DAFTAR ISI
HALAMAN
JUDUL............................................................................................................
KATA
PENGANTAR..........................................................................................................
DAFTAR
ISI.........................................................................................................................
BAB
I PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang........................................................................................................
1.2 Rumusan
Masalah...................................................................................................
1.3 Tujuan
Penulisan.....................................................................................................
BAB
II KONSEP TEORI
2.1 Pengertian Bayi Tabung..........................................................................................
2.2 Macam-Macam Bayi Tabung..................................................................................
2.3 Hukum Bayi Tabung Dalam Agama
Islam.............................................................
2.4 Undang-Undang Tentang Bayi
Tabung.................................................................
BAB
III PENUTUP
3.1 Simpulan.................................................................................................................
3.2 Saran.......................................................................................................................
DAFTAR
PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar
Belakang Masalah
Beberapa
tahun terakhir perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai bidang sungguh
sangat mengagumkan. Berbagai macam penelitian dan penemuan baru memunculkan
sebuah kemajuan yang luar biasa. Sama halnya dengan kemajuan dibidang
bioteknologi. Perkembangan-perkembangan bioteknologi bertujuan untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia, salah satunya dalam bidang reproduksi.
Masyarakat secara umum mengetahui bahwa untuk menghasilkan keturunan diperlukan
terjadinya fertilisasi internal atau bertemunya sel sperma dan sel telur
didalam tubuh betina (induknya). Belakangan telah berkembang fertilisasi yang
dilakukan secara eksternal atau bertemunya sel telur dan sel sperma diluar
tubuh betina (induknya).
Fertilisasi
atau pembuahan adalah proses bertemunya kedua sel gamet (jantan dan betina)
atau lebih tepatnya peleburan dua sel gamet dapat berupa nucleus atau sel
bernukeleus untuk kemudian membentuk zigot. Pada dasarnya melibatkan plasmogami
(penggabungan sitoplasma) dan kariogami (penyatuan bahan nucleus). Setelah
terjadi pembuahan zigot tumbuh berkembang menjadi embrio.
Sekarang ini sudah muncul berbagai
kecanggihan yang dapat digunakan untuk mengatasi kendala-kendala kehidupan. Salah
satunya adalah kesulitan mempunyai anak dengan berbagai faktor. Tetapi
terkadang kecanggihan teknologi mempengaruhi etika-etika terhadap islam.
Kemungkinan kehamilan dipengaruhi oleh usia anda dan kadar FSH basal. Secara
umum, makin muda usia makin baik hasilnya. Kemungkinan terjadinya kehamilan
juga tergantung pada jumlah embrio yang dipindahkan. Walaupun makin banyak
jumlah embrio yang dipindahkan akan meningkatkan kemungkinan terjadinya
kehamilan, tapi kemungkinan terjadinya kehamilan multipel dengan masalah yang
berhubungan dengan kelahiran prematur juga lebih besar. Pengertian mandul bagi
wanita ialah tidak mampu hamil karena indung telur mengalami kerusakan sehingga
tidak mampu memproduksi sel telur. Sementara, arti mandul bagi pria ialah tidak
mampu menghasilkan kehamilan karena buah pelir tidak dapat memproduksi sel
spermatozoa sama sekali.
1.2 Rumusan
Masalah
- Apa yang dimaksud
dengan bayi tabung?
- Berapakah macam-macam
bayi tabung menurut islam?
- Bagaimana pandangan
hukum islam tentang bayi tabung?
- Bagaimana
pandangan undang-undang tentang bayi tabung?
1.3 Tujuan
Penulisan
- Untuk mengetahui
pengertian bayi tabung.
- Untuk mengetahui macam-macam
bayi tabung.
- Untuk mengetahui pandangan
hukum islam tentang bayi tabung.
- Untuk mengetahui
pandangan undang-undang tentang bayi tabung.
BAB II
KONSEP TEORI
2.1
Pengertian Bayi Tabung
Bayi tabung atau pembuahan in vitro
(bahasa Inggris:
in vitro fertilisation) adalah sebuah teknik pembuahan
dimana sel telur
(ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi tabung adalah salah satu metode untuk
mengatasi masalah kesuburan ketika metode lainnya tidak berhasil. Prosesnya
terdiri dari mengendalikan proses ovulasi secara hormonal, pemindahan sel telur
dari ovarium
dan pembuahan oleh sel
sperma dalam sebuah medium cair.[1]
Bayi tabung adalah suatu istilah teknis. Istilah ini
tidak berarti bayi yang terbentuk di dalam tabung, melainkan dimaksudkan
sebagai metode untuk membantu pasangan subur yang mengalami kesulitan di bidang ”pembuahan“ sel telur wanita oleh sel
sperma pria. Secara teknis, dokter mengambil sel telur dari indung telur wanita
dengan alat yang disebut “laparoscop” yang ditemuan dr. Patrick
C. Steptoe dari Inggris. Sel telur itu kemudian diletakkan dalam suatu mangkuk
kecil dari kaca dan dipertemukan dengan sperma dari suami wanita tadi. Setelah
terjadi pembuahan di dalam mangkuk kaca tersebut kemudian hasil pembuahan itu
dimasukkan lagi ke dalam rahim sang ibu untuk kemudian mengalami masa kehamilan
dan melahirkan anak seperti biasa.[2]
Istilah bayi tabung (test tube baby) dalam bahasa kedokteran
dikenal dengan sebutan “In Vitro Fertilization and Embryo Transfer” (IVF-ET)
atau dalam khazanah hokum Islam dikenal dengan “Thifl al-Anabib” atau “Athfal
al-Anbubah”. Sedangkan dengan inseminiasi buatan (artificial insemination)
dalam hokum Islam dikenal dengan sebutan “At-Talqih al- Shinai”.[3]
Secara teknis, kedua istilah ini memiliki perbedaan yang
signifikan, meskipun memiliki tujuan yang hampir sama yakni untuk menangani
masalah infertilitas atau kemandulan. Bayi tabung merupakan teknik pembuahan
(fertilisasi) antara sperma suami dan sel telur istri yang masing-masing
diambil kemudian disatukan di luar kandunga (in vitro) – sebagai lawan “di
dalam kandungan” (in vivo).
Pengertian Inseminasi
buatan atau bayi tabung atau pembuahan In Vitro Fertilization (IVF) adalah
suatu upaya memperoleh kehamilan dengan jalan mempertemukan sel sperma dan sel
telur dalam suatu wadah khusus. Pada kondisi normal, pertemuan ini berlangsung
di dalam saluran tuba fallopi. Pembuahan
sel telur (ovum) yang dilakukan di luar tubuh calon ibu. Awalnya tekhnik
reproduksi ini ditunjukkan untuk pasangan infertile, yang mengalami kerusakan
saluran telur. Namun saat ini indikasinya telah diperluas, antara lain jika
calon ibu mempunyai lender mulut rahim yang abnormal, mutu calon ayah kurang
baik, adanya antibody pada atau terhadap sperma, tidak kunjung hamil walaupun
endometriosis telah diobati, serta pada gangguan kesuburan yang tidak diketahui
penyebabnya maka program bayi tabung ini biasa dilakukan.
Bayi tabung merupakan pilihan untuk
memperoleh keturunan bagi ibu-ibu yang memiliki gangguan pada saluran tubanya.
Pada kondisi normal, sel telur yang telah matang akan dilepaskan oleh indung
telur (ovarium) menuju saluran tuba (tuba fallopi) untuk selanjutnya menunggu
sel sperma yang akan membuahi. Jika terdapat gangguan pada saluran tuba, maka
proses ini tidak akan berlangsung sebagaimana mestinya. Proses yang berlangsung
di laboratorium ini dilaksanakan sampai menghasilkan suatu embrio yang akan
ditempatkan pada rahim ibu. Embrio ini juga dapat disimpan dalam bentuk beku
(cryopreserved) dan dapat digunakan kelak jika dibutuhkan.
2.2 Macam-Macam Proses
Bayi Tabung
Menurut
sejumlah ahli, inseminasi buatan atau bayi tabung secara garis besar dibagi
menjadi dua menurut al-Majma' al-Fiqhi al- Islami (Rabitahoh a l'Alam al
Islami), Daurah ke 7, tanggal 11-16 Rabi ul Akhir 1404, dan Daurah ke-8 di
Mekkah, tanggal 28 Rabi' ul Awal – 7 Jumadal Ula 1405 / 19-27 Januari 1985.[4]
1. Pembuahan di dalam rahim. Bagian
pertama ini dilakukan dengan dua cara :
Cara
pertama : Sel sperma laki-laki diambil, kemudian disuntikan pada tempat yang
sesuai dalam rahim sang istri sehingga sel sperma tersebut akan bertemu dengan
sel telur istri kemudian terjadi pembuahan yang akan menyebabkan kehamilan.
Cara seperti ini dibolehkan oleh Syari'ah, karena tidak terjadi pencampuran
nasab dan ini seperti kehamilan dari hubungan seks antara suami dan istri.
Cara
kedua : Sperma seorang laki-laki diambil, kemudian disuntikan pada rahim istri
orang lain, atau wanita lain, sehingga terjadi pembuahan dan kehamilan. Cara
seperti ini hukum haram, karena akan terjadi percampuran nasab. Kasus ini
serupa dengan adanya seorang laki-laki yang berzina dengan wanita lain yang
menyebabkan wanita tersebut hamil.
2. Pembuahan di luar rahim. Bagian
kedua ini dilakukan dengan lima cara :
Cara
pertama : Sel sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam
sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil
pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim istrinya yang memiliki sel telur
tersebut Hasil pembuahan tadi akan berkembang di dalam rahim istri tersebut,
sebagaimana orang yang hamil kemudian melahirkan ana yang dikandungnya. Bayi
tabung dengan proses seperti di atas hukumnya boleh, karena tidak ada
percampuran nasab. (Dar al Ifta' al Misriyah, Fatawa Islamiyah : 9/ 3213-3228).[5]
Cara
kedua : Sel sperma seorang laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita
yang bukan istrinya ke dalam satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan.
Setelah itu, hasil pembuahan tadi dimasukkan ke dalam rahim istri laki-laki
tadi. Bayi tabung dengan cara seperti ini jelas diharamkan dalam Islam, karena
akan menyebabkan tercampurnya nasab.
Cara
ketiga : Sel sperma seorang laki-laki dicampur dengan sel telur seorang wanita
yang bukan istrinya ke dalam satu tabung dengan tujuan terjadinya pembuahan.
Setelah itu, hasil pembuahan tadi dimasukkan ke dalam rahim wanita yang sudah
berkeluarga. Ini biasanya dilakukan oleh pasangan suami istri yang tidak
mempunyai anak, tetapi rahimnya masih bia berfungsi. Bayi tabung dengan proses
seperti ini jelas dilarang dalam Islam.
Cara
keempat : Sel sperma suami dan sel telur istrinya diambil dan dikumpulkan dalam
sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup, maka hasil
pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim seorang wanita lain. Ini jelas
hukumnya haram. Sebagian orang menamakannya " Menyewa Rahim ".
Cara
kelima : Sperma suami dan sel telur istrinya yang pertama diambil dan
dikumpulkan dalam sebuah tabung agar terjadi pembuahan. Setelah dirasa cukup,
maka hasil pembuahan tadi dipindahkan ke dalam rahim istri kedua dari laki-laki
pemilik sperma tersebut. Walaupun istrinya pertama yang mempunyai sel telur
telah rela dengan hal tersebut, tetap saja bayi tabung dengan proses semacam
ini haram.
Majma'
al Fiqh Al Islami, Munadhomah al Mu'tamar al Islami, Mu'tamar ke-3 di Amman
tanggal 8-13 Shofar 1407-Majalah Majma' al Fiqh al Islami, edisi : 3 :
1/515-516) hal itu dikarenakan tiga hal[6]
:
1. Karena bisa saja istri kedua yang
dititipi sel telur yang sudah dibuahi tersebut hamil dari hasil hubungan seks
dengan suaminya, sehingga bisa dimungkinkan bayi yang ada di dalam kandungannya
kembar, dan ketika keduanya lahir tidak bisa dibedakan antara keduanya,
tentunya ini akan menyebabkan percampuran nasab yang dilarang dalam Islam.
2. Seandainya tidak terjadi bayi
kembar, tetapi bisa saja sel telur dari istri pertama mati di dalam rahim istri
yang kedua, dan pada saat yang sama istri kedua tersebut hamil dari hubungan
seks dengan suaminya, sehingga ketika lahir, bayi tersebut tidak diketahui apakah
dari istri yang pertama atau istri kedua.
3. Anggap saja kita mengetahui bahwa
sel telur dari istri pertama yang sudah dibuahi tadi menjadi bayi dan lahir
dari rahim istri kedua, maka masih saja hal tersebut meninggalkan problem,
yaitu siapakah sebenarnya ibu dari bayi tersebut, yang mempunyai sel telur yang
sudah dibuahi ataukah yang melahirkannya ? Tentunya pertanyaan ini membutuhkan
jawaban. Dalam hal ini Allah swt berfirman : " Ibu-ibu mereka tidaklah
lain hanyalah wanita yang melahirkan mereka " (Qs Al- Mujadalah : 2)
2.3 Hukum Bayi Tabung Dalam Agama Islam
Bayi Tabung merupakan salah satu masalah kontemporer dan aktual yang masih
banyak dipertanyakan status hukumnya, sehingga perlu ada penjelasan secukupnya.
No |
Nama Tekhnik/ Jenis
tekhnik |
Sperma |
Ovum |
Media pembuatan |
Hukum |
Alasan/ analogi
hukum |
|||
1 |
Bayi tabung
(IVF-ET) Jenis I |
Suami |
Istri |
Rahim istri |
Halal |
Tidak melibatkan
orang lain |
|||
2 |
Bayi tabung
(IVF-ET) Jenis II |
Suami |
Istri |
Rahim orang
lain/titipan/ sewaan |
haram |
Melibatkan orang
lain dan dianalogikan dengan zina |
|||
3 |
Bayi tabung
(IVF-ET) Jenis III |
Suami |
Orang lain/ donor/
bank ovum |
Rahim istri |
Haram |
Melibatkan orang
lain dan dianalogikan dengan zina |
|||
4 |
Bayi tabung
(IVF-ET) Jenis IV |
Suami |
Orang lain/
donor/ bank ovum |
Rahim orang
lain/titipan/ sewaan |
haram |
Melibatkan orang
lain dan dianalogikan dengan zina |
|||
5 |
Bayi tabung
(IVF-ET) Jenis V |
Orang lain/donor/
bank sperma |
Istri |
Rahim istri |
Haram |
Melibatkan orang
lain dan dianalogikan dengan zina |
|||
6 |
Bayi tabung
(IVF-ET) Jenis VI |
Orang lain/donor/
bank sperma |
Istri |
Rahim orang
lain/titipan/sewaan |
Haram |
Melibatkan orang
lain dan dianalogikan dengan zina |
|||
7 |
Bayi tabung
(IVF-ET) Jenis VI |
Orang lain/donor/
bank sperma |
Orang lain/ donor/
bank sperma |
Rahim orang
lain/titipan/ sewaan |
Haram |
Melibatkan orang
lain dan dianalogikan dengan zina |
|||
8 |
Bayi tabung
(IVF-ET) Jenis VIII |
Suami |
Istri |
Istri yang lain
(istri ke dua, ke tiga, atau ke empat |
Haram |
Melibatkan orang
lain dan dianggap membuat kesulitan dan mengada – ada |
|||
9 |
Inseminasi buatan
dengan sperma suami |
Suami |
Isteri |
Rahim isteri |
Halal |
Tidak melibatkan
orang lain |
|||
10 |
Inseminasi buatan dengan sperma donor |
Donor |
Isteri |
Rahim Isteri |
Haram |
Melibatkan orang
lain dan dianalogikan dengan zina |
|||
Dari tabel tampak
jelas bahwa teknik bayi tabung dan inseminasi buatan yang dibenarkan menurut
moral dan hukum islam adalah teknik yang tidak melibatkan pihak ketiga serta
perbuatan itu dilakukan karena adanya hajat dan tidak untuk main-main atau
percobaan. Sedangkan teknik bayi tabung atau inseminasi buatan yang melibatkan
pihak ketiga hukumnya haram.[7]
Alasan syar’i tentang
haramnya keterlibatan (benih atau rahim) pihak ketiga tersebut merujuk kepada
maksud larangan berbuat zina ( lihat al-quran, antara lain surat Al isra’ [17] : 32). Secara
filosofis larangan zina itu didasarkan atas dua hal. Pertama, “ tindakan
melacur” (al-fujur, al-fahisyah) dan kedua, akibat tindakan itu dapat
menyebabkan “kaburnya keturunan” (ikhtilath al-ansab).[8]
Rasulullah menyatakan :
‘’Tidak ada dosa lebih berat dari perbuatan
syirik ( menyekutukan Tuhan ) melainkan dosa seseorang yang mentransplantasikan
“benih” kepada rahim wanita yang tidak halal baginya”
Dalam
hal pihak ketiga merupakan istri sah, maka para ulama dalam hal ini menolaknya
karena bertentangan dengan maksud ayat Al-Quran Surah Al-Baqaroh [2] : 195 yang
artinya : “…Dan
janganlah kalian menjatuhkan dirimu sendiri dalam kebiasaan….”[9]
Inseminasi
buatan endahngan donor itu pada hakikatnya merendahkan harkat manusia sejajar
dengan hewan yang di inseminasi. Hadist Nabi :
“Tidak halal bagi seseorang yang beriman pada Allah dan
hari Akhir menyiramkan airnya (sperma) pada tanaman orang lain(vagina
istri orang lain).” (Hadist Riwayat Abu Daud,Al-Tirmizi) dan hadist ini dipandang sahih oleh
Ibnu Hibban.[10]
2.4 Undang-Undang
Tentang Bayi Tabung
Mengenai status anak hasil inseminasi dengan donor sperma atau ovum
menurut hukum islam adalah tidak sah dan statusnya sama dengan anak hasil
prostitusi UU Perkawinan pasal 42
No.1/1974 : ” Anak yang sah adalah anak
yang dilahirkan dalam atau sebagai akibat perkawinan yang sah ” maka memberikan
pengertian bahwa bayi tabung dengan bantuan donor dapat dipandang sah karena ia
terlahir dari perkawinan yang sah.Tetapi inseminasi buatan dengan sperma atau
ovum donor tidak di izinkan karena tidak sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 pasal 29 ayat 1.
Asumsi Menteri Kesehatan bahwa masyarakat Indonesia termasuk kalangan
agama nantinya bias menerima bayi tabung seperti halnya KB.Namun harus diingat
bahwa kalangan agama bias menerima KB karena pemerintah tidak memaksakan alat/cara
KB yang bertentangan dengan agama. Contohnya : Sterilisasi, Abortus. Oleh karena itu pemerintah diharapkan mengizinkan praktik bayi tabung yang tidak bertentangan dengan agama.
Ø
Tinjauan
dari Segi Hukum Perdata Terhadap Inseminasi Buatan (Bayi Tabung)
a. Jika
benihnya berasal dari suami istri.
·
Jika benihnya berasal
dari Suami Istri, dilakukan proses fertilisasi-in-vitro transfer embrio dan
diimplantasikan ke dalam rahim Istri maka anak tersebut baik secara biologis
ataupun yuridis mempunyai satus sebagai anak sah (keturunan genetik) dari
pasangan tersebut. Akibatnya memiliki hubungan mewaris dan hubungan keperdataan
lainnya.
·
Jika ketika embrio
diimplantasikan ke dalam rahim ibunya di saat ibunya telah bercerai dari
suaminya maka jika anak itu lahir sebelum 300 hari perceraian mempunyai status
sebagai anak sah dari pasangan tersebut. Namun jika dilahirkan setelah masa 300
hari, maka anak itu bukan anak sah bekas suami ibunya dan tidak memiliki
hubungan keperdataan apapun dengan bekas suami ibunya. Dasar hukum ps. 255
KUHPer.
·
Jika embrio
diimplantasikan ke dalam rahim wanita lain yang bersuami, maka secara yuridis
status anak itu adalah anak sah dari pasangan penghamil, bukan pasangan yang
mempunyai benih. Dasar hukum ps. 42 UU No. 1/1974 dan ps. 250 KUHPer. Dalam hal
ini Suami dari Istri penghamil dapat menyangkal anak tersebut sebagai anak
sah-nya melalui tes golongan darah atau dengan jalan tes DNA.
b.
Jika salah satu benihnya berasal dari donor
·
Jika Suami mandul dan Istrinya subur, maka
dapat dilakukan fertilisasi-in-vitro transfer embrio dengan persetujuan
pasangan tersebut. Sel telur Istri akan dibuahi dengan Sperma dari donor di
dalam tabung petri dan setelah terjadi pembuahan diimplantasikan ke dalam rahim
Istri. Anak yang dilahirkan memiliki status anak sah dan memiliki hubungan
mewaris dan hubungan keperdataan lainnya sepanjang si Suami tidak menyangkalnya
dengan melakukan tes golongan darah atau tes DNA.
·
Jika embrio diimplantasikan ke dalam rahim
wanita lain yang bersuami maka anak yang dilahirkan merupakan anak sah dari
pasangan penghamil tersebut. Dasar hukum pasal 42 UU No. 1/1974 dan pasal 250
KUH Perdata.
c.
Jika
semua benihnya dari pendonor
·
Jika sel sperma maupun
sel telurnya berasal dari orang yang tidak terikat pada perkawinan, tapi embrio
diimplantasikan ke dalam rahim seorang wanita yang terikat dalam perkawinan
maka anak yang lahir mempunyai status anak sah dari pasangan Suami Istri
tersebut karena dilahirkan oleh seorang perempuan yang terikat dalam perkawinan
yang sah.
·
Jika diimplantasikan ke
dalam rahim seorang gadis maka anak tersebut memiliki status sebagai anak luar
kawin karena gadis tersebut tidak terikat perkawinan secara sah dan pada
hakekatnya anak tersebut bukan pula anaknya secara biologis kecuali sel telur
berasal darinya. Jika sel telur berasal darinya maka anak tersebut sah secara
yuridis dan biologis sebagai anaknya. Dari tinjauan yuridis menurut hukum
perdata barat di Indonesia terhadap kemungkinan yang terjadi dalam program
fertilisasi-in-vitro transfer embrio ditemukan beberapa kaidah hukum yang sudah
tidak relevan dan tidak dapat meng-cover kebutuhan yang ada serta sudah tidak
sesuai lagi dengan perkembangan yang ada khususnya mengenai status sahnya anak
yang lahir dan pemusnahan kelebihan embrio yang diimplantasikan ke dalam rahim
ibunya. Secara khusus, permasalahan mengenai inseminasi buatan dengan bahan
inseminasi berasal dari orang yang sudah meninggal dunia, hingga saat ini belum
ada penyelesaiannya di Indonesia. Perlu segera dibentuk peraturan
perundang-undangan yang secara khusus mengatur penerapan teknologi
fertilisasi-in-vitro transfer embrio ini pada manusia mengenai hal-hal apakah
yang dapat dibenarkan dan hal-hal apakah yang dilarang.
PENUTUP
3.1 SIMPULAN
Bayi tabung atau
pembuahan in vitro (bahasa Inggris: in vitro fertilisation) adalah sebuah
teknik pembuahan dimana sel telur (ovum) dibuahi di luar tubuh wanita. Bayi
tabung adalah salah satu metode untuk mengatasi masalah kesuburan ketika metode
lainnya tidak berhasil. Prosesnya terdiri dari mengendalikan proses ovulasi
secara hormonal, pemindahan sel telur dari ovariumdan pembuahan oleh sel sperma
dalam sebuah medium cair.
Inseminasi buatan atau bayi tabung secara garis besar dibagi menjadi dua,
yaitu : pembuahan di dalam rahim dan pembuahan di luar rahim.
Teknik bayi tabung dan inseminasi buatan yang dibenarkan menurut moral dan
hukum islam adalah teknik yang tidak melibatkan pihak ketiga serta perbuatan
itu dilakukan karena adanya hajat dan tidak untuk main-main atau percobaan.
Sedangkan teknik bayi tabung atau inseminasi buatan yang melibatkan pihak
ketiga hukumnya haram.
Mengenai status anak hasil
inseminasi dengan donor sperma atau ovum menurut hukum islam adalah tidak sah
dan statusnya sama dengan anak hasil prostitusi UU Perkawinan pasal 42
No.1/1974 : ” Anak yang sah adalah anak yang dilahirkan dalam atau sebagai
akibat perkawinan yang sah ” maka memberikan pengertian bahwa bayi tabung
dengan bantuan donor dapat dipandang sah karena ia terlahir dari perkawinan
yang sah. Tetapi inseminasi buatan dengan sperma atau ovum donor tidak di
izinkan karena tidak sesuai dengan Pancasila, UUD 1945 pasal 29 ayat 1.
3.2 SARAN
Dalam pembuatan makalah ini, penulis mengharapkan
bahwa dalam melakukan bayi tabung dapat sesuai prosedur yang telah ditentukan.
Dan juga dapat menaati aturan yang telah ada. Semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
DAFTAR PUSTAKA
Zen,
Fathurin. 1990. Suatu Tinjauan Dari Segi Hukum
Mengenai Status Bayi Tabung
https://syavy.wordpress.com/2013/06/10/bayi-tabung-menurut-hukum-islam/
Aminuddin, dkk. 2002. Pendidikan Agama Islam Untuk Perguruan Tinggi Umum. Jakarta : Ghalia
Indonesia.
http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201206562612307110/4.pdf
aspek hukum dalam penyelenggaraan bayi tabung. Diakses : 15 Mei 2105 : 10.15
http://core.ac.uk/download/pdf/11713616.pdf tinjauan yuridis bayi tabung. Diakses 15
Mei 2015 : 11.00
https://syavy.wordpress.com/2013/06/10/bayi-tabung-menurut-hukum-islam/ Diakses : 15-05-2015 :
10.40
https://keperawatanreligionirinegemasari.wordpress.com/ Diakses : 15-05-2015 : 10.30
http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/330/hukum-inseminasi-buatan-bayi-tabung/ Diakses : 15-05-2015 : 10.31
[1] https://syavy.wordpress.com/2013/06/10/bayi-tabung-menurut-hukum-islam/
[2]Jusuf
Hanafiah, Etika Kedokteran dan Hukum Kesehatan, EGC, Jakarta
[3] Aminuddin, dkk, Pendidikan
Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum,Ghalia Indonesia,Bogor hal 192
[4]
http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/330/hukum-inseminasi-buatan-bayi-tabung/
[5]
http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/330/hukum-inseminasi-buatan-bayi-tabung/
[6]
http://www.ahmadzain.com/read/karya-tulis/330/hukum-inseminasi-buatan-bayi-tabung/
[7] Op-cit, hal 194
[8] Ibid, hal 195
[9] Ibid, hal 196
[10]
http://ejournal.uwks.ac.id/myfiles/201206562612307110/4.pdf
No comments:
Post a Comment