DAFTAR
ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................... ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang.......................................................................................................... 1
1.2 Rumusan
Masalah..................................................................................................... 3
1.3 Tujuan........................................................................................................................ 3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep
Proses Menua Dan Lansia.......................................................................... 4
2.2 Konsep
Hipertensi pada Lansia............................................................................... 8
BAB III ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian................................................................................................................. 14
3.2 Analisa
Data............................................................................................................... 17
3.3 Diagnosa Keperawatan............................................................................................. 17
3.4 Intervensi
Keperawatan........................................................................................... 17
3.5
Implementasi dan Evaluasi....................................................................................... 18
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan................................................................................................................ 21
4.2 Saran.......................................................................................................................... 21
DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................... 22
BAB I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Berdasarkan
definisi secara umum, seseorang dikatakan lansia apabila usianya 60 tahun ke
atas,baik pria maupun wanita. Sedangkan Departeman kesehatan RI menyebutkan
seseorang dikatakan berusia lanjut usia dimulai dari usia 55 tahun keatas.
Menurut Badan Kesehatan Dunia (WHO) usia lanjut dimulai dari usia 60 tahun
(Indriana, 2012). Proses penuaan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik
secara sosial, ekonomi, dan terutama kesehatan. Hal ini disebabkan karena
dengan semangkin bertambahnya usia, fungsi organ tubuh akan semakin menurun baik
karena faktor proses alami yang dapat menyebabkan perubahan anatomi,
fisiologis, dan biokimia pada jaringan tubuh yang dapat mempengaruhi fungsi,
kemampuan badan dan jiwa (Perry & Potter, 2005).
Hipertensi
adalah apabila tekanan sistoliknya diatas 140 mmHg dan tekanan diastolik diatas
90 mmHg. Hipertensi merupakan penyebab utama gagal jantung, stroke, dan gagal
ginjal. Disebut sebagai “ pembunuh diam – diam “ karena penderita hipertensi
sering tidak menampakan gejala (Brunner & Suddarth, 2002).Penyakit ini
menjadi salah satu masalah kesehatan utama di Indonesia maupun dunia sebab
diperkirakan sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama terjadi di Negara
berkembang. pada tahun 2000 terdapat 639 kasus hipertensi diperkirakan
meningkat menjadi 1,15 miliar kasus di tahun 2025. Sedangkan hipertensi di Indonesia
menunjukan bahwa di daerah pedesaan masih banyak penderita hipertensi yang
belum terjangkau oleh layanan kesehatan dikarenakan tidak adanya keluhan dari
sebagian besar penderita hipertensi (Adriansyah, 2012).
Diperkirakan ada
76% kasus hipertensi di masyarakat yang belum terdiagnosis, artinya
penderitanya tidak mengetahui bahwa dirinya mengidap penyakit ini. Dari 31,7%
prevalensi hipertensi, diketahui yang sudah memiliki tekanan darah tinggi
berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan adalah 7,2% dan kasus yang minum obat
hipertensi 0,4%. Hal ini menunjukkan bahwa 76% masyarakat belum mengetahui
telah menderita hipertensi Artinya banyak sekali kasus hipertensi tetapi
sedikit sekali yang terkontrol (Adib, 2012). Hasil Riset Kesehatan Dasar
menunjukkan prevelensi hipertensi sebanyak 31,7%. Hipertensi menjadi salah satu
penyebab kematian utama di perkotaan maupun perdesaan pada usia 55-64 tahun
(Rosid, 2012).
Data statistik
WHO (word Hearld Organization) melaporkan hingga tahun 2018 terdapat satu
milyar orang di dunia menderita hipertensi dan diperkirakan sekitar 7,5 juta
orang atau 12,8% kematian dari seluruh total kematian yang disebabkan oleh
penyakit ini, tercatat 45% kematian akibat jantung koroner dan 51% akibat
stroke yang juga disebabkan oleh hopertensi. Menurut American Haert Association
(2018) tercatat sekitar 77,9 juta orang di amerika serikat dengan perbandingan
1 dari 3 orang dewasa menderita hipertensi. Jumlah ini diperkirakan akan
meningkat pada tahun 2030 sekitar 83,2 juta orang atau 7,2% . sementara itu
menurut National Health Nutrition Examination Survey (NHNES), di amerika orang
dewasa dengan hipertensi pada tahun 2016-2018 tercatat sekitar 39-51% hal ini
menunjukan terjadinya peningkatan sekitar 15 juta orang dari total 58-65 juga
menderita hipertensi (Triyanto, 2014).
Angka kejadian
hipertensi di indonesia menurut riset Kesehatan Dasar Tahun 2017 menunjukan
bahwa prevalensi hipertensi di indonesia berdasarkan pengukuran tekanan darah
mengalami peningkatan 5,9%, dari 25,8% menjadi 31,7% dari total penduduk
dewasa. Berdasarkan pengukuran sampel umur lebih dari 18 tahun prevelansi
hipertensi mengalami peningkatan yakni 7,6% pada tahun 2015 dan 9,5% tahun 2017 dengan total presentase
sebesar 25,8%. Prevelansi hipertensi tertinggi di Bangka Belitung dengan
presentase 25,8%, kalimantan selatan 30,8%, kalimantan timur 29,6%, jawa barat
29,5% (Riskesdas, 2018).
Berdasarkan data
dinas kesehatan Provinsi Sumatara Barat Tahun 2017 angga kejadian hipertensi
53,6% dan jumlah kasus sebanyak 67.101 rata-rata kasus 9.800 kasus. Prevernsi
hipertensi di padang mengalami kenaikan jika dibandingkan dengan data
rekapitulasi tahun 2015 penderita hipertensi mencapai 30,218 jiwa (Sumbar,
2017). Faktor
penyebab dari hipertensi itu seperti perubahan gaya hidup sebagai contohnya
merokok, obesitas, inaktivitas fisik dan stres psikososial. Karena angka
prevalensi hipertensi di Indonesia yang semakin tinggi maka perlu adanya
penanggulan, diantaranya terapi farmakologi dan nonfarmakologi. Latihan nafas
dalam merupakan suatu bentuk terapi nonfarmakologi, yang dalam hal ini perawat
mengajarkan kepada klien bagaimana cara melakukan nafas dalam (nafas lambat dan
menahan inspirasi secara maksimal) dan bagaimana menghembuskan nafas secara
perlahan, Selain dapat menurunkan intensitas nyeri, latihan relaksasi nafas
dalam juga dapat meningkatkan ventilasi paru dan meningkatkan oksigenasi darah
(Pratiwi, 2016).
Stres fisik
maupun stres psikologi menyebabkan ketidakstabilan emosional serta memicu
rangsangan di area pusat vasomotor yang terletak pada medulla otak sehingga
berpengaruh pada kerja sistem saraf otonom dan sirkulasi hormon. Rangsangan ini
akan mengakibatkan sistem saraf simpatis dan pelepasan berbagai hormon,
sehingga mempengaruhi teradinya peningkatan tekanan darah (Corwin, 2009).
Stress yang berlangsung lama dapat mengakibatkan peningkatan tekanan darah yang
menetap, sehingga penangan dengan manajemen yang tepat sangat diperlukan.
Penangana yang tidak diberikan akan mengakibatkan semakin tinggi tekanan darah
sehingga menimbulkan komplikasi kondisi darurat seperti penyakit jantung
koroner, stroke, penyakit ginjal hingga kematian.
Penangana
hipertensi seharusnya dilakukan secara komprehensif mencakup promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif. Penanganan hipertensi bertujuan untuk
menurunkan tekanan darah yang meliptuti terapi farmakologi dan non farmakologi
merupakan pengelolahan hipertensi dengan pemberian obat-obatan antihipertensi.
Sementara itu terapi non farmakologi pada penderita hipertensi adalah terapi
tanpa obat yang juga dilakukan untuk menurunkan tekanan darah akibat stress
dengan mengatur pola hidup sehat yaitu dengan menurunkan asupan garam dan
lemak, meningktkan mengkonsumsi buah dan sayur, menghentikan kebiasaan merokok
dan alkohol, menurunkan berat badan berlebihan, istirahat cukup, olahraga
teratur serta mengelola stress. Salah satu terapi non farmakologi yang dapat
digunakan bagi penderita hipertensi adalah terapi komplementer sebagai bagian
dari sistem pengobatan yang lengkap, tetapi komplementer tersebut antara lain
latihan slow deep breathing, akupuntur, fisioterapi, psikoterapi, yoga,
mediasi, dan aromaterapi (Susanti, 2015).
Latihan nafas
dalam atau slow deep breating adalah salah satu teknik relaksasi pernafasan
yang dapat dilakukan pada penderita hipertensi. Latihan slow deep breathing
terdiri atas pernafasan abdomen (diafragma) dan purse lip breathing (Kozier,
2010). Latihan slow deep breathing mestimulasi saraf otonom yang berefek pada
respon saraf simpatis yang melepaskan yang melepaskan neurotransmiter
asetilkolin. Respon saraf simpatis dan saraf parasimpatis berbanding terbalik
saat melakukan latihan slow deep berathing, saraf simpatis akan meningkatkan
aktivitas tubuh sementara itu saraf parasimpatis akan menurunkan aktivitas
tubuh (Joseph, 2005). Slow deep breathing yang dilakukan terus menerus akan
berdampak pada vasodilatasi pembuluh darah otak yang mengakibatkan suplai
oksigen otak lebih banyak sehingga perfusi jaringan otak lebih adekuat (Tarwoto,
2011).
1.2 Rumusan
Masalah
Berdasarkan
uraian dari latar belakang diatas maka dapat diambil rumusan masalahnya adalah “Bagaimana
Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler Perubahan Normal Cv Pada Lansia Dengan
Kasus Hipertensi ?”
1.3 Tujuan
- Tujuan umum
Mahasiswa mampu
memahami Asuhan Keperawatan Sistem Kardiovaskuler Perubahan Normal Cv Pada
Lansia Dengan Kasus Hipertensi
- Tujuan khusus
a.
Mahasiswa
Mampu dan memahami konsep proses menua dan lansia
b.
Mahasiswa
Mampu dan memahami konsep hipertensi
c.
Mahasiswa
mampu dan memahami asuhan keperawatan pada lansia dengan hipertensi
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Konsep Proses Menua Dan Lansia
2.1.1 Teori Proses Menua
Ada beberapa
teori tentang penuaan, sebagaimana dikemukakan oleh (Maryam, 2008), yaitu teori
biologi, teori psikologi, teori kultural, teori sosial, teori genitika, teori
rusaknya sistem imun tubuh, teori menua akibat metabolisme dan teori kejiwaan
sosial. Berdasarkan pengetahuan yang berkembang dalam pembahasan tentang teori
proses menjadi tua (menua) yang hingga saat ini di anut oleh gerontologis, maka
dalam tingkatan kompetensinya, perawat perlu mengembangkan konsep dan teori
keperawatan sekaligus praktik keperawatan yang didasarkan atas teori proses
menjadi tua (menua) tersebut. Postulat yang selama ini di yakini oleh para
ilmuan perlu implikasikan dalam tataran nyata praktik keperawatan, sehingga
praktik keperawatan benar-benar mampu memberi manfaat bagi kehidupan
masyarakat.
Perkembangan
ilmu keperawatan perlu diikutip dengan pengembangan praktik keperawatan, yang
pada akhirnya mampu memberikan kontribusi terhadap masalah masalah kesehatan
yang dihadapi oleh masyarakat. Secara umum, implikasi/ praktik keperawatan yang
dapat dikembangkan dengan proses menua dapat didasarkan dapat teori menua/secara
biologis, psikologis, dan sosial. Berkut adalah uraian bentuk-bentuk aplikasi
asuhan keperawatan yang diberikan kepada individu yang negalami proses penuaan,
dengan didasarkan pada teori yang mendasari prose menua itu sendiri.
Iplikasi
keperawatan yang diberikan di dasarkan atau asumsi bahwa tindkan keperawatan
yang diberikan lebih di tekankan pada upaya untuk memodifikasi fakotr-faktor
secara teoritis di anggap dapat mempercepat prose penuaan. Istilah lain yang
digunakan untuk menunjukkan teori menua adalah senescence. Menurut Sunaryo
(2016), senescence diartikan sebagai perubahan perilaku sesuai usia akibat
penurunan kekuatan dan kemampuan adaptasi.
2.1.2 Pengertian Lansia
Lanjut usia
adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke atas (Hardwiyanto & Setiabudhi,
2005). Pada lanjut usia alan terjadi proses menghilangnya kemampuan jaringan
untuk memperbaiki diri atau mengganti dan mempertahankan fungsi normalnya
secara perlahan-lahan sehingga tidak dapat berhan terhadap infeksi dan
meperbarbaakan kerusakan yang terjadi
(Aster, 2009).
Oleh karetan itu dalam tubuh akan menumpuk
makin banayk distorsi metabolik dan struktural yang disebut penyakit
dengeneratif yang menyebabkan lansia akan mengakhiri hidup dengan episode
terminal (Sunaryo, 2016).Lansia merupakan periode penutup dalam rentang
kehidupan seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah beranjak jauh
dari periode terdahulu (Peldian Olds, 2007).
Proses menua
(aging) adalah suatu proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologi maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain (Sudaryanto,
2008). Lansia akan mengalamiperubahan yang terkait dengan biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual yang kecepatan perubahan tersebut berbeda untuk setiap
individu. Jenis kelamin, rasa, kelas sosial, dan keimanan menciptakan interaksi
yang komplek yang berkontribusi dalam proses penuaan setiap individu.
2.1.3 Batasan Umur Lanjut Usia
Menurut pendapat
berbagai ahli dalam Efendi dalam Sunaryo (2016), batas-batas umur yang mencakup
batas umur lansia sebagai berikut:
1.
Menurut
undang-undangn Nomor 13 Tahun 1998 dalam Bab 1 Pasal 1 ayat 2 yang berbunyi
“Lanjut usia adalah seseorang yang mmencapai usia 60 tahun ke atas”.
2.
Menurut
Wordl Health Organization (WHO), usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria
berikut usia pertengahan (middle age) ialah 45-59 tahun, lanjut usia (elderly)
ialah 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) ialah 75-90 tahun, usia sangat tua
(very old) ialah di batsu 90 tahun.
3.
Menurut
Dra. Jos Masdani (Psikolog UI) terdapat empat fase, yaitu: pertama (fase
inventus) ialah 25-40 tahun, kedua (Fase virilities) ialah 40-55 tahun, ketiga
(fase presenium) ialah 55-65 tahun, keempat (fase senium) ialah 65 sampai tutup
usia.
4.
Menurut
Prof. Dr. Koesoemato Setypnegoro masa lanjut usia (geriatric age) > 65
tahun, atau 70 tahun. Masa lanjut usia (getiatric age) itu sendiri dibagi
menjadi tiga batasan umur, yaitu young old (70-75 tahun), old (75-80 tahun),
dan very old (> 80 tahun) (Efendi & Makhfudli, 2009).
Usia lanjut
dikatakan sebagai tahap akhir perkembangan pada daur kehidupan manusia.
Sedangkan menurut pasal 1 ayat (2), (3), (4) UU No. 13 Tahun 1998 tentang
Kesehatan dikatakan bahwa usia lanjut adalah seseorang yang telah mencapai usia
lebih dari 60 tahun (Maryam, 2008).
2.1.4 Perubahan yang Terjadi Pada Lanjut Usia
Menurut
Suiraoka, (2012), penyakit degeneratif adalah istilah medis untuk menjelaskan
suatu penyakit yang muncul akibat proses kemunduran fungsi sel dalam tubuh
yaitu dari keadaan normal menjadi lebih buruk. Menurut (Meredith Wallace,
2007), beberapa perubahan yang akan terjadi pada lansia diantaranya adalah
perubahan fisik, intlektual, dan keagamaan :
1.
Perubahan
fisik
a.
Sel
saat seseorang memasuki usia lanjut keadaan sel dalam tubuh akan berubah,
seperti jumlahnya yang menurun, ukuran lebih besar sehingga mekanisme perbaikan
sel akan terganggu dan proposi protein di otak, otot, ginjal, darah.
b.
Sistem
persyarafan, keadaan system persyarafan pada lansia akan mengalami perubahan,
seperti mengecilnya syaraf panca indra. Pada indra pendengaran seperti
hilangnya kemampuan pendengaran pada telinga, pada indra penglihatan akan
terjadi seperti kekeruhan kornea, hilangnya daya akomodasi dan menurunnya
lapang pandang. Pada indra peraba akan terjadi seperti respon terhadap nyeri
menurun dan kelenjer keringat berkurang. Pada indra pembau akan terjadinya seperti
menurunnya kekuatan otot pernapasan, sehingga kemampuan membau juga berkurang.
c.
Sistem
gastrointestinal, pada lansia akan terjadi menurunnya selera makan, seringnya
terjadi konstipasi, menurunnya produksi air liur (saliva) dang era peristaltic
usus juga menurun.
d.
Sistem
genitourinaria, pada lansia ginjal akan mengalami pengecilan sehingga aliran
darah ke ginjal menurun.
e.
Sistem
musculoskeletal, kehilangan cairan pada tulang dan makin rapuh, keadaan tubuh
akan lebih pendek, persendian kaku dan tendon mengerut.
f.
Sistem
kardiovaskuler, pada lansia jantung akan mengalami pompa darah yang menurun,
ukuran jantung secara keseluruhan menurun dengan tidanya penyakit klinis,
denyut jantung menurun, katup jantung pada lansia akan lebih tebal dan kaku
akibat dari akumulasi lipid. Tekanan darah sistolik meningkat pada lansia
karena hilangnya distensibility arteri. Tekanan darah diastolic tetap sama atau
meningkat.
2.
Perubahan
intelektual
Akibat proses
penuaan juga akan terjadi kemunduran pada kemampuan otak seperti perubahan
intelegenita quantion (IQ) yaitu fungsi otak kanan mengalami penurnan sehingga
lansia akan mengalami penurunan sehingga lansia akan mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi nonverbal, pemecahan masalah, konsentrasi dan kesulitan mengenal wajah
seseorang. Perubahan yang lain adalah perubahan ingatan, karena penurunan
kemampuan otak maka seorang lansia akan kesulitan untuk menerima rangsangan
yang diberikan kepadanya sehingga kemampuan untuk mengingat pada lansia juga
menurun (Mujahidullah, 2012).
3.
Perubahan
keagamaan
Pada umumnya
lansia akan semakin teratur dalam kehidupan keagamaannya, hal tersebut
bersangkutan dengan keadaan lansia yang akan meninggalkan kehidupan dunia.
2.1.5 Tugas Perkembangan pada Lansia
Tugas
perkembangan adalah tugas yang muncul pada periode tertentu dalam kehidupan
suatu individu (Stanly & Gauntlett, 2007). Ada beberapa tahapan
perkembangan yang terjadi pada lansia, yaitu :
1.
Penyesuaian
diri kepada penurunan kesehatan dan kekuatan fisik.
2.
Penyesuaian
diri kepada masa pension dan hilangnya pendapatan.
3.
Penyesuaian
diri kepada kematian pasangan dan orang terdekat lainnya.
4.
Pembantukan
gabungan (pergelompokan) yang sesuai dengannya.
5.
Pemenuhan
kewajibab social dan kewarganegaran.
6.
Pembentuk
kepuasan pengaturan dalam kehidupan.
2.1.6 Tipe-Tipe Lansia
Beberapa tipe
lansia bergantung pada karakter, pengalaman hidup, lingkungan, kondisi fisik,
mental, sosial, dan ekonominya (Maryam, 2008) tipe tersebut di jabarkan sebagai
berikut :
1.
Tipe
lansia bijaksana
Kaya dengan
hikmah, pengalaman, menyesuaikan diri dengan perubahan zaman, mempunyai
kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana, dermawan, memnuhi undangan,
dan menjadi panutan.
2.
Tipe
mandiri
Mengganti kegiatan
yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari pekerjaan, bergaul dengan
teman, dan memenuhi undangan.
3.
Tipe
tidak puas
Konflik lahir
batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah, tidak sabar, mudah
tersinggung, sulit dilayani, pengikuti kegiatan agama dan melakukan pekerjaan
apa saja.
4.
Tipe
masrah
Menerima dan
menunggu nasib baik,, mengikuti kegiatan agama, dan melakukan pekerjaan apa
saja.
5.
Tipe
bingung
Kehilangan
kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal, pasif, dan acuh tak acuh.
2.2 Konsep Hipertensi pada Lansia
2.2.1 Pengertian Hipertensi
Hipertensi
dicirikan dengan peningkatan tekanan darah diastolik dan sistolik yang
intermiten atau menetap.Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHgatau lebih
tinggi pada orang yang berusia diatas 50 tahun memastikan hipertensi. Insiden
hipertensi meningkat seiring bertambahnya usia (Nugroho,2000).
Hipertensi atau
darah tinggi adalah penyakit kelainan jantung dan pembuluh darah yang ditandai
dengan peningkatan tekanan darah. WHO (World Health Organization) memberikan
batasan tekanan darah normal adalah 140/90 mmHg, dan tekanan darah sama atau
diatas 160/95 mmHg dinyatakan sebagai hipertensi. Batasan ini tidak membedakan
antara usia dan jenis kelamin (Marliani, 2007).
Hipertensi dapat
didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanansistoliknya di atas
140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg
(Gardner Samuel, 2008).
2.2.2
Klasifikasi Hipertensi
Hipertensi pada
usia lanjut dibedakan atas (Darmojo, 1977):
- Hipertensi dimana tekanan sistolik
sama atau lebih besar dari 140 mmHg dan / atau tekanan diastolik sama atau
lebih besar dari 90 mmHg.
- Hipertensi sistolik terisolasi dimana
tekanan sistolik lebih besar dari 160 mmHg dan tekanan diastolik lebih
rendah dari 90 mmHg.
2.2.3
Etiologi
Penyebab
hipertensi pada orang dengan lanjut usia menurut Triyanto (2014) adalah
terjadinya perubahan-perubahan pada :
- Elastisitas dinding aorta menurun
- Katub jantung menebal dan menjadi
kaku
- Kemampuan jantung memompa darah
menurun 1% setiap tahun sesudah berumur 20 tahun kemampuan jantung memompa
darah menurun menyebabkan menurunnya kontraksi dan volumenya.
- Kehilangan elastisitas pembuluh
darah Hal ini terjadi karena kurangnya efektifitas pembuluh darah perifer
untuk oksigenasi
- Meningkatnya resistensi pembuluh
darah perifer
Meskipun
hipertensi primer belum diketahui dengan pasti penyebabnya,data-data penelitian
telah menemukan beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi.
Faktor tersebut adalah sebagai berikut :
- Faktor keturunan
Dari data
statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih besar untuk
mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita hipertensi
- Ciri perseorangan
Ciri
perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah:
a.
Umur
( jika umur bertambah maka TD meningkat )
b.
Jenis
kelamin ( laki-laki lebih tinggi dari perempuan )
c.
Ras
( ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih )
d.
Kebiasaan
hidup
Kebiasaan hidup
yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah :
1.
Konsumsi
garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr)
2.
Kegemukan
atau makan berlebihan
3.
Stress
4.
Merokok
5.
Minum alcohol
6.
Minum
obat-obatan ( ephedrine, prednison, epineprin )
Sedangkan
penyebab hipertensi sekunder adalah penyakit-penyakit seperti Ginjal,Glomerulonefritis, Pielonefritis,
Nekrosis tubular akut, Tumor, Vascular, Aterosklerosis, Hiperplasia, Trombosis,
Aneurisma, Emboli kolestrol, Vaskulitis, Kelainan endokrin, DM,
Hipertiroidisme, Hipotiroidisme,Saraf, Stroke, Ensepalitis. Selain itu dapat
juga diakibatkan karena Obat–obatan Kontrasepsi oral Kortikosteroid.
2.2.4
Patofisiolgi
Mekanisme yang
mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah terletak dipusat vasomotor,
pada medulla diotak.Dari pusat vasomotor ini bermula jaras saraf simpatis, yang
berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari kolumna medulla spinalis
ganglia simpatis di toraks dan abdomen.Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan
dalam bentuk impuls yang bergerak ke bawah melalui system saraf simpatis ke
ganglia simpatis. Pada titik ini, neuron preganglion melepaskan asetilkolin,
yang akan merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke
pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya noreepineprin mengakibatkan
konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan ketakutan
dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsang vasokonstriksi.Individu
dengan hipertensi sangat sensitiv terhadap norepinefrin, meskipun tidak
diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat
bersamaan dimana sistem saraf simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respons
rangsang emosi, kelenjar adrenal juga terangsang,mengakibatkan tambahan
aktivitas vasokonstriksi.Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang menyebabkan
vasokonstriksi.Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid lainnya, yang
dapat memperkuat respons vasokonstriktor pembuluh darah.Vasokonstriksi yang
mengakibatkan penurunan aliran ke ginjal, menyebabkan pelepasan rennin.Renin
merangsang pembentukan angiotensin I yang kemudian diubah menjadi angiotensin
II, suatu vasokonstriktor kuat, yang pada gilirannya merangsang sekresi
aldosteron oleh korteks adrenal.Hormon ini menyebabkan retensi natrium dan air
oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan volume intra vaskuler.Semua faktor
ini cenderung mencetuskan keadaan hipertensi.
Sebagai
pertimbangan gerontologis dimana terjadi perubahan structural dan fungsional
pada system pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh
darah, yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang
pembuluh darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya
dalam mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup)
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer
(Smeltzer & Bare,2008).
2.2.5
Tanda dan Gejala Hipertensi
Tanda dan gejala
pada hipertensi dibedakan menjadi :
1.
Tidak
ada gejala
Tidak ada gejala
yang spesifik yang dapat dihubungkan dengan peningkatan tekanan darah, selain
penentuan tekanan arteri oleh dokter yang memeriksa. Hal ini berarti hipertensi
arterial tidak akan pernah terdiagnosa jika tekanan arteri tidak terukur.
2.
Gejala
yang lazim
Sering dikatakan
bahwa gejala terlazim yang menyertai hipertensi meliputi nyeri kepala dan
kelelahan.Dalam kenyataannya ini merupakan gejala terlazim yang mengenai
kebanyakan pasien yang mencari pertolongan medis.
Menurut Kasron
(2001), manifestasi klinis beberapa pasien yang menderita hipertensi yaitu :
Mengeluh sakit kepala, pusing Lemas, kelelahan, Sesak nafas,Gelisah, Mual
Muntah, Epistaksis, Kesadaran menurun.
2.2.6
Pemeriksaan Penunjang
1.
Hemoglobin
/ hematokrit
Untuk mengkaji
hubungan dari sel–sel terhadap volume cairan (viskositas) dan dapat
mengindikasikan factor–factor resiko seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2.
Kalium
serum
Hipokalemia
dapat megindikasikan adanya aldosteron utama (penyebab) atau menjadi efek
samping terapi diuretik.
3.
Kalsium
serum
Peningkatan
kadar kalsium serum dapat menyebabkan hipertensi\
4.
Kolesterol
dan trigliserid serum
Peningkatan
kadar dapat mengindikasikan pencetus untuk / adanya pembentukan plak
ateromatosa ( efek kardiovaskuler )
5.
Pemeriksaan
tiroid
Hipertiroidisme
dapat menimbulkan vasokonstriksi dan hipertensi
6.
Kadar
aldosteron urin/serum
Untuk mengkaji
aldosteronisme primer ( penyebab )
1.
Urinalisa
Darah, protein,
glukosa mengisyaratkan disfungsi ginjal dan atau adanya diabetes.
2.
Asam
urat
Hiperurisemia
telah menjadi implikasi faktor resiko hipertensi
3.
Steroid
urin
Kenaiakn dapat
mengindikasikan hiperadrenalism
4.
Foto
dada
Menunjukkan
obstruksi kalsifikasi pada area katub, perbesaran jantung
5.
CT
scan
Untuk mengkaji tumor
serebral, ensefalopati
6.
EKG
Dapat
menunjukkan pembesaran jantung, pola regangan, gangguan konduksi, peninggian
gelombang P adalah salah satu tanda dini penyakit jantung hipertensi.
2.2.7
Penatalaksanaan
Pengelolaan
hipertensi bertujuan untuk mencegah morbiditas dan mortalitas akibat komplikasi
kardiovaskuler yang berhubungan dengan pencapaian dan pemeliharaan tekanan
darah dibawah 140/90 mmHg.
Prinsip
pengelolaan penyakit hipertensi meliputi.
1.
Terapi
tanpa Obat
Terapi tanpa
obat digunakan sebagai tindakan untuk hipertensi ringan dan sebagai tindakan
suportif pada hipertensi sedang dan berat. Terapi tanpa obat ini meliputi :
a.
Diet
Diet yang
dianjurkan untuk penderita hipertensi adalah :
a)
Restriksi
garam secara moderat dari 10 gr/hr menjadi 5 gr/hr
b)
Diet
rendah kolesterol dan rendah asam lemak jenuh
c)
Penurunan
berat badan
d)
Penurunan
asupan etanol
e)
Menghentikan
merokok
b.
Latihan
Fisik
Latihan fisik
atau olah raga yang teratur dan terarah yang dianjurkan untuk penderita
hipertensi adalah olah raga yang mempunyai empat prinsip yaitu: Macam olah raga
yaitu isotonis dan dinamis seperti lari, jogging, bersepeda, berenang dan
lain-lain.
Intensitas olah
raga yang baik antara 60-80 % dari kapasitas aerobic atau 72-87 % dari denyut
nadi maksimal yang disebut zona latihan. Lamanya latihan berkisar antara 20 –
25 menit berada dalam zona latihan Frekuensi latihan sebaiknya 3 x perminggu
dan paling baik 5x perminggu.
c.
Edukasi
Psikologis
Pemberian
edukasi psikologis untuk penderita hipertensi meliputi :
a)
Tehnik
Biofeedback
Biofeedback adalah
suatu tehnik yang dipakai untuk menunjukkan pada subyek tanda-tanda mengenai
keadaan tubuh yang secara sadar oleh subyek dianggap tidak normal.
Penerapan
biofeedback terutama dipakai untuk mengatasi gangguan somatik seperti nyeri
kepala dan migrain, juga untuk gangguan psikologis seperti kecemasan dan
ketegangan.
b)
Tehnik
relaksasi
Relaksasi adalah
suatu prosedur atau tehnik yang bertujuan untuk mengurangi ketegangan atau
kecemasan, dengan cara melatih penderita untuk dapat belajar membuat otot-otot
dalam tubuh menjadi rilek.
c)
Pendidikan
Kesehatan ( Penyuluhan )
Tujuan
pendidikan kesehatan yaitu untuk meningkatkan pengetahuan pasien tentang
penyakit hipertensi dan pengelolaannya sehingga pasien dapat mempertahankan hidupnya
dan mencegah komplikasi lebih lanjut
BAB
III
ASUHAN
KEPERAWATAN
3.1
Pengkajian
3.1.1
Identitas
Pasien
Nama
: Ny.A
Usia : 70 tahun
Jenis
Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Suku
Bangsa : Minang
Pendidikan
Terakhir : D3 Bidan
Diagnosa
Medis : Hipertensi
Alamat : Sukarna Hatta
33c Bukittinggi
3.1.2
Riwayat
Kesehatan
1. Keluhan
utama
Ny.A mengatakan
keluhan utama yang dirasakan yaitu kepala sakit,pusing,nyeri di bagian tengguk
dan terasa berat dan nyeri sering hilang timbul ,badan terasa berat dan susah
tidur. Ny.A mengatakan keluhan dirasakan mendadak dan Ny.A juga mengatakan
merasakan timbulnya keluhan dimulai saat bangun tidur
2.
Riwayat
penyakit dahulu
Ny.A mengatakan
pernah menderita penyakit hipertensi lebih kurang 5 tahun yang lalu.
3.1.3
Pemeriksaan Fisik
1.
Keadaan
umum (TTV)
TD : 180/90 mmHg
N : 88x/menit
RR : 18x/menit
S : 36,5°C
2.
Kepala
dan Rambut
Warna rambut
putih ,rambut pendek dan bersih,tidak adanya lesi dan udem dikepala
3.
Mata
Penglihatan
terlihat kabur,adanya masalah pada penglihatan
4.
Telinga
Telinga bersih pendengar
baik,tidak ada gangguan fungsi pendengaran
5.
Mulur,gigi
dan bibir
Mulut dan gigi
kurang bersih,gigi tidak lengkap,bibir lembab dan nafas bau
6.
Dada
Simetris kiri
dan kanan,tidak ada jejas,tidak ada odema,frekuensi pernafasan 18x/menit,
tidakada terdengar suara nafas tambahan.
7.
Abdomen
Simetris kiri
dan kanan,tidak ada luka bekas operasi,tidak ada tampak pembengkakan pada
abdomen
8.
Kulit
Warnakulit sawo
matang,kulit lembab,bersih keriput,tidak ada luka lecet pada kulit
9.
Ekstremitas
atas
Kekuatan otot
ekstremitas 5,tidak ada nyeri sendi saat digerakan dan fungsi otot baik
10. Ekstremitas bawah
Fungsi otot
baik,namun sering sakit saat berjalan dan pasien belajar menggunakan tongkat.
3.1.4
Pola Kebiasaan Sehari-hari
1. Nutrisi
1.
Frekuensi
makan
Ny.A mengatakan
makan sehari 3x
2.
Nafsu
makan
Ny.A mengatakan
nafsu makan kadang-kadang ada. Ny.A mengatakan jika kepala sakit,pusing,pundak
berat nafsu makan menurun
3.
Jenis
makanan
Ny.A mengatakan
jenis makanan beragam seperti nasi dengan ikan,telur sayur,ayam dan terkadang
daging
4.
Pantangan
makanan
Ny.A mengatakan
tidak ada pantangan terhadap makanan tetapi Ny.A sudah mengurangi makan yang
bergaram dan mengandung lemak dan santan.
2. Eliminasi
1.
BAK
Ny.A mengatakan
biasa BAK kurang lebih 5x dalam sehari
2.
BAB
Ny.A mengatakan
BAB 1-2x/perhari
3.
Personal
Hygiene
a.
Mandi
Ny.A mengatakan
sebelum sakit ia mandi 2x sehari pagi dan sore,tapi setelah sakit ia hanya
mandi 1 kali sehari karena kesulitan beraktivitas
b.
Oral
Hygiene
Ny.A mengatakan
menggosok gigi 2 kali sehari
c.
Cuci
rambut
Ny.A mengatakan
mencuci rambut 2 hari sekali dengan menggunakan sampo
d.
Kuku
dan tangan
Ny.A mengatakan
gunting kuku 1x semiggu dan Mengatakan cuci tangan pakek sabun.
3.2 Analisa
Data
No |
Data |
Masalah |
1 |
Ds
: -
Klien
mengatakan sering pusing -
Nyeri
dibagian tengguk -
Klien
mengatakan penglihatanya tidakjelas atau buram Do : -
Skala
nyeri 3 -
Nyeri
hilang timbul -
TTV TD : 180/90
mmHg N: 88x/menit RR : 18x/menit S : 36,5°C |
Nyeri |
2 |
Ds: -
Klien
mengatakan susah untuk berjalan karna kakinya sakit Do: -
Klien
tampak memakai tongkat -
TTV TD : 180/90
mmHg N: 88x/menit RR: 18x/menit S : 36,5°C |
Intoleransi aktivitas |
3 |
Ds:
-
Klien
mengatakan mandi 1 kali sehari karna sulit untuk beraktivitas Do: -
Klien
tampak kusam -
Bau
mulut -
Mandi
terkadang masih diingatkan |
Deficit
Perawatan diri |
3.3 Diagnosa
Keperawatan
1.
Nyeri
2.
Intoleransi
aktivitas
3.
Deficit
perawatan diri
3.4 Intervensi
Keperawatan
No |
Diagnosa |
Noc |
Nic |
1 |
Nyeri
|
setelahdiberikan
keperawatan 1x24 jam diharapkan
tingkat nyeri berkurang criteria
hasil: -
nyeri
menurun -
nafsu
makan meningkat -
tingkatkenyamanan
meningkat |
Manajemen nyeri -
lakukan
pengkajian nyeri komprehensifyang lokasi, karakteristik,frekuensi
kualitas,intensitas atau beratnya
nyerifactor pencetus -
observasi
adanygena petunjuk nonverbal mengenai ketidaknyamanan. -
Evaluasi
pengalaman nyeri -
Dorong
pasien untuk memonitor nyeri -
Pemberian
obat nyeri |
2 |
Intoleransi
aktivitas |
Setelah
dilakukan tindakan keperawatan 1x24 jam diharapkan daya tahan meningkat Criteria hasil
: -
Daya
tahan meningkat -
Kenyamanan
meningkat -
Istirahat |
-
Bantu
mengembangkan rencana latihan -
Demonstrasikan
ulang latihan,jika diperlukan -
Monitor
toleransi latihan -
Evaluasi
kembali rencana latihan jika gejala toleransi menetap sebelah penghentian
latihan |
3 |
defisit
perawatan diri |
Setelah diberikan tindakan
keperawatan 1x 24 jam
diharapkan perawatan
diri: kebersihan
meningkat Kriteri hasil: -
Status
kenyamanan :lingkungan -
Penampilan
mekanik tubuh. |
-
Pertimbangkan
budaya pasien saat mempromosikan aktivitas perawatan diri -
Sediakan
barang pribadi yang diinginkan -
Fasilitasi
pasin untuk mandi -
Monitor
integritas kulit pasien. |
3.5 Implementasi Dan Evaluasi
Hari Tanggal |
Diagnosa |
Implementasi |
Evaluasi |
18 april 2019 10.00 wib |
Nyeri |
1.
mengkaji
nyeri meliputi lokasi
karekteristik,durasi frekuensi ,intensitas,atau keparahan nyeri . 2.
mengkaji
tingkat skala nyeri (0-10) 3.
menciptakan
lingkungan yang nyaman seperti menguragi kebisigan suara 4.
mengajarkan
klien posisi nyaman semi fowler 5.
mengajarkan
teknik relaksasi napas dalam untuk mengurangi nyeri 6.
memberikan
penkes tentang nyeri kepada klien 7.
kolaborasikan
dengan pemberian analgetik sesuai anjuran dokter 8.
mengajarkan
latihan slow deep breathing |
S : klien mengatakan nyeri pada kepala dan tengkuk O : skala nyeri 3, ekspresi normal, TD 170/90 mmHg A : masalah belum Teratasi P : intervensi Dilanjutkan I : Intervensi 2, 3, 4, 5, 6, 7 E : diharapkan nyeri klien berkurang |
18 april 2019 10.00 wib |
Intoleransi aktivitas |
1.
kaji tingkat
kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur ,berdiri 2.
kaji respon emosi,social,dan
spiritual terhadap aktivittas 3.
pantau
asupan nutrisi untuk memastikan sumber energy
yang adekuat 4.
pantau pola
tidur pasien danlamanya waktu tidur 5.
bantu pasien
ntuk mengubah posisi tidur bsecara berkala 6.
anjurkan
periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian 7.
bantu pasien
untuk mengidentifikasi pilihan aktivitas |
S : pasien mengatakan kalau berjalan kakinya terasa sakit O : pasien tanpak meringis kesakitan saat berjalan A : masalah belum teratasai P : intervensi dilanjutkan I : intervensi 1,2,3, 4, 5,6,7 E : diharapkan klian bisa beraktivitas seperti biasa |
18 April 2019 Jam 14.00 wib |
Defisit perawatan diri |
1.
Identifikasi
kesulitan dalamberpakaian/perawatan diri, seperti:keterbatasan gerak fisik,
apatis/depresi,penurunan kognitif seperti apraksia. 2.
Identifikasi
kebutuhan kebersihan dari dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan peraatan
rambut/kuku/kulit,bersihkan kaca mata,dan gosok gigi 3.
Perhatikan
adanya tanda-tanda nonverbal yang fisiologis. 4.
Beri banyak waktu
untuk melakukan tugas |
S : klien mengatakan mandi kadang 1 kali dalam 1 hari O : klien banyak diam, duduk diteras dan tidur dikamar A : masalah belum teratasi P : intervensi dilanjutkan I : intervensi 2. 3, 4 E : diharapkan pasien mampu melakukan aktivitas seperti biasa |
19April 2019 10.00 wib |
Nyeri |
1.
mengkaji
nyeri meliputi lokasi karekteristik,durasi frekuensi ,intensitas,atau keparahan
nyeri . 2.
mengkaji
tingkat skala nyeri (0-10) 3.
menciptakan lingkungan
yang nyaman seperti menguragi kebisigan suara 4.
mengajarkan
klien posisi nyaman semi fowler 5.
mengajarkan
latihan slow deep breathing |
S : klien mengatakan nyeri pada kepala dan tengkuk hilang timbul O : skala nyeri 2, ekspresi normal, A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan I : Intervensi 2, 3, 5 E : diharapkan nyeri klien berkurang dan hilang |
19 April 2019 10.00 wib |
Intoleransi aktivitas |
1.
kaji tingkat
kemampuan pasien untuk berpindah dari tempat tidur,berdiri. 2.
kaji respon
emosi ,sosial, dan spiritual terhadap aktivitas . 3.
pantau
asupan nutrisi untuk memastikan sumber energi yang adekuat 4.
pantau pola
tidur pasien dan lamanya waktu tidur 5.
bantu pasien
untuk mengubah posisi tidur secara berkala 6.
anjurkan
periode untuk istirahat dan aktivitas secara bergantian . 7.
bantu pasien
untuk mengidebtifikasi pilihan aktivitas |
S : pasien mengatakan pada saat berjalan kakinya masih terasa sakit O : pasien tanpak meringis kesakitan saat berjalan A : masalah belum teratasai P : intervensi dilanjutkan I : intervensi 1,2,3, 5,6, E : diharapkan klian bisa beraktivitas seperti biasa |
19 April 2019 Jam 14.00 wib |
Defisit perawatan diri |
1.
Identifikasi kesulitan dalam berpakaian/perawatan diri, seperti:keterbatasan gerak fisik,
apatis/depresi, penurunan kognitif seperti apraksia. 2.
Identifikasi
kebutuhan kebersihan dari dan berikan bantuan sesuai kebutuhan dengan peraatan
rambut/kuku/kulit,bersihkan kaca mata,dan gosok gigi 3.
Perhatikan
adanya tanda-tanda nonverbal yang fisiologis. 4.
Beri banyak waktu
untuk melakukan tugas |
S : klien mengatakan mandi 2 kali dalam 1 hari O : klien banyak diam, duduk diteras dan tidur dikamar A : masalah teratasi sebagian P : intervensi dilanjutkan I : intervensi 2. 3, 4 |
BAB
IV
PENUTUP
4.1
Kesimpulan
Berdasarkan
pengetahuan yang berkembang dalam pembahasan tentang teori proses menjadi tua
(menua) yang hingga saat ini di anut oleh gerontologis, maka dalam tingkatan
kompetensinya, perawat perlu mengembangkan konsep dan teori keperawatan
sekaligus praktik keperawatan yang didasarkan atas teori proses menjadi tua
(menua) tersebut.
Lanjut usia
adalah kelompok manusia yang berusia 60 tahun ke atas. Lansia merupakan periode penutup dalam
rentang kehidupan seseorang, yaitu suatu periode dimana seseorang telah
beranjak jauh dari periode terdahulu (Peldian Olds, 2007).
Proses menua
(aging) adalah suatu proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi fisik,
psikologi maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain (Sudaryanto,
2008). Lansia akan mengalamiperubahan yang terkait dengan biologis, psikologis,
sosial, dan spiritual yang kecepatan perubahan tersebut berbeda untuk setiap
individu.
Hipertensi dapat
didefinisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanansistoliknya di atas
140 mmHg dan diastolik di atas 90 mmHg. Pada populasi lansia, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg
4.2
Saran
Semoga makalah yang kami buat sangat bermanfaat bagi
pembelajaran kita dan tentunya untuk kehidupan kita kedepannya, disini kami
sangat membutuhkan saran dari pembaca untuk dapat memberikan kritik kepada kami
agar kami bisa lebih baik kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
Adib, M. (2012). Cara Mudah Memahami dan Menghindari
Hipertensi Jantung dan Stroke. Yogyakarta: Dianloka.
Adriansyah, M. (2012). Medikal Bedah Untuk Mahasiswa.
Yogyakarta: Diva Press.
Association, A. H.
(2018). Spanish Society of Hypertension
position statement on the 2017 ACC/AHA hypertension
guidelines. Hipertension y Riesgo Vascular, (xx), 1–11.
Brunner, &
Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta:EGC.
Corwin, E. J. (2009). Buku Saku Patofisiologi. Jakarta: EGC.
Gardner Samuel, F.
(2008). Smart Treatment For Hight Blood
Pressure. Jakarta:Gramedia Pustaka Utama.
Indriana, Y. (2012). Gerontologi dan Progeria. Jakarta:
Selemba Medika.
Joseph, C. N. (2005). Slow breathing improves arterial baroreflex
sensitivity and decreases blood pressure in essential hypertension.
Hypertension, 46(4),714–718.
Kozier, B. (2010). Fundamental of Nursing. California:
Addist Asley Publishing Company.
Marliani, L., & S,
H. T. (2007). 100 Question Answer
Hipertensi. Jakarta: PT Elex Media.
Maryam, R. S. (2008). Mengenal Usia Lanjut dan Perawatannya.
Jakarta:Selemba Medika.
Meredith Wallace.
(2007). Essentials Of Gerontological
Nursing. New York:Springer Publishing Company.
Nugroho, H. W. (2000). Keperawatan Gerontik & Geriatrik.
Jakarta: EGC.
Peldian Olds, P.
(2007). Human Development Perkembangan
Manusia. Jakarta:Selemba Humanika.
Potter, & Perry.
(2005). Buku Ajar Fundamental Keperawatan.
Jakarta: EGC.
Hardwiyanto, &
Setiabudhi, T. (2005). Menjaga
Keseimbangan Kualitas Hidup Para Lanjut Usia. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama.
Pratiwi, D. (2016). Pemberian Teknik Relaksai Nafas Dalam
Terhadap Adaptasi Nyeri Persalinan Ibu Bersalin Kala I Fase Aktif Pada Asuhan
Keperawatan Ny.W Di Puskesmas Sibela Mojosongo. Skripsi, 11–75.
Riskesdas. (2018). Riset Kesehatan Dasar 2018. Kementrian
Kesehatan Republik Indonesia, 1–100.
Rosid. Suara Pembaharuan: Banyak Kasus Hipertensi
Tidak Terdiagnosa. (2012).
Smeltzer, B. C., &
Bare, B. G. (2008). Buku Ajar Keperawatan
Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Stanly, M., &
Gauntlett, P. (2007). Buku Ajar
Keperawatan Gerontik. Jakarta:EGC.
Suiraoka. (2012). Penyakit Degeneratif. Yogyakarta: Nuha
Medika.
Sumbar, D. K. (2017). Profil kesehatan kota padang.
Sunaryo. (2016). Asuhan Keperawatan Gerontik. Yogyakarta:
CV ANDIOFFSET.
Susanti, D. (2015). Technique (Seft) Terhadap Penurunan Tekanan
Darah Pada Penderita Hipertensi Di Wilayah Kerja Puskesmas Pauh Kota Padang. Fakultas
Keperawatan.
Tarwoto. (2011). Pengaruh Latihan Slow Deep Breathing Terhadap
Intensitas Nyeri Kepala Akut Pada Pasien Cedera Kepala Ringan.
Triyanto, E. (2014). Pelayana Keperawatan Bagi Penderita
Hipertensi Secara Terpadu. Yogyakarta: Graha Ilmu.
No comments:
Post a Comment