DAFRAT ISI
B. Klasifikasi
Sistem Pertanian Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknologi dan Tanaman yang
Diusahakan.
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar belakang
Pertanian merupakan suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses
pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Secara ringkas pengertian pertanian
adalah sebagai berikut : 1) proses produksi, 2) pertanian atau pengusahaan, 3)
tanah tempat usaha, usaha pertanian.
Pertanian merupakan suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses
pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pertanian sebagai suatu kegiatan
atau proses Terdapat unsur-unsur yang saling berkaitan. Unsur- unsur tersebut
antara lain, proses produksi, petani, usaha tani, perusahaan tani. Namun
demikian unsur lain seperti manusia, tumbuhan, dan hewan serta lingkungan tidak
bisa terlepas begitu saja. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas
mengenai karakteristik pertanian, faktor-faktor pengaruh produksi pertanian,
sistem pertanian di Indonesia, klasifikasi pertanian secara umum, fenomena
sosial budaya petani..
B.
Rumus Masalah
Adapun
rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini sebagai berikut.
1.
Bagaimana karakteristik pertanian ?
2.
Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pertanian ?
3.
Bagaimana sistem pertanian di Indonesia ?
4.
bagaimana klasifikasi pertanian secara umum ?
5.
bagaimana fenomena sosial budaya petani ?
C.
Tujuan
Agar pembaca memahamin, menegtahui dan
bermanfaat tentang Klasifikasi Pertanian.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Klasifikasi Pertanian
1.
Pertanian arti sempit
Jenis pertanian ini disebut juga dengan
pertanian rakyat. juga bisa diartikan sebagai pengolahan tanaman dan lingkungan
untuk memberikan produk. sistem ini diusahakan dalam skala kecil dan pelakunya
adalah bersifat keluarga. produk utama yang dihasilkan adalah tanaman pokok
yang dikonsumsi sehari-hari seperti beras, palawija tanaman holtikultura.
pertanian ini diusahakan di sawah ladang dan pekarangan. tujuan usaha ini
adalah untuk konsumsi sendiri. dari segi ekonomi, pertanian rakyat merupakan
pertanian subsisten.
2.
Pertanian arti luas
Pertanian dalam arti luas adalah
kegiatan kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam untuk
menghasilkan produk dengan campur tangan manusia. pertanian dalam arti luas
meliputi pertanian dalam arti sempit, perkebunan, kehutanan, peternakan dan
Perikanan.
Perkebunan, perkebunan biasanya
diusahakan di daerah yang mempunyai musim panas di dekat khatulistiwa. karena
menggunakan manajemen seperti pada perusahaan industri, maka perkebunan sering
disebut juga dengan industri perkebunan atau industri pertanian.
B. Klasifikasi Sistem
Pertanian Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknologi dan Tanaman yang Diusahakan.
Berdasarkan tingkat efisiensi teknologi dan tanaman yang
diusahakan, sistem pertanian di Indonesia dapat dibedakan menjadi sistem
ladang, sistem tegal pekarangan, sistem sawah dan sistem perkebunan. Sistem
ladang merupakan sistem pertanian yang paling belum berkembang. Sistem ini
merupakan peralihan dari tahap pengumpul ke tahap penanam. Pengolahan tanah
minimum sekali, produktivitas berdasarkan pada lapisan humus yang terbentuk
dari sistem hutan. Sistem ini hanya akan bertahan di daerah yang berpenduduk jarang,
dan sumber tanah tak terbatas. Tanaman yang diusahakan umumnya tanaman pangan,
seperti padi, jagung, kacang-kacangan, dan umbi- umbian. Sistem tegal
pekarangan berkembang di tanah-tanah kering, yang jauh dari sumber-sumber air.
Sistem ini diusahakan setelah menetap lama, tetapi tingkatan pengusahaan juga
rendah, umumnya tenaga kurang intensif dan tenaga hewan masih jarang digunakan.
Tanaman- tanaman yang diusahakan terutama tanaman-tanaman
yang tahan kekeringan dan pohon-pohonan. Sistem sawah, merupakan teknik
budidaya yang tinggi, terutama dalam pengolahan tanah dan pengelolaan air,
sehingga tercapai stabilitas biologi yang tinggi dan kesuburan tanah dapat
dipertahankan. Ini dicapai dengan sistem pengairan yang sinambung dan drainase
yang lambat. Sawah merupakan potensi besar untuk produksi pangan, baik padi
maupun palawija. Di beberapa daerah tanaman tebu dan tembakau juga disuahakan
di lahan sawah. Sedangkan sistem perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun
perkebunan besar (estate) yang dulu milik swasta asing dan sekarang kebanyakan
perusahaan negara, berkembang karena kebutuhan tanaman ekspor seperti karet,
kopi, teh dan coklat. Dalam taraf tertentu, pengelolaa sistem perkebunan di
Indonesia merupakan yang terbaik, akan tetapi dibandingkan dengan kemajuan di
dunia berkembang hal itu masih disarakan ketinggalan.
1.
Klasifikasi Sistem Pertanian di Daerah Tropika
Sistem pertanian di daerah tropika dapat diklasifikasikan
menjadi tiga macam, yaitu sistem pertanian pengumpulan hasil tanaman, sistem
pertanian untuk makanan ternak dan padang penggembalaan, dan sistem pertanian
budidaya tanaman.
a.
Sistem Pertanian Pengumpulan Hasil Tanaman.
Sistem pertanian pengumpulan hasil
tanaman adalah sistem pertanian yang secara langsung memperoleh hasil tanaman
dari tanaman-tanaman yang tidak dibudidayakan. Sistem ini biasanya dijalankan
bersamaan dengan sistem berburu binatang dan menangkap ikan. Sistem ini di
Indonesia masih terdapat antara lain di Papua.
b.
Sistem Pertanian untuk Padang Penggembalaan dan Peternakan
Klasifikasi sistem pertanian untuk
padang penggembalaan dan peternakan dibuat berdasarkan tetap tinggal
(stationariness) atau tidaknya peternak dan ternaknya dalam satu lokasi
tertentu secara permanen. Berdasarkan atar kriteria tersebut, klasifikasi sistem
pertanian dibedakan sebagai berikut:
1)
Total nomadis, yaitu tidak ada tempat tinggal permanen bagi
peternaknya dan tidak ada sistem budidaya tanaman makanan ternak teratur
sehingga selalu bergerak.
2)
Semi nomadis, yaitu peternak mempunyai tempat tinggal permanen
dan di sekitarnya ada budidaya makanan ternak sebagai tambahan, tetapi setelah
waktunya lama, ternak dan penggembalaannya bergerak ke daerah- daerah yang
berbeda.
3)
Transhuman, yaitu peternak mempunyai tempat tinggal permanen,
tetapi ternaknya dengan bantuan penggembala, mengembara pada daerah
penggembalaan yang berpindah-pindah dan jauh letaknya.
4)
Parsial nomadis, yaitu peternak tinggal terus menerus pada
tempat pemukiman yang tetap dan penggembalaannya hanya pada daerah sekitarnya.
5)
Peternakan menetap, yaitu peternak dan ternaknya sepanjang
tahun menetap pada lahan tertentu atau desanya sendiri.
c.
Sistem Pertanian Budidaya Tanaman
Sistem pertanian budidaya tanaman dapat diklaisifikasikan lagi berdasarkan
beberapa ciri-ciri spesifik sebagai berikut:
1)
Berdasarkan Tipe Rotasi
Berdasarkan tipe rotasinya sistem
pertanian dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam, yaitu sistem pertanian dengan
rotasi bera secara alami, sistem rotasi dengan makanan ternak (ley system),
sistem dengan rotasi tegalan (field system), dan sistem dengan rotasi tanaman
tahunan.
2)
Sistem pertanian dengan rotasi bera secara alami. Sistem ini merupakan sistem dimana
budidaya tanaman dilakukan bergantian dengan bera/dikosongkan (uncultivated
fallow). Bentuk-bentuk vegetasi yang terdapat pada sistem rotasi bera secara
alami dapat berupa yang dominan adalah pohon (forest fallow), yang dominan
adalah semak (bush fallow), yang dominan kayu tahan api dan rumput (savanna
fallow), atau yang dominan adalah rumput (grass fallow).
2.
Sistem pertanian rotasi dengan makanan ternak.
Pada sistem ini lahan ditanami tanaman-tanaman semusim untuk
beberapa tahun, setelah itu rumput dibiarkan tumbuh atau ditanami rumput dan
atau leguminosa untuk padang penggembalaan. Dalam sistem ini ada ley system
yang diatur dan ley system alami. Pada ley system yang diatur, tanaman
semusim/pangan dirotasikan dengan tanaman rumput dan atau leguminosa yang
dipotong untuk ternak, sedangkan pada ley system alami, setelah tanaman semusim
dipanen rumput dibiarkan tumbuh alami untuk padang penggembalaan ternak.
3.
Sistem pertanian dengan rotasi tegalan.
Pada sistem pertanian ini tanaman semusim yang satu ditanam
setelah tanaman semusim yang lain pada lahan tegalan/lahan kering secara
bersiklus. Sebagai contoh, pada musim hujan ditanami padi gogo kemudian setalah
itu pada musim kering ditanami jagung. Setalah panen jagung lahan ditanami
kembali dengan tanaman semusim lain, bisa padi gogo atau yang lain, demikian
seterusnya.
4.
Sistem pertanian dengan rotasi tanaman tahunan
Pada sistem ini tanaman-tanaman tahunan seperti kopi, kakao,
kelapa, tebu, teh, dan karet ditanam bergantian tanaman semusim, padang
penggembalaan, tanaman- tanaman tahunan yang lain, atau dibiarkan bera.
b. Berdasarkan Intensitas Rotasi
Dalam mengklasifikasikan sistem pertanian berdasarkan
kriteria intensitas rotasi (rotation intencity), digunakan terminologi
Intensitas Rotasi (R) dengan formula R = jumlah tahun lahan ditanami dibagi
lama siklus (dalam tahun) dikalikan 100%. Jadi, intensitas rotasi dalam
hitungan memakai alat ukuran waktu. Sedangkan siklus yang dimaksud adalah
jumlah tahun lahan ditanami ditambah jumlah tahun bera. Misalkan dalam siklus
10 tahun, 2 tahun lahan ditanami dan 8 tahun diberakan maka R = 2/10 x 100 =
20%, atau dalam siklus 20 tahun, 2 tahun lahan ditanami, 18 tahun diberakan
maka R = 2/20 x 100 = 10 %. Bila lahan bera 7 tahun dan ditanami 7 tahun, maka
R
= 7/14 x 100 = 50%. Berdasarkan besaran nilai R tersebut, klasifikasi
sistem pertanian dibedakan menjadi:
1. Bila R < 33%, sistem
pertanian digolongkan sebagai sistem perladangan (shifting cultivation).
2. Bila R kurang dari 60 %
tetapi lebih besar dari 33% (33<R< 66), sistem pertanian digolongkan
sebagai sistem bera (uncultivated system).
3. Bila R > 66 %, sistem
pertanian digolongkan sebagai sistem pertanian permanen (permanent
cultivation).
c. Berdasarkan Intensitas Penanaman
Klasifikasi sistem pertanian berdasarkan intensitas
penanaman (cropping intencity) atau sering disingkat IP mirip dengan
klasifikasi sistem pertanian berdasarkan intensitas rotasi (rotation
intencity). Bedanya klasifikasi berdasarkan intensitas rotasi menggunakan alat
ukur waktu, sedangkan klasifikasi berdasarkan intensitas penanaman menggunakan
alat ukur luasan lahan. Intensitas penanaman (IP) atau cropping intencity index
dihitung dengan rumus: IP = luas areal lahan ditanami dalam setahun (ha) dibagi
dengan luas areal lahan total tersedia (ha) dikalikan 100%. Jadi, misalkan luas
areal lahan pertanian tersedia 100 ha dan ditanami hanya satu kali dalam
setahun seluas 40 ha, maka IP = 40 /100 x 100 = 40%. Tetapi apabila luas areal
lahan pertanian tersedia 100 ha, dalam satu tahun ditanami 2 kali, pertama
ditanami 100 ha dan kedua ditanami 40 ha, maka IP = 140/100 x 100 = 140%. Makin
besar IP, makin besar persentase areal lahan ditanami (ha) dibanding dengan
luas areal total (ha) tiap tahunnya. Pada pertanian permanen, indeks penanaman
(IP) lebih besar dari 66% (sebagian besar atau seluruh lahan ditanami lebih
dari satu kali dengan sistem pola tanam ganda).
d. Berdasarkan Pola Tanam
Pola tanam (cropping pattern) adalah urut-urutan tanam
pada sebidang lahan dalam waktu satu tahun, termasuk didalamnya masa pengolahan
tanah. Klasifikasi sistem pertanian berdasarkan pola tanam merupakan klasifikasi
sistem pertanian yang terpenting di daerah tropis. Pola tanam di daerah tropis,
biasanya disusun selama satu tahun dengan memperhatikan curah hujan, terutama
pada daerah atau lahan yang sepernuhnya tergantung dari hujan. Pemilihan jenis
atau varietas yang ditaman perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia
ataupun curah hujan. Contoh pola tanam : padi-padi-padi, padi-padi-bera,
padi-jagung-bera, padi-kubis-padi, dan lain-lain. Klasifikasi sistem pertanian
berdasarkan pola tanam ada 2 macam, yaitu sistem pertanian dengan pola tanam
monokultur (monoculture) dan pola tanam polikultur (polyculture).
1)
Pola tanam monokultur (sole cropping/monoculture/ sistem
tanam tunggal), adalah sistem pertanian dengan menanam hanya satu jenis tanaman
saja dalam satu periode tanam. Misalnya, sawah ditanami padi saja (monokultur
padi), jagung saja (monokultur jagung), atau kedelai saja (monokultur jagung),
dan lain-lain.
2)
Pola tanam polikultur adalah sistem pertanian yang menanm
banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan yang terusun dan terencana dengan
baik. Pola tanam polikultur terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:
a)
Tumpang sari (multiple cropping) atau disebut juga dengan
pertanaman ganda/campuran adalah salah satu bentuk pertanaman campuran
(polyculture) berupa penanaman dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal
lahan tanam yang sama dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang
sari yang umum dilakukan adalah penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan
untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama,
seperti jagung dan kedelai, atau
jagung dan kacang tanah.
b)
2. Tumpang sela (intercropping) adalah tumpang sari yang dilakukan pada
pertanaman tunggal (monokultur) suatu
tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan dimana sewaktu tanaman pokok
masih kecil atau belum produktif ditanami tanaman sela setahun seperti jagung
atau kedelai, atau tanaman dwitahun (cabai, tomat) atau bahkan tanaman tahunan
dengan habitus lebih pendek seperti pisang.
c)
3. Tumpang
gilir (relay cropping) adalah cara bercocok tanam dimana dalam satu areal lahan
yang sama ditanami dengan dua atau lebih jenis tanaman dengan pengaturan
waktu panen dan tanam. Tanaman kedua ditanam menjelang
panen tanaman musim pertama. Contohnya, tumpang gilir antara tanaman jagung
yang ditanam pada awal musim hujan dan kacang tanah yang ditanam beberapa
minggu sebelum panen jagung.
d)
Pola tanam bergiliran (sequential cropping) adalah usaha
menumbuhkan dua tanaman atau lebih secara berurutan pada tanah yang sama dalam
waktu satu tahun. Dalam sequential cropping setiap musim tanam petani hanya
mengelola satu jenis tanaman.
e)
5. Tanaman
campuran (mixed cropping), yaitu menumbuhkan dua tanaman atau lebih secara
bersama-sama/serentak dengan tidak memperhatikan jarak tanam atau
jarak tanamnya tidak teratur.
f)
Tanaman dalam barisan (row cropping), yaitu menanam dua
tanaman atau lebih secara bersama- sama/serentak dengan jarak tanam tertentu,
satu jenis tanaman atau lebih ditanam dalam barisan tertentu secara teratur.
g)
Pertanaman berjalur (strip cropping), yaitu menanam dua tanaman
atau lebih secara bersama- sama/serentak dengan satu macam tanaman ditanam
dalam jalur-jalur tersendiri yang disusun secara berselang-seling. Bila
penanaman dilakukan di lahan yang miring (lereng) mengikuti garis kontour
disebut dengan pertanaman “sabuk gunung” (contour cropping).
h)
Pertanaman bertingkat (multi-storey cropping), yaitu
penanaman dua jenis tanaman atau lebih berbentuk kombinasi antara pohon dengan
tanaman lain yang berhabitus lebih pendek. Pertanaman bertingkat yang
mengkombinasikan antara pohon berupa tanaman kehutanan dengan tanaman
berhabitus pendek berupa tanaman pertanian disebut dengan agro-forestry.
i)
Sistem surjan (alternating bed system), yaitu dua jenis
tanaman atau lebih ditanam pada sebidang lahan yang dibentuk menjadi dua
ketinggian, bagian yang tinggi (guludan) dan yang rendah (ledokan) secara
berselang-seling. Bagian yang tinggi biasanya berfungsi sebagai tegalan
sedangkan bagian yang rendah sebagai sawah atau untuk tanaman yang tahan
genangan.
e. Berdasarkan Suplai Air
Klasifikasi sistem pertanian berdasarkan suplai air
terdapat beberapa macam, yaitu:
1)
Sistem pertanian dengan pengairan (irrigated farming) adalah
sistem pertanian dimana air dapat diatur masuk ke lahan pertanian sesuai
kebutuhan tanaman.
2)
Sistem pertanian tadah hujan (rainfed farming) adalah sistem
pertanian yang pengairannya bersumber dari curah hujan sehingga tidak bisa
diatur sesuai waktu dan kebutuhan tanaman.
3)
Sistem pertanian sawah (lahan basah) (rice field farming),
yaitu sistem pertanian dibuat berteras serta digenangi air dan ditanami padi
sawah. Sistem pertanian sawah di Indonesia ada 3 maam, yaitu:
a)
Sawah irigasi, yaitu sistem pertanian dengan pengairan yang
teratur, sumber airnya dapat diperoleh dari sungai, bendungan, waduk, atau
danau, sehingga tidak bergantung curah hujan. Pertanian sawah irigasi biasanya
panen padi satu sampai dua kali setahun dan pada musim kemarau dapat diselingi
dengan tanaman palawija.
b)
Sawah tadah hujan, yaitu sawah yang sistem pengairannya
mengandalkan curah hujan sehingga hanya mendapatkan air pada saat musim hujan.
Sawah tadah hujan pada musim hujan ditanami dengan padi jenis gogo-rancah,
sedangkan pada musim kering ditanami palawija, jagung, atau ketela pohon.
c)
Sawah pasang surut adalah sawah yang pengairannya tergantung
pada keadaan air permukaan yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surutnya air
sungai. Pada saat pasang sawah tergenang air, sedangkan pada saat surut sawah
kering dan ditanami dengan padi. Sawah pasang surut banyak terdapat di
Sumatera, Kalimantan, dan Papua.
d)
Sistem pertanian lahan kering (upland farming), yaitu sistem
pertanian dimana lahannya tidak digenangi air dan tanahnya dalam keadaan
kering, umumnya di bawah kapasitas lapang.
f. Sistem Pertanian Berdasarkan Tingkat Komersialisasi
Klasifikasi sistem pertanian berdasarkan tingkat
komersialisasi atas persentase hasil kotor (gross return) yang dijual dibedakan
menjadi:
a.
Pertanian subsisten,yaitu sistem pertanian dimana hampir
tidak ada produksi pertaniannya yang dijual (penjualan < 20 % dari
produksi).
b.
Pertanian setengah komersial, yaitu system pertanian dimana
lebih kurang 50% dari nilai hasil pertaniannya dikonsumsi oleh keluarga, dan
selebihnya dipasarkan.
c.
Pertanian komersial, yaitu system pertyanian dimana lebih
dari 50% dari hasil pertaniannya dipasarkan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Karakteristik
pertanian yaitu pertanian memerlukan tempat yang luas, berbeda tempat berbeda
pula jenis, potensi dan hasil pertanian, kegiatan dan produksi pertanian
bersifat musiman. Untuk faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi
pertanian yaitu faktor genetik, faktor alam, faktor tenaga kerja, faktor modal
dan faktor manajemen. Untuk sistem pertanian di Indonesia sia terbagi atas 4,
yaitu sistem ladang, sistem tegal pekarangan, sistem sawah, sistem perkebunan.
Untuk klasifikasi pertanian terbagi atas dua pertanian dalam arti sempit dan
pertanian dalam arti luas..
B. Saran
Saran
yang saya berikan dalam makalai ini, yaitu kita dapat mengetahu klasifikasi
pertanian
DAFTAR PUSTAKA
BPS.
2020. Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (Sutas) 2018 Seri A2. Jakarta : Badan
Pusat Statistik
Bonawati,
E. Sriyanto. 2013. Geografi Pertanian. Yogyakarta : Ombak.
Eva.
Z, Nurbaiti. H, Fetriatman. 1993. Kearifan Mayrakat Tradisional Pedesaan Dalam
Pemeliharaan Lingkungan Hidup di Daerah Provinsi Jambi. Jambi : Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan.
Yanto,
A. 2017. STUDI TENTANG KEARIFAN LOKAL BIDANG PERTANIAN
DI
GORONTALO. Gorontalo : Repository UNG
No comments:
Post a Comment