DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang..................................................................................... 1
1.2
Rumusan Masalah............................................................................... 1
1.3
Tujuan................................................................................................. 1
BAB II PEMBAHASAN....................................................................................... 2
2.1 Bentuk Konservasi Laut di Indonesia.............................................. 2
2.2 Kerja sama Konservasi Internasional.............................................. 14
2.3 Titik KonservasiLaut Indonesia...................................................... 15
2.4 Dasar Hukum Konservasi Laut Indonesia...................................... 15
2.5 Penegakan Hukum di Kawasan Konservasi Laut........................... 15
BAB III PENUTUP............................................................................................. 17
3.1
Kesimpulan...................................................................................... 17
3.2
Saran................................................................................................ 17
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 18
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Konservasi
berasal dari kata Conservation yang terdiri atas kata con (together) dan
servare (keep/save) yang memiliki pengertian mengenai upaya memelihara apa yang
kita punya Kawasan konservasi merupakan salah satu cara yang ditempuh
pemerintah untuk melindungi keanekaragaman hayati dan ekosistemnya dari
kepunahan. Pengelolaan dan pengembangan kawasan konservasi ditujukan untuk
mengusahakan kelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya sehingga
dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu
kehidupan manusia. Oleh karenanya keberadaan fungsi-fungsi keanekaragaman
hayati tersebut sangatlah penting. Sampai saat ini, sejumlah kawasan konservasi
telah ditetapkan yang jumlahnya mencapai 28,166,580.30 ha (mencakup 237 Cagar
Alam,
77 Suaka
Marga Satwa, 50 Taman
Nasional, 119 Taman
Wisata Alam, 21 Taman
Hutan Raya, 15 Taman Buru) di seluruh Indonesia.
1.2 Rumusan
Masalah
1) Bagaimana
bentuk konservasi laut di Indonesia?
2) Dasar
hukum konservasi laut yang ada di Indonesia?
1.3 Tujuan
1) Sebagai
salah satu media informasi tentang Pengelolaan Kawasan Konservasi Laut
2) Menyelesaikan
tugas Pendidikan Lingkungan Hidup yang telah di berikan
BAB
II
PEMBAHASAN
2.1 Bentuk
Konservasi Laut di Indonesia
Adapun
bentuk konservasi laut di Indonesia dikelompokkan menjadi 7 bagian, yaitu :
Taman Nasional Laut, Taman Wisata Alam Laut, Cagar Alam Laut, Suaka Margasatwa
Laut, Kawasan Konservasi Laut Daerah, Daerah Perlindungan Laut, Hak
Ulayat dan Petuanan Laut
a Taman
Nasional Laut
Taman Nasional Laut
dapat diartikan sebagai ”daerah/ kawasan/ area yang dilindungi oleh
negara”.Taman Nasional Laut sendiri dapat diartikan sebagai lautan yang
dilindungi, biasanya oleh pemerintah pusat, dari perkembangan manusia dan
polusi. Taman Nasional Laut merupakan kawasan yang dilindungi (protected area)
oleh World Conservation Union Kategori II.Namun menurut Undang-Undang Nomor 5
Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya, Taman
Nasional didefinisikan sebagai kawasan pelestarian alam yang mempunyai
ekosistem asli, dikelola dengan sistem zonasi yang dimamfaatkan untuk
tujuan penelitian, ilmu pengetahuan, pendidikan, menunjang budi daya,
pariwisata, dan rekreasi
Menurut PHKA menetapkan
Kawasan Taman Nasional berdasarkan kriteria sebagai berikut :
1.
Kawasan tersebut memiliki luas yang
cukup untuk menjamin kelangsungan proses ekologis secara alami.
2.
Memiliki sumber daya alam yang khas dan
unik berupa tumbuhan ataupun satwa dan ekosistemnya serta gejala alam yang
masih utuh/alami.
3.
Memiliki beberapa ekosistem yang masih
utuh
4.
Memiliki keadaan alam yang asli dan
alami yang dapat dikembangkan sebagai pariwisata alam
5.
Merupakan kawasan yang dapat dibagi ke
dalam beberapa zona, seperti zona inti, zona pemanfaatan, zona rimba, dan zona
yang lain yang karena pertimbangan kepentingan rehabilitasi kawasan,
ketergantungan masyarakat sekitar kawasan, dan dalam rangka mendukung upaya
pelestarian sumber daya alam hayati dan ekosistemnya, dapat ditetapkan sebagai
zona tersendiri.
Pengelolaan
Taman Nasional Laut didasarkan atas sistem zonasi, yang mencakup zona
inti, zona perlindungan, serta zona pemanfaatan wisata. Di beberapa lokasi juga
terdapat zona pemukiman
Beberapa
taman laut di Indonesia yang terkenal, antara lain :
1. Taman
Nasional Kepulauan Seribu
Taman Nasional
Kepulauan Seribu merupakan salah satu perwakilan kawasan pelestarian alam
bahari di Indonesia yang terletak kurang lebih 45 km sebelah Utara Jakarta.
Terdapat 78 pulau besar - kecil dengan ketinggian tidak lebih dari tiga
meter dpl., dan semuanya merupakan gugusan pulau karang. Pada ratusan
tahun yang lalu, pulau-pulau karang itu terbentuk di atas koloni binatang
karang yang sudah mati. Koloni ini pada awalnya tumbuh pada dasar laut yang
dangkal, dan lapisan atasnya muncul ke permukaan laut serta mengalami
pelapukan. Kemudian di atas daratan karang itu, tumbuh
jenis pioner berupa semak, beberapa jenis pohon dan terjadilah
daratan.
Kekayaan kehidupan laut
taman nasional ini terdiri dari karang keras/lunak sebanyak 54 jenis, 144 jenis
ikan, 2 jenis kima, 3 kelompok ganggang seperti Rhodophyta, Chlorophyta dan
Phaeophyta, 6 jenis rumput laut
seperti Halodule sp., Halophila sp.,
dan Enhalus sp., serta 17 jenis burung pantai.
Taman Nasional
Kepulauan Seribu merupakan tempat peneluran penyu sisik (Eretmochelys
imbricata) dan penyu hijau (Chelonia mydas). Penyu sisik dan penyu hijau yang
merupakan satwa langka dan jarang ditemukan di perairan lain terutama pantai
Utara Pulau Jawa, ditangkarkan di Pulau Semak Daun.Penangkaran tersebutuntuk
memulihkan populasi penyu yang nyaris punah. Kegiatan penangkaran meliputi
penetasan telur semi alami dan perawatan anak penyu sampai siap untuk dilepas
ke alam.
2. Taman Nasional
Laut Kep. Karimunjawa
Taman Nasional
Karimunjawa merupakan gugusan 27 buah pulau yang memiliki tipe ekosistem hutan
hujan dataran rendah, padang lamun, algae, hutan pantai, hutan mangrove, dan
terumbu karang. Jenis terumbu karang di Taman Nasional Karimunjawa merupakan
terumbu karang pantai/tepi (fringing reef), terumbu karang penghalang (barrier
reef) dan beberapa taka (patch reef). Kekayaan jenisnya mencapai 51 genus,
lebih dari 90 jenis karang keras dan 242 jenis ikan hias. Dua jenis biota yang
dilindungi yaitu akar bahar/karang hitam (Antiphates spp.) dan karang
merah (Tubipora musica).
Biota laut lainnya yang
dilindungi seperti kepala kambing (Cassis cornuta), triton terompet (Charonia
tritonis), nautilus berongga (Nautilus pompillius), batu laga (Turbo
marmoratus), dan 6 jenis kima.
Keanekaragaman satwa
darat di taman nasional ini tidak terlalu tinggi dibandingkan dengan satwa
perairan. Satwa darat yang umum dijumpai antara lain rusa (Cervus timorensis
subspec), kera ekor panjang (Macaca fascicularis karimondjawae); 40 jenis
burung seperti pergam hijau (Ducula aenea), elang laut perut putih (Haliaeetus
leucogaster), trocokan/merbah cerukcuk (Pycnonotus goiavier), betet (Psittacula
alexandri), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu hijau (Chelonia mydas),
dan ular edhor.
Di sekitar Pulau
Kemujan terdapat bangkai kapal Panama INDONO yang tenggelam pada tahun 1955, di
mana pada saat ini menjadi habitat ikan karang dan cocok untuk lokasi
penyelaman (wreck diving).
Dari gugusan
pulau-pulau yang berjumlah 27 buah, lima buah pulau di antaranya telah
berpenghuni yaitu Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, Pulau Nyamuk,
dan Pulau Genting. Pulau Karimunjawa menjadi pusat kecamatan yang berjarak ± 83
km dari Kota Jepara (pusat pengrajin ukiran kayu yang terkenal di Indonesia).
3. Taman Nasional Kepulauan
Wakatobi
Taman Nasional Wakatobi
memiliki potensi sumber daya alam laut yang bernilai tinggi baik jenis dan
keunikannya, dengan panorama bawah laut yang menakjubkan. Secara umum perairan
lautnya mempunyai konfigurasi dari mulai datar sampai melandai ke arah laut,
dan beberapa daerah perairan terdapat yang bertubir curam. Kedalaman airnya
bervariasi, bagian terdalam mencapai 1.044 meter dengan dasar perairan sebagian
besar berpasir dan berkarang.
Taman nasional ini
memiliki 25 buah gugusan terumbu karang dengan keliling pantai dari pulau-pulau
karang sepanjang 600 km. Lebih dari 112 jenis karang dari 13 famili di
antaranya Acropora formosa, A. hyacinthus, Psammocora profundasafla,
Pavona cactus, Leptoseris yabei, Fungia molucensis, Lobophyllia robusta,
Merulina ampliata, Platygyra versifora, Euphyllia glabrescens, Tubastraea
frondes, Stylophora pistillata, Sarcophyton throchelliophorum, dan Sinularia
spp
Kekayaan jenis ikan
yang dimiliki taman nasional ini sebanyak 93 jenis ikan konsumsi perdagangan
dan ikan hias di antaranya argus bintik (Cephalopholus argus), takhasang (Naso
unicornis), pogo-pogo (Balistoides viridescens), napoleon (Cheilinus
undulatus), ikan merah (Lutjanus biguttatus), baronang (Siganus
guttatus), Amphiprion melanopus, Chaetodon specullum, Chelmon rostratus,
Heniochus acuminatus, Lutjanus monostigma, Caesio caerularea, dan lain-lain
Selain terdapat
beberapa jenis burung laut seperti angsa-batu coklat (Sula leucogaster plotus),
cerek melayu (Charadrius peronii), raja udang erasia (Alcedo atthis) juga
terdapat tiga jenis penyu yang sering mendarat di pulau-pulau yang ada di taman
nasional yaitu penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu tempayan (Caretta
caretta), dan penyu lekang (Lepidochelys olivacea)
b. Taman
Wisata Alam Laut
Taman
Wisata Alam Laut (TWAL) adalah kawasan pelestarian alam yang dimanfaatkan bagi
kepentingan pariwisata dan rekreasi alam. Tujuan pengelolaan taman wisata alam
laut, sebagai upaya pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta
ekosistemnya.
Taman wisata alam laut
ditunjuk untuk ditetapkan karena:
a. Mempunyai
daya tarik alam berupa tumbuhan, satwa atau ekosistem gejala alam, serta
formasi geologi yang menarik.
b. Mempunyai
luas yang cukup untuk menjamin kelestarian fungsi potensi dan daya tarik untuk
dimanfaatkan bagi pariwisata dan rekreasi alam
c. Kondisi
lingkungan disekitarnya mendukung upaya pengembangan pariwisata alam.
Taman wisata alam laut
dimanfaatkan untuk pariwisata alam laut dan rekreasi; penelitian dan
pengembangan; kegiatan pendidikan, dan penunjang budaya. Beberapa taman wisata
alam laut yang potensial:
1. Taman
Wisata Alam Laut Kepulauan Padaido
Kawasan Padaido secara
geografis berada sebelah timur Pulau Biak terletak pada 00-550 LS dan
1340 – 1360 BT terdiri atas 30 pulau yang terdiri atas Padaido Atas (
17 Pulau ) dan Padaido bawah ( 13 pulau ). Sepuluh pulau yang terdiri dari 19
Kampung merupakan pulau-pulau berpenghuni. Kawasan Kepulauan Padaido beserta
perairan di sekitarnya seluas 183.000 ha ditetapkan sebagai Taman Wisata Alam
Laut Padaido melalui SK Menteri Kehutanan no. 91/Kpts – VI/1997
Taman Wisata Alam Laut
Kepulauan Padaido yang terletak di bagian selatan Samudera Pasifik merupakan
tipe perwakilan ekosistem terumbu karang gosong, algae, lamun, mangrove, hutan
pantai, dan hutan dataran rendah Irian Jaya. Pulau-pulau gosong yang ada di
Kepulauan Padaido sebanyak 29 buah yang dikelompokkan ke dalam Kepulauan
Padaido Atas dan Padaido Bawah. Hampir semua pulau Kepulauan Padaido memiliki
hamparan pasir putih, sebagian kecil merupakan pantai landai berpasir dan
pantai terjal. Kawasan ini memiliki daya tarik yang memikat dengan air yang
sangat jernih dan keragaman terumbu karangnya yang relatif masih utuh dan
indah.
2. Taman
Wisata Alam Laut Gugus Pulau Teluk Maumere
Taman Wisata Alam Gugus
Pulau Teluk Maumere ditetapkan melalui Surat Keputusan Menteri Kehutanan no.
126/Kpts-II/1987 tanggal 21 April 1987. Kawasan ini memiliki luas sekitar
62.450 ha, terletak di sebelah utara Pulau Flores membentang sepanjang Pantai
Teluk Maumere dan berbatasan dengan Laut Flores.
Keanekaragaman jenis
terumbu karang yang indah dan unik di antaranya adalah jenis-jenis dari
genus Montiphora, Acropora, Lobophyllia, Pectinia, Stylophora, Porites,
Pavona, Merulina, Favia, Hydnophora, dan Galoxia. Keberadaan terumbu
karang tersebut dilengkapi dengan aneka jenis ikan hias dan ikan karang dari
keluarga Chaetodontidae, Serranidae, Lutjanidae, dan Haemulidae serta
jenis-jenis ikan komersial, seperti ikan tenggiri, ikan tuna, dan ikan layar.
3. Taman
Wisata Alam Laut Pulau Kapoposang
Taman Wisata Alam Laut
Kepulauan Kapoposang merupakan salah satu tipe perwakilan terumbu karang tepi
/datar, lamun, dan mangrove di Sulawesi. Terumbu karang tepi merupakan
ekosistem utama, yang mengelilingi perairan Kepulauan Kapoposang. Terumbu
karang tersebut membentuk dataran sampai sejauh 200 meter sampai tubir, dengan
kedalaman 1-10 meter pada saat air laut surut.
Kawasan ini ditunjuk
berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan no. 558/Kpts-VI/1996 tanggal 12
September 1996 dengan luas 50.000 ha dan terletak di Kecamatan Liukang
Tupabiring. Kabupaten PangkajenaKepulauan Pangkep, Provinsi Sulawesi
Selatan
c. Cagar
Alam Laut
Cagar alam
laut daerah adalah kawasan alam laut yang karena keadaan alamnya
mempunyai kekhasan tumbuhan, satwa dan ekosistemnya yang ditentukan serta
dikelola untuk konservasi habitat dan jenis. Kawasan cagar alam laut di
kelola berdasarkan satu rencana pengelolaan yang disusun berdasarkan kajian
aspek-aspek ekologi, teknis, ekonomis, dan sosial budaya. Kawasan cagar alam
laut ditunjuk karena beberapa hal seperti:
a. Mempunyai
keanekaragaman jenis tumbuhan, satwa dan tipe ekosistem
b. Mewakili
formasi biota tertentu dan unit-unit penyusunnya
c. Mempunyai
kondisi alam atau fisik yang masih asli
d. Mempunyai
luas yang cukup dan bentuk tertentu agar menunjang pengelolaan yang efektif dan
menjamin keberlangsungan proses ekologis
e. Mempunyai
ciri khas tertentu
f. Mempunyai
komunitas tumbuhan, satwa dan ekosistem yang langka
Adapun
beberapa cagar alam laut di Indonesia antara lain :
1. Cagar
Alam Laut 17 Pulau, Riung, NTT
Cagar Alam Laut Riung
terletak di bagian utara Pulau Flores, dan secara administratif berada di
Kecamatan Riung, Kabupaten Ngada. Kawasan yang berbatasan langsung dengan
bagian barat Taman Wisata Alam Tujuh Belas Pulau tersebut berjarak sekitar 80
kmr dari Bajawa, ibukota Kabupaten Ngada. Kawasan Cagar Alam Riung
merupakan salah satu Kawasan Suaka Alam yang ditunjuk dengan Surat Keputusan
Menteri Kehutanan No: 589/Kpts-II/1996 tanggal 16 September 1996 dengan luas
2000 ha. SK ini merupakan SK perubahan fungsi setelah dilakukan pemisahan
antara Taman Wisata Alam 17 Pulau Riung dengan Cagar Alam Laut Riung. Kawasan
Cagar Alam Riung merupakan perwakilan tipe ekosistem hutan kering dengan
vegetasi campuran dan hutan mangrove.
Jenis-jenis flora yang
terdapat di kawasan Cagar Alam Riung di antaranya adalah waru (Hibiscus
tiliacius), ketapang (Terminalia cattapa), kemiri (Aleurites molucana ), kepuh
(Sterculia foetida), pandan (Pandanus tectorius), cendana (Santalum album),
jati (Tectona grandis), kesambi (Schleichera oleosa), johar (Cassia siamea ),
mangga (Mangivera indica), asam (Tamarindus indica), sengon laut (Albizia
falcataria), kabesak (Acacia leucocephala), nyamplung (Callophylum inopphylum),
kayu manis (Cinanionium burmanii), ampupu (Eucalyptus urophylla), serta
jenis bakau- bakauan seperti Rhizophora sp, Bruguiera gymnoriza,
Sonneratia sp., dsb.
Jenis satwa yang
terdapat di kawasan Cagar Alam Riung di antaranya adalah rusa (Cervus
timiorensis), landak (Zaglossus sp.), kera ekor panjang (Macaca fascicularis),
musang (Paradoxurus haenzaproditus), biawak timur (Varanus tiniorensis), kuskus
(Phalanges sp.), ayam hutan (Gallus galus), buaya (Crocodylus porosus), serta
berbagai jenis burung, di antaranya elang (Elanus sp.), burung kakatua
kecil jambul kuning (Cacatua sulphurea), bluwok atau bangau putih (Egretta
sacra), sandang glawe atau bangau hitam (Ciconia episcopus), tekukur
(Streptopelia chinesis), burung nuri (Lorius domicella), burung gosong atau
burung wontone (Megapodius reinwardtii), kelelawar (Pteropsus veropirus), serta
penyu hijau (Chelonia mydas) dan jenis-jenis biota laut seperti duyung (Dugong
dugon), lumba-lumba, serta aneka ikan hias yang hidup di terumbu karang.
2. Cagar
Alam Taman Gunung Mutis
Kawasan Cagar Alam
Gunung Mutis terletak di bagian barat laut Pulau Timor,secara administrasi
berada dalam dua wilayah kabupaten, yaitu Kabupaten Timor Tengah Selatan dan
Timor Tengah Utara. Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis mempunyai topografi yang
bergelombang sampai bergunung, sebagian besar wilayahnya mempunyai kemiringan
60% ke atas atau termasuk kriteria kelas lereng lapangan 5. Puncak tertinggi
adalah Gunung Mutis dengan ketinggian 2.427 meter dpl. Gunung Mutis dan
sekitarnya merupakan daerah terbasah di Pulau Timor, dengan curah hujan
rata-rata 1500 sampai 3000 mm/tahun (termasuk dalam golongan iklim type B).
Suhu berkisar antara 14-29oC, tetapi dapat turun sampai 9oC (kondisi ekstrim).
Angin selalu bertiup sepanjang tahun dengan kecepatan sedang sampai kencang.
Angin kencang berkecepatan tinggi terjadi pada bulan November sampai Maret.
Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis ini menjadi sumber air utama bagi tiga Daerah
Aliran Sungai (DAS) besar di Pulau Timor, yaitu Noelmina di bagian selatan,
Noel Benain di bagian timur, dan Noel Fail di bagian utara.
Kawasan Cagar Alam Gunung Mutis dan sekitarnya mempunyai hutan dengan tipe
hutan pegunungan yang homogen, dominasi oleh jenis ampupu (Eucalyptus
urophylla). Jenis lain yang menonjol adalah Podocarpus sp, Casuarinas
junghuniana dan Celtis wightii yang membentuk tajuk lapis kedua
di bawah tajuk ampupu dan Daphiniphyllum glancescens yang tersebar
merata di bagian bawah. Jenis satwa liar yang hidup di kawasan Cagar Alam Mutis
sangat beragam, mulai dari kelompok burung (aves), mamalia, reptilia, amfibi,
dan serangga. Burung terdiri atas 36 famili dan 84 spesies, yang dominasi dari
famili Columbidae yakni terdiri dari 12 spesies disusul
famili Meliphagidae 10 spesies,
famili Turdidae ada 6 spesies, dan
famili Sylviidae ada 5 spesies . Mamalia yang terdapat di kawasan
Cagar Alam Gunung Mutis adalah kelelawar besar (Rhinolophus hipposideros),
kelelawar sedang (Chiroptera sp.), kelelawar kecil (Myotis sp), kera ekor
panjang (Macaca fascicularis), kuda liar (Equus pezwalskii Caballus), kus-kus
putih (Phalanger orientalis), kuskus hitam (Phalanger gymnotis), kus-kus
cokelat Kuning (Phalanger vestitus), musang (Viverra sp), babi hutan (Sus
scrofa), rusa timor (Cervus timorensis), kucing hutan (Felis=Prionailurus sp.).
d. Suaka
Margasatwa Laut
Suaka
margasatwa alam laut adalah kawasan suaka alam laut yang mempunyai ciri khas
berupa keanekaragaman dan keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya
dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya untuk dilestarikan. Criteria
untuk menunjukkan dan menetapkan kawasan suaka margasatwa laut adalah:
a. Merupakan
tempat hidup dan perkembangbiakkan satwa laut yang perlu di lakukan upaya
konservasinya
b. Merupakan
habitat satwa langka yang dikhawatirkan akan punah
c. Memiliki
keanekaragaman dan populasi satwa yang tinggi
d. Merupakan
tempat hidup bagi satwa migran tertentu
e. Mempunyai
luas yang cukup sebagai habitat satwa yang dimaksud
Kawasan
Suaka Margasatwa laut dapat dimanfaatkan untuk penelitian dan pengembangan ilmu
pengetahuan, pendidikan, wisata alam terbatas, dan kegiatan penunjang budi daya
Beberapa
suaka margasatwa laut di Indonesia antara lain adalah :
1. Suaka
Margasatwa Barumun
Kawasan Suaka
Margasatwa Barumun secara administratif pemerintahan terletak di Kecamatan
Sosopan, Kecamatan Barumum, Kecamatan Siabu dan Kecamatan Penyabungan Kabupaten
Tapanuli Selatan
Kawasan Suaka
Margasatwa Barumun merupakan kawasan konservasi terluas kedua setelah Taman
Hutan Raya Bukit Barisan, yaitu sekitar 40.330 Ha. Ditetapkan berdasarkan Surat
Keputusan Menteri Kehutanan No. 70/Kpts-II/1989 tanggal 6 Februari 1989.
Sebelum ditetapkan
sebagai suaka margasatwa status hutan Barumun adalah hutan lindung dan telah
ditunjuk sebagai kawasan hutan sejak tahun 1921. Secara administratif kehutanan
dalam pengelolaan Sub Seksi KSDA Tapanuli Selatan
Topografi kawasan
adalah bergelombang dan berbukit-bukit dengan kelerengan lebih dari 45 %, dengan
puncak tertinggi adalah Dolok Malga (2.014 m).
Kawasan ini telah
ditata batas, namun kenyataan dilapangan pal batas yang ada sebagian besar
telah dirusak. Flora dan Fauna di Barumun ini Terdiri dari formasi hutan dengan
ketinggian dibawah 1000 m dpl dan hutan pada ketinggian lebih dari itu.
Vegetasi daerah rendah didominasikan oleh
familia Dipterocarpaceae dengan jenis al. Damar (Shorea
multiflora), Meranti padi (Hopea sp), Meranti bunga (Shorea
acuminata), Vegetasi daerah tinggi adalah : Anturmangun (Casuarina
sumatrana), Tusam (Pinus merkusii), Sampinur bunga (Podocarpus
imbricatus) dan Sampinur tali (Dacrydium junghuhnii).
Jenis fauna memiliki
sebaran jelajah yang luas, karena merupakan perbatasan dengan wilayah hutan
propinsi Sumatera Barat maupun Riau. Jenis satwa adalah : Harimau,
Gajah (Elephas maximus sumatranus), Beruang Tapir (Tapirus indicus),
Siamang, Rusa, Babi Hutan. Jenis yang lain seperti reptilia antara lain Ular
sawah (Phyton reticulatus), Ular gendang (Phyton curtus), jenis ular
berbisa. Jenis burung sangat aneka ragam seperti Perkutut Pergam, Kutilang,
Ayam Hutan dsb.
Fungsi kawasan ini
terutama untuk melindungi satwa dan fungsi lindung lain yang berguna bagi
masyarakatumumnya, ekosistem ini penting sekali untuk dipertahankan. Oleh
karena itu pal batas dilapangan perlu dijaga, dan diganti yang telah rusak atau
hilang. Hal ini untuk mencegah terjadinya perambahan hutan, pencurian kayu dan
terjadinya perambahan hutan, pencurian kayu dan perburuan satwa yang pada saat
ini masih sering terjadi. Disamping itu petugas perlu dilengkapi dengan pos
jaga dan sarana prasarana yang menunjang.
2. Suaka
Margasatwa Karang Gading /Langkat Timur Laut
Kawasan Suaka
Margasatwa Karanggading dan Langkat Timur Laut secara administratif
pemerintahan terletak di Kecamatan Tanjung Pura, Kecamatan Secanggang Kabupaten
Langkat dan Kecamatan Labuan Deli, Kecamatan Hamparan Perak Kabupaten Deli
Serdang.
Dahulunya status Suaka
Margasatwa Karanggading dan Langkat Timur Laut adalah sebagi Hutan Produksi
dengan Register 2/L sesuai Besluit Kerajaan Negeri Deli tanggal 6 Agustus 1932
No. 148/PK dan telah disyahkan oleh Gubernur Pesisir Timur Pulau Perca pada
tanggal 24 September 1932.
Kemudian berdasarkan
Surat Keputusan Menteri Pertanian No. 811/Kpts/Um/11/1980 Kawasan Hutan Langkat
Timur Laut/Hutan Produksi tersebut telah diubah statusnya menjadi Suaka Alam
dengan fungsi sebagai Suaka Margasatwa. Dan sesuai SK Menteri tersebut
ditetapkan pula :
· Kawasan
Hutan Karanggading dengan luas 6.245 Ha berada di wilayah Kabupaten Daerah
Tingkat II Deli Serdang
· Kawasan
Hutan Langkat Timur Laut dengan luas 9.520 Ha berada di Kabupaten Daerah
Tingkat II Langkat
Oleh karena kawasan ini
termasuk dalam ekosistem hutan pantai/mangrove maka vegetasinya didominasi jenis
Bakau Putih/Hitam (Rizophora apiculata), Langgadai (Bruquiera
parviflora), Buta-buta (Excocaria sp) dan Nyirih (Xylocarpus
granatum) serta Nipah (Nipa fructican)Sedangkan jenis satwa yang
banyak dijumpai adalah kera (Macaca fascilcularis), Lutung (Presbytis
cristata) dan Raja Udang (Alcedo athis). Selain itu terdapat juga
elang Laut, ular, ikan dan beberapa jenis mamalia.
Kawasan Suaka
Margasatwa Karanggading dan Langkat Timur Laut disamping berfungsi sebagai
hutan penyangga atau benteng dari abrasi pantai, juga berperan sebagai tempat
kehidupan (nursery ground) sekaligus habitat biota laut berupa ikan, udang,
kepiting dll.Dan sebagaimana kita ketahui bahwa biota-biota laut tersebut
merupakan komoditi konsumsi pangan masyarakat khususnya yang berada di sekitar
kawasan.
Selain itu Kawasan
Suaka Margasatwa Karanggading dan Langkat Timur Laut ternyata juga beroperasi
untuk dikembangkan sebagai daerah wisata karena mempunyai keindahan alam yang
cukup baik. Tidak berlebihan jika kawasan ini sebenarnya dapat dimanfaatkan
dalam rangka pengembangan ekoturisme (ekowisata). Banyak kegiatan
wisata yang dapat dilakukan, seperti : melukis, rekreasi melintasi kawasan
hutan bakau, memancing ikan, fotografi dan lain-lain. Sayangnya potensi ini
sampai sekarang belum dimanfaatkan sepenuhnya.
e. Kawasan Konservasi
Laut Daerah
Pengelolaan
taman nasional laut, taman wisata laut, cagar alam laut maupun suaka margasatwa
laut dilakukan oleh pemerintah pusat, dan penentuan pengelolaan ditetapkan
berdasarkan surat Keputusan Menteri Kehutanan.
Tujuan
ditetapkannya KKLD adalah untuk membangun keseragaman persepsi dan tindakan
para pengambil Keputusan, dalam menilai dan menetapkan areal yang dicadangkan
sebagai kawasan konservasi laut daerah maupun lintas desa. Hal itu untuk mencapai
tujuan yang lebih luas, yaitu agar kawasan laut yang dilindungi aman dari
kerusakan dan masyarakat masih dapat memanfaatkan sumber daya laut di
sekitarnya.
f. Daerah
Perlindungan Laut ( DPL )
Daerah
Perlindungan Laut (DPL) atau Marine Sanctuary adalah suatu kawasan laut
yang terdiri atas berbagai habitat, seperti terumbu karang, lamun, dan hutan
bakau, dan lainnya baik sebagian atau seluruhnya, yang dikelola dan dilindungi
secara hukum yang bertujuan untuk melindungi keunikan, keindahan, dan produktivitas
atau rehabilitasi suatu kawasan atau kedua-duanya. Kawasan ini dilindungi
secara tetap/permanen dari berbagai kegiatan pemanfaatan, kecuali kegiatan
penelitian, pendidikan, dan wisata terbatas (snorkle dan menyelam).
Daerah
Perlindungan Laut merupakan kawasan laut yang ditetapkan dan diatur sebagai
daerah “larang ambil”, secara permanen tertutup bagi berbagai aktivitas
pemanfaatan yang bersifat ekstraktif. Urgensi keberadaan Daerah
Perlindungan Laut (DPL) adalah untuk menjaga dan memperbaiki keanekaragaman
hayati pesisir dan laut, seperti keanekaragaman terumbu karang, ikan, tumbuhan
dan organisme laut lainnya, serta lebih lanjut dapat meningkatkan dan
mempertahankan produksi perikanan.
1. Daerah
Perlindungan Laut Berbasis Masyarakat
Pengelolaan
sumberdaya kelautan berbasis masyarakat merupakan salah satu strategi
pengelolaan yang dapat meningkatkan efisiensi dan keadilan dalam pemanfaatan
dan pengelolaan sumberdaya alam. Selain itu strategi ini dapat membawa efek
positif secara ekologi dan dan sosial. Pengelolaan sumberdaya alam khususnya
sumberdaya kelautan berbasis komunitas lokal sangatlah tepat diterapkan di
Indonesia, selain karena efeknya yang positif juga mengingat komunitas lokal di
Indonesia memiliki keterikatan yang kuat dengan daerahnya sehingga pengelolaan
yang dilakukan akan diusahakan demi kebaikan daerahnya dan tidak sebaliknya.
2. Perangkat
Hukum
Konsep
pengembangan dan pengelolaan DPL berbasis masyarakat ini tentu saja memerlukan
perangkat hukum untuk menjamin kepastian dan kesinambungan pelaksanaannya.
Dalam hal ini perlu dirumuskan suatu bentuk produk hukum apakah yang paling
tepat untuk pengembangan dan pengelolaan DPL berbasis masyarakat.
g. Hak
Ulayat dan Petuanan Laut
Undang-undang
Pokok Agraria tidak menyebutkan penjelasan tentang Hak Ulayat yang dalam
kepustakaan hukum adat disebut beschikkingsrecht Hak Ulayat sebagai
istilah teknis yuridis yaitu hak yang melekat sebagai kompetensi khas pada
masyarakat hukum adat, berupa wewenang/kekuasaan mengurus dan mengatur tanah
seisinya dengan daya laku ke dalam maupun keluar
Hak
Ulayat berisi wewenang untuk :
a. Mengatur
dan menyelenggarakan penggunaan tanah (untuk pemukiman, bercocok tanam),
persediaan (pembuatan pemukiman/persawahan baru) dan pemeliharaan tanah.
b. Mengatur
dan menentukan hubungan hukum antara orang dengan tanah (memberikan hak
tertentu kepada objek tertentu)
c. Menetapkan
hubungan hukum antara orang-orang dengan perbuatan-perbuatanhukum yang
berkenaan dengan tanah (jual beli, warisan).
Mengenai eksistensi Hak
Ulayat, UUPA tidak memberikan kriteria mengenai eksistensi hak ulayat itu.
Namun, dengan mengacu pada pengertian-pengertian fundamental diatas, dapatlah
dikatakan, bahwa kriteria penentu masih ada atau tidaknya hak ulayat harus dilihat
pada tiga hal, yakni :
a. Adanya
masyarakat hukum adat yang memenuhi ciri-ciri tertentu, sebagai subyek hak
ulayat;
b. Adanya
tanah/wilayah dengan batas-batas tertentu sebagaiLebensraum yang merupakan
obyek hak ulayat; dan
c. Adanya
kewenangan masyarakat hukum adat untuk melakukan tindakan-tindakan tertentu
sebagaimana diuraikan diatas
2.2 Kerja
sama Konservasi Internasional
Kerja sama
internasional dalam konservasi sangat diperlukan terutama untuk mencegah
kepunahan atau terancamnya jenis dan ekosistem dari kepunahan yang disebabkan
oleh pengelolaan dan pemanfaatan yang tidak berkelanjutan.
Indonesia telah
meratifikasi Convention on International Trade in Endangered Species of Wild
Flora and Fauna (CITES) yang ditandatangani di Washington, D.C. tahun 1973
dan telah berlaku secara efektif sejak tahun 1975. Konvensi tersebut
telah menjadi hukum nasional melalui ratifikasi
dengan Keputusan Presiden Nomor 43 tahun 1978. Selanjutnya ketentuan
CITES merupakan kewajiban bersama dalam pelaksanaannya namun harus didasari
oleh peraturan per undang-undangan nasional yang mewadahi.
2.3 Titik KonservasiLaut Indonesia
Di
Indonesia sendiri ada beberapa titik yang dijadikan tempat konservasi. Di
antaranya Papua, Nusa Tenggara, Laut Banda, Selat Makassar, Kalimantan Utara,
Halmahera, Sumatera Barat, Laut Arafura, Paparan Sunda, Timur Laut Sulawesi,
Selatan Jawa, dan Selat Malaka. Tiap-tiap wilayah akan ditentukan prioritasnya
agar tindakan konservasi yang dilakukan sesuai dengan yang dibutuhkan.
Kawasan
yang menjadi konservasi laut dibentuk ke dalam taman laut nasional,
taman wisata alam laut, suaka margasatwa, dan cagar alam laut. Hal ini
menunjukkan bahwa konservasi dilakukan menyeluruh bukan hanya flora dan fauna,
tetapi juga habitat dan ekosistem lautnya.
Penetapan kawasan
konservasi di atur berdasarkan zona utama dalam rangka memenuhi hak masyarakat
khususnya nelayan. Hal ini dilakukan agar usaha penerapan konservasi tidak akan
mengganggu akses nelayan dalam melakukan kegiatannya di laut.
2.4 Dasar
Hukum Konservasi Laut Indonesia
Konservasi laut ini di
dalam operasionalnya juga memiliki undang-undang yang mendasari pelaksanaannya.
Yakni diatur dalam PP Nomor 60 Tahun 2007 tentang konservasi Sumber
Daya Ikan (SDI), bahwa pengelolaan kawasan konservasi perairan berpijak pada
dua paradigma baru. Yaitu pengelolaan kawasan konservasi perairan diatur dengan
sistem zonasi dan perubahan kewenangan pemerintah pusat menjadi kewenangan
pemerintah daerah sesuai dengan kawasan konservasi yang berada di wilayahnya.
2.5 Penegakan
Hukum di Kawasan Konservasi Laut
Beberapa kawasan konservasi merupakan inisiatif langsung dari kementerian,
sementara kawasan lainnya merupakan inisiatif dari pemerintah daerah. Selain
itu, terdapat 8 kawasan konservasi yang pengelolaanya telah dialihkan dari
Kementerian Kehutanan (Ditjen PHKA) ke Kementerian Kelautan & Perikanan
(Ditjen KP3K) yaitu Taman Wisata Perairan (TWP) Pulau Pieh, TWP Gili Indah, TWP
Kepulauan Kapoposang, TWP Kepulauan Padaido, Suaka Perikanan (SP)
Kepulauan Aru, SP Laut Banda, Suaka Alam Perairan (SAP) Raja Ampat, dan SAP
Kepulauan Panjang.
BAB
III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dalam
pelaksanaan pengelolaan sumber daya pesisir dan laut yang ditujukan untuk
memberdayakan sosial ekonomi masyarakat maka masyarakat seharusnya
memiliki kekuatan besar untuk mengatur dirinya sendiri dalam pengelolaan sumber
daya pesisir dan laut di era otonomi ini. Proses
peralihan kewenangan dari pemerintah ke masyarakat harus dapat
diwujudkan. Namun ada beberapa hal yang masih menjadi tanggung jawab pemerintah
seperti soal kebijakan fiskal sumber daya, pembangunan sarana dan prasarana,
penyusunan tata ruang pesisir, serta perangkat hukum pengelolaan sumber daya.
Meski
hal tersebut menjadi bagian dari kewenangan pemerintah, namun
tidak berarti masyarakat tidak memiliki kontribusi dan partisipasi dalam setiap
formulasi kebijakan. Dengan adanya kontribusi dan partisipasi masyarakat maka
kebijakan yang diformulasikan tersebut akan lebih menyentuh persoalan yang
sebenarnya dan tidak merugikan kepentingan publik
3.2
Saran
Adapun saran dari kami
yaitu :
1. Pemanfaatan
sumber daya pesisir dan laut sebaiknya tidak boleh hanya untuk kesejahteraan
generasi sekarang, melainkan juga untuk kesejahteraan generasi mendatang. Oleh karena
itu, kelestarian sumber daya pesisir dan laut harus tetap
diperhatikan.
2.
Pemerintah harus berupaya membuat kebijakan yang lebih mengatur
masalah pengelolaan pesisir dan laut.
DAFTAR
PUSTAKA
http://fananiarifzqi.blogspot.com/2012/06/cagar-alam.html
http://superwenda.blogspot.com/2008/10/zonasi-taman-nasional-laut.html
http://fananiarifzqi.blogspot.com/2012/06/cagar-alam.html
http://superwenda.blogspot.com/2008/10/zonasi-taman-nasional-laut.html
http://sauddaniel.wordpress.com/2010/04/16/taman-nasional-laut-kepulauan-seribu/
http://www.dephut.go.id/INFORMASI/TN%20INDO-ENGLISH/tn_kepulauanseribu.htm
http://www.conservation.org/global/indonesia/aktivitas_lapangan/bentang_laut/kkld/Pages/kawasan_konservasi_laut_daerah.aspx
http://id.orangutancentre.org/2010/11/apa-itu-taman-nasional/
No comments:
Post a Comment