DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR........................................................................................... ii
DAFTAR ISI......................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN...................................................................................... 1
1.1
Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2
Tujuan Praktek Lapang.............................................................................. 3
1.3
Manfaat Praktek Lapang............................................................................ 3
BAB II TINJAUAN PUSTAKA........................................................................... 4
2.1 Sistematika Tanaman Sawi Pagoda............................................................. 4
2.2 Morfologi Tanaman Sawi........................................................................... 4
2.3
Syarat Tumbuh Tanaman
Sawi Pagoda...................................................... 5
2.4 Budidaya Sawi Pagoda Dengan Hidroponik Sistem DFT............................ 6
2.5 Hidroponik Sistem NFT (Nutrient Film Technique).................................... 7
2.6 Pupuk Nutrisi AB Mix................................................................................ 8
BAB III
METODE PELAKSANAAN.................................................................. 10
3.1 Tempat
dan Waktu..................................................................................... 10
3.2 Alat
dan Bahan........................................................................................... 10
3.3 Pelaksanaan................................................................................................ 10
BAB IV HASIL
DAN PEMBAHASAN................................................................ 15
4.1 Hasil
Pengamatan....................................................................................... 15
BAB V
PENUTUP................................................................................................ 18
5.1 Kesimpulan................................................................................................ 18
5.2 Saran.......................................................................................................... 18
LAMPIRAN.......................................................................................................... 20
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar
Belakang
Tanaman sawi
pagoda (Brassica
narinosa) memiliki daun berwarna hijau pekat, banyak mengandung
vitamin, mineral, dan serat. Sesuai dengan pendapat Balitbangtan, (2018) bahwa
sayuran berwarna mengandung zat-zat penting didalamnya yang sangat bermanfaat
bagi kesehatan dan pemenuhan nilai gizi bila dikonsumsi. Lebih lanjut menurut
Wikipedia, (2020) bahwa tanaman ini berasal dari tiongkok yang lebih dikenal
dengan nama lain ta ke chai, memiliki bentuk daun oval dengan warna yang indah
dan unik.
Sawi pagoda bila ditinjau dari aspek ekonomis dan bisnisnya
layak untuk dikembangkan atau diusahakan untuk memenuhi permintaan konsumen
serta adanya peluang pasar. Kelayakan pengembangan budidaya sawi antara lain
ditunjukkan oleh adanya keunggulan komparatif kondisi wilayah tropis Indonesia
yang sangat cocok untuk komoditas tersebut, disamping itu, umur panen sawi
relatif pendek yakni 40-50 hari setelah tanam dan hasilnya memberikan
keuntungan yang memadai (Rahman et al.,
2008). Selain itu, aspek teknis, ekonomi dan sosial juga sangat mendukung
pengusahaan sayur di negeri kita. Ditinjau aspek teknis, budidaya sawi tidak
terlalu sulit (Haryanto et al.,
2006).
Salah satu faktor penting dalam budidaya yang menunjang
keberhasilan hidup tanaman adalah masalah pemupukan. Masalah umum dalam
pemupukan adalah rendahnya efisiensi serapan unsur hara oleh tanaman. Efisiensi
pemupukan N dan K tergolong rendah, berkisar antara 30-40%. Efisiensi pemupukan
P oleh tanaman juga rendah, berkisar 15-20% (Suwandi, 2009). Tanaman tidak cukup
hanya mengandalkan unsur hara dari dalam tanah saja. Oleh karena itu, tanaman
perlu diberi unsur hara tambahan dari luar, yaitu berupa pupuk (Prihmantoro,
2001). Upaya peningkatan efisiensi penggunaan pupuk dapat ditempuh melalui prinsip
tepat jenis, tepat dosis, tepat cara, tepat waktu aplikasi, dan berimbang
sesuai kebutuhan tanaman (Syafruddin et
al., 2009).
Untuk dapat tumbuh dan berproduksi optimal, tanaman sayuran
membutuhkan hara esensial selain radiasi surya, air, dan CO2. Unsur hara
esensial adalah nutrisi yang berperan penting sebagai sumber unsur hara bagi
tanaman. Ketersediaan masing-masing unsur tersebut di dalam tanah berbeda antar
tanaman (Suwandi, 2009).
Nutrisi AB mix dikenal dalam budidaya
hidroponik. Penamaan ini diambil dari dua jenis nutrisi yang digunakan.
Tujuannya untuk memudahkan dalam mengingat nama nutrisi.
Nutrisi A mewakili unsur makro hara dan
nutrisi B mewakili unsur mikro hara. Beberapa unsur makro hara yang dimaksud
mengandung N (nitrogen), P (fosfor), K (kalium, Mg (magnesium), dan lain
sebagainya. Sementara contoh nutrisi unsur mikro hara antara lain: Fe (besi),
Cu (tembaga), Cl (khlor), dan lainnya.
Menurut jenisnya, nutrisi AB mix,
terdiri dari dua bentuk: cairan dan butiran. Mana yang mesti kita pilih? Sebenarnya,
membeli nutrisi dalam bentuk butiran lebih menguntungkan bagi pembudidaya
karena harganya lebih murah dibandingkan dengan nutrisi dalam bentuk cairan.
1.2 Tujuan Praktek Lapang
Adapun
tujuan dari praktek lapang ini yaitu untuk mengetahui respon pertumbuhan dan
hasil Sawi Pagoda dengan cara sistem hidroponik DFT.
1.3 Manfaat Praktek Lapang
Adapun
manfaat dari praktek lapang ini yaitu dapat mengetahui respon pertumbuhan dan
hasil Sawi Pagoda dengan cara sistem hidroponik DFT.
BAB
II
TINJAUAN
PUSTAKA
2.1. Sistematika Tanaman Sawi Pagoda
Secara Taksonomi
sawi pagoda dapat diklasifikasikan sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Angiosperms
Sub division : Eudicots
Kelas : Rosids
Sub kelas : Brassicales
Family : Brassicaceae
Genus : Brassica
Speciesnya : Brassica
narinosa L.
2.2. Morfologi Tanaman Sawi
Tanaman pagoda
memiliki sistem perakaran tunggang yang menguatkan tumbuhnya tanaman dan
memiliki cabang-cabang akar yang berbentuk bulat panjang dan menyebar keseluruh
arah hingga kedalaman kurang lebih 30 – 50 cm. Akar sawi pagoda berfungsi
sebagai penghisap air dan zat makanan dari dalam tanah. Sawi pagoda berbatang
pendek dan beruas-ruas sehingga batangnya tidak terlihat jelas yang memiliki
fungsi sebagai pembentuk dan penopang daun serta batang berwarna hijau muda.
Sawi pagoda
memiliki struktur bunga yang tersusun dalam tangkai bunga (inflorescentia) yang tumbuh memanjang dan bercabang banyak. Pada
tiap kuntum bunga Sawi pagoda memiliki empat helai daun kelopak, empat helai
daun mahkota bunga berwarna kuning cerah, empat helai benang sari dan satu buah
putik yang berongga dua, memiliki daun berbentuk flat rosette yang dekat dengan tanah, berwarna hijau tua, lunak
serta daun berbentuk seperti sendok. Biji sawi pagoda berbentul bulat
kecil-kecil berwarna coklat kehitaman, memiliki permukaan licin, mengkilap dan
keras.
2.3. Syarat Tumbuh Tanaman
Sawi Pagoda
2.3.1. Tanah
Tanah yang cocok
untuk budidaya sawi pagoda adalah tanah liat, berpasir, cukup lembab, gembur,
banyak mengandung humus, subur, serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman
(pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhannya antara pH 6 sampai 7. Dan
membutuhkan hawa yang sejuk sehingga dapat tumbuh di dataran tinggi pada suhu
10°C sampai 25°C dan tumbuh optimal pada suhu 18°C dengan ketinggian tempat
mulai 500 mdpl hingga 1.200 mdpl.
2.3.2. Iklim
Kelembaban yang
dibutuhkan untuk budidaya adalah 80% sampai 90%. Tanaman sawi-sawian adalah
tanaman yang tolerir terhadap hujan dengan kebutuhan curah hujan 1000 sampai
1500 mm/tahun. Pada musim kemarau sawi pagoda dapat ditanam dengan menjaga
tingkat kelembaban yaitu tanaman disiram secara teratur. Sawi pagoda tidak suka
dengan air yang mengenang dan sawi pagoda sangat suka dengan penyinaran yang
utuh untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangannnya.
2.4. Budidaya Sawi Pagoda Dengan Sistem Hidroponik
Hidroponik berasal dari kata
Hydro (air) dan Ponics (pengerjaaan), sehingga hidroponik bisa diartikan
bercocok tanam dengan media tanam air. Pada awalnya orang mulai menggunakan air
sebagai media tanam mencontoh tanaman air seperti kangkung, sehingga kita mengenal
tanaman hias yang ditanam dalam vas bunga atau botol berisi air. Sejarah
hidroponik dimulai pada 3 abad yang lalu, pada tahun 1669 di Inggris sudah
dilakukan pengujian tanaman hidroponik dalam laboratorium.
Kemajuan yang sangat
berpengaruh terjadi pada tahun 1936, Dr. W.F. Gericke di California (AS)
berhasil menumbuhkan tomat setinggi 3 m dan berbuah lebat dalam bak berisi air
mineral. Pada tahun 1950 Jepang secara besar-besaran menyebarkan cara bercocok
tanam hidroponik untuk mensuplai sayuran bagi tentara pendudukan Amerika
Serikat. Dari sini hidroponik terus menyebar ke berbagai negara. Di Indonesia
hidroponik mulai dikembangkan pada sekitar tahun 1980.
Hidroponik adalah metode
penanaman tanaman tanpa menggunakan media tumbuh dari tanah. Secara harafiah
hidroponik berarti penanaman dalam air yang mengandung campuran hara. Dalam
praktiknya sekarang ini, hidroponik tidak terlepas dari penggunaan media tumbuh
lain yang bukan tanah sebagai penopang pertumbuhan tanaman.
Menurut Raffar (1993), sistem
hidroponik merupakan cara produksi tanaman yang sangat efektif. Sistem ini
dikembangkan berdasarkan alasan bahwa jika tanaman diberi kondisi pertumbuhan
yang optimal, maka potensi maksimum untuk berproduksi dapat tercapai. Hal ini
berhubungan dengan pertumbuhan sistem perakaran tanaman, di mana pertumbuhan
perakaran tanaman yang optimum akan menghasilkan pertumbuhan tunas atau bagian
atas yang sangat tinggi. Pada sistem hidroponik, larutan nutrisi yang diberikan
mengandung komposisi garam-garam organik yang berimbang untuk menumbuhkan
perakaran dengan kondisi lingkungan perakaran yang ideal.
Hidroponik, menurut Savage
(1985), berdasarkan sistem irigasisnya dikelompokkan menjadi: (1) Sistem
terbuka dimana larutan hara tidak digunakan kembali, misalnya pada hidroponik
dengan penggunaan irigasi tetes drip irrigation atau trickle
irrigation, (2) Sistem tertutup, dimana larutan hara
dimanfaatkan kembali dengan cara resirkulasi. Sedangkan berdasarkan penggunaan
media atau substrat dapat dikelompokkan menjadi (1) Substrate
Sistem dan (2) Bare Root Sistem.
2.5. Hidroponik
Sistem DFT (Nutrient Film Technique)
Deep Flow
Technique atau biasa disebut DFT adalah system hidroponik yang meletakkan akar
tanaman pada lapisan air pada kedalaman air berkisar 4-6 cm, dan merupakan
system yang mudah dipasang dilahan sempit, luas, maupun lahan vertical. Sistem
DFT membutuhkan tenaga listrik untuk mensirkulasikan air kedalam talang-talang
dengan menggunakan popmpa air dan untuk menghemat listrik dapat menggunakan
timer untuk mengatur waktu hidup dan mati pompa.
System DFT mempunyai kelebihan
salah satunya pada saat aliran arus listik padam maka larutan nutrisi tetap
tersedia hal ini karena system ini diatur kedalam nutrisinya sampai 6 cm.
Adapun keunggulan lainnya contoh pemakaian listrik lebih hemat dan tanaman
tidak mudah kering/mati.
Selain mempunyai kelebihan
pasti ada kelemahannya contohnya apabila seluruh akar terendam akan
mengakibatkan busuk karena area akar tidak mendapatkan suplay oksigen yang
cukup, oksigen bagi tanaman lebih sedikit, biaya lebih mahal, jika listrik mati
biasanya tando air akan luber sehingga nutrisi menjadi terbuang, kemungkinan
bias dijadikan sarang nyamuk apabila tidak melakukan pengecekan / pembersihan
pipa secara rutin, dan jika pemasangan tidak sesuai / tidak sempurna
memungkinkan akan adanya kebocoran pada sambungan PVC.
Prinsip dasar system DFT
sangat mudah yaitu mensirkulasi larutan nutrisi tanaman secara terus menerus
selama 24 jam pada rangkaian aliran tertutup, Dalam system DFT ada 2 bagian
yaitu bagian media tanaman dan bagian tandon nutrisi serta alirannya. Biasanya
jenis tanaman yang menggunakan system DFT adalah sayur-sayuran, contoh brokoli,
bayam, kangkong, tomat, bawang, sawi, bak choy, kalian, kadang juga stowberry,
dan lain-lain.
2.6. Nutrisi Tanaman
Budidaya
sayuran daun secara hidroponik umumnya menggunakan larutan hara berupa larutan
hidroponik standar (AB mix), (Nugraha & Susila, 2015). Ramadiani dan Susila
(2014) menyimpulkan bahwa pupuk majemuk NPK 15:15:15 dengan konsentrasi N yang
disetarakan dengan larutan hara AB mix dapat digunakan pada budidaya kangkung,
caisin, dan kailan secara hidroponik. Kebutuhan hara berdasar suplai dari luar,
larutan nutrisi yang diberikan terdiri atas garam-garam makro dan mikro yang
dibuat dalam larutan stok A dan B. Larutan nutrisi stok A terdiri atas unsur N,
P, K, Ca, dan Fe, sedangkan stok B terdiri atas unsur Mg, S, B, Mn, Cu, Na, Mo,
dan Zn. Selain itu, nutrisi yang terdiri dari unsur hara makro dan mikro
merupakan hara yang mutlak diperlukan untuk memperbaiki pertumbuhan tanaman
(Karsono dkk., 2002).
Laju
pertumbuhan tanaman diatur oleh adanya faktor yang berada dalam jumlah minimum
dan besar kecilnya laju pertumbuhan ditentukan oleh peningkatan dan penurunan
faktor yang berada dalam jumlah minimun tersebut, contoh apabila N, P dan K
dicukupi maka untuk mencapai hasil yang tinggi belerang dan sulfur menjadi
faktor pembatas (Agustina, 2004) Nutrisi AB mix adalah nutrisi yang digunakan
dibagi menjadi dua stok yaitu stok A dan stok B. Stok A berisi senyawa yang kalsium
hidroksisda di Ca, sedangkan Stok B berisi senyawa yang mengandung sulfat dan
fosfat. Pembagian tersebut dimaksudkan agar dalam kondisi pekat tidak terjadi
endapan, karena Ca jika bertemu dengan sulfat atau fosfat dalam keadaan pekat
menjadi kalsium sulfat atau kalsium fosfat dan membentuk endapan (Sutiyoso,
2004).
Menurut
Kusumawardhani dan Widodo (2003), larutan nutrisi untuk budidaya hidroponik
dapat diramu sendiri dari berbagai bahan kimia, namun memerlukan ketelitian dan
keterampilan yang tinggi. Biaya yang harus dikeluarkan relatif besar bila hanya
digunakan dalam skala kecil. Bahan kimia untuk meramu nutrisi yang tersedia di
pasaran biasanya dalam kemasan besar atau paket minimal tertentu, sehingga bagi
petani dan masyarakat umum, budidaya dengan sistem hidroponik masih dinilai
mahal. Penggunaan pupuk majemuk NPK, pupuk majemuk lengkap, serta pupuk organik
cair sebagai nutrisi hidroponik diduga dapat dilakukan dengan catatan
mengandung nutrisi yang cukup dan sesuai kebutuhan tanaman.
BAB III
METODE
PELAKSANAAN
3.1. Tempat dan Waktu
Adapun
tempat pelaksanaan praktek lapang ini pada lahan Balai Penyuluh Pertanian (BPP)
Meuraxa, Gampong Asoe Nanggroe, Kecamatan Meuraxa, Kota Banda Aceh dimulai
sejak tanggal 14 November 2020 – 22 Januari 2021.
3.2.
Alat dan Bahan
3.2.1.
Alat
Adapun
alat yang digunakan dalam praktek lapang ini yaitu Pompa
Aquarium 103, rak
penanaman, gergaji kecil,
3.2.2.
Bahan
Adapun bahan yang digunakan adalah Air bersih,
nutrisi AB mix, rockwool,
net pot, wadah persemaian, ember, dan benih sawi pagoda.
3.3.Pelaksanaan
3.3.1. Penyemaian
Benih
Ada beberapa tahap yang dilakukan sebelum benih yang disemai, tahapan ini
dilakukan agar benih yang kita tanam akan tumbuh baik dan subur. Tahapan
penyemaian tersebut antaranya :
-
Potong Rockwool terlebih dahulu dengan ukuran
netpot yang di pakai
-
Lembabkan Rockwool yg sudah di potong potong
tadi
-
Setelah itu di lobangkan Rockwool
-
Isi 1 atau 2 benih kedalam Rockwool
-
Penyiraman bibit setelah usia 1 minggu baru
menggunakan air nutrisi.
-
Pemindahan bibit tanaman dari persemaian
dilakukan selama satu minggu dipersemaian atau sampai akar keluar satu atau dua
dari polikap.
-
Cahaya yang baik untuk penanaman tanaman selama
di plot berkisar
antara 50 sampai 70 %.
3.3.2. Perawatan
Penyemaian
Perawatan persemaian meliputi penyiraman, penjarangan bibit, serta
pencegahan hama dan penyakit. Bibit di persemaian harus
mendapatkan air yang cukup dan teratur untuk pertumbuhannya, sehingga
persemaian perlu dijaga agar tidak kering dan tidak terlalu basah. Caranya
disemprot dengan semprotan air yang halus (gunakan alat spray), dilakukan 1 - 2
kali sehari (pagi dan sore) tergantung kondisinya.
Jika kondisi media tanamnya lembab,
penyemprotan air cukup sekali sehari, bahkan cukup 2 hari sekali. Kelebihan
penyiraman cenderung lebih berdampak negatif dibandingkan kekurangan
penyiraman.
3.3.3
Persiapan
Pemindahan Ke Netpot
Sebelum
tanaman sayuran dipindahkan kedalam netpot yang tersedia, ada beberapa hal yang
harus dilakukan agar tanaman yang dipindahkan akan tumbuh dengan baik dan
subur, persiapan yang harus dilakukan :
-
Pastikan sistem DFT
berfungsi dengan baik dan tidak bocor.
-
Pastikan pengairan tidak
tersumbat.
-
Jika tersumbat,
gunakan benda keras untuk membuka jalan air.
-
Pastikan palong air
bersih dan tidak berlumut.
-
Pastikan bak
penampung air tidak belumut.
-
Pastikan air di bak
DFT sudah terisi.
-
Pastikan tanaman
yang dipindahkan kedalam plot tanaman
sehat.
3.3.4
Cara Penanaman
-
Tanaman yang sudah terisi memiliki akar lebih
dari 1 dibawah polikap atau sudah keluar sekitar 1 cm, diletakkan kedalam
lubang yang ada palong.
-
Akar yang sudah keluar gunanya untuk menyerap
air.
-
Peletakkan polikap dalam palong harus menyentuh
lantai palong agar tanaman bisa mendapatkan air yang mengalir dibawah palong.
-
Selain untuk akar tanaman dapat mendapatkan air,
tujuan peletakkan polikap sampai kedasar palong, agar media tanam mendapatkan
air, sehingga media senantiasa lembab.
-
Penanaman yang paling bagus dilakukan pada sore
hari.
3.3.5
Cara
Perawatan Tanaman Dalam Plot
Setelah tanaman ditanam kedalam aplong, ada beberapa hal yang harus
dilakukan agar tanaman yang ditanam bisa berhasil sampai panen.
Setiap hari, aliran air harus dilihat agar tidak tersumbat, jika tersumbat
lakukan perbaikan dengan menusukkan benda keras kedalam lobang aliran air.
Pastikan air nutrisi dalam bak senantiasa penuh. Jika air sudah berkurang
sampai batas minimal, segera isi kembali air sampai penuh, baru diberikan
nutrisi. Jangan sampai bak kering karena bisa menyebabkan aerator rusak. Jika
tanaman yang mati, segera diambil karena bisa menularkan penyakit, dan segera
disulam agar tanaman tumbuh serentak.
3.3.6
Panen Sayuran Sawi Pagoda
Panen
dilakukan pada usia 60 - 80 hari setelah tanam kedalam palong, panen dilakukan pada
pagi dan sore hari, untuk menghindari berkurangnya bobot tanaman perbatangnya.
Pemanenan dilakukan dengan memotong batang yang paling bawah, dengan
menggunakan gunting biasa dan gunting stek, gunting harus steril, ini berguna
agar bekas luka tidak mudah busuk, gunakan keranjang buah untuk memudahkan
pemanenan agar tanaman tidak rusak.
Pisahkan
tanaman yang rusak dan yang bagus,sortir daun bawah yang terlihat kuning
setelah dilakukan sortir, tanaman ditimbang untuk mencari berat yang dibutuhkan
pasar kemudian masukkan kedalam plastik putih ukuran 5 kg baru dilakukan peking
dengan stepler.
3.3.7
Pengamatan
1.
Tinggi Tanaman (cm)
Pengukuran tinggi tanaman dilakukan 1 minggu setelah
dipindahkan dari persemaian ke plot, dengan interval 1 minggu sekali.
Pengukuran dengan menggunakan meteran dimulai dari pangkal tanaman sampai
kehelai daun yang tertinggi. Data yang diperoleh dianalisis dan ditampilkan
dalam bentuk tabel.
2.
Jumlah Daun (helai)
Untuk pengamatan jumlah helai daun dihitung secara
keseluruhan pada tanaman sampel mulai 1 minggu setelah penanaman dengan
interval waktu satu minggu sekali sebanyak satu kali pengamatan. Daun yang
dihitung adalah daun yang telah terbentuk atau membuka sempurna pada saat
pengamatan. Data yang diperoleh dianalisis, dan
ditampilkan dalam bentuk tabel.
3.
Lebar Daun
Untuk pengamatan jumlah helai daun dihitung secara
keseluruhan pada tanaman sampel mulai 2 minggu setelah penanaman dengan
interval waktu satuminggu sekali sebanyak satu kali pengamatan.Daun yang
dihitung adalah daun yang telah terbentuk atau membuka sempurna pada saat
pengamatan. Data yeng diperoleh dianalisis, dan ditampilkan dalam bentuk tabel.
4.
Pemberian Nutrisi
Pemberian nutrisi dilakukan sebelum pemindahan
tanaman, dimana isi dari bak air sebanyak 50 liter, dengan jarak setiap plot
tanaman 20 cm, jarak palang air 10 cm.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil Pengamatan
4.1.1. Tinggi
Tanaman Sawi pagoda
Pengaplikasian
menggunakan pupuk nutrisi AB mix dapat meningkatkan pertumbuhan tinggi tanaman
pada tanaman sawi pagoda dengan sistem hidoponik DFT, berikut tabel data
pertumbuhan tinggi tanaman sawi pagoda.
Tabel
1. Tinggi Tanaman Sawi Pagoda pada umur 14,
21, 28, 35, dan 45 Hari Setelah Tanam (HST) menggunakan nutrisi AB mix tanpa
pupuk tambahan.
Tinggi Tanaman Sawi
Pagoda |
|||||
|
T1 |
T2 |
T3 |
T4 |
T5 |
M1 |
6 cm |
8 cm |
7 cm |
7 cm |
6 cm |
M2 |
7 cm |
8,9 cm |
8,2 cm |
8,5 cm |
7,6 cm |
M3 |
8,9 cm |
10,8 cm |
10,7 cm |
10,2 cm |
8,5 cm |
M4 |
9,3 cm |
11,6 cm |
11,5 cm |
11.3 cm |
10 cm |
M5 |
12 cm |
12,5 cm |
12,1 cm |
13,3 cm |
11,8 cm |
4.2.2. Jumlah
Daun Tanaman Sawi Pagoda
Tabel 2. Jumlah Daun Tanaman Sawi
Pagoda pada umur 14, 21, 28, 35, dan 45 Hari Setelah Tanam (HST),
menggunakan nutirsi AB mix tanpa pupuk tambahan.
Jumlah Daun Tanaman Sawi Pagoda |
|||||
T1 |
T2 |
T3 |
T4 |
T5 |
|
M1 |
9 Daun |
8 Daun |
7 Daun |
9 Daun |
8 Daun |
M2 |
10 Daun |
10 Daun |
9 Daun |
10 Daun |
9 Daun |
M3 |
14 Daun |
13 Daun |
15 Daun |
14 Daun |
17 Daun |
M4 |
16 Daun |
15 Daun |
18 Daun |
17 Daun |
19 Daun |
M5 |
19 Daun |
21 Daun |
10 Daun |
22 Daun |
23 Daun |
Dari kelima
tanaman sawi pagoda yang diamati dapat dilihat pertumbuhan jumlah daun tanaman
sawi pagoda dari setiap minggu semakin meningkat. Dari lima (5) tanaman, jumlah
daun tanaman terbanyak ditunjukkan pada tanaman T5 sebanyak 23 daun.
4.4.3
Lebar
Daun Tanaman sawi Pagoda
Pengaplikasian menggunakan pupuk nutrisi AB mix dapat meningkatkan
pertumbuhan jumlah daun pada tanaman sawi pagoda, berikut tabel data
pertumbuhan jumlah daun tanaman sawi pagoda.
Tabel 3. Lebar daun tanaman sawi pagoda pada umur 14, 21,
28, 35, dan 45 Hari Setelah Tanam (HST), menggunakan nutirsi AB mix tanpa pupuk
tambahan.
Lebar Daun Tanaman Sawi Pagoda |
|||||
|
T1 |
T2 |
T3 |
T4 |
T5 |
M1 |
2 cm |
2 cm |
2 cm |
2 cm |
2,1 cm |
M2 |
2,3 cm |
2,5 cm |
2,5 cm |
2,3 cm |
2,5 cm |
M3 |
3 cm |
2,7 cm |
2,9 cm |
2,6 cm |
3,1 cm |
M4 |
3,5 cm |
3,6 cm |
3,4 cm |
3 cm |
3,5 cm |
M5 |
4 cm |
4,2 cm |
3,6 cm |
3,5 cm |
3,8 cm |
Tabel 3 menunjukkan bahwa rata-rata lebar daun tanaman pada setiap umur
menunjukkan perbedaaan, namun secara umum lebar daun tanaman dijumpai pada
tanaman T2, perubahan lebar daun tanaman setelah 2 minggu diukur pertama pada
umur 14 hari.
BAB
V
PENUTUP
Pemberian larutan nutrisi Abmix dapat memberikan hasil yang baik terhadap
respon dan pertumbuhan pada tanaman sawi pagoda untuk pertumbuhan tinggi,
jumlah daun dan lebar daun.
Faktor yang berpengaruh
terhadap kualitas yang dihasilkan diantaranya adalah unsur hara. Tanaman
membutuhkan 16 unsur hara/nutrisi untuk pertumbuhan yang berasal dari udara,
air, dan pupuk atau nutrisi.
Tercukupinya kebutuhan hara tanaman akan menghasilkan produk dengan
kualitas dan nilai ekonomis yang tinggi. Fitter et al. (1994) menambahkan
rendahnya ketersediaan unsur hara akan memperlambat pertumbuhan tanaman.
Masing-masing unsur hara mempunyai fungsi dan proses fisiologis tanaman,
seperti nitrogen yang mempunyai peranan sangat besar dalam pertumbuhan tanaman.
5.2
Saran
Berdasarkan
hasil pengamatan dan pembahasan diatas, disarankan menggunakan nutrisi AB mix
agar mendapatkan hasil yang baik dalam pertumbuhan tanaman sawi pagoda
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2019. Cara
Budidaya Sawi Pagoda Secara Hidroponik Dengan Sistem DFT https://www.faunadanflora.com/cara-menanam-sawi-pagoda-secara-hidroponik-dengan-sistem-DFT,
Azizah, K., 2020. Cara Bercocok Tanam Hidroponik Mudah Untuk Pemula.
https://www.merdeka.com/trending/cara-bercocok-tanam-hidroponik-mudah-untuk-pemula-kln.html
Bayu WN, 2017. Cara Mudah
Menanam Pagoda Sistem DFT
di http://hidroponikpedia.com/cara-mudah-menanam-pagoda-sistem-DFT/
Bayu WN, 2018. 5 macam
Sistem Hidroponik. http://hidroponikpedia.com/5-macam-sistem
hidroponik/
Halim, J. 2017. 6 Teknik
Hidroponik. Penebar Swadaya. Jakarta.
Hamli, F., Iskandar M.L.,
dan Ramal Y. 2015. Respon pertumbuhan tanaman sawi (Brassica juncea L.) secara
hidroponik terhadap komposisi media tanam dan konsentrasi pupuk organik cair. E.J. Agroekotekbis 3 (3): 290 – 296.
Mutiarawati, L,
2016.Sawipagodahttps://luthfiyyahmutiarawati.wordpress.com Warman., Syawaluddin dan Imelda S.H. 2016.
Pengaruh perbandingan
jenis larutan hidroponik dan m e d i a t a n a m t e r h a d a p p e rt u m b u
h a n s e rt a h a s i l p r o d u k s i t a n a m a n s a w i (Brassica
juncea. L) drif irrigation system. J. Agrohita, 1 (1): 28 – 53.
/2016/10/31/sawi-pagoda/
Margiyanto, 2010.
Budidaya Tanaman Sawi. Penebar Swadaya. Jakarta.
Rosmarkam, A. dan N. W. Yuwono.
2002. Ilmu Kesuburan Tanah. Kanisius, Yogyakarta.
No comments:
Post a Comment