Thursday, 21 October 2021

REFARAT HEMOROID

 

 

BAB I

PENDAHULUAN

Hemorrhoid adalah pelebaran atau inflamasi dari pleksus arteri-vena di saluran anus yang berfungsi sebagai katup untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Selain itu pleksus tersebut juga dapat mengalami perdarahan.1 Hemorrhoid dibagi dalam dua jenis yaitu hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna. Hemorrhoid interna merupakan pelebaran cabang-cabang vena rectalis superior (v. hemoroidalis) dan diliputi oleh mukosa. Sedangkan hemorrhoid eksterna merupakan pelebaran cabang-cabang vena rectalis inferior saat vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus dan hemorrhoid ini dilapisi oleh kulit. Di Amerika Serikat, tercatat lima ratus ribu orang menderita hemorrhoid setiap tahunnya. Bahkan 75% penduduk dunia pernah mengalami hemorrhoid.2 Tingginya prevalensi hemorrhoid disebabkan karena beberapa faktor diantaranya, kurangnya konsumsi makanan berserat, konstipasi, usia, kebiasaan duduk terlalu lama, peningkatan tekanan abdominal karena tumor, kurangnya intake cairan, kehamilan, dan kurangnya aktifitas seperti berolahraga.3 Terjadinya hemorrhoid dapat dicegah salah satunya dengan melakukan aktifitas fisik ringan seperti berolahraga, karena dapat melemaskan dan mengurangi ketegangan otot.

           

           

           

BAB II

PEMBAHASAN

II.1      ANATOMI

            Bagian utama usus besar yang paling akhir disebut rektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian luar tubuh). Satu inci akhir dari rectum disebut sebagai kanalis ani dan kanalis ini dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci). Usus besar secara klinis dibagi menjadi dua, yaitu bagian kiri dan bagian kanan berdasarkan suplai darah yang terimanya. Belahan sebelah kanan di perdarahi oleh Arteria mesenterika superior yaitu sekum, kolon ascenden, dan 2/3 proksimal kolon transversum. Arteria mesenterika inferior memperdarahi belahan sebelah kiri yaitu 1/3 distal kolon transversum, kolon ascenden, kolon sigmoid, dan bagian proksimal rektum. Rektum mempunyai suplai darah tambahan yang berasal dari arteri hemoroidalis media dan inferior yang merupakan cabang dari arteria iliaka interna dan arteri abdominalis.4


Gambar 1. Anatomi Rektum dan Anus

 II.2      FISIOLOGI

Aliran balik vena dari kolon dan rectum superior adalah melalui vena mesenterika superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis superior yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Pada vena hemoroidalis superior, media, dan inferior terdapat anastomosis sehingga tekanan portal yang meningkat dapat menyebabkan terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemorrhoid.4,5 Terdapat dua jenis peristaltik propulsif:

  1. Kontraksi lamban dan tidak teratur, yang berasal dari segmen proksimal dan bergerak kearah depan sehingga menyumbat beberapa haustra
  2. Peristaltik massa, yaitu kontraksi yang melibatkan segmen kolon.

Gerak peristaltik ini menggerakan massa feses ke depan, dan merangsang defekasi. Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks gastrokolik pada saat setelah makan, terutama setelah makan pertama kali pada hari tersebut. Lewatnya feses kedalam rectum menyebabkan terjadinya distensi dinding rectum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh sfingter interna maupun eksterna, dimana sfingter interna dikendalikan oleh sistem saraf otonom sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem saraf volunter. Refleks defekasi terintegrasi pada medulla spinalis segmen sacral S2 dan S4. Serabut parasimpatis mencapai rectum melalui saraf splanchnicus panggul dan menyebabkan kontraksi rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu rectum yang teregang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi dan menyebabkan sudut dan annulus anorektal hilang. Otot sfingter interna dan eksterna berelaksasi pada waktu anus tertarik keatas melebihi tinggi masa feses. Defekasi dipercepat dengan tekanan intraabdomen yang meningkat akibat kontraksi volunter otot dada dengan glottis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen secara terus menerus. Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rectum secara bertahap relaks, dan keinginan defekasi hilang.

 

3.1.            Etiologi

Penyebab umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rectum saat terjadi peristaltic masa. Bila defekasi tidak sempurna, rectum menjadi relaks dan keinginan defekasi hilang. Air tetap akan terus diabsorpsi dari massa feses, sehingga feses menjadi keras dan menyebabkan sulit untuk defekasi. Bila massa feses yang keras terkumpul disatu tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut impaksi feses. Tekanan feses yang berlebih menyebabkan timbulnya kongesti vena hemoroidalis interna dan eksterna, dan hal ini merupakan salah satu penyebab terjadinya hemorrhoid.4,6

 

II.3      HEMORRHOID

II.3.1   Definisi

            Hemorrhoid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis, yang merupakan jaringan normal yang berfungsi untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Pleksus tersebut dapat melebar, inflamasi hingga perdarahan karena adanya suatu faktor. Pelebaran ini berkaitan dengan peningkatan tekanan vena pada pleksus tersebut dan sering terjadi pada usia 50 tahun keatas.1,3

II.3.2   Epidemiologi

            Prevalensi hemorrhoid di Indonesia tergolong cukup tinggi. Data dari RSCM Jakarta pada dua tahun terakhir, hemorrhoid mendominasi sebanyak 20% dari pasien yang di kolonoskopi.4 Data lain dari RS di Semarang pada tahun 2008, dari 1575 kasus pada instalasi rawat jalan klinik bedah, kasus hemorrhoid mencapai 16% dari seluruh total kasus di instalasi tersebut.

 

II.3.3   Faktor Resiko

Faktor resiko hemorrhoid yaitu7:

  • Primer
    • Keturunan. Yaitu dinding pembuluh darah yang lemah dan tipis
    • Anatomi dan fisiologi. Vena pada daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus hemoroidalis kurang mendapat sokongan otot dan fasia sekitarnya.
    • Kelemahan dari tonus spinchter ani
  • Sekunder
    • Pekerjaan. Pada orang yang harus berdiri atau duduk lama, atau harus mengangkat beban berat, mempunyai predisposisi untuk timbulnya hemorrhoid
    • Umur. Pada usia lanjut timbul degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, otot sphincter juga menjadi tipis dan atonis.
    • Endokrin, misal pada wanita yang sedang hamil maka aka nada dilatasi vena ekstremitas dan anus karena sekresi hormon relaksin yang dapat melemahkan dinding vena bagian anus.
    • Mekanis. Segala keadaan yang mengakibatkan timbulnya tekanan yang tinggi dalam perut, misalnya pada penderita hipertrofi prostat.
    • Pola defekasi. Misalnya kebiasaan mengejan saat defekasi, sering diare, sering konstipasi.
    • Pola makan. Diet tinggi serat, seperti buah dan sayur, menghindari makanan pedas, dan cukup minum air putih akan menurunkan angka kejadian hemorrhoid.
    • Peningkatan tekanan intraabdominal.
    • Kehamilan.
    • Obstruksi vena.

 

·         II.3.4   Klasifikasi

·         Hemorrhoid diklasifikasikan menjadi 3 yaitu hemorrhoid interna, hemorrhoid eksterna, dan gabungan. Kedua pleksus hemorrhoid inernus maupun eksternus selain berhubungan secara longgar dan merupakan awal dari aliran balik vena, bermula dari rectum sebelah bawah dan anus.

 

  1. Hemorrhoid Interna

Yaitu pelebaran dari pleksus hemorrhoidalis interna, yang terdiri dari vena hemorrhoidalis superior dan media, dimana pleksus ini berada di atas garis mukokutan (linea dentate) atau 2/3 canalis ani bagian atas yang ditutupi oleh mukosa. Selanjutnya pleksus ini mengalirkan darah ke vena porta. Karena tidak mempunyai inervasi somatik, maka pada umumnya penyakit ini tidak disertai nyeri. Hemorrhoid interna terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan (jam 11), kanan belakang (jam 7), kiri lateral (jam 3), oleh Miles disebut Three Primary Haemorrhoidal Areas.3,7



Gambar 2. Tiga Area Primer Hemorrhoid

Secara klinis, hemorrhoid interna dibagi menjadi 4 derajat yaitu3,7:

  1. Derajat I

Terdapat perdarahan merah segar pada rectum pasca defekasi, tanpa disertai nyeri,dan tidak terdapat prolaps. ditandai dengan adanya perkembangan mukosa rektum asimtomatik yang disebabkan oleh pembengkakan pleksus hemoroidalis dan kelemahan dinding rektum.

  1. Derajat II

Terdapat perdarahan atau tanpa perdarahan pasca defekasi. ditandai dengan adanya prolaps saat buang air besar atau saat megejan dimana prolaps tersebut dapat tereduksi secara spontan.

  1. Derajat III

Terjadi prolaps hemorrhoid yang tidak dapat masuk spontan dan harus dibantu dengan didorong masuk dengan satu jari (reposisi manual)

 

  1. Derajat IV

Terjadi prolaps hemorrhoid yang tidak dapat didorong masuk (meskipun sudah di reposisikan namun akan keluar kembali). ditandai dengan adanya prolaps yang tidak dapat direduksi dan sering disertai perubahan inflamasi lokal kronis



 Gambar 3. Derajat Hemorrhoid Interna


 

2.      Hemorrhoid Eksterna

Merupakan pelebaran dan penonjolan pleksus hemorrhoidalis eksterna (vena hemorrhoidalis inferior) yang terdapat pada distal garis mukokutan (linea dentate) di dalam jaringan di bawah epitel anus. Pleksus ini mengalirkan darah dari daerah perineum dan lipatan paha ke peredaran darah sistemik melalui vena iliaka. Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada tepi anus yang sebenarnya merupakan hematom yang disebut hemorrhoid thrombosis eksternal akut. Sering terasa nyeri dan gatal karena ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.

Hemorrhoid eksternal mempunyai 3 bentuk, yaitu:

a.       Bentuk biasa, tapi letak di distal mucocutaneal junction.

b.      Bentuk benjolan hemorrhoid dengan thrombosis akut.

c.       Bentuk skin tags.

Rasa nyeri pada perabaan menandakan adanya thrombosis yang biasanya disertai infeksi atau abses perianal. Sedangkan pada penderita bentuk skin tags tidak mempunyai keluhan kecuali jika ada ulcerasi dan infeksi.

3.      Hemorrhoid Gabungan interna dan eksterna

Berasal dari pelebaran pleksus hemorrhoidalis interna dan eksterna. Gabungan ini biasanya terletak di atas dan di bawah linea dentate. Hemorrhoid ini sering ditemukan saat colok dubur.

 


 Gambar 4. Hemorrhoid interna dan eksterna

II.3.5   Patofisiologi

Hemorrhoid dapat terjadi akibat peregangan berulang saat buang air besar, dan konstipasi (sulit buang air besar/sembelit) juga dapat membuat peregangan menjadi bertambah buruk.8 Hemorrhoid berhubungan dengan pola diet dan defekasi seseorang. Diet tinggi serat dan defekasi menggunakan toilet jongkok dapat menurunkan resiko terjadinya hemorrhoid. Penelitian terbaru mengungkapkan keterlibatan bantalan anus (anal cushion) merupakan dasar terjadinya hemorrhoid. Anal cushion merupakan jaringan lunak yang kaya akan pembuluh darah. Agar dapat stabil, bantalan ini di sokong oleh ligamentum Treitz dan lapisan muskularis submukosa. Terjadinya bendungan dan hipertrofi pada bantalan ini merupakan mekanisme dasar terjadinya hemorrhoid.

Ada beberapa proses pembendungan yang terjadi pada bantalan anus. Pertama, adanya kegagalan pengosongan vena bantalan anus secara cepat saat defekasi. Kedua, bantalan anus yang terlalu  mobile. Dan ketiga, bantalan anus terperangkap oleh sfingter anus yang ketat. Akibatnya vena intramuscular kanalis anus akan terjepit (obstruksi). Proses pembendungan tersebut dapat diperparah apabila seseorang mengejan atau adanya feses yang keras melalui dinding rectum. Selain itu, gangguan rotasi bantalan anus juga menjadi dasar terjadinya keluhan hemorrhoid. Dalam keadaan normal, bantalan anus menempel secara longgar pada lapisan otot sirkuler. Ketika defekasi, sfingter interna akan relaksasi. Lalu, bantalan anus berotasi kea rah luar (eversi) membentuk bibir anorektum. Faktor usia, konstipasi, dan mengejan yang lama akan menyebabkan gangguan eversi pada bantalan tersebut.8,9

II.3.6   Gejala Klinis

Gejala klinis hemorrhoid dibagi berdasarkan jenis hemorrhoid, yaitu:

  1. Hemorrhoid Interna

Gejala yang biasa adalah protrusio, pendarahan, nyeri tumpul, dan pruritus. Trombosis atau prolaps akut yang disertai edema ataupun ulserasi akan menimbulkan rasa  nyeri.

Gejala yang muncul pada hemorrhoid interna dapat berupa:

1.      Perdarahan

Merupakan gejala  yang sering muncul, dan biasanya merupakan awal dari penyakit ini. Perdarahan dapt berupa darah segar dan biasanya tampak setelah defekasi. Selanjutnya perdarahan dapat berlangsung lebih hebat karena vascular cushion prolaps dan mengalami kongesti oleh sfingter ani.

2.      Prolaps

Dapat dilihat adanya penonjolan yang keluar pada anus dan dapat masuk kembali secara spontan ataupun harus dimasukkan dengan bantuan tangan.

3.      Nyeri dan rasa tidak nyaman

Biasanya timbul karena komplikasi yang terjadi (seperti fisura, abses, dll) hemorrhoid interna biasanya sedikit yang menimbulkan nyeri. Kondisi ini dapat juga terjadi karena terjepitnya tonjolan hemorrhoid oleh sfingter ani (strangulasi).

4.      Keluarnya sekret

Sekret yang menjadi lembab akan rawan terjadinya infeksi dan dapat mengganggu kenyamanan penderita.

  1. Hemorrhoid Eksterna

Pada fase akut, hemorrhoid eksterna dapat menimbulkan nyeri, biasanya karena adanya oedem dan terjadi saat mobilisasi. Hal ini muncul karena trombosis dari vena hemmorhoid dan terjadinya perdarahan ke jaringan sekitarnya. Beberapa hari setelah timbul nyeri, kulit dapat mengalami nekrosis dan berkembang menjadi ulkus, dan timbul perdarahan. Beberapa minggu selnajutnya area yang mengalami trombus tadi dapat mengalami perbaikan dan meninggalkan kulit berlebih yang disebut skin tag. Akibatknya timbul rasa mengganjal, gatal, dan iritasi.

II.3.7   Pemeriksaan Fisik

Pada pemeriksaan fisik, pasien dibuat dalam posisi lithotomi, miring (sim’s position), atau menungging (knee chest position).

  1. Inspeksi

Pasien disuruh untuk mengejan sehingga dapat terlihat adanya prolaps hemorrhoid interna dan derajat hemorrhoid dapat dinilai. Dapat dilihat jika ada darah yang menetes karena perdarahan. Dapat dilihat juga adanya kelainan seperti fisura ani, ataupun hemorrhoid eksterna.10

  1. Rectal Toucher

Dengan menggunakan sarung tangan steril dan dilumasi pelicin, jari pemeriksa dimasukkan kedalam lubang anus pasien dan meminta pasien untuk mengejan. Pada pemeriksaan rectal toucher untuk hemorrhoid interna tidak dapat diraba karena tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi, dan biasanya tidak nyeri. Pemeriksaan ini diperlukan untuk menyingkirkan kemungkinan karsinoma rektum. Evaluasi tonus kanalis anal saat istirahat, dan kontraksi otot ischiorektalis serta sfingter dapat dirasakan.10

 

II.3.8   Pemeriksaan Penunjang

  1. Anoscopy

Pada pemeriksaan ini pasien diposisikan lithotomi. Anoskopi lalu dimasukkan ke dalam anus sedalam mungkin, penyumbat di angkat dan pasien diminta untuk bernafas panjang. Dengan cara ini kita dapat melihat hemorrhoid interna grade I dan II dimana tidak atau belum terlihat penonjolan hemorrhoid. Pada pemeriksaan ini juga dapat dilihat posisi pangkal hemorrhoidnya, warna selaput lendir yang merah meradang atau perdarahan, jumlah benjolan, letak dan besarnya benjolan. Benjolan hemorrhoid akan menonjol pada ujung anoskopi. Bila perlu, pasien dapat diminta untuk mengejan. Hemorrhoid interna dapat terlihat sebagai struktur vaskular yang menonjol ke dalam lumen.

Gambar 1. Hasil pemeriksaan anuskopi sebelum tindakan

 


Gambar 2. Hasil pemeriksaan anuskopi setelah tindakan

  1. Sigmoidoscopy

Pemeriksaan ini dapat dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses radang dan keganasan, misalnya karsinoma kolon, karsinoma rektum, dan lainnya.1

  1. Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui tanda anemia pada pasien hemorrhoid dengan perdarahan berat atau kronik.10

II.3.9   Penatalaksanaan

  1. Non-Medikamentosa

Berupa perubahan pola makan, perbaikan cara atau pola defekasi. Perbaikan pola defekasi ini disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri dari konsumsi makanan berserat, dan perubahan cara ketika defekasi dengan cara posisi jongkok (squatting). Dengan posisi jongkok ini, tidak dibutuhkan tenaga untuk mengejan. Pasien juga tidak dianjurkan untuk banyak duduk.

  1. Medikamentosa

Bertujuan memperbaiki defekasi dengan menggunakan obat untuk melunakkan feses sehingga tenaga saat mengejan tidak terlalu besar ketika defekasi. Pengobatan medikamentosa juga digunakan untuk menghilangkan keluhan dan gejala pada anus. Tersedia dalam 2 bentuk sediaan yaitu suppositoria untuk hemorrhoid interna dan salep untuk hemorrhoid eksterna.

  1. Terapi Minimal Invasive

Dilakukan apabila pengobatan medikamentosa dan non-medikamentosa tidak berhasil. Tindakan yang dapat dilakukan adalah:

a.       Skleroterapi

Yaitu dengan menyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya phenol 5% dalam minyak nabati. Lokasi penyuntikan adalah pada submukosa hemorrhoid. Efek injeksinya adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada submukosa hemorrhoid. Hal ini dapat mencegah atau mengurangi prolaps jaringan hemorrhoid. Teknik ini murah dan mudah dilakukan, namun tingkat kegagalannya tinggi.1,11

b.      Rubber Band Ligation

Ligasi jaringan hemorrhoid dengan menggunakan rubber band dengan tujuan agar prolaps menjadi nekrosis dan putus tanpa rasa sakit karena iskemia yang terjadi dalam beberapa hari. Komplikasi yang mungkin timbul adalah rasa nyeri karena terkenanya garis mukokutan dan perdarahan saat hemorrhoid mengalami nekrosis.

ligator dengan ujung diarahkan ke massa hemoroid yang telah disuntik. Prosedur dilanjutkan dengan melakukan penghisapan hemoroid dengan alat suction hingga hemoroid terhisap ke dalam suction ligator sampai pangkalnya. Hemoroid harus terhisap dengan tepat kemudianorong silicon rubber atau o ring yang berada di ujung suction ligator dengan pemantik yang ada di suction ligator. Jika sudah terikat, maka lakukan penyuntikan kembali dengan agen sklerotik, kemudian keluarkan anoskop dari lubang anus.

 

 


Gambar 3. PILA Pack yang terdiri dari 1. Anuskop; 2. ligator; 3.

O ring silicon rubber dan aplikator

 

 

c.       Cryotherapy

Terapi hemorrhoid ini menggunakan suhu yang sangat rendah untuk mendestruksikan mukosa. Dianjurkan untuk hemorrhoid grade I-IV. Prosedur ini tidak lagi digunakan karena destruksi mukosa yang sukar ditentukan luasnya.1

d.      Infra Red Coagulation (IRC)

Digunakan untuk hemorrhoid yang tidak prolaps (Grade I). Caranya dengan memusatkan sinar infra merah ke jaringan hemorrhoid dan diubah menjadi panas. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis jaringan hemorrhoid. Teknik ini singkat dan komplikasi minimal.11

  1. Tindakan Operatif

·         Hemorroidektomi

Prinsipnya adalah dengan eksisi pada jaringan yang berlebih. Eksisi sehemat muingkin dilakukan pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus. Ada tiga tindakan bedah yang tersedia yaitu bedah konvensional (dengan menggunakan pisau dan gunting), bedah laser (dengan alat pemotong berupa sinar laser), dan bedah stapler (menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).1

 

 

II.3.10 Komplikasi

Komplikasi pada hemorrhoid antara lain:1,7

·         Perdarahan. Akibat laserasi plexus vena hemorrhoidalis oleh feses yang keras.

·         Infeksi. Apabila hemorrhoid yang keluar tidak dapat masuk kembali akan mudah terjadi infeksi dan menyebabkan sepsis. Infeksi yang berat dapat mengakibatkan sepsis perianal hingga kematian.

·         Trombosis. Banyak terjadi pada hemorrhoid eksterna atau interna yang mengalami prolaps dan akan irreponible sehingga tidak dapat dipulihkan karena kongesti dan mengakibatkan oedem dan trombosis. Keadaan ini dapat menyebabkan nekrosis mukosa dan kulit yang menutupinya.

Emboli septik. Terjadi melalui sistem portal dan dapat menyebabkan abses hepar.

II.3.11 Prognosis

Dengan terapi yang tepat dan sesuai dengan indikasi pasien hemorrhoid yang simptomatik dapat menjadi asimptomatik. Secara keseluruhan prognosis hemorrhoid adalah baik. Kekambuhan hemorrhoid tergantung pada keberhasilan pasien dalam mengubah kebiasaan defekasi, memperbanyak asupan serat. Perubahan perilaku ini dapat mengurangi dan mencegah terjadinya hemorrhoid.

             

 

 

 

BAB III

   PENUTUP 

Kesimpulan

            Hemorrhoid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis, yang merupakan jaringan normal yang berfungsi untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Hemorrhoid dibagi dalam dua jenis yaitu hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna. Prevalensi hemorrhoid di Indonesia tergolong cukup tinggi. Data dari RSCM Jakarta pada dua tahun terakhir, hemorrhoid mendominasi sebanyak 20% dari pasien yang di kolonoskopi.4 Data lain dari RS di Semarang pada tahun 2008, dari 1575 kasus pada instalasi rawat jalan klinik bedah, kasus hemorrhoid mencapai 16% dari seluruh total kasus di instalasi tersebut.

Hemorrhoid dapat terjadi akibat peregangan berulang saat buang air besar, dan konstipasi (sulit buang air besar/sembelit) juga dapat membuat peregangan menjadi bertambah buruk.8 Hemorrhoid berhubungan dengan pola diet dan defekasi seseorang. Diet tinggi serat dan defekasi menggunakan toilet jongkok dapat menurunkan resiko terjadinya hemorrhoid. Gejala pada hemorrhoid interna adalah perdarahan, prolaps, nyeri dan rasa tidak nyaman, keluarnya sekret. Sedangkan pada hemorrhoid eksterna dapat menimbulkan nyeri, perdarahan, rasa mengganjal, gatal, dan iritasi.Tatalaksana hemorrhoid dapat dengan non-medikamentosa seperti mengubah perilaku defekasi, konsumsi makanan tinggi serat, dan hindari duduk lama. Medikamentosa dengan obat-obat pelunak feses. Dan dapat dengan terapi minimal invasive serta tindakan operatif (hemorrhoidektomi). Komplikasi pada hemorrhoid antara lain perdarahan, infeksi, thrombosis, dan emboli septik.

Dengan terapi yang tepat dan sesuai dengan indikasi pasien hemorrhoid yang simptomatik dapat menjadi asimptomatik. Secara keseluruhan prognosis hemorrhoid adalah baik. Dan kekambuhan hemorrhoid tergantung dari keerhasilan pasien dalam mengubah perilaku defekasi dan mengkonsumsi makanan tinggi serat.

 

 

DAFTAR PUSTAKA

1.      Riwanto Ign. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. In: Sjamsuhidajat R, Jong WD, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2010. p. 788-792.

2.      Simadibrata M. Hemoroid. In: Sudoyo Aru W, Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2006. p. 397-9

3.      Irawati D. Hubungan Antara Posisi Riwayat Keluarga, Konstipasi, dan Olahraga Berat dengan Kejadian Hemorrhoid pada Pasien Rawat Jalan di Klinik Bedah Rumah Sakit Tentara Bakti Wira Tamtama Semarang. Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang; 2008.

4.      Struber, JC. Considering Physical Inactivity in Relation to Obesity. The Internet Journal of Allied Health Sciences and Practices. 2004.

5.      Lindseth G. Gangguan Usus Besar. In: Price S, Wilson L, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th ed. Jakarta: EGC;2006. p. 456-468.

6.      Silvia AP, Lorraine MW. Hemoroid. In: Konsep-Konsep Klinis Proses Penyakit, Patofisiologi Vol.1. 6th ed. Jakarta: EGC. p.467

7.      Sjamsuhidajat R, Jong WD. Hemoroid. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2010. p.672-5

8.      American Gastroenterological Association Medical Position Statement: Diagnose and Treatment of Hemorrhoid. Gastroenterology. May 2004; 126(5). p.1461-2

9.      Abcaria H. Shackelfords Surgery of The Alimentary Tract. 6th ed. USA; 2007.

10.  Mukherjee R, Shenoy P, Saha S, Mukhopadhyay G. A prospective evaluation of ligasi rubber band, sclerotherapy and combined method of these two procedures in management of haemorrhoids:an interim result analysis. International Journal Of Scientific Research. 2017; 6(11): 196-199.

11.  Iyer VS, Shrier I, Gordon PH. Long-term outcome of ligasi rubber band for symptomatic primary and recurrent internal hemorrhoids. Dis Colon Rectum. 2004;47(8): 1364-1370.

 

           

             

No comments:

Post a Comment