Wednesday, 13 March 2019

MAKALAH ALZHEIMER

BAB I
KONSEP TEORI

A.    Pengertian
Penyakit alzheimer adalah penyakit degeneratif otak yang progresif, yang mematikan sel otak sehingga mengakibatkan menurunnya daya ingat, kemampuan berpikir, dan perubahan perilaku.
(Wahyudi Nugroho, 2002, hal 176)
Penyakit Alzheimer adalah penyakit yang bersifat degeneratif dan progresif pada otak yang menyebabkan cacat spesifik pada neuron, serta mengakibatkan gangguan memori, berpikir, dan tingkah laku.
 (Sylvia, A. Price, 2006, hal 1134)
Penyakit alzheimer adalah penyakit degenerasi neuron kolinergik yang merusak dan menimbulkan kelumpuhan, yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.
(Arif Muttaqin, 2008, hal 364)
Kesimpulannya, penyakit Alzheimer adalah penyakit degeneratif yang menyerang sel otak secara progresif yang mengakibatkan penurunan daya ingat, gangguan memori, berpikir tingkah laku dan kelumpuhan yang terutama menyerang orang berusia 65 tahun ke atas.

B.     Etiologi
Penyebab degenrasi neuron kolinergik pada penyakit Alzheimer tidak diketahui. Sampai sekarang belum satupun penyebab penyakit ini diketahui, tetapi ada tiga teori utama mengenai penyebabnya, yaitu :
1.      Virus lambat
Merupakan teori yang paling populer(meskipun belum terbukti) adalah yang berkaitan dengan virus lambat. Virus-virus ini mempunyai masa inkubasi 2-30 tahun sehingga transmisinya sulit dibuktikan. Beberapa jenis tertentu dari ensefalopati viral ditandai oleh perubahan patologis yang menyerupai plak senilis pada penyakit Alzheimer.

2.      Proses Autoimun
Teori autoimun berdasarkan pada adanya peningkatan kadar antibodi-antibodi reaktif terhadap otak pada penderita penyakit Alzheimer. Ada dua tipe amigaloid(suatu kompleks protein dengan ciri seperti pati yang diproduksi dan dideposit pada keadaan-keadaan patologis tertentu), yang satu kompos isinya terdiri atas rantai-rantai IgG dan yang lainnya tidak diketahui. Teori ini menyatakan bahwa komplek antigen-antibodi dikatabolisir oleh fagosit dan fragmen-fragmen imunoglobulin dihancurkan di dalam lisosom.
3.      Keracunan aluminium
Teori keracunan aluminium menyatakan bahwa karena aluminium bersifat neurotoksik, maka dapat menyebabkan perubahan neuofibrilar pada otak. Deposit aluminium telah diidentifikasi pada beberapa klien dengan penyakit Alzheimer, tetapi beberapa perubahan patologi yang menyertai penyakit ini berbeda dengan yang terlihat pada keracunan aluminium.
(Arif Muttaqin, 2008, hal 364-365)

C.    Patofisiologi
Proses penuaan yang terjadi pada otak dapat berupa penurunan berat otak, pelebaran sulci serebral, penyempitan gyrus dan pembesaran ventrikel-ventrikel.
Terjadinya penyakit Alzheimer ini disebabkan karena adanya proses degeneratif dan hilangnya kemampuan selektif sel-sel dalam korteks serebral. Hilangnya sel-sel otak baik di kortikal maupun struktur subkortikal misalnya sel cholinergik mengakibatkan menurunnya produksi neurotransmiter acethylcoline sampai dengan 75 %.
Hal ini yang kemudian menimbulkan gangguan kognitif. Neuro transmiter lain yang mengalami penurunan adalah nerophinephrine, dopamin, serotinin.
Secara mikroskopik pasien alzheimer ditemukan adanya lesi pada jaringan otak yang berupa “Neuritic Plague, Neurofibrillary tangles” serta adanya degenerasi granulo vaskuler. Neuritic Plague mengelilingi sel-sel saraf terminal baik akson maupun dendrit yang mengandung amiloid protein. Penumpukan Neuritic Plague pada frontal korteks dan hipokampus mengakibatkan penurunan fungsi. Neurofibrillary Tangles merupakan massa fibrosa pada sel saraf. Disamping itu kemungkinan degeneratif sel otak juga terjadi akibat proses metabolisme. Dimana pada pasien dengan alzheimer umumnya usia lanjut dan terjadi penurunan metabolisme sekitar 25 %.
(Tarwoto, 2007, hal 181-182)

Patways
Faktor predisposisi : Virus Lambat, Proses Autoimun, Keracunan Aluminium, dan Genetik
Penurunan metabolisme dan aliran darah di korteks parietalis superior

Degenerasi neuron Kolinergik


Kekusutan neurofibrilar yang difus
Hilangnya serat saraf kolinergik dikorteks cerebrum
Terjadi plak senilis
Kelainan neurotransmiter
Penurunan sel neuron kolinergik yang berproyeksi ke hipokampus dan amigdala

Asetilkolin   pada otak

Demensia


Perubahan kemampuan merawat diri sendiri
Mengalami masalah dalam mengingat detail pekerjaan, disorientasi terhadap tempat dan waktu, mengalami kesulitan dalam tes ingatan sederhana
Menjadi semakin keras kepala dan bersikap kasar secara verbal dan fisik terhadap orang lain ketika merasa terganggu
Bicaranya tidak jelas dan penuh dengan frase yang tidak berarti

Defisit perawatan diri (berpakaian, higiene)
Gangguan  komunikasi verbal
Resiko terhadap trauma
Gangguan persepsi sensori
D.    Manifestasi Klinis

Gejala klasik penyakit demensi alzheimer adalah kehilangan daya ingat (memori) yang terjadi secara bertahap, termasuk :
1.      Kesulitan menemukan atau menyebutkan kata yang tepat
2.      Tidak mampu mengenali objek
3.      Lupa cara menggunakan benda biasa dan sederhana, seperti pensil
4.      Lupa mematikan kompor, menutup jendela, atau menutup pintu
5.      Suasana hati dan kepribadian dapat berubah
6.      Agitasi, masalah dengan daya ingat, dan membuat keputusan yang buruk dapat menimbulkan perilaku yang tidak biasa.
(Wahyudi Nugroho, 2002, hal 177)

E.     Stadium Demensia Alzheimer
Penyakit demensia alzheimer dapat berlangsung dalam tiga stadium, yaitu :
1.      Stadium awal
Gejala stadium awal yang sering diabaikan dan disalah artikan sebagai usia lanjut atau sebagai bagian normal dari proses otak menua. Klien menunjukan gejala sebagai berikut :
a.       Kesulitan dalam berbahasa
b.      Mengalami kemunduran daya ingat secara bermakana
c.       Disorientasi waktu dan tempat
d.      Sering tersesat di tempat yang biasa dikenal
e.       Kesulitan membuat keputusan
f.       Kehilangan inisiatif dan motivasi
g.      Menunjukan gejala depresi dan agitasi
h.      Kehilangan minat dalam hobi dan aktifitas
2.      Stadium menengah
Proses penyakit berlanjut dan masalah menjadi semakin nyata. Dan klien menunjukan gejala sebagai berikut :
a.       Sangat mudah lupa, terutama untuk peristiwa yang baru dan nama orang
b.      Tidak dapat mengelola kehidupan sendiri tanpa timbul masalah
c.       Tidak dapat memasak, membersihkan rumah, ataupun berbelanja
d.      Sangat bergantung pada orang lain
e.       Semakin sulit berbicara
f.       Membutuhkan bantuan untuk membersihkan diri
g.      Terjadi perubahan perilaku
h.      Adanya gangguan kepribadian

3.      Stadium lanjut
Pada stadium ini terjadi :
a.       Ketidak mandirian dan inaktif yang total
b.      Tidak mengenali anggota keluarga (disorientasi personal)
c.       Sukar memahami dan menilai peristiwa
d.      Tidak mampu menemukan jalan disekitar rumah sendiri
e.       Kesulitan berjalan
f.       Mengalami inkontinensia (berkemih atau defekasi)
g.      Menunjukan perilaku yang tidak wajar di masyarakat
h.      Akhirnya bergantung pada kursi roda / tempat tidur
(Wahyudi Nugriho, 2002, hal 177-179)

F.     Evaluasi Diagnostik
1.      Neuropatologi
Diagnosa definitif tidak dapat ditegakkan tanpa adanya konfirmasi neuropatologi. Secara umum didapatkan:
a.       atropi yang bilateral, simetris lebih menonjol pada lobus temporoparietal, anterior frontal, sedangkan korteks oksipital, korteks motorik primer, sistem somatosensorik tetap utuh
b.      berat otaknya berkisar 1000 gr (850-1250gr).
2.      Pemeriksaan neuropsikologik
Penyakit alzheimer selalu menimbulkan gejala demensia.
a.       Fungsi pemeriksaan neuropsikologik ini untuk menentukan ada atau tidak adanya gangguan fungsi kognitif umum danmengetahui secara rinci pola defisit yang terjadi.
b.      Test psikologis ini juga bertujuan untuk menilai fungsi yang ditampilkan oleh beberapa bagian otak yang berbeda-beda seperti gangguan memori, kehilangan ekspresi, kalkulasi, perhatian dan pengertian berbahasa..
3.      CT scan:
a.       Menyingkirkan kemungkinan adanya penyebab demensia lainnya selain alzheimer seperti multiinfark dan tumor serebri. Atropi kortikal menyeluruh dan pembesaran ventrikel keduanya merupakan gambaran marker dominan yang sangat spesifik pada penyakit ini
b.      Penipisan substansia alba serebri dan pembesaran ventrikel berkorelasi dengan beratnya gejala klinik dan hasil pemeriksaan status mini mental
4.      MRI
a.       Peningkatan intensitas pada daerah kortikal dan periventrikuler (Capping anterior horn pada ventrikel lateral). Capping ini merupakan predileksi untuk demensia awal. Selain didapatkan kelainan di kortikal, gambaran atropi juga terlihat pada daerah subkortikal seperti adanya atropi hipokampus, amigdala, serta pembesaran sisterna basalis dan fissura sylvii.
b.      MRI lebih sensitif untuk membedakan demensia dari penyakit alzheimer dengan penyebab lain, dengan memperhatikan ukuran (atropi) dari hipokampus.

5.      EEG
Berguna untuk mengidentifikasi aktifitas bangkitan yang suklinis. Sedang pada penyakit alzheimer didapatkan perubahan gelombang lambat pada lobus frontalis yang non spesifik
6.      PET (Positron Emission Tomography)
Pada penderita alzheimer, hasil PET ditemukan:
a.       Penurunan aliran darah
b.      Metabolisme O2
c.       Dan glukosa didaerah serebral
d.       Up take I.123 sangat menurun pada regional parietal, hasil ini sangat berkorelasi dengan kelainan fungsi kognisi danselalu dan sesuai dengan hasil observasi penelitian neuropatologi
7.      SPECT (Single Photon Emission Computed Tomography)
Aktivitas I. 123 terendah pada refio parieral penderita alzheimer. Kelainan ini berkolerasi dengan tingkat kerusakan fungsional dan defisit kogitif. Kedua pemeriksaan ini (SPECT dan PET) tidak digunakan secara rutin.
8.      Laboratorium darah
Tidak ada pemeriksaan laboratorium yang spesifik pada penderita alzheimer. Pemeriksaan laboratorium ini hanya untuk menyingkirkan penyebab penyakit demensia lainnya seperti pemeriksaan darah rutin, B12, Calsium, Posfor, BSE, fungsi renal dan hepar, tiroid, asam folat, serologi sifilis, skreening antibody yang dilakukan secara selektif.

G.    Komplikasi
Komplikasi Alzheimer erat kaitannya dengan gangguan immobilisai seperti:
a.       Pneumonia
b.      Inkontinensia urine
c.       Kontraktur
d.       Dekubitus
(Tarwoto, 2007, hal 183)

H.    Penatalaksanaan
Pengobatan penyakit Alzheimer masih sangat terbatas oleh karena penyebab dan patofisiologis masih belum jelas. Pengobatan simptomatik dan suportif seakan hanya memberikan rasa puas pada penderita dan keluarga. Pemberian obat stimulan, vitamin B, C, dan E belum mempunyai efek yang menguntungkan.
1.    Inhibitor kolinesterase
Beberapa tahun terakhir ini, banyak peneliti menggunakan inhibitor untuk pengobatan simptomatik penyakit Alzheimer, dimana penderita Alzheimer didapatkan penurunan kadar asetilkolin. Untuk mencegah penurunan kadar asetilkolin dapat digunakan anti kolinesterase yang bekerja secara sentral seperti fisostigmin, THA (tetrahydroaminoacridine). Pemberian obat ini dikatakan dapat memperbaiki memori dan apraksia selama pemberian berlangsung. Beberapa peneliti mengatakan bahwa obat-obatan anti kolinergik akan memperburuk penampilan intelektual pada organ normal dan penderita Alzheimer.
2.    Thiamin
Penelitian telah membuktikan bahwa pada penderita Alzheimer didapatkan penurunan thiamin pyrophosphatase dependent enzyme yaitu 2 ketoglutarate (75%) dan transketolase (45%), hal ini disebabkan kerusakan neuronal pada nucleus basalis. Pemberian thiamin hidrochloryda dengan dosis 3gr/hari selama tiga bulan peroral, menunjukan perbaikan bermakna terhadap fungsi kognisi dibandingkan placebo selama periode yang sama.
3.    Nootropik
Nootropik merupakan obat psikotropik, telah dibuktikan dapat memperbaiki fungsi kognisi dan proses belajar pada percobaan binatang. Tetapi pemberian 4000mg pada penderita Alzheimer tidak menunjukan perbaikan klinis yang bermakna.
4.    Klonidin
Gangguan fungsi intelektual pada penderita Alzheimer dapat disebabkan kerusakan noradrenergik kortikal. Pemberian klonidin (catapres) yang merupakan noradrenergik alpha 2 reseptor agonis dengan dosis maksimal 1,2 mg peroral selama 4 mgg, didapatkan hasil yang kurang memuaskan untuk memperbaiki fungsi kognitif.
5.    Haloperidol
Pada penderita Alzheimer, sering kali terjadi gangguan psikosis (delusi, halusinasi) dan tingkah laku. Pemberian oral haloperiodol 1-5 mg/hari selama 4 mgg akan memperbaiki gejala tersebut. Bila penderita Alzheimer menderita depresi sebaiknya diberikan tricyclic anti depressant (aminitryptiline25-100 mg/hari).


6.    Acetyl L-Carnitine (ALC)
Merupakan suatu substrate endogen yang disintesa didalam mitokondria dengan bantuan enzim ALC transferace. Penelitian ini menunjukan bahwa ALC dapat meningkatkan aktivitas asetil kolinesterase, kolin asetiltransferase. Pada pemberiaan dosis 1-2 gr /hari/oral selama 1 tahun dalam pengobatan, disimpulakan bahwa dapat memperbaiki atau menghambat progresifitas kerusakan fungsi kognitif.

I.       Upaya menunda kepikunan
Upaya menunda kepikunan dapat dilakukan dengan :
1.      Menghindari faktor resiko yang dapat menimbulkan penyakit alzheimer
2.      Hidup sehat fisik dan rohani ( olahraga teratur dengan makanan 4 sehat 5 sempurna)
3.      Latihan mempertajam memori (kebugaran mental) :
a.       Kerjakan aktifitas sehari-hari secara rutin
b.      Gunakan daftar tugas tertulis, (seperti jenis barang yang akan dibeli)
(Wahyudi Nugroho, 2002, hal 199)



BAB II
SEGI KEPERAWATAN

A.    Pengkajian
1.      Anamnesis
Identitas klien meliputi nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, alamat, pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam masuk rumah sakit, nomor register, dan diagnosa medis. Keluhan utama yang sering menjadi alasan klien dan keluarga untuk meminta pertolongan kesehatan adalah penurunan daya ingat, perubahan kognitif, dan kelumpuhan gerak ekstremitas.
2.      Riwayat penyakit saat ini
Pada anamnesa, klien mengeluhkan sering lupa dan hilangnya ingatan yang baru. Pada beberapa kasus, keluarga sering mengeluhkan bahwa klien sering mengalami tingkah laku aneh dan kacau serta sering keluar rumah sendiri tanpa meminta izin pada anggota keluarga yang lain sehingga sangat meresahkan anggota keluarga yang menjaga klien.
3.      Riwayat Penyakit Dahulu
Pengkajian yang perlu ditanyakan meliputi adanya riwayat hipertensi, diabetes mellitus, penyakit jantung, penggunaaan obat-obatan anti ansietas dalam jangka waktu yang lama. Dan riwayat Sindrom down yang pada suatu saat kemudian menderita penyakit Alzheimer pada usia empat puluhan.
4.      Riwayat Penyakit Keluarga
Penyebab penyakit Alzheimer ditemukan memiliki hubungan genetik yang jelas. Diperkirakan 10-30% klien Alzheimer menunujukkan tipe yang diwariskan dan dinyatakan sebagai penyakit Alzheimer familiar (FAD). Pengkajian adanya anggota generasi terdahulu yang menderita hipertensi dan Diabetes mellitus diperlukan untuk melihat adanya komplikasi penyakit lain yang dapat mempercepat progresifnya penyakit.
5.      Pengkajian Psiko Sosio Spiritual
Pengkajian mekanisme koping yang digunakan klien untuk menilai respons emosi klien terhadap penyakit yang dideritanya dan perubahan peran klien dalam keluarga dan masyarakat serta respons atau pengaruhnya dalam masyarakat. Adanya pperubahan hubungan dan peran kerana klien mengalami kesulitan untuk berkomunikasi akibat gangguan bicara. Pola persepsi dan konsep diri didapatkan klien merasa tidak berdaya, tidak ada harapan, mudah marah, dan tidak kooperatif.
6.      Pemeriksaan fisik
Setelah melakukan anamnesis yang mengrah pada keluhan-keluhan klien, oemeriksaan fisik sangat berguna untuk mendukung data dari pengkajian anamnesis. Pemeriksaan fisik sebaiknya dilakukan per sistem dan terarah(B1-B6) dengan fokus pemeriksaan pada B 3(Brain) dan dihubungkan dengan keluhan-keluhan klien.

1.            Keadaan Umum
Klien dengan penyakit Alzheimer umumnya mengalami penurunan kesadaran sesuai dengan degenerasi neuron kolinergik dan proses senilisme. Adanya perubhan pada tanda vital meliputi bradikardi, hipotensi, dan oenurunan frekuensi pernapasan.
a.      B1 (BREATHING)
Gangguan fungsi pernapasan berkaitan dengan hipoventilasi, inaktivitas, aspirasi , makanan atau saliva, dan berkurangnya fungsi pembersihan saluran napas.
1.      Inspeksi, didapatkan klien batuk atau penurunan kemampuan untuk batuk efektif, peningkatan produksi sputum, sesak napas, dan penggunaan otot bantu napas.
2.      Palpasi, taktil premitus seimbang kanan dan kiri.
3.      Perkusi, adanya suara resonan pada seluruh lapangan paru.
4.      Auskultasi, bunyi napas tambahan seperti napas berbunyi, ronkhi pada klien dengan peningkatan produksi sekret dan kemampuan batuk yang menurun yang sering didapatkan pada klien dengan inaktivitas.
b.      B2 (BLOOD)
Hipotensi postural berkaitan dengan efek samping pemberian obat dan juga gangguan pada pengaturan tekanan darah oleh sistem saraf otonom.
c.       B3 (BRAIN)
Pengkajian B3(brain) merupakan pemeriksaan fokus dan lebih lengkap dibandingkan pengkajian pada sistem lainnya.
Inspeksi umum didapatkan berbagai manifestasi akibat perubahan status kognitif klien.
2.            Pemeriksaan Fungsi Serebri
Status mental : biasanya status mental klien mengalami perubahan yang berhubungan dengan penurunan status
3.      Tingkat kesadaran
Tingkat kesadaran klien biasanya apatis dan juga bergantung pada perubahan status kognitif klien.
 kognitif, penurunan persepsi, dan penurunan meomri baik jangka pendek maupun memori jangka panjang.
4.      Pemeriksaan saraf cranial
a.       Saraf I. Biasanya pada klien dengan penyakit Alzheimer tidak ada kelainan dan fungsi penciuman tidak ada kelainan.
b.      Saraf II. Hasil tes ketajaman penglihatan mengalami perubahan sesuai tingkat usia. Klien dengan penyakit Alzheimer mengalami penurunan ketajaman penglihatan.
c.       Saraf III, IV, VI. Pada beberapa kasus penyakit Alzheimer biasanya tidak ditemukan adanya kelainan pada nervus ini.
d.      Saraf V. Wajah simetris dan tidak ada kelainan pada nervus ini.
e.       Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal.
f.       Saraf VIII. Adanya tuli konduktif dan tuli persepsi berhubungan proses senilis dan penurunan aliran darah regional.
g.      Saraf IX dan X. Didapatkan kesulitan dalam menelan makanan yang berhubungan dengan perubahan status kognitif.
h.      Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan trapezius.
i.        Saraf XII. Lidah simetris, tidak ada deviasi pada satu sisi dan tidak ada fasikulasi. Indra pengecapan normal.

5.      Sistem Motorik
a.       Inspeksi umum, pada tahap lanjut, klien akan mengalami perubahan dan penurunan pada fungsi motorik secara umum.
b.      Tonus otot didapatkan meningkat.
c.       Keseimbangan dan koordinasi, didapatkan mengalami gangguan karena adanya perubahan status kognitif dan ketidakkooperatifan klien dengan metode pemeriksaan.
6.      Pemeriksaan Refleks
Pada tahap lanjut penyakit Alzheimer, sering didapatkan bahwa klien kehilangan refleks postural , apabila klien mencoba untuk berdiri klien akan berdiri dengan kepala cenderung ke depan dan berjalan dengan gaya berjalan seperti di dorong. Kesulitan dalam berputar dan hilangnya keseimbangan(salah satunya ke depan atau ke belakang) dapat menimbulkan sering jatuh.
7.      Sistem Sensorik
Sesuai berlanjutnya usia, klien dengan penyakit Alzheimer mengalami penurunan terhadap sensorik secara progresif. Penurunan sensorik yang ada merupakan hasil dari neuropati yang dihubungkan dengan disfungsi kognitif dan persepsi klien secara umum.
a.      B4 (BLADDER)
Pada tahap lanjut, beberapa klien sering berkemih tidak pada tempatnya, biasanya yang berhubungan dengan penurunan status kognitif pada klien Alzheimer. Penurunan refleks kandung kemih yang bersifat progresif dan klien mungkin mengalami inkontinensia urin, ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhan, dan ketidakmampuan untuk menggunakan urinal karena kerusakan kontrol motorik dan postural.



b.      B5 (BOWEL)
Pemenuhan nutrisi berkurang yang berhubungan dengan asupan nutrisi yang kurang karena kelemahan fisik umum dan perubahan status kognitif. Karena penurunan aktifitas umum, klien sering mengalami konstipasi
c.       B6 (BONE)
Pada tahap lanjut biasanya didapatkan adanya kesulitan untuk beraktivitas karena kelemahan umum dan penurunan status kognitif menyebabkan masalah pada pola aktifitas dan pemenuhan aktivitas sehari-hari. Adanya gangguan keseimbangan dan koordinasi dalam melakukan pergerakan disebabkan karena perubahan pada gay berjalan dan kaku seluruh gerakan akan memberikan risiko pada trauma fifik bila melakukan aktivitas  

B.     Diagnosa Keperawatan
1.         Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori
2.         Defisit perawatan diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene)  berhubungan dengan perubahan proses pikir
3.         Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat dan perubahan proses pikir.
4.         Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses pikir
5.         Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi karena perkembangan penyakit
6.         Resiko injuri berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan komunikasi
7.         Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam lingkungan

C.    Intervensi Keperawatan
1.  Gangguan persepsi sensori berhubungan dengan defisit kognitif, gangguan sensori
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, terjadi peningkatan memori dengan kriteria hasil :
a.       Pasien dapat menunjukkan kemampuan meningkatkan memori, orientasi dan berkurangnya gelisah
Intervensi
Rasional
1.      Perkenalkan namanya
membantu mengingat hal yang penting atau mendasar
2.      Buat jadwal kegiatan
Pasien dapat mengingat kegiatan dan waktu
3.      Pajang foto keluarga, teman, dan rumah
mengingat diri dan keluarga
4.      Lakukan latihan memori yang sederhana
membantu meningkatkan memori pasien
5.      Kaji orientasi pasien
mengidentifikasi kemampuan orientasi pasien
6.      Panggil pasien dengan namanya
mengingat namanya sendiri
7.      Pemberi perwatan sebaiknya orang yang sama
mudah mengingat dan lebih kooperatif
8.      Lakukan pekerjaan yang mudah secara rutin
melatih orientasi pasien
         
2.            Defisit perawatan diri ( makan, minum, berpakaian, hiegiene)  berhubungan dengan perubahan proses pikir
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama dalam waktu 2 x 24 jam, terdapat perilaku peningkatan dalam pemenuhan perawatan diri dengan kriteria hasil :
a.       klien dapat menunjukan perubahan gaya hidup untuk kebutuhan merawat diri
b.      Mengidentifikasikan individu / keluarga yang dapat membantu
Intervensi
Rasional
1.      Hindari aktifitas yang tidak dapat dilakukan klien dan bantu bila perlu
Klien dalam keadaan cemas dan tergantung. Hal ini dilakaukan untuk mencegah frustasi dan harga diri klien
2.      Ajarkan dan dukung klien selama aktifitas
Dukungan pada klien selama aktifitas dapat meningkatkan perawatan diri
3.      Gunakan pagar disekeliling tempat tidur
Memberi bantuan dalam mendorong diri untuk bangun tanpa bentuan orang lain serta mencegah klien mengalami trauma
4.      Modifikasi lingkungan
Untuk mengkompensasi ketidakmampuan fungsi
5.      Identifikasi kebiasaan BAB, anjurkan minum, dan meningkatkan aktifitas
Menigkatkan latihan dan menolong mencagah konstipasi
6.      Kolaborasi
Pemberian supositoria dan pelumas feses atau pencahar
Pertolongan pertama terhadap fungsi bowell atau BAB

3.            Pemenuhan nutrisi yang kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake tidak adekuat dan perubahan proses pikir.
Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam, kebutuhan nutrisi klien terpenuhi dengan kriteria hasil :
a.       Mengerti tentang pentingnya nutrisi bagi tubuh
b.       Memperlihatkan kenaikan berat badan sesuai dengan hasil pemeriksaan laboratorium
Intervensi
Rasional
1.      Evaluasi kemampuan makan klien
Klien mengalami kesulitan dalam mempertahankan berat badan mereka, mulut mereka kering akibat obat-obatan dan mengalami kesulitan mengunyah dan menelan
2.      Observasi / timbang berat badan jika memungkinkan
Tanda kehilangan berat badan dan kekurangn intake nutrisi menunjang terjadinya masalah katabolisme
3.      Kaji fungsi sistem Gastrointestinal yang meliputi suara bising usus
Fungsi sistem gastrointestinal sangant penting untuk makanan
4.      Anjurkan pemberian cairan 2500 cc / hari selama tidak terjadi gangguan jantung
Mencegah terjadinya dehidrasi akibat penggunaan ventilator selama tidak sadar dan mencegah terjadinya konstipasi
5.      Lanjutkan pemeriksaan laboratorium yang diindikasikan seperti serum, transferin, dan glukosa
Memberikan informasi yang tepat tentang keadaan nutrisi yang dibutuhkan klien



4.            Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan perubahan proses piki
Tujuan: dalam waktu 2 x 24 jam, terjadi peningkatan dalam perilaku komunikasi yang efektif dengan kriteria hasil:
a.       membuat teknik/metode komunikasi yang dapat dimengerti sesuai kebutuhan
b.      meningkatkan kemampuan berkomunikasi
Intervensi
Rasional
1.      Kaji kemampuan klien untuk berkomunikasi
Gangguan bicara ada pada banyak klien yang mengalami penyakit Alzheimer
2.      Menentukan cara-cara komunksi seperti mempertahankan kontak mata
Mempertahankan kontak mata akan membuat klien tertarik selama komunikasi
3.      Letakkan bel/lampu panggilan ditempat yang mudah dijangkau dan berikan penjelasan cara menggunakannya
Ketergantungan klien pada ventilator akan lebh baik, rileks, perasaan aman, dan mengerti bahwa selama menggunakan ventilator perawat akan memenuhi segala kebutuhannya
4.      Buatlah catatan dikantor perawatan tentang keadaan klien yang tak dapat berbicara
Mengingatkan staf perawat untuk berespons dengan klien selama memberikan perawatan
5.      Anjurkan keluarga/orang lain yang dekat dengan klien untuk berbicara dengan klien memberikan informasi tentang keluarganya
Keluarga dapat merasakan akrab dengan berada dekat klien selama berbicara
6.      Kolaborasi dengan ahli wicara bahasa
Ahli terapi wicara bahasa dapat membantu dalam membentuk peningkatan latihan percakapan dan membantu patugas kesehatan untuk mengembangkan metode komunikasi

5.            Koping individu tidak efektif berhubungan dengan perubahan proses pikir dan disfungsi karena perkembangan penyakit
Tujuan: dalam waktu 2 x 24  jam, koping menjadi efektif dengan kriteria hasil :
a.        mampu menyatakan komunikasi dengan orang terdekat tentang situasi yang terjadi
b.      Mampu menyatakan penerimaan diri terhadap situasi
Intervensi
Rasional
1.      Kaji perubahan dari gangguan persepsi dan hubungan dengan derajat ketidakmampuan
Menentukan bantuan individual dalam menyusun rencana perawatan
2.      Dukung kemampuan koping
Kepatuhan terhadap program latihan dan berjalan membantu memperlambat kemajuan penyakit
3.      Catat ketika klien menyatakan terpengaruh seperti sekarat
Mendukung penolakan terhadap perasaan negatif terhadap gambaran tubuh
4.      Beri dukungan psikologis secara menyeluruh
Klien Alzheimer sering merasakan malu, sehingga klien dibantu dan didukung untuk mencapai tujuan yang ditetapkan
5.      Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari
Bentuk program aktivitas pada keseluruhan hari untuk mencegah waktu tidur yang terlalu banyak yang dapat mengarah pada tidak adanya keinginan dan apatis.


6.            Resiko injuri berhubungan dengan kehilangan memori, kerusakan motorik dan kerusakan komunikasi
Tujuan : dalam waktu 1 x 24 jam, tidak terjadi injuri pada pasien dengan kriteria hasil :
a.        Injuri dapat dicegah
b.      Tidak terjadi injuri
Intervensi
Rasional
1.      Monitor fungsi motorik dan keseimbangan berjalan
Menetapkan kemungkinan jatuh
2.      Berikan alat bantu tongkat atau kursi roda
Membantu melakukan pergerakan dan mengurangi resiko jatuh
3.      Jelaskan pada pasien setelah bangun tidur tidak langsung melakukan pergerakan
Postural hipotensi kemungkinan terjadi sehingga dapat mengakibatkan pasien jatuh
4.      Penerangan yang cukup dan lantai tidak licin
Mengurangi resiko jatuh
5.      Letakkan benda-benda berbahaya pada tempat yang aman
Menghindari terjadinya cedera
6.      Letakkan benda-benda pada tempat semula dan hindari merubah-rubah tempat
Tidak membingungkan pasien dan meningkatkan daya ingat

7.            Resiko terhadap trauma berhubungan dengan ketidakmampuan untuk mengenal bahaya dalam lingkungan
Tujuan : dalam waktu 2 x 24 jam, tidak terjadi trauma dengan kriteria hasil :
a.       Tidak mengalami trauma
b.       Keluarga mengenali risiko potensial di lingkungan
Intervensi
Rasional
1.      Kaji derajat gangguan kemampuan atau kompetensi, munculnya tingkah laku yang impulsif.
Mengidentifikasi resiko potensial dilingkungan dan mempertinggi kesadaran sehingga pemberi asuhan lebih sadar akan bahaya
2.      Hilangkan atau minimalkan sumber bahaya dalam lingkungan.
Seseorang dengan gangguan kognitif merupakan awal untuk mengalami trauma sebagai akibat ketidakmampuan untuk bertanggung jawab terhadap keamanan
3.      Alihkan perhatian pasien keitka berperilaku berbahaya
Mempertahankan keamanan dengan menghindari konfrontasi yang dapat meningkatkan resiko terjadinya trauma
4.      Kenakan pakaian sesuai lingkungan fisik atau kebutuhan individu
Perlambatan proses metabolisme secara umum mengakibatkan penurunan suhu tubuh
5.      Lakukan pemantauan terhadap efek samping obat
Pasien mungkin tidak dapat melaporkan tanda atau gejala dan obat dapat dengan mudah menimbulkan kadar toksisitas pada lansia.



DAFTAR PUSTAKA


Brunner & Suddarth. 2002. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Corwin, Elizabeth J. 2009. Buku Saku Patofisiologi. Jakarta : EGC
Doenges, Marilynn E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Muttaqin, Arif. 2002. Asuhan Keprawatan Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan.Jakarta : Salemba Medika
Nugroho, Wahyudi. 2002. Keperawatan Gerontik & Geriatik. Jakarta : EGC



No comments:

Post a Comment