Tuesday, 19 October 2021

Makalah BANKER TO THE POOR

 

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR................................................................................................ i

DAFTAR ISI.............................................................................................................. ii

 

BAB I PENDAHULUAN............................................................................................

1.1.Latar Belakang.........................................................................................................

 

BAB II PEMBAHASAN.............................................................................................

2.1    Sejarah Berdirinya Bank Grameen (banker to the poor)..................................

2.2    Prinsip Grameen Bank.............................................................................................

2.3    Dampak Positif Grameen Bank...............................................................................

 

BAB III PENUTUP.....................................................................................................

 

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................

BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1    Latar Belakang

Sebagaimana dimaklumi 97 % usaha kecil di Indonesia memiliki omset dibawah Rp. 50 Juta/tahun, meskipun batas atas omset usaha kecil adalah sampai Rp. 1 Miliar. Pada dasarnya jika Indonesia ingin menjangkau usaha kecil terutama usaha kecil-kecil atau usaha mikro tersebut semestinya secara khusus mengarahkan perhatiannya pada kelompok ini karena mereka mewakili lebih dari 33 Juta pelaku usaha. Sampai saat ini hampir belum terlihat adanya program khusus pemberdayaan usaha mikro, padahal lapisan inilah penyedia lapangan kerja terbesar di Indonesia. Dalam setiap usaha pemberdayaan usaha kecil setelah ada tiga aspek penting yang perlu dikembangkan yaitu : Pertama, lingkungan kondusif dan sistem administrasi pemerintahan yang mendukung; Kedua, dukungan non finansial berupa jasa Perkreditan; Ketiga, dan dukungan finansial yang khusus ditujukan bagi usaha kecil.            Di sub-sektor perdagangan umum misalnya, sekitar 80% usaha perdagangan eceran yang tidak berbadan hukum yang diwakili oleh 5,2 juta unit usaha hanya memiliki omset dibawah Rp. 5 juta/tahun, sehingga jumlah usaha ekonomi rakyat lapis bawah ini benar-benar dengan skala gurem. Program yang secara bersinggungan mencoba mengatasi masalah ini pada umumnya masih dikaitkan dengan program penanggulangan kemiskinan. Untuk tidak mereka mencampuradukan permasalahan, maka tawaran pendekatan yang dapat kita manfaatkan adalah dengan melihat sisi kehidupan masyarakat ini dari dua sisi :  Pertama, sebagai penduduk aktif maka kegiatan ekonomi baik dalam bentuk produksi barang maupun jasa harus kita perlakukan sebagai usaha mikro sehingga tujuan utamanya adalah meningkatkan produktivitas dan kapasitas produktifnya; Kedua,  sebagai rumah tangga konsumen setiap pendapatan/pengeluaran masyarakat yang masih belum melampaui batas garis kemiskinan harus kita perlakukan sebagai penduduk miskin yang harus kita tingkatkan kondisi kehidupannya hingga melewati batas tersebut.  

Untuk mendorong usaha mikro ini memang disadari bahwa modal bukan satu-satunya pemecahan, tetapi tetap saja bahwa ketersediaan permodalan yang secara mudah dapat dijangkau mereka sangat vital, karena pada dasarnya kelompok inilah yang selalu menjadi korban eksploitasi oleh pelepas uang. Salah satu sebabnya adalah ketiadaan pasar keuangan yang sehat bagi masyarakat lapisan bawah ini, sehingga setiap upaya untuk mendorong produktivitas oleh kelompok ini, nilai tambahnya terbang dan dinikmati para pelepas uang. Adanya pasar keuangan yang sehat tidak terlepas dari keberadaan Lembaga Keuangan yang hadir ditengah masyarakat.

Lembaga Keuangan Mikro adalah upaya penyedia jasa keuangan, terutama simpanan dan kredit, dan juga jasa keuangan lain yang diperuntukan bagi keluarga miskin dan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki akses terhadap bank komersial.

Dalam Lincolin Arsyad, Lembaga Keuangan Mikro adalah lembaga yang memberikan jasa keuangan bagi pengusaha mikro dan masyarakat berpenghasi lan rendah, baik formal, semi formal, dan informal yang tidak terlayani oleh lembaga keuangan formal dan telah berorientasi pasar untuk tujuan bisnis.

Lembaga Keuangan Mikro berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan berbagai jasa pinjaman, baik untuk kegiatan produktif yang dilakukan usaha mikro, maupun untuk kegiatan konsumtif keluarga masyarakat miskin. Sebagai lembaga simpanan, Lembaga Keuangan Mikro dapat menghimpun dana yang dijadikan prasyarat bagi adanya kredit walaupun pada akhirnya sering kali jumlah kredit yang diberikan lebih besar dari dana yang berhasil dihimpun.


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1    Sejarah Berdirinya Bank Grameen (banker to the poor)

Bank Grameen (banker to the poor) adalah sebuah organisasi kredit mikro yang dimulai di Bangladesh yang memberikan pinjaman kecil kepada orang yang kurang mampu tanpa membutuhkan collateral. Sistem ini berdasarkan ide bahwa orang miskin memiliki kemampuan yang kurang digunakan. Yang berbeda dari kredit ini adalah pinjaman diberikan kepada kelompok perempuan produktif yang masih berada dalam status sosial miskin. Pola Grameen bank ini telah diadopsi oleh hampir 130 negara didunia (kebanyakan dinegara Asia dan Afrika). Jika diterapkan dengan konsisten, pola Grameen Bank ini dapat mencapai tujuan untuk membantu perekonomian masyarakat miskin melalui perempuan. Bank ini terpilih sebagai penerima Penghargaan Perdamaian Nobel (bersama dengan Muhammad Yunus) pada tahun 2006.

Tahun 1974 merupakan tahun yang harus dihadapi dengan berat oleh Bangladesh, sebab pada tahun ini Bangladesh masuk kedalam cengkraman kelaparan. Hal ini tentunya sangat memprihatinkan, sebab sebuah negara kecil yang baru meraih kemerdekaannya disertai perekonomian dan perpolitikan yang belum stabil harus mengadapi kelaparan yang mengakibatkan banyak sekali warganya yang meninggal.

Muhammad Yunus, Seorang dosen Universitas Chittagong serta Dekan Fakultas Ekonomi ini sangat risau melihat keadaan tersebut. Saat bencana kelaparan di tahun 1974 sedang melanda Bangladesh, Yunus berpandangan bahwa selama ini segala macam teori ekonomi klasik maupun modern yang secara elegan di ajarkan di kampus tidak bisa menjawab permasalahan sosial di negaranya, tidak hanya kelaparan namun juga kemiskinan dan permasalahan sosial ekonomi lainnya.

Melihat keadaan yang semakin parah, Yunus memutuskan untuk terjun langsung ke lapangan untuk melihat kondisi riil masyarakat yang mengalami kelaparan dan kemiskinan. Desa jobra adalah obyek yang menjadi pusat observasi, sebab daerah tersebut dekat dengan kampus. Proyek awal yang dilakukan Yunus adalah mencari tahu berapa banyak keluarga di desa jobra yang memiliki lahan garapan dan tanaman yang bisa di garap, keterampilan yang dimiliki penduduk desa, hambatan yang dihadapi dalam peningkatkan kesejahteraan mereka, dan berapa banyak warga yang miskin. Setelah melakukan analisis sebab-akibat, Yunus kemudian melakukan studi tentang ekonomi pertanian yang kemudian dilanjutkan dengan pengembangan desa melalui sektor pertanian.

Pengembangan desa yang dilakukan oleh Profesor Muhammad Yunus tidak berhenti pada sektor pertanian saja. Setelah menuai hasil yang positif, pada tahun 1976 Yunus mulai mengunjungi rumah tangga yang paling miskin di Jobra. Kunjungan tersebut melahirkan suatu insiprasi baru ketika Yunus menemui salah satu perajin bangku di Desa Jobra. Hasil perbincangan Yunus kepada perajin tersebut membuahkan kesimpulan bahwa rata-rata warga miskin yang memiliki profesi sebagai pengusaha kecil sangat sulit memperoleh kredit dan bahkan terpaksa meminjam uang kepada rentenir yang tentunya akan memberikan bunga pinjaman yang tinggi sehingga sangat memberatkan  si debitur, apalagi debitur merupakan warga miskin.

Dari tahun ke tahun, pengembangan desa terus menerus dilakukan. Yunus kemudian membuat suatu proyek percontohan awal yang disebut sebagai Bank Grameen (banker to the poor). Proyek ini dibentuk dengan alasan bahwa bank konvensional dan koperasi kredit biasanya meminta pembayaran sekaligus. Hal ini tentunya secara psikologis dirasa sulit oleh peminjam, apalagi yang predikatnya tergolong kaum miskin. Sistem yang dikembangkan oleh Bank Grameen (banker to the poor) justru berlawanan dengan bank konvensional. Para nasabah yang menjadi anggota dapat mencicil pembayaran dengan nilai nomonal uang yang sedemikian kecil sehingga tidak memberatkan si peminjam. Selain itu, nasabah didorong untuk membiasakan diri dalam menabung. Sebab, tabungan terkumpul bisa mereka jadikan pegangan di waktu susah atau digunakan untuk menambah peluang-peluang peningkatan pendapatan. Pada saat itu, Bank Grameen (banker to the poor) menetapkan 5 persen dari setiap pinjaman menjadi tabungan. Pinjaman dilakukan tidak melalui perseorangan melainkan kelompok.

Setelah mengalami kemajuan yang sangat pesat, Bank Grameen (banker to the poor) mulai membuka cabang di setiap pedasaan di Bangladesh. Kinerja bank juga semakin ditingkatkan. Bank Grameen (banker to the poor) tidak hanya sekedar emberikan pinjaman yang mudah dijangkau warga miskin, namun juga memberikan pelatihan kepada para peminjam dalam memajukan usahanya.

Periode 90-an, Bank Grameen (banker to the poor) sudah memperlihatkan bagaimana sistem itu efektif bekerja. Para peminjam yang dulunya tergolong miskin, sekarang tidak lagi sekedar melewati garis kemiskinan, namun juga sudah meninggalkannya jauh di belakang. Salah seorang peminjam  yang pernah bertenmu langsung dengan Profesor Yunus mengungkapkan bahwa cicilan per minggunya lebih dari 500 taka (US$ 12). 500 taka yang dipinjamnya itu adalah nilai pinjaman pertamanya saat sepuluh tahun yang lalu. Ini berarti bahwa kapasitas mereka untuk meminjam, berinvestasi dan membayar kembali melipat hingga 50 kali dalam 10 tahun. Bank Grameen (banker to the poor) juga mendirikan sebuah museum yang disebut sebagai Museum Kemiskinan sebagai simbol bahwa kinerja bank selama ini sangat efektif memberantas kemiskinan.

Bank Grameen (banker to the poor) saat ini telah diadopsi oleh lebih dari 100 negara di dunia. Sebagai bentuk penghargaan karena telah berhasil menuntaskan kemiskinan, founding father-nya yakni Profesor Muhammad Yunus memperoleh penghargaan Nobel Perdamaian tahun 2006.

Peranan Bank Grameen (banker to the poor) dalam Memberantas kemiskinan di Bangladesh

Bank Grameen (banker to the poor) memiliki peranan besar bagi rakyat kecil. Sistem perbankan yang digunakannya nyaris bertolakbelakang dengan yang digunakan oleh bank konvensional. Kenyataannya sampai hari ini bahwa bank konvensional semakin tidak pro pada rakyat. Banyak sekali bank konvensional yang hanya mau mendanai proyek-proyek yang menghasilkan profit besar. Bahkan, mereka juga mempersulit kaum miskin dengan suku bunga pinjaman yang tidak terjangkau dan agunan. Padahal kaum miskin tidak memiliki uang cukup untuk mengembalikan bunga dan mereka juga tidak memiliki agunan. Begitu juga dengan kaum rentenir. Secara prosedural, kaum miskin relatif lebih mudah meminjam uang kepada mereka, tapi bunga pinjamannya sangat tinggi bahkan lebih tinggi dibanding bunga bank konvensional. Baik bank konvensional maupun rentenir saat ini merupakan representasi dari kapitalisme modern dan juga feodalisme, dimana yang miskin semakin miskin, sedangkan yang kaya semakin kaya.

Kemiskinan di Bangladesh merupakan persoalan utama. Namun, hadirnya Bank Grameen (banker to the poor) yang didirikan oleh Muhammad Yunus memberikan suatu peranan besar dalam menjawab solusi kemiskinan yang telah mengakar di Bangladesh selama bertahun-tahun. Bank Grameen (banker to the poor) tidak hanya memberikan solusi dalam segi finansial kaum miskin, namun juga merubah kebudayaan kolot warga setempat, dimana wanita hanya boleh di dalam rumah dan tidak diperkenankan untuk melakukan aktivitas ekonomi di luar rumah. Dengan hadirnya Bank Grameen (banker to the poor), meski wanita tidak diperkenankan melakukan aktivitas ekonomi di luar rumah, namun dengan berbagai solusi, wanita dapat bekerja meski di dalam rumah. Bank Grameen (banker to the poor) juga merupakan suatu wujud implementasi dari konsistensinya. Sebagai bank kaum miskin, Bank Grameen (banker to the poor) tidak muncul dalam wujud lembaga keuangan eksklusif sebagaimana bank konvensional lainnya, melainkan menjelma sebagai lembaga yang berada di lingkungan miskin secara riil. Salah satu contoh konkret yang terjadi di Bangladesh adalah code of conduct dalam sistem di Bank Grameen (banker to the poor) tentang apa yang seharusnya dilakukan oleh manajer ketika membuka cabang di suatu daerah.

Sebagai contoh, seorang manajer datang ke suatu tempat yang telah disepakati untuk didirikan cabang tanpa perkenalan formal. Mereka tidak punya kantor, tidak punya tempat tinggal, dan tak ada seorang pun yang mereka kenal. Tugas pertamanya adalah mendokumentasikan segala sesuatu mengenai wilayah itu. Mereka memang tidak boleh datang ke desa dengan gaya pejabat dengan kemegahan dan mengharapkan hidangan lezat dan kenyamanan. Manajer dan asistennya tersebut harus membayar sendiri penginapannya dan tidak diizinkan untuk menginap di lingkungan mewah. Mereka hanya boleh menginap di rumah terlantar, asrama sekolah, atau kantor dewan setempat. Mereka harus menolak tawaran makan dari warga desa yang berada dengan menjelaskan bahwa itu bertentangan dengan aturan Grameen. Hal ini mengindikasikan bahwa suatu lembaga yang punya orientasi pada kaum miskin memang harus hidup dengan cara yang serba miskin.

Oleh sebab itu, Bank Grameen (banker to the poor) dinyatakan berhasil menuntaskan kemiskinan, sebab Bank Grameen (banker to the poor) dalam menjalankan misinya tidak hanya berfokus dalam melakukan kredit seperti yang dilakukan oleh bank konvensional pada umumnya, tetapi lebih daripada itu, Bank Grameen (banker to the poor)  “menjelma”  menjadi kaum miskin itu sendiri, karena dengan cara itulah Bank Grameen (banker to the poor) dapat mengetahui secara utuh tentang segala aspek penyebab kemiskinan dan solusi yang tepat  dalam melakukan cut terhadap penyebab kemiskinan di Bangladesh.

 

 

 

 

2.2    Prinsip Grameen Bank

Sampai dengan akhir tahun 2005, Grameen Bank telah mempunyai cabang sebanyak 2.226 di 71.371 senter (jumlah desa di Bangladesh 68.231), dengan total anggota lebih dari 6,6 juta orang. Grameen Bank juga telah direplikasikan di 52 negara (hanya di Indonesia yang belum ada), dengan anggota mencapai 102 juta orang. Dana disalurkan dari tahun 1983 s/d 2005 kumulatif mencapai US $ 5.17miliar, atau lebih kurang US $ 238 juta per tahun. Jumlah modal yang dimiliki Grameen Bank berkembang menjadi US $ 563,2 juta, sebanyak 92 % adalah milik anggota. Tingkat pengembalian / mencapai 98.2 %.

Yang menarik perhatian dari 6.6 juta orang anggota Grameen Bank, sebanyak 94 % jiwa adalah wanita. Pilihan wanita untuk menjadi anggota Grameen Bank didasarkan pada pemikiran bahwa tanggung jawab wanita terhadap keluarga lebih besar dan wanita cenderung mengutamakan membelanjakan uangnya hanya untuk kepentingan keluarga. Grameen Bank bukan bank konvensional yang hanya berhubungan dengan nasabah secara verlikal dari aspek ekonomi, telapi Grameen Bank bersifat multidimensional dari segala aspek kehidupan anggotanya, serta memasukkan unsur sosial budaya ke dalamnya.

Tujuh prinsip Grameen Bank yang perlu diperhatikan adalah :

1.      Grameen Bank adalah milik anggotanya (92 % saham milik anggota);

2.      Grameen Bank hanya akan memberikan pinjaman kepada orang yang paling miskin dari masyarakat miskin atau yang tidak memiliki harta untuk dijadikan agunan (termasuk para pengemis)

3.      Sasaran Grameen Bank terutama adalah perempuan.

4.      Pinjaman ini diberikan tanpa jaminan/ agunan

5.      Para peminjam sendiri dan bukan Grameen Bank yang menentukan jenis kegiatan usahanya yang akan dibiayai dengan pinjaman dari GB.

6.      Grameen Bank membantu informasi dan sarana agar peminjam berhasil.

7.      Para peminjam membayar tingkat bunga sesuai keperluan untuk menjaga agar Grameen Bank tetap mandiri (tidak tergantung hibah atau donasi)

 

Satu program terobosan yang cukup menggemparkan, yaitu pada tahun I997 Yunus memberikan pinjaman US $ 147.000 kepada 40.000 orang pengemis di Bangladesh, untuk melakukan usaha yang dapat dilakukan sambil mengemis, seperti membuat anyaman, sulaman, jualan korek api dan permen. Kepada mereka diberikan lencana nasabah Grameen Bank. Pada tahun 2005 ternyata 7.843 orang berhenti mengemis. Alasannya, mereka malu mengemis karena mempunyai lencana yang membangkitkan harga diri dan mempunyai lapangan usaha baru dari modal yang diberikan Grameenn Bank.

 

2.3    Dampak Positif Grameen Bank

Dampak Grameen Bank terhadap Pengentasan Kemiskinan Dari pengalaman terlihat bahwa garis kemiskinan bisa dilalui setelah enam sampai sepuluh pinjaman (yang masingmasingnya berjangka waktu 1 tahun). serta kerja keras. Pinjaman pertama biasanya hanya sekitar US$ 50. Rata-rata pinjaman hanya sedikit lebih besar dari US$ 100. Dengan pinjaman tersebut pelanggan menciptakan lapangan kerja sendiri, dan kebanyakan juga mempekerjakan seluruh keluarganya. Dengan cara demikianlah 54% pelanggan Grameen Bank telah berhasil meninggalkan garis kemiskinan. Sementara 27% masih berada di sekitar garis kemiskinan 16 persen masih dalam proses pengembangan sedangkan 3 % sisanya dinyatakan gagal mengikuti program Grameen Bank. Untuk mereka yang tidak berhasil, faktor yang dianggap menjadi penyebab kegagalan utama adalah perumahan yang tidak baik di daerah rawan hujan, serta kesehatan yang sangat buruk.

Dampak Terhadap Pertumbuhan Penduduk Banyak buku dan makalah tentang dampak Grameen Bank ditujukan untuk mengetahui mengapa Grameen Bank begitu berhasil dalam hal mengatasi pertumbuhan penduduk sementara program lain, seperti program keluarga berencana yang memiliki dana lebih besar menemui hambatan dan kegagalan. Kesimpulan kasarnya adalah bahwa pemberdayaan ekonomi perempuan sangat terkait dengan pilihan yang mereka perbuat begitu banyak, sehingga jumlah pertemuan dengan suamisuami mereka menjadi. Perumahan

Grameen Bank juga menyediakan pinjaman perumahan sebesar $ 300 dengan jangka waktu 10 tahun. Sebuah keluarga berhak untuk mendapat pinjaman ini apabila tanah mereka atas nama isteri. Sejauh ini telah lebih dari 350.000 rumah sudah dibangun dengan pinjaman ini. Tingkat bunga untuk pinjaman rumah adalah sebesar 8% yang disubsidi silang dengan pendapatan bunga yang diperoleh dari pinjaman modal kerja. Rumah tersebut dirancang oleh arsitek selempat memiliki bentuk yang menarik dengan harga yang rendah. Pemanfaatan bahan mentah setempat, ventilasi, penggunaan bidang yang efisien, mampu menahan tekanan angin kencang serta memiliki penampilan yang menarik. Para arsitek dan ahli ekonomi Grameen Bank sendiri nyaris tidak bisa percaya, ketika rumah mereka yang seharga $ 300 memperoleh penghargaan penting .Architecture Award. oleh juri Aga Khan Foundation, yang berlokasi di Swiss. Dalam dunia arsitektur yang gemerlap penghargaan ini biasa jatuh pada desain luar biasa yang memakan biaya jutaan dolar.

Perawatan Kesehatan Masalah kesehatan yang sangat buruk diidentifikasi sebagai alas an utama kemiskinan tidak juga hilang. Grameen Bank melakukan percobaan dengan sebuah rencana perawatan kesehatan dengan biaya yang bahkan tidak bisa dipercayai oleh orang Bangladesh sendiri, US$1,25 per keluarga per tahun dan 2 sen US tiap kunjungan ke klinik. Biaya ini akan menutupi 40% biaya perawatan kesehatan. Sisanya yang 60%.akan dicari dari pemerinlah, dan mungkin juga dari donor asing yang bersedia terlibat untuk jangka waktu yang panjang.

Grameen Bank Memajukan Perempuan Dengan tidak memperdulikan system perbankan di Bangladesh yang memperlakukan perempuan sebagai peminjam kelas dua, Grameen Bank ingin menciptakan perbandingan 50-50 antara peminjam laki-laki dan perempuan. Tidak perlu waktu lama bagi Grameen Bank untuk melihat bahwa perempuan merupakan pihak yang lebih efektif untuk melakukan perubahan. Kalau ada pendapatan tambahan untuk keluarga melalui perempuan, maka makanan anak-anak, gizi dan kesehatan keluarga, serta perbaikan untuk rumah akan mendapatkan prioritas utama. Ditemukan bahwa laki-laki lebih cenderung menghabiskan sebagian pendapatan mereka untuk kenikmatan pribadi.

Ditemukan pula bahwa perempuan memiliki risiko kredit yang lebih baik dari pada laki-laki dan lebih bertanggung jawab dalam mengelola sumberdana yang kecil. Namun alasan utama mengapa memilih perempuan sebagai pelanggan prioritas adalah karena Grameen Bank menugaskan dirinya untuk memberikan pinjaman kepada yang paling miskin. Dan perempuan merupakan jumlah terbanyak dari kelompok yang terpinggirkan di antara yang paling miskin dari yang miskin.

Dalam komunitas miskin seperti Bangladesh,di mana aturan keluarga tidak diterapkan dengan baik, sementara tradisi menjadi lebih penting dari hukum. kejadian di mana laki-laki meninggalkan isteri dan anak-anaknya merupakan hal yang biasa. Pemberdayaan ekonomi perempuan memiliki dampak yang sangat besar terhadap terbentuknya keluarga yang stabil.


 

BAB III

PENUTUP

 

Lembaga Keuangan Mikro adalah upaya penyedia jasa keuangan, terutama simpanan dan kredit, dan juga jasa keuangan lain yang diperuntukan bagi keluarga miskin dan berpenghasilan rendah yang tidak memiliki akses terhadap bank komersial

Lembaga Keuangan Mikro berfungsi sebagai lembaga yang menyediakan berbagai jasa pinjaman, baik untuk kegiatan produktif yang dilakukan usaha mikro, maupun untuk kegiatan konsumtif keluarga masyarakat miskin. Sebagai lembaga simpanan, Lembaga Keuangan Mikro dapat menghimpun dana yang dijadikan prasyarat bagi adanya kredit walaupun pada akhirnya sering kali jumlah kredit yang diberikan lebih besar dari dana yang berhasil dihimpun.

Tujuh prinsip Grameen Bank yang perlu diperhatikan adalah :

1.      Grameen Bank adalah milik anggotanya (92 % saham milik anggota);

2.      Grameen Bank hanya akan memberikan pinjaman kepada orang yang paling miskin dari masyarakat miskin atau yang tidak memiliki harta untuk dijadikan agunan (termasuk para pengemis)

3.      Sasaran Grameen Bank terutama adalah perempuan.

4.      Pinjaman ini diberikan tanpa jaminan/ agunan

5.      Para peminjam sendiri dan bukan Grameen Bank yang menentukan jenis kegiatan usahanya yang akan dibiayai dengan pinjaman dari GB.

6.      Grameen Bank membantu informasi dan sarana agar peminjam berhasil.

7.      Para peminjam membayar tingkat bunga sesuai keperluan untuk menjaga agar Grameen Bank tetap mandiri (tidak tergantung hibah atau donasi)

 


 

DAFTAR PUSTAKA

 

 

Bornstein, David. The Prince of a Dream. Oxford University Press, NY: 2005.

 

Micro Loans for the Very Poor; "The New York Times"; Sunday, February 16, 1997

 

Business-Social Ventures: Reaching for Major Impact; Changemakers.net, Nov 2003

No comments:

Post a Comment