ukuran
Udang (gram) |
Rekomendasi
protein pada pakan (%) |
0.002 – 0.25 |
50 |
0.25 – 1.0 |
45 |
1.0 – 3.0 |
40 |
> 3.0 |
35 |
Tabel 5.Kebutuhan nutrisi lemak untuk udang vanname (Van Wyk and Institution, 1999)
Ukuran
Udang (gram) |
Rekomendasi
protein pada pakan (%) |
0.002 – 0.25 |
15 |
0.25 – 1.0 |
9 |
1.0 – 3.0 |
7.5 |
> 3.0 |
6.5 |
4.3 Teknik pemberian pakan
Teknik
pemberian pakan yang dilakukan yaitu pemberian pakan secara manual dengan cara
mengelilingi wadah pemeliharaan. Sebelum pakan diberikan terlebih dahulu pakan
yang telah ditimbang dicampur dengan probiotik dengan dosis 150 ml/kg pakan
yang dilarutkan kedalam 50 ml air. Kemudian pakan diangin-anginkan sampai
probiotik terserap kedalam pakan. Setelah itu pakan ditebar secara merata
kedalam media pemeliharaan. Persiapan pemberian pakan dapat dilihat pada
gambar.
4.2.1
Manajemen Kualitas air
Kegiatan pergantian air tidak dilakukan
selama pemeliharaan. Parameter kualitas air yang diamati meliputi suhu,
kecerahan, salinitas, pH, nitrat (NO3), dan Dissolve Oxygen (DO) (Pinem, 2020).
Suhu sangat berpengaruh terhadap komsumsi oksigen, pertumbuhan,
sintasan udang dalam lingkungan budidaya perairan. Nilai suhu yang didapatkan
dalam pemeliharaan harus sesuai dengan kategori yang optimal dalam pertumbuhan
dan sintasan udang. Keberhasilan dalam budidaya udang suhu berkisar antara
20-30oC (Sahrijanna, 2017).
b.
Kecerahan
Nilai kecerahan sangat dipengaruhi oleh waktu pengukuran, padatan
tersuspensi, keadaan cuaca, kekeruhan dan ketelitian orang yang melakukan
pengukuran. Rendahnya nilai kecerahan yang diperoleh selama pengukuran
berpengaruh terhadap proses fotosintesis di dalam media (Sahrijanna and Sahabuddin, 2014).
c.
Salinitas
Salinitas merupakan salah satu parameter lingkungan yang
mempengaruhi proses biologi dan secara langsung akan mempengaruhi kehidupan
organisme antara lain yaitu mempengaruhi laju pertumbuhan, jumlah makanan yang
dikonsumsi, nilai konversi makanan, dan daya sintasan. Udang vanname dapat
hidup pada kisaran 0,5-45 gr/L namun udang vanname dapat tumbuh dengan baik dan
optimal pada kisaran kadar garam 15-25 gr/L (Utami, 2016).
d.
pH
Untuk standar budidaya udang vaname berkisar 7,5-8,5. Untuk
menaikkan nilai pH pada media pemeliharaan biasanya deberikan kapur dolomite (Multazam and Hasanuddin, 2017).
e.
Nitrit (NO2-)
Nitrit merupakan produk peralihan dari amoniak yang
merupakan hasil nitrifikasi bakteri pada amonia atau proses denitrifikasi pada
nitrat, maka konsentrasi nitrit juga berfluktuasi (Gunarto et al.,
2016).
Kandungan nitrit yang dapat ditoleransi oleh udang vaname berkisar 0 –1 mg/L (Dahlan et al.,
2017).
f.
Dissolve Oxygen (DO)
Oksigen merupakan parameter kualitas air yang berperang
langsung dalam proses metabolismebiota air khususnya udang. Ketersediaan
oksigen terlarut dalam badan air sebagai faktor dalam mendukung pertumbuhan,
perkembanagan dan kehidupan udang (Fuady and Nitisupardjo, 2013)
4.2.2
Monitoring Pertumbuhan
Monitoring pertumbuhan adalah
pengamatan terhadap udang untuk mengetahui pertumbuhannya dalam petakan tambak
secara individu, populasi dan biomassa yang dilakukan secara periodik.
Pengamatan dilakukan dengan pengambilan contoh (sample), pemeriksaan udang di ancho (feeding try) dan sampling dengan menggunakan jala. Sampling udang
vanname dilakukan dengan dua cara, yaitu sampling dengan menggunakan ancho dan
sampling menggunakan jala (Wardiyanto and Supono, 2017).
4.2.3
Kontrol pakan ( di ancho )
Ancho adalah alat komunikasi harian antara teknisi dengan udang dalam hal
jumlah pakan, nafsu makan, ukuran udang,jumlah udang,kesehatan udang, sehingga
ancho harus bagus dan tempatnya yang datar. Pada umur 25 hari pakan di ancho
diberi dan dikontrol 2 jam setelah pemberian. Apabila pakan di ancho tidak habis saat dilakukan
pengontrolan maka pakan harus dikurangi. dan apabila saat dilakukan pengecekan
pakan di ancho habis, maka untuk pemberian berikutnya pakan ditambah.
Pengontrolan pakan dilakukan dengan
pengecekan anco pada wadah pemeliharaan. Penggunaan anco bertujuan untuk
mengontrol nafsu makan serta penyakit pada udang. Pengecekan anco dilakukan
untuk melihat pakan sesuai sesuai kebutuhan udang atau tidak agar dapat
dilakukan penambahan atau pengurangan pada pakan.
Pengontrolan
pada anco dilakukan pada DOC 31 hari. Pakan yang diberikan pada anco sebanyak
1% dari total pemberian pakan pada saai itu. Hal ini sesuai dengan pendapat
Subyakto dkk., (2009) yang menyatakan
bahwa untuk mengetahui nafsu makan udang dilakukan kontrol pakan melalui anco
yang diberi pakan sebanyak 1 % dari total pakan yang diberikan. Pemberian pakan
pada anco dilakukan setelah pemberian pakan selesai. Waktu pengecekan ancho
dilakukan 1,5 jam setelah pemberiaan pakan pada anco.
Hasil dari
pengecekan anco dapat menentukan apakah pakan tersebut ditambah atau dikurangi
sesuai dengan nafsu makan udang pada saat itu. Penambahan dan pengurangan pakan
dilihat berdasarkan sisa pakan yang ada pada anco setelah dilakukan pengecekan.
Penentuan dosis pakan selanjutnya dapat dilihat pada tabel dibawah.
Tabel 5 Persentase penambahan dan pengurangan pakan
No |
Sisa Pakan di Anco |
Persentase Pakan |
1 |
Habis |
Ditambah 5% |
2 |
Sisa sedikit |
Tetap |
3 |
Sisa banyak |
Dikurangi 20% |
Berdasarkan
tabel diatas, penambahan dan pengurangan pakan bisa dilihat dari berapa banyak
persentasi jumlah pakan yang tersisa di anco, karena nafsu makan udang dapat
terlihat sehingga dapat dijadikan acuan untuk dilakukan penambahan atau
pengurangan pada pakan yang akan diberikan.
Pemberian pakan diberikan setelah
benur ditebar atau DOC 1. Frekuensi pakan diberikan sebanyak 4 kali sehari
yaitu pada jam 07.00, 12.00, 17.00 dan 22.00 WIB. Hal ini sesuai dengan pendapat Subyakto dkk., (2009) yang menyatakan bahwa pakan
dengan kadar protein 35 – 40 % diberikan dengan cara ditebar merata dengan
frekuensi pemberian 4 kali sehari.
4.2.4
Sampling
Monitoring pertumbuhan dilakukan setiap 10
hari sekali dimulai pada saat udang memasuki DOC 30 dengan cara sampling. Sampling
yang digunakan adalah sampling anco dikarenakan sistem budidaya yang dilakukan
menggunakan kolam bundar dengan padat tebar yang tinggi sehingga dapat mencegah
tingkat stress pada udang yang tinggi. Hal ini sesuai dengan pendapat
Wardiyanto dan Supono (2017) yang menyatakan bahwa pengamatan dilakukan dengan
pengambilan contoh (sample),
pemeriksaan udang di ancho (feeding try)
dan sampling dengan menggunakan jala. Sampling udang vanname dilakukan dengan
dua cara, yaitu sampling dengan menggunakan ancho dan sampling menggunakan
jala. Udang yang tertangkap kemudian ditimbang dan dihitung jumlahnya untuk
mendapatkan ABW, ADG, Biomassa, populasi, dan SR. Sampling juga dilakukan untuk
mengontrol nafsu makan dan juga mengontrol kondisi kesehatan udang. Sampling
udang dapat dilihat pada gambar.
4.3
Pengendalian Hama dan Penyakit
Hama yang ditemukan
selama praktik yaitu teritip yang menempel pada dinding serta dasar wadah. Hama
tersebut masuk kedalam wadah pemeliharaan dikarenakan kurangnya perlakuan biosecurity seperti pemasangan waring
pada pipa inlet pada saat pemasukan air media yang diambil langsung dari laut.
Hal ini bertentangan dengan pendapat Novitasari dkk.,
(2016)
yang menyatakan bahwa pemasangan filter pada saluran inlet dapat mencegah masuknya partikel-partikel yang dapat
membahayakan biota. Kemudian tidak adanya perlakuan treatment untuk mensterilkan media budidaya juga menyebabkan
masuknya hama tersebut dan berkembang selama proses pemeliharaan berlangsung.
Hal ini dapat menyebabkan persaingan makanan serta oksigen dengan biota yang
dipelihara.
Penerapan biosecurity yang dilakukan pada unit usaha mandiri ini meliputi
pemagaran sekeliling tambak dan pemasangan paranet diatas wadah pemeliharaan tetapi penerapan biosecurity ini tidak dilakukan secara maksinal.
4.3.1
Panen
Udang yang telah dipanen diangkut menuju
meja penyortiran. Kemudian dilakukan sortasi sesuai dengan kriteria udang yang
baik dan dilakukan penentuan size.
Selanjutnya udang ditimbang dan diangkut untuk dimasukkan kedalam cool box. Untuk menjaga udang tetap
dalam kondisi segar, maka cool box diberi
es secara berlapis. Hal ini sesuai dengan pendapat Rosyidah dkk., (2020) yang menyatakan bahwa
selain cool box, dibutuhkan es untuk
menjaga kualitas udang. Dengan penambahkan es dalam coolbox tersebut tidak
hanya menjaga kualitas udang, juga dapat menaikkan bobot udang. Penyimpanan
udang di coolbox dengan menambahkan es di dalamnya, disimpan selama kurun waktu
3 hari. Pasca panen tidak dilakukan secara maksimal dikarenakan udang yang
telah dipanen tidak dimasukkan kedalam blong yang berisi air yang sudah diturunkan
suhunya dan tidak dilakukan pencucian dengan air tawar terlebih dahulu. Hal ini
dapat menyebabkan udang mengalami rigor mortis dan mempercepat proses
pembusukan. Pasca panen dapat dilihat pada gambar 10.
4.3.2
Identifikasi Masalah dengan Diagram Fishbone
Terdapat beberapa faktor penyebab penurunan
performansi kinerja budidaya di Usaha Mandiri Bioflok Udang Vanname yang
mengakibatkan pertumbuhan yang lambat. Dalam hal ini perlunya dilakukan
identifikasi masalah menggunakan fishbone
analysis. Penyebab utama terjadinya penurunan performansi budidaya
diakibatkan oleh faktor manusia, material, peralatan dan mesin, serta
pelaksanaan metode. Indikator dan sebab akibat permasalahan dapat dilihat pada tabel.
Tabel 6.
Indikator dan sebab akibat permasalahan
No |
Indikator |
Sebab |
Akibat |
1 |
Manusia |
Kurangnya penerapan tentang
cara budidaya ikan yang baik Tidak terpantaunya masalah pada pertumbuhan |
Proses pemeliharaan tidak
dilakukan secara maksimal Ukuran udang tidak seragam |
2 |
Material |
Benur tidak bersertifikat Pertumbuhan udang tidak
seragam |
Pertumbuhan lambat, mudah
terserang penyakit |
Size
akhir tinggi dan tidak mencapai target |
|||
|
|
|
|
3 |
Peralatan dan mesin |
Kurangnya biosecurity |
Masuknya hama berupa teritip
dan mikroorganisme lain yang dapat menyebabkan persaingan pakan dan oksigen |
Kurangnya alat pengecekan
kualitas air |
Tidak terpantaunya tingkat
kualitas air yang ada pada media yang merupakan faktor penting dalam
pemeliharaan |
||
4 |
Pelaksanaan metode |
Kurangnya pengetahuan teknik
sampling |
Sampel dan hasil sampling yang
didapatkan tidak akurat |
Tidak adanya SOP tertulis |
Kegiatan yang dilaksanakan
tidak terstruktur |
Berdasarkan
aspek diatas terdapat beberapa faktor penyebab penurunan performansi kinerja
budidaya di Usaha Mandiri Bioflok Udang Vanname yang berakibat pada banyaknya
udang yang tidak dapat terjual disaat panen dikarenakan undersize yang menyebabkan ABW ( Average Body Weight) dan SR tidak
mencapai target. Ukuran udang yang
tidak seragam dapat dilihat pada gambar 11.
Dari aspek manusia
tentang kurangnya penerapan cara budidaya ikan yang baik (CBIB) serta tidak
terpantaunya masalah pada pertumbuhan, menyebabkan proses pemeliharaan
dilakukan secara tidak maksimal dan optimal dan menyebabkan tidak diketahuinya
pertumbuhan udang yang tidak seragam. Dari aspek material tentang pembelian
benur yang tidak bersertifikat menyebabkan pertumbuhannya yang lambat sehingga
pada hasil akhir setelah panen banyaknya udang yang berada pada ukuran undersize yang mengakibatkan ABW serta
SR tidak mencapai target. Dari aspek pelaksaan metode tentang kurangnya
pengetahuan teknik sampling dan tidak adanya SOP tertulis menyebabkan sampel
dan hasil sampling yang tidak akurat serta kegiatan yang dilakukan tidak
terstruktur dan menyebabkan tidak terkontrolnya ukuran udang yang tidak
seragam.
Usulan pemecahan masalah yang dilakukan untuk
memperbaikinya yaitu:
1.
Melakukan training dan
pelatihan kepada pihak budidaya tentang pentingnya SOP, pengetahuan budidaya
dan tindakan penerapan biosecurity.
2.
Diharapkan benur yang ditebar
haruslah memiliki sertifikat agar dari awal kita sudah mengetahui kondisi benur
tersebut apakah sehat atau tidak sehingga dapat mencegah terjadinya pertumbuhan
yang lambat dan ukuran yang tidak seragam.
3.
Diharapkan meningkatkan
penerapan biosecurity terutama pada
saat pemasukan media pemeliharaan
melalui pipa inlet untuk mencegah
masuknya kontaminan yang dapat mengganggu proses pemeliharaan.
5
V PENUTUP
5.1
Kesimpulan
1. Teknik pembesaran udang vanname (Litopenaeus vannamei) sistem bioflok dengan padat tebar tinggi
skala rumah tangga tidak dilakukan secara optimal sehingga pada akhir
pemeliharaan Average Body Weight (ABW)
dan Survival Rate (SR) tidak dapat
mencapai target yang telah ditetapkan sebelumnya.
2. Performasi produktivitas
kinerja budidaya meliputi populasi, biomassa, Survival Rate (SR), Food
Convertion Ratio (FCR), Average Body
Weight (ABW), dan Average Daily
Growth (ADG). Performansi produktifitas tidak dapat mencapai target Average Body Weight (ABW) dan Survival Rate (SR). ABW pada target
adalah 17 g/ekor sedangkan hasil yang didapatkan adalah 14,3 g/ekor pada kolam
1 dan 14,7 g/ekor pada kolam 2. SR pada target adalah 80 – 90% sedangkan SR
yang didapatkan pada kolam 1 adalah 42% dan kolam 2 45%.
5.2
Saran
Dilakukannya penerapan perbaikan pada
sumber benur dimana sumber benur yang ditebar pada umumnya memiliki sertifikat
agar dari awal kita sudah mengetahui kondisi benur tersebut apakah sehat atau
tidak sehingga dapat mencegah terjadinya pertumbuhan yang lambat dan ukuran
yang tidak seragam. Serta diharapkan meningkatkan penerapan biosecurity terutama pada saat pemasukan
media pemeliharaan melalui pipa inlet
untuk mencegah masuknya kontaminan yang dapat mengganggu proses pemeliharaan
6
DAFTAR PUSTAKA
Adipu, Y., 2019. Profil Kualitas Air Pada
Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus
vannamei) Sistem Bioflok Dengan Sumber
Karbohidrat Gula Aren. J. MIPA
8, 122–125.
Afan, N., Hidayat, T.,
Budiraharjo, E., 2015. Analisa Kelayakan Usaha Budidaya Udang Vaname
(Litopaneaus vannamei) Pada Tambak Intensif (studi kasus Kewirausahaan Tambak Udang
di Desa Blendung, Kecamatan Ulujami, Kabupaten Pemalang). Engineering 6.
Amir, S., Setyono, B.D., Alim,
S., Amin, M., 2018. Aplikasi Teknologi
Bioflok Pada Budidaya Udang Vaname (Litopenaeus vannamei). Pros. Konf.
Nas. Pengabdi. Kpd. Masy. Dan Corp. Soc. Responsib. PKM-CSR 1, 660–666.
Andriyanto, F., Efani, A.,
Riniwati, H., 2014. Analisis Faktor-faktor
Produksi Usaha Pembesaran Udang Vanname (Litopenaeus vannamei) di Kecamatan
Paciran Kabupaten Lamongan Jawa Timur. Pendekatan Fungsi Cobb-Douglass. ECSOFiM
Econ. Soc. Fish. Mar. 1.
Anjasmara, B., Julyantoro,
P.G.S., Suryaningtyas, E.W., 2018. Total bakteri dan kelimpahan vibrio pada
budidaya udang vannamei
(Litopenaeus vannamei) sistem
resirkulasi tertutup dengan padat tebar berbeda. Curr. Trends Aquat. Sci. 1, 1–7.
Antika, M., Mudzakir, A. K.,
& Boesono, H. 2014. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Perikanan
Tangkap Dogol di Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Ujung Batu Jepara. Journal of Fisheries Resources Utilization
Management and Technology, 3(3),
200–207.
Arsad, S., Afandy, A., Purwadhi,
A.P., Saputra, D.K., Buwono, N.R., 2017.
Studi Kegiatan Budidaya Pembesaran Udang
Vaname (Litopenaeus vannamei) Dengan Penerapan Sistem Pemeliharaan Berbeda
[Study of vaname shrimp culture (Litopenaeus
vannamei) in different rearing
system]. J. Ilm. Perikan.
Dan Kelaut. 9, 1–14.
Bose, T.K., 2012. Application Of Fishbone
Analysis For Evaluating Supply Chain and Business Process-a Case Study On The St
James Hospital. Int. J. Manag. Value Supply Chains IJMVSC 3,
17–24.
Brunet, A.P., New, S., 2003. Kaizen in japan: An empirical study. Int. J. Oper. Prod. Manag.
Chen, J.K., 2018. A novel kaizen
technique for service quality case study in educational organization. TQM
J.
Dahlan, J., Hamzah, M., Kurnia,
A., 2019. Pertumbuhan udang vaname
(Litopenaeus vannamei) yang dikultur pada sistem bioflok dengan penambahan
probiotik. JSIPi J. Sains Dan Inov. Perikan. J. Fish. Sci. Innov. 1.
Darmawan, B.D., 2008. Pengaruh Pemupukan Susulan Terhadap Kualitas Media dan Proses Budidaya Udang
Vannamei (Litopenaeus vannamei) Pada Tambak Tradisional PLU. Akuatik J. Sumberd. Perair. 2.
Diatin, I., Kusumawardany, U., 2010. Analisis Kelayakan Finansial Perluasan Tambak Budidaya Udang Vaname di
Cantigi Indramayu Financial Analysis Of Pond Area Extension In Pacific White Shrimp
Culture at Cantigi Indramayu. J. Akuakultur Indones. 9, 77–83.
Fathurohman, F., 2015. Analisis Peluang Pembudidaya
Udang Vannamei di Daerah Serang Banten (Kp. Pegadungan, Desa Tenjo Ayu, Kec.
Tanara Kabupaten Serang). PUBLIK 11, 81–94.
Fuady, M.F., Nitisupardjo, M., 2013. Pengaruh Pengelolaan Kualitas Air
Terhadap Tingkat Laju Pertumbuhan Udang Vaname (Litopenaeus vannamei) Di PT. Indokor Bangun Desa,
Yogyakarta. Manag. Aquat.
Resour. J. 2, 155–162.
7
LAMPIRAN
Lampiran 1. Foto saat
pelaksanaan KKB
No |
FOTO |
Nama Alat/ Kegiatan |
1 |
|
Wadah
pemeliharaan |
2. |
|
Saluran
pemasukan air |
3. |
|
Saluran
pemasukan |
4. |
|
Timbangan
untuk timbang vitamin |
5. |
|
Pengisian air |
6. |
|
Bahan
fermentasi |
7 |
|
Aklimatisasi sebelum penebaran |
8. |
|
Pengukuran
pakan |
9. |
|
Penyimpanan
pakan |
10. |
|
Timbangan |
11. |
|
Sampling
udang |
12. |
|
Pasca panen |
13. |
|
Penyortiran |
12 |
|
penimbangan |
13 |
|
Ukuran udang
tidak seragam |
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
LAPORAN MAGANG
Yang bertanda tangan
dibawah ini, saya :
Nama Mahasiswa : Adi Mahdi Nurjaman
N.I.M : 2009 – 12 – 020
Program Studi : S1. Teknik Mesin
Peguruan Tinggi : Sekolah Tinggi Teknik - PLN
Judul Laporan : Proses Pembuatan Gambar Bukaan Dan Cutting Plan
Di Pt. Kokoh Semesta
menyatakan bahwa laporan
magang ini merupakan karya ilmiah saya sendiri dan
bukan merupakan tiruan,
salinan atau duplikasi dari laporan magang yang telah
dipergunakan untuk
mendapatkan gelar Sarjana Teknik Mesin baik dilingkungan
Sekolah Tinggi Teknik – PLN
maupun diperguruan tinggi lain, serta belum pernah
dipublikasikan.
Pernyataan ini dibuat
dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab serta
bersedia memikul segala
resiko jika ternyata pernyataan diatas tidak benar.
Jakarta, 19 Agustus 2013
( Adi Mahdi Nurjaman )
2009 – 12 – 020
SURAT PERNYATAAN KEASLIAN
LAPORAN MAGANG
Yang bertanda tangan
dibawah ini, saya :
Nama Mahasiswa : Adi Mahdi Nurjaman
N.I.M : 2009 – 12 – 020
Program Studi : S1. Teknik Mesin
Peguruan Tinggi : Sekolah Tinggi Teknik - PLN
Judul Laporan : Proses Pembuatan Gambar Bukaan Dan Cutting Plan
Di Pt. Kokoh Semesta
menyatakan bahwa laporan
magang ini merupakan karya ilmiah saya sendiri dan
bukan merupakan tiruan,
salinan atau duplikasi dari laporan magang yang telah
dipergunakan untuk
mendapatkan gelar Sarjana Teknik Mesin baik dilingkungan
Sekolah Tinggi Teknik – PLN
maupun diperguruan tinggi lain, serta belum pernah
dipublikasikan.
Pernyataan ini dibuat
dengan penuh kesadaran dan rasa tanggung jawab serta
bersedia memikul segala
resiko jika ternyata pernyataan diatas tidak benar.
Jakarta, 19 Agustus 2013
( Adi Mahdi Nurjaman )
2
[E1]Di ketik rata kiri, cek yang lainnya
No comments:
Post a Comment