BAB I
PENDAHULUAN
Hemorrhoid adalah pelebaran atau inflamasi
dari pleksus arteri-vena di saluran anus yang berfungsi sebagai katup untuk
mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Selain itu pleksus tersebut juga
dapat mengalami perdarahan.1 Hemorrhoid dibagi dalam dua jenis yaitu
hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna. Hemorrhoid interna merupakan
pelebaran cabang-cabang vena rectalis superior (v. hemoroidalis) dan diliputi
oleh mukosa. Sedangkan hemorrhoid eksterna merupakan pelebaran cabang-cabang
vena rectalis inferior saat vena ini berjalan ke lateral dari pinggir anus dan
hemorrhoid ini dilapisi oleh kulit. Di Amerika Serikat, tercatat lima ratus
ribu orang menderita hemorrhoid setiap tahunnya. Bahkan 75% penduduk dunia
pernah mengalami hemorrhoid.2 Tingginya prevalensi hemorrhoid
disebabkan karena beberapa faktor diantaranya, kurangnya konsumsi makanan
berserat, konstipasi, usia, kebiasaan duduk terlalu lama, peningkatan tekanan
abdominal karena tumor, kurangnya intake cairan, kehamilan, dan kurangnya
aktifitas seperti berolahraga.3 Terjadinya hemorrhoid dapat dicegah
salah satunya dengan melakukan aktifitas fisik ringan seperti berolahraga,
karena dapat melemaskan dan mengurangi ketegangan otot.
BAB II
PEMBAHASAN
II.1 ANATOMI
Bagian utama usus besar yang paling akhir
disebut rektum dan membentang dari kolon sigmoid hingga anus (muara ke bagian
luar tubuh). Satu inci akhir dari rectum disebut sebagai kanalis ani dan
kanalis ini dilindungi oleh otot sfingter ani eksternus dan internus. Panjang
rektum dan kanalis ani adalah sekitar 15 cm (5,9 inci). Usus besar secara
klinis dibagi menjadi dua, yaitu bagian kiri dan bagian kanan berdasarkan
suplai darah yang terimanya. Belahan sebelah kanan di perdarahi oleh Arteria
mesenterika superior yaitu sekum, kolon ascenden, dan 2/3 proksimal kolon
transversum. Arteria mesenterika inferior memperdarahi belahan sebelah kiri
yaitu 1/3 distal kolon transversum, kolon ascenden, kolon sigmoid, dan bagian
proksimal rektum. Rektum mempunyai suplai darah tambahan yang berasal dari
arteri hemoroidalis media dan inferior yang merupakan cabang dari arteria
iliaka interna dan arteri abdominalis.4
Gambar 1. Anatomi Rektum dan Anus
Aliran
balik vena dari kolon dan rectum superior adalah melalui vena mesenterika
superior, vena mesenterika inferior, dan vena hemoroidalis superior yaitu
bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke hati. Vena hemoroidalis
media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka sehingga merupakan bagian
dari sirkulasi sistemik. Pada vena hemoroidalis superior, media, dan inferior
terdapat anastomosis sehingga tekanan portal yang meningkat dapat menyebabkan
terjadinya aliran balik ke dalam vena dan mengakibatkan hemorrhoid.4,5 Terdapat
dua jenis peristaltik propulsif:
- Kontraksi
lamban dan tidak teratur, yang berasal dari segmen proksimal dan bergerak
kearah depan sehingga menyumbat beberapa haustra
- Peristaltik
massa, yaitu kontraksi yang melibatkan segmen kolon.
Gerak
peristaltik ini menggerakan massa feses ke depan, dan merangsang defekasi.
Kejadian ini timbul dua sampai tiga kali sehari dan dirangsang oleh refleks
gastrokolik pada saat setelah makan, terutama setelah makan pertama kali pada
hari tersebut. Lewatnya feses kedalam rectum menyebabkan terjadinya distensi
dinding rectum dan merangsang refleks defekasi. Defekasi dikendalikan oleh
sfingter interna maupun eksterna, dimana sfingter interna dikendalikan oleh
sistem saraf otonom sedangkan sfingter eksterna dikendalikan oleh sistem saraf
volunter. Refleks defekasi terintegrasi pada medulla spinalis segmen sacral S2
dan S4. Serabut parasimpatis mencapai rectum melalui saraf splanchnicus panggul
dan menyebabkan kontraksi rectum dan relaksasi sfingter interna. Pada waktu
rectum yang teregang berkontraksi, otot levator ani berelaksasi dan menyebabkan
sudut dan annulus anorektal hilang. Otot sfingter interna dan eksterna
berelaksasi pada waktu anus tertarik keatas melebihi tinggi masa feses.
Defekasi dipercepat dengan tekanan intraabdomen yang meningkat akibat kontraksi
volunter otot dada dengan glottis yang tertutup, dan kontraksi otot abdomen
secara terus menerus. Defekasi dapat dihambat oleh kontraksi volunter otot
sfingter eksterna dan levator ani. Dinding rectum secara bertahap relaks, dan
keinginan defekasi hilang.
3.1.
Etiologi
Penyebab
umum konstipasi adalah kegagalan pengosongan rectum saat terjadi peristaltic
masa. Bila defekasi tidak sempurna, rectum menjadi relaks dan keinginan
defekasi hilang. Air tetap akan terus diabsorpsi dari massa feses, sehingga
feses menjadi keras dan menyebabkan sulit untuk defekasi. Bila massa feses yang
keras terkumpul disatu tempat dan tidak dapat dikeluarkan, maka disebut impaksi
feses. Tekanan feses yang berlebih menyebabkan timbulnya kongesti vena
hemoroidalis interna dan eksterna, dan hal ini merupakan salah satu penyebab
terjadinya hemorrhoid.4,6
II.3 HEMORRHOID
II.3.1 Definisi
Hemorrhoid
merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang
berasal dari plexus hemorrhoidalis, yang merupakan jaringan normal yang
berfungsi untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Pleksus tersebut
dapat melebar, inflamasi hingga perdarahan karena adanya suatu faktor.
Pelebaran ini berkaitan dengan peningkatan tekanan vena pada pleksus tersebut
dan sering terjadi pada usia 50 tahun keatas.1,3
II.3.2 Epidemiologi
Prevalensi
hemorrhoid di Indonesia tergolong cukup tinggi. Data dari RSCM Jakarta pada dua
tahun terakhir, hemorrhoid mendominasi sebanyak 20% dari pasien yang di
kolonoskopi.4 Data lain dari RS di Semarang pada tahun 2008, dari
1575 kasus pada instalasi rawat jalan klinik bedah, kasus hemorrhoid mencapai
16% dari seluruh total kasus di instalasi tersebut.
II.3.3 Faktor Resiko
Faktor
resiko hemorrhoid yaitu7:
- Primer
- Keturunan. Yaitu dinding pembuluh
darah yang lemah dan tipis
- Anatomi dan fisiologi. Vena pada
daerah anorektal tidak mempunyai katup dan pleksus hemoroidalis kurang
mendapat sokongan otot dan fasia sekitarnya.
- Kelemahan dari tonus spinchter ani
- Sekunder
- Pekerjaan. Pada orang yang harus
berdiri atau duduk lama, atau harus mengangkat beban berat, mempunyai predisposisi
untuk timbulnya hemorrhoid
- Umur. Pada usia lanjut timbul
degenerasi dari seluruh jaringan tubuh, otot sphincter juga menjadi tipis
dan atonis.
- Endokrin, misal pada wanita yang
sedang hamil maka aka nada dilatasi vena ekstremitas dan anus karena
sekresi hormon relaksin yang dapat melemahkan dinding vena bagian anus.
- Mekanis. Segala keadaan yang
mengakibatkan timbulnya tekanan yang tinggi dalam perut, misalnya pada
penderita hipertrofi prostat.
- Pola defekasi. Misalnya kebiasaan
mengejan saat defekasi, sering diare, sering konstipasi.
- Pola makan. Diet tinggi serat,
seperti buah dan sayur, menghindari makanan pedas, dan cukup minum air
putih akan menurunkan angka kejadian hemorrhoid.
- Peningkatan tekanan
intraabdominal.
- Kehamilan.
- Obstruksi vena.
·
II.3.4 Klasifikasi
·
Hemorrhoid diklasifikasikan menjadi 3
yaitu hemorrhoid interna, hemorrhoid eksterna, dan gabungan. Kedua pleksus
hemorrhoid inernus maupun eksternus selain berhubungan secara longgar dan
merupakan awal dari aliran balik vena, bermula dari rectum sebelah bawah dan
anus.
- Hemorrhoid Interna
Yaitu
pelebaran dari pleksus hemorrhoidalis interna, yang terdiri dari vena
hemorrhoidalis superior dan media, dimana pleksus ini berada di atas garis
mukokutan (linea dentate) atau 2/3 canalis ani bagian atas yang ditutupi oleh
mukosa. Selanjutnya pleksus ini mengalirkan darah ke vena porta. Karena tidak
mempunyai inervasi somatik, maka pada umumnya penyakit ini tidak disertai
nyeri. Hemorrhoid interna terdapat pada tiga posisi primer, yaitu kanan depan (jam
11), kanan belakang (jam 7), kiri lateral (jam 3), oleh Miles disebut Three Primary Haemorrhoidal Areas.3,7
Gambar 2. Tiga Area Primer Hemorrhoid
Secara
klinis, hemorrhoid interna dibagi menjadi 4 derajat yaitu3,7:
- Derajat
I
Terdapat perdarahan merah segar pada rectum pasca
defekasi, tanpa disertai nyeri,dan tidak terdapat prolaps. ditandai dengan
adanya perkembangan mukosa rektum asimtomatik yang disebabkan oleh pembengkakan
pleksus hemoroidalis dan kelemahan dinding rektum.
- Derajat
II
Terdapat perdarahan atau tanpa perdarahan pasca
defekasi. ditandai dengan adanya prolaps saat buang air besar atau saat megejan
dimana prolaps tersebut dapat tereduksi secara spontan.
- Derajat
III
Terjadi prolaps hemorrhoid yang tidak dapat masuk
spontan dan harus dibantu dengan didorong masuk dengan satu jari (reposisi
manual)
- Derajat
IV
Terjadi prolaps hemorrhoid yang tidak dapat didorong
masuk (meskipun sudah di reposisikan namun akan keluar kembali). ditandai
dengan adanya prolaps yang tidak dapat direduksi dan sering disertai perubahan
inflamasi lokal kronis
2.
Hemorrhoid
Eksterna
Merupakan
pelebaran dan penonjolan pleksus hemorrhoidalis eksterna (vena hemorrhoidalis
inferior) yang terdapat pada distal garis mukokutan (linea dentate) di dalam
jaringan di bawah epitel anus. Pleksus ini mengalirkan darah dari daerah
perineum dan lipatan paha ke peredaran darah sistemik melalui vena iliaka.
Bentuk akut berupa pembengkakan bulat kebiruan pada tepi anus yang sebenarnya
merupakan hematom yang disebut hemorrhoid thrombosis eksternal akut. Sering
terasa nyeri dan gatal karena ujung saraf pada kulit merupakan reseptor nyeri.
Hemorrhoid
eksternal mempunyai 3 bentuk, yaitu:
a. Bentuk
biasa, tapi letak di distal mucocutaneal junction.
b. Bentuk
benjolan hemorrhoid dengan thrombosis akut.
c. Bentuk
skin tags.
Rasa nyeri pada perabaan menandakan
adanya thrombosis yang biasanya disertai infeksi atau abses perianal. Sedangkan
pada penderita bentuk skin tags tidak mempunyai keluhan kecuali jika ada
ulcerasi dan infeksi.
3.
Hemorrhoid
Gabungan interna dan eksterna
Berasal
dari pelebaran pleksus hemorrhoidalis interna dan eksterna. Gabungan ini
biasanya terletak di atas dan di bawah linea dentate. Hemorrhoid ini sering
ditemukan saat colok dubur.
II.3.5 Patofisiologi
Hemorrhoid dapat terjadi akibat
peregangan berulang saat buang air besar, dan konstipasi (sulit buang air
besar/sembelit) juga dapat membuat peregangan menjadi bertambah buruk.8
Hemorrhoid berhubungan dengan pola diet dan defekasi seseorang. Diet tinggi
serat dan defekasi menggunakan toilet jongkok dapat menurunkan resiko
terjadinya hemorrhoid. Penelitian terbaru mengungkapkan keterlibatan bantalan
anus (anal cushion) merupakan dasar terjadinya hemorrhoid. Anal cushion
merupakan jaringan lunak yang kaya akan pembuluh darah. Agar dapat stabil,
bantalan ini di sokong oleh ligamentum Treitz dan lapisan muskularis submukosa.
Terjadinya bendungan dan hipertrofi pada bantalan ini merupakan mekanisme dasar
terjadinya hemorrhoid.
Ada
beberapa proses pembendungan yang terjadi pada bantalan anus. Pertama, adanya
kegagalan pengosongan vena bantalan anus secara cepat saat defekasi. Kedua,
bantalan anus yang terlalu mobile. Dan
ketiga, bantalan anus terperangkap oleh sfingter anus yang ketat. Akibatnya
vena intramuscular kanalis anus akan terjepit (obstruksi). Proses
pembendungan tersebut dapat diperparah apabila seseorang mengejan atau adanya
feses yang keras melalui dinding rectum. Selain itu, gangguan rotasi bantalan
anus juga menjadi dasar terjadinya keluhan hemorrhoid. Dalam keadaan normal,
bantalan anus menempel secara longgar pada lapisan otot sirkuler. Ketika
defekasi, sfingter interna akan relaksasi. Lalu, bantalan anus berotasi kea rah
luar (eversi) membentuk bibir anorektum. Faktor usia, konstipasi, dan mengejan
yang lama akan menyebabkan gangguan eversi pada bantalan tersebut.8,9
II.3.6 Gejala Klinis
Gejala klinis hemorrhoid dibagi berdasarkan jenis
hemorrhoid, yaitu:
- Hemorrhoid Interna
Gejala
yang biasa adalah protrusio, pendarahan, nyeri tumpul, dan pruritus. Trombosis
atau prolaps akut yang disertai edema ataupun ulserasi akan menimbulkan
rasa nyeri.
Gejala
yang muncul pada hemorrhoid interna dapat berupa:
1.
Perdarahan
Merupakan gejala yang sering muncul, dan biasanya merupakan
awal dari penyakit ini. Perdarahan dapt berupa darah segar dan biasanya tampak
setelah defekasi. Selanjutnya perdarahan dapat berlangsung lebih hebat karena
vascular cushion prolaps dan mengalami kongesti oleh sfingter ani.
2.
Prolaps
Dapat dilihat
adanya penonjolan yang keluar pada anus dan dapat masuk kembali secara spontan
ataupun harus dimasukkan dengan bantuan tangan.
3.
Nyeri
dan rasa tidak nyaman
Biasanya timbul
karena komplikasi yang terjadi (seperti fisura, abses, dll) hemorrhoid interna
biasanya sedikit yang menimbulkan nyeri. Kondisi ini dapat juga terjadi karena
terjepitnya tonjolan hemorrhoid oleh sfingter ani (strangulasi).
4.
Keluarnya
sekret
Sekret
yang menjadi lembab akan rawan terjadinya infeksi dan dapat mengganggu
kenyamanan penderita.
- Hemorrhoid Eksterna
Pada fase akut, hemorrhoid eksterna dapat menimbulkan
nyeri, biasanya karena adanya oedem dan terjadi saat mobilisasi. Hal ini muncul
karena trombosis dari vena hemmorhoid dan terjadinya perdarahan ke jaringan
sekitarnya. Beberapa hari setelah timbul nyeri, kulit dapat mengalami nekrosis
dan berkembang menjadi ulkus, dan timbul perdarahan. Beberapa minggu
selnajutnya area yang mengalami trombus tadi dapat mengalami perbaikan dan
meninggalkan kulit berlebih yang disebut skin
tag. Akibatknya timbul rasa mengganjal, gatal, dan iritasi.
II.3.7 Pemeriksaan
Fisik
Pada pemeriksaan fisik, pasien dibuat dalam posisi
lithotomi, miring (sim’s position),
atau menungging (knee chest position).
- Inspeksi
Pasien
disuruh untuk mengejan sehingga dapat terlihat adanya prolaps hemorrhoid
interna dan derajat hemorrhoid dapat dinilai. Dapat dilihat jika ada darah yang
menetes karena perdarahan. Dapat dilihat juga adanya kelainan seperti fisura
ani, ataupun hemorrhoid eksterna.10
- Rectal Toucher
Dengan menggunakan sarung tangan steril dan dilumasi
pelicin, jari pemeriksa dimasukkan kedalam lubang anus pasien dan meminta
pasien untuk mengejan. Pada pemeriksaan rectal toucher untuk hemorrhoid interna
tidak dapat diraba karena tekanan vena didalamnya tidak cukup tinggi, dan
biasanya tidak nyeri. Pemeriksaan ini diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan karsinoma rektum. Evaluasi tonus kanalis anal saat istirahat, dan kontraksi
otot ischiorektalis serta sfingter dapat dirasakan.10
II.3.8 Pemeriksaan Penunjang
- Anoscopy
Pada pemeriksaan
ini pasien diposisikan lithotomi. Anoskopi lalu dimasukkan ke dalam anus
sedalam mungkin, penyumbat di angkat dan pasien diminta untuk bernafas panjang.
Dengan cara ini kita dapat melihat hemorrhoid interna grade I dan II dimana
tidak atau belum terlihat penonjolan hemorrhoid. Pada pemeriksaan ini juga
dapat dilihat posisi pangkal hemorrhoidnya, warna selaput lendir yang merah
meradang atau perdarahan, jumlah benjolan, letak dan besarnya benjolan.
Benjolan hemorrhoid akan menonjol pada ujung anoskopi. Bila perlu, pasien dapat
diminta untuk mengejan. Hemorrhoid interna dapat terlihat sebagai struktur
vaskular yang menonjol ke dalam lumen.
Gambar
1. Hasil pemeriksaan anuskopi sebelum tindakan
Gambar
2. Hasil pemeriksaan anuskopi setelah tindakan
- Sigmoidoscopy
Pemeriksaan ini
dapat dilakukan untuk memastikan bahwa keluhan bukan disebabkan oleh proses
radang dan keganasan, misalnya karsinoma kolon, karsinoma rektum, dan lainnya.1
- Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dilakukan untuk mengetahui tanda
anemia pada pasien hemorrhoid dengan perdarahan berat atau kronik.10
II.3.9 Penatalaksanaan
- Non-Medikamentosa
Berupa perubahan pola makan, perbaikan cara atau pola
defekasi. Perbaikan pola defekasi ini disebut Bowel Management Program (BMP) yang terdiri dari konsumsi makanan
berserat, dan perubahan cara ketika defekasi dengan cara posisi jongkok
(squatting). Dengan posisi jongkok ini, tidak dibutuhkan tenaga untuk mengejan.
Pasien juga tidak dianjurkan untuk banyak duduk.
- Medikamentosa
Bertujuan memperbaiki defekasi dengan menggunakan obat
untuk melunakkan feses sehingga tenaga saat mengejan tidak terlalu besar ketika
defekasi. Pengobatan medikamentosa juga digunakan untuk menghilangkan keluhan
dan gejala pada anus. Tersedia dalam 2 bentuk sediaan yaitu suppositoria untuk
hemorrhoid interna dan salep untuk hemorrhoid eksterna.
- Terapi
Minimal Invasive
Dilakukan apabila
pengobatan medikamentosa dan non-medikamentosa tidak berhasil. Tindakan yang
dapat dilakukan adalah:
a. Skleroterapi
Yaitu dengan
menyuntikan larutan kimia yang merangsang, misalnya phenol 5% dalam minyak
nabati. Lokasi penyuntikan adalah pada submukosa hemorrhoid. Efek injeksinya
adalah edema, reaksi inflamasi dengan proliferasi fibroblast, dan trombosis
intravaskular. Reaksi ini akan menyebabkan fibrosis pada submukosa hemorrhoid.
Hal ini dapat mencegah atau mengurangi prolaps jaringan hemorrhoid. Teknik ini
murah dan mudah dilakukan, namun tingkat kegagalannya tinggi.1,11
b. Rubber Band
Ligation
Ligasi jaringan
hemorrhoid dengan menggunakan rubber band dengan tujuan agar prolaps menjadi
nekrosis dan putus tanpa rasa sakit karena iskemia yang terjadi dalam beberapa
hari. Komplikasi yang mungkin timbul adalah rasa nyeri karena terkenanya garis
mukokutan dan perdarahan saat hemorrhoid mengalami nekrosis.
ligator
dengan ujung diarahkan ke massa hemoroid yang telah disuntik. Prosedur
dilanjutkan dengan melakukan penghisapan hemoroid dengan alat suction hingga
hemoroid terhisap ke dalam suction ligator sampai pangkalnya. Hemoroid harus
terhisap dengan tepat kemudianorong silicon rubber atau o ring yang berada di
ujung suction ligator dengan pemantik yang ada di suction ligator. Jika sudah terikat,
maka lakukan penyuntikan kembali dengan agen sklerotik, kemudian keluarkan
anoskop dari lubang anus.
Gambar
3. PILA Pack yang terdiri dari 1. Anuskop; 2. ligator; 3.
O
ring silicon rubber dan aplikator
c. Cryotherapy
Terapi hemorrhoid
ini menggunakan suhu yang sangat rendah untuk mendestruksikan mukosa.
Dianjurkan untuk hemorrhoid grade I-IV. Prosedur ini tidak lagi digunakan
karena destruksi mukosa yang sukar ditentukan luasnya.1
d. Infra Red
Coagulation (IRC)
Digunakan untuk hemorrhoid yang tidak prolaps (Grade I).
Caranya dengan memusatkan sinar infra merah ke jaringan hemorrhoid dan diubah
menjadi panas. Prosedur ini menyebabkan koagulasi, oklusi, dan sklerosis
jaringan hemorrhoid. Teknik ini singkat dan komplikasi minimal.11
- Tindakan
Operatif
·
Hemorroidektomi
Prinsipnya adalah
dengan eksisi pada jaringan yang berlebih. Eksisi sehemat muingkin dilakukan
pada anoderm dan kulit yang normal dengan tidak mengganggu sfingter anus. Ada
tiga tindakan bedah yang tersedia yaitu bedah konvensional (dengan menggunakan
pisau dan gunting), bedah laser (dengan alat pemotong berupa sinar laser), dan
bedah stapler (menggunakan alat dengan prinsip kerja stapler).1
II.3.10 Komplikasi
Komplikasi pada hemorrhoid antara lain:1,7
·
Perdarahan. Akibat laserasi plexus vena
hemorrhoidalis oleh feses yang keras.
·
Infeksi. Apabila hemorrhoid yang keluar
tidak dapat masuk kembali akan mudah terjadi infeksi dan menyebabkan sepsis.
Infeksi yang berat dapat mengakibatkan sepsis perianal hingga kematian.
·
Trombosis. Banyak terjadi pada hemorrhoid
eksterna atau interna yang mengalami prolaps dan akan irreponible sehingga
tidak dapat dipulihkan karena kongesti dan mengakibatkan oedem dan trombosis.
Keadaan ini dapat menyebabkan nekrosis mukosa dan kulit yang menutupinya.
Emboli septik. Terjadi melalui sistem
portal dan dapat menyebabkan abses hepar.
II.3.11 Prognosis
Dengan terapi yang tepat dan sesuai dengan
indikasi pasien hemorrhoid yang simptomatik dapat menjadi asimptomatik. Secara
keseluruhan prognosis hemorrhoid adalah baik. Kekambuhan hemorrhoid tergantung
pada keberhasilan pasien dalam mengubah kebiasaan defekasi, memperbanyak asupan
serat. Perubahan perilaku ini dapat mengurangi dan mencegah terjadinya
hemorrhoid.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Hemorrhoid
merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di daerah anus yang
berasal dari plexus hemorrhoidalis, yang merupakan jaringan normal yang
berfungsi untuk mencegah inkontinensia flatus dan cairan. Hemorrhoid dibagi
dalam dua jenis yaitu hemorrhoid interna dan hemorrhoid eksterna. Prevalensi
hemorrhoid di Indonesia tergolong cukup tinggi. Data dari RSCM Jakarta pada dua
tahun terakhir, hemorrhoid mendominasi sebanyak 20% dari pasien yang di
kolonoskopi.4 Data lain dari RS di Semarang pada tahun 2008, dari
1575 kasus pada instalasi rawat jalan klinik bedah, kasus hemorrhoid mencapai
16% dari seluruh total kasus di instalasi tersebut.
Hemorrhoid dapat terjadi akibat peregangan berulang
saat buang air besar, dan konstipasi (sulit buang air besar/sembelit) juga
dapat membuat peregangan menjadi bertambah buruk.8 Hemorrhoid
berhubungan dengan pola diet dan defekasi seseorang. Diet tinggi serat dan
defekasi menggunakan toilet jongkok dapat menurunkan resiko terjadinya
hemorrhoid. Gejala pada hemorrhoid interna adalah perdarahan, prolaps, nyeri
dan rasa tidak nyaman, keluarnya sekret. Sedangkan pada hemorrhoid eksterna
dapat menimbulkan nyeri, perdarahan, rasa mengganjal, gatal, dan
iritasi.Tatalaksana hemorrhoid dapat dengan non-medikamentosa seperti mengubah
perilaku defekasi, konsumsi makanan tinggi serat, dan hindari duduk lama.
Medikamentosa dengan obat-obat pelunak feses. Dan dapat dengan terapi minimal
invasive serta tindakan operatif (hemorrhoidektomi). Komplikasi pada hemorrhoid
antara lain perdarahan, infeksi, thrombosis, dan emboli septik.
Dengan terapi yang tepat dan sesuai dengan indikasi
pasien hemorrhoid yang simptomatik dapat menjadi asimptomatik. Secara
keseluruhan prognosis hemorrhoid adalah baik. Dan kekambuhan hemorrhoid
tergantung dari keerhasilan pasien dalam mengubah perilaku defekasi dan mengkonsumsi
makanan tinggi serat.
DAFTAR PUSTAKA
1. Riwanto
Ign. Usus halus, apendiks, kolon, dan anorektum. In: Sjamsuhidajat R, Jong WD,
editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2010. p.
788-792.
2.
Simadibrata M. Hemoroid. In: Sudoyo Aru W,
Setiyohadi B, Alwi I, Setiati S, Simadibrata M, editors. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jakarta: Interna Publishing; 2006. p. 397-9
3.
Irawati D. Hubungan Antara Posisi Riwayat Keluarga,
Konstipasi, dan Olahraga Berat dengan Kejadian Hemorrhoid pada Pasien Rawat
Jalan di Klinik Bedah Rumah Sakit Tentara Bakti Wira Tamtama Semarang.
Semarang: Universitas Muhammadiyah Semarang; 2008.
4.
Struber, JC. Considering Physical Inactivity in
Relation to Obesity. The Internet Journal of Allied Health Sciences and
Practices. 2004.
5.
Lindseth G. Gangguan Usus Besar. In: Price S,
Wilson L, editors. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. 6th
ed. Jakarta: EGC;2006. p. 456-468.
6.
Silvia AP, Lorraine MW. Hemoroid. In:
Konsep-Konsep Klinis Proses Penyakit, Patofisiologi Vol.1. 6th ed.
Jakarta: EGC. p.467
7.
Sjamsuhidajat R, Jong WD. Hemoroid. Buku Ajar
Ilmu Bedah. 3rd ed. Jakarta: EGC; 2010. p.672-5
8.
American Gastroenterological Association
Medical Position Statement: Diagnose and Treatment of Hemorrhoid.
Gastroenterology. May 2004; 126(5). p.1461-2
9.
Abcaria H. Shackelfords Surgery of The
Alimentary Tract. 6th ed. USA; 2007.
10.
Mukherjee R, Shenoy P, Saha S,
Mukhopadhyay G. A prospective evaluation of ligasi rubber band, sclerotherapy
and combined method of these two procedures in management of haemorrhoids:an
interim result analysis. International Journal Of Scientific Research. 2017;
6(11): 196-199.
11. Iyer
VS, Shrier I, Gordon PH. Long-term outcome of ligasi rubber band for
symptomatic primary and recurrent internal hemorrhoids. Dis Colon Rectum.
2004;47(8): 1364-1370.
No comments:
Post a Comment