DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah.......................................................................
B. Rumusan Masalah.................................................................................
C. Tujuan Penulisan...................................................................................
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A. Pengertian Bayi Tabung...................................................................... 3
B. Proses Bayi Tabung............................................................................ 4
C. Teknik yang dilakukan dalam proses Bayi Tabung............................ 6
D. Tujuan pelaksanaan teknik IVF – ET............................................... 10
E. Masalah – Masalah Yang Muncul Dalam Penerapan
Teknik
IVF-ET............................................................................................. 13
F. Pandangan Etis Terhadap IVF – ET................................................. 15
BAB III PENUTUP............................................................................................. 16
A. Kesimpulan....................................................................................... 16
B. Saran................................................................................................. 16
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 17
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang Masalah
Beberapa tahun terakhir perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang sungguh sangat mengagumkan.
Berbagai macam penelitian dan penemuan baru memunculkan sebuah kemajuan yang
luar biasa. Sama halnya dengan kemajuan dibidang bioteknologi.
Perkembangan-perkembangan bioteknologi bertujuan untuk meningkatkan kualitas
hidup manusia, salah satunya dalam bidang reproduksi. Masyarakat secara umum
mengetahui bahwa untuk menghasilkan keturunan diperlukan terjadinya fertilisasi
internal atau bertemunya sel sperma dan sel telur didalam tubuh betina
(induknya). Belakangan telah berkembang fertilisasi yang dilakukan secara
eksternal atau bertemunya sel telur dan sel sperma diluar tubuh betina
(induknya).
Fertilisasi atau pembuahan adalah proses
bertemunya kedua sel gamet (jantan dan betina) atau lebih tepatnya peleburan
dua sel gamet dapat berupa nucleus atau sel bernukeleus untuk kemudian
membentuk zigot. Pada dasarnya melibatkan plasmogami (penggabungan sitoplasma)
dan kariogami (penyatuan bahan nucleus). Setelah terjadi pembuahan zigot tumbuh
berkembang menjadi embrio.
Saat ini program bayi tabung
menjadi salah satu masalah yang cukup serius. Hal ini terjadi karena keinginan
pasangan suami – istri yang tidak bisa memiliki keturunan secara alamiah untuk
memiliki anak tanpa melakukan adopsi atau juga menolong pasangan suami – istri yang memiliki penyakit
atau kelainan yang menyebabkan
kemungkinan untuk tidak memperoleh keturunan.
Metode bayi tabung diterapkan
pertama kalinya pada tanggal 26 Juli 1978 lewat kelahiran seorang bayi asal
Inggris bernama louise Brown, di RS Distrik Oldham, Manchester. Proses metode
bayi tabung dilakukan oleh DR. Patrick Steptoe ini dilakukan tujuh bulan
sebelum Louise lahir, tepatnya bulan November 1977, dengan cara memasukan
embrio ke rahim Lesley Brown.
Sejak saat itu, teknologi
reproduksi yang dikenal dengan istilah In Vitro Fertilization ( IVF ) ini
menjadi awal perkembangan teknologi kedokteran yang berkaitan dengan pembuahan
buatan. Di Indonesia, IVF pertama kali diterapkan di RS Anak – Ibu (RSAB)
Harapan Kita, Jakarta pada 1987. Teknik yang kini disebut IVF konvensional itu
berhasil melahirkan bayi tabung pertama, Nugroho Karyanto, pada 2 Mei 1988.
B.
Rumusan
Masalah
a.
Apa yang dimaksud
dengan bayi tabung?
b.
Berapakah macam-macam
bayi tabung menurut islam?
c.
Bagaimana pandangan
hukum islam tentang bayi tabung?
d.
Bagaimana pandangan
undang-undang tentang bayi tabung?
C.
Tujuan
Penulisan
a.
Untuk mengetahui
pengertian bayi tabung.
b.
Untuk mengetahui
macam-macam bayi tabung.
c.
Untuk mengetahui
pandangan hukum islam tentang bayi tabung.
d.
Untuk mengetahui
pandangan undang-undang tentang bayi tabung.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian
Bayi Tabung
Bayi tabung atau pembuahan in vitro
(bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana
sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu
metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil.
Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan
sel telur dari ovarium dan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Bayi tabung adalah suatu istilah teknis.
Istilah ini tidak berarti bayi yang terbentuk di dalam tabung, melainkan
dimaksudkan sebagai metode untuk membantu pasangan subur yang mengalami
kesulitan di bidang ”pembuahan“ sel telur wanita oleh sel sperma pria. Secara
teknis, dokter mengambil sel telur dari indung telur wanita dengan alat yang
disebut “laparoscop” yang ditemuan dr. Patrick C. Steptoe dari Inggris. Sel
telur itu kemudian diletakkan dalam suatu mangkuk kecil dari kaca dan
dipertemukan dengan sperma dari suami wanita tadi. Setelah terjadi pembuahan di
dalam mangkuk kaca tersebut kemudian hasil pembuahan itu dimasukkan lagi ke
dalam rahim sang ibu untuk kemudian mengalami masa kehamilan dan melahirkan
anak seperti biasa.
Istilah bayi tabung (test tube baby)
dalam bahasa kedokteran dikenal dengan sebutan “In Vitro Fertilization and
Embryo Transfer” (IVF-ET) atau dalam khazanah hokum Islam dikenal dengan “Thifl
al-Anabib” atau “Athfal al-Anbubah”. Sedangkan dengan inseminiasi buatan
(artificial insemination) dalam hokum Islam dikenal dengan sebutan “At-Talqih
al- Shinai”.
Secara teknis, kedua istilah ini
memiliki perbedaan yang signifikan, meskipun memiliki tujuan yang hampir sama
yakni untuk menangani masalah infertilitas atau kemandulan. Bayi tabung merupakan
teknik pembuahan (fertilisasi) antara sperma suami dan sel telur istri yang
masing-masing diambil kemudian disatukan di luar kandunga (in vitro) – sebagai
lawan “di dalam kandungan” (in vivo).
Pengertian Inseminasi buatan atau bayi
tabung atau pembuahan In Vitro Fertilization (IVF) adalah suatu upaya memperoleh kehamilan
dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel telur dalam suatu wadah khusus.
Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung di dalam saluran tuba
fallopi. Pembuahan sel telur (ovum) yang
dilakukan di luar tubuh calon ibu. Awalnya tekhnik reproduksi ini ditunjukkan
untuk pasangan infertile, yang mengalami kerusakan saluran telur. Namun saat
ini indikasinya telah diperluas, antara lain jika calon ibu mempunyai lender
mulut rahim yang abnormal, mutu calon ayah kurang baik, adanya antibody pada
atau terhadap sperma, tidak kunjung hamil walaupun endometriosis telah diobati,
serta pada gangguan kesuburan yang tidak diketahui penyebabnya maka program
bayi tabung ini biasa dilakukan.
Bayi tabung merupakan pilihan untuk
memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki gangguan pada saluran tubanya.
Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh indung
telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu
sel sperma yang akan membuahi. Jika terdapat gangguan pada saluran tuba, maka
proses ini tidak akan berlangsung sebagaimana mestinya. Proses yang berlangsung
di laboratorium ini dilaksanakan sampai menghasilkan suatu embrio yang akan
ditempatkan pada rahim ibu. Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku
(cryopreserved) dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan.
B.
Proses
Bayi Tabung
Menurut sejumlah ahli, inseminasi buatan
atau bayi tabung secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu:
1.
Pembuahan di dalam
rahim. Bagian pertama ini dilakukan dengan dua cara:
a)
Cara pertama : Sel
sperma laki-laki diambil, kemudian disuntikan pada tempat yang sesuai dalam
rahim sang istri sehingga sel sperma tersebut akan bertemu dengan sel telur
istri kemudian terjadi pembuahan yang akan menyebabkan kehamilan. Cara seperti
ini dibolehkan oleh Syari'ah, karena tidak terjadi pencampuran nasab dan ini
seperti kehamilan dari hubungan seks antara suami dan istri.
b)
Cara kedua : Sperma
seorang laki-laki diambil, kemudian disuntikan pada rahim istri orang lain,
atau wanita lain, sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan. Cara seperti ini
hukum haram, karena akan terjadi percampuran nasab. Kasus ini serupa dengan
adanya seorang laki-laki yang berzina dengan wanita lain yang menyebabkan
wanita tersebut hamil.
2.
Pembuahan di luar
rahim. Bagian kedua ini dilakukan dengan lima cara :
a.
Cara pertama : Sel
sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam sebuah tabung
agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil pembuahan tadi
dipindahkan ke dalam rahim istrinya yang memiliki sel telur tersebut Hasil
pembuahan tadi akan berkembang di dalam rahim istri tersebut, sebagaimana orang
yang hamil kemudian melahirkan ana yang dikandungnya. Bayi tabung dengan proses
seperti di atas hukumnya boleh, karena tidak ada percampuran nasab. (Dar al
Ifta' al Misriyah, Fatawa Islamiyah : 9/ 3213-3228).
b.
Cara kedua : Sel sperma
seorang laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita yang bukan istrinya
ke dalam satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan. Setelah itu, hasil
pembuahan tadi dimasukkan ke dalam rahim istri laki-laki tadi. Bayi tabung
dengan cara seperti ini jelas diharamkan dalam Islam, karena akan menyebabkan
tercampurnya nasab.
b) Cara
ketiga : Sel sperma seorang laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita
yang bukan istrinya ke dalam satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan.
Setelah itu, hasil pembuahan tadi dimasukkan ke dalam rahim wanita yang sudah
berkeluarga. Ini biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak
mempunyai anak, tetapi rahimnya masih bia berfungsi. Bayi tabung dengan proses
seperti ini jelas dilarang dalam Islam.
c) Cara
keempat : Sel sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam
sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil
pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim seorang wanita lain. Ini jelas
hukumnya haram. Sebagian orang menamakannya " Menyewa Rahim ".
d) Cara
kelima : Sperma suami dan sel telur istrinya yang pertama diambil dan dikumpulkan
dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil
pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim istri kedua dari laki-laki pemilik
sperma tersebut. Walaupun istrinya pertama yang mempunyai sel telur telah rela
dengan hal tersebut, tetap saja bayi tabung dengan proses semacam ini haram.
C.
Teknik yang dilakukan dalam proses Bayi Tabung
Infertilisasi atau
yang biasa sering disebut “kemandulan” merupakan suatu kondisi dimana
pasangan suami istri (pasutri) tidak mampu untuk mendapatkan keturunan setelah
1 (satu) tahun pernikahan dengan hubungan seksual yang teratur, baik, serta
tanpa upaya mencegah kehamilan. Secara umum, banyak faktor yang dapat
menyebabkan terjadinya infertilitas pada pasutri. Infertilitas pada laki-laki
biasanya disebabkan oleh rendahnya jumlah sel sperma yang terdapat dalam
semen (sekresi cairan yang berisi sel-sel sperma yang dihasilkan selama
ejakulasi) dan kualitas sel sperma yang di bawah standar.
Berdasarkan jumlah dan kualitas sel sperma yang
terkandung dalam satu mililiter semen, infertilitas pada laki-laki dapat
dikelompokkan menjadi: oligozoospermia (sel sperma hanya ada beberapa ratus sel
saja), kriptozoospermia (sel sperma
hanya dapat dijumpai beberapa puluh atau kurang), asthenospermia (sel sperma tidak
memiliki kemampuan bergerak secara leluasa untuk “mencari” sel telur), sel
sperma yang ada memiliki kelainan pada ekor namun kondisi kepala sperma
(pembawa gen) masih baik, dan azoospermia (tidak terdapatnya sperma yang
matang).
Infertilitas pada perempuan
dapat disebabkan oleh tersumbatnya saluran Fallopi akibat infeksi berulang pada
alat kelamin dalam, ovulasi, yang tidak
normal endometriosis dan kerusakan lapisan tuba Fallopi (Corabian, 1997).
Keadaan lain yang menimbulkan
infertilitas adalah kecenderungan pasutri untuk menunda kehamilan sampai
perempuan berusia 30 tahun. Secara umum, perempuan mencapai puncak kesuburan
pada usia 18 atau 19 tahun, dan mulai menurun secara perlahan pada usia 35
tahun, bahkan menurun secara tajam pada usia 49 tahun dan pada akhirnya terjadi
menopaus. Menopause bahkan dapat berlangsung lebih awal, yaitu pada 40 tahun.
Pada pria, umur 50 tahun, fertilitasnya
tidak jauh berbeda dengan ketika berusia 25 atau 30 tahun.
- Assisted Reproductive Technology (ART)
Gambar 1. Prosedur
ART
Sumber :
Microsoft® Encarta® Reference Library 2003. © 1993-2002 Microsoft Corporation.
Infertilitas dapat diatasi
dengan cara konvensional, misalnya: induksi ovulasi dengan terapi hormon,
inseminasi buatan dan operasi. Namun, jika upaya tersebut tidak berhasil
mengatasi infertilitas yang terjadi, pasutri dapat mencoba sistem ART. Assisted
Reproductive Technology (ART) merupakan istilah untuk sejumlah prosedur medis
yang digunakan dalam menyatukan sel telur dan sel sperma sehingga dapat membantu
pasutri yang infertil dalam memperoleh keturunan.
Berdasarkan teknik yang
digunakan, ART dapat dikelompokkan menjadi 4 (empat) metode, yaitu In Vitro
Fertilization (IVF), Zygote IntraFallopian Transfer (ZIFT), Intra Cytoplasmic
Sperm Injection (ICSI) dan Gamete IntraFallopian Transfer (GIFT). Pada IVF,
ZIFT dan ICSI persatuan antara sel telur dan sel sperma diinduksi secara buatan
pada laboratorium sebelum ditransplantasikan kembali ke dalam sistem reproduksi
pasien, sedangkan pada GIFT campuran sel telur dan sel sperma yang belum
mengalami fertilisasi dimasukkan ke dalam saluran Fallopi pasien, sehingga
fertilisasi terjadi secara alami.
Dari keempat metode ART
tersebut, IVF merupakan metode yang paling banyak diaplikasikan untuk membantu
pasutri yang infertil. IVF digunakan untuk mengatasi masalah kemandulan yang
terutama disebabkan oleh kerusakan maupun tersumbatnya saluran Fallopi karena
penyakit, endometriosis atau sterilisasi. Sebelum IVF dilaksanakan, pasutri
harus diajak berkonsultasi dengan sungguh-sungguh untuk mengambil keputusan
tersebut, mengingat pertimbangan tingkat keberhasilan, faktor finansial (biaya)
dan tekanan emosional yang besar, serta alternatif lain yang mungkin dapat digunakan untuk
menggantikan teknik IVF.
- Teknik Fertilisasi In Vitro Dan Transplantasi Embrio
Sumber : http://www.justeves.com/ipl/ivf_et.shtml
Secara teknis, IVF dibagi
menjadi 4 (empat) tahap berikut:
a)
Tahap pertama,
yaitu tahap induksi ovulasi.
Pada tahap ini dilakukan
stimulasi pertumbuhan sel telur sebanyak mungkin yang dilakukan dengan
pemberian Follicle Stimulating Hormone (FSH). Saat ini, FSH telah dimurnikan
dan diperbanyak dengan teknologi rekombinasi
DNA, misalnya nama dagang Gonal-f®, sehingga dapat digunakan untuk membantu stimulasi pertumbuhan sel
telur pada perempuan yang kekurangan hormon FSH. Setelah dihasilkan cukup
banyak sel telur, diberikan hormon human Chorion Gonadotropin (hCG) untuk menstimulasi pelepasan sel telur yang
matang. Seperti halnya FSH, hCG juga
telah diproduksi dengan teknologi
rekombinasi DNA, misalnya Ovidrel® yang dapat diinjeksikan langsung ke jaringan di bawah kulit. Jika tidak
terdapat sel telur yang matang, maturasi satu atau lebih sel telur dapat
dilakukan dengan menggunakan metode OS (Ovarian Stimulation).
b)
Tahap kedua, yaitu
tahap pengambilan sel telur.
Pada tahap ini, hasil
pematangan sel telur dari ovarium diamati, misalnya dengan menggunakan metode
laparoskopi atau metode vaginal ultrasonik. Sel telur yang telah matang akan
diambil dari ovarium dengan menggunakan jarum yang runcing, kemudian
dipindahkan ke dalam cawan petri yang telah berisi medium pertumbuhan.
c)
Tahap ketiga, yaitu
fertilisasi sel telur.
Pada tahap ini, sel sperma motil yang telah diperoleh dari metode swim-u
(Henkel dan Schill, 2003) dimasukkan ke dalam cawan Petri yang telah berisi sel
telur, kemudian disimpan di dalam
inkubator. Pemeriksaan gamet
dilakukan pada interval waktu antara fertilisasi dan maturasi. Setelah terjadi
fertilisasi, embrio dibiarkan di dalam inkubator selama 3 – 5 hari.
d)
Tahap keempat,
yaitu transfer embrio.
Tahap ini merupakan tahap
akhir, berupa pengembalian embrio hasil fertilisasi yang telah mencapai tahap
blastula. Embrio ditransplantasikan ke dalam
rahim melalui kateter Teflon
tanpa pembiusan. Dengan cara ini pasien dapat kembali ke rumah segera
setelah transfer embrio. Untuk meningkatkan peluang terjadinya kehamilan, maka
beberapa embrio ditransplantasikan ke dalam rahim (Corabian, 1997).
Dalam aplikasinya, teknik IVF
perlu mempertimbangkan tingkat kesuksesan. Definisi tingkat kesuksesan dalam
IVF adalah jumlah kehamilan yang diperoleh setelah aplikasi IVF dibagi dengan
jumlah aplikasi IVF yang telah dilakukan untuk mendapatkan kehamilan. Ada
beberapa variasi dalam perhitungan ini. Jumlah kehamilan yang diperoleh setelah
aplikasi IVF dapat dihitung yang menghasilkan kelahiran hidup saja, maupun jumlah keseluruhan termasuk kelahiran
mati. Sedangkan jumlah aplikasi IVF yang telah dilakukan biasanya ditentukan
berdasarkan siklus IVF-ET termasuk teknik IVF itu sendiri sampai pemindahan
embrio ke dalam rahim.
Secara statistik, teknik IVF-ET
dapat meningkatkan angka kehamilan pada pasien yang mengalami masalah infertilitas
penyumbatan saluran Fallopi secara signifikan jika dibandingkan dengan teknik
perawatan konvensional yang lainnya. Kehamilan spontan yang terjadi pada pasien
dengan penyumbatan saluran Fallopi memiliki tingkat kelahiran hidup 1,4%,
sedangkan dengan teknik IVF sekitar 8% - 12% per siklus perawatan (Corabian,
1997).
D.
Tujuan pelaksanaan teknik IVF – ET
Secara mendasar, teknik IVF
dikembangkan untuk menolong pasutri yang mengalami infertilitas agar dapat
memperoleh keturunan. Namun pada perkembangannya, teknik IVF memungkinkan
manusia untuk memanipulasi sifat-sifat genetik bahkan menentukan jenis kelamin
keturunannya.
Sejauh teknik IVF dilaksanakan
hanya untuk menolong pasutri yang sungguh-sungguh membutuhkan pertolongan dalam
masalah reproduksinya, teknik ini dapat diterima secara etis. Dengan memperoleh
keturunan, sisi kemanusiaan pasutri yang bersangkutan akan meningkat dan teknik
tersebut sama sekali tidak mengurangi nilai kemanusiaan anak yang akan
dilahirkan karena proses yang terjadi di luar tubuh hanyalah pembuahan sel
telur oleh sel sperma, sedangkan proses selanjutnya terjadi di dalam tubuh ibu
seperti halnya kehamilan normal.
1.
Sumber sel telur
dan sel sperma serta tempat transplantasi embrio
Teknik IVF memungkinkan bahwa
sumber sel telur dan sel sperma tidak hanya berasal dari pasutri yang
bersangkutan, melainkan dapat berasal dari donor sel telur dan donor sel
sperma. Demikian pula dengan tempat transplantasi embrio. Jika rahim pasien
tidak memungkinkan untuk pertumbuhan embrio, maka embrio dapat
ditransplantasikan ke rahim perempuan lain (surrogate mother). Hal ini
menimbulkan masalah etis.
Dipandang dari sisi etis,
menurut kelompok kami, teknik IVF yang dilakukan dengan sel telur dan sel
sperma dari pasutri itu sendiri dapat diterima secara etis, terlebih jika
embrio yang dihasilkan ditransplantasikan kembali ke dalam rahim pemilik sel
telur itu sendiri.
Donor sel telur, donor sel
sperma atau gabungan keduanya dapat menghasilkan individu baru yang tidak jelas
garis keturunanya, dan jika donor gamet tersebut diperoleh dari bank sperma
maupun pihak-pihak lain yang tidak jelas asal usulnya secara etis sulit untuk
diterima. Demikian pula transplantasi
embrio ke rahim perempuan lain yang menimbulkan banyak kesulitan, terutama
tentang hak kepemilikan anak.
2.
Jumlah embrio
tansplantasi dan aborsi.
Untuk meningkatkan peluang
terjadinya kehamilan, maka jumlah embrio yang ditransplantasikan biasanya lebih
dari satu. Kebanyakan prosedur IVF yang telah dilaksanakan, mentransplantasikan
4 embrio ke dalam rahim. Jika dari keempatnya berhasil berkembang lebih dari
satu, maka akan memicu terjadinya kehamilan kembar. Hal ini akan menimbulkan
masalah, antara lain kondisi kesehatan ibu yang bersangkutan maupun janin yang
dikandungnya. Biasanya untuk meningkatkan peluang tumbuh embrio terbaik, dokter
melakukan aborsi terhadap embrio lain.
Menurut kelompok kami,
pengguguran embrio yang dilakukan sebelum 14 hari sejak terjadinya fertilisasi
masih dianggap etis. Hal itu sesuai dengan pernyataan dari ESHRE Task Force on
Ethics and Law dalam jurnal The moral status of the pre-implantation embrio,
bahwa pengguguran tersebut dapat diterima secara umum, karena pada umur
tersebut belum terjadi diferensiasi jaringan embrio. Hal ini diperkuat dengan
pernyataan Hadiwardoyo (1989), bahwa embrio yang berumur kurang dari 14 hari
belum memiliki otak dan jantung. Dengan demikian, aborsi pada embrio yang
berumur kurang dari 14 hari tidak akan mengurangi hak hidup seseorang.
3.
Kriopreservasi,
donasi dan penelitian embrio pra-implantasi
Pertimbangan untuk melaksanakan
pembekuan embrio pra-implantasi bukan sepenuhnya berasal dari seorang peneliti
saja, akan tetapi harus mendapat persetujuan dari pasutri pemikik embrio.
Pembekuan embrio yang belum ditransplantasikan, dilakukan dengan tujuan untuk
mengawetkan embrio yang dianggap memiliki kondisi baik setelah melewati hasil
evaluasi genetik yang digunakan sebagai cadangan. Masalah etis yang muncul adalah apakah
embrio cadangan tersebut akan dibekukan dan disimpan begitu saja?
Embrio yang telah
dikriopreservasi tersebut dapat didonasikan kepada pasutri lain atau digunakan
sebagai bahan penelitian. Dilihat dari sudut etis, seperti yang telah
dijelaskan di muka sangatlah sulit jika embrio yang merupakan calon manusia
tersebut didonasikan kepada pasutri lain, sekalipun keduanya masih memiliki
hubungan saudara. Hal ini juga didasarkan pada alasan bahwa embrio manusia
bukan merupakan barang yang dapat dengan mudah diberikan kepada orang lain.
Menurut kelompok kami, secara etis penelitian terhadap embrio
masih mungkin untuk dilaksanakan, sejauh
mendapat persetujuan dari pasutri pemilik embrio dan embrio mempunyai
umur tidak lebih dari 14 hari setelah fertilisasi (tanpa memperhitungkan
lamanya waktu pembekuan). Meskipun embrio merupakan calon manusia, namun
seperti halnya aborsi yang dibahas sebelumnya, pengguguran embrio yang belum
mengalami diferensiasi jaringan, dan belum memiliki otak serta jantung tidak
mengurangi hak hidup dan nilai kemanusiaan. Penelitian terhadap embrio ini akan
memberikan sumbangan yang sangat berguna bagi pengembangan teknik IVF, sehingga
dapat meningkatkan peluang keberhasilannya.
E.
Masalah – Masalah Yang Muncul Dalam Penerapan Teknik
IVF-ET
Masalah utama dalam kehamilan
yang berasal dari teknik IVF adalah peningkatan kemungkinan kehamilan kembar
yang disebabkan oleh penggunaan hormon yang merangsang ovarium, serta
transplantasi lebih dari satu embrio yang dimaksudkan untuk meningkatkan
peluang terjadinya kehamilan. Tingkat kehamilan kembar berkisar antara 17,3% -
38%. Angka tersebut lebih besar secara signifikan jika dibandingkan dengan
tingkat kehamilan kembar yang terjadi pada kehamilan spontan yaitu sebesar 1%
(Corabian, 1997).
Menurut Koivurova, dkk. (2002),
kehamilan kembar merupakan faktor risiko penting yang memicu kelahiran
prematur, kelahiran dengan berat badan yang rendah, dan masa kehamilan yang
singkat. Bayi yang lahir dengan kondisi tersebut memerlukan perawatan medis
intensif yang lebih lama jika dibandingkan dengan bayi dari proses kehamilan
spontan. Selain peningkatan angka kehamilan kembar, teknik IVF juga berakibat
pada kelahiran dengan penyakit tertentu (misalnya infeksi kelahiran,
hipoglikemia, hiperbilirubinemia, gangguan pernapasan, pertumbuhan paru-paru
yang tidak normal, dan pendarahan pada otak), serta kelahiran bayi dengan
kelainan organ tubuh bawaan.
Di Finlandia, teknik IVF
dipantau melalui metode MBR (Medical Birth Register), yang dikelola oleh
STAKES, suatu badan yang bergerak dalam bidang pengembangan kesejahteraan dan
kesehatan nasional, sejak tahun 1987. MBR mendata angka kelahiran bayi yang
berhasil dilahirkan dengan bantuan teknik IVF. Dari hasil penelitian Gissler,
dkk. (2004), diperoleh data bahwa kelahiran prematur sebesar 17%, insiden
kelahiran dengan berat badan rendah sebesar 19% dan kelahiran dengan masa
kehamilan yang singkat sebesar 6,9%, masing-masing untuk kehamilan tunggal.
Selain kelahiran hidup, Gissler, dkk. (2004)
juga mengemukakan bahwa teknik IVF juga membawa risiko kematian janin
pada sekitar masa kelahiran (perinatal mortality), yaitu sebesar 12 kasus dalam
1000 kehamilan tunggal. Sedangkan untuk kehamilan kembar, persentase kasus
kelahiran prematur sebesar 49%, dan insiden kelahiran dengan berat badan rendah
sebesar 46%. Tingginya angka ini antara lain disebabkan karena terjadinya kasus
kembar tiga (triplet), kembar empat (quadruplet), dan seterusnya.
Kelainan organ tubuh bawaan
yang tercatat oleh MBR dalam penelitian Gissler, dkk. (2004) adalah sebesar 422
kasus dalam 10.000 kelahiran. Angka tersebut lebih besar secara signifikan jika
dibandingkan dengan tingkat cacat organ tubuh bawaan pada populasi secara umum
yaitu sebesar 288 kasus dalam 10.000 kelahiran. Cacat bawaan yang mungkin
terjadi misalnya trisomi 21, bibir sumbing, dan kerusakan sel-sel saraf.
Dari hasil penelitiannya,
Koivurova, dkk. (2002) menyimpulkan bahwa risiko kelahiran prematur pada
kehamilan dengan teknik IVF hampir enam kali lipat lebih besar daripada yang
terjadi pada populasi secara umum, kelahiran dengan berat badan rendah hampir
sepuluh kali lipat lebih tinggi, dan kelahiran dengan penyakit tertentu lebih
dari dua kali lipat dari kondisi yang terjadi pada populasi secara umum. Dengan
demikian, jumlah embrio yang ditransplantasikan kembali ke dalam rahim harus
dibatasi agar risiko terjadinya kehamilan kembar pun dapat dikurangi.
Teknik standar IVF dapat
dimodifikasi dalam bentuk kriopreservasi, yang memungkinkan kelebihan embrio
dapat disimpan dalam suhu yang rendah dan dipindahkan pada siklus IVF
berikutnya, sehingga dapat dilakukan lebih dari satu kali transfer embrio dari
proses stimulasi ovarium yang sama. Kriopreservasi ini dimaksudkan untuk
meminimalisasi risiko pembelahan ganda yang dapat memicu kehamilan kembar jika
digunakan lebih dari empat embrio (Dulioust, dkk. 1999).
Dari hasil penelitian, kriopreservasi
tidak memicu kelainan mayor maupun penyakit pada embrio yang dibekukan, bahkan
ketika embrio tersebut ditransplantasikan kembali ke dalam rahim, dilahirkan
dan menjadi dewasa. Hal ini dikemukakan pula oleh ESHRE (European Society of
Human Reproduction and Embriology) 2001, suatu lembaga yang bergerak di bidang
yang berhubungan dengan reproduksi manusia dan embriologi, bahwa tidak ada
bukti-bukti konkrit yang menunjukkan bahwa kriopreservasi merupakan prosedur
yang membahayakan untuk masa depan embrio tersebut.
F.
Pandangan Etis Terhadap IVF – ET
Ilmu pengetahuan dan teknologi
di bidang biologi yang berkembang sangat cepat ternyata menimbulkan berbagai
tanggapan di kalangan masyarakat. Ada sebagian masyarakat yang setuju namun ada
sebagian pula yang menentang hal itu. Kesan pro dan kontra merupakan tanggapan
dari munculnya teknologi-teknologi baru. Berbagai perkembangan teknologi inilah
yang mengakibatkan banyak perubahan yang dapat mempengaruhi kehidupan manusia.
Masalah etis suatu perkembangan
teknologi merupakan dampak dari perkembangan teknologi itu sendiri. Pertanyaan
mengenai etis atau tidaknya suatu masalah akan muncul pada saat kita dihadapkan
pada situasi-situasi khusus. Dalam bidang bioteknologi tidak ada
batasan-batasan yang jelas mengenai etis atau tidaknya suatu masalah. Dua
golongan pendapat ini tidak bisa hanya dijawab dengan jawaban singkat, bahwa
salah satu dari keduanya adalah benar. Bisa saja golongan pro dapat dianggap
etis dan golongan kontra dianggap tidak etis, demikian pula sebaliknya,
tergantung dipandang dari sudut pandang apa?.
Memang kedua pilihan tersebut di atas tidak ada yang sempurna,
masing-masing pasti memiliki kelebihan dan kekuranggan. Dalam menyikapi masalah
tesebut kita perlu membuat rumusan-rumusan atau batasan-batasan tentang posisi
etis atau tidaknya. Batasan etis ini diharapkan membantu memudahkan dalam
pengambilan keputusan.
BAB III
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Bayi tabung atau pembuahan in vitro
(bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan dimana
sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu
metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil.
Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan
sel telur dari ovariumdan pembuahan oleh sel sperma dalam sebuah medium cair.
Inseminasi buatan atau bayi tabung
secara garis besar dibagi menjadi dua, yaitu : pembuahan di dalam rahim dan
pembuahan di luar rahim.
Teknik bayi tabung dan inseminasi buatan
yang dibenarkan menurut moral dan hukum islam adalah teknik yang tidak
melibatkan pihak ketiga serta perbuatan itu dilakukan karena adanya hajat dan
tidak untuk main-main atau percobaan. Sedangkan teknik bayi tabung atau
inseminasi buatan yang melibatkan pihak ketiga hukumnya haram.
Mengenai status anak hasil inseminasi
dengan donor sperma atau ovum menurut hukum islam adalah tidak sah dan
statusnya sama dengan anak hasil prostitusi UU Perkawinan pasal 42 No.1/1974 :
” Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat
perkawinan yang sah ” maka memberikan pengertian bahwa bayi tabung dengan
bantuan donor dapat dipandang sah karena ia terlahir dari perkawinan yang sah.
Tetapi inseminasi buatan dengan sperma atau ovum donor tidak di izinkan karena
tidak sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 pasal 29 ayat 1.
B.
Saran
Dalam pembuatan makalah ini, penulis
mengharapkan bahwa dalam melakukan bayi tabung dapat sesuai prosedur yang telah
ditentukan. Dan juga dapat menaati aturan yang telah ada. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Corabian, P. 1997. In vitro fertilization and embrio transfer as a
treatment for infertility - Technology Assessment Report. Alberta Heritage
Foundation for Medical Research.
Dulioust, E. Busnel, M. C., Carlier, M., Roubertoux, P., Auroux, M.,
1999. Embrio cryopreservation and
development: facts, questions and responsibility. Human Reproduction. 14,
1141-1145.
ESHRE Task Force on Ethics and Law. 2001. The moral status of the
pre-implantation embrio. Human Reproduction. 16, 1046-1048.
Gissler, M., Klemetti, R., Sevón, T., and Hemminki, E., 2004. Monitoring of
IVF birth outcomes in Finland: a data quality study. BMC Medical Informatics
and Decision Making. 4, 3.
Hadiwardoyo, A. P. 1989. Etika Medis. Kanisius. Yogyakarta.
Henkel, R. R. and Schill, W. B., 2003. Sperm preparation for ART.Reprod
Biol Endocrinol. 1, 108.
http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/330/hukum-inseminasi-buatan-bayi-tabung/ Diakses : 15-05-2015 : 10.31
https://keperawatanreligionirinegemasari.wordpress.com/
Diakses : 15-05-2015 : 10.30
https://syavy.wordpress.com/2013/06/10/bayi-tabung-menurut-hukum-islam/
https://syavy.wordpress.com/2013/06/10/bayi-tabung-menurut-hukum-islam/
Diakses : 15-05-2015 : 10.40
Koivurova, S., Hartikainen, A. L., Gissler, M., Hemminki, E., Sovio, U.,
Järvelin, M. R., 2002. Neonatal outcome and congenital malformations in
children born after in-vitro fertilization. Human Reproduction. 17, 1391-1398.
Paladin, 1971. Human Reproduction from the Science Journal. Granada. London.
No comments:
Post a Comment