Saturday, 13 November 2021

Laporan Praktek Lapang TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN SAWI DENGAN SISTEM AQUAPONIK ( NUTRISI LIMBAH IKAN LELE)

 

DAFTAR ISI

 

 

Halaman

LEMBAR PENGESEHAN................................................................................... i

KATA PENGANTAR.......................................................................................... ii

DAFTAR ISI......................................................................................................... iv

DAFTARTABEL.................................................................................................. v

 

BAB I PENDAHULUAN..................................................................................... 1

1.1 Latar Blakang................................................................................................ 1

1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................... 3

1.3 Tujuan Praktek Lapang.................................................................................. 4

1.4 Manfaat Penelitian......................................................................................... 4

 

BAB II TINJAUAN PUSTAKA.......................................................................... 5

2.1 Klasifikasi Tanaman Sawi ............................................................................. 5

2.2 Morfologi Tanaman Sawi ............................................................................. 5

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Sawi ..................................................................... 8

2.4 Budidaya Tanaman Sawi Secara Aquaponik............................................... 10

2.5 Peranan Media Tanam Dalam Aquaponik................................................... 11

2.6 Teknik Budidaya Tanaman Sawi Secara Hidroponik.................................. 12

2.7 Keunggulan Sistem Aquaponik................................................................... 13

 

BAB III METODOLOGI ................................................................................... 16

3.1 Tempat Dan Waktu Penelitian..................................................................... 16

3.2 Alat Dan Bahan .......................................................................................... 16

 

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................ 18

4.1 Pengaruh Media Tanam .............................................................................. 18

4.2 Tinggi Tanaman........................................................................................... 20

4.3 Jumlah Daun................................................................................................ 22

 

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN............................................................. 25

5.1 Kesimpulan ................................................................................................. 25

5.2 Saran ........................................................................................................... 25

 

DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 26

LAMPIRAN FOTO............................................................................................. 27


DAFTAR TABEL

 

 

No                                                       Teks                                                   Halaman

 

1   Hasil pengukuran tinggi tanaman umur 14 hari HST........................................ 21

2   Hasil pengukuran tinggi tanaman umur 25 hari HST........................................ 21

3   Hasil pengukuran tinggi tanaman umur 30 hari HST........................................ 21

4   Hasil pengukuran jumlah daun umur 14 hari HST............................................ 23

5   Hasil pengukuran jumlah daun umur 25 hari HST............................................ 23

6   Hasil pengukuran jumlah daun umur 30 hari HST............................................ 23

 

 

 


BAB I

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Sawi / caisim ( Brassica juncea L ) merupakan salah satu komoditas tanaman hortikultura dari jenis sayur sayuran yang dimanfaatkan daunnya yang masih muda. Sawi selain dimanfaatkan sebagai bahan makanan sayuran juga dapat dimanfaatkan untuk pengobatan karena memiliki berbagai macam kandungan gizi yang baik ( Cahyono, 2003 ). Manfaat sawi sangat baik untuk menghilangkan rasa gatal di tenggorokan pada penderita batuk, penyembuh penyakit kepala, bahan pembersih darah, memperbaiki fungsi ginjal, serta memperbaiki dan memperlancar pencernaan. Sedangkan kandungan yang terdapat pada sawi adalah protein, lemak, karbohidrat, Ca, P, Fe, Vitamin A, Vitamin B, dan Vitamin C ( Aji. C, 2009 ).  

Pengembangan sawi di Indonesia mengalami beberapa kendala antara lain luasan lahan produktif yang semakin sempit akibat adanya berbagai macam praktek konservasi dan kompetisi penggunaan lahan, kondisi iklim yang selalu berubah – ubah seperti curah hujan yang tinggi dan kemarau panjang, serta adanya masalah degredasi lahan. Oleh sebab itu, untuk menghasilkan produk sayuran yang berkualitas secara kontinyu diperlukan budidaya dengan sistem hidroponik. Hidroponik merupakan budidaya tanaman menggunakan media selain tanah dengan penambahan nutrisi hara untuk pertumbuhan.  

Di antara berbagai jenis sistem hidroponik, cara bertanam hidroponik  system aquaponik ( sumbu ) adalah jenis yang paling sederhana. Cara bertanam hidroponik wick sistem merupakan sebuah sistem pemberian nutrisi pada media tumbuh melalui sumbu yang digunakan sebagai reservoir. Kultur substrat ini merupakan sistem yang paling mudah diadopsi selain sistem NFT (Raffar 1990) dan merupakan salah satu sistem yang banyak dikembangkan para petani / pengusaha agrobisnis di Indonesia (Sumarni N, 2005). Dalam budidaya hidroponik sistem wick diperlukan media sebagai tempat untuk mendukung pertumbuhan dan berdiri tanaman selama hidupnya. Oleh sebab itu, penggunaan media tanam dalam hidroponik harus mempunyai beberapa kriteria antara lain sifat fisik yang baik, sistem tata udara yang baik, mempunyai kemampuan menyimpan air dan unsur hara.

Berbagai jenis media tanam yang dapat digunakan dalam budidaya hidroponik antara lain pasir, serbuk gergaji, arang sekam, cocopeat, zeolit, vermikulit, perlit, dan lain – lain (Fahmi, Z. 2013). Menurut Wuryaningsih ( 2003) arang sekam mempunyai sifat menahan air yang tinggi, sirkulasi udara tinggi, berwarna kehitaman sehingga dapat mengabsorbsi sinar matahari dengan efektif. Cocopeat dapat menahan kandungan air dan unsur kimia nutrisi serta menetralkan kemasaman tanah. Karena sifat tersebut, sehingga cocopeat dapat digunakan sebagai media yang baik untuk pertumbuhan tanaman (Anonim, 2013). Menurut Bambang B. Santoso ( 2010 ) Serbuk gergaji sangat baik untuk media tanam khususnya sayur-sayuran karena memiliki daya tahan memegang air yang tinggi. 

Selain media tanam, penggunaan nutrisi secara efektif merupakan salah satu faktor keberhasilan bagi pertumbuhan tanaman dalam sistem hidroponik, karena nutrisi merupakan substansi organik yang dibutuhkan tanaman untuk fungsi normal dari sistem tubuh, pertumbuhan dan pemeliharaan sistem kesehatan. Namun, sejalan dengan banyaknya permintaan masyarakat akan produk segar organic maka perlu dilakukan upaya untuk mengatasi kondisi tersebut salah satunya dengan penggunaan urine sapi sebagai alternatif pengganti nutrisi kimia sintetic.

Dalam penerapannya, kualitas dan konsentrasi POC urine sapi sangat menentukan keberhasilan dalam budidaya hidroponik. Jika konsentrasi larutan nutrisi tidak sesuai dengan jenis dan umur tanaman maka kuantitas dan kualitas hasil tanaman akan rendah. Selain itu, konsentrasi  larutan nutrisi perlu diketahui karena seluruh kebutuhan unsur hara tanaman pada hidroponik disuplai dari larutan nutrisi yang diberikan. Hal yang lain adalah pemberian nutrisi pada media tumbuh mempunyai batas-batas tertentu seperti kemampuan media dalam menyerap nutrisi dan kemampuan media dalam  menghantarkan air atau larutan ke perakaran tanaman. Oleh sebab itu, penelitian ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan jenis media dan konsentrasi POC urine sapi yang sesuai serta mengetahui pengaruh kedua factor tersebut terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman caisim.

 

1.2  Rumusan Masalah

Apakah jenis media tanam berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman sawi secara aquaponik.

 

 

 

1.3  Tujuan Praktek Lapang

Untuk mengetahui pengaruh media tanam terhadap pertumbuhan tanaman sawi secara aquponik

 

1.4  Manfaat Praktek Lapang

a.       Memberikan informasi tentang teknik budidaya tanaman sawi secara aquaponik

b.      Menambah referensi tentang pemanfaatan media tanam organic untuk budidaya tanaman sawi secar aquaponik.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

 

2.1 Klasifikasi Tanaman Sawi

Klasifikasi tanaman sawi hijau, menurut (Kloppenburg, 2008 ) adalah  sebagai berikut :

Kingdom      : Pantae

Subdivisi      : Spermatophyta

Kelas            : Dicotyledonae

Ordo             : Rhoeadales

Family          :  Cruciferae

Genus           : Brassica

Spesies          : Brassica juncea L.

 

2.2 Morfologi Tanaman Sawi

Tanaman sawi merupakan tanaman tahunan. Daun tanaman sawi dengan daun brokoli sekilas terlihat sama. Orang awam terkadang ada yang masih sukar membandingkannya.

Namun, perbedaan tersebut tidak terbatas pada daunnya saja, namun masih ada bagian lain yang menjadi pembeda dengan sayuran lain meskipun masuk dalam satu family, sebagai berikut:

1. Akar

Tanaman sawi memiliki sistem perakaran yaitu akar serabut yang tumbuh secara menyebar di sekitar tanah. Akar tersebut menembus tanah tidak terlalu dalam yaitu hanya sekitar 5 cm saja. Struktur akar pada sawi sangat mudah putus. Selain itu, akar ini bisa tumbuh dengan optimal pada tanah yang subuh, gembur dan mengandung banyak air.

Akar tersebut berbentuk fili dan diameternya kecil. Akar pada sawi ujungnya meruncing dengan kulit yang berwarna hijau muda hingga kuning pucat. Jika dibelah, bagian dalam akar berwarna putih cerah.

2. Batang

Sawi mempunyai batang yang beruas dan pendek bahkan batang ini hampir sukar dibedakan dari tangkai daun. Batang sawi juga berfungsi sebagai penopang serta pembentuk daun sawi. Batang ini berwarna hijau keputihan dengan tekstur berair dan mudah patah. Tekstur permukaan batang halus dan tidak ditumbuhi biji.

3. Daun

Daun sawi berbentuk lonjong dan memiliki tangkai daun yang panjang hasil pertumbuhan dari batang. Tangkai daun sawi berukuran besar, berdaging dan mengandung banyak air. Permukaan daun memiliki tekstur yang halus, mengkilat dan tidak ditumbuhi bulu. Umumnya, daun sawi tumbuh secara berserak atau roset, tersusun rapat dan rapih sehingga sangat sulit untuk membentuk krop.

Daun ini memiliki tekstur yang mudah sobek dan lunak. Daun ini memiliki tipe tulang daun menyirip.  Daun sawi berbentuk oval dengan ujung yang membulat. Pada daun muda berwarna hijau muda sedangkan pada daun tua berwarna hijau tua. Namun, beberapa factor seperti lingkungan dan genetic dari sawi bisa menyebabkan perbedaan morfologi.

4. Bunga

Sawi memiliki bunga yang tersusun dalam tangkai bunga dan biasa disebut dengan tipe inflorentia. Bunga ini memiliki cabang yang banyak dan memanjang. Bunga sawi tergolong sebagai bunga lengkap karena dalam setiap bunga terdapat putik dan benang sari. Dalam tiap kuntum bunga terdapat enam benang sari yang terdiri dari empat benang sari bertangkai panjang dan dua benang sari bertangkai pendek.

Sawi juga memiliki satu putik yang berongga dua dan empat mahkota bunga yang berwarna kuning. Permukaan mahkota bunga sangat halus dan tidak berambut. Ovarium pada tanaman sawi berkembang dan memiliki stigma dengan dua lobus. Awalnya, rongga pada putik hanya satu, namun selama perkembangannya lapisan dinding yang tipis di dalamnya tumbuh dan membagi rongga menjadi dua.

Tanaman ini sangat mudah berbunga baik pada dataran rendah maupun dataran tinggi. Penyerbukan pada tanaman sawi biasanya dibantu oleh serangga kecil maupun angin.

5. Buah

Ternyata tanaman sawi memiliki buah yang berbentuk lonjong dan ada juga yang bulat. Buah ini berwarna hijau keputihan. Buah ini berupa kapsul yang terbuka dengan dua katup. Buah tersebut berbentuk polong.  Dalam tiap buah terdapat 2 hingga 8 biji. Pada buah terdapat rongga yang di dalamnya terdapat butiran biji.

6. Biji

Biji sawi berukuran sangat kecil dan berwarna cokelat kehitanaman. Namun, pada sawi putih biji ini berwarna kuning muda dengan diameter sebesar 2,5 mm.Biji sawi berbentuk bulat telur atau oval. Bagian permukaan bijinya licin dan mengkilap. Biji tersebut juga memiliki tekstur yang keras. Pada bagian luar biji terdapat selaput, sementara pada sawi tidak memiliki endosperma.

Biji sawi tidak berbau khas bahkan saat dikunyah atau di tumbuk. Biji sawi tergolong sebagai biji berkeping satu atau biasa disebut dengan monokotil. Sekian ulasan tentang klasifikasi dan morfologi tanaman sawi yang sangat mudah digunakan untuk identifikasi. Semoga artikel kali ini bisa membuat kita lebih paham tentang perbedaan sawi dengan tumbuhan lain yang masuk satu family dengannya.

 

2.3 Syarat Tumbuh Tanaman Sawi

Daerah yang cocok  untuk pertumbuhan  tanaman sawi adalah mulai dari ketinggian 5 meter sampai 1,200 meter dpl. Namun biasanya tanaman ini di budidayakan di daerah yang berketinggian 100-500 meter dpl. Sebagian besar daerah-daerah Indonesia memenuhi syarat ketinggian tersebut (Haryanto et al, 1995).

Tanaman dapat melakukan fotosintesis dengan baik memerlukan energi yang cukup. Cahaya matahari merupakan sumber energi yang diperlikan tanaman untuk proses fotosintesis. Energi kinetik matahari yang optimal yang diperlukan tanaman untuk pertumbuhan dan produksi berkisar antara 350-400 cal/cm2 setiaphari. Sawi memerlukan cahaya matahari tinggi (Cahyono, 2003).

Kondisi iklim yang dikehendaki untuk pertumbuhan tanamam sawi adalah daerah yang mempunyai suhu malam hari 15,60C dan siang harinya 21,10C serta penyinaran matahari antara 10-13 jam per hari. Meskipun demikian, beberapa varietas sawi yang tahan terhadap suhu panas, dapat tumbuh dan beproduksi dengan baik di daerah yang suhunya diantara 270C-320C (Rukmana, 2007).

Kelembaban udara yang sesuai untuk pertumbuhan tanaman sawi yang optimal berkisar antara 80%-90%. Tanaman sawi tergolong tanaman yang tahan terhadap hujan, sehingga penanaman pada musim hujan masih bisa memberikan hasil yang cukup baik. Curah hujan yang sesuai untuk pembudidayaan tanaman sawi adalah 1,000-1,500 mm/tahun. Daerah yang memiliki curah hujan sekitar 1,000-1,500 mm/tahun dapat dijumpai di dataran tinggi. Akan tetapi tanaman sawi tidak tahan terhadap air yang menggenang (Cahyono, 2003).

Tanah yang cocok untuk ditanamisawi adalah tanh yang gembur, banyak mengandung humus, subur serta pembuangan airnya baik. Derajat kemasaman (pH) tanah yang optimum untuk pertumbuhanya adalah antara pH 6-7 (Haryanto, et al., 1995). Sawi dapat di tanam pada berbagai jenis tanah, namun paling baik adalah jenis tanah lempung berpasir seperti andosol. Pada tanah-tanah yang mengandung liat perlu pengolahan secara sempurna, antara lain pengolahan tanah yang cukup dalam, penambahan pasir dan pupuk organik dalam jumlah (dosis) tinggi (Rukmana, 2007)

 

 

 

 

 

 

2.4 Budidaya Tanaman Sawi Secara Aquaponik

Akuaponik merupakan suatu kombinasi sistem dalam akuakultur dan budidaya tanaman hidroponik. Dalam akuaponik, ikan dan tanaman dapat tumbuh dalam satu sistem yang terintegrasi, dan dapat menciptakan adanya suatu simbiotik antara keduanya (Widyastuti, 2008). Prinsip dari sistim akuaponik yaitu menggunakan sistim resirkulasi dimana memanfaatkan air budidaya secara terus menerus dari pemeliharaan ikan ke tanaman dan sebaliknya dari tanaman ke kolam ikan (Akbar, 2003).

Sistem akuaponik muncul atas permasalahan budidaya semakin sulitnya mendapatkan sumber air yang sesuai untuk budidaya ikan, khususnya di lahan yang sempit, akuaponik merupakan salahsatu teknologi hemat lahan dan air yang dapat dikombinasikan dengan berbagai tanaman sayuran (Widyastuti, 2008).

Penggunaan sistem akuaponik pada akuakultur, dapat memberikan keuntungan yaitu memelihara lingkungan kultur yang baik pada saat pemberian pakan untuk pertumbuhan ikan secara optimal. Kelebihan sistem akuaponik dalam mengendalikan, memelihara dan mempertahankan kualitas air menandakan bahwa sistem akuaponik memiliki hubungan yang erat dengan proses perbaikan kualitas air dalam pengolahan air limbah, terutama aspek biologisnya. Disamping itu teknologi akuaponik juga mempunyai keuntungan lainnya berupa pemasukan tambahan dari hasil tanaman yang akan memperbesar keuntungan para pembudidaya ikan (Akbar, 2003).

Ikan lele adalah jenis ikan yang memiliki laju metabolisme cukup tinggi, memiliki tingkat pertumbuhan yang cepat, dan daya tahan terhadap lingkungan yang baik sehingga dapat digunakan dalam sistem akuaponik (Widyastuti, 2008). Tanaman Sawi umumnya adalah tanaman yang merupakan tanaman sayuran yang banyak digemari dan memiliki daya jual yang cukup tinggi yang cocok untuk kombinasi sistim akuaponik ikan lele (Diver, 2006).

 

2.5 Peranan Media Tanam Dalam Aquaponik

            Media untuk tanaman aquaponik berfungsi sebagai tempat tumbuh tanaman saja. Persyaratan terpenting untuk media aquaponik harus ringan, dan porous. Tiap media mempunyai bobot dan porositas yang berbeda. Oleh karena itu, dalam memilih media tanam sebaiknya di cari yang paling riingan dan yang mempunyai porositas yang baik.

            Media tanam aquaponik dapat berasal dari bahan organic dan anorganik. Media tanam dari bahan orgaanikumumnya memiliki poro-poei makro dan mikro yang seimbang, sehingga sirkulasi udara cukup tinggi. Media tanam organic juga dapat menyediakan nutrisi bagi tanaman dan mengalami pelapuka. Media tanam organic yang sering digunakan adalah arang sekam, arang kayu, dan serbuk sabut kelapa. Media anorganik yang sering digunakan adalah pasir, kerikil alam, kerikil buatan, dan rokwoll.

            Sifat fisik media menentukan jumlah air yang diberikan. Tekstur media tanam yang lebih halus mempunyai kemampuab memegang air yang lebih kuat. Kebutuhan air media tanam yang bertekstur halus lebih banyak daripada media tanam yang bertekstur lebih kasar. Media tanam yang baik mampu mempertahankan kelembapan di sekitarnya. Banyak ahli akuaponik menganggap pasir cenderung terlalu basah dan agak memboroskan zat makana.

            Arang sekam adalah sekam pafi bakar yang berwarna hitam yang dihasilkan dari pemmbakaran yang tidak sempurna \. Warnanya yang hitam dapat mengabsorbsi sinar matahri dengan efektif. Media sekam telah banyak digunakan oleh pengusaha aquaponik diindonesia. Komposisi arang sekam padi paling banyak di tempati oleh  (52 %) dan K sebanyak 31 %. Jenis media lain yang dapat digunakan untuk tanaman aquaponik adalah serbuk gergajian, karena mediaini mudah diperoleh. Tetapi lingga (2005) menyatakan media serbuk gergajian jarang digunakan untuk tanaman aquaponik karena media ini kadng – kadang mengandung garam dapur karena ada kayu yang dilewatkan melalui laut. Oleh karena itu bila media tersebut digunakan harus dicuci dengan air tawar untuk menghilangkan garam dapur.

 

2.6 Teknik Budidaya Tanaman Sawi Secara Aquaponik

Perkembangan yang pesat di perkotaan berdampak pada semakin berkurangnya lahan pertanian yang ada. Seiring maraknya pembangunan perekonomian dan pemukiman di wilayah perkotaan, semakin meningkat pula alih fungsi lahan yang terjadi di perkotaan. Lahan-lahan yang dulunya merupakan lahan pertanian, berubah menjadi pemukiman penduduk.

Dengan semakin menyempitnya potensi lahan di perkotaan yang bisa dimanfaatkan, maka pemanfaatan pekarangan merupakan salah satu opsi yang bisa dipilih  untuk mendukung  pembangunan pertanian di perkotaan. Pemanfaatan pekarangan kemudian sangat erat kaitannya dengan usaha mencapai ketahanan pangan masyarakat yang dimulai dari skala yang paling kecil, yaitu skala rumah tangga. Salah satu cara yang bisa digunakan dalam pemanfaatan pekarangan adalah teknologi budidaya tanaman dengan metode  aquaponik.

Aquaponik merupakan sebuah alternatif menanam tanaman dan memelihara ikan dalam satu wadah. Proses dimana tanaman memanfaatkan unsur hara yang berasal dari kotoran ikan yang apabila dibiarkan di dalam kolam akan menjadi racun bagi ikannya. Lalu tanaman akan berfungsi sebagai filter vegetasi yang akan mengurai zat racun tersebut menjadi zat yang tidak berbahaya bagi ikan, dan suplai oksigen pada air yang digunakan untuk memelihara ikan. Dengan siklus ini akan terjadi siklus saling menguntungkan dan bagi kita yang  mengaplikasikanya tentu saja akan sangat menguntungkan sekali, karena lahan yang dipakai tidak akan terlalu luas.

Ikan adalah kunci dalam sistem aquaponik. Ikan menyediakan hampir semua nutrisi bagi tanaman. Ada berbagai jenis ikan yang dapat digunakan dalam sistem aquaponik. Jenis ikan ini tergantung pada iklim lokal dan jenis yang tersedia di pasaran, tetapi yang paling saring digunakan yaitu ikan nila.

Aquaponik tidak hanya baik untuk sayuran hijau. Aquaponik akan menumbuhkan hampir semua jenis sayuran. Beberapa varietas sayuran buah yang berkinerja baik adalah; terung (ungu), tomat, cabe, melon dll.

 

2.7  Keunggulan Sistem Akuaponik

a.       Hemat Air

Sistem akuaponik merupakan sebuah ekosistem lingkungan antara ikan dan tumbuhan yang sangat hemat air. Penurunan volume air tetap terjadi, tetapi jumlahnya relatif sedikit yang disebabkan oleh proses penguapan air dan terserap oleh tanaman. Penambahan air hanya dilakukan sekitar seminggu sekali hingga ketinggian air yang telah ditentukan, sedangkan sistem perikanan konvensional harus mengganti atau mengisi kolam berulang kali agar ikan tidak keracunan dari limbah ikan itu sendiri.

b.      Zero Waste

Dalam sistem perikanan konvensional, kotoran ikan dan sisa pakan harus dibersihkan, jika tidak dibersihkan akan terjadi penumpukan amonia yang dapat meracuni ikan. Pada sistem akuaponik, air yang mengandung limbah diubah oleh mikroorganisme menjadi nutrisi yang bermanfaat untuk pertumbuhan tanaman, sehingga tidak ada air dan sisa pakan yang terbuang, semua dapat dimanfaatkan kembali.

c.       Mudah Perawatannya

Pada sistem perikanan konvensional, waktu yang dihabiskan untuk merawat ikan sekitar 5 – 10 menit per hari, menguras dan membersihkan kolam juga harus dilakukan secara rutin. Dengan aplikasi akuaponik, perawatan tidak membutuhkan tenaga yang terlalu banyak dan cukup dilakukan 3 - 4 hari sekali, meliputi pengecekan suhu, pH, dan tingkat amonia serta membersihkan beberapa komponen instalasi.

d.      Tanpa Bahan Kimia

Tanaman pada sistem akuaponik tidak menggunakan pupuk kimia selama pertumbuhannya dan ikan pada sistem akuaponik tidak membutuhkan unsur kimia selama dibudidayakan. Akuaponik memanfaatkan limbah atau kotoran ikan sebagai pupuk bagi tanaman, pertumbuhan tanaman menjadi alami dan hasil panen akuaponik terjamin bebas dari unsur kimia.

e.       Hama Berkurang

Pada sistem akuaponik kehadiran hama pengganggu tanaman atau ikan bisa dibilang minim. Sama halnya dengan hidroponik, hama pengganggu pada sistem bertanam tanpa tanah ini hampir tidak ada. Jika ada kendala selama budidaya tanaman secara akuaponik, biasanya terjadi karena penyakit, seperti busuk akar. Penyakit busuk akar dapat dicegah dengan memelihara kebersihan lingkungan dan melakukan perawatan komponen akuaponik secara berkala.


BAB III

METODOLOGI

 

3.1 Tempat Dan Waktu

            Praktek lapangan ini telah dilaksanakan di Dinas Pangan Pertanian Kelautan Dan Perikanan Gampong Pande, Kota Banda Aceh. Waktu pelaksanaan dari bulan Oktober sampai dengan Desember 2020.

 

3.2 Alat Dan Bahan.

3.2.1 Alat

Adapun alat yang digunakan dalam Praktek Lapang ini adlah sebagai berikut :

·         Ember

·         Gelas pelastik

·         Kawat

·         Solder

 

3.2.2 Bahan

Adapun bahan yang digunakan dalam Praktek Lapang ini adalah sebagai berikut:

1.      Benih

Benih sawi caisim yang digunakan dalam praktek lapang ini adalah benih sawi caisim varietas SHINTA.

 

 

2.      Nutrisi Aquaponik( limbah ikan)

Nutrisi yang digunakan dalam praktek lapang ini menggunakan limbah ikan lele.

3.      Media Tanam

Media tanam yang digunakan dalam praktek lapang ini adalah : Arang, Sekam bakar, Cocopeat, dan rokwoll.

4.      Tempat / Wadah Untuk Media Tanam

Wadah untuk media tanam yang digunakan yaitu: gelas plastik.

 


BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

 

4.1 Pengaruh Media Tanam Terhadap Tanaman Sawi Pakcoy

Media tanam sangat erat kaitannya dengan akar sebab media tanam merupakan tempat pertumbuhan akar, tempat pijakan bagi akar serta pendukung penyerapan hara sehingga dengan media yang berbeda jenis maupun sifatnya maka pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan perkembangan akar juga berbeda.

a.       Sekam Bakar

Sekam adalah sekam padi yang telah dibakar dengan pembakaran tidak sempurna. Cara pembuatannya dapat dilakukan dengan menyangrai atau membakar. Keunggulan sekam bakar adalah dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, serta melindungi tanaman. Sekam bakar yang digunakan adalah hasil pembakaran sekam padi yang tidak sempurna, sehingga diperoleh sekam bakar yang berwarna hitam, dan bukan abu sekam yang bewarna putih. Sekam padi memiliki aerasi dan drainasi yang baik, tetapi masih mengandung organisme-organisme patogen atau organisme yang dapat menghambat pertumbuhan tanaman. Oleh sebab itu sebelum menggunakan sekam sebagai media tanam, maka untuk menghancurkan patogen sekam tersebut dibakar terlebih dahulu (Gustia, 2013).

b.      Cocopeat

Cocopeat mengandung klor yang cukup tinggi, bila klor bereaksi dengan air maka akan terbentuk asam klorida. Akibatnya kondisi media menjadi asam, sedangkan tanaman membutuhkan lokasi netral untuk pertumbuhannya. Kadar klor pada cocopeat yang di persyaratkan tidak lebih dari 200 mg/l. Cocopeat juga memiliki keunggulan sebagai media tanam yang dapat menyimpan air yang mengandung unsur hara, sedangkan kekurangannya adalah memiliki zat tanin yang diketahui sebagai zat yang menghambat pertumbuhan tanaman (Sukendro, 2013).

c.       Arang

Media tanam ini sangat cocok digunakan untuk tanaman  daerah dengan kelembaban tinggi. Hal itu dikarenakan arang kurang mampu mengikat air dalam jumlah banyak. Keunikan dari media jenis arang adalah sifatnya yang buffer (penyangga). Dengan demikian, jika terjadi kekeliruan dalam pemberian unsur hara yang terkandung di dalam pupuk bisa segera dinetralisir dan diadaptasikan. Bahan media ini juga tidak mudah lapuk sehingga sulit ditumbuhi jamur atau cendawan yang dapat merugikan tanaman. Namun, media arang cenderung miskin akan unsur hara. Oleh karenanya, ke dalam media tanam ini perlu disuplai unsur hara berupa aplikasi pemupukan. Selain itu, media ini mempunyai partikel yang besar, 9 drainase tinggi sehingga mudah kering dan air langsung lolos menguap, kurang menyimpan air dan unsur hara. (Azizah, 2009).

d.      Rockwool

Rockwool merupakan lembaran busa yang terbuat dari campuran berbagai serat hasil lelehan batuan vulkanis seperti basalt atau kapur. Dengan proses pembuatannya, rockwool memiliki kemampuan untuk mengikat akar dan menyimpan air dan oksigen dalam komposisi yang tepat dengan mumpuni. Tepatnya adalah 14 kali dari volume air yang bisa disimpan oleh tanah konvensional.

Satu hal yang perlu diperhatikan adalah karena kandungan batuan yang ada di dalamnya, rockwool punya pH yang cukup tinggi dan perlu dipersiapkan dengan perlakuan khusus dan ditanami tanaman yang bisa tumbuh di rentang pH 7.8 - 8.02.

 

4.2 Tinggi Tanaman

Pertumbuhan tanaman sawi caisim adalah bertambahnya ukuran tanaman sawi caisim yang ditandai yang ditandai dengan bertambahnya tinggi tanaman (cm), bertambah jumlah daun (helai), bertambah panjang daun (cm) dan pertambahan lebar daun (cm). Menurut tjitrosoepomo (2007), pertumbuhan yang ditandai dengan suatu organ pada tanaman yang mengalami perubahan antara lain yaitu daun, batang, biji, dan buah. Semua bagian kehidupan tumbuhan, yaitu terutama berguna untuk penyebaran, pengolahan, pengangkutan dan penimbungan zat.

            Pertumbuhan merupakan suatu proses dakam kehidupan tanaman, dari proses tersebut akan terjadi perubahan ukuran yaitu tanaman akan tumbuh semakin besar dan dan akan berkolerasi positif dalam menentukan hasil tanaman. Pertambahan ukuran tersebut secara keseluruhan dikendalikan oleh sifat genetik disamping faktor – faktor lainnya seperti lingkungan. Sedangkan pada perkembangan merupakan hasil interaksi antara genetik dengan lingkungan, pada dasarnya dipengaruhi oleh faktor – faktor yang melibatkan hormon yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan.

Tabel 1.    Hasil Pengukuran Tinggi Tanaman Sawi Caisim Umur 14 Hari Setelah Tanam (HST)

 

Jenis media

Tanam

Umur

Tinggi tanaman

Tanaman 1

Tanaman 2

Cocopet

14 Hari

7 cm

6,5 cm

Sekam Bakar

14 Hari

9 cm

9,5 cm

Arang

14 Hari

5 cm

8 cm

Rokwoll

14 Hari

6 cm

7 cm

 

 

Tabel 2.    Hasil Pengukuran Tinggi Tanaman Sawi Caisim Umur 22 Hari Setelah Tanam (HST)

 

Jenis media

Tanam

Umur

Tinggi tanaman

Tanaman 1

Tanaman 2

Cocopet

25 hari

1o cm

10 cm

Sekam bakar

25 hari

10.2 cm

11 cm

Arang

25 hari

8 cm

10.5 cm

Rokwoll

25 hari

10.5 cm

9 cm

 

Tabel 3     Hasil Pengukuran Tinggi Tanaman Sawi Caisim Umur 30 Hari Setelah Tanam (HST)

 

Jenis media

Tanam

Umur

 

Tinggi tanaman

Tanaman 1

Tanaman 2

Cocopet

30 hari

15 cm

14 cm

Sekam bakar

30 hari

16 cm

13 cm

Arang

30 hari

15 cm

15 cm

Rokwoll

30 hari

14 cm

12 cm

 

Hasil pengamatan tinggi tanaman menunjukan bahwa pada hari ke 14, 22, dan 29 terdapat perbedaan rata – rata tinggi tanaman pada setiap perlakuan. Peningkatan yang terjadi pada tanaman 1 dan tanaman 2 pada masing – masing media yang digunakan menghasilkan ukuran tinggi tanaman yang berbeda – beda. Namun berdasarkan data tinggi tanaman tertinngi dijumpai pada media tanam sekam bakar.

Kemungkinan hal ini disebabkan karena nutrisi yang dibutuhkan tanaman sawi untuk proses pertumbuhan tidak hanya diperoleh dari nutrisi yang diberikan namun juga berasal dari mediatanam. Sifat sekam bakar yang prous dan steril oleh karena itu sekam menjadi mudah basah dan kering oleh proses penguapan, selain itu suhu yang tertinggi akan meningkatkan laju pengiapan. Ketahanan sekam bakar terhadap proses pencucian sangat kecil sehingga mudah terkikis oleh air atau larutan media sekam bakar lebih membutuhkan pengairan dan pemupukan yang lebi h intensif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan sawi akan lebih baik jika sistem aquaponik yang digunakan menggunakan sekam bakar atau arang bakar dengan memanfaatkan nutrisi limbah ikan lele. Karena pada dasarnyya sistem aquaponik lele ini adalah yang paling diterapkan pada model – model aquaponik, hal ini karena ikan lele menghasilkan kotoran  dan sisa – sisa makanan yang jumlah nya lebih banyakdibandingkan jenis ikan lannya. Selain itu sisa makanan dan kotoran tersebit dapat diubah menjadi nutrisi bagi tanaman .

 

4.3 Jumlah Daun

Daun secara umum merupakan organ penghasil fotosintat utama. Pengamatan jumlah daun sangat diperlukan sebagai salah satu indikator pertumbuhan yang dapat menjelaskan proses pertumbuhan tanaman. Pengamatan daun dapat berdasarkan atas fungsi daun sebagai penerima cahaya dan alat fotosintesis. Fungsi daun adalah sebagai penghasil fotosintat yang sangat diperlukan tanmaan sebagai sumber energi dalam proses pertumbuhan dan perkembangan.

Tabel 4. Hasil pengukuran jumlah daun umur 14 hari

Jenis media

Tanam

Umur

Jumlah Daun

Tanaman 1

Tanaman 2

Cocopet

14 hari

5 lembar

6 lembar

Sekam bakar

14 hari

6 lembar

6 lembar

Arang

14 hari

9 lembar

5 lembar

Rokwoll

14 hari

5 lembar

5 lembar

 

Tabel 5. Hasil pengukuran jumlah daun umur 25 hari

Jenis media

Tanam

Umur

Jumlah Daun

Tanaman 1

Tanaman 2

Cocopet

25 hari

6 lembar

7 lembar

Sekam bakar

25 hari

8 lembar

7 lembar

Arang

25 hari

8 lembar

7 lembar

Rokwoll

25 hari

6 lembar

6 lembar

 

Tabel 6. Hasil pengukuran jumlah daun umur 30 hari

Jenis media

Tanam

Umur

Jumlah daun

Tanaman 1

Tanaman 2

Cocopet

30 hari

8 lembar

8 lembar

Sekam bakar

30 hari

9 lembar

8 lembar

Arang

30 hari

7 lembar

7 lembar

Rokwoll

30 hari

7 lembar

6 lembar

 

Hasil pengamatan jumlah daun menunjukan bahwa pada hari ke 14, 22, dan 29 terdapat perbedaan rata – rata jumlah daun pada setiap perlakuan. Peningkatan yang terjadi pada tanaman 1 dan tanaman 2 pada masing – masing media yang digunakan menghasilkan ukuran jumlah daun yang berbeda – beda. Namun berdasarkan data lebar dijumpai pada media tanam sekam bakar.

Kemungkinan hal ini disebabkan karena nutrisi yang dibutuhkan tanaman sawi untuk proses pertumbuhan tidak hanya diperoleh dari nutrisi yang diberikan namun juga berasal dari mediatanam. Sifat sekam bakar yang prous dan steril oleh karena itu sekam menjadi mudah basah dan kering oleh proses penguapan, selain itu suhu yang tertinggi akan meningkatkan laju penguapan. Ketahanan sekam bakar terhadap proses pencucian sangat kecil sehingga mudah terkikis oleh air atau larutan media sekam bakar lebih membutuhkan pengairan dan pemupukan yang lebi h intensif.

Hasil penelitian menunjukan bahwa pertumbuhan sawi akan lebih baik jika sistem aquaponik yang digunakan menggunakan sekam bakar atau arang bakar dengan memanfaatkan nutrisi limbah ikan lele. Karena pada dasarnyya sistem aquaponik lele ini adalah yang paling diterapkan pada model – model aquaponik, hal ini karena ikan lele menghasilkan kotoran  dan sisa – sisa makanan yang jumlah nya lebih banyakdibandingkan jenis ikan lannya. Selain itu sisa makanan dan kotoran tersebit dapat diubah menjadi nutrisi bagi tanaman .


BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

 

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktek lapang yang telah dilaksanakan, maka dapat disimpulkan bahwa perlakuan berbagai media tanam organik berpengaruh terhadap pertumbuhan dan hasil tanaman sawi pakcoy yang diamati yaitu tinggi tanaman dan jumlah daun. Media tanam yang terbaik yaitu media tanam arang dan sekam bakar untuk pertumbuhan dan hasil tanaman sawi pakcoy.

 

5.2 Saran

Berdasarkan hasil praktek lapang, tanaman sawi pakcoy tidak bisa hidup sempurna apabila nutrisi yang diberikan tidak sesuai dengan kebutuhan pertumbuhannya, dan perlu disesuaikan kebutuhan nutrisinya agar panen dan hasil produksi lebih meningkat.

 


DAFTAR PUSTAKA

 

Margiyanto E., 2010. Cahaya Tani http:// Budidaya Tanaman Sawi « Cahaya Tani.htm.   ( Diakses pada tanggal 12 desember 2020)

Rahimah, D. S., 2012. Hidroponik di bawah langit. TRUBUS no. 513 Edisi Agustus 2012/XLIII.

Rianto, 2009. Cara Menanam Sawi. http://tips-cara-menanam-sawi.htm. (Diakses pada tanggal 12 Desember 2020)

Rukmana, R. 2007. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisuis. Yogyakarta

Rukmana, R., 1994. Bertanam Petsai dan Sawi. Kanisuis. Yogyakarta

Zulkarnain, 2010. Dasar-Dasar Hortikultura. Bumi Aksara. Jakarta

 

No comments:

Post a Comment