Tuesday, 13 December 2022

Makalah KLASIFIKASI PERTANIAN

 

DAFRAT ISI

 

KATA PENGANTAR.. i

DAFRAT ISI. ii

 

BAB I PENDAHULUAN.. 1

A.   Latar belakang. 1

B.    Rumus Masalah. 1

C.    Tujuan. 1

 

BAB II PEMBAHASAN.. 2

A.   Klasifikasi Pertanian. 2

B.    Klasifikasi Sistem Pertanian Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknologi dan Tanaman yang Diusahakan. 2

 

BAB III PENUTUP. 11

A. Kesimpulan. 11

B. Saran. 11

 

DAFTAR PUSTAKA.. 12

 

BAB I

PENDAHULUAN

 

A.    Latar belakang

Pertanian merupakan suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Secara ringkas pengertian pertanian adalah sebagai berikut : 1) proses produksi, 2) pertanian atau pengusahaan, 3) tanah tempat usaha, usaha pertanian.

Pertanian merupakan suatu jenis kegiatan produksi yang berlandaskan proses pertumbuhan dari tumbuh-tumbuhan dan hewan. Pertanian sebagai suatu kegiatan atau proses Terdapat unsur-unsur yang saling berkaitan. Unsur- unsur tersebut antara lain, proses produksi, petani, usaha tani, perusahaan tani. Namun demikian unsur lain seperti manusia, tumbuhan, dan hewan serta lingkungan tidak bisa terlepas begitu saja. Oleh karena itu, dalam makalah ini akan dibahas mengenai karakteristik pertanian, faktor-faktor pengaruh produksi pertanian, sistem pertanian di Indonesia, klasifikasi pertanian secara umum, fenomena sosial budaya petani..

 

B.     Rumus Masalah

Adapun rumusan masalah yang terdapat dalam makalah ini sebagai berikut.

1.      Bagaimana karakteristik pertanian ?

2.      Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi produksi pertanian ?

3.      Bagaimana sistem pertanian di Indonesia ?

4.      bagaimana klasifikasi pertanian secara umum ?

5.      bagaimana fenomena sosial budaya petani ?

 

C.    Tujuan

Agar pembaca memahamin, menegtahui dan bermanfaat tentang Klasifikasi Pertanian.

 

 


BAB II

PEMBAHASAN

 

A.    Klasifikasi Pertanian

1.      Pertanian arti sempit

Jenis pertanian ini disebut juga dengan pertanian rakyat. juga bisa diartikan sebagai pengolahan tanaman dan lingkungan untuk memberikan produk. sistem ini diusahakan dalam skala kecil dan pelakunya adalah bersifat keluarga. produk utama yang dihasilkan adalah tanaman pokok yang dikonsumsi sehari-hari seperti beras, palawija tanaman holtikultura. pertanian ini diusahakan di sawah ladang dan pekarangan. tujuan usaha ini adalah untuk konsumsi sendiri. dari segi ekonomi, pertanian rakyat merupakan pertanian subsisten.

2.      Pertanian arti luas

Pertanian dalam arti luas adalah kegiatan kegiatan yang berkaitan dengan pemanfaatan sumber daya alam untuk menghasilkan produk dengan campur tangan manusia. pertanian dalam arti luas meliputi pertanian dalam arti sempit, perkebunan, kehutanan, peternakan dan Perikanan.

Perkebunan, perkebunan biasanya diusahakan di daerah yang mempunyai musim panas di dekat khatulistiwa. karena menggunakan manajemen seperti pada perusahaan industri, maka perkebunan sering disebut juga dengan industri perkebunan atau industri pertanian.

 

B.     Klasifikasi Sistem Pertanian Berdasarkan Tingkat Efisiensi Teknologi dan Tanaman yang Diusahakan.

 

Berdasarkan tingkat efisiensi teknologi dan tanaman yang diusahakan, sistem pertanian di Indonesia dapat dibedakan menjadi sistem ladang, sistem tegal pekarangan, sistem sawah dan sistem perkebunan. Sistem ladang merupakan sistem pertanian yang paling belum berkembang. Sistem ini merupakan peralihan dari tahap pengumpul ke tahap penanam. Pengolahan tanah minimum sekali, produktivitas berdasarkan pada lapisan humus yang terbentuk dari sistem hutan. Sistem ini hanya akan bertahan di daerah yang berpenduduk jarang, dan sumber tanah tak terbatas. Tanaman yang diusahakan umumnya tanaman pangan, seperti padi, jagung, kacang-kacangan, dan umbi- umbian. Sistem tegal pekarangan berkembang di tanah-tanah kering, yang jauh dari sumber-sumber air. Sistem ini diusahakan setelah menetap lama, tetapi tingkatan pengusahaan juga rendah, umumnya tenaga kurang intensif dan tenaga hewan masih jarang digunakan.

Tanaman- tanaman yang diusahakan terutama tanaman-tanaman yang tahan kekeringan dan pohon-pohonan. Sistem sawah, merupakan teknik budidaya yang tinggi, terutama dalam pengolahan tanah dan pengelolaan air, sehingga tercapai stabilitas biologi yang tinggi dan kesuburan tanah dapat dipertahankan. Ini dicapai dengan sistem pengairan yang sinambung dan drainase yang lambat. Sawah merupakan potensi besar untuk produksi pangan, baik padi maupun palawija. Di beberapa daerah tanaman tebu dan tembakau juga disuahakan di lahan sawah. Sedangkan sistem perkebunan, baik perkebunan rakyat maupun perkebunan besar (estate) yang dulu milik swasta asing dan sekarang kebanyakan perusahaan negara, berkembang karena kebutuhan tanaman ekspor seperti karet, kopi, teh dan coklat. Dalam taraf tertentu, pengelolaa sistem perkebunan di Indonesia merupakan yang terbaik, akan tetapi dibandingkan dengan kemajuan di dunia berkembang hal itu masih disarakan ketinggalan.

1.      Klasifikasi Sistem Pertanian di Daerah Tropika

Sistem pertanian di daerah tropika dapat diklasifikasikan menjadi tiga macam, yaitu sistem pertanian pengumpulan hasil tanaman, sistem pertanian untuk makanan ternak dan padang penggembalaan, dan sistem pertanian budidaya tanaman.

a.       Sistem Pertanian Pengumpulan Hasil Tanaman.

Sistem pertanian pengumpulan hasil tanaman adalah sistem pertanian yang secara langsung memperoleh hasil tanaman dari tanaman-tanaman yang tidak dibudidayakan. Sistem ini biasanya dijalankan bersamaan dengan sistem berburu binatang dan menangkap ikan. Sistem ini di Indonesia masih terdapat antara lain di Papua.

 

b.      Sistem Pertanian untuk Padang Penggembalaan dan Peternakan

Klasifikasi sistem pertanian untuk padang penggembalaan dan peternakan dibuat berdasarkan tetap tinggal (stationariness) atau tidaknya peternak dan ternaknya dalam satu lokasi tertentu secara permanen. Berdasarkan atar kriteria tersebut, klasifikasi sistem pertanian dibedakan sebagai berikut:

1)      Total nomadis, yaitu tidak ada tempat tinggal permanen bagi peternaknya dan tidak ada sistem budidaya tanaman makanan ternak teratur sehingga selalu bergerak.

2)      Semi nomadis, yaitu peternak mempunyai tempat tinggal permanen dan di sekitarnya ada budidaya makanan ternak sebagai tambahan, tetapi setelah waktunya lama, ternak dan penggembalaannya bergerak ke daerah- daerah yang berbeda.

3)      Transhuman, yaitu peternak mempunyai tempat tinggal permanen, tetapi ternaknya dengan bantuan penggembala, mengembara pada daerah penggembalaan yang berpindah-pindah dan jauh letaknya.

4)      Parsial nomadis, yaitu peternak tinggal terus menerus pada tempat pemukiman yang tetap dan penggembalaannya hanya pada daerah sekitarnya.

5)      Peternakan menetap, yaitu peternak dan ternaknya sepanjang tahun menetap pada lahan tertentu atau desanya sendiri.

c.       Sistem Pertanian Budidaya Tanaman

Sistem pertanian budidaya tanaman dapat diklaisifikasikan lagi berdasarkan beberapa ciri-ciri spesifik sebagai berikut:

1)      Berdasarkan Tipe Rotasi

Berdasarkan tipe rotasinya sistem pertanian dapat diklasifikasikan menjadi 4 macam, yaitu sistem pertanian dengan rotasi bera secara alami, sistem rotasi dengan makanan ternak (ley system), sistem dengan rotasi tegalan (field system), dan sistem dengan rotasi tanaman tahunan.

2)      Sistem pertanian dengan rotasi bera secara  alami. Sistem ini merupakan sistem dimana budidaya tanaman dilakukan bergantian dengan bera/dikosongkan (uncultivated fallow). Bentuk-bentuk vegetasi yang terdapat pada sistem rotasi bera secara alami dapat berupa yang dominan adalah pohon (forest fallow), yang dominan adalah semak (bush fallow), yang dominan kayu tahan api dan rumput (savanna fallow), atau yang dominan adalah rumput (grass fallow).

2.      Sistem pertanian rotasi dengan makanan ternak.

Pada sistem ini lahan ditanami tanaman-tanaman semusim untuk beberapa tahun, setelah itu rumput dibiarkan tumbuh atau ditanami rumput dan atau leguminosa untuk padang penggembalaan. Dalam sistem ini ada ley system yang diatur dan ley system alami. Pada ley system yang diatur, tanaman semusim/pangan dirotasikan dengan tanaman rumput dan atau leguminosa yang dipotong untuk ternak, sedangkan pada ley system alami, setelah tanaman semusim dipanen rumput dibiarkan tumbuh alami untuk padang penggembalaan ternak.

3.      Sistem pertanian dengan rotasi tegalan.

Pada sistem pertanian ini tanaman semusim yang satu ditanam setelah tanaman semusim yang lain pada lahan tegalan/lahan kering secara bersiklus. Sebagai contoh, pada musim hujan ditanami padi gogo kemudian setalah itu pada musim kering ditanami jagung. Setalah panen jagung lahan ditanami kembali dengan tanaman semusim lain, bisa padi gogo atau yang lain, demikian seterusnya.

4.      Sistem pertanian dengan rotasi tanaman tahunan

Pada sistem ini tanaman-tanaman tahunan seperti kopi, kakao, kelapa, tebu, teh, dan karet ditanam bergantian tanaman semusim, padang penggembalaan, tanaman- tanaman tahunan yang lain, atau dibiarkan bera.

 

b. Berdasarkan Intensitas Rotasi

Dalam mengklasifikasikan sistem pertanian berdasarkan kriteria intensitas rotasi (rotation intencity), digunakan terminologi Intensitas Rotasi (R) dengan formula R = jumlah tahun lahan ditanami dibagi lama siklus (dalam tahun) dikalikan 100%. Jadi, intensitas rotasi dalam hitungan memakai alat ukuran waktu. Sedangkan siklus yang dimaksud adalah jumlah tahun lahan ditanami ditambah jumlah tahun bera. Misalkan dalam siklus 10 tahun, 2 tahun lahan ditanami dan 8 tahun diberakan maka R = 2/10 x 100 = 20%, atau dalam siklus 20 tahun, 2 tahun lahan ditanami, 18 tahun diberakan maka R = 2/20 x 100 = 10 %. Bila lahan bera 7 tahun dan ditanami 7 tahun, maka R

= 7/14 x 100 = 50%. Berdasarkan besaran nilai R tersebut, klasifikasi sistem pertanian dibedakan menjadi:

1.         Bila R < 33%, sistem pertanian digolongkan sebagai sistem perladangan (shifting cultivation).

2.         Bila R kurang dari 60 % tetapi lebih besar dari 33% (33<R< 66), sistem pertanian digolongkan sebagai sistem bera (uncultivated system).

3.         Bila R > 66 %, sistem pertanian digolongkan sebagai sistem pertanian permanen (permanent cultivation).

 

c. Berdasarkan Intensitas Penanaman

Klasifikasi sistem pertanian berdasarkan intensitas penanaman (cropping intencity) atau sering disingkat IP mirip dengan klasifikasi sistem pertanian berdasarkan intensitas rotasi (rotation intencity). Bedanya klasifikasi berdasarkan intensitas rotasi menggunakan alat ukur waktu, sedangkan klasifikasi berdasarkan intensitas penanaman menggunakan alat ukur luasan lahan. Intensitas penanaman (IP) atau cropping intencity index dihitung dengan rumus: IP = luas areal lahan ditanami dalam setahun (ha) dibagi dengan luas areal lahan total tersedia (ha) dikalikan 100%. Jadi, misalkan luas areal lahan pertanian tersedia 100 ha dan ditanami hanya satu kali dalam setahun seluas 40 ha, maka IP = 40 /100 x 100 = 40%. Tetapi apabila luas areal lahan pertanian tersedia 100 ha, dalam satu tahun ditanami 2 kali, pertama ditanami 100 ha dan kedua ditanami 40 ha, maka IP = 140/100 x 100 = 140%. Makin besar IP, makin besar persentase areal lahan ditanami (ha) dibanding dengan luas areal total (ha) tiap tahunnya. Pada pertanian permanen, indeks penanaman (IP) lebih besar dari 66% (sebagian besar atau seluruh lahan ditanami lebih dari satu kali dengan sistem pola tanam ganda).

 

 

d. Berdasarkan Pola Tanam

Pola tanam (cropping pattern) adalah urut-urutan tanam pada sebidang lahan dalam waktu satu tahun, termasuk didalamnya masa pengolahan tanah. Klasifikasi sistem pertanian berdasarkan pola tanam merupakan klasifikasi sistem pertanian yang terpenting di daerah tropis. Pola tanam di daerah tropis, biasanya disusun selama satu tahun dengan memperhatikan curah hujan, terutama pada daerah atau lahan yang sepernuhnya tergantung dari hujan. Pemilihan jenis atau varietas yang ditaman perlu disesuaikan dengan keadaan air yang tersedia ataupun curah hujan. Contoh pola tanam : padi-padi-padi, padi-padi-bera, padi-jagung-bera, padi-kubis-padi, dan lain-lain. Klasifikasi sistem pertanian berdasarkan pola tanam ada 2 macam, yaitu sistem pertanian dengan pola tanam monokultur (monoculture) dan pola tanam polikultur (polyculture).

1)      Pola tanam monokultur (sole cropping/monoculture/ sistem tanam tunggal), adalah sistem pertanian dengan menanam hanya satu jenis tanaman saja dalam satu periode tanam. Misalnya, sawah ditanami padi saja (monokultur padi), jagung saja (monokultur jagung), atau kedelai saja (monokultur jagung), dan lain-lain.

2)      Pola tanam polikultur adalah sistem pertanian yang menanm banyak jenis tanaman pada satu bidang lahan yang terusun dan terencana dengan baik. Pola tanam polikultur terbagi menjadi beberapa macam, yaitu:

a)      Tumpang sari (multiple cropping) atau disebut juga dengan pertanaman ganda/campuran adalah salah satu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa penanaman dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam yang sama dalam waktu yang bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya yang sama,  seperti  jagung dan kedelai, atau jagung dan kacang tanah.

b)      2. Tumpang sela (intercropping) adalah tumpang sari yang      dilakukan        pada pertanaman   tunggal (monokultur) suatu tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan dimana sewaktu tanaman pokok masih kecil atau belum produktif ditanami tanaman sela setahun seperti jagung atau kedelai, atau tanaman dwitahun (cabai, tomat) atau bahkan tanaman tahunan dengan habitus lebih pendek seperti pisang.

c)      3.            Tumpang gilir (relay cropping) adalah cara bercocok tanam dimana dalam satu areal lahan yang sama ditanami dengan dua atau lebih jenis tanaman dengan  pengaturan   waktu  panen  dan tanam. Tanaman kedua ditanam menjelang panen tanaman musim pertama. Contohnya, tumpang gilir antara tanaman jagung yang ditanam pada awal musim hujan dan kacang tanah yang ditanam beberapa minggu sebelum panen jagung.

d)     Pola tanam bergiliran (sequential cropping) adalah usaha menumbuhkan dua tanaman atau lebih secara berurutan pada tanah yang sama dalam waktu satu tahun. Dalam sequential cropping setiap musim tanam petani hanya mengelola satu jenis tanaman.

e)      5.            Tanaman campuran (mixed cropping), yaitu menumbuhkan dua tanaman atau lebih secara bersama-sama/serentak  dengan            tidak memperhatikan jarak tanam atau jarak tanamnya tidak teratur.

f)       Tanaman dalam barisan (row cropping), yaitu menanam dua tanaman atau lebih secara bersama- sama/serentak dengan jarak tanam tertentu, satu jenis tanaman atau lebih ditanam dalam barisan tertentu secara teratur.

g)      Pertanaman berjalur (strip cropping), yaitu menanam dua tanaman atau lebih secara bersama- sama/serentak dengan satu macam tanaman ditanam dalam jalur-jalur tersendiri yang disusun secara berselang-seling. Bila penanaman dilakukan di lahan yang miring (lereng) mengikuti garis kontour disebut dengan pertanaman “sabuk gunung” (contour cropping).

h)      Pertanaman bertingkat (multi-storey cropping), yaitu penanaman dua jenis tanaman atau lebih berbentuk kombinasi antara pohon dengan tanaman lain yang berhabitus lebih pendek. Pertanaman bertingkat yang mengkombinasikan antara pohon berupa tanaman kehutanan dengan tanaman berhabitus pendek berupa tanaman pertanian disebut dengan agro-forestry.

i)        Sistem surjan (alternating bed system), yaitu dua jenis tanaman atau lebih ditanam pada sebidang lahan yang dibentuk menjadi dua ketinggian, bagian yang tinggi (guludan) dan yang rendah (ledokan) secara berselang-seling. Bagian yang tinggi biasanya berfungsi sebagai tegalan sedangkan bagian yang rendah sebagai sawah atau untuk tanaman yang tahan genangan.

e. Berdasarkan Suplai Air

Klasifikasi sistem pertanian berdasarkan suplai air terdapat beberapa macam, yaitu:

1)      Sistem pertanian dengan pengairan (irrigated farming) adalah sistem pertanian dimana air dapat diatur masuk ke lahan pertanian sesuai kebutuhan tanaman.

2)      Sistem pertanian tadah hujan (rainfed farming) adalah sistem pertanian yang pengairannya bersumber dari curah hujan sehingga tidak bisa diatur sesuai waktu dan kebutuhan tanaman.

3)      Sistem pertanian sawah (lahan basah) (rice field farming), yaitu sistem pertanian dibuat berteras serta digenangi air dan ditanami padi sawah. Sistem pertanian sawah di Indonesia ada 3 maam, yaitu:

a)      Sawah irigasi, yaitu sistem pertanian dengan pengairan yang teratur, sumber airnya dapat diperoleh dari sungai, bendungan, waduk, atau danau, sehingga tidak bergantung curah hujan. Pertanian sawah irigasi biasanya panen padi satu sampai dua kali setahun dan pada musim kemarau dapat diselingi dengan tanaman palawija.

b)      Sawah tadah hujan, yaitu sawah yang sistem pengairannya mengandalkan curah hujan sehingga hanya mendapatkan air pada saat musim hujan. Sawah tadah hujan pada musim hujan ditanami dengan padi jenis gogo-rancah, sedangkan pada musim kering ditanami palawija, jagung, atau ketela pohon.

c)      Sawah pasang surut adalah sawah yang pengairannya tergantung pada keadaan air permukaan yang dipengaruhi oleh kondisi pasang surutnya air sungai. Pada saat pasang sawah tergenang air, sedangkan pada saat surut sawah kering dan ditanami dengan padi. Sawah pasang surut banyak terdapat di Sumatera, Kalimantan, dan Papua.

d)     Sistem pertanian lahan kering (upland farming), yaitu sistem pertanian dimana lahannya tidak digenangi air dan tanahnya dalam keadaan kering, umumnya di bawah kapasitas lapang.

 

f. Sistem Pertanian Berdasarkan Tingkat Komersialisasi

Klasifikasi sistem pertanian berdasarkan tingkat komersialisasi atas persentase hasil kotor (gross return) yang dijual dibedakan menjadi:

a.       Pertanian subsisten,yaitu sistem pertanian dimana hampir tidak ada produksi pertaniannya yang dijual (penjualan < 20 % dari produksi).

b.      Pertanian setengah komersial, yaitu system pertanian dimana lebih kurang 50% dari nilai hasil pertaniannya dikonsumsi oleh keluarga, dan selebihnya dipasarkan.

c.       Pertanian komersial, yaitu system pertyanian dimana lebih dari 50% dari hasil pertaniannya dipasarkan.

 

 


 

BAB III

PENUTUP

 

A. Kesimpulan

Karakteristik pertanian yaitu pertanian memerlukan tempat yang luas, berbeda tempat berbeda pula jenis, potensi dan hasil pertanian, kegiatan dan produksi pertanian bersifat musiman. Untuk faktor-faktor yang berpengaruh terhadap produksi pertanian yaitu faktor genetik, faktor alam, faktor tenaga kerja, faktor modal dan faktor manajemen. Untuk sistem pertanian di Indonesia sia terbagi atas 4, yaitu sistem ladang, sistem tegal pekarangan, sistem sawah, sistem perkebunan. Untuk klasifikasi pertanian terbagi atas dua pertanian dalam arti sempit dan pertanian dalam arti luas..

 

B. Saran

Saran yang saya berikan dalam makalai ini, yaitu kita dapat mengetahu klasifikasi pertanian


 

DAFTAR PUSTAKA

 

BPS. 2020. Hasil Survei Pertanian Antar Sensus (Sutas) 2018 Seri A2. Jakarta : Badan Pusat Statistik

Bonawati, E. Sriyanto. 2013. Geografi Pertanian. Yogyakarta : Ombak.

Eva. Z, Nurbaiti. H, Fetriatman. 1993. Kearifan Mayrakat Tradisional Pedesaan Dalam Pemeliharaan Lingkungan Hidup di Daerah Provinsi Jambi. Jambi : Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.

Yanto, A. 2017. STUDI TENTANG KEARIFAN LOKAL BIDANG PERTANIAN

DI GORONTALO. Gorontalo : Repository UNG

 

No comments:

Post a Comment