ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
HIPOSPADIA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang
Kelainan konginetal
pada penis menjadi suatu masalah yang sangat penting,karena selain berfungsi
sebagai pengeluaran urine juga berfungsi sebagai alat seksual yang pada
kemudian hari dapat berpengaruh terhadap fertilitas. Salah satu kelainan
konginetalterbanyak kedua pada penis setelah cryptorchidism yaitu hipospadia.
Hipospadia adalahsuatu kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak di
bagian bawah dekat pangkal penis. (Ngastiyah, 2005 : 288).
Istilah hipospadia
berasal dari bahasa Yunani, yaitu Hypo(below) dan spaden (opening). Hipospadia
menyebabkan terjadinya berbagai tingkatandefisiensi uretra. Jaringan fibrosis
yang menyebabkan chordee menggantikan fascia Bucksdan tunika dartos. Kulit dan
preputium pada bagian ventral menjadi tipis, tidak sempurna dan
membentuk kerudung dorsal di atas glans (Duckett, 1986, Mc Aninch,1992).
Selain berpengaruh
terhadap fungsi reproduksi yang paling utama adalah pengaruhterhadap psikologis
dan sosial anak.Penyebab dari hiposapadia ini sangat multifaktorial antara lain
disebabkan olehgangguan dan ketidakseimbangan hormone, genetika dan lingkungan.
Ganguankeseimbangan hormon yang dimaksud adalah hormone androgen yang
mengatur organogenesis kelamin (pria). Sedangkan dari faktor genetika ,
dapat terjadi karenagagalnya sintesis androgen sehingga ekspresi dari gen tersebut
tidak terjadi. Dan untuk faktor lingkunagn adalah polutan dan zat yang
bersifat teratogenik yang dapatmengakibatkan mutasi.Di Amerika Serikat,
hipospadia diperkirakan terjadi sekali dalam kehidupan dari350 bayi laki-laki
yang dilahirkan . Angka kejadian ini sangat berbeda tergantung darietnik dan
geogafis. Di Kolumbia 1 dari 225 kelahiran bayi laki-laki.
Belakangan ini
di beberapa negara terjadi peningkatan angka kejadian hipospadia seperti
di daerah Atlantameningkat 3 sampai 5 kali lipat dari 1,1 per 1000 kelahiran
pada tahun 1990 sampai tahun1993. Banyak penulis melaporkan angka kejadian
hipospadia yang bervariasi berkisar antara 1 : 350 per kelahiran
laki-laki. Bila ini kita asumsikan ke negara Indonesia karenaIndonesia belum
mempunyai data pasti berapa jumlah penderita hipospadia dan berapaangka
kejadian hipospadia. Maka berdasarkan data dari Biro Pusat Statistik tahun 2000
menurut kelompok umur dan jenis kelamin usia 0 – 4 tahun yaitu 10.295.701 anak
yangmenderita hipospadia sekitar 29 ribu anak yang memerlukan penanganan
repair hipospadia.
Penatalaksanaan
hipospadia pada bayi dan anak dilakukan dengan prosedur pembedahan.
Tujuaan utama pembedahan ini adalah untuk merekontruksi penis menjadilurus
dengan meatus uretra ditempat yang normal atau dekat normal sehingga
pancarankencing arahnya kedepan. Umumnya di Indonesia banyak terjadi kasus
hipospadia karenakurangnya pengetahuan para bidan saat menangani kelahiran
karena seharusnya anak yanglahir itu laki-laki namun karena melihat lubang
kencingnya di bawah maka di bilang anak itu perempuan. Oleh karena itu
kita sebagai seorang tenanga medis harus menberikaninformasi yang adekuat
kepada para orang tua tentang penyakit ini. Para orang tuahendaknya menghindari
faktor- faktor yang dapat menyebabkan yang dapat menyebabkanhipospadia dan
mendeteksi secara dini kelainan pada anak mereka sehingga dapatdilakukan
penanganan yang tepat.
B.
Tujuan
1. Untuk
menjelaskan dan memahami tentang pengertian hipospadia.
2. Untuk
menjelaskan dan memahami tentang etiologi hipospadia.
3. Untuk
menjelaskan dan memahami tentang patofisiologi hipospadia.
4. Untuk
menjelaskan dan memahami tentang tanda dan gejala hipospadia.
5. Untuk
menjelaskan dan memahami tentang penatalksanaan hipospadia.
6. Untuk
menjelaskan dan memahami tentang prognosa hipospadia.
7. Untuk
menjelaskan dan memahami bedah definitive dan bedah korektif
BAB
II
TINJAUAN PUSTAKA
A.
Pengertian Hipospadia
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan
berupa muara uretra yang terletak di sebelah ventral penis dan sebelah prokimal
ujung penis. Hipospadia merupakan salah satu dari kelainan congenital paling
sering pada genitalia laki laki, terjadi pada satu dalam 350 kelahiran
laki-laki, dapat dikaitkan dengan kelainan kongenital lain seperti anomali
ginjal, undesensus testikulorum dan genetik seperti sindroma klinefelter.
Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan
dimana meatus uretra eksternus terletak dipermukaan ventral penis dan lebih ke
proksimal dari tempatnya yang normal pada ujung gland penis. (Duccket, 1986, Mc
Aninch, 1992)
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana
terjadi hambatan penutupan uretra penis padakehamilan miggu ke 10 sampai ke 14
yang mengakibatkan orifisium uretra tertinggaldisuatu tempat dibagian ventral
penis antara skrotum dan glans penis. (A.H Markum,1991 : 257).
Hipospadia adalah keadaan dimana uretra
bermuara pada suatu tempat lain pada bagian belakang batang penis atau bahkan
pada perineum ( daerah antara kemaluandan anus ). (Davis Hull, 1994
).d.Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan congenital dimana meatus uretra
externaterletak di permukaan ventral penis dan lebih ke proksimal dari
tempatnya yangnormal (ujung glans penis). (Arif Mansjoer, 2000 : 374).
B. Embriologi
Pada embrio berumur 2 minggu baru terdapat 2 lapisan yaitu ektoderm dan
endoderm. Baru kemudian terbentuk lekukan ditengah-tengah yaitu mesoderm yang
kemudian bermigrasi ke perifer, memisahkan ektoderm dan endoderm. Di bagian
kaudal ektoderm dan endoderm tetap bersatu membentuk membrana kloaka. Pada
permulaan minggu ke 6, terbentuk tonjolan antara umbilical cord dan tail yang
disebut genital tubercle. Dibawahnya pada garis tengah terbentuk lekukan dimana
dibagian lateralnya ada 2 lipatan memanjang disebut genital fold. Selama minggu
ke 7, genital tubercle akan memanjang dan membentuk glans. Ini adalah bentuk
primordial dari penis bila embrio laki-laki. Bila wanita akan menjadi clitoris.
Bila terjadi agenesis dari mesoderm, maka genital tubercle tak terbentuk,
sehingga penis juga tak terbentuk. Bagian anterior dari membrana kloaka, yaitu
membrana urogenitalia akan ruptur dan membentuk sinus. Sementara itu sepasang
lipatan yang disebut genital fold akan membentuk sisi dari sinus urogenitalia.
Bila genital fold gagal bersatu diatas sinus urogenitalia maka akan timbul
hipospadia. Selama periode ini juga, terbentuk genital swelling di bagian
lateral kiri dan kanan. Hipospadia yang terberat yaitu jenis penoskrotal,
skrotal dan perineal, terjadi karena kegagalan fold dan genital swelling untuk
bersatu di tengah-tengah.
Gambar
1.1 Embriologi genitalia eksterna
C. Anatomi
Anatomi normal penis terdiri dari sepasang korpora cavernosa yang
dibungkus oleh tunika albugenia yang tebal dan fibrous dengan septum di bagian
tengahnya. Urethra melintasi penis di dalam korpus spongiosum yang terletak
dalam posisi ventral pada alur diantara kedua korpora kavernosa. Uretra muncul
pada ujung distal dari glans penis yang terbentuk konus. Fascia spermatika atau
tunika dartos, adalah suatu lapisan longgar penis yang terletak pada fascia
tersebut. Di bawah tunika dartos terdapat fascia Bucks yang mengelilingi
korpora cavernosa dan kemudian memisah untuk menutupi korpus spongiosum secara
terpisah. Berkas neurovaskuler dorsal terletak dalam fascia Bucks pada diantara
kedua korpora kavernosa.
Gambar 1.2 Struktur
anatomi genitalia pria
D. Etiopatogenesis
Hipospadia terjadi karena gangguan perkembangan urethra anterior yang
tidak sempurna sehingga urethra terletak dimana saja sepanjang batang penis
sampai perineum. Semakin proksimal muara meatus maka semakin besar kemungkinan
ventral penis memendek dan melengkung karena adanya chordae. Sampai saat ini
masih dianggap karena kekurangan androgen atau kelebihan estrogen pada proses
maskulinisasi masa embrional. Devine, mengatakan bahwa deformitas yang terjadi
pada penderita hipospadia disebabkan oleh Involusi sel-sel intertitial pada
testis yang sedang tumbuh yang disertai dengan berhentinya produksi androgen
dan akibatnya terjadi maskulanisasi yang tak sempurna organ genetalia eksterna.
Ada banyak faktor penyebab hipospadia dan banyak teori yang menyatakan tentang penyebab
hipospadia antara lain:
a.
Faktor genetik.
12% berpengaruh terhadap kejadian hipospadia bila
mempunyai riwayat keluarga yang menderita hipospadia. 50% berpengaruh terhadap
kejadian hipospadia bila bapaknya menderita hipospadia.
b.
Faktor etnik dan geografis.
Di Amerika Serikat angka kejadian hipospadia pada
kaukasoid lebih tinggi dari pada orang Afrika, Amerika yaitu 1,3.
c.
Faktor hormonal
Faktor hormon androgen/estrogen sangat berpengaruh
terhadap kejadian hipospadia karena berpengaruh terhadap proses maskulinisasi
masa embrional. Sharpe dan Kebaek (1993) mengemukakan hipotesis tentang
pengaruh estrogen terhadap kejadian hipospadia bahwa estrogen sangat berperan
dalam pembentukan genital eksterna laki-laki saat embrional. Androgen
dihasilkan oleh testis dan placenta karena terjadi defisiensi androgen akan
menyebabkan penurunan produksi dehidrotestosterone (DHT) yang dipengaruhi oleh
5-α-reduktase, ini berperan dalam pem-bentukan penis sehingga bila terjadi
defisiensi androgen akan menyebab-kan kegagalan pembentukan bumbung urethra
yang disebut hipospadia.
d.
Faktor pencemaran
limbah industri
Limbah industri berperan sebagai “Endocrin discrupting chemicals” baik
bersifat eksogenik maupun anti androgenik seperti polychlorobiphenyls, dioxin, furan, peptisida organochlorin, alkilphenol polyethoxsylates dan phtalites.
Beberapa
kemungkinan yang terjadi berkaitan dengan hipospadia, yaitu:
a.
Kegagalan tunas sel-sel
ektoderm yang berasal dari ujung glans untuk tumbuh ke dalam massa glans
bergabung dengan sel-sel entoderm sepanjang uretra penis. Hal ini mengakibatkan
terjadinya osteum uretra eksternum terletak di glans atau korona glandis di
permukaan ventral.
b.
Kegagalan bersatunya
lipatan genital untuk menutupi alur uretra-uretra groove ke dalam uretra penis
yang mengakibatkan osteum uretra eksternum terletak di batang penis. Begitu
pula kegagalan bumbung genital bersatu dengan sempurna mengakibatkan osteum
uretra ekternum bermuara di penoskrotal atau perineal.
Paulozzi
dkk, 1997 dalam Metropolitan Congenital
Defects Program (MCDP) membagi hipospadia atas 3 derajat, yaitu :
1.
Derajat I: OUE letak
pada permukaan ventral glans penis dan korona glandis.
2.
Derajat II: OUE
terletak pada permukaan ventral korpus penis
3.
Derajat III: OUE
terletak pada permukaan ventral skrotum atau perineum.
Biasanya derajat II dan derajat III
diikuti oleh melengkungnya penis ke ventral yang disebut Chordee. Chordee ini
disebabkan terlalu pendeknya kulit pada permukaan ventral penis. Hipospadia
derajat ini akan mengganggu aliran normal urin dan fungsi reproduksi, oleh
karena itu perlu dilakukan terapi dengan tindakan operasi.
E. Diagnosis
Diagnosis hipospadia biasanya jelas pada pemeriksaan
inspeksi. Kadang-kadang hipospadia dapat
didiagnosis pada pemeriksaan ultrasound prenatal. Jika tidak teridentifikasi
sebelum kelahiran, maka biasanya dapat teridentifikasi pada pemeriksaan setelah
bayi lahir. Pada orang dewasa yang menderita hipospadia dapat mengeluhkan
kesulitan untuk mengarahkan pancaran urine. Chordee dapat menyebabkan
batang penis melengkung ke ventral yang dapat mengganggu hubungan seksual.
Hipospadia tipe perineal dan penoscrotal menyebabkan penderita harus miksi
dalam posisi duduk, dan hipospadia jenis ini dapat menyebabkan infertilitas.
Beberapa pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan yaitu urethtroscopy
dan cystoscopy untuk memastikan organ-organ seks internal terbentuk
secara normal. Excretory urography dilakukan untuk mendeteksi ada
tidaknya abnormalitas kongenital pada ginjal dan ureter.
Diagnosis bisa juga
ditegakkan berdasarkan pemeriksaan fisik. Jika hipospadia terdapat di
pangkal penis, mungkin perlu dilakukan pemeriksaan radiologis untuk memeriksa
kelainan bawaan lainnya. Bayi yang menderita hipospadia sebaiknya tidak
disunat. Kulit depan penis dibiarkan untuk digunakan pada pembedahan. Rangkaian
pembedahan biasanya telah selesai dilakukan sebelum anak mulai sekolah. Pada
saat ini, perbaikan hipospadia dianjurkan dilakukan sebelum anak berumur 18
bulan. Jika tidak diobati, mungkin akan terjadi kesulitan dalam pelatihan buang
air pada anak dan pada saat dewasa nanti, mungkin akan terjadi gangguan dalam
melakukan hubungan seksual.
F. Klasifikasi
Barcat (1973) berdasarkan letak
ostium uretra eksterna maka hipospadia dibagi 8 type yaitu:
Gambar 1.3 Klasifikasi hipospadia
G. Penatalaksanaan
Untuk saat ini penanganan hipospadia adalah dengan cara operasi. Operasi
ini bertujuan untuk merekonstruksi penis agar lurus dengan orifisium uretra
pada tempat yang normal atau diusahakan untuk senormal mungkin. Operasi
sebaiknya dilaksanakan pada saat usia anak yaitu enam bulan sampai usia
prasekolah. Anak yang menderita hipospadia hendaknya jangan dulu dikhitan, hal
ini berkaitan dengan tindakan operasi rekonstruksi yang akan mengambil kulit
preputium penis untuk menutup lubang dari sulcus uretra yang tidak menyatu pada
penderita hipospadia.
Tahapan operasi rekonstruksi
antara lain:
1. Chordectomy
Meluruskan penis yaitu orifisium
dan canalis uretra senormal mungkin. Hal ini dikarenakan pada penderita
hipospadia biasanya terdapat suatu chorda yang merupakan jaringan fibrosa yang
mengakibatkan penis penderita bengkok. Langkah selanjutnya adalah mobilisasi
(memotong dan memindahkan) kulit preputium penis untuk menutup sulcus uretra.
Gambar 1.3
Chordectomi
2. Uretroplasty
Tahap kedua ini dilaksanakan
apabila tidak terbentuk fossa naficularis pada glans penis. Uretroplasty yaitu
membuat fassa naficularis baru pada glans penis yang nantinya akan dihubungkan
dengan canalis uretra yang telah terbentuk sebelumnya melalui tahap pertama.
Gambar 1.4 Uretroplasty
Tidak kalah pentingnya pada penanganan penderita hipospadia adalah
penanganan pascabedah dimana canalis uretra belum maksimal dapat digunakan untuk
lewat urin karena biasanya dokter akan memasang sonde untuk memfiksasi canalis
uretra yang dibentuknya. Urin untuk sementara dikeluaskan melalui sonde yang
dimasukkan pada vesica urinaria (kandung kemih) melalui lubang lain yang dibuat
oleh dokter bedah sekitar daerah di bawah umbilicus (pusar) untuk mencapai
kandung kemih.
Teknik pembedahan
yang digunakan untuk tiap tipe hipospadia adalah berbeda, antara lain:
1.
Kelainan
tipe granular dengan teknik-Meatal Advencement glanplasty (MAGPI)
2.
Kelainan
tipe distal penile dengan teknik Flip Flap.
3.
Kelainan type penile,
peno scrotal dan scrotal dengan teknik Preputial Island Flap.
4.
Kelainan
tipe perineal dengan teknik Tubed Free Graft.
Apabila chordectomi dan urethroplasty
dilakukan dalam satu waktu operasi yang sama disebut satu tahap, bila dilakukan
dalam waktu berbeda disebut dua tahap. Ada 4 hal yang harus dipertimbangkan
dalam merencanakan repair hipospadia agar tujuan operasi bisa tercapai yaitu
usia, tipe hipospadia, besarnya penis, dan ada tidaknya chordee. Usia ideal untuk repair hipospadia yaitu usia 6 bulan
sampai usia belum sekolah karena mempertimbangkan faktor psikologis anak
terhadap tindakan operasi dan kelainannya itu sendiri sehingga tahapan repair
hipospadia sudah tercapai sebelum anak sekolah.
Gambar 1.5 Hipospadia post urethroplasty
Sebelum dilakukan urethroplasty semua jaringan yang menyebabkan terjadinya chordee harus dibuang. Setelah itu
pengujian ereksi artifical dilakukan jika chordee
tetap ada meskipun telah dilakukan usaha tersebut, maka dilakukan reseksi lebih
lanjut atas lapisan tersebut. Diversi urine untuk reparasi hipospadia distal
dilakukan dengan kateter foley ukuran kecil no. 8. Selama 3 sampai 4 hari.
hipospadia penile, uretrostomy periental lebih disukai sedangkan hipospadia skrotal
dan perineal bisa didiversi dengan drainase suprapubik.
1)
Teknik hipospadia
bagian distal
Reparasi hipospadia jenis ini
dilakukan jika v-flap dari jaringan glans mencapai uretra normal setelah
koreksi chordee. Dibuat uretra dari
flap kulit. Flap ini akan membentuk sisi ventral dan lateral uretra dan dijahit
pada flap yang berbentuk v pada jaringan glans, yang mana akan melengkapi
bagian atas dan bagian sisi uretra yang baru. Beberapa jahitan ditempatkan di
balik v-flap granular dipasangkan pada irisan permukaan dorsal uretra untuk
membuka meatus aslinya. Sayap lateral dari jaringan glans ini di bawah kearah
ventral dan didekatkan pada garis tengah. Permukaan ventral penis di tutup
dengan suatu preputium. Ujung dari flap ini biasanya berlebih dan harus dipotong.
Di sini sebaiknya memper-gunakan satu flap untuk membentuk permukaan di bagian
belakang garis tengah.
Desain granular flap berbentuk Z
dapat juga dilakukan untuk memperoleh meatus yang baik secara kosmetik dan
fungsional pemotongan berbentuk 2 dilaksanakan pada ujung glans dalam posisi
tengah keatas. Rasio dimensi dari Z terhadap dimensi glans adalah 1:3, Dua flap
ini ditempatkan secara horisontal pada posisi yang berlawanan. Setelah
melepaskan chordee, sebuah flap dua
sisi dipakai untuk membentuk uretra baru dan untuk menutup permukaan ventral
penis, Permukaan bagian dalam dari preputium dipersiapkan untuk perpanjangan
uretra. Untuk mentransposisikan uretra baru, satu saluran dibentuk diatas
tinika albuginia sampai pada glans. Meatus uretra eksternus dibawa menuju glans
melalui saluran ini. Bagian distal dari uretra dipotong pada bagian anterior
dan posterior dengan arah vertikal kedua flap triangular dimasukkan ke dalam
fisura dan dijahit dengan menggunakan benang 6-0 poliglatin. Setelah kedua flap
dimasukkan dan dijahit selanjutnya anastomosis uretra pada glans bisa
diselesaikan.
2)
Teknik hipospadia
bagian proksimal
Bila flap granular tidak bisa
mencapai uretra yang ada, maka suatu graft kulit dapat dipakai untuk
memperpanjang uretra. Selanjutnya uretra normal dikalibrasi untuk menentukan
ukurannya (biasanya 12 French anak umur 2 tahun). Segmen kulit yang sesuai
diambil dari ujung distal preputium. Graft selanjutnya dijahit dengan permukaan
kasar menghadap keluar, di atas kateter pipa atau tube ini dibuat dimana pada
ujung proksimalnya harus sesuai dengan celah meatus uretra yang lama dan flap
granular dengan jahitan tak terputus benang kromic gut 6-0. Sayap lateral dari
jaringan granular selajutnya dimobilisasi ke arah distal untuk menutup saluran
uretra dan untuk membentuk glans kembali di atas uretra yang baru yang akan
bertemu pada ujung glans.
BAB
III
CONTOH DAN PEMBAHASAN KASUS
IDENTITAS
Nama : An. Ibnu
Umur : 4,5 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : Kuningan
Agama : Islam
Suku bangsa : Sunda
Tanggal MRS : 19 November 2013
ANAMNESIS
Keluhan utama : Keluar air kencing
dibawah batang kemaluan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Sejak lahir, Orang tua Os mengakui bahwa ia tidak
pernah memperhatikan kemaluan Os. ± 2 tahun SMRS, orang tua Os melihat Os
kencing tidak seperti laki-laki normal, Os kencing nya jongkok seperti wanita.
Orang tua Os melihat air kencing Os keluar tidak diujung melainkan dibawah
batang kemaluan nya. Orang tua Os
mengaku batang kemaluan Os juga kelihatan bengkok kebawah dan menutupi lubang
kencing Os sehingga BAK Os merembes dan tidak bisa diarahkan. Orang tua Os
mengeluhkan kemaluan Os agak sedikit rata dengan bagian sekitar nya seperti
tertanam.
Orang tua Os mengaku, Os tidak pernah menangis
atau tidak merasakan nyeri pada saat kencing.
Orang tua Os menceritakan pada saat hamil, orang
tua Os sering kontrol ke bidan setempat, dan orang tua makan dengan teratur.
Orang tua Os mengaku melahirkan Os secara normal.
Riwayat Keluarga :
Orang tua Os mengaku bahwa
keluarganya tidak ada yang mengalami keluhan seperti Os baik itu dari bapak dan
kakek Os.
Pemeriksaan
fisik:
·
Keadaan umum : Tampak Sakit
·
Kesadaran : Compos Mentis
·
Vital sign
BB
: 8,5 Kg
Nadi : 86 x/menit
RR : 26 x/menit
Suhu : 36,2 oC
Status
generalis
Kepala
Mata : Tidak anemis, tidak ikterik.
Telinga : Tidak ada secret, tidak ada darah,
tidak bau.
Hidung : Tidak ada secret, tidak bau.
Bibir : Mukosa tidak sianotik.
Leher : Tidak ada pembesaran KGB
Thorax Inspeksi simetris, jejas (-)
Palpasi fremitus +/+
Perkusi sonor +/+
Auskultasi
vesicular +/+, Ronchi -/-, Whezing -/-
Abdomen
Inspeksi :
Flat
Auskultasi :
Bising Usus (+) Normal
Palpasi :
Soepel, Nyeri tekan (-)
Perkusi :
Timpani
Extremitas
Akral hangat (+) di keempat extremitas.
Oedem (-) dikeempat extremitas.
·
Status Lokalis
-
Region genital à
MUE terletak di ventral penis, 1/3 distal penis.
Diagnosa
Hipospadia
Planning terapy
Urethroplasty
BAB
IV
PENUTUP
A.
Kesimpulan
Hipospadia adalah suatu keadaan dimana
lubang uretra terdapat di penis bagian bawah, bukan di ujung penis. Hipospadia merupakan
kelainan bawaan yang terjadi pada 3 diantara 1.000 bayi baru lahir. Beratnya hipospadia
bervariasi, kebanyakan lubang uretra terletak di dekat ujung penis, yaitu pada glans penis. Bentuk hipospadia yang
lebih berat terjadi jika lubang uretra terdapat di tengah batang penis atau
pada pangkal penis, dan kadang pada skrotum (kantung zakar) atau di bawah
skrotum.Kelainan ini seringkali berhubungan dengan kordi, yaitu suatu jaringan
fibrosa yang kencang, yang menyebabkan penis melengkung ke bawah pada saat
ereksi.
Gejalanya adalah:
- Lubang
penis tidak terdapat di ujung penis, tetapi berada di bawah atau di dasar penis
- Penis
melengkung ke bawah
- Penis
tampak seperti berkerudung karena adanya kelainan pada kulit depan penis
- Jika
berkemih, anak harus duduk.
DAFTAR
PUSTAKA
http://www.medicastore.com
Johnson, Marion dkk. (2000). Nursing outcomes
classification (NOC). MosbyMcCloskey, Joanne C. (1996). Nursing interventions
classification (NIC). Mosby
KATA PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT, berkat rahmat dan karunia-Nya saya
telah dapat menyelesaikan makalah ini dalam rangka melengkapi tugas mata kuliah
di Akper Abulyatama Banda Aceh. Pada makalah ini saya
akan membahas mengenai Asuhan Keperawatan Pada Penderita Hipospadia,
yang saya susun dari berbagai sumber dan saya rangkum dalam makalah ini.
Tidak
lupa saya ucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu baik
berupa ide-ide maupun yang terlibat langsung dalam pembuatan makalah ini. Saya
juga berharap agar makalah ini bisa bermanfaat bagi semua untuk dijadikan
penunjang dalam mata kuliah Fisika Kesehatan.Demikianlah yang dapat saya
sampaikan, apabila ada kesalahan atau kekurangan saya mohon maaf. Kritik dan
saran masih sangat terbuka supaya makalah ini dapat diperbaiki dan menjadi
lebih baik lagi untuk berikutnya. Atas
perhatiannya saya ucapkan terima kasih.
Banda
Aceh, Mei 2017
Penulis
,
DAFTAR ISI
KATA
PENGANTAR........................................................................................... i
DAFTAR
ISI ....... ii
BAB I
PENDAHULUAN..................................................................................... 1
A.
Latar Belakang.................................................................................... 1
B.
Tujuan................................................................................................. 2
BAB
II PEMBAHASAN....................................................................................... 3
A.
Pengertian Hipospadia........................................................................ 3
B.
Embriologi.......................................................................................... 3
C.
Anatomi.............................................................................................. 5
D.
Etiopatogenesis................................................................................... 5
E.
Diagnosis............................................................................................ 7
F.
Klasifikasi........................................................................................... 8
G.
Penatalaksanaan.................................................................................. 9
BAB
III CONTOH DAN PEMBAHASAN KASUS....................................... 14
BAB
III PENUTUP............................................................................................. 17
3.1 Kesimpulan......................................................................................... 17
DAFTAR
PUSTAKA......................................................................................... 18
No comments:
Post a Comment