Monday, 25 October 2021

ASUHAN KEPERATAN KEGAWATAN PADA PULMONAL

 

DAFTAR ISI

 

KTA ENGANTAR................................................................................................. i

DAFTAR ISI.......................................................................................................... ii

 

BAB 1 PENDAHULUAN..................................................................................... 1

A.   LATAR BELAKANG.............................................................................. 1

B.    Rumusan Masalah...................................................................................... 2

C.    Tujuan........................................................................................................ 2

D.   Manfaat...................................................................................................... 3

 

BAB  II TINJAUAN PUSTAKA......................................................................... 4

A.   Pengertian.................................................................................................. 4

B.    Klasifikasi.................................................................................................. 5

C.    Etiologi...................................................................................................... 6

D.   Patofisiologi............................................................................................... 6

E.    Manifestasi klinik....................................................................................... 8

F.    Penatalaksanaan......................................................................................... 9

G.   Komplikasi................................................................................................. 9

 

BAB III TINJAUAN KASUS............................................................................ 11

A.   Pengkajian................................................................................................ 11

B.    Analisa Data............................................................................................ 12

C.    Diagnosa Keperawatan............................................................................ 13

D    Intervensi Keperawatan........................................................................... 13

 

BAB IV PENUTUP............................................................................................. 14

A.   Kesimpulan.............................................................................................. 14

B.    Saran....................................................................................................... 14

 

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 16

 

BAB 1
PENDAHULUAN

A.      LATAR BELAKANG

Drowning atau disebut juga tenggelam adalah suatu proses yang mengakibatkan gangguan respirasi karena cairan (van beck et al, 2005). Hasil akhir dari kejadian tenggelam adalah korban dinyatakan selamat atau meninggal. Penyebab kematian akibat tenggelam diantaranya adalah kematian otak karena hipoksia atau iskemia otak parah, ARDS, kegagalan multi organ, sindrom sepsis karena pneumonia aspirasi (Santoso, 2010).

Berdasarkan data Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Pesisir Barat, jumlah korban tenggelam diperairan pantai dan aliran sungai di daerah pesisir sejak 2012 lalu hingga 2014, tahun 2012 silam korban tenggelam di pantai mencapai 13 orang, di tahun 2013 mencapai 12 orang, tiga  diantaranya tenggelam di aliran sungai dan di hingga Desember tahun 2014 telah tercatat enam orang, dua tenggelam di aliran sungai empat orang tenggelam dilaut, satu diantaranya hingga kini tidak ditemukan (Radar Lampung, 2014).

Selain itu di Jawa Timur juga banyak kejadian kapal yang tenggelam atau perahu nelayan yang dihantam ombak sehingga memakan korban yang jumlahnya tidak sedikit, seperti di Situbondo dalam satu kali perahu tenggelam saja korbannya berjumlah 21 orang (Detik, 2014). Berdasarkan gambaran data dari BPBD Lampung jumlah orang yang tenggelam masih tergolong tinggi walaupun secara matematis data tiap tahun menurun, Indonesia adalah negara maritim yang wilayahnya didominasi daerah berair, jika dalam satu daerah saja terdapat 13 orang yang meninggal karena tenggelam, maka secara matematis korban tenggelam yang terhidung dari sabang sampai merauke sudah tentu banyak sekali.

Mekanisme tenggelam dapat digolongkan menjadi dua, yaitu dengan aspirasi cairan dan tanpa aspirasi cairan. Mekanisme kematian aspirasi cairan adalah asfiksia. Proses tenggelam ketika jalan nafas seseorang berada di bawah permukaan cairan, secara sadar individu akan menahan nafasnya kemudian diikuti oleh laryngospasme involunter karena cairan yang ada di orofaring atau laring, selama periode ini individu tidak dapat menghirup udara sehingga mengalami kekurang oksigen dan penumpukan karbondioksida. Perubahan terjadi di paru, cairan tubuh, tekanan gas darah, keseimbangan asam basah, dan konsentrasi elektrolit yang bergantung pada komposisi, volume cairan yang teraspirasi, dan durasi tenggelam (Santoso, 2010).

Oleh sebab itu, Penanganan dini sangat diperlukan karena drowning dapat menyebabkan paru seseorang terendam cairan, yang dapat menyebabkan kondisi yang dapat mengancam jiwa, seperti pneumonia aspirasi dan asfiksia.  Peran perawat di sini juga sangat diperlukan mengingat kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia. Pasien dengan drowning mengalami kesulitan bernafas, sehingga hal ini juga dapat menganggu kenyamanan dan nyawa pasien, maka dari itu asuhan keperawatan yang tepat dan cepat kepada klien dengan sufokasi sangat diperlukan.

B.       Rumusan Masalah

            Bagaimanakah cara melakukan asuhan keperawatan kegawat daruratan pada  
  
pasien dengan drowning ?

C.      Tujuan

1.      Tujuan Umum

Mahasiswa mampu memahami, menjelaskan dan melakukan asuhan keperawatan kegawatdaruratan pada pasien dengan drowning.

2.      Tujuan Khusus

a.    Mampu memahami dan menjelaskan definisi drowning

b.    Mampu memahami dan menjelaskan etiologi drowning

c.    Mampu memahami dan menjelaskan patofisiologi drowning

d.   Mampu memahami dan menjelaskan manifestasi klinis drowning

e.    Mampu memahami dan menjelaskan penatalaksanaan drowning

f.     Mampu memahami dan menjelaskan diagnostik penunjang drowning

g.    Mampu memnuat asuhan keperawatan pada pasien dengan drowning

 

D. Manfaat

1.         Sebagai perawat mampu melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan drowning      

2.         Bagi Profesi Kesehatan

Sebagai tambahan ilmu bagi profesi keperawatan dan memberikan pemahaman yang lebih baik tentang asuhan keperawatan pada pasien dengan drowning sehingga pengembangan ilmu keperawatan khususnya keperawatan kegawatdaruratan dapat tercapai.

 

 

 

 


 

BAB  II
TINJAUAN PUSTAKA

 

A.    PENGERTIAN

Tenggelam adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam cairan dan cairan tersbut terhisap masuk ke jalan nafas sampai alveoli paru-paru. Pada umumnya tenggelam merupakan kasus kecelakaan, baik secara langsung maupun karena ada faktor-faktor lain seperti korban dalam keadaan mabuk atau dibawah pengaruh obat, atau bisa saja dikarenakan akibat dari suatu peristiwa pembunuhan (Wilianto, 2012). Hampir tenggelam (near drowning) adalah keadaan gangguan fisiologi tubuh akibat tenggelam tetapi tidak terjadi kematian (Onyekwelu, 2008).

Near drowning didefinisikan sebagai kondisi dimana seseorang masih bertahan hidup setelah mengalami sufokasi (kekurangan napas) akibat tenggelam dalam air atau cairan lain. Sedangkan drowning sendiri didefinisikan sebagai kematian sekunder karena asfiksia (sesak nafas) saat tenggelam dalam cairan, biasanya air, dalam 24 jam setelah kejadian (Banerjee dalam Rauuf (2008))

Drowning (tenggelam) adalah masuknya cairan ke dalam saluran napas yang mengakibatkan gangguan pertukaran udara di alveoli dan dapat terjadi mati lemas (Arif Mansjoer, 2000).

Menurut WHO (2015), tenggelam merupakan gangguan sistem pernafasan akibat terendam dalam media yang cair. Konsensus terbaru menyatakan definisi terbaru dari tenggelam harus mencakup kasus fatal dan non fatal. Dampak tenggelam dapat berupa kematian, morbiditas, dan non morbiditas. Ada juga konsensus yang menyatakan bahwa istilah basah, kering, aktif, pasif, diam, dan menengah seharusnya tidak digunakan lagi.

            Drowning atau tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam saluran nafas atau paru-paru yang menyebabkan gangguan pernafasan sampai kematian. Definisi tenggelam mengacu pada ‘adanya cairan yang masuk hingga menutupi lubang hidung dan mulut’, sehingga tidak terbatas  pada kasus tenggelam di kolam renang, atau perairan seperti sungai, laut, dan danau saja, tetapi juga pada kondisi terbenamnya tubuh dalam selokan atau kubangan dimana bagian wajah berada di bawah permukaan air (Putra, 2014).

 

B.     KLASIFIKASI

Klasifikasi tenggelam menurut Levin (dalam Arovah, 2009) adalah

1.    Berdasarkan Kondisi Paru-Paru Korban

a.       Typical Drowning

Kondisi ketika cairan masuk ke dalam saluran pernapasan saat korban tenggelam.

b.      Atypical Drowning

1.      Dry Drowning

Cairan yang masuk ke dalam saluran pernapasan hanya sedikit bahkan tidak ada.

2.      Immersion Syndrom

Terutama pada anak-anak yang tiba-tiba terjun ke dalam air dingin (suhu < 20°C), menyebabkan terpicunya reflex vagal sehingga mengakibatkan apneu, bradikardia, dan vasokonstriksi dari pembuluh darah kapiler dan mengarah ke terhentinya aliran darah koroner dan sirkulasi serebaral.

3.      Submersion of the Unconscious

Sering terjadi pada korban yang menderita epilepsy atau penyakit jantung khususnya coronary atheroma, hipertensi atau peminum yang mengalami trauma kepala saat masuk ke air.

4.      Delayed Dead

Kondisi ketika seorang korban masih hidup setelah lebih dari 24 jam setelah diselamatkan dari suatu episode tenggelam.

 

2.    Berdasarkan Kondisi Kejadian

a.    Tenggelam (Drowning)

Penderita meneguk air dalam jumlah yang banyak hingga air masuk ke dalam saluran pernapasan. Bagian apiglotis akan mengalami spasme yang mengakibatkan saluran nafas menjadi tertutup dan hanya dapat dilalui oleh udara yang sangat sedikit.

b.    Hampir Tenggelam (Near Drowning)

Kondisi korban masih bernafas dan membatukkan air keluar.

 

C.    ETIOLOGI

Terdapat beberapa penyebab tenggelam antara lain (Levin dalam Arovah, 2009) :

a.       Kemampuan fisik yang terganggu akibat pengaruh obat

b.      Ketidakmampuan fisik akibat hipotermia, syok, cedera, atau kelelahan

c.       Ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenang

 

D.    PATOFISIOLOGI

   Hipoksia merupakan hal utama yang terjadi setelah seorang individu tenggelam. Keadaan terhambatnya jalan nafas akibat tenggelam menyebabkan adanya gasping dan kemudian aspirasi, dan diikuti dengan henti nafas (apnea) volunter dan laringospasme. Hipoksemia d an asidosis yang persisten dapat menyebabkan korban beresiko terhadap henti jantung dan kerusakan sistem syaraf pusat. Laringospasme menyebabkan keadaan paru yang kering, namun karena asfiksia membuat relaksi otot polos, air dapat masuk ke dalam paru dan menyebabkan edema paru.

     Efek fisiologis aspirasi pun berbeda antara tenggelam di air tawar dan air laut. Pada tenggelam di air tawar, plasma darah mengalami hipoktonik, sedangkan pada air laut adalah hipertonik. Aspirasi air tawar akan cepat diabsorbsi dari alveoli sehingga menyebabkan hipervolemia intravaskular, hipotonis, dilusi elektrolit serum, dan hemolisis intravaskular. Aspirasi air laut menyebakan hipovolemia, hemokonsentrasi dan hipertonis.

     Aspirasi air yang masuk kedalam paru dapat menyebabkan vagotonia, vasokontriksi paru, dan hipertensi. Air segar dapat menembus membran alveolus dan menggangu stabilitas alveolus dengan menghambat kerja surfaktan. Selain itu, air segar dan hipoksemi dapat menyebabkan lisis eritrosit dan hiperkalemia. Sedangkan, air garam dapat menghilangkan surfaktan, dan menghasilkan cairan eksudat yang kaya protein di alveolus, intertitial paru, dan membran basal alveolar sehingga menjadi keras dan sulit mengembang. Air garam juga dapat menyebabkan penurunan volume darah dan peningkatan konsentasi elektrolit serum.

   Hipoksia merupakan salah satu akibat dari tenggelam, dan merupakan faktor yang penting dalam menentukan kelangsungan hidup korban tenggelam. Karena itu, ventilasi, perfusi, dan oksigenasi yang cepat dibutuhkan untuk meningkatkan tingkat survival korban.

 

a.    Perubahan Pada Paru-Paru

     Aspirasi paru terjadi pada sekitar 90% korban tenggelam dan 80 – 90% pada korban hamper tenggelam. Jumlah dan komposisi aspirat dapat mempengaruhi perjalanan klinis penderita, isi lambung, organism pathogen, bahan kimia toksisk dan bahan asing lain dapat memberi cedera pada paru dan atau menimbulkan obstruksi jalan nafas.

b.   Perubahan Pada Kardiovaskuler

          Pada korban hampir tenggelam kadang-kadang menunjukkan bradikardi berat. Bradikardi dapat timbul karena refleks fisiologis saat berenang di air dingin atau karena hipoksia. Perubahan pada fungsi kardiovaskuler yang terjadi pada hampir tenggelam sebagian besar akibat perubahan tekanan parsial oksigen arterial (PaO2) dan gangguan keseimbangan asam-basa.

c.    Perubahan Pada Susunan Saraf Pusat

          Iskemia terjadi akibat tenggelam dapat mempengaruhi semua organ tetapi penyebab kesakitan dan kematian terutama terjadi karena iskemi otak. Iskemi otak dapat berlanjut akibat hipotensi, hipoksia, reperfusi dan peningkatan tekanan intra kranial akibat edema serebral.Kesadaran korban yang tenggelam dapat mengalami penurunan. Biasanya penurunan kesadaran terjadi 2 – 3 menit setelah apnoe dan hipoksia. Kerusakan otak irreversibel mulai terjadi 4 – 10 menit setelah anoksia dan fungsi normotermik otak tidak akan kembali setelah 8 – 10 menit anoksia. Penderita yang tetap koma selama selang waktu tertentu tapi kemudian bangun dalam.

d.   Perubahan Pada Ginjal

          Fungsi ginjal penderita tenggelam yang telah mendapat resusitasi biasanya tidak menunjukkan kelainan, tetapi dapat terjadi albuminuria, hemoglobonuria, oliguria dan anuria. Kerusakan ginjal progresif akan mengakibatkan tubular nekrosis akut akibat terjadinya hipoksia berat, asidosis laktat dan perubahan aliran darah ke ginjal.

e.    Perubahan Cairan dan Elektrolit

          Pada korban tenggelam tidak mengaspirasi sebagian besar cairan tetapi selalu menelan banyak cairan. Air yang tertelan, aspirasi paru, cairan intravena yang diberikan selama resusitasi dapat menimbulkan perubahan keadaan cairan dan elektrolit. Aspirasi air laut dapat menimbulkan perubahan elektrolit dan perubahancairan karena tingginya kadar Na dan Osmolaritasnya. Hipernatremia dan hipovolemia dapat terjadi setelah aspirasi air laut yang banyak. Sedangkan aspirasi air tawar yang banyak dapat mengakibatkan hipervolemia dan hipernatremia. Hiperkalemia dapat terjadi karena kerusakan jaringan akibat hipoksia yang luas.

 

E.     MANIFESTASI KLINIK

            Tanda dan gejala yang sering muncul ialah tanda dan gejala sistem kardiorespiratori dan neurologi. Distres respiratori awalnya tidak terlihat, hanya terlihat adanya perpanjangan nilai RR tanpa hipoksemia. Pasien yang lebih parah biasanya menunjukkan tanda hipoksemia, retraksi dinding dada, dan suara paru abnormal. Manifestasi neurologi yang muncul seperti penurunan kesadaran, pasien mulai meracau, iskemik-hipoksia pada sistem saraf pusat sehingga menunjukkan tanda peningkatan ICP (Elzouki, 2012).

Tanda-tanda yang memperkuat diagnosis mati tenggelam (drowning), yaitu :

a)        Kulit tubuh mayat terasa basah, dingin, pucat dan pakaian basah

b)        Lebam mayat biasanya sianotrik kecuali mati tenggelam di air dingin berwarna merah muda

c)        Kulit telapak tangan/telapak kaki mayat pucat (bleached) dan keriput (washer woman’s hands/feet)

d)       Kadang terdapat cutis anserine/goose skin pada lengan, paha dan bahu mayat

e)        Terdapat buih putih halus pada hidung atau mulut mayat (scheumfilz froth) yang bersifat melekat

f)         Bila mayat dimiringkan, cairan akan keluar dari mulut/hidung

g)        Bila terdapat cadaveric spasme maka kotoran air/bahan setempat berada dalam genggaman tangan mayat

h)        Paru-paru mayat membesar dan mengalami kongesti

i)          Saluran napas mayat berisi buih, kadang berisi lumpur, pasir.

j)          Lambung mayat berisi banyak cairan

k)        Benda asing dalam saluran napas masuk sampai ke alveoli

l)          Organ dalam mayat mengalami kongesti

F.       PENATALAKSANAAN

Penilaian pernapasan dilakukan dengan tiga langkah, yaitu :

1.    Look yaitu melihat adanya pergerakan dada

2.    Listen yaitu mendengar suara nafas

3.    Feel yaitu merasakan ada tidaknya hembusan nafas

Penanganan pertama pada korban yang tidak sadar dan tidak bernafas dengan normal setelah pembersihan jalan napas yaitu kompresi dada lalu pemberian napas buatan dengan rasio 30:2. Terdapat tiga cara pemberian napas buatan, yaitu mouth to mouth, mouth to nose, mouth to neck stoma.

            Penanganan utama untuk korban tenggelam adalah pemberian napas buatan untuk mengurangi hipoksemia. Melakuakn pernapasan buatan dari mulut ke hidung lebih disarankan karena sulit untuk menutup hidung korban saat pemberian napas mulut ke mulut. Pemberian napas buatan dianjurkan hingga 10-15 kali sekitar 1 menit. Kompresi dada diindikasikan pada korban yang tidak sadar dan tidak bernapas dengan normal, karena kebanyakan korban tenggelam mengalami henti jantung akibat hipoksia.

G.      KOMPLIKASI

Menurut Flags (2008) dan Szpilman (2012), setelah kejadian near-drowning, seorang pasien beresiko terjadinya komplikasi seperti :

1.    Hipoksia atau iskemik injuri cerebral

2.    ARDS (acute respiratory distress syndrome)

3.    Kerusakan pulomal sekunder akibat respirasi

4.    Cardiak arrest

5.    Anoksia

6.    Shock

7.    Myoglubinuria

8.    Insufisiensi ginjal

9.    Infeksi Sistemik dan intravaskuler koagulasi juga dapat terjadi selama 72 jam pertama setelah resusitasi.

 

 


 

BAB III

TINJAUAN KASUS

 

Kasus :

Tn A berusia 21 tahun akibat gagal audisi D’Academy nekat mencoba bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri ke laut selatan. Tn A saat ini masih tercatat sebagai seorang mahasiswa di sebuah PTN ternama di Surabaya. Saat ini korban telah berhasil dievakuasi ke tepi oleh tim penyelemat dalam keadaan masih hidup setelah tenggelam.

A.  PENGKAJIAN

1.     Identitas Klien :

Nama                           : Tn.A                    

Umur                           : 21 tahun

Jenis kelamin               : Laki-laki

Agama                         : Islam

Status perkawinan       : belum menikah

Pendidikan                  : S1

Suku/Bangsa               : Jawa

Pekerjaan                     : mahasiswa

2.     Keluhan Utama : Pasien iritabilitas, dan mengeluh sesak

3.     Riwayat Penyakit Sekarang : A gagal audisi D’Academy nekat mencoba bunuh diri dengan cara menenggelamkan diri ke laut selatan. Saat ini korban telah berhasil dievakuasi ke tepi oleh tim penyelemat dalam keadaan masih hidup setelah tenggelam.

4.     Riwayat Penyakit Dahulu : –

5.      Pengkajian Fisik

a.      Keadaan Umum : sesak nafas, frekuensi nafas meningkat

b.      Pemeriksaan per – system B1-B6 :

B1(Breathing) : Klien mengeluh sesak dan sulit bernafas, pernafasan cepat dan dangkal, RR 30x/ menit

B2 (Blood) : Tekanan darah 80/50, klien tampak pucat, sianosis dan nadi meningkat 140x/ menit

B3 (Brain) : Klien mengalami penurunan kesadaran, GCS : 356 (mata terbuka dengan perintah, orientasi baik dan mampu berbicara, bereaksi terhadap perinta verbal)

B4 (Bladder) : Tidak ditemukan kelainan

B5 (bowel) : Tidak ditemukan kelainan

B6 (Bone) : tidak ada fraktur dan jejas

 

B.  Analisa Data

No

Data

Etiologi

Problem

1

DS : pasien mengatakan kesulitan untuk bernafas

DO : terdapat tanda-tanda hipoksia (pucat, crt > 2dtk, terdapat pernafasan cuping hidung, terlihat otot bantu nafas)

refraktori dan kebocoran interstitial pulmonal / alveolar pada status cedera kapiler paru

Gangguan pertukaran gas

2

DS : –

DO : penurunan TD, akral dingin pucat, suhu tubuh menurun

peningkatan kerja ventrikel

Penurunan curah jantung

3.

DS : pasien mengeluh susah untuk bernafas

DO : nafas cepat dan dangkal

supresi reflek batuk sekunder akibat aspirasi air ke dalam paru

Ketidakefektifan Bersihan jalan nafas

4.

DS : –

DO : penurunan kesadaran

kurangnya suplai oksigen

Ketidakefektifan perfusi jaringan cerebral

 

 

 

C.  Diagnosa Keperawatan

a.    Ketidakefektifan bersihan jalan nafas yang berhubungan dengan supresi reflek batuk sekunder akibat aspirasi air ke dalam paru

 

 

D.  Intervensi Keperawatan

 

Intervensi

Rasional

Kaji status pernafasan klien

Suara nafas terjadi karena adanya aliran udara melewati batang tracheo branchial dan juga karena adanya cairan, mukus atau sumbatan lain dari saluran nafas

Pertahankan posisi tubuh/posisi kepala dan gunakan jalan nafas tambahan bila perlu

Pemeliharaan jalan nafas dengan paten

Catat perubahan dalam bernafas dan pola nafasnya

Penggunaan otot-otot interkostal atau abdominal/leher dapat meningkatkan usaha dalam bernafas

Auskultasi bagian dada anterior dan posterior untuk mengetahui adanya penurunan atau tidaknya ventilasi dan adanya bunyi tambahan

Pengembangan dada dapat menjadi batas dari akumulasi cairan dan adanya cairan dapat meningkatkan fremitus

Berikan fisioterapi ada misalnya: postural drainase, perkusi dada/vibrasi jika ada indikasi

Meningkakan drainase sekret pari, peningkatan efisiensi penggunaan otot-otot pernafasan

Jelaskan penggunaan peralatan pendukung

Mengurangi kekhawatiran pasien dengan kondisinya

Kaji kemampuan batuk, latihan nafas dalam, perubahan posisi dan lakukan suction bila ada indikasi

Penimbunan sekret mengganggu ventilasi dan predisposisi perkembangan atelektasis dan infeksi paru

 

 

BAB IV

PENUTUP

A.  Kesimpulan

       Drowning adalah suatu bentuk sufokasi berupa korban terbenam dalam cairan dan cairan tersbut terhisap masuk ke jalan nafas sampai alveoli paru-paru. Drowning atau tenggelam adalah proses masuknya cairan ke dalam saluran nafas atau paru-paru yang menyebabkan gangguan pernafasan sampai kematian. 

       Drowning ini terjadi dikarenakan kemampuan fisik yang terganggu akibat ketidak mampuan fisik akibat hipotermia, syok, cedera atau kelelahan, dan ketidakmampuan akibat penyakit akut ketika berenag. Keadaan tergambatnya jalan nafas karena tenggelam menyebabkan gasping dan kemudian aspirasi diikuti dengan henti nafas volunteer dan laringospasme, hipoksemia dan asidoseis yang berakibat pada henti jantung dan kerusakan system syaraf pusat

 

B.   Saran

       Mengingat pentingnya penatalaksanaan yang cepat dan tepat terhadap pasien kritis, sebagai calon Ners kita seharusnya banyak membaca literature. Untuk mendalami pengetahuan tentang drowning banyak literature tersedia di kedokteran forensik.

 

 

 

 

 

 

 

DAFTAR PUSTAKA

 

McCance, K. L., Huether, S. E., Brashers, V. L. & Rote, N. S., (2014) .                                           Pathophsysiology ,The Biologic Basis for Disease in Adults and                                    Children, Seventh Edition. Canada: Mosby.

Putra, A. A. G. A., 2014. Kematian Akibat Tenggelam : Laporan                                                    Kasus, Denpasar: Fakultas Kedokteran Universitas Udayana RSUP                 Sanglah .

Rastogi, P. & Rao, J., (2011)Accidental Mechanical Asphyxia At Work Site By                              Mud. J Punjab Acad Forensic Med Toxicol, Volume 11, pp. 52-54.

Wilianto, W., (2012) Pemeriksaan Diatom pada Korban Diduga                                                   Tenggelam. Jurnal Kedokteran Forensik Indonesia, Volume 14,                                     pp. 39-46.

Wilkinson & Ahern. (2011) Buku Saku Diagnosis Keperawatan: Diagnosis                                    NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC . Ed. 9. Jakarta:                          EGC.

 

 

 

 

 

 

 

 

No comments:

Post a Comment