Monday, 25 October 2021

BIOKONSERVASI

 

DAFTAR ISI

 

KATA PENGANTAR........................................................................................... i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1

1.2  Rumusan Masalah............................................................................... 1

1.3  Tujuan................................................................................................. 1

 

BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2

2.1    Bentuk Konservasi Laut di Indonesia.............................................. 2

2.2    Kerja sama Konservasi Internasional.............................................. 14

2.3    Titik KonservasiLaut Indonesia...................................................... 15

2.4    Dasar Hukum Konservasi Laut Indonesia...................................... 15

2.5    Penegakan Hukum di Kawasan Konservasi Laut........................... 15

 

BAB III PENUTUP............................................................................................. 17

3.1   Kesimpulan...................................................................................... 17

3.2   Saran................................................................................................ 17

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 18

 

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

 

1.1 Latar Belakang

Konservasi berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang kita punya Kawasan konservasi merupakan salah satu cara yang ditempuh pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari kepunahan. Pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi ditujukan untuk mengusahakan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Oleh karenanya keberadaan fungsi-fungsi keanekaragaman hayati tersebut sangatlah penting. Sampai saat ini, sejumlah kawasan konservasi telah ditetapkan yang jumlahnya mencapai 28,166,580.30 ha (mencakup 237 Cagar Alam, 77 Suaka Marga Satwa, 50 Taman Nasional, 119 Taman Wisata Alam, 21 Taman Hutan Raya, 15 Taman Buru) di seluruh Indonesia.

 

1.2  Rumusan Masalah

1)   Bagaimana bentuk konservasi laut di Indonesia?

2)   Dasar hukum konservasi laut yang ada di Indonesia?

 

1.3  Tujuan

1)   Sebagai salah satu media informasi tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut

2)   Menyelesaikan tugas Pendidikan Lingkungan Hidup yang telah di berikan

 


 

BAB II

PEMBAHASAN

 

2.1    Bentuk Konservasi Laut di Indonesia

Adapun bentuk konservasi laut di Indonesia dikelompokkan menjadi 7 bagian, yaitu : Taman Nasional Laut, Taman Wisata Alam Laut, Cagar Alam Laut, Suaka Margasatwa Laut, Kawasan Konservasi Laut Daerah, Daerah Perlindungan Laut, Hak Ulayat dan Petuanan Laut

a        Taman Nasional Laut

Taman Nasional Laut dapat diartikan sebagai ”daerah/ kawasan/ area yang dilindungi oleh negara”.Taman Nasional Laut sendiri dapat diartikan sebagai lautan yang dilindungi, biasanya oleh pemerintah pusat, dari perkembangan manusia dan polusi. Taman Nasional Laut merupakan kawasan yang dilindungi (protected area) oleh World Conservation Union Kategori II.Namun menurut Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimamfaatkan untuk tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya, pariwisata, dan rekreasi

Menurut PHKA menetapkan Kawasan Taman Nasional berdasarkan kriteria sebagai berikut :

1.        Kawasan tersebut memiliki luas yang cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami.

2.        Memiliki sumber daya alam yang khas dan unik berupa tumbuhan ataupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang masih utuh/alami.

3.        Memiliki beberapa ekosistem yang masih utuh

4.        Memiliki keadaan alam yang asli dan alami yang dapat dikembangkan sebagai pariwisata alam

5.        Merupakan kawasan yang dapat dibagi ke dalam beberapa zona, seperti zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan zona yang lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan, ketergantungan masyarakat sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai zona tersendiri.

Pengelolaan Taman Nasional Laut didasarkan atas sistem zonasi, yang mencakup zona inti, zona perlindungan, serta zona pemanfaatan wisata. Di beberapa lokasi juga terdapat zona pemukiman

Beberapa taman laut di Indonesia yang terkenal, antara lain :

1.    Taman Nasional Kepulauan Seribu

Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan salah satu perwakilan kawasan pelestarian alam bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 45 km sebelah Utara Jakarta. Terdapat 78 pulau besar - kecil dengan ketinggian tidak lebih dari tiga meter dpl., dan semuanya merupakan gugusan pulau karang. Pada ratusan tahun yang lalu, pulau-pulau karang itu terbentuk di atas koloni binatang karang yang sudah mati. Koloni ini pada awalnya tumbuh pada dasar laut yang dangkal, dan lapisan atasnya muncul ke permukaan laut serta mengalami pelapukan. Kemudian di atas daratan karang itu, tumbuh jenis pioner berupa semak, beberapa jenis pohon dan terjadilah daratan.

Kekayaan kehidupan laut taman nasional ini terdiri dari karang keras/lunak sebanyak 54 jenis, 144 jenis ikan, 2 jenis kima, 3 kelompok ganggang seperti Rhodophyta, Chlorophyta dan Phaeophyta, 6 jenis rumput laut seperti Halodule sp., Halophila sp., dan Enhalus sp., serta 17 jenis burung pantai.

Taman Nasional Kepulauan Seribu merupakan tempat peneluran penyu sisik (Eretmochelys imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas). Penyu sisik dan penyu hijau yang merupakan satwa langka dan jarang ditemukan di perairan lain terutama pantai Utara Pulau Jawa, ditangkarkan di Pulau Semak Daun.Penangkaran tersebutuntuk memulihkan populasi penyu yang nyaris punah. Kegiatan penangkaran meliputi penetasan telur semi alami dan perawatan anak penyu sampai siap untuk dilepas ke alam.

2.    Taman Nasional Laut Kep. Karimunjawa

Taman Nasional Karimunjawa merupakan gugusan 27 buah pulau yang memiliki tipe ekosistem hutan hujan dataran rendah, padang lamun, algae, hutan pantai, hutan mangrove, dan terumbu karang. Jenis terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa merupakan terumbu karang pantai/tepi (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier reef) dan beberapa taka (patch reef). Kekayaan jenisnya mencapai 51 genus, lebih dari 90 jenis karang keras dan 242 jenis ikan hias. Dua jenis biota yang dilindungi yaitu akar bahar/karang hitam (Antiphates spp.) dan karang merah (Tubipora musica).

Biota laut lainnya yang dilindungi seperti kepala kambing (Cassis cornuta), triton terompet (Charonia tritonis), nautilus berongga (Nautilus pompillius), batu laga (Turbo marmoratus), dan 6 jenis kima.

Keanekaragaman satwa darat di taman nasional ini tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan satwa perairan. Satwa darat yang umum dijumpai antara lain rusa (Cervus timorensis subspec), kera ekor panjang (Macaca fascicularis karimondjawae); 40 jenis burung seperti pergam hijau (Ducula aenea), elang laut perut putih (Haliaeetus leucogaster), trocokan/merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier), betet (Psittacula alexandri), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas), dan ular edhor.

Di sekitar Pulau Kemujan terdapat bangkai kapal Panama INDONO yang tenggelam pada tahun 1955, di mana pada saat ini menjadi habitat ikan karang dan cocok untuk lokasi penyelaman (wreck diving).

Dari gugusan pulau-pulau yang berjumlah 27 buah, lima buah pulau di antaranya telah berpenghuni yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau Nyamuk, dan Pulau Genting. Pulau Karimunjawa menjadi pusat kecamatan yang berjarak ± 83 km dari Kota Jepara (pusat pengrajin ukiran kayu yang terkenal di Indonesia).

3.    Taman Nasional Kepulauan Wakatobi

Taman Nasional Wakatobi memiliki potensi sumber daya alam laut yang bernilai tinggi baik jenis dan keunikannya, dengan panorama bawah laut yang menakjubkan. Secara umum perairan lautnya mempunyai konfigurasi dari mulai datar sampai melandai ke arah laut, dan beberapa daerah perairan terdapat yang bertubir curam. Kedalaman airnya bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter dengan dasar perairan sebagian besar berpasir dan berkarang.

Taman nasional ini memiliki 25 buah gugusan terumbu karang dengan keliling pantai dari pulau-pulau karang sepanjang 600 km. Lebih dari 112 jenis karang dari 13 famili di antaranya Acropora formosa, A. hyacinthus, Psammocora profundasafla, Pavona cactus, Leptoseris yabei, Fungia molucensis, Lobophyllia robusta, Merulina ampliata, Platygyra versifora, Euphyllia glabrescens, Tubastraea frondes, Stylophora pistillata, Sarcophyton throchelliophorum, dan Sinularia spp

Kekayaan jenis ikan yang dimiliki taman nasional ini sebanyak 93 jenis ikan konsumsi perdagangan dan ikan hias di antaranya argus bintik (Cephalopholus argus), takhasang (Naso unicornis), pogo-pogo (Balistoides viridescens), napoleon (Cheilinus undulatus), ikan merah (Lutjanus biguttatus), baronang (Siganus guttatus), Amphiprion melanopus, Chaetodon specullum, Chelmon rostratus, Heniochus acuminatus, Lutjanus monostigma, Caesio caerularea, dan lain-lain

Selain terdapat beberapa jenis burung laut seperti angsa-batu coklat (Sula leucogaster plotus), cerek melayu (Charadrius peronii), raja udang erasia (Alcedo atthis) juga terdapat tiga jenis penyu yang sering mendarat di pulau-pulau yang ada di taman nasional yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta caretta), dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea)

b.        Taman Wisata Alam Laut

Taman Wisata Alam Laut (TWAL) adalah kawasan pelestarian alam yang dimanfaatkan bagi kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Tujuan pengelolaan taman wisata alam laut, sebagai upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya.

Taman wisata alam laut ditunjuk untuk ditetapkan karena:

a.       Mempunyai daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam, serta formasi geologi yang menarik.

b.      Mempunyai luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan daya tarik untuk dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam

c.       Kondisi lingkungan disekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.

Taman wisata alam laut dimanfaatkan untuk pariwisata alam laut dan rekreasi; penelitian dan pengembangan; kegiatan pendidikan, dan penunjang budaya. Beberapa taman wisata alam laut yang potensial:

1.      Taman Wisata Alam Laut Kepulauan Padaido

Kawasan Padaido secara geografis berada sebelah timur Pulau Biak terletak pada 00-550 LS dan 1340 – 1360 BT terdiri atas 30 pulau yang terdiri atas Padaido Atas ( 17 Pulau ) dan Padaido bawah ( 13 pulau ). Sepuluh pulau yang terdiri dari 19 Kampung merupakan pulau-pulau berpenghuni. Kawasan Kepulauan Padaido beserta perairan di sekitarnya seluas 183.000 ha ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam Laut Padaido melalui SK Menteri Kehutanan no. 91/Kpts – VI/1997

Taman Wisata Alam Laut Kepulauan Padaido yang terletak di bagian selatan Samudera Pasifik merupakan tipe perwakilan ekosistem terumbu karang gosong, algae, lamun, mangrove, hutan pantai, dan hutan dataran rendah Irian Jaya. Pulau-pulau gosong yang ada di Kepulauan Padaido sebanyak 29 buah yang dikelompokkan ke dalam Kepulauan Padaido Atas dan Padaido Bawah. Hampir semua pulau Kepulauan Padaido memiliki hamparan pasir putih, sebagian kecil merupakan pantai landai berpasir dan pantai terjal. Kawasan ini memiliki daya tarik yang memikat dengan air yang sangat jernih dan keragaman terumbu karangnya yang relatif masih utuh dan indah.

2.      Taman Wisata Alam Laut Gugus Pulau Teluk Maumere

Taman Wisata Alam Gugus Pulau Teluk Maumere ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan no. 126/Kpts-II/1987 tanggal 21 April 1987. Kawasan ini memiliki luas sekitar 62.450 ha, terletak di sebelah utara Pulau Flores membentang sepanjang Pantai Teluk Maumere dan berbatasan dengan Laut Flores.

Keanekaragaman jenis terumbu karang yang indah dan unik di antaranya adalah jenis-jenis dari genus Montiphora, Acropora, Lobophyllia, Pectinia, Stylophora, Porites, Pavona, Merulina, Favia, Hydnophora, dan Galoxia. Keberadaan terumbu karang tersebut dilengkapi dengan aneka jenis ikan hias dan ikan karang dari keluarga Chaetodontidae, Serranidae, Lutjanidae, dan Haemulidae serta jenis-jenis ikan komersial, seperti ikan tenggiri, ikan tuna, dan ikan layar.

3.      Taman Wisata Alam Laut Pulau Kapoposang

Taman Wisata Alam Laut Kepulauan Kapoposang merupakan salah satu tipe perwakilan terumbu karang tepi /datar, lamun, dan mangrove di Sulawesi. Terumbu karang tepi merupakan ekosistem utama, yang mengelilingi perairan Kepulauan Kapoposang. Terumbu karang tersebut membentuk dataran sampai sejauh 200 meter sampai tubir, dengan kedalaman 1-10 meter pada saat air laut surut.

Kawasan ini ditunjuk berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan no. 558/Kpts-VI/1996 tanggal 12 September 1996 dengan luas 50.000 ha dan terletak di Kecamatan Liukang Tupabiring. Kabupaten PangkajenaKepulauan Pangkep, Provinsi Sulawesi Selatan

c.      Cagar Alam Laut

Cagar alam laut daerah adalah  kawasan alam laut yang karena keadaan alamnya mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya yang ditentukan serta dikelola untuk konservasi habitat dan jenis. Kawasan cagar alam laut di kelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis, dan sosial budaya. Kawasan cagar alam laut ditunjuk karena beberapa hal seperti:

a.      Mempunyai keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa dan tipe ekosistem

b.      Mewakili formasi biota tertentu dan unit-unit penyusunnya

c.      Mempunyai kondisi alam atau fisik yang masih asli

d.      Mempunyai luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan menjamin keberlangsungan proses ekologis

e.       Mempunyai ciri khas tertentu

f.       Mempunyai komunitas tumbuhan, satwa  dan ekosistem yang langka

Adapun beberapa cagar alam laut di Indonesia antara lain :

1.      Cagar Alam Laut 17 Pulau, Riung, NTT

Cagar Alam Laut Riung terletak di bagian utara Pulau Flores, dan secara administratif berada di Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada. Kawasan yang berbatasan langsung dengan bagian barat Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau tersebut berjarak sekitar 80 kmr dari Bajawa, ibukota Kabupaten Ngada. Kawasan Cagar Alam  Riung merupakan salah satu Kawasan Suaka Alam yang ditunjuk dengan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No: 589/Kpts-II/1996 tanggal 16 September 1996 dengan luas 2000 ha. SK ini merupakan SK perubahan fungsi setelah dilakukan pemisahan antara Taman Wisata Alam 17 Pulau Riung dengan Cagar Alam Laut Riung. Kawasan Cagar Alam Riung merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan kering dengan vegetasi campuran dan hutan mangrove.

Jenis-jenis flora yang terdapat di kawasan Cagar Alam Riung di antaranya adalah waru (Hibiscus tiliacius), ketapang (Terminalia cattapa), kemiri (Aleurites molucana ), kepuh (Sterculia foetida), pandan (Pandanus tectorius), cendana (Santalum album), jati (Tectona grandis), kesambi (Schleichera oleosa), johar (Cassia siamea ), mangga (Mangivera indica), asam (Tamarindus indica), sengon laut (Albizia falcataria), kabesak (Acacia leucocephala), nyamplung (Callophylum inopphylum), kayu manis (Cinanionium burmanii), ampupu (Eucalyptus urophylla), serta jenis bakau- bakauan seperti Rhizophora sp, Bruguiera gymnoriza, Sonneratia sp., dsb.

Jenis satwa yang terdapat di kawasan Cagar Alam Riung di antaranya adalah rusa (Cervus timiorensis), landak (Zaglossus sp.), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), musang (Paradoxurus haenzaproditus), biawak timur (Varanus tiniorensis), kuskus (Phalanges sp.), ayam hutan (Gallus galus), buaya (Crocodylus porosus), serta berbagai jenis burung, di antaranya  elang (Elanus sp.), burung kakatua kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea), bluwok atau bangau putih (Egretta sacra), sandang glawe atau bangau hitam (Ciconia episcopus), tekukur (Streptopelia chinesis), burung nuri (Lorius domicella), burung gosong atau burung wontone (Megapodius reinwardtii), kelelawar (Pteropsus veropirus), serta penyu hijau (Chelonia mydas) dan jenis-jenis biota laut seperti duyung (Dugong dugon), lumba-lumba, serta aneka ikan hias yang hidup di terumbu karang.

 

2.      Cagar Alam Taman Gunung Mutis

Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis terletak di bagian barat laut Pulau Timor,secara administrasi berada dalam dua wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan dan Timor Tengah Utara. Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis mempunyai topografi yang bergelombang sampai bergunung, sebagian besar wilayahnya mempunyai kemiringan 60% ke atas atau termasuk kriteria kelas lereng lapangan 5. Puncak tertinggi adalah Gunung Mutis dengan ketinggian 2.427 meter dpl. Gunung Mutis dan sekitarnya merupakan daerah terbasah di Pulau Timor, dengan curah hujan rata-rata 1500 sampai 3000 mm/tahun (termasuk dalam golongan iklim type B). Suhu berkisar antara 14-29oC, tetapi dapat turun sampai 9oC (kondisi ekstrim). Angin selalu bertiup sepanjang tahun dengan kecepatan sedang sampai kencang. Angin kencang berkecepatan tinggi terjadi pada bulan November sampai Maret. Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis ini menjadi sumber air utama bagi tiga Daerah Aliran Sungai (DAS) besar di Pulau Timor, yaitu Noelmina di bagian selatan, Noel Benain di bagian timur, dan Noel Fail di bagian utara.

                 Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis dan sekitarnya mempunyai hutan dengan tipe hutan pegunungan yang homogen, dominasi oleh jenis ampupu (Eucalyptus urophylla). Jenis lain yang menonjol adalah Podocarpus sp, Casuarinas junghuniana dan Celtis wightii yang membentuk tajuk lapis kedua di bawah tajuk ampupu dan Daphiniphyllum glancescens yang tersebar merata di bagian bawah. Jenis satwa liar yang hidup di kawasan Cagar Alam Mutis sangat beragam, mulai dari kelompok burung (aves), mamalia, reptilia, amfibi, dan serangga. Burung terdiri atas 36 famili dan 84 spesies, yang dominasi dari famili Columbidae yakni terdiri dari 12 spesies disusul famili  Meliphagidae 10 spesies, famili  Turdidae ada 6 spesies, dan famili Sylviidae ada 5 spesies . Mamalia yang terdapat di kawasan Cagar Alam Gunung Mutis adalah kelelawar besar (Rhinolophus hipposideros), kelelawar sedang (Chiroptera sp.), kelelawar kecil (Myotis sp), kera ekor panjang (Macaca fascicularis), kuda liar (Equus pezwalskii Caballus), kus-kus putih (Phalanger orientalis), kuskus hitam (Phalanger gymnotis), kus-kus cokelat Kuning (Phalanger vestitus), musang (Viverra sp), babi hutan (Sus scrofa), rusa timor (Cervus timorensis), kucing hutan (Felis=Prionailurus sp.).

d.       Suaka Margasatwa Laut

Suaka margasatwa alam laut adalah kawasan suaka alam laut yang mempunyai ciri khas berupa keanekaragaman dan keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya untuk dilestarikan. Criteria untuk menunjukkan dan menetapkan kawasan suaka margasatwa laut adalah:

a.       Merupakan tempat hidup dan perkembangbiakkan satwa laut yang perlu di lakukan upaya konservasinya

b.      Merupakan habitat satwa langka yang dikhawatirkan akan punah

c.       Memiliki keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi

d.      Merupakan tempat hidup bagi satwa migran tertentu

e.       Mempunyai luas yang cukup sebagai habitat satwa yang dimaksud

Kawasan Suaka Margasatwa laut dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan ilmu pengetahuan, pendidikan, wisata alam terbatas, dan kegiatan penunjang budi daya

Beberapa suaka margasatwa laut di Indonesia antara lain adalah :

1.   Suaka Margasatwa Barumun

Kawasan Suaka Margasatwa Barumun secara administratif pemerintahan terletak di Kecamatan Sosopan, Kecamatan Barumum, Kecamatan Siabu dan Kecamatan Penyabungan Kabupaten Tapanuli Selatan

Kawasan Suaka Margasatwa Barumun merupakan kawasan konservasi terluas kedua setelah Taman Hutan Raya Bukit Barisan, yaitu sekitar 40.330 Ha. Ditetapkan berdasarkan Surat Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/1989 tanggal 6 Februari 1989.

Sebelum ditetapkan sebagai suaka margasatwa status hutan Barumun adalah hutan lindung dan telah ditunjuk sebagai kawasan hutan sejak tahun 1921. Secara administratif kehutanan dalam pengelolaan Sub Seksi KSDA Tapanuli Selatan

Topografi kawasan adalah bergelombang dan berbukit-bukit dengan kelerengan lebih dari 45 %, dengan puncak tertinggi adalah Dolok Malga (2.014 m).

Kawasan ini telah ditata batas, namun kenyataan dilapangan pal batas yang ada sebagian besar telah dirusak. Flora dan Fauna di Barumun ini Terdiri dari formasi hutan dengan ketinggian dibawah 1000 m dpl dan hutan pada ketinggian lebih dari itu. Vegetasi daerah rendah didominasikan oleh familia Dipterocarpaceae dengan jenis al. Damar (Shorea multiflora), Meranti padi (Hopea sp), Meranti bunga (Shorea acuminata), Vegetasi daerah tinggi adalah : Anturmangun (Casuarina sumatrana), Tusam (Pinus merkusii), Sampinur bunga (Podocarpus imbricatus) dan Sampinur tali (Dacrydium junghuhnii).

Jenis fauna memiliki sebaran jelajah yang luas, karena merupakan perbatasan dengan wilayah hutan propinsi Sumatera Barat maupun Riau. Jenis satwa adalah : Harimau, Gajah (Elephas maximus sumatranus), Beruang Tapir (Tapirus indicus), Siamang, Rusa, Babi Hutan. Jenis yang lain seperti reptilia antara lain Ular sawah (Phyton reticulatus), Ular gendang (Phyton curtus), jenis ular berbisa. Jenis burung sangat aneka ragam seperti Perkutut Pergam, Kutilang, Ayam Hutan dsb.

Fungsi kawasan ini terutama untuk melindungi satwa dan fungsi lindung lain yang berguna bagi masyarakatumumnya, ekosistem ini penting sekali untuk dipertahankan. Oleh karena itu pal batas dilapangan perlu dijaga, dan diganti yang telah rusak atau hilang. Hal ini untuk mencegah terjadinya perambahan hutan, pencurian kayu dan terjadinya perambahan hutan, pencurian kayu dan perburuan satwa yang pada saat ini masih sering terjadi. Disamping itu petugas perlu dilengkapi dengan pos jaga dan sarana prasarana yang menunjang.

2.        Suaka Margasatwa Karang Gading /Langkat Timur Laut

Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading dan Langkat Timur Laut secara administratif pemerintahan terletak di Kecamatan Tanjung Pura, Kecamatan Secanggang Kabupaten Langkat dan Kecamatan Labuan Deli, Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli Serdang.

Dahulunya status Suaka Margasatwa Karanggading dan Langkat Timur Laut adalah sebagi Hutan Produksi dengan Register 2/L sesuai Besluit Kerajaan Negeri Deli tanggal 6 Agustus 1932 No. 148/PK dan telah disyahkan oleh Gubernur Pesisir Timur Pulau Perca pada tanggal 24 September 1932.

Kemudian berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 811/Kpts/Um/11/1980 Kawasan Hutan Langkat Timur Laut/Hutan Produksi tersebut telah diubah statusnya menjadi Suaka Alam dengan fungsi sebagai Suaka Margasatwa. Dan sesuai SK Menteri tersebut ditetapkan pula :

·       Kawasan Hutan Karanggading dengan luas 6.245 Ha berada di wilayah Kabupaten Daerah Tingkat II Deli Serdang

·       Kawasan Hutan Langkat Timur Laut dengan luas 9.520 Ha berada di Kabupaten Daerah Tingkat II Langkat

Oleh karena kawasan ini termasuk dalam ekosistem hutan pantai/mangrove maka vegetasinya didominasi jenis Bakau Putih/Hitam (Rizophora apiculata), Langgadai (Bruquiera parviflora), Buta-buta (Excocaria sp) dan Nyirih (Xylocarpus granatum) serta Nipah (Nipa fructican)Sedangkan jenis satwa yang banyak dijumpai adalah kera (Macaca fascilcularis), Lutung (Presbytis cristata) dan Raja Udang (Alcedo athis). Selain itu terdapat juga elang Laut, ular, ikan dan beberapa jenis mamalia.

Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading dan Langkat Timur Laut disamping berfungsi sebagai hutan penyangga atau benteng dari abrasi pantai, juga berperan sebagai tempat kehidupan (nursery ground) sekaligus habitat biota laut berupa ikan, udang, kepiting dll.Dan sebagaimana kita ketahui bahwa biota-biota laut tersebut merupakan komoditi konsumsi pangan masyarakat khususnya yang berada di sekitar kawasan.

Selain itu Kawasan Suaka Margasatwa Karanggading dan Langkat Timur Laut ternyata juga beroperasi untuk dikembangkan sebagai daerah wisata karena mempunyai keindahan alam yang cukup baik. Tidak berlebihan jika kawasan ini sebenarnya dapat dimanfaatkan dalam rangka pengembangan  ekoturisme (ekowisata). Banyak kegiatan wisata yang dapat dilakukan, seperti : melukis, rekreasi melintasi kawasan hutan bakau, memancing ikan, fotografi dan lain-lain. Sayangnya potensi ini sampai sekarang belum dimanfaatkan sepenuhnya.

e.       Kawasan Konservasi Laut Daerah

Pengelolaan taman nasional laut, taman wisata laut, cagar alam laut maupun suaka margasatwa laut dilakukan oleh pemerintah pusat, dan penentuan pengelolaan ditetapkan berdasarkan surat Keputusan Menteri Kehutanan.

Tujuan ditetapkannya KKLD adalah untuk membangun keseragaman persepsi dan tindakan para pengambil Keputusan, dalam menilai dan menetapkan areal yang dicadangkan sebagai kawasan konservasi laut daerah maupun lintas desa. Hal itu untuk mencapai tujuan yang lebih luas, yaitu agar kawasan laut yang dilindungi aman dari kerusakan dan masyarakat masih dapat memanfaatkan sumber daya laut di sekitarnya.

f.       Daerah Perlindungan Laut ( DPL )

Daerah Perlindungan Laut (DPL) atau Marine Sanctuary adalah suatu kawasan laut yang terdiri atas berbagai habitat, seperti terumbu karang, lamun, dan hutan bakau, dan lainnya baik sebagian atau seluruhnya, yang dikelola dan dilindungi secara hukum yang bertujuan untuk melindungi keunikan, keindahan, dan produktivitas atau rehabilitasi suatu kawasan atau kedua-duanya.  Kawasan ini dilindungi secara tetap/permanen dari berbagai kegiatan pemanfaatan, kecuali kegiatan penelitian, pendidikan, dan wisata terbatas (snorkle dan menyelam).

Daerah Perlindungan Laut merupakan kawasan laut yang ditetapkan dan diatur sebagai daerah “larang ambil”, secara permanen tertutup bagi berbagai aktivitas pemanfaatan yang bersifat ekstraktif.  Urgensi keberadaan Daerah Perlindungan Laut (DPL) adalah untuk menjaga dan memperbaiki keanekaragaman hayati pesisir dan laut, seperti keanekaragaman terumbu karang, ikan, tumbuhan dan organisme laut lainnya, serta lebih lanjut dapat meningkatkan dan mempertahankan produksi perikanan.

1.       Daerah Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat

Pengelolaan sumberdaya kelautan berbasis masyarakat merupakan salah satu strategi pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam pemanfaatan dan pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu strategi ini dapat membawa efek positif secara ekologi dan dan sosial. Pengelolaan sumberdaya alam khususnya sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal sangatlah tepat diterapkan di Indonesia, selain karena efeknya yang positif juga mengingat komunitas lokal di Indonesia memiliki keterikatan yang kuat dengan daerahnya sehingga pengelolaan yang dilakukan akan diusahakan demi kebaikan daerahnya dan tidak sebaliknya.

2.      Perangkat Hukum

Konsep pengembangan dan pengelolaan DPL berbasis masyarakat ini tentu saja memerlukan perangkat hukum untuk menjamin kepastian dan kesinambungan pelaksanaannya. Dalam hal ini perlu dirumuskan suatu bentuk produk hukum apakah yang paling tepat untuk pengembangan dan pengelolaan DPL berbasis masyarakat.

g.       Hak Ulayat dan Petuanan Laut

Undang-undang Pokok Agraria tidak menyebutkan penjelasan tentang Hak Ulayat yang dalam kepustakaan hukum adat disebut beschikkingsrecht Hak Ulayat sebagai istilah teknis yuridis yaitu hak yang melekat sebagai kompetensi khas pada masyarakat hukum adat, berupa wewenang/kekuasaan mengurus dan mengatur tanah seisinya dengan daya laku ke dalam maupun keluar

Hak Ulayat berisi wewenang untuk :

a.    Mengatur dan menyelenggarakan penggunaan tanah (untuk pemukiman, bercocok tanam), persediaan (pembuatan pemukiman/persawahan baru) dan pemeliharaan tanah.

b.    Mengatur dan menentukan hubungan hukum antara orang dengan tanah (memberikan hak tertentu kepada objek tertentu)

c.    Menetapkan hubungan hukum antara orang-orang dengan perbuatan-perbuatanhukum yang berkenaan dengan tanah (jual beli, warisan).

Mengenai eksistensi Hak Ulayat, UUPA tidak memberikan kriteria mengenai eksistensi hak ulayat itu. Namun, dengan mengacu pada pengertian-pengertian fundamental diatas, dapatlah dikatakan, bahwa kriteria penentu masih ada atau tidaknya hak ulayat harus dilihat pada tiga hal, yakni :

a.    Adanya masyarakat hukum adat yang memenuhi ciri-ciri tertentu, sebagai subyek hak ulayat;

b.    Adanya tanah/wilayah dengan batas-batas tertentu sebagaiLebensraum yang merupakan obyek hak ulayat; dan

c.    Adanya kewenangan masyarakat hukum adat untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu sebagaimana diuraikan diatas

 

2.2    Kerja sama Konservasi Internasional

Kerja sama internasional dalam konservasi sangat diperlukan terutama untuk mencegah kepunahan atau terancamnya jenis dan ekosistem dari kepunahan yang disebabkan oleh pengelolaan dan pemanfaatan yang tidak berkelanjutan.

Indonesia telah meratifikasi Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Flora and Fauna (CITES) yang ditandatangani di Washington, D.C. tahun 1973 dan telah berlaku secara efektif sejak tahun 1975. Konvensi tersebut telah menjadi hukum nasional melalui ratifikasi dengan Keputusan Presiden Nomor 43 tahun 1978. Selanjutnya ketentuan CITES merupakan kewajiban bersama dalam pelaksanaannya namun harus didasari oleh peraturan per undang-undangan nasional yang mewadahi. 

 

 

 

2.3    Titik KonservasiLaut Indonesia

Di Indonesia sendiri ada beberapa titik yang dijadikan tempat konservasi. Di antaranya Papua, Nusa Tenggara, Laut Banda, Selat Makassar, Kalimantan Utara, Halmahera, Sumatera Barat, Laut Arafura, Paparan Sunda, Timur Laut Sulawesi, Selatan Jawa, dan Selat Malaka. Tiap-tiap wilayah akan ditentukan prioritasnya agar tindakan konservasi yang dilakukan sesuai dengan yang dibutuhkan.

Kawasan yang menjadi konservasi laut dibentuk ke dalam taman laut nasional, taman wisata alam laut, suaka margasatwa, dan cagar alam laut. Hal ini menunjukkan bahwa konservasi dilakukan menyeluruh bukan hanya flora dan fauna, tetapi juga habitat dan ekosistem lautnya.

Penetapan kawasan konservasi di atur berdasarkan zona utama dalam rangka memenuhi hak masyarakat khususnya nelayan. Hal ini dilakukan agar usaha penerapan konservasi tidak akan mengganggu akses nelayan dalam melakukan kegiatannya di laut.

 

2.4    Dasar Hukum Konservasi Laut Indonesia

Konservasi laut ini di dalam operasionalnya juga memiliki undang-undang yang mendasari pelaksanaannya. Yakni diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2007 tentang konservasi Sumber Daya Ikan (SDI), bahwa pengelolaan kawasan konservasi perairan berpijak pada dua paradigma baru. Yaitu pengelolaan kawasan konservasi perairan diatur dengan sistem zonasi dan perubahan kewenangan pemerintah pusat menjadi kewenangan pemerintah daerah sesuai dengan kawasan konservasi yang berada di wilayahnya.

 

2.5    Penegakan Hukum di Kawasan Konservasi Laut

    Beberapa kawasan konservasi merupakan inisiatif langsung dari kementerian, sementara kawasan lainnya merupakan inisiatif dari pemerintah daerah. Selain itu, terdapat 8 kawasan konservasi yang pengelolaanya telah dialihkan dari Kementerian Kehutanan (Ditjen PHKA) ke Kementerian Kelautan & Perikanan (Ditjen KP3K) yaitu Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh, TWP Gili Indah, TWP Kepulauan Kapoposang, TWP Kepulauan Padaido, Suaka Perikanan (SP) Kepulauan Aru, SP Laut Banda, Suaka Alam Perairan (SAP) Raja Ampat, dan SAP Kepulauan Panjang.

 

 


 

BAB III

PENUTUP

3.1   Kesimpulan

Dalam pelaksanaan pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang ditujukan untuk memberdayakan  sosial ekonomi masyarakat maka masyarakat seharusnya memiliki kekuatan besar untuk mengatur dirinya sendiri dalam pengelolaan sumber daya pesisir dan laut di era otonomi ini. Proses peralihan kewenangan dari pemerintah ke masyarakat harus dapat diwujudkan. Namun ada beberapa hal yang masih menjadi tanggung jawab pemerintah seperti soal kebijakan fiskal sumber daya, pembangunan sarana dan prasarana, penyusunan tata ruang pesisir, serta perangkat hukum pengelolaan sumber daya.

Meski hal tersebut menjadi bagian dari kewenangan pemerintah, namun tidak berarti masyarakat tidak memiliki kontribusi dan partisipasi dalam setiap formulasi kebijakan. Dengan adanya kontribusi dan partisipasi masyarakat maka kebijakan yang diformulasikan tersebut akan lebih menyentuh persoalan yang sebenarnya dan tidak merugikan kepentingan publik

3.2   Saran

Adapun saran dari kami yaitu : 

1. Pemanfaatan sumber daya pesisir dan laut sebaiknya tidak boleh hanya untuk kesejahteraan generasi sekarang, melainkan juga untuk kesejahteraan generasi mendatang. Oleh karena itu, kelestarian sumber daya pesisir dan laut  harus tetap diperhatikan. 

2.   Pemerintah harus berupaya membuat kebijakan yang lebih mengatur masalah pengelolaan pesisir dan laut.

 

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

http://www.conservation.org/global/indonesia/aktivitas_lapangan/bentang_laut/kkld/Pages/kawasan_konservasi_laut_daerah

http://fananiarifzqi.blogspot.com/2012/06/cagar-alam.html

http://superwenda.blogspot.com/2008/10/zonasi-taman-nasional-laut.html

http://fananiarifzqi.blogspot.com/2012/06/cagar-alam.html

 http://superwenda.blogspot.com/2008/10/zonasi-taman-nasional-laut.html

 http://sauddaniel.wordpress.com/2010/04/16/taman-nasional-laut-kepulauan-seribu/

 http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_kepulauanseribu.htm

http://www.conservation.org/global/indonesia/aktivitas_lapangan/bentang_laut/kkld/Pages/kawasan_konservasi_laut_daerah.aspx

 http://id.orangutancentre.org/2010/11/apa-itu-taman-nasional/

 

No comments:

Post a Comment