DAFTAR ISI
KTA ENGANTAR................................................................................................. i
DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A. LATAR
BELAKANG.............................................................................. 1
B. Rumusan
Masalah...................................................................................... 2
C. Tujuan........................................................................................................ 2
D. Manfaat...................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN
PUSTAKA......................................................................... 4
A. Pengertian.................................................................................................. 4
B. Klasifikasi.................................................................................................. 5
C. Etiologi...................................................................................................... 6
D. Patofisiologi............................................................................................... 6
E. Manifestasi
klinik....................................................................................... 8
F. Penatalaksanaan......................................................................................... 9
G. Komplikasi................................................................................................. 9
BAB III TINJAUAN KASUS............................................................................ 11
A. Pengkajian................................................................................................ 11
B. Analisa
Data............................................................................................ 12
C. Diagnosa
Keperawatan............................................................................ 13
D Intervensi
Keperawatan........................................................................... 13
BAB IV PENUTUP............................................................................................. 14
A. Kesimpulan.............................................................................................. 14
B.
Saran....................................................................................................... 14
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 16
BAB 1
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Drowning atau disebut juga tenggelam adalah suatu proses
yang mengakibatkan gangguan respirasi karena cairan (van beck et al, 2005).
Hasil akhir dari kejadian tenggelam adalah korban dinyatakan selamat atau
meninggal. Penyebab kematian akibat tenggelam diantaranya adalah kematian otak
karena hipoksia atau iskemia otak parah, ARDS, kegagalan multi organ, sindrom
sepsis karena pneumonia aspirasi (Santoso, 2010).
Berdasarkan data Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten
Pesisir Barat, jumlah korban tenggelam diperairan pantai dan aliran sungai di
daerah pesisir sejak 2012 lalu hingga 2014, tahun 2012 silam korban tenggelam
di pantai mencapai 13 orang, di tahun 2013 mencapai 12 orang, tiga
diantaranya tenggelam di aliran sungai dan di hingga Desember tahun 2014
telah tercatat enam orang, dua tenggelam di aliran sungai empat orang tenggelam
dilaut, satu diantaranya hingga kini tidak ditemukan (Radar Lampung, 2014).
Selain itu di Jawa Timur juga banyak kejadian kapal yang tenggelam atau
perahu nelayan yang dihantam ombak sehingga memakan korban yang jumlahnya tidak
sedikit, seperti di Situbondo dalam satu kali perahu tenggelam saja korbannya
berjumlah 21 orang (Detik, 2014). Berdasarkan gambaran data dari BPBD Lampung
jumlah orang yang tenggelam masih tergolong tinggi walaupun secara matematis
data tiap tahun menurun, Indonesia adalah negara maritim yang wilayahnya
didominasi daerah berair, jika dalam satu daerah saja terdapat 13 orang yang
meninggal karena tenggelam, maka secara matematis korban tenggelam yang
terhidung dari sabang sampai merauke sudah tentu banyak sekali.
Mekanisme tenggelam dapat digolongkan menjadi dua, yaitu dengan aspirasi
cairan dan tanpa aspirasi cairan. Mekanisme kematian aspirasi cairan adalah
asfiksia. Proses tenggelam ketika jalan nafas seseorang berada di bawah
permukaan cairan, secara sadar individu akan menahan nafasnya kemudian diikuti
oleh laryngospasme involunter karena cairan yang ada di orofaring atau laring,
selama periode ini individu tidak dapat menghirup udara sehingga mengalami
kekurang oksigen dan penumpukan karbondioksida. Perubahan terjadi di paru,
cairan tubuh, tekanan gas darah, keseimbangan asam basah, dan konsentrasi
elektrolit yang bergantung pada komposisi, volume cairan yang teraspirasi, dan
durasi tenggelam (Santoso, 2010).
Oleh sebab itu, Penanganan dini sangat diperlukan karena drowning dapat
menyebabkan paru seseorang terendam cairan, yang dapat menyebabkan kondisi yang
dapat mengancam jiwa, seperti pneumonia aspirasi dan asfiksia. Peran
perawat di sini juga sangat diperlukan mengingat kebutuhan oksigenasi adalah
kebutuhan dasar manusia. Pasien dengan drowning mengalami
kesulitan bernafas, sehingga hal ini juga dapat menganggu kenyamanan dan nyawa
pasien, maka dari itu asuhan keperawatan yang tepat dan cepat kepada klien
dengan sufokasi sangat diperlukan.
B. Rumusan Masalah
Bagaimanakah cara melakukan asuhan keperawatan kegawat daruratan pada
pasien dengan drowning
?
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Mahasiswa mampu memahami,
menjelaskan dan melakukan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien
dengan drowning.
2. Tujuan Khusus
a.
Mampu memahami dan menjelaskan
definisi drowning
b.
Mampu memahami dan menjelaskan
etiologi drowning
c.
Mampu memahami dan menjelaskan
patofisiologi drowning
d.
Mampu memahami dan menjelaskan manifestasi
klinis drowning
e.
Mampu memahami dan menjelaskan
penatalaksanaan drowning
f.
Mampu memahami dan menjelaskan diagnostik
penunjang drowning
g.
Mampu memnuat asuhan keperawatan pada
pasien dengan drowning
D. Manfaat
1.
Sebagai perawat mampu melakukan asuhan
keperawatan pada pasien dengan drowning
2.
Bagi Profesi Kesehatan
Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman
yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan drowning sehingga
pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan kegawatdaruratan dapat
tercapai.
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
PENGERTIAN
Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi
berupa korban terbenam dalam cairan dan cairan tersbut terhisap masuk ke jalan
nafas sampai alveoli paru-paru. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus
kecelakaan, baik secara langsung maupun karena ada faktor-faktor lain seperti
korban dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat, atau bisa saja
dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan (Wilianto, 2012). Hampir
tenggelam (near drowning) adalah keadaan gangguan fisiologi tubuh akibat
tenggelam tetapi tidak terjadi kematian (Onyekwelu, 2008).
Near drowning didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang masih bertahan hidup
setelah mengalami sufokasi (kekurangan napas) akibat tenggelam dalam air atau
cairan lain. Sedangkan drowning sendiri didefinisikan sebagai kematian sekunder
karena asfiksia (sesak nafas) saat tenggelam dalam cairan, biasanya air, dalam
24 jam setelah kejadian (Banerjee dalam Rauuf (2008))
Drowning (tenggelam) adalah
masuknya cairan ke dalam saluran napas yang mengakibatkan gangguan pertukaran
udara di alveoli dan dapat terjadi mati lemas (Arif Mansjoer, 2000).
Menurut WHO (2015), tenggelam merupakan
gangguan sistem pernafasan akibat terendam dalam media yang cair. Konsensus
terbaru menyatakan definisi terbaru dari tenggelam harus mencakup kasus fatal
dan non fatal. Dampak tenggelam dapat berupa kematian, morbiditas, dan non
morbiditas. Ada juga konsensus yang menyatakan bahwa istilah basah, kering,
aktif, pasif, diam, dan menengah seharusnya tidak digunakan lagi.
Drowning atau tenggelam adalah proses
masuknya cairan ke dalam saluran nafas atau paru-paru yang menyebabkan gangguan
pernafasan sampai kematian. Definisi tenggelam mengacu pada ‘adanya cairan yang
masuk hingga menutupi lubang hidung dan mulut’, sehingga tidak terbatas
pada kasus tenggelam di kolam renang, atau perairan seperti sungai, laut, dan
danau saja, tetapi juga pada kondisi terbenamnya tubuh dalam selokan atau
kubangan dimana bagian wajah berada di bawah permukaan air (Putra, 2014).
B.
KLASIFIKASI
Klasifikasi tenggelam menurut Levin (dalam Arovah, 2009) adalah
1.
Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban
a. Typical Drowning
Kondisi ketika cairan
masuk ke dalam saluran pernapasan saat korban tenggelam.
b.
Atypical Drowning
1. Dry Drowning
Cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan hanya sedikit bahkan tidak
ada.
2. Immersion Syndrom
Terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin (suhu
< 20°C), menyebabkan terpicunya reflex vagal sehingga mengakibatkan apneu,
bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan mengarah ke
terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebaral.
3. Submersion of the Unconscious
Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau penyakit jantung
khususnya coronary atheroma, hipertensi atau peminum yang mengalami trauma
kepala saat masuk ke air.
4. Delayed Dead
Kondisi ketika seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam setelah
diselamatkan dari suatu episode tenggelam.
2. Berdasarkan Kondisi Kejadian
a.
Tenggelam (Drowning)
Penderita meneguk air dalam jumlah yang banyak hingga air masuk ke dalam
saluran pernapasan. Bagian apiglotis akan mengalami spasme yang mengakibatkan
saluran nafas menjadi tertutup dan hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat
sedikit.
b.
Hampir Tenggelam (Near Drowning)
Kondisi korban masih bernafas dan membatukkan air keluar.
C.
ETIOLOGI
Terdapat beberapa penyebab tenggelam antara lain (Levin dalam Arovah, 2009)
:
a.
Kemampuan fisik yang terganggu akibat
pengaruh obat
b.
Ketidakmampuan fisik akibat hipotermia,
syok, cedera, atau kelelahan
c.
Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika
berenang
D.
PATOFISIOLOGI
Hipoksia merupakan hal utama yang
terjadi setelah seorang individu tenggelam. Keadaan terhambatnya jalan nafas
akibat tenggelam menyebabkan adanya gasping dan kemudian
aspirasi, dan diikuti dengan henti nafas (apnea) volunter dan laringospasme.
Hipoksemia d an asidosis yang persisten dapat menyebabkan korban beresiko
terhadap henti jantung dan kerusakan sistem syaraf pusat. Laringospasme
menyebabkan keadaan paru yang kering, namun karena asfiksia membuat relaksi
otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan menyebabkan edema paru.
Efek fisiologis
aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut. Pada tenggelam
di air tawar, plasma darah mengalami hipoktonik, sedangkan pada air laut adalah
hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli sehingga
menyebabkan hipervolemia intravaskular, hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan
hemolisis intravaskular. Aspirasi air laut menyebakan hipovolemia, hemokonsentrasi
dan hipertonis.
Aspirasi air yang masuk kedalam paru dapat
menyebabkan vagotonia, vasokontriksi paru, dan hipertensi. Air segar dapat
menembus membran alveolus dan menggangu stabilitas alveolus dengan menghambat
kerja surfaktan. Selain itu, air segar dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis eritrosit dan hiperkalemia. Sedangkan,
air garam dapat menghilangkan surfaktan, dan menghasilkan cairan eksudat yang
kaya protein di alveolus, intertitial paru, dan membran basal alveolar sehingga
menjadi keras dan sulit mengembang. Air garam juga dapat menyebabkan penurunan
volume darah dan peningkatan konsentasi elektrolit serum.
Hipoksia merupakan salah satu
akibat dari tenggelam, dan merupakan faktor yang penting dalam menentukan
kelangsungan hidup korban tenggelam. Karena itu, ventilasi, perfusi, dan
oksigenasi yang cepat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat survival korban.
a. Perubahan Pada Paru-Paru
Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 –
90% pada korban hamper tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat
mempengaruhi perjalanan klinis penderita, isi lambung, organism pathogen, bahan
kimia toksisk dan bahan asing lain dapat memberi cedera pada paru dan atau
menimbulkan obstruksi jalan nafas.
b. Perubahan Pada Kardiovaskuler
Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan
bradikardi berat. Bradikardi dapat timbul karena refleks fisiologis saat
berenang di air dingin atau karena hipoksia. Perubahan pada fungsi
kardiovaskuler yang terjadi pada hampir tenggelam sebagian besar akibat perubahan
tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) dan gangguan keseimbangan asam-basa.
c. Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat
Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua
organ tetapi penyebab kesakitan dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak.
Iskemi otak dapat berlanjut akibat hipotensi, hipoksia, reperfusi dan
peningkatan tekanan intra kranial akibat edema serebral.Kesadaran korban yang
tenggelam dapat mengalami penurunan. Biasanya penurunan kesadaran terjadi 2 – 3
menit setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai terjadi 4 –
10 menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan kembali setelah
8 – 10 menit anoksia. Penderita yang tetap koma selama selang waktu tertentu
tapi kemudian bangun dalam.
d.
Perubahan Pada Ginjal
Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat
resusitasi biasanya tidak menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi
albuminuria, hemoglobonuria, oliguria dan anuria. Kerusakan ginjal progresif
akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat terjadinya hipoksia berat,
asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.
e.
Perubahan Cairan dan Elektrolit
Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar
cairan tetapi selalu menelan banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru,
cairan intravena yang diberikan selama resusitasi dapat menimbulkan perubahan
keadaan cairan dan elektrolit. Aspirasi air laut dapat menimbulkan perubahan
elektrolit dan perubahancairan karena tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya.
Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang
banyak. Sedangkan aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan
hipervolemia dan hipernatremia. Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan
jaringan akibat hipoksia yang luas.
E.
MANIFESTASI KLINIK
Tanda dan gejala yang
sering muncul ialah tanda dan gejala sistem kardiorespiratori dan neurologi.
Distres respiratori awalnya tidak terlihat, hanya terlihat adanya perpanjangan
nilai RR tanpa hipoksemia. Pasien yang lebih parah biasanya menunjukkan tanda
hipoksemia, retraksi dinding dada, dan suara paru abnormal. Manifestasi
neurologi yang muncul seperti penurunan kesadaran, pasien mulai meracau,
iskemik-hipoksia pada sistem saraf pusat sehingga menunjukkan tanda peningkatan
ICP (Elzouki, 2012).
Tanda-tanda yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning),
yaitu :
a)
Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin,
pucat dan pakaian basah
b)
Lebam mayat biasanya sianotrik kecuali
mati tenggelam di air dingin berwarna merah muda
c)
Kulit telapak tangan/telapak kaki mayat
pucat (bleached) dan keriput (washer woman’s hands/feet)
d)
Kadang terdapat cutis anserine/goose skin
pada lengan, paha dan bahu mayat
e)
Terdapat buih putih halus pada hidung atau
mulut mayat (scheumfilz froth) yang bersifat melekat
f)
Bila mayat dimiringkan, cairan akan keluar
dari mulut/hidung
g)
Bila terdapat cadaveric spasme maka
kotoran air/bahan setempat berada dalam genggaman tangan mayat
h)
Paru-paru mayat membesar dan mengalami
kongesti
i)
Saluran napas mayat berisi buih, kadang
berisi lumpur, pasir.
j)
Lambung mayat berisi banyak cairan
k)
Benda asing dalam saluran napas masuk
sampai ke alveoli
l)
Organ dalam mayat mengalami kongesti
F.
PENATALAKSANAAN
Penilaian pernapasan dilakukan dengan tiga langkah, yaitu :
1. Look yaitu melihat adanya pergerakan dada
2. Listen yaitu mendengar suara nafas
3. Feel yaitu merasakan ada tidaknya hembusan
nafas
Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernafas dengan
normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas
buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan,
yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to neck stoma.
Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian
napas buatan untuk mengurangi hipoksemia. Melakuakn pernapasan buatan dari
mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban saat
pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dianjurkan hingga 10-15
kali sekitar 1 menit. Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar
dan tidak bernapas dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami
henti jantung akibat hipoksia.
G.
KOMPLIKASI
Menurut Flags (2008) dan Szpilman (2012), setelah kejadian near-drowning,
seorang pasien beresiko terjadinya komplikasi seperti :
1.
Hipoksia atau iskemik injuri cerebral
2.
ARDS (acute respiratory distress syndrome)
3.
Kerusakan pulomal sekunder akibat
respirasi
4.
Cardiak arrest
5.
Anoksia
6.
Shock
7.
Myoglubinuria
8.
Insufisiensi ginjal
9.
Infeksi Sistemik dan intravaskuler
koagulasi juga dapat terjadi selama 72 jam pertama setelah resusitasi.
BAB III
TINJAUAN
KASUS
Kasus :
Tn A berusia 21 tahun akibat gagal audisi
D’Academy nekat mencoba bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri ke laut
selatan. Tn A saat ini masih tercatat sebagai seorang mahasiswa di sebuah PTN
ternama di Surabaya. Saat ini korban telah berhasil dievakuasi ke tepi oleh tim
penyelemat dalam keadaan masih hidup setelah tenggelam.
A. PENGKAJIAN
1. Identitas Klien :
Nama
: Tn.A
Umur
: 21 tahun
Jenis
kelamin
: Laki-laki
Agama
: Islam
Status perkawinan : belum menikah
Pendidikan
: S1
Suku/Bangsa
: Jawa
Pekerjaan
: mahasiswa
2.
Keluhan Utama : Pasien iritabilitas, dan mengeluh sesak
3.
Riwayat Penyakit Sekarang : A gagal audisi
D’Academy nekat mencoba bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri ke laut
selatan. Saat ini korban telah berhasil dievakuasi ke tepi oleh tim penyelemat
dalam keadaan masih hidup setelah tenggelam.
4.
Riwayat Penyakit Dahulu : –
5. Pengkajian Fisik
a. Keadaan Umum : sesak nafas, frekuensi nafas meningkat
b. Pemeriksaan per – system B1-B6 :
B1(Breathing) : Klien mengeluh sesak dan sulit bernafas, pernafasan cepat dan dangkal,
RR 30x/ menit
B2 (Blood) : Tekanan darah 80/50, klien tampak pucat, sianosis dan nadi meningkat
140x/ menit
B3 (Brain) : Klien mengalami
penurunan kesadaran, GCS : 356 (mata terbuka dengan perintah, orientasi baik
dan mampu berbicara, bereaksi terhadap perinta verbal)
B4 (Bladder) : Tidak ditemukan
kelainan
B5 (bowel) : Tidak ditemukan
kelainan
B6 (Bone) : tidak ada fraktur dan
jejas
B.
Analisa Data
No |
Data |
Etiologi |
Problem |
1 |
DS : pasien mengatakan kesulitan untuk
bernafas DO : terdapat tanda-tanda hipoksia
(pucat, crt > 2dtk, terdapat pernafasan cuping hidung, terlihat otot bantu
nafas) |
refraktori dan kebocoran interstitial
pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru |
Gangguan pertukaran gas |
2 |
DS : – DO : penurunan TD, akral dingin pucat,
suhu tubuh menurun |
peningkatan kerja ventrikel |
Penurunan curah jantung |
3. |
DS : pasien mengeluh susah untuk
bernafas DO : nafas cepat dan dangkal |
supresi reflek batuk sekunder akibat
aspirasi air ke dalam paru |
Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas |
4. |
DS : – DO : penurunan kesadaran |
kurangnya suplai oksigen |
Ketidakefektifan perfusi jaringan
cerebral |
C. Diagnosa Keperawatan
a.
Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang
berhubungan dengan supresi reflek batuk sekunder akibat aspirasi air ke dalam
paru
D.
Intervensi Keperawatan
Intervensi |
Rasional |
Kaji status pernafasan klien |
Suara nafas terjadi karena adanya aliran
udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus
atau sumbatan lain dari saluran nafas |
Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala
dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu |
Pemeliharaan jalan nafas dengan paten |
Catat perubahan dalam bernafas dan pola
nafasnya |
Penggunaan otot-otot interkostal atau
abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas |
Auskultasi bagian dada anterior dan
posterior untuk mengetahui adanya penurunan atau tidaknya ventilasi dan
adanya bunyi tambahan |
Pengembangan dada dapat menjadi batas
dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus |
Berikan fisioterapi ada misalnya:
postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi |
Meningkakan drainase sekret pari,
peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan |
Jelaskan penggunaan peralatan pendukung |
Mengurangi kekhawatiran pasien dengan
kondisinya |
Kaji kemampuan batuk, latihan nafas
dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi |
Penimbunan sekret mengganggu ventilasi
dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru |
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Drowning adalah suatu bentuk
sufokasi berupa korban terbenam dalam cairan dan cairan tersbut terhisap masuk
ke jalan nafas sampai alveoli paru-paru. Drowning atau tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam
saluran nafas atau paru-paru yang menyebabkan gangguan pernafasan sampai
kematian.
Drowning ini terjadi dikarenakan kemampuan fisik yang terganggu
akibat ketidak mampuan fisik akibat hipotermia, syok, cedera atau kelelahan, dan
ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenag. Keadaan tergambatnya jalan
nafas karena tenggelam menyebabkan gasping dan kemudian aspirasi diikuti dengan
henti nafas volunteer dan laringospasme, hipoksemia dan asidoseis yang
berakibat pada henti jantung dan kerusakan system syaraf pusat
B. Saran
Mengingat pentingnya penatalaksanaan
yang cepat dan tepat terhadap pasien kritis, sebagai calon Ners kita seharusnya
banyak membaca literature. Untuk mendalami pengetahuan tentang drowning banyak literature
tersedia di kedokteran forensik.
DAFTAR
PUSTAKA
McCance, K. L., Huether, S. E., Brashers, V. L. & Rote, N. S., (2014) . Pathophsysiology
,The Biologic Basis for Disease in Adults and Children,
Seventh Edition. Canada: Mosby.
Putra, A. A. G. A., 2014. Kematian Akibat Tenggelam : Laporan Kasus, Denpasar:
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP Sanglah
.
Rastogi, P. & Rao, J., (2011). Accidental Mechanical Asphyxia At Work Site By Mud. J Punjab Acad
Forensic Med Toxicol, Volume 11, pp. 52-54.
Wilianto, W., (2012) . Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga Tenggelam. Jurnal
Kedokteran Forensik Indonesia, Volume 14, pp. 39-46.
Wilkinson & Ahern. (2011) . Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis NANDA,
Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC . Ed. 9. Jakarta: EGC.
No comments:
Post a Comment